Anda di halaman 1dari 11

EFFEKTIVITAS SISTEM WASTEWATER DOUBLE TREATMENT

DENGAN KOMBINASI BIOFILTER ANAEROB-AEROB PADA


PROSES PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TAHU

EFFECTIVENESS OF WASTEWATER DOUBLE REATMENT


SYSTEM WITH ANAEROBIC-AEROBIC BIOFILTER
COMBINATION IN TOFU INDUSTRIAL TREATMENT PROCESS
Shita Yusan Septyana*, Nur Hidayat2, Sakunda Anggarini2
1) Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP UB
2) Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP UB
*
email korespondensi: yusanftp_ub@yahoo.co.id
Abstrak
Pada aplikasi system wastewater double treatment anaerobaerob terdapat beberapa faktor yang
berpengaruh, yaitu Hydroulic Retention Time (HRT), inokulum dan aerasi. Pada sistem anaerob HRT
yang digunakan adalah 12 jam serta penambahan inokulum sebesar 5% ( ). Adapaun pada sistem aerob
HRT yang digunakan adalah 9 jam dengan penambahan inokulum sebesar 15% ( ) serta aerasi sebesar
0,45 vvm. Kemudian sistem akan diulang sebanyak 30 kali perulangan untuk mengetahui kestabilanya.
Dari penelitian ini yaitu dari 30 sampel yang diujikan, dalam masing-masing faktor yaitu COD, BOD dan
TSS didapatkan 3 kondisi stabil, dimana pada kondisi stabil pertama dan kedua presentasi degradasi
limbah yang dihasilkan masih menunjukkan adanya kenaikan dan penurunan yang tidak konstan (belum
stabil). Sedangkan kondisi stabil didapatkan pada kondisi ketiga. Pada degrdasi COD, keadaan stabil
ditunjukkan pada sampel 24-30 sebesar 67,54%; 65,99%; 59,93%; 58,92%; 59,26%; 58,59% serta
58,25%. Pada degradasi BOD keadaan stabil ditunjukkan pada sampel 22-30 sebesar 66,65%; 60,87%;
62,98%; 59,59%; 56,63%; 56,48%; 55,64%; 55,86% serta 55,13%. Pada degradasi TSS keadaan stabil
ditunjukkan pada sampel 25-30 namun masih mengalami kenaikan karena tidak adanya penyaring.
Sedangkan pada perubahan pH menunjukkan pH yang dihasilkan berada pada keadaan netral. Adanya
identifikasi terlebih dahulu pada mikroorganisme yang akan digunakan sebagai inokulum dan adaptasi
sistem selama 18 hari serta penambahan penyaring dalam sistem aerob sangat diperlukan untuk
mendapatkan hasil yang lebih efektif.

Kata Kunci: Aerasi, anaerob-aerob, double treatment, HRT, Inokulum, Limbah cair.

Abstract
On the application of system wastewater double treatment anaerobic-aerobic there are several factors
that influence, such as Hydroulic Retention Time (HRT), precentation of inoculum and aeration. In
anaerobic system used HRT 12 hours and precentation of inoculums is 5% ( ). The aerobis system use
HRT 9 hours with precentation of inoculums is 15% ( ) and aeration 0,45 vvm. Then the system will
be repeated 30 times iteration to determine that stabilitation. From 30 sample that were tested, from each
factor of COD, BOD and TSS obtained 3 stable condition. On the first and second condition, an increase
and decrase of degradation wastewater are not constant, but the stable condition are shown in the third
condition. In COD degradation, stable condition are shown by sample 24-30, it is 67.54% 24-25; 65.99%;
59.93%; 58.92%; 59.26%; 58.59% and 58.25%. In BOD degradation, stable condition are shown by
sample 22-30, it is 66.65% 22-30; 60.87%; 62.98%; 59.59%; 56.63%; 56.48%; 55.64%; 55.86% and
55.13%. In TSS degradation, stable condition are shown by sample 25-30, but the degradation is
increased from a sample before treatment. It is caused by there isnt filter on aerobic system. pH indicates
that they are neutral. The identification of the microorganisms that will be used as the inoculum and the
adaptation of the system for 18 days also the addition of a filter in the aerobic system is needed to obtain
more effective results.jjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjjj

Keyword : Aeration, anaerobic-aerobic, double treatment, HRT, Inoculum, Wastewater.


PENDAHULUAN selama 25 jam disertai penambahan
bakteri sebanyak 15% ( ). Adapun
Limbah cair yang dikeluarkan oleh
untuk biofilter aerob digunakan waktu
industri tahu masih menjadi masalah
tinggal (HRT) selama 17,5 jam dan
bagi lingkungan sekitarnya, karena pada
penambahan bakteri sebanyak 15%
umumnya industri rumah tangga ini
( ) disertai dengan penambahan aerasi
mengalirkan air limbahnya langsung ke
sebanyak 0,4 vvm, mampu menurunkan
selokan atau sungai tanpa pengolahan
BOD5 mencapai 65%, COD 29,21%
terlebih dahulu. Limbah cair tahu yang
serta TSS sebesar 39,50%. Tujuan utama
umumnya hanya dibuang secara
dari penelitian ini adalah untuk
langsung pada perairan setempat
mengetahui efektifitas dan stabilitas
diketahui masih mengandung banyak
sistem wastewater double treatment
bahan organik berupa karbohidrat,
berdasarkan pengaruh Hydroulic
protein, dan lemak. Adanya senyawa-
Retention Time (HRT), inokulum dan
senyawa organik tersebut menyebabkan
aerasi pada pengolahan limbah cair tahu
limbah cair industri tahu mengandung
dengan kombinasi biofilter
Chemical Oxygen Demand (COD),
anaerobaerob yang dinyatakan dalam
Biological Oxygen Demand (BOD),
nilai BOD, COD, penurunan COD
Total Suspended Solid (TSS) dan tingkat
(COD removal), total padatan terlarut
keasaman (pH) yang sangat tinggi.
(total suspended solid/TSS) dan pH pada
Menurut Husin (2008), air limbah tahu
pengolahan limbah cair tahu.
rata rata mengandung BOD 4583 mg/l,
COD 7050 mg/l, TSS 4743 mg/l serta
pH 6,1. Pengolahan air limbah secara BAHAN DAN METODE
biologis terutama diarahkan untuk Pengambilan Sampel Air Limbah
mengolah kandungan bahan organik Sampel dalam penelitian ini adalah
terlarut dari air limbah, dilakukan air limbah tahu yang diambil dari outlet
dengan cara anaerob, aerob atau dengan bak penampung air limbah tahu sebelum
gabungan cara anaerob-aerob. dibuang ke dalam badan air. Air limbah
(Budiyono dkk., 2007). Salah satu tersebut dimasukkan ke dalam botol air
aplikasi yang dapat digunakan adalah mineral 1,5 liter. Limbah cair tersebut
aplikasi wastewater double treatment dibawa ke laboratorium dan siap
anaerob-aerob. Aplikasi wastewater digunakan sebagai bahan baku penelitian
double treatment yang merupakan
gabungan antara pengelolaan limbah cair Pembuatan inokulum
tahu secara anaerobik dan aerobik Sludge (lumpur) yang berasal
diduga dapat mengurangi dampak dari sungai di saluran pembuangan air
lingkungan dari pencemaran limbah cair limbah pada pabrik tahu, dimasukkan
tahu. Penggunaan sistem wastewater ke dalam botol air mineral 600 mL
double treatment yaitu secara anaerobic- kemudian disaring dengan
aerobic dalam pengelolaan dan menggunakan kain saring.Selanjutnya
pemanfaatan limbah cair tahu dinilai sebanyak 10 mL sludge dimasukkan ke
merupakan alternatif yang baik untuk dalam erlenmeyer yang telah terisi 90
menyelesaikan permasalahan yang ada. mL limbah cair tahu kemudian
Pada penelitian pengolahan limbah dibiakkan selama 2 hari. Setelah dua
cair industri tekstil oleh Parasmita dkk. hari, 1mL sludge yang telah dibiakkan
(2012), digunakan proses pengolahan tersebut dimasukkan ke dalam tabung
anaerobaerob, dimana pada biofilter reaksi yang telah diisi 5 mL Nutrient
anaerob digunakan waktu tinggal (HRT) Broth (NB) dan diatasnya diberi 1 mL
minyak goreng untuk menjaga kondisi terlebih dahulu untuk mengurangi
anaerob dan kembali dibiakkan. padatan yang ada pada limbah cair.
Selanjutnya pada sistem aerob Selanjutnya limbah dimasukkan pada
sludge dimasukkan ke dalam tangki anaerob melalui inlet anaerob
erlenmeyer yang telah terisi 90 mL sesuai dengan volume tangki (25L).
limbah cair tahu dan dibiakkan selama 2 kemudian inlet anaerob ditutup agar
hari. Setelah 2 hari, 1mL sludge yang didapatkan proses anaerob. Limbah cair
telah dibiakkan tersebut dicampurkan didiamkan pada tangki anaerob sesuai
dengan Natrium Agar (NA), dan HRT yang digunakan yaitu 12 jam.
diinkubasi sampai bakteri membentuk Setelah 12 jam lubang outlet dan inlet
koloni. Kemudian di-strike dibuka untuk di alirkan pada tangki
(digesekkan) pada agar miring dalam aerob. Limbah dialirkan dengan cara
tabung reaksi dan diinkubasi selama 2 mengisi lubang inlet sebanyak 25L
hari.Setelah bakteri tumbuh, bakteri di sehingga secara otomatis limbah cair
masukkan kedalam NB 6 ml tanpa tahu yang lama akan mengalir pada inlet
ditutup dengan minyak agar ada tangki aerob. Setelah limbah mengalir
oksigen yang masuk kedalam biakan. dan tangki anaerob terpenuhi lagi, inlet
Kemudian masing-masing inokulum di dan outlet ditutup kembali dan
scale up setiap dua hari sekali. didiamkan selama 12 jam. Disamping
itu, pada tangki aerob dilakukan
Adaptasi Sistem pengolahan dengan cara aerasi (diberi
Adaptasi sistem dilakukan dengan tiupan udara) sebesar 0,45 vvm dan
cara mencampurkan inokulum yang didiamkan dengan HRT selama 9 jam.
telah disiapkan sebelumnya denga Setelah 9 jam, sistem diambil dengan
limbah cair tahu pada bak dengan ukuran cara mengisi inlet aerob sebanyak 2L
yang telah ditentukan pada rancangan sehingga limbah akan keluar dari outlet
percobaan (volume total 25 L). Limbah aerob sebanyak 2L. Sampel ini yang
dan inokulum pada awalnya didiamkan akan diuji sebagai sampel pengolahan
selama 5 hari, kemudian pada hari ke 6 pertama, sedangkan sisa limbah pada
dan ke 7 dilakukan pergantian limbah tangki aerob dibiarkan untuk proses
Untuk membentuk biofilm, pada steady state sambil menunggu proses
sistem anaerob ditambah rancangan anaerob selesai. Cara pengukuran aerasi
benang-benang wol yang diikat pada dapat dilihat pada Lampiran 13. Setelah
ayakan dan dibiarkan menggantung proses anaerob selesai, limbah akan
dengan diberikan pemberat berupa batu dialirkan kembali pada tangki aerob
kerilil berdiameter 4 cm. Benang wol seperti pada pengolahan pertama sampai
diikat pada ayakan dengan tujuan agar dilakukan 30 kali pengolahan.
media yang disediakan untuk pembuatan
biofilm oleh mikroorganisme dapat Uji Reduksi Limbah Tahu
menyebar secara merata pada tangki Uji reduksi limbah cair tahu
reaktor. Sedangkan dalam sistem aerob dilakukan dengan analisis COD,
penyangga yang digunakan adalah batu BOD,TSS serta pH. Analisi COD
kerikil dengan diameter 0,5 3,5 cm. dilakukan dengan alat spektofotometri ().
Analisis BOD dilakukan dengan
Pengolahan Double Treatment Anaerob- menggunakan metode BOD5 (). Analisis
Aerob TSS dilakukan dengan metode
Untuk menjalankan sistem, pertama- gravimetric (). Sedangkan analisis pH
tama limbah yang akan diolah disaring dilakukan dengan alat elektrometri ().
Analisis Data memiliki 3 kondisi stabil. Kondisi stabil
Data yang diperoleh dari hasil yang dimaksud adalah kondisi dimana
penelitian dianalisa dengan pada suatu rentang tertentu masing-
menggunakan metode deskriptif analisis. masing batch menunjukkan nilai
Dimana data yang diperoleh berupa (persentase reduksi limbah) yang tidak
presentasi reduksi (penurunan) sistem jauh berbeda, masing-masing kondisi
terhadap COD, BOD, TSS dan pH yang stabil dicari rata-ratanya untuk
akan diambil dari 30 kali percobaan memudahkan dalam menganalisa
(sampel). Dari presentase reduksi fluktuasi antar data. Pada kondisi stabil
tersebut dapat dilihat pada batch yang pertama yaitu pada sampel 1
keberapa sistem mulai stabil. Uji sampai 10, degradasi COD yang
stabilitas dianggap stabil ketika fluktuasi dilakukan oleh sistem masih
yang didapatkan dari reduksi antar batch menunjukkan penurunan dan kenaikan
5%. Fluktuasi ini didapatkan dari yang tidak konstan. Dimana degradasi
penelitian yang dilakukan oleh Astuti COD yang dihasilkan berkisar antara
(2007), dimana kondisi tunak (steady 31,31% sampai 47,14% Pada kondisi
state) akan stabil apabila fluktuasi stabil kedua sistem masih menunjukkan
limbah 5%. kenaikan dan penurunan COD yang
belum konstan dimana stabilitas sistem
HASIL DAN PEMBAHASAN berada pada sampel 11 sampai 23
dengan degradasi COD yang dihasilkan
Karakterisasi Limbah Cair Industri
berkisar antara 68,18% sampai 90,64%.
Penyamakan Kulit
Pada kondisi stabil ketiga stabilitas
Parameter pada limbah cair industri
sistem berada pada sampel 24 sampai 30
tahu diukur untuk mengetahui karakter
dengan reduksi COD yang dihasilkan
awal limbah sebelum dilakukan proses
antara 58,25% sampai 67,54%. Dimana
pengolahan. Hasil analisis menunjukkan
pada kondisi ini stabilitas yang
kadar COD sebesar 29.700 mg/ml, BOD
dihasilkan menunjukkan kenaikan dan
8.852 mg/ml, TSS 936 mg/ml serta pH
penurunan yang lebih signifikan.
3,8. Menurut hasil survey yang
dilakukan oleh Bappeda Medan (1994),
limbah cair tahu pada umumnya
memiliki kadar cemaran yaitu COD
6520 mg/ml, 3250 mg/ml, TSS 1500
mg/ml serta pH 4-5.
Bila dibandingkan dengan
karakteristik limbah cair tahu pada
umumnya, limbah cair tahu pada pabrik
tahu Dau memiliki kadar cemaran yang
melebihi rata-rata limbah cair tahu
pada umumnya. Hal ini disebabkan oleh Gambar 4.1 Presentase Reduksi COD
beberapa hal, diantaranya disebabkan
dari perbedaan proses pengolahan yang Dari hasil tersebut dapat disimpulkan
dilakukan serta bahan baku yang bahwa, semakin lama sistem diolah,
digunakan. stabilitas yang dihasilkan dari masing-
masing kondisi stabil semakin
Reduksi COD signifikan. Hal ini dibuktikan pada
Dari Gambar 4.1 menunjukkan bahwa kondisi pertama dan kedua stabilitas
dari pengolahan yang dilakukan, sistem sistem masih menunjukkan penurunan
serta tingkat fluktuasi yang tidak Pada Gambar 4.2 kondisi stabil yang
signifikan (belum konstan), sedangkan pertama yaitu pada sampel 1 sampai 10,
pada kondisi ketiga stabilitas dan tingkat reduksi BOD yang dilakukan oleh
fluktuasi yang dihasilkan lebih sistem masih menunjukkan penurunan
signifikan dan pengalami penurunan dan kenaikan yang tidak konstan.
reduksi COD yang konstan. Terjadinya Dimana reduksi BOD yang dihasilkan
efisiensi COD yang belum konstan pada berkisar antara 27,96% sampai 54,23%.
awal pengolahan diduga karena adanya Pada kondisi stabil kedua sistem masih
mikroorganisme yang tumbuh secara menujukkan kenaikan dan penurunan
tidak bersamaan yang menyebabkan BOD yang belum konstan dimana
kemampuan mikroorganisme dalam stabilitas sistem berada pada sampel 11
mereduksi limbah berbeda-beda tiap sampai 21 dengan degradasi BOD yang
harinya. Suatu sistem pengolahan limbah dihasilkan berkisar antara 71,60%
cair dengan biofilter baik anaerob sampai 90,21%. Pada kondisi stabil
maupun aerob, proses reduksinya ketiga stabilitas sistem berada pada
sebagian besar berlangsung pada sampel 22 sampai 30 dengan degradasi
permukaan biofilm pada limbah cair dan BOD yang dihasilkan antara 55,13%
sebagian kecil dalam badan biofilm sampai 66,65%. Dimana pada kondisi ini
(Rittman dan McCarty, 2001). stabilitas yang dihasilkan menunjukkan
Berdasarkan hal tersebut, diduga bahwa kenaikan dan penurunan yang lebih
dalam sistem biofilter baik anaerob signifikan dibandingan dua kondisi
maupun aerob, jumlah mikroorganisme sebelumnya.
pengurai yang aktif juga terbatas karena
yang berperan dalam degradasi substrat
organik hanya lapisan atas saja, dengan
demikian kemampuan degradasi substrat
pun terbatas.
Selain dari faktor mikroorganisme
pada sistem, faktor lain yang diduga
mempengaruhi persentase kenaikan dan
penurunan COD adalah dari susunan
sistem yang dilakukan. Penurunan COD
pada reaktor anaerob selalu lebih rendah Gambar 4.2 Presentase Reduksi BOD
dibandingkan reaktor aerob, karena laju
fermentasi pada sistem anaerobik Baik reduksi COD maupun BOD,
lazimnya selalu lebih rendah jika terjadinya efisiensi BOD yang belum
dibandingkan dengan sistem aerob. Hal konstan pada awal pengolahan diduga
ini disebabkan karena kesetimbangan karena adanya mikroorganisme yang
antara substrat dan produk sulit untuk tumbuh secara tidak bersamaan yang
dipertahankan. CO2 yang terbentuk menyebabkan kemampuan
dalam sistem anaerob akan mikroorganisme dalam mendegradasi
mempengaruhi laju fermentasi dan tidak limbah berbeda-beda tiap harinya.
dapat keluar dari sistem sehingga Menurut Jasmiati (2010), bahwa
penurunan COD oleh reaktor lebih kemampuan mendapatkan makanan atau
rendah (Sianita, dkk, 2006). kemampuan metabolisme dilingkungan
bervariasi, mikroorganisme yang
Reduksi BOD mempunyai kemampuan adaptasi dan
mendapatkan makanan dalam jumlah
besar dengan kecepatan yang maksimum
akan berkembang biak dengan cepat dan
akan menjadi dominan di lingkunganya.
Hal ini juga sejalan dengan pendapat
Astuti (2007), penurunan konsentrasi
BOD yang sering terjadi pada awal
penambahan nutrient disebabkan
mikroorganisme perlu menyesuaikan diri
dengan penambahan tersebut, tetapi
Gambar 4.3 Prsentase Reduksi TSS
setelah mikroorganisme tersebut telah
menyesuaikan diri, efisiensi penyisihan
Menurut Arsil dan Supriyanto (2007),
pun akan stabil. Oleh karenanya perlu
adanya peningkatan ini disebabkan oleh
ditetapkan waktu yang sesuai dalam
proses pengendapan dan pendegradasian
adaptasi sehingga didapatkan hasil yang
zat organik pada masingmasing filter
lebih efektif.
sehingga partikeLpartikel kecil
yang terdapat pada limbah menempel
Reduksi TSS
pada filter yang digunakan. Hal ini juga
Pada Gambar 4.3 kondisi stabil yang
sesuai dengan pendapat Putro (2008),
pertama terjadi pada sampel 1 sampai
semakin tebal lapisan filter maka zona
20, degradasi TSS yang dilakukan oleh
filtrasi akan semakin besar sehingga
sistem masih menunjukkan penurunan
kemampuan untuk menahan bahan tidak
dan kenaikan yang tidak konstan.
larut (suspended solid) dalam air limbah
Dimana degradasi TSS pada kondisi ini
semakin besar, dalam hal ini jarak antar
berkisar antara 29,46% sampai 56,52%.
partikel filter yang kecil akan menahan
Pada kondisi stabil kedua sistem mulai
suspended solid yang berukuran besar
menujukkan perubahan yang signifikan,
agar tidak ikut terbawa aliran limbah.
dimana kondisi kedua stabil kedua ini
terjadi pada sampel 21 sampai 24. Secara
Perubahan pH (Derajad Keasaman)
berturut-turut stabilitas TSS pada sampel
Pada Gambar 4.4 menunjukkan
tersebuta adalah 3,53%; 2,88%; 3,04%;
perubahan pH dari hasil pengolahan
4,27%. Pada kondisi stabil ketiga sampel
anaerob-aerob. Pada sampel 1 sampai 19
yang dihasilkan memiliki stabilitas yang
perubahan pH menunjukkan rentang
signifikan, namun TSS yang dihasilkan
perubahan dimana perbedaanya sangat
dari pengolahan meningkat dari pada
signifikan yaitu berkisar 3,9 sampai 5,3.
sampel sebelum dilakukan pengolahan,
Namun pada sampel ke 20 perubahan pH
dimana sebelum dilakukan pengolahan
yang dihasilkan menunjukkan perubahan
TSS yang dihasilkan sebesar 936 mg/L
yang relatif konstan yaitu berkisar antara
sedangkan pada sampel 25 sampai 30
5 sampai 5,6 namun dari semua batch
TSS yang dihasilkan dapat mencapai
yang dilakukan, fluktuasi yang
947,5 mg/L, 1083 mg/L, 1047 mg/L,
didapatkan kurang dari 5%. Lebih
1108 mg/L, 1046 mg/L dan 995 mg/L.
jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 12.
Diduga kenaikan TSS tersebut di
Menurut Suparman dan Suparmin
akibatkan karena tidak adanya proses
(2001), mikroorganisme asidofilik yaitu
penyaringan pada saat dilakukan proses
jasad yang dapat tumbuh pada pH antara
pengolahan, sehingga padatan dari
2,0-5,0 sedangkan mikroorganisme
proses pengolahan menumpuk dan
mesofilik (neutrofilik) adalah jasad yang
mengakibatkan pengolahan ke 25 sampai
dapat tumbuh pada pH antara 5,5-8,0.
30 terjadi peningkatan kandungan TSS
mikroorganisme yang ada pada sistem
masih melakukan adaptasi, sehingga
mikroorganisme masih perlu
menyesuaikan diri terhadap
lingkunganya, tetapi setelah
mikroorganisme tersebut telah
menyesuaikan diri, efisiensi penyisihan
Gambar 4.4 Perubahan pH pun akan stabil, dimana keadaan tersebut
dapat dilihat pada kondisi stabil ketiga.
pH yang dihasilkan dari penelitian ini Selain itu perubahan pH juga
cenderung fluktuatif. Fluktuatif nilai pH berpengaruh terhadap pertumbuhan
pada setiap perlakuan dipengaruhi oleh mikroorganisme dalam sistem,
jumlah mikroorganisme pembentuk mikroorganisme yang tidak dapat hidup
asam laktat. Kedua mikroorganisme ini pada pH tertentu akan tereduksi sendiri,
saling bersimbiosis dalam menguraikan sehingga dapat mengurangi jumlah
bahan organik yang ada di dalam limbah mikroorganisme dan menurunkan
cair tahu (Rosyadi,2010). Nilai pH kemampuan reduksi terhadap limbah.
berkaitan dengan aktivitas Dari hasil uji stabilitas ini dapat
mikroorganisme dalam proses disimpulkan bahwa limbah harus
pengolahan limbah organik, karena diadaptasi lebih lama lagi sampai sampel
aktivitas mikroorganisme akan ke 22 (selama 11 hari lagi). Sehingga
mempengaruhi nilai pH dan sebaliknya didapatkan hasil yang lebih stabil dengan
nilai pH juga mempengaruhi aktivitas perubahan degradasi limbah yang
mikroorganisme dimana signifikan.
mikroorganisme sebagian hidup pada Efektivitas sistem dilihat dari
kisaran pH netral, namun ada juga presentase reduksi sistem terhadap BOD,
mikroorganisme yang mampu hidup COD serta TSS. Dari keempat parameter
pada pH rendah (asam) (Novianan dan baik BOD, COD, TSS mampu
Ahmad ,2009). mereduksi limbah hingga penurunan
90%. Jika dibandingkan dengan
Uji Stabilitas Anaerob-Aerob penelitianpenelitian sebelumnya, sistem
Stabilitas sistem dikatakan stabil ini dianggap efektif karena berdasarkan
ketika fluktuasi (selisih) dari antar penelitian penelitian terdahulu
sampel 0 5%. Cara penghitungan penurunan yang dihasilkan 80%,
fluktuatif sampel dapat dilihat pada dimana HRT pada sistem anaerob yang
Lampiran 13. Dari ketiga faktor yang digunakan adalah 12 jam dengan
diamati baik reduksi COD, BOD mapun penambahan inokulum sebesar 5%
TSS, ketiganya memiliki 3 kondisi sedangkan pada sistem aerob HRT yang
stabilitas. Namun pada ketiga parameter, digunakan 9 jam dengan penambahan
pada kondisi stabil pertama dan kedua inokulum sebesar 15% serta aerasi 0,45
menunjukkan bahwa masing-masing vvm.
hasil memiliki tingkat kenaikan dan
penurunan yang belum signifikan. KESIMPULAN
Dimana hal ini berbeda dengan kondisi
Dari 30 sampel yang diujikan, dalam
stabil ketiga yang lebih signifikan yaitu
masing-masing faktor yaitu COD, BOD
rata-rata antara sampel 22 sampai 30.
dan TSS didapatkan 3 kondisi stabil,
Diduga hal ini dikarenakan pada kondisi
dimana pada kondisi stabil pertama dan
stabil pertama dan kedua
kedua presentasi degradasi limbah yang
dihasilkan masih menunjukkan adanya Annonymous. 2002. Surat Keputusan
kenaikan dan penurunan yang tidak Gubernur Jawa Timur Nomor
konstan (belum stabil). Sedangkan 45. Surabaya.
kondisi stabil didapatkan pada kondisi
ketiga. Pada reduksi COD, keadaan Annonymous. 2014. Pembuatan Tahu.
stabil ditunjukkan pada sampel 24-25 http://cybex.deptan.go.id/penyuluh
sebesar 67,54%; 65,99%; 59,93%; an/ pembuatan-tahu. diakses pada
58,92%; 59,26%; 58,59% serta 58,25%. 23 Juli 2014 pukul 10.54 WIB.
Pada reduksi BOD keadaan stabil
ditunjukkan pada sampel 22-30 Arlearts, G dan Santika, S. S. 1997.
sebesar 66,65%; 60,87%; 62,98%; Metoda Penelitian Air. Usaha
59,59%; 56,63%; 56,48%; 55,64%; Nasional. Surabaya.
55,86% serta 55,13%. Pada degradasi
TSS keadaan stabil ditunjukkan pada Asril, P dan Supriyanto. A. 2007.
sampel 25-30 namun masih mengalami Pengolahan Limbah Cair dari
kenaikan karena tidak adanya penyaring. Industri Kecil Pengolahan Tahu
Sedangkan pada perubahan pH Secara Biofiltrasi Menggunakan
menunjukkan pH yang dihasilkan berada Eceng Gondok (Eichhomia
pada keadaan netral. Dari keempat crassipes). Proceedings of Bogor
parameter stabilitas sistem yang Agricultural University's seminars.
memiliki tingkat fluktuatif paling stabil Institut Pertanian Bogor. Bogor
berada pada sampel 20 30.
Astuti, A. D; Wisaksono, W; Nurwini,
A. R. 2007. Pengolahan Air
DAFTAR PUSTAKA
Limbah Tahu Menggunakan
Annonymous. 1993, Penelitian Bioreaktor Anaerob Aerob
Pencemaran Air Limbah Di Bermedia Karbon Aktif Dengan
Sentra Industri Kecil Variasi Waktu Tinggal. Jurnal
Tahu/Tempe di Kec. Medan Sains dan Teknologi. 4(2): 30 35.
Tuntungan Kotamadya Dati II
Medan, Laporan Penelitian, Bassett, J., Denney, R.C., Jeffery, G. H.,
Bappeda TK II, Medan. dan Mendham, J. 1994. Buku
Ajar Vogel Kimia Analisis
Annonymous. 1998. Keputusan Kuantitatif Anorganik. Penerbit
Menteri Negara Lingkungan Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Hidup No:03/MENLH/1998. Hal 287 289; 816 825.
Jakarta
Budiyono; I Nyoman, W; Sunarso. 2007.
Anonymous. 2007. Pengolahan Limbah Perkembangan Teknologi
Industri Pangan. Pengolahan Air Limbah Rumah
DirektoratJenderal Industri Kecil Pemotongan Hewan (RPH) :
Menengah. Jakarta. Overview. Prosiding Nasional
Fundamental dan Aplikasi Teknik
Annonymous. 2001. Baku Mutu Kimia. Institut Teknologi Sepuluh
Limbah Cair Tahu. Peraturan November. Surabaya
Pemerintah No. 82 tahun 2001.
Jakarta Costerton, J. W; Lewandowki, Z;
Caldwell, D.W; Korber& Scott,
L.H.M. 1995. Microbial Biofilm.
Annual Review of Microbiology, Program Pasca Sarjana Universitas
49:711-745. Diponegoro. Semarang.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri.
Kanisius. Yogyakarta. Andi Offset. Jakarta.

Greenberg, A. E., Clesceri, L.S., dan Maeda, Y. 1992. Microbiological Waste


Eaton, A. D. 1992. Standard Treatment. Kursus Singkat
Method for Examination of Water Manajemen Limbah Industri
and Wastewater 18th Edition. Pangan. PAU Pangan dan Gizi.
American Public Health Universitas Gadjah Mada.
Association. Washington. Yogyakarta.

Hammer, M. J. 2004. Water and Metcalf dan Eddy, 2003.Wastewater


Wastewater Technology 5th ed. Engineering: Treatmen, Disposal
Prentice- Hall, Inc. Upper Saddle and Reuse, 4th ed. McGraw Hill
River, New Jersey. Book Co. New York.

Hawkes, H. A. 1983. Aktivated Sludge. Mukhsin, M. 2007. Ekstraksi


Di dalam: C.R Curds dan H.A Antosianin Kasar Dari Dedak
Hawkes (Eds), Ecological Aspects Sorgum Lokal Varietas Coklat
of Used-Water Treatment. Sebagai Pewarna Alami (Kajian
Academic Press. London 2:77-162. Suhu dan Lama Ekstraksi Serta
Uji Stabilitasnya). Skripsi.
Herlambang, A. 2002. Teknologi Fakultas Teknologi Pertanian.
Pengolahan Limbah Cair Universitas Brawijaya. Malang.
Industri Tahu. Pusat Pengkajian
dan Penerapan Teknologi Muljadi, Wusana. A. W, Samun. T.
Lingkungan (BPPT) dan Badan 2005. Penurunan Kadar BOD
Pengendalian Dampak Limbah Cair Secara Proses
Lingkungan. Samarinda. Biologi Dengan Tipe Rotating
Biological Cintractors (RBCs).
Husin, A. 2008. Pengolahan Limbah Ekuilibrium. 4(2) : 52 -57.
Cair Industri Tahu dengan
Biofiltrasi Anaerob Dalam Myrasandri, P dan Mindriany, S. 2003.
Reaktor Fixed-Bed. Thesis Degradasi Senyawa Organik
Program Pasca Sarjana. Limbah Cair Tahu dalam
Universitas Sumatra Utara. Medan. Anaerobik Baffled Reactor.
Teknik Sipil dan Lingkungan.
Jasmiati, Sofia. A, Thamrin. 2010. Institute Teknologi Bandung.
Bioremidiasi Limbah Cair Tahu Bandung.
Menggunakan Efektif
Mikroorganisme (EM4). Journal Parasmita, B. N; Wiharyanto, O;
of Environmental Science. 2(4): Mochtar, H. 2012. Studi
148-158 Pengaruh Waktu Tinggal
Terhadap Penyisihan Parameter
Kaswinarni, F. 2007. Kajian Teknis BOD5, COD Dan TSS Lindi
Pengolahan Limbah Padat dan Menggunakan Biofilter Secara
Cair Industri Tahu. Thesis Anaerob-Aerob. Teknik
Lingkungan. Fakultas Teknik. Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO)
Universitas Diponegoro. dan Kebutuhan Oksigen Biologi
Semarang. (BOD) Sedagai Salah Satu
Indikator Untuk Menentukan
Pohan, N. 2008. Pengolahan Limbah Kualitas Perairan. Jurnal Oseania
Cair Industri Tahu Dengan 30(3):21-26.
Proses Biofilter Aerobik, Thesis
Program Pasca Sarjana Universitas Sani, E. Y. 2006. Pengolahan Air
Sumatra Utara. Medan. Limbah Tahu Menggunakan
Reaktor Anaerob Bersekat dan
Pranoto, M. 2005. Penggunaan Aerob. Thesis Pasca Sarjana
Biofilter Enceng Gondok Untuk Universitas Diponegoro.
Menurunkan Kadar COD Semarang.
Limbah Cair dari Pabrik Tahu.
Skripsi. Universitas Negeri Santoso, B. 2010. Proses Pengolahan
Semarang. Semarang. Air Buangan Industri Tapioka.
Jurnal Ilmiah Teknologi dan
Putro, R. P. 2008. Studi Pengaruh Rekayasa 15: 213 220.
Variasi Ukuran Ketebalan
Media Penyaring (Pasir dan Sastrawijaya, A. 1991. Pencemaran
Zeolit) Untuk Mengurangi Lingkungan. PT Rineka Cipta.
Kandungan BOD, COD dan TSS Jakarta.
Pada Limbah Cair Tahu Dengan
Metode Filtrasi. Minor Thesis. Sianita, D dan Ika, S. N. 2006. Kajian
Fakultas Teknologi Pertanian. Pengolahan Limbah Cair
Universitas Brawijaya. Malang. Industri Batik, Kombinasi Aerob
Anaerob dan Penggunaan
Ritman, B. E dan McCarty, P. L. 2001. Koagulan Tawas. Jurusan Teknik
Enviromental Biotechnology Kimia. Fakultas Teknik.
Principles and Universitas Diponegoro.
Applications.McGraw Hill Semarang.
International Ed. New York.
Srinivas, T. 2008. Environmental
Romli, M dan Suprihatin. 2009. Beban Biotechnology. New Age
Pencemaran Limbah Cair International Publisher. New
Industri Tahu dan Analisis Delhi.
Alternatif Strategi
Pengelolaanya. Jurnal Purifikasi Sudaryati. 2007. Ketahanan Pangan
10(2): 141 154. Keluarga Miskin di Kelurahan
Belawan Bahari Kecamatan
Rosyadi, M. I. 2010. Uji Penambahan Medan Belawan. Jurnal Gizi.
EM4 Terhadap Tingkat 25(2):20-25.
Penurunan BOD dan COD Pada
Pengolahan Limbah Cair Teksti Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan
Dengan Metode Anoksik dengan Menerapkan ISO 14001.
Aerobik. Skripsi. Jurusan PT Gramedia Widiasarana
Teknologi Industri Pertanian. Indonesia. Jakarta.
Fakultas Teknologi Pertanian.
Universitas Brawijaya. Malang.
Sutrisno, T dan Eni, S. 2004. Teknologi
Penyediaan Air Bersih. Rineka
Cipta. Jakarta.

Syafruddin, I dan Mizarwati. 1998.


Pembentukan Kontrol Biofilm
Aeromonas hydropila pada
Bahan Plastik dan Kayu.
Laporan Penelitian. Lembaga
Penelitian Universitas Sumatra
Utara. Medan.

Tobing, P. L dan Loebis, S. 1994.


Penggunaan Betagen-Rispa
Untuk Pengendalian Limbah
Pabrik Kelapa Sawit. Berita
PPKS 2:15 - 23.

Warlina, L. 2004. Pencemaran Air


:Sumber, Dampak dan
Penanggulanganya. Institute
Pertanian Bogor. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai