TINJAUAN PUSTAKA
Lahan marginal adalah lahan yang mempunyai potensi rendah sampai dengan
sangat rendah untuk menghasilkan tanaman pertanian atau dapat disebut sebagai
lahan yang mempunyai mutu rendah karena memiliki beberapa faktor pembatas.
Namun demikian dengan penerapan teknologi dan sistem pengelolaan yang tepat
guna, potensi lahan tersebut dapat ditingkatkan menjadi lebih produktif. Potensi yang
sangat rendah pada lahan marginal ini disebabkan oleh sifat tanah, lingkungan fisik,
tanaman. Lahan yang telah mengalami atau dalam proses kerusakan fisika, kimia, dan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat disebut dengan lahan kritis. Pengertian lahan
marginal dan lahan kritis pada dasarnya sama. Istilah marginal digunakan untuk
mengacu pada makna potensi dari lahan. Adapun istilah kritis digunakan untuk
menunjukkan aspek kerusakan dan kerugian akibat perubahan yang terjadi dari sifat
tanah dan lingkungannya. Di Indonesia lahan marginal dijumpai baik pada lahan
basah maupun lahan kering. Lahan basah berupa lahan gambut, lahan sulfat masam
dan rawa pasang surut seluas 24 juta ha, sementara lahan kering berupa tanah ultisol
47,5 juta ha dan oxisol 18 juta ha (Suprapto, 2002). Prospek lahan marginal ini cukup
besar untuk pengembangan pertanian namun sekarang ini belum dikelola dengan
bila diarahkan untuk pertanian lahan kering. Over drained inilah merupakan asal mula
dari kerusakan lahan dan lingkungan lahan gambut. Penggunaan lahan gambut untuk
pertanian lahan kering dapat dikatakan mustahil untuk mencapai pertanian yang
"sustainable".
2.2.1. Ameliorasi
Upaya untuk mengatasi kendala yang ada untuk usahatani tanaman pangan
sudah banyak dilakukan. Untuk mengatasi kemasaman tanah dan status hara yang
ameliorasi juga dapat dilakukan dengan abu bakaran limbah kayu atau serasah
tanaman. Abu serasah dapat meningkatkan pH, KB dan basa-basa tanah sehingga
produksi kedelai meningkat (Subiksa et al. 1995). Pemupukan unsur mikro seperti
terusi, magnesium sulfat dan seng sulfat masing-masing 15 kg/ha/tahun, mangan
parit-parit drainase untuk membuang kelebihan air dan mengurangi kadar asam-asam
organik. Jadi untuk usahatani maka pengelolaan air dengan drainase lapang juga
sangat diperlukan, disamping saluran drainase utama. Walaupun kita perlu membuang
asam-asam organik, namun kita tidak boleh sampai membuang habis asam-asam
tersebut karena asam-asam organik adalah bagian dari tanah gambut yang memiliki
muatan (aktif). Tanpa asam organik maka tanah gambut tidak lebih dari sepotong
ranting yang kering yang tidak memiliki kemampuan untuk menjerap dan