Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sel darah manusia. Untuk mengetahui tentang
leukemia, kita harus mengenal dahulu sel-sel darah yang normal serta apa yang terjadi jika
terkena leukemia. Darah manusia terdiri dari cairan yang disebut sebagai plasma darah, dan tiga
kelompok sel darah. Kelompok sel darah itu dibedakan menjadi sel darah merah, sel darah putih,
dan keping-keping darah.

Sel darah putih atau leukosit berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi atau serangan
penyakit lainnya. Sel darah merah atau eritrosit berfungsi untuk mengangkut oksigen dari paru-
paru ke seluruh jaringan tubuh, dan membawa karbon dioksida dari jaringan tubuh kembali ke
paru-paru. Keping-keping darah atau trombosit sangat berperan dalam proses pembekuan darah.
Ketika terjadi leukemia, tubuh akan memproduksi sel-sel darah yang abnormal dan dalam jumlah
yang besar. Pada leukemia, sel darah yang abnormal tersebut adalah kelompok sel darah putih.
Sel-sel darah yang terkena leukemia akan sangat berbeda dengan sel darah normal, dan tidak
mampu berfungsi seperti layaknya sel darah normal.

Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat berguna untuk
memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar keperawatan dan kode etik dalam
menangani pasien dengan diagnosa leukemia.

Penyebab leukemia sejauh ini belum diketahui. Namun banyak penelitian yang dilakukan untuk
memecahkan masalah ini. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa leukemia lebih sering
menyerang kaum pria dibandingkan kaum wanita, dan juga pada kelompok orang kulit putih
dibandingkan dengan orang kulit hitam. Namun sampai saat ini belum diketahui mengapa hal
tersebut dapat terjadi. Dalam makalah ini kami sebagai penulis akan menerangkan asuhan
keperawatan pada konsep teori penyakit leukemia dengan asuhan keperawatan pada kasus
penyakit leukemia tersebut.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan leukemia
1.2.2 Tujuan khusus
a) Mampu menjelaskan konsep teori penyakit leukemia
b) Mampu melakukan pengkajian pada klien yang mengalami penyakit leukemia
c) Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien yang mengalami leukemia
d) Mampu membuat rencana tindakan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami penyakit
leukemia
e) Mampu menerapkan rencana yang telah disusun pada klien yang mengalami penyakit leukemia
f) Mampu menganalisa kesenjangan yang terjadi antara konsep teori dengan aplikasi asuhan
keperawatan pada klien yang mengalami penyakit leukemia
g) Mampu menyimpulkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami
penyakit leukemia

Manfaat Penelitian

1. Akademik
Sebagai sumber bacaan di perpustakaan Akper Muhammadiyah Makassar dalam rangka

peningkatan mutu pendidikan perwatan di masa yang akan datang.


2. Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan bagi perawat badan Pengelola Rumah Sakit Umum Pemerintah

Makassar untuk mengambil langkah dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperwatan

pada klien, khususnya bagi penderita Leukemia di Ruang perwatan Anak Lontara IV Atas RSUP

Dr. Wahidin Sudirohusod Makassar.

3. Klien dan Keluarga


Dapat meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga tentang perawatan, pencegahan dan

penaganan penyakit Leukimia.


4. Manfaat Untuk Tenaga Keperawatan
Sebagai suatu referensi dan sumber pengetahuan bagi tenaga keperawatan untuk meningkatkan

kualitas asuhan keperawatan secara komprehensif, sehingga berimplikasi pada peningkan

kualitas kesehatan klien.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Teori Penyakit
2.1.1 Pengertian
Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan pembentuk darah
(Prof. Dr. Iman, 1997).

Leukimia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang
menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, 2002).

Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio patologis sel
hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang dalam membentuk sel
darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain (Mansjoer, 2002).

Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang
dan limfa nadi (Reeves, 2001).

Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas maka penulis berpendapat bahwa leukimia adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh proliferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang
menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah.

Sel darah normal, sel darah terbentuk di sumsum tulang. Tulang sumsum adalah bahan yang
lembut di tengah sebagian besar tulang. Belum menghasilkan sel darah yang disebut sel batang
dan ledakan. Sebagian besar sel darah matang di sumsum tulang dan kemudian pindah ke
pembuluh darah. Darah mengalir melalui pembuluh darah dan jantung disebut darah perifer.
Sumsum tulang membuat berbagai jenis darah sel. Setiap jenis memiliki fungsi khusus:

a) Sel darah putih membantu melawan infeksi


b) Sel darah merah membawa oksigen ke jaringan seluruh tubuh
c) Trombosit membantu gumpalan darah terbentuk bahwa kontrol perdarahan

Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumusm
tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di llllllhati, limpa
dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges, traktus
gastrointesinal, ginjal dan kulit.

2.1.2 Jenis-jenis Leukemia


1. Leukemia Mielogenus Akut (LMA)
LMA mengenai sel stem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel Mieloid:
monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena;
insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling
sering terjadi.
2. Leukemia Mielogenus Kronis (LMK)
LMK juga di masukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namun lebih banyak sel
normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. LMK jarang menyerang
individu di bawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran LMA tetapi tanda dan gejala
lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit
kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa membesar.

3. Leukemia Limfositik Akut (LLA)


LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih
banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 LLA jarang terjadi.
Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga
mengganggu perkembangan sel normal..
4. Leukemia Limfositik Kronis (LLC)
LLC merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 sampai 70 tahun. Manifestasi klinis
pasien tidak menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penanganan
penyakit lain.

2.1.2 Anatomi Fisiologi


a) Anatomi
Sel darah putih, leukosit adalah sel yang membentuk komponen darah. Sel darah putih ini
berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai bagian dari sistem
kekebalan tubuh. Sel darah putih tidak berwarna, memiliki inti, dapat bergerak secara amoebeid,
dan dapat menembus dinding kapiler / diapedesis. Dalam keadaan normalnya terkandung 4x109
hingga 11x109 sel darah putih di dalam seliter darah manusia dewasa yang sehat - sekitar 7000-
25000 sel per tetes. Dalam setiap milimeter kubil darah terdapat 6000 sampai 10000(rata-rata
8000) sel darah putih .Dalam kasus leukemia, jumlahnya dapat meningkat hingga 50000 sel per
tetes. Di dalam tubuh, leukosit tidak berasosiasi secara ketat dengan organ atau jaringan tertentu,
mereka bekerja secara independen seperti organisme sel tunggal. Leukosit mampu bergerak
secara bebas dan berinteraksi dan menangkap serpihan seluler, partikel asing, atau
mikroorganisme penyusup. Selain itu, leukosit tidak bisa membelah diri atau bereproduksi
dengan cara mereka sendiri, melainkan mereka adalah produk dari sel punca hematopoietic
pluripotent yang ada pada sumsum tulang. Leukosit turunan meliputi: sel NK, sel biang,
eosinofil, basofil, dan fagosit termasuk makrofaga, neutrofil, dan sel dendritik. Ada beberapa
jenis sel darah putih yang disebut granulosit atau sel polimorfonuklear yaitu:
1. Basofil.
2. Eosinofil.
3. Neutrofil.
dan dua jenis yang lain tanpa granula dalam sitoplasma:
1. Limfosit

2. Monosit.
(skema pembelahan sel darah putih)

b) Fisiologi
Fisiologi sel darah manusia
1. Leukosit
Leukosit adalah sel darah berinti. Di dalam darah manusia, jumlah normal leukosit rata-rata
5000-9000 sel/mm3, bila jumlahnya lebih dari 12000, keadaan ini disebut leukositosis, bila
kurang dari 5000 disebut leukopenia. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih
mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah
cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi, yang tidak mempunyai
granula, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis
leukosit agranuler : limfosit sel kecil, sitoplasma sedikit, monosit sel agak besar mengandung
sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis leukosir granuler: Neutrofil, Basofil, dan Asidofil
(eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan
asam. Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan
pada sebagian besar precursor (pra zatnya). Meski masing-masing jenis sel terdapat dalam
sirkulasi darah, leukosit tidak secara acak terlihat dalam eksudat, tetapi tampak sebagai akibat
sinyal-sinyal kemotaktik khusus yang timbul dalam berkembangnya proses peradangan. (Effendi,
2003)
Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat
asingan. Ketika viskositas darah meningkat dan aliran lambat, leukosit mengalami marginasi,
yakni bergerak ke arah perifer sepanjang pembuluh darah. Kemudian melekat pada endotel dan
melakukan gerakan amuboid. Melalui proses diapedesis, yakni kemampuan leukosit untuk
menyesuaikan dgn lubang kecil lekosit, dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara
sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung. Pergerakan leukosit di daerah
intertisial pada jaringan meradang setelah leukosit beremigrasi, atau disebut kemotaktik terarah
oleh sinyal kimia. (Effendi, 2003).
Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 4000-11000, waktu
lahir 15000-25000, dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000, pada usia 4 tahun sesuai
jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel-sel darah putih tergantung pada usia. waktu lahir, 4
tahun dan pada usia 14 -15 tahun persentase khas dewasa tercapai. (Effendi, 2003).
Fungsi sel Darah putih
Granulosit dan Monosit mempunyai peranan penting dalam perlindungan badan terhadap
mikroorganisme. dengan kemampuannya sebagai fagosit (fago- memakan), mereka memakan
bakteria hidup yang masuk ke sistem peredaran darah. melalui mikroskop adakalanya dapat
dijumpai sebanyak 10-20 mikroorganisme tertelan oleh sebutir granulosit. pada waktu
menjalankan fungsi ini mereka disebut fagosit. dengan kekuatan gerakan amuboidnya ia dapat
bergerak bebas didalam dan dapat keluar pembuluh darah dan berjalan mengitari seluruh bagian
tubuh. dengan cara ini ia dapat mengepung daerah yang terkena infeksi atau cidera, menangkap
organisme hidup dan menghancurkannya, menyingkirkan bahan lain seperti kotoran-kotoran,
serpihan-serpihan dan lainnya, dengan cara yang sama, dan sebagai granulosit memiliki enzim
yang dapat memecah protein, yang memungkinkan merusak jaringan hidup, menghancurkan dan
membuangnya.
Dengan cara ini jaringan yang sakit atau terluka dapat dibuang dan penyembuhannya
dimungkinkan. Sebagai hasil kerja fagositik dari sel darah putih, peradangan dapat dihentikan
sama sekali. Bila kegiatannya tidak berhasil dengan sempurna, maka dapat terbentuk nanah.
Nanah beisi "jenazah" dari kawan dan lawan - fagosit yang terbunuh dalam kinerjanya disebut
sel nanah. demikian juga terdapat banyak kuman yang mati dalam nanah itu dan ditambah lagi
dengan sejumlah besar jaringan yang sudah mencair. dan sel nanah tersebut akan disingkirkan
oleh granulosit yang sehat yang bekerja sebagai fagosit.
2.1.3 Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan
terjadinya leukemia yaitu :

1. Faktor genetik : virus tertentu meyebabkan terjadinya perubahan struktur gen ( T cell leukemia-
lymphoma virus/HTLV).
2. Radiasi ionisasi : lingkungan kerja, pranatal, pengobatan kanker sebelumnya.
3. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen anti
neoplastik.
4. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
5. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
6. Kelainan kromosom : Sindrom Blooms, trisomi 21 (Sindrom Downs), Trisomi G (Sindrom
Klinefelters), Sindrom fanconis, Kromosom Philadelphia positif, Telangiektasis ataksia
Gejala penyakit leukemia biasanya ditandai dengan adanya anemia. Infeksi akan mudah
atau sering terjadi karena sel darah putih tidak dapat berfungsi dengan baik, rasa sakit atau nyeri
pada tulang, serta pendarahan yang sering terjadi karena darah sulit membeku. Jika tidak diobati,
maka akan mengakibatkan leukemia akut dan akhirnya dapat menyebabkan kematian. Penyebab
yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan
terjadinya leukemia, yaitu Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih. Penyebab dari
sebagian besar jenis leukemia tidak diketahui. Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) dan
bahan kimia tertentu (misalnya benzena) dan pemakaian obat antikanker, meningkatkan resiko
terjadinya leukemia. Orang yang memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya sindroma Down
dan sindroma Fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia.

2.1.4 Manisfestasi klinis


Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai berikut :

a. Pilek tidak sembuh-sembuh


b. Pucat, lesu, mudah terstimulasi
c. Demam dan anorexia
d. Berat badan menurun
e. Ptechiae, memar tanpa sebab
f. Nyeri abdomen
g. Lumphedenopathy
h. Hepatosplenomegaly
Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang yang dapat disalahartikan sebagai
penyakit rematik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat infiltrasi sel leukemia pada alat tubuh
seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura, kejang pada leukemia serebral (Iman, 1997).

2.1.5 Patofisiologi
Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang malignan, imaturnya sel blast.
Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu sehingga akan
menimbulkan anemia dan trombositipenia. Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan
menyebabkan gangguan sistem pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi. Manifestasi
akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ, sistem saraf pusat.
Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang yangt akan berdampak pada
penurunan lekosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan jaringan. Adanya
infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati, limfe, nodus limfe, dan
nyeri persendian (Iman, 1997).

Sel mesenkim, stem sel, sel retikular


Sumsum tulang
Jaringan mieloid
Sel blas, mioblast
Poliferasi SDP immatur
Mekanisme imun terganggu
Hematopoesis terganggu
akumulasi imun terganggu
Resiko infeksi
inflamasi
Hati
Tulang
SSP
Limpa
Hepatomegali
Nyeri tulang
Limfatomegali
Sist neorologis trganngu
Nyeri tekan
Gg. nutrisi
Sakit kepala, nausea, penglihatan kabur, diplopea,
Prod. SDM trganggu
trombositopenia
Anemia
Pembekuan trganggu
Suplai o2 menurun
Pucat, lesu, letargi, dispnea
Perdarahan spontan
Resiko syok hipovolemik
Risiko injuri
Gg pola nafas

(http://nursungscib.com/pathophysiology/pathofisiology-of-leukemia/)
2.1.6 Penatalaksanaan Medis
1. Pelaksanaan kemoterapi
2. Irradiasi cranial
3. Terdapat tiga fase pelaksanaan keoterapi :
a. Fase induksi
Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi kortikostreroid
(prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan behasil jika tanda-tanda
penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang
dari 5%.

b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat


Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine dan hydrocotison melaui intrathecal untuk
mencegah invsi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien
leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.

c. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk mempertahankan remisis dan mengurangi
jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala, mingguan atau bulanan
dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan.
Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat
dikurangi.

4. Program terapi
Pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Netty Tejawinata, 1996) yaitu:
a) Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan:
- Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk mengatasi anemi. Apabila terjadi
perdarahan hebat dan jumlah trombosit kurang dari 10.000/mm, maka diperlukan transfusi
trombosit.
- Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.
b) Pengobatan spesifik
Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang abnormal. Pelaksanaannya tergantung pada
kebijaksanaan masing-masing rumah sakit, tetapi prinsip dasar pelaksanaannya adalah sebagai
berikut:
- Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan untuk mengatasi kanker sering disebut
sitostatika (kemoterapi). Obat diberikan secara kombinasi dengan maksud untuk mengurangi sel-
sel blastosit sampai 5% baik secara sistemik maupun intratekal sehingga dapat mengurangi
gejala-gajala yang tampak.
- Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang tersisa tidak memperbanyak diri
lagi.
- Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf pusat
- Terapi rumatan (pemeliharaan) dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi
c) Pengobatan imunologik
Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam tubuh agar pasien dapat
sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.

2.2 Konsep Dasar Askep


2.2.1 Pengkajian
a. Data biografi pasien
Leukemia banyak menyerang laki-laki dari pada wanita dan menyerang pada usia lebih dari 20
tahun khususnya pada orang dewasa.
b. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada penyakit leukemia ini klien biasanya lemah, lelah, wajah terlihat pucat, sakit kepala,
anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat.
b) Riwayat penyakit
Pada riwayat penyakit klien dengan leukemia, kaji adanya tanda-tanda anemia yaitu pucat,
kelemahan, sesak, nafas cepat. Kaji adanya tanda-tanda leucopenia yaitu demam dan adanya
infeksi. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia yaitu ptechiae, purpura, perdarahan membran
mukosa. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola yaitu limfadenopati, hepatomegali,
splenomegali. Kaji adanya pembesaran testis. Kaji adanya hematuria, hipertensi, gagal ginjal,
inflamasi disekitar rectal, nyeri ( Lawrence, 2003).
c)Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal kembar monozigot.
d) Riwayat kebiasaan sehari-hari
Perbedaan pola aktivitas dirumah dan dirumah sakit.

e) Riwayat psikososial
a. Psikologi
Pada kasus ini biasanya klien dan keluarga takut dan cemas terhadap penyakit yang diderita.
Klien sangat membutukan dukungan dari keluarga dan perawat.
b. Sosial Ekonomi
Klien mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga maupun dengan tetangga disekitar
rumahnya dengan adanya keluarga dan tetangga yang membesuk serta klien hidup dalam
keadaan ekonomi yang sederhana.
f) Data penunjang
Data laboratorium pada klien dengan leukemia :
- Anemi normokrom normositer
- Leukosit >15.000/mm3 (5000-10000/ mm3)
- Sitogenik : kelainan pada kromosom 12, 13, 14, kadang-kadang pada kromosom 6, 11
- Hb : 7,3 mg / dl ( N : 12.0 16.0 g/dL).
- Trombosit : 100.000 (150.000-400.000/mm3)
- SDP : 60.000/cm (50.000)
- PT/PTT : memanjang
- Copper serum : meningkat
- Zink serum : menurun
g) Penatalaksanaan
Terapi dan obat yang diberikan pada klien dengan leukemia :
- Transfusi bila perlu
- Klorambusil

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
3. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
5. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen
kemoterapi
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise,
mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
7. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi,
imobilitas.
9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada penampilan.
10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita leukemia
(Simon, 2003).
2.2.3 Intervensi dan Rasional
a) Dx. 1
Tujuan : pasien bebas dari infeksi
Kriteria hasil :
a. Normotermia
b. Hasil kultur negative
c. Peningkatan penyembuhan
Intervensi :
1. Pantau suhu dengan teliti (TTV)
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
2. Tempatkan klien dalam ruangan khusus
Rasional : untuk meminimalkan terpaparnya klien dari sumber infeksi
3. Anjurkan semua pengunjung dan staf rumah sakit untuk menggunakan teknik mencuci tangan
dengan baik
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
4. Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasif
Rasional : untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
5. Evaluasi keadaan klien terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat penusukan
jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi
Rasional : untuk intervensi dini penanganan infeksi
6. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik
Rasional : rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organisme
7. Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler
8. Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia
Rasional : untuk mendukung pertahanan alami tubuh
9. Berikan antibiotik sesuai ketentuan
Rasional : diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus
b) Dx. 2
Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Kriteria hasil : - klien tidak pusing
- Klien tidak lemah
- HB 12 gr/%
- Leukosit normal
- Tidak anemis
Intervensi :
1. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dala aktifitas
sehari-hari
Rasional : menentukan derajat dan efek ketidakmampuan
2. Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan
Rasional : menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau penyambungan jaringan
3. Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau dibutuhkan
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervensi
4. Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri
5. Kolaborasikan pemasangan tranfusi darah
Rasional : transfusi darah dapat meningkatkan kadar hemoglobin di dalam darah klien.
c) Dx. 3
Tujuan : klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan
Kriteria hasil : HB 12gr/%
Tidak anemis
Intervensi :
1. Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada daerah ekimosis
Rasional : karena perdarahan memperberat kondisi dengan adanya anemia
2. Cegah ulserasi oral dan rectal
Rasional : karena kulit yang luka cenderung untuk berdarah
3. Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi
Rasional : untuk mencegah perdarahan
4. Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut
Rasional : untuk mencegah perdarahan
5. Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah menurun, denyut nadi cepat, dan pucat)
Rasional : untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi perdarahan
6. Hindari obat-obat yang mengandung aspirin
Rasional : karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit
7. Ajarkan orang tua dan klien yang lebih besar ntuk mengontrol perdarahan hidung
Rasional : untuk mencegah perdarahan
d) Dx. 4
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan, pasien tidak mengalami mual dan muntah
Kriteria hasil : - klien tidak lemah dan anemis
- Turgor kulit baik
- Mukosa bibir lembab, tidak sianosis

Intervensi :
1. Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi
Rasional : untuk mencegah mual dan muntah
2. Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi
Rasional : untuk mencegah episode berulang
3. Kaji respon klien terhadap anti emetic
Rasional : karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil
4. Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat
Rasional : bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah
5. Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik
6. Berikan cairan intravena sesuai ketentuan
Rasional : untuk mempertahankan hidrasi
e) Dx. 5
Tujuan : pasien tidak mengalami mukositis oral
Kriteria hasil : - kesehatan oral klien baik
Intervensi :
1. Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral
Rasional : untuk mendapatkan tindakan yang segera
2. Hindari mengukur suhu oral
Rasional : untuk mencegah trauma
3. Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari yang dibalut kasa
Rasional : untuk menghindari trauma
4. Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau tanpa larutan bikarbonat
Rasional : untuk menuingkatkan penyembuhan
5. Gunakan pelembab bibir
Rasional : untuk menjaga agar bibir tetap lembab dan mencegah pecah-pecah (fisura)
6. Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak kecil
Rasional : karena bila digunakan pada faring, dapat menekan refleks muntah yang mengakibatkan resiko
aspirasi dan dapat menyebabkan kejang
7. Berikan diet cair, lembut dan lunak
Rasional : agar makanan yang masuk dapat ditoleransi klien
8. Inspeksi mulut setiap hari
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
9. Dorong masukan cairan dengan menggunakan sedotan
Rasional : untuk membantu melewati area nyeri
10. Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia
Rasional : dapat mengiritasi jaringan yang luka dan dapat membusukkan gigi, memperlambat
penyembuhan dengan memecah protein dan dapat mengeringkan mukosa
11. Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan
Rasional : untuk mencegah atau mengatasi mukositis
12. Berikan analgetik
Rasional : untuk mengendalikan nyeri
f) Dx. 6
Tujuan : pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil : - klien tidak pucat
- Klien tidak anemis
- Mukosa bibir lembab
- Nafsu makan meningkat
- Bb meningkat

Intervensi :
1. Dorong klien untuk tetap rileks saat makan
Rasional : jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat langsung dari mual dan muntah
serta kemoterapi
2. Izinkan klien memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan unmtuk
memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan klien meningkat
Rasional : untuk mempertahankan nutrisi yang optimal
3. Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau suplemen yang
dijual bebas
Rasional : untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi
4. Izinkan klien untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
Rasional : untuk mendorong agar klien mau makan
5. Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
Rasional : karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik
6. Dorong klien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient
Rasional : kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk menghilangkan produk sisa
suplemen dapat memainkan peranan penting dalam mempertahankan masukan kalori dan protein
yang adekuat
7. Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori, khususnya bila BB kurang dari
normal
g) Dx. 7
Tujuan : klien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima klien
Kriteria hasil : - skala nyeri 3
Intervensi :
1. Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5
Rasional : informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan intervensi
2. Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif, alat akses vena
Rasional : untuk meminimalkan rasa tidak aman
3. Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi
Rasional : untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau obat
4. Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat
Rasional : sebagai analgetik tambahan
5. Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur
Rasional : untuk mencegah kambuhnya nyeri
h) Dx. 8
Tujuan : klien mampu mempertahankan integritas kulit
Kriteria hasil : - klien bersih
- Klien merasa nyaman
Intervensi :
1. Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan daerah perianal
Rasional : karena area ini cenderung mengalami ulserasi
2. Ubah posisi dengan sering
Rasional : untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit
3. Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan
Rasional : mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit
4. Kaji kulit yang kering terhadap efek samping terapi kanker
Rasional : efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat terjadi dalam area radiasi pada
beberapa agen kemoterapi
5. Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan menepuk kulit yang kering
Rasional : membantu mencegah friksi atau trauma kulit
6. Dorong masukan kalori protein yang adekuat
Rasional : untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negative
7. Anjurkan memilih pakaian yang longgar dan lembut diatas area yang teradiasi
Rasional : untuk meminimalkan iritasi tambahan
i) Dx. 9
Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif
Kriteria hasil : - keluarga tidak cemas
- Klien memahami instruksi dari perawat
Intervensi :
1. Berikan penutup kepala yang adekuat selama pemajanan pada sinar matahari, angin atau dingin
Rasional : karena hilangnya perlindungan rambut
2. Anjurkan untuk menjaga agar rambut yang tipis itu tetap bersih, pendek dan halus
Rasional : untuk menyamarkan kebotakan parsial
3. Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3 hingga 6 bulan dan mungkin warna atau
teksturnya agak berbeda
Rasional : untuk menyiapkan klien dan keluarga terhadap perubahan penampilan rambut baru
4. Dorong hygiene dan alat alat yang sesuai dengan jenis kelamin , misalnya wig, skarf, topi, tata
rias, dan pakaian yang menarik
Rasional : untuk meningkatkan penampilan
j) Dx. 10
Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan pengetahuan tentang prosedur diagnostik atau terapi
a hasil : - klien dan keluarga bisa memahami prosedur yang disampaikan perawat
- Klien dan keluarga tidak cemas
Intervensi :
1. Jelaskan alasan setiap prosedur yang akan dilakukan pada klien
Rasional : untuk meminimalkan kekhawatiran yang tidak perlu
2. Jadwalkan waktu agar keluarga dapat berkumpul tanpa gangguan dari staff
Rasional : untuk mendorong komunikasi dan ekspresi perasaan
3. Bantu keluarga merencanakan masa depan, khususnya dalam membantu klien menjalani
kehidupan yang normal
Rasional : untuk meningkatkan perkembangan klien yang optimal
4. Dorong keluarga untuk mengespresikan perasaannya mengenai kehidupan klien sebelum
diagnosa dan prospek klien untuk bertahan hidup
Rasional : memberikan kesempatan pada keluarga untuk menghadapi rasa takut secara realistis
5. Diskusikan bersama keluarga bagaimana mereka memberitahu klien tentang hasil tindakan dan
kebutuhan terhadap pengobatan dan kemungkinan terapi tambahan
Rasional : untuk mempertahankan komunikasi yang terbuka dan jujur
6. Hindari untuk menjelaskan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada
Rasional : untuk mencegah bertambahnya rasa khawatiran keluarga (Doenges, 1999).
2.2.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah dibuat
untuk mencapai hasil yang efektif. Dalam pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan
keterampilan dan pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang
diberikan baik mutunya. Dengan demikian tujuan dari rencana yang telah ditentukan dapat
tercapai

Anda mungkin juga menyukai