Petunjuk Teknis
BANTUAN OPERASIONAL
SEKOLAH (BOS) SMK DAN
PERATURAN-PERATURAN
PENGELOLAAN BOS SMK
TAHUN 2017
Daftar Isi
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2017 Tentang
Petunjuk Tekniks Bantuan Operasional Sekolah_________________ 1
Surat Edaran Nomor 903/1043/SJ Tentang Petunjuk
Teknik Pengelolaan Dana Bantuan Operasional
sekolah Satuan Pendidikan Menengah Negeri dan Satuan
Pendidikan Khusus Negeri yang Diselenggarakan Pemerintah-
Provinsi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah_______ 109
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004
Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat
dan Pemerintahan Daerah___________________________________ 133
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2006
Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun Anggaran 2017_______________________________________ 203
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 55 Tahun 2005 Tentang Dana Perimbangan_____________ 283
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58
Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah____________ 339
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2006
Tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun Anggaran 2007_______________________________________ 401
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 173/PMK.05/2006 Tentang Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 168/PMK.05/2015 tentang Mekanisme Pelaksanaan
Anggaran Bantuan Pemerintah pada Kementerian
Negara/Lembaga___________________________________________ 587
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 187/PMK.07/2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.07/2015
tentang Pengerlolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa_______ 623
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah______________ 749
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
TENTANG PETUNJUK TEKNIS BANTUAN OPERASIONAL
SEKOLAH.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga Kependidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan.
2. Biaya Pendidikan adalah sumber daya keuangan yang
disediakan dan/atau diperlukan untuk biaya satuan
pendidikan, biaya penyelenggaraan dan pengelolaan
pendidikan, serta biaya pribadi peserta didik sesuai
peraturan perundang-undangan.
3. Bantuan Operasional Sekolah yang selanjutnya
disingkat BOS adalah program Pemerintah Pusat
untuk penyediaan pendanaan biaya operasi non
personalia bagi satuan pendidikan dasar dan
menengah.
4. Sekolah Dasar yang selanjutnya disingkat SD adalah
salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang
menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang
pendidikan dasar.
5. Sekolah Dasar Luar Biasa yang selanjutnya disingkat
SDLB adalah salah satu bentuk satuan pendidikan
formal yang menyelenggarakan pendidikan khusus
pada jenjang pendidikan dasar.
6. Sekolah Menengah Pertama yang selanjutnya
disingkat SMP adalah salah satu bentuk satuan
pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan
umum pada jenjang pendidikan dasar.
Pasal 2
(1) Petunjuk teknis BOS merupakan pedoman bagi
pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota dan
satuan pendidikan dalam penggunaan dan
pertanggungjawaban keuangan BOS.
(2) Petunjuk teknis BOS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 3
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 80 Tahun
2015 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
2103) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 16 Tahun 2016
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 80 Tahun 2015 tentang Petunjuk
Teknis Penggunaan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Dana Bantuan Operasional sekolah (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 683), dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 4
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Februari 2017
TTD.
MUHADJIR EFFENDY
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Februari 2017
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
TTD.
WIDODO EKATJAHJANA
Ttd.
Dian Wahyuni
NIP 196210221988032001
BAB I
PENDAHULUAN
A. Tujuan BOS
Tujuan BOS pada:
1. SD/SDLB/SMP/SMPLB untuk:
a. membebaskan pungutan biaya operasi sekolah bagi peserta
didik SD/SDLB/SMP/SMPLB yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Pusat atau pemerintah daerah;
b. meringankan beban biaya operasi sekolah bagi peserta didik
SD/SDLB/SMP/SMPLB yang diselenggarakan oleh
masyarakat; dan/atau
c. membebaskan pungutan peserta didik yang orangtua/walinya
tidak mampu pada SD/SDLB/SMP/SMPLB yang
diselenggarakan oleh masyarakat.
2. SMA/SMALB/SMK untuk:
a. membantu biaya operasional sekolah nonpersonalia;
b. meningkatkan angka partisipasi kasar;
c. mengurangi angka putus sekolah;
d. mewujudkan keberpihakan Pemerintah Pusat (affimative
action) bagi peserta didik yang orangtua/walinya tidak
mampu dengan membebaskan (fee waive) dan/atau
membantu (discount fee) tagihan biaya sekolah dan biaya
lainnya di SMA/SMALB/SMK sekolah;
e. memberikan kesempatan yang setara (equal opportunity) bagi
peserta didik yang orangtua/walinya tidak mampu untuk
B. Sasaran
SD/SDLB/SMP/SMPLB dan SMA/SMALB/SMK yang diselenggarakan
oleh Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, atau masyarakat yang telah
terdata dalam Dapodik dan memenuhi syarat sebagai penerima BOS
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
SD/SDLB/SMP/SMPLB dan SMA/SMALB/SMK yang diselenggarakan
oleh Pemerintah Pusat atau pemerintah daerah dilarang untuk
menolak BOS yang telah dialokasikan.
SD/SDLB/SMP/SMPLB dan SMA/SMALB/SMK yang diselenggarakan
oleh masyarakat dapat menolak BOS yang telah dialokasikan setelah
memperoleh persetujuan orang tua peserta didik melalui Komite
Sekolah dan tetap menjamin kelangsungan pendidikan peserta didik
yang orangtua/walinya tidak mampu di SD/SDLB/SMP/SMPLB dan
SMA/SMALB/SMK yang bersangkutan.
C. Satuan Biaya
BOS yang diterima oleh SD/SDLB/SMP/SMPLB dan SMA/SMALB/
SMK dihitung berdasarkan jumlah peserta didik pada sekolah yang
bersangkutan.
Satuan biaya BOS untuk:
1. SD/SDLB : Rp 800.000,-/peserta didik/tahun
2. SMP/SMPLB : Rp 1.000.000,-/peserta didik/tahun
3. SMA/SMALB dan SMK : Rp 1.400.000,-/peserta didik/tahun
D. Waktu Penyaluran
Penyaluran BOS dilakukan setiap 3 (tiga) bulan (triwulan), yaitu
Januari-Maret, April-Juni, Juli-September, dan Oktober-Desember.
Bagi wilayah yang secara geografis sangat sulit dijangkau sehingga
proses pengambilan BOS mengalami hambatan atau memerlukan biaya
pengambilan yang mahal, maka atas usulan pemerintah daerah dan
persetujuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk
BAB II
TIM BOS
BAB III
PENETAPAN ALOKASI
A. Pendataan
Dalam melakukan pendataan melalui Dapodik SD/SDLB, SMP/SMPLB,
atau SMA/SMALB/SMK:
1. menggandakan/fotokopi formulir Dapodik sesuai dengan
kebutuhan;
2. melakukan sosialisasi ke seluruh peserta didik, guru, dan tenaga
kependidikan tentang tata cara pengisian formulir pendataan;
3. membagi formulir kepada individu yang bersangkutan untuk diisi
secara manual dan mengumpulkan formulir yang telah diisi;
4. memverifikasi kelengkapan dan kebenaran/kewajaran data profil
sekolah, rombongan belajar, individu peserta didik, guru dan
tenaga kependidikan, dan sarana dan prasarana;
5. memasukkan/meng-update data ke dalam aplikasi Dapodik secara
offline yang telah disiapkan oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, kemudian mengirim ke server Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan secara online;
6. wajib mem-backup seluruh data yang telah dimasukkan (entry);
7. wajib menyimpan formulir yang telah diisi secara manual oleh
peserta didik/pendidik/tenaga kependidikan/sekolah di sekolah
masing-masing untuk keperluan monitoring dan audit;
8. melakukan update data secara reguler ketika ada perubahan data,
minimal satu kali dalam satu semester;
9. sekolah dapat berkonsultasi dengan dinas pendidikan setempat
mengenai penggunaan aplikasi pendataan dan memastikan data
yang di-input sudah masuk ke dalam server Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan;
10. sekolah memastikan data yang masuk dalam Dapodik sudah
sesuai dengan kondisi riil di sekolah.
Tim BOS Kabupaten/Kota bertanggung jawab terhadap proses
pendataan pada pendidikan dasar yang memiliki keterbatasan untuk
melakukan pendataan secara mandiri. Sementara Tim BOS Provinsi
bertanggung jawab terhadap proses pendataan pada pendidikan
menengah dan pendidikan khusus.
1) Semester I
a) Perhitungan alokasi sementara tiap sekolah untuk
penyaluran BOS semester I menggunakan data
jumlah peserta didik hasil cut off Dapodik tanggal 15
Desember, dan disesuaikan dengan ketentuan/
kebijakan perhitungan alokasi sekolah yang
berlaku.
b) Perhitungan alokasi final semester I untuk tiap
sekolah tetap didasarkan pada alokasi final tiap
triwulan, yaitu dengan menggabungkan alokasi final
triwulan I dan alokasi final triwulan II. Alokasi final
triwulan I dilakukan dengan membandingkan data
jumlah peserta didik masing-masing sekolah pada
hasil cut off tanggal 15 Desember dan hasil cut off
tanggal 30 Januari. Sedangkan alokasi final
triwulan II dilakukan dengan membandingkan data
jumlah peserta didik masing-masing sekolah pada
hasil cut off tanggal 30 Januari dan hasil cut off
tanggal 30 April.
Apabila ada perbedaan yang signifikan antara hasil
cut off tanggal 15 Desember dengan hasil cut off
tanggal 30 Januari untuk triwulan I, dan antara
hasil cut off tanggal 30 Januari dengan hasil cut off
tanggal 30 April untuk triwulan II, maka Tim BOS
Provinsi dapat melakukan verifikasi ke sekolah
(untuk pendidikan dasar melalui Tim BOS
Kabupaten/Kota). Hasil verifikasi tersebut akan
menjadi dasar bagi Tim BOS Provinsi untuk
menetapkan salah satu diantara 2 data hasil cut off
pada masing-masing triwulan di atas yang
digunakan dalam penetapan alokasi final sekolah di
triwulan I dan triwulan II.
Data yang dipilih selanjutnya digunakan untuk
menghitung alokasi sekolah di triwulan I dan
triwulan II sesuai dengan ketentuan/kebijakan
perhitungan alokasi sekolah yang berlaku. Adapun
alokasi dana final semester I yaitu dengan
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
15 30 30 21 30
Des Jan Apr Sep Okt
Gambar 1
tahap pendataan untuk pencairan BOS
Keterangan:
D-1 : cut off Dapodik untuk penetapan alokasi sementara
penyaluran triwulan I (tanggal 15 Desember);
D-2 : cut off Dapodik untuk perhitungan lebih/kurang
penyaluran triwulan I dan untuk penetapan alokasi
sementara penyaluran triwulan II (tanggal 30 Januari);
bahwa beberapa komponen biaya tetap (fix cost) dari biaya operasi
sekolah tidak tergantung pada jumlah peserta didik saja.
Sekolah yang menerima kebijakan alokasi minimal 60 peserta
didik terdiri atas:
a. Sekolah Terintegrasi/SMP Satap, SLB, SDLB, SMPLB, dan
SMALB;
b. SD/SMP yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, dan berada di daerah sangat
tertinggal dengan skala satuan daerah yaitu desa.
Klasifikasi ketertinggalan setiap desa mengacu pada
hasil klasifikasi yang dikeluarkan oleh Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi;
2) sekolah di daerah kumuh atau daerah pinggiran yang
peserta didiknya tidak dapat tertampung di sekolah lain
di sekitarnya;
3) khusus untuk sekolah yang diselenggarakan oleh
masyarakat, harus sudah memiliki izin operasional
minimal 3 (tiga) tahun, dan bersedia membebaskan iuran
bagi seluruh peserta didik.
Kebijakan ini tidak dimaksudkan untuk memunculkan sekolah
kecil yang baru. Kebijakan ini tidak berlaku bagi sekolah dengan
kriteria sebagai berikut:
a. sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat yang izin
operasionalnya belum mencapai 3 (tiga) tahun;
b. sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat yang tidak
bersedia menerima kebijakan alokasi minimal.
Agar kebijakan khusus ini tidak salah sasaran, maka mekanisme
pemberian perlakuan khusus sebagai berikut:
a. Sekolah Terintegrasi/SMP Satap, SLB, SDLB, SMPLB, dan
SMALB secara otomatis mendapatkan alokasi minimal tanpa
harus direkomendasikan oleh dinas pendidikan daerah
setempat;
b. Tim BOS Kabupaten/Kota memverifikasi SD/SMP yang akan
mendapatkan kebijakan khusus tersebut sesuai dengan
kriteria yang ditentukan;
BAB IV
PENYALURAN DANA
A. Penyaluran BOS
1. Penyaluran BOS dari RKUN ke RKUD
BOS disalurkan dari RKUN ke RKUD setiap triwulan pada waktu
yang ditentukan melalui peraturan perundang-undangan dari
Kementerian Keuangan. Adapun BOS untuk wilayah yang secara
geografis sangat sulit (wilayah terpencil) disalurkan dari RKUN ke
RKUD setiap semester pada waktu yang ditentukan.
Proporsi penyaluran dana tiap triwulan/semester dari RKUN ke
RKUD diatur dengan ketentuan persentase sebagai berikut:
a. Penyaluran tiap triwulan
1) Triwulan I : 20% dari alokasi satu tahun;
2) Triwulan II : 40% dari alokasi satu tahun;
3) Triwulan III : 20% dari alokasi satu tahun;
4) Triwulan IV : 20% dari alokasi satu tahun.
b. Penyaluran tiap semester
1) Semester I : 60% dari alokasi satu tahun;
2) Semester II : 40% dari alokasi satu tahun.
Penyaluran dan proporsi BOS dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan Kementerian Keuangan.
2. Penyaluran BOS ke Sekolah
Bendahara Umum Daerah (BUD) harus menyalurkan BOS secara
langsung ke rekening sekolah menggunakan mekanisme sesuai
dengan ketetentuan peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam
Negeri.
Proporsi penyaluran dana tiap triwulan/semester dari RKUD ke
rekening sekolah disesuaikan dengan persentase penyaluran BOS
dari RKUN ke RKUD yaitu:
a. Penyaluran tiap triwulan
1) Triwulan I, III, dan IV (proporsi 20% dari alokasi satu
tahun)
a) SD
BOS = alokasi jumlah peserta didik x Rp 160.000,-
sebelum batas waktu cut off data perhitungan lebih kurang salur.
Apabila BOS di BUD masih mencukupi, kekurangan salur di
sekolah dapat langsung diselesaikan. Tapi bila dana di BUD tidak
mencukupi, Tim BOS Provinsi mengajukan laporan kekurangan
kepada Tim BOS Pusat melalui laporan penyaluran untuk
disampaikan ke Kementerian Keuangan sebagai dasar pencairan
dana cadangan.
5. sisa BOS yang belum habis digunakan di sekolah pada setiap
periode diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a. jika sekolah menerima BOS melalui hibah, maka sisa BOS
menjadi milik sekolah dan digunakan untuk kepentingan
sekolah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
b. jika sekolah menerima BOS melalui belanja langsung, maka
penggunaan sisa BOS berpedoman pada peraturan
perundang-undangan dari Kementerian Dalam Negeri.
BAB V
PENGGUNAAN DANA
d. Penjaga sekolah.
e. Petugas satpam.
f. Petugas kebersihan.
Keterangan:
a. Batas maksimum penggunaan BOS untuk membayar honor
bulanan guru/tenaga kependidikan dan non kependidikan
honorer di sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah
daerah sebesar 15% (lima belas persen) dari total BOS yang
diterima, sementara di sekolah yang diselenggarakan oleh
masyarakat maksimal 50% (lima puluh persen) dari total BOS
yang diterima;
b. guru memiliki kualifikasi akademik S-1/D-IV;
c. bukan merupakan guru yang baru direkrut setelah proses
pengalihan kewenangan; dan
d. guru honor pada sekolah yang diselenggarakan oleh
pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam huruf a
wajib mendapatkan penugasan dari pemerintah daerah dan
disetujui oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
melalui Sekretaris Jenderal berdasarkan usulan dari dinas
pendidikan provinsi dengan menyertakan daftar data guru
hasil pengalihan kewenangan yang meliputi jumlah guru,
nama guru dan mata pelajaran yang diampu, dan sekolah
yang menjadi satuan administrasi pangkalnya.
10. Pembelian/Perawatan Alat Multi Media Pembelajaran
a. Membeli komputer desktop/work station berupa PC/All in One
Computer untuk digunakan dalam proses pembelajaran,
dimana jumlah maksimal bagi SD 5 unit/tahun dan bagi SMP
5 unit/tahun. Selain untuk membeli, BOS boleh digunakan
untuk perbaikan dan/atau upgrade komputer desktop/work
station milik sekolah.
b. Membeli printer atau printer plus scanner maksimal 1
unit/tahun. Selain untuk membeli, BOS boleh digunakan
untuk perbaikan printer milik sekolah.
c. Membeli laptop maksimal 1 unit/tahun dengan harga
maksimal Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Selain
untuk membeli, BOS boleh digunakan untuk perbaikan atau
upgrade laptop milik sekolah.
BAB VI
MEKANISME BELANJA
B. Mekanisme Pembayaran
Nawacita ketujuh Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla
tahun 2014, menyebutkan tekad untuk mewujudkan kedaulatan
keuangan melalui kebijakan inklusi keuangan mencapai 50%
penduduk. Kebijakan ini kemudian diperkuat dengan arahan presiden
agar Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, Bank Indonesia, dan
Otoritas Jasa Keuangan berkomitmen untuk pengembangan transaksi
pembayaran nontunai.
Menindaklanjuti hal tersebut, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan telah merintis implementasi pembayaran nontunai, salah
satunya dalam pelaksanaan belanja program BOS yang mendorong
pembayaran nontunai dan belanja melalui mekanisme belanja/
pengadaan e-purchasing.
Sebagai perwujudan atas komitmen yang lebih besar, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan mekanisme pembayaran
secara nontunai lebih jauh, khususnya di belanja BOS. Kebijakan
BAB VII
PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN
Total
Menyetujui,
Kepala sekolah Pemegang Kas Sekolah
................................................................................................................ ................................................................................................................
Keterangan:
1) Diisi periode triwulan/semester ke ...........;
2) Diisi nama sekolah, atau Tim BOS Kab/Kota ..........., atau Tim BOS Provinsi ..........., atau Tim BOS Pusat;
3) Untuk laporan yang dibuat Tim BOS Provinsi atau Tim BOS Pusat, informasi ini tidak dicantumkan;
4) Untuk laporan yang dibuat Tim BOS Pusat, informasi ini tidak dicantumkan;
5) Saldo yang diisi hanya pada laporan triwulan II-IV dan semester II, sementara saldo triwulan I dan semester I diisi kosong/nol.
Total
Menyetujui,
Kepala sekolah Pemegang Kas Sekolah
................................................................................................................ ................................................................................................................
Keterangan:
1) Diisi periode triwulan/semester ke ...........;
2) Diisi nama sekolah, atau Tim BOS Kab/Kota ..........., atau Tim BOS Provinsi ..........., atau Tim BOS Pusat;
3) Untuk laporan yang dibuat Tim BOS Provinsi atau Tim BOS Pusat, informasi ini tidak dicantumkan;
4) Untuk laporan yang dibuat Tim BOS Pusat, informasi ini tidak dicantumkan;
5) Saldo yang diisi hanya pada laporan triwulan II-IV dan semester II, sementara saldo triwulan I dan semester I diisi kosong/nol.
Total
Menyetujui,
Kepala sekolah Pemegang Kas Sekolah
................................................................................................................ ................................................................................................................
Keterangan:
1) Diisi periode triwulan/semester ke ...........;
2) Diisi nama sekolah, atau Tim BOS Kab/Kota ..........., atau Tim BOS Provinsi ..........., atau Tim BOS Pusat;
3) Untuk laporan yang dibuat Tim BOS Provinsi atau Tim BOS Pusat, informasi ini tidak dicantumkan;
4) Untuk laporan yang dibuat Tim BOS Pusat, informasi ini tidak dicantumkan;
5) Saldo yang diisi hanya pada laporan triwulan II-IV dan semester II, sementara saldo triwulan I dan semester I diisi kosong/nol.
F. Ketentuan Pajak
Ketentuan pajak terkait penggunaan BOS di sekolah harus mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pajak nasional
dan pajak daerah.
BAB VIII
MONITORING
BAB IX
PENGAWASAN DAN SANKSI
A. Pengawasan
Pengawasan program BOS meliputi pengawasan melekat, pengawasan
fungsional, dan pengawasan masyarakat.
1. Pengawasan melekat yang dilakukan oleh pimpinan masing-
masing instansi kepada bawahannya baik di tingkat pusat,
provinsi, kabupaten/kota, maupun sekolah. Prioritas utama dalam
program BOS adalah pengawasan yang dilakukan oleh dinas
pendidikan kabupaten/kota kepada sekolah.
2. Pengawasan fungsional internal oleh Inspektorat Jenderal (Itjen)
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta inspektorat daerah
provinsi dan kabupaten/kota dengan melakukan audit sesuai
dengan kebutuhan lembaga tersebut atau permintaan instansi
yang akan diaudit, dan sesuai dengan wilayah kewenangan
masing-masing.
3. Pengawasan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) dengan melakukan audit atas permintaan instansi yang
akan diaudit.
4. Pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sesuai
dengan kewenangan.
5. Pengawasan masyarakat dalam rangka transparansi pelaksanaan
program BOS oleh unsur masyarakat dan unit pengaduan
masyarakat yang terdapat di sekolah, kabupaten/kota, provinsi,
dan pusat mengacu pada kaidah keterbukaan informasi publik,
yaitu semua dokumen BOS dapat diakses oleh publik kecuali yang
dirahasiakan. Apabila terdapat indikasi penyimpangan dalam
pengelolaan BOS, agar segera dilaporkan kepada instansi
pengawas fungsional atau lembaga berwenang lainnya.
B. Sanksi
Sanksi terhadap penyalahgunaan wewenang yang dapat merugikan
negara, sekolah, dan/atau peserta didik akan diberikand oleh aparat/
pejabat yang berwenang. Sanksi kepada oknum yang melakukan
BAB X
PELAYANAN DAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT
A. Tujuan
Pengelolaan Pelayanan dan Penanganan Pengaduan Masyarakat (P3M)
dalam program BOS ditujukan untuk:
1. mengatur alur informasi pengaduan/temuan masalah agar dapat
diterima oleh pihak yang tepat;
2. memastikan bahwa pengelola program akan menindaklanjuti
setiap pengaduan yang masuk;
3. memastikan setiap progres penanganan akan didokumentasikan
secara jelas;
4. menyediakan bentuk informasi dan data base yang harus
disajikan dan dapat diakses publik.
B. Media
Informasi, pertanyaan, dan/atau pengaduan dapat disampaikan secara
langsung atau melalui SMS, telepon, surat, dan/atau email. Adapun
media yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi terhadap
program baik yang bersifat masukan/saran, pertanyaan, maupun
keluhan, meliputi:
1. Online Dikdasmen : bos.kemdikbud.go.id
SD : http://ditpsd.kemdikbud.go.id
SMP : http://ditpsmp.kemdikbud.go.id
SMA : http://psma.kemdikbud.go.id
SMK : http://psmk.kemdikbud.go.id
3. Faksimil i
SD : 021-5725637
SMP : 021-5731070 ; 021-5725645 ; 021-5725635 ;
021-5725651
SMA : 021-75912221
SMK : 021-5725049
TTD.
MUHADJIR EFFENDY
Ttd.
Dian Wahyuni
NIP 196210221988032001
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
6. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi
daerah kabupaten atau walikota bagi daerah kota.
12. Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
14. Belanja daerah adalah semua kewajiban Daerah yang diakui sebagai
pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan.
20. Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk
mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
21. Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai
kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.
22. Celah fiskal dihitung berdasarkan selisih antara kebutuhan fiskal Daerah
dan kapasitas fiskal Daerah.
23. Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah
tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
26. Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang
dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup
semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan
Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi
vertikal pusat di daerah.
27. Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang
dilaksanakan oleh Daerah yang mencakup semua penerimaan dan
pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Tugas Pembantuan.
28. Hibah adalah Penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negara
asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah,
badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk
devisa, rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan
pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali.
29. Dana Darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan
kepada Daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa,
dan/atau krisis solvabilitas.
BAB II
PRINSIP KEBIJAKAN PERIMBANGAN KEUANGAN
Pasal 2
Pasal 3
BAB III
Pasal 4
BAB IV
SUMBER PENERIMAAN DAERAH
Pasal 5
BAB V
PENDAPATAN ASLI DAERAH
Pasal 6
(2) Lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
meliputi:
a. hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan;
b. jasa giro;
c. pendapatan bunga;
d. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;
dan
e. komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
BAB VI
DANA PERIMBANGAN
Pasal 10
Bagian Kedua
Dana Bagi Hasil
Pasal 11
(1) Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.
(2) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas:
a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); dan
c. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak
Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.
(3) Dana Bagi Hasil yang bersumber dari sumber daya alam sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berasal dari:
a. kehutanan;
b. pertambangan umum;
c. perikanan;
d. pertambangan minyak bumi;
e. pertambangan gas bumi; dan
f. pertambangan panas bumi.
Pasal 12
(1) Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB dan BPHTB sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a dan huruf b dibagi antara
daerah provinsi, daerah kabupaten/kota, dan Pemerintah.
(4) Dana Bagi Hasil dari penerimaan BPHTB adalah sebesar 80%
(delapan puluh persen) dengan rincian sebagai berikut:
a. 16% (enam belas persen) untuk daerah provinsi yang
bersangkutan dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah
provinsi; dan
b. 64% (enam puluh empat persen) untuk daerah kabupaten dan
kota penghasil dan disalurkan ke Rekening Kas Umum Daerah
kabupaten/kota.
(5) 20% (dua puluh persen) bagian Pemerintah dari penerimaan BPHTB
dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten
dan kota.
(6) Penyaluran Dana Bagi Hasil PBB dan BPHTB sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan ayat (4) dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 13
(2) Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibagi antara Pemerintah Daerah provinsi dan kabupaten/kota.
(3) Dana Bagi Hasil dari penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib
Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibagi dengan imbangan 60% (enam puluh
persen) untuk kabupaten/kota dan 40% (empat puluh persen) untuk
provinsi.
(4) Penyaluran Dana Bagi Hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaksanakan secara triwulanan.
Pasal 14
Pasal 15
(1) Dana Bagi Hasil dari penerimaan IHPH yang menjadi bagian Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a, dibagi dengan rincian:
a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi; dan
b. 64% (enam puluh empat persen) untuk kabupaten/kota
penghasil.
(2) Dana Bagi Hasil dari penerimaan PSDH yang menjadi bagian Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a, dibagi dengan rincian:
a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan;
b. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota
penghasil; dan
c. 32% (tiga puluh dua persen) dibagikan dengan porsi yang
sama besar untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang
bersangkutan.
Pasal 16
Dana Bagi Hasil dari Dana Reboisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
14 huruf b:
a. 60% (enam puluh persen) bagian Pemerintah digunakan untuk
rehabilitasi hutan dan lahan secara nasional; dan
Pasal 17
(2) Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara Iuran Tetap (Land-rent) yang
menjadi bagian Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
dibagi dengan rincian:
(3) Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara Iuran Eksplorasi dan Iuran
Eksploitasi (Royalti) yang menjadi bagian Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, dibagi dengan rincian:
a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan;
b. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil; dan
c. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota lainnya dalam
provinsi yang bersangkutan.
Pasal 18
Pasal 19
(3) Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Gas Bumi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 huruf f angka 2 sebesar 30% (tiga puluh persen)
dibagi dengan rincian sebagai berikut:
a. 6% (enam persen) dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan;
b. 12% (dua belas persen) dibagikan untuk kabupaten/kota
penghasil; dan
c. 12% (dua belas persen) dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya
dalam provinsi bersangkutan.
Pasal 20
(1) Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e angka 2 dan huruf f
angka 2 sebesar 0,5% (setengah persen) dialokasikan untuk
menambah anggaran pendidikan dasar.
(2) Dana Bagi Hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagi masing-
masing dengan rincian sebagai berikut:
a. 0,1% (satu persepuluh persen) dibagikan untuk provinsi yang
bersangkutan;
b. 0,2% (dua persepuluh persen) dibagikan untuk kabupaten/ kota
penghasil; dan
Pasal 21
(2) Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Pertambangan Panas Bumi yang
dibagikan kepada Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
huruf g dibagi dengan rincian:
a. 16% (enam belas persen) untuk provinsi yang bersangkutan;
b. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota penghasil; dan
c. 32% (tiga puluh dua persen) untuk kabupaten/kota lainnya dalam
provinsi yang bersangkutan.
Pasal 22
Pemerintah menetapkan alokasi Dana Bagi Hasil yang berasal dari sumber
daya alam sesuai dengan penetapan dasar perhitungan dan daerah
penghasil.
Pasal 23
Pasal 24
(2) Dalam hal Dana Bagi Hasil sektor minyak bumi dan gas bumi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi 130% (seratus tiga
puluh persen), penyaluran dilakukan melalui mekanisme APBN
Perubahan.
Pasal 25
Pasal 26
Ketentuan lebih lanjut mengenai Dana Bagi Hasil diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Ketiga
Dana Alokasi Umum
Pasal 27
(2) DAU untuk suatu Daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan
alokasi dasar.
(3) Celah fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kebutuhan
fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal Daerah.
Pasal 28
Pasal 29
Pasal 30
(1) DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah provinsi sebagai-mana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dihitung berdasarkan perkalian
bobot daerah provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh
daerah provinsi.
Pasal 31
(1) DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dihitung berdasarkan
perkalian bobot daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dengan
jumlah DAU seluruh daerah kabupaten/ kota.
Pasal 32
(1) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan nol menerima
DAU sebesar alokasi dasar.
(3) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut
sama atau lebih besar dari alokasi dasar tidak menerima DAU.
Pasal 33
Pasal 34
Pasal 35
Pasal 36
Pasal 37
Bagian Keempat
Dana Alokasi Khusus
Pasal 38
Pasal 39
(2) Kegiatan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan
fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN.
Pasal 40
(4) Kriteria teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
kementerian Negara/departemen teknis.
Pasal 41
Pasal 42
BAB VII
LAIN-LAIN PENDAPATAN
Pasal 43
Pasal 44
(2) Hibah kepada Daerah yang bersumber dari luar negeri dilakukan
melalui Pemerintah.
Pasal 45
Tata cara pemberian, penerimaan, dan penggunaan hibah, baik dari dalam
negeri maupun luar negeri diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 46
Pasal 47
BAB VIII
PINJAMAN DAERAH
Bagian Kesatu
Batasan Pinjaman
Pasal 49
Pasal 50
(1) Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar
negeri.
Bagian Kedua
Sumber Pinjaman
Pasal 51
Bagian Ketiga
Jenis dan Jangka Waktu Pinjaman
Pasal 52
(2) Pinjaman Jangka Pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu kurang atau sama
dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali
pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain
seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
(4) Pinjaman Jangka Panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c merupakan Pinjaman Daerah dalam jangka waktu lebih dari satu
tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang
meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada
Bagian Keempat
Penggunaan Pinjaman
Pasal 53
Bagian Kelima
Persyaratan Pinjaman
Pasal 54
Pasal 55
(1) Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain.
Bagian Keenam
Prosedur Pinjaman Daerah
Pasal 56
Bagian Ketujuh
Obligasi Daerah
Pasal 57
(1) Daerah dapat menerbitkan Obligasi Daerah dalam mata uang Rupiah
di pasar modal domestik.
(2) Nilai Obligasi Daerah pada saat jatuh tempo sama dengan nilai
nominal Obligasi Daerah pada saat diterbitkan.
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan atas nilai
bersih maksimal Obligasi Daerah yang akan diterbitkan pada saat
penetapan APBD.
Pasal 59
Pasal 60
Pasal 61
(2) Pemerintah Daerah wajib membayar bunga dan pokok setiap Obligasi
Daerah pada saat jatuh tempo.
Pasal 62
Bagian Kedelapan
Pelaporan Pinjaman
Pasal 63
Pasal 64
Pasal 65
BAB IX
PENGELOLAAN KEUANGAN
DALAM RANGKA DESENTRALISASI
Bagian Kesatu
Asas Umum
Pasal 66
Pasal 67
Pasal 68
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN, yang meliputi
masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember.
Bagian Kedua
Perencanaan
Pasal 69
Pasal 70
Pasal 71
Pasal 72
(3) RKA SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan
prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang
sudah disusun.
(4) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam
pembicaraan pendahuluan RAPBD.
Pasal 73
(3) Rancangan APBD yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan
Kepala Daerah dituangkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan
Pasal 74
Pasal 75
(1) Pengeluaran atas beban APBD dalam satu tahun anggaran hanya
dapat dilaksanakan setelah APBD tahun anggaran yang bersangkutan
ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
(2) Dalam hal Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak disetujui DPRD, untuk membiayai keperluan setiap bulan
Pasal 76
Pasal 77
(2) Dalam hal Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
belum digunakan sesuai dengan peruntukannya, dana tersebut dapat
Pasal 78
(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain
atas dasar prinsip saling menguntungkan.
(2) Kerja sama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(3) Anggaran yang timbul akibat dari kerja sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dicantumkan dalam APBD.
Pasal 79
Pasal 80
(2) Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa.
(3) Keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau
pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih
besar dari 50% (lima puluh persen).
Bagian Keempat
Pertanggungjawaban
Pasal 81
Pasal 82
Bagian Kelima
Pengendalian
Pasal 83
(2) Jumlah kumulatif defisit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
melebihi 3% (tiga persen) dari Produk Domestik Bruto tahun
bersangkutan.
Pasal 84
b. Dana Cadangan;
Bagian Keenam
Pengawasan dan Pemeriksaan
Pasal 85
Pasal 86
BAB X
DANA DEKONSENTRASI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 87
Bagian Kedua
Penganggaran Dana Dekonsentrasi
Pasal 88
Bagian Ketiga
Penyaluran Dana Dekonsentrasi
Pasal 89
(2) Pada setiap awal tahun anggaran gubernur menetapkan Satuan Kerja
Perangkat Daerah sebagai pelaksana kegiatan Dekonsentrasi.
(4) Dalam hal terdapat saldo kas atas pelaksanaan Dekonsentrasi, saldo
tersebut harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara.
Bagian Keempat
Pertanggungjawaban dan Pelaporan
Dana Dekonsentrasi
Pasal 90
Bagian Kelima
Status Barang dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi
Pasal 91
(2) Barang milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dihibahkan kepada Daerah.
(4) Barang milik Negara yang tidak dihibahkan kepada Daerah wajib
dikelola dan ditatausahakan oleh kementerian negara/lembaga yang
memberikan pelimpahan wewenang.
Pasal 92
Bagian Keenam
Pengawasan dan Pemeriksaan
Pasal 93
BAB XI
DANA TUGAS PEMBANTUAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 94
(6) Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diberitahukan kepada DPRD pada saat pembahasan RAPBD.
Pasal 95
Bagian Ketiga
Penyaluran Dana Tugas Pembantuan
Pasal 96
(2) Pada setiap awal tahun anggaran Kepala Daerah menetapkan Satuan
Kerja Perangkat Daerah sebagai pelaksana kegiatan Tugas
Pembantuan.
(3) Dalam hal terdapat sisa anggaran lebih atas pelaksanaan Tugas
Pembantuan, sisa tersebut merupakan penerimaan kembali APBN.
(4) Dalam hal terdapat saldo kas atas pelaksanaan Tugas Pembantuan,
saldo tersebut harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara.
Bagian Keempat
Pertanggungjawaban dan Pelaporan Pelaksanaan
Tugas Pembantuan
Pasal 97
Bagian Kelima
Status Barang dalam Pelaksanaan
Tugas Pembantuan
Pasal 98
(1) Semua barang yang diperoleh dari Dana Tugas Pembantuan menjadi
barang milik Negara.
(2) Barang milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dihibahkan kepada Daerah.
(4) Barang milik Negara yang tidak dihibahkan kepada Daerah wajib
dikelola dan ditatausahakan oleh kementerian negara/lembaga yang
memberikan penugasan.
Pasal 99
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penganggaran, penyaluran
pelaporan, pertanggungjawaban, dan penghibahan barang milik Negara
yang diperoleh atas pelaksanaan Dana Tugas Pembantuan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 100
BAB XII
SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH
Pasal 101
(1) Pemerintah menyelenggarakan Sistem Informasi Keuangan Daerah
secara nasional, dengan tujuan :
Pasal 102
b. neraca Daerah;
(4) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf b, huruf
c, dan huruf d disampaikan kepada Pemerintah sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan.
Pasal 103
Pasal 104
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 105
Pasal 106
(1) Pelaksanaan tambahan Dana Bagi Hasil sektor minyak bumi dan gas
bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e dan huruf f serta
Pasal 20 dilaksanakan mulai tahun anggaran 2009.
Pasal 107
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 109
Pasal 110
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Oktober 2004
ttd
BAMBANG KESOWO
UMUM
Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengamanatkan agar hubungan keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya
alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dan
dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang. Dengan demikian, Pasal ini
merupakan landasan filosofis dan landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Pendanaan penyelenggaraan pemerintahan agar terlaksana secara efisien dan efektif serta
untuk mencegah tumpang tindih ataupun tidak tersedianya pendanaan pada suatu bidang
pemerintahan, maka diatur pendanaan penyelenggaraan pemerintahan. Penyelenggaraan
pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah dibiayai dari APBD, sedangkan
penyelenggaraan kewenangan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah dibiayai
dari APBN, baik kewenangan Pusat yang didekonsentrasikan kepada Gubernur atau ditugaskan
kepada Pemerintah Daerah dan/atau Desa atau sebutan lainnya dalam rangka Tugas
Pembantuan.
Pendapatan Asli Daerah merupakan Pendapatan Daerah yang bersumber dari hasil Pajak
Daerah, hasil Retribusi Daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan Lain-
lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada
Daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan
asas Desentralisasi.
Dana Perimbangan merupakan pendanaan Daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri atas
Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana
Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu Daerah dalam mendanai kewenangannya,
juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat
dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-Daerah. Ketiga
komponen Dana Perimbangan ini merupakan sistem transfer dana dari Pemerintah serta
merupakan satu kesatuan yang utuh.
DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dibagihasilkan kepada Daerah
berdasarkan angka persentase tertentu. Pengaturan DBH dalam Undang-Undang ini merupakan
penyelarasan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2000. Dalam Undang-Undang ini dimuat pengaturan mengenai Bagi Hasil penerimaan Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 serta
sektor pertambangan panas bumi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2003 tentang Panas Bumi. Selain itu, dana reboisasi yang semula termasuk bagian dari
DAK, dialihkan menjadi DBH.
DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah yang dimaksudkan untuk
mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar-Daerah melalui penerapan formula yang
mempertimbangkan kebutuhan dan potensi Daerah. DAU suatu Daerah ditentukan atas besar
kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu Daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan Daerah
(fiscal need) dan potensi Daerah (fiscal capacity). Dalam Undang-Undang ini ditegaskan kembali
mengenai formula celah fiskal dan penambahan variabel DAU. Alokasi DAU bagi Daerah yang
Undang-Undang ini juga mengatur hibah yang berasal dari pemerintah negara asing,
badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri
atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau
jasa termasuk tenaga ahli, dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali.
Dalam lain-lain pendapatan selain hibah, Undang-Undang ini juga mengatur pemberian Dana
Darurat kepada Daerah karena bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat
ditanggulangi dengan dana APBD. Di samping itu, Pemerintah juga dapat memberikan Dana
Darurat pada Daerah yang mengalami krisis solvabilitas, yaitu Daerah yang mengalami krisis
keuangan berkepanjangan. Untuk menghindari menurunnya pelayanan kepada masyarakat
setempat, Pemerintah dapat memberikan Dana Darurat kepada Daerah tersebut setelah
dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pinjaman Daerah merupakan salah satu sumber Pembiayaan yang bertujuan untuk
mempercepat pertumbuhan ekonomi Daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Pembiayaan yang bersumber dari pinjaman harus dikelola secara benar agar tidak menimbulkan
dampak negatif bagi Keuangan Daerah sendiri serta stabilitas ekonomi dan moneter secara
nasional. Oleh karena itu, Pinjaman Daerah perlu mengikuti kriteria, persyaratan, mekanisme,
dan sanksi Pinjaman Daerah yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Dalam Undang-Undang ini juga ditegaskan bahwa Daerah dilarang melakukan pinjaman
langsung ke luar negeri. Pinjaman yang bersumber dari luar negeri hanya dapat dilakukan
melalui Pemerintah dengan mekanisme penerusan pinjaman. Pengaturan ini dimaksudkan agar
terdapat prinsip kehati-hatian dan kesinambungan fiskal dalam kebijakan fiskal dan moneter oleh
Pemerintah. Di lain pihak, Pinjaman Daerah tidak hanya dibatasi untuk membiayai prasarana dan
sarana yang menghasilkan penerimaan, tetapi juga dapat untuk membiayai proyek
pembangunan prasarana dasar masyarakat walaupun tidak menghasilkan penerimaan. Selain
itu, dilakukan pembatasan pinjaman dalam rangka pengendalian defisit APBD dan batas
kumulatif pinjaman Pemerintah Daerah.
Daerah juga dimungkinkan untuk menerbitkan Obligasi Daerah dengan persyaratan tertentu,
serta mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan memenuhi ketentuan
nilai bersih maksimal Obligasi Daerah yang mendapatkan persetujuan Pemerintah. Segala
bentuk akibat atau risiko yang timbul dari penerbitan Obligasi Daerah menjadi tanggung jawab
Daerah sepenuhnya.
Pengelolaan keuangan dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada para pemangku
kepentingan yang sudah menjadi tuntutan masyarakat. Semua penerimaan dan pengeluaran yang
menjadi hak dan kewajiban Daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan
dalam APBD. Dalam pengadministrasian Keuangan Daerah, APBD, Perubahan APBD, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Surplus APBD digunakan untuk membiayai Pengeluaran Daerah tahun anggaran berikutnya,
membentuk Dana Cadangan, dan penyertaan modal dalam Perusahaan Daerah. Dalam hal
Pengaturan Dana Dekonsentrasi bertujuan untuk menjamin tersedianya dana bagi pelaksanaan
kewenangan Pemerintah yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah. Dana
Tugas Pembantuan untuk menjamin tersedianya dana bagi pelaksanaan kewenangan
Pemerintah yang ditugaskan kepada Daerah.
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Ayat (1)
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah merupakan
bagian pengaturan yang tidak terpisahkan dari sistem Keuangan Negara, dan
dimaksudkan untuk mengatur sistem pendanaan atas kewenangan pemerintahan
yang diserahkan, dilimpahkan, dan ditugasbantukan kepada Daerah.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan stabilitas pada ayat ini adalah stabilitas kondisi
perekonomian nasional.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pendanaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini disesuaikan dengan
besarnya beban kewenangan yang dilimpahkan dan/atau Tugas Pembantuan yang
diberikan.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Termasuk hasil dari pelayanan Badan Layanan Umum (BLU) Daerah.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 7
Huruf a
Yang dimaksud dengan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan
ekonomi biaya tinggi adalah Peraturan Daerah yang mengatur pengenaan Pajak dan
Retribusi oleh Daerah terhadap objek-objek yang telah dikenakan pajak oleh Pusat
dan Provinsi, sehingga menyebabkan menurunnya daya saing Daerah.
Huruf b
Contoh pungutan yang dapat menghambat kelancaran mobilitas penduduk, lalu
lintas barang dan jasa antar-Daerah, dan kegiatan impor/ekspor antara lain adalah
Retribusi izin masuk kota dan Pajak/Retribusi atas pengeluaran/pengiriman barang
dari suatu daerah ke daerah lain.
Pasal 8
Perluasan basis Pajak tersebut antara lain dengan menambah jenis Pajak dan Retribusi
baru dan diskresi penetapan tarif dilakukan dengan memberikan kewenangan sepenuhnya
kepada Daerah dalam menetapkan tarif sesuai tarif maksimal yang ditetapkan dalam
Undang-Undang.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Dana Perimbangan yang terdiri atas 3 (tiga) jenis sumber dana, merupakan
pendanaan pelaksanaan Desentralisasi yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lain karena masing-masing jenis Dana Perimbangan tersebut saling
mengisi dan melengkapi.
Ayat (2)
Pencantuman Dana Perimbangan dalam APBN dimaksudkan untuk memberikan
kepastian pendanaan bagi Daerah.
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Pembagian tersebut dimaksudkan dalam rangka pemerataan kemampuan
keuangan antar-Daerah.
Huruf b
Pemberian insentif ini dimaksudkan untuk mendorong intensifikasi pemungutan
PBB. Yang dimaksud dengan sektor tertentu adalah penerimaan PBB dari
sektor perkotaan dan perdesaan.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat
penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk
menampung seluruh Penerimaan Daerah dan membayar seluruh Pengeluaran
Daerah pada bank yang ditetapkan. Rekening Kas Umum Daerah ini dikelola oleh
Kepala satuan kerja pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah.
Ayat (5)
Pembagian tersebut dimaksudkan dalam rangka pemerataan kemampuan keuangan
antar-Daerah.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Ayat (1)
Penerimaan pertambangan minyak bumi dan gas bumi yang dibagihasilkan,
penghitungannya didasarkan pada realisasi harga minyak dan gas bumi. Realisasi
harga minyak dan gas bumi tersebut tidak melebihi 130% (seratus tiga puluh persen)
dari asumsi dasar harga minyak bumi dan gas bumi yang ditetapkan dalam APBN
tahun berjalan.
Ayat (2)
Apabila realisasi harga minyak bumi dan gas bumi melebihi 130% (seratus tiga puluh
persen) dari asumsi dasar harga minyak bumi dan gas bumi yang ditetapkan dalam
APBN tahun berjalan, kelebihan Dana Bagi Hasil berasal dari penerimaan sektor
pertambangan minyak bumi dan gas bumi dibagikan ke Daerah sebagai DAU
tambahan melalui Penerimaan Dalam Negeri Neto dengan menggunakan formulasi
DAU.
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Muatan Peraturan Pemerintah antara lain mengatur kewenangan masing-masing instansi
yang terlibat di dalam penetapan daerah penghasil, dasar penghitungan, perkiraan dana
bagi hasil, jangka waktu proses penetapan, mekanisme konsultasi dengan dewan yang
Pasal 27
Ayat (1)
Pendapatan Dalam Negeri Neto adalah Penerimaan Negara yang berasal dari pajak
dan bukan pajak setelah dikurangi dengan Penerimaan Negara yang dibagihasilkan
kepada Daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah gaji pokok
ditambah tunjangan keluarga dan tunjangan jabatan sesuai dengan peraturan
penggajian Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 28
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan layanan dasar publik antara lain adalah penyediaan layanan
kesehatan dan pendidikan, penyediaan infrastruktur, dan pengentasan masyarakat
dari kemiskinan.
Ayat (2)
Jumlah penduduk merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan akan
penyediaan layanan publik di setiap Daerah.
Luas wilayah merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan
sarana dan prasarana per satuan wilayah.
Indeks Kemahalan Konstruksi merupakan cerminan tingkat kesulitan geografis yang
dinilai berdasarkan tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antar-
Daerah.
Produk Domestik Regional Bruto merupakan cerminan potensi dan aktivitas
perekonomian suatu Daerah yang dihitung berdasarkan total seluruh output produksi
kotor dalam suatu wilayah.
Indeks Pembangunan Manusia merupakan variabel yang mencerminkan tingkat
pencapaian kesejahteraan penduduk atas layanan dasar di bidang pendidikan dan
kesehatan.
Kebutuhan pendanaan suatu Daerah dihitung dengan pendekatan total pengeluaran
rata-rata nasional.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Muatan Peraturan Pemerintah tersebut antara lain mengatur bobot variabel, persentase
imbangan DAU antara provinsi dan kabupaten/kota, dan tata cara penyaluran.
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Daerah tertentu adalah Daerah yang memenuhi kriteria yang
ditetapkan setiap tahun untuk mendapatkan alokasi DAK. Dengan demikian, tidak
semua Daerah mendapatkan alokasi DAK.
Ayat (2)
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud Daerah dengan kemampuan fiskal tertentu adalah Daerah yang
selisih antara Penerimaan Umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol
atau negatif.
Pasal 42
Muatan Peraturan Pemerintah tersebut antara lain kriteria umum, kriteria khusus, kriteria
teknis, mekanisme pengalokasian, tata cara penyaluran, penganggaran di Daerah,
pemantauan dan pengawasan, evaluasi, dan pelaporan.
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Dalam menerima hibah, Daerah tidak boleh melakukan ikatan yang secara politis
dapat mempengaruhi kebijakan Daerah.
Ayat (2)
Pemberian hibah yang bersumber dari luar negeri dituangkan dalam naskah
perjanjian hibah yang ditandatangani oleh Pemerintah dan pemberi hibah luar negeri.
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Pada dasarnya biaya penanggulangan bencana nasional dibiayai dari APBD, tetapi
apabila APBD tidak mencukupi untuk menanggulangi bencana nasional dan/atau
peristiwa luar biasa lainnya Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang
bersumber dari APBN.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan bencana nasional dan atau peristiwa luar biasa lainnya
adalah bencana yang menimbulkan dampak yang luas sehingga mengganggu
kegiatan perekonomian dan sosial.
Pasal 47
Ayat (1)
Krisis solvabilitas adalah krisis keuangan berkepanjangan yang dialami Daerah
selama 2 (dua) tahun anggaran dan tidak dapat diatasi melalui APBD.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 48
Muatan Peraturan Pemerintah tersebut antara lain mengatur kriteria penetapan bencana
nasional atau peristiwa luar biasa, kriteria dan persyaratan pengajuan, tata cara
penyaluran, dan pertanggungjawabannya.
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dana Perimbangan yang dapat dilakukan penundaan penyaluran dan/atau
pemotongan adalah Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum.
Pasal 51
Ayat (1)
Huruf a
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan layanan umum adalah layanan yang menjadi tanggung
jawab Daerah.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan menghasilkan penerimaan adalah hasil penerimaan yang
berkaitan dengan pembangunan prasarana dan sarana yang dibiayai dari pinjaman
yang bersangkutan.
Ayat (4)
Persetujuan DPRD dimaksud termasuk dalam hal pinjaman tersebut
diteruspinjamkan kepada BUMD.
Pasal 54
Huruf a
Yang dimaksud dengan penerimaan umum APBD tahun sebelumnya adalah seluruh
penerimaan APBD tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, dana
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan nilai bersih adalah tambahan atas nilai nominal Obligasi
Daerah yang beredar. Tambahan nilai nominal ini merupakan selisih antara nilai
nominal Obligasi Daerah yang diterbitkan dengan nilai nominal obligasi yang ditarik
kembali dan dilunasi sebelum jatuh tempo dan obligasi yang dilunasi pada saat jatuh
tempo selama satu tahun anggaran.
Pasal 59
Ketentuan ini menegaskan bahwa segala risiko yang timbul sebagai akibat dari penerbitan
Obligasi Daerah tidak dijamin dan/atau ditanggung oleh Pemerintah.
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Persetujuan DPRD atas semua Obligasi Daerah yang diterbitkan secara otomatis
merupakan persetujuan atas pembayaran dan pelunasan segala kewajiban
keuangan di masa mendatang yang timbul dari penerbitan Obligasi Daerah.
Pasal 63
Ayat (1)
Tembusan laporan posisi kumulatif dimaksud disampaikan kepada DPRD sebagai
pemberitahuan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 64
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Tata cara pelaksanaan pemotongan dan penundaan Dana Alokasi Umum dan/atau
Bagian Daerah dari Penerimaan Negara diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri Keuangan.
Pasal 65
Muatan Peraturan Pemerintah tersebut antara lain mengatur tata cara, prosedur, dan
persyaratan Obligasi.
Pasal 66
Ayat (1)
Penyelenggara Keuangan Daerah wajib mengelola Keuangan Daerah dengan
mengacu pada asas-asas yang tercantum dalam ayat ini. Pengelolaan dimaksud
dalam ayat ini mencakup keseluruhan perencanaan, penguasaan, penggunaan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran Daerah menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
Rincian Belanja Daerah menurut fungsi antara lain terdiri atas layanan umum,
ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas
umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, serta perlindungan
sosial.
Rincian Belanja Daerah menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri atas
belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan
sosial.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Ayat (1)
Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang
memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun
anggaran.
Pasal 77
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Salah satu contoh portofolio yang memberikan hasil tetap dengan risiko rendah
adalah deposito pada bank pemerintah.
Pasal 78
Pasal 85
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pemeriksaan Keuangan Daerah sekurang-kurangnya meliputi PAD, Dana
Perimbangan, Lain-lain Pendapatan, Pinjaman Daerah, dan Belanja Daerah.
Pemeriksaan Keuangan Daerah ini dilakukan secara tahunan dan pada akhir masa
jabatan Kepala Daerah dan DPRD.
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Ketentuan ayat ini dimaksudkan agar besaran dana yang dialokasikan harus
menjamin terlaksananya penyelenggaraan kewenangan yang dilimpahkan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Pemberitahuan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga yang
berkaitan dengan kegiatan Dekonsentrasi dimaksudkan untuk sinkronisasi antara
kegiatan yang akan dibiayai dari APBD dan kegiatan yang dibiayai dari APBN guna
menghindari adanya duplikasi pendanaan.
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Pasal 98
Cukup jelas
Pasal 99
Cukup jelas
Pasal 100
Pasal 105
Cukup jelas
Pasal 106
Cukup jelas
Pasal 107
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Formula DAU digunakan mulai tahun anggaran 2006, tetapi sampai dengan tahun
anggaran 2007 alokasi DAU yang diberlakukan untuk masing-masing Daerah
ditetapkan tidak lebih kecil dari tahun anggaran 2005.
Sampai dengan tahun anggaran 2007 apabila DAU untuk provinsi tertentu lebih kecil
dari tahun anggaran 2005, kepada provinsi yang bersangkutan dialokasikan dana
penyesuaian yang besarnya sesuai dengan kemampuan dan perekonomian Negara.
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26, Pasal 37, dan Pasal
42 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan
Pasal 160 ayat (6), Pasal 162 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perlu untuk menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Dana Perimbangan.
MEMUTUSKAN
Pasal 1
Pasal 2
BAB II
DANA BAGI HASIL
Bagian Pertama
Umum
Pasal 3
Pasal 4
Paragraf Pertama
DBH PBB
Pasal 5
Pasal 6
Paragraf Kedua
DBH BPHTB
Pasal 7
Pasal 8
Paragraf Keempat
Penetapan Alokasi DBH Pajak
Pasal 9
Alokasi DBH PBB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan
DBH BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, ditetapkan:
a. berdasarkan rencana penerimaan PBB dan BPHTB tahun
anggaran bersangkutan; dan
b. paling lambat 2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran
bersangkutan dilaksanakan.
Pasal 11
Paragraf Kelima
Penyaluran DBH Pajak
Pasal 12
Pasal 14
Bagian Ketiga
DBH Sumber Daya Alam
Pasal 15
Paragraf Pertama
DBH Sumber Daya Alam Kehutanan
Pasal 16
Paragraf Kedua
DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Umum
Pasal 17
Pasal 19
Paragraf Ketiga
DBH Sumber Daya Alam Perikanan
Pasal 20
Paragraf Keempat
DBH Sumber Daya Alam
Pertambangan Minyak Bumi
Pasal 21
Pasal 22
Paragraf Kelima
DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Gas Bumi
Pasal 23
(1) DBH pertambangan gas bumi sebesar 30,5% (tiga puluh setengah
persen) berasal dari penerimaan negara sumber daya alam
pertambangan gas bumi dari wilayah kabupaten/kota yang
bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan
lainnya
(2) DBH pertambangan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sebesar 30% (tiga puluh persen) dibagi dengan rincian sebagai
berikut:
a. 6% (enam persen) dibagikan untuk provinsi yang
bersangkutan;
b. 12% (dua belas persen) dibagikan untuk kabupaten/kota
penghasil; dan
c. 12% (dua belas persen) dibagikan untuk seluruh
kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.
(3) DBH Pertambangan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sebesar 0,5% (setengah persen) dibagi dengan rincian sebagai
berikut:
Pasal 24
(1) DBH Pertambangan Gas Bumi sebesar 30,5% (tiga puluh setengah
persen) berasal dari penerimaan negara sumber daya alam
pertambangan gas bumi dari wilayah provinsi yang bersangkutan
setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya
(2) DBH Pertambangan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sebesar 30% (tiga puluh persen) dibagi dengan rincian sebagai
berikut:
a. 10% (sepuluh persen) dibagikan untuk provinsi yang
bersangkutan; dan
b. 20% (dua puluh persen) dibagikan untuk seluruh
kabupaten/kota dalam Provinsi yang bersangkutan
(3) DBH Pertambangan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sebesar 0,5% (setengah persen) dibagi dengan rincian sebagai
berikut:
a. 0,17% (tujuh belas perseratus persen) dibagikan untuk
provinsi yang bersangkutan; dan
b. 0,33% (tiga puluh tiga perseratus persen) dibagikan untuk
seluruh kabupaten/kota dalam Provinsi yang bersangkutan
(4) DBH Pertambangan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dan ayat (2) huruf b, dibagikan dengan porsi yang
Pasal 25
Paragraf Keenam
DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Panas Bumi
Pasal 26
Pasal 27
Pasal 28
Paragraf Kesembilan
Penyaluran DBH Sumber Daya Alam
Pasal 29
Pasal 30
Bagian Keempat
Pemantauan dan Evaluasi
Pasal 32
Pasal 33
Pasal 35
Pasal 36
Bagian Pertama
Umum
Pasal 37
Bagian Kedua
Mekanisme Pengalokasian
Paragraf Pertama
Penghitungan
Pasal 38
Pasal 39
Pasal 40
Pasal 41
Pasal 42
(1) DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu provinsi dihitung
berdasarkan perkalian bobot provinsi yang bersangkutan dengan
jumlah DAU seluruh provinsi.
(2) Bobot provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
perbandingan antara celah fiskal provinsi yang bersangkutan dan
total celah fiskal seluruh provinsi.
Pasal 43
(1) DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu kabupaten/kota dihitung
berdasarkan perkalian bobot kabupaten/kota yang bersangkutan
dengan jumlah DAU seluruh kabupaten/kota.
(2) Bobot kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan perbandingan antara celah fiskal kabupaten/kota
yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh kabupaten/kota.
Pasal 44
(1) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal lebih besar dari 0 (nol),
menerima DAU sebesar alokasi dasar ditambah celah fiskal.
(2) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan 0 (nol),
menerima DAU sebesar alokasi dasar.
(3) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif
tersebut lebih kecil dari alokasi dasar, menerima DAU sebesar
alokasi dasar setelah diperhitungkan nilai celah fiskal.
(4) Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif
tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar, tidak menerima
DAU.
Pasal 46
Pasal 47
(1) Kelebihan penerimaan negara dari minyak bumi dan gas bumi
yang ditetapkan dalam APBN Perubahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 ayat (2) dialokasikan sebagai DAU tambahan.
(2) DAU tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dialokasikan kepada daerah berdasarkan formula DAU atas dasar
Paragraf Kedua
Penetapan Alokasi
Pasal 48
Paragraf Ketiga
Penyaluran
Pasal 49
Bagian Pertama
Umum
Pasal 50
Pasal 51
Bagian Kedua
Mekanisme Pengalokasian DAK
Paragraf Pertama
Penetapan Program dan Kegiatan
Pasal 52
Paragraf Kedua
Penghitungan DAK
Pasal 53
Pasal 54
Pasal 56
Pasal 57
Pasal 58
Pasal 59
Bagian Ketiga
Penganggaran di Daerah
Pasal 60
Pasal 61
Bagian Keempat
Penyaluran DAK
Pasal 62
Bagian Kelima
Pelaporan
Pasal 63
Pasal 64
Pasal 65
BAB V
PENGAWASAN
Pasal 66
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 67
Pasal 68
Pasal 69
Pasal 70
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 71
Pasal 72
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Desember 2005
Presiden Republik Indonesia
ttd.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Desember 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
AD INTERIM,
ttd.
UMUM
Dalam rangka menciptakan suatu sistem perimbangan keuangan yang proporsional,
demokratis, adil, dan transparan berdasarkan atas pembagian kewenangan
pemerintahan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, maka telah
diundangkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang merupakan penyempurnaan
dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Penyempurnaan dari Undang-Undang tersebut antara
lain penegasan prinsip-prinsip dasar perimbangan keuangan Pemerintah dan
Pemerintahan Daerah sesuai asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas
Pembantuan, penambahan jenis Dana Bagi Hasil dari sektor Pertambangan Panas
Bumi, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
dan PPh Pasal 21, pengelompokan Dana Reboisasi yang semula termasuk dalam
komponen Dana Alokasi Khusus menjadi Dana Bagi Hasil, penyempurnaan prinsip
pengalokasian Dana Alokasi Umum, dan penyempurnaan prinsip pengalokasian Dana
Alokasi Khusus.
Dana Perimbangan bertujuan untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah dan antara Pemerintahan Daerah. Dana Perimbangan
yang terdiri dari Dana Bagi Hasil dari penerimaan pajak dan SDA, Dana Alokasi
Umum, dan Dana Alokasi Khusus merupakan sumber pendanaan bagi daerah dalam
pelaksanaan desentralisasi, yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lain mengingat tujuan masing-masing jenis penerimaan tersebut saling mengisi dan
melengkapi.
Pasal 37
Ayat (1)
Daerah kabupaten/kota yang ada di wilayah Provinsi DKI Jakarta tidak
menerima DAU karena otonomi Provinsi DKI Jakarta diletakkan pada lingkup
provinsi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
DAU sebagaimana dimaksud dalam ayat ini merupakan jumlah DAU untuk
DAU = CF + AD
dimana,
DAU = Dana Alokasi Umum
CF = Celah Fiskal
AD = Alokasi Dasar
Ayat (2)
CF = Kebutuhan Fiskal Kapasitas Fiskal
Ayat (3)
Luas wilayah sebagaimana dimaksud dalam ayat ini adalah luas wilayah
daratan.
Ayat (5)
Gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah meliputi gaji pokok, tunjangan keluarga, dan
tunjangan jabatan sesuai dengan peraturan penggajian Pegawai Negeri Sipil
termasuk di dalamnya tunjangan beras dan tunjangan Pajak Penghasilan (PPh
Pasal 21).
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Ayat (2)
dimana,
CF Provinsii = celah fiskal suatu daerah provinsi
CF Provinsi = total celah fiskal seluruh provinsi
Pasal 43
Ayat (1)
Ayat (2)
dimana,
CF Kab/Kotai = celah fiskal suatu daerah Kab/Kota
CF Kab/Kota = total celah fiskal seluruh Kab/Kota
Pasal 44
Ayat (1)
Kebutuhan fiskal dihitung dengan menggunakan rumus:
Ayat (2)
Cara penghitungan kapasitas fiskal:
Pasal 45
Ayat (1)
Kebutuhan Fiskal = Rp150miliar
Kapasitas Fiskal = Rp100miliar
Alokasi Dasar = Rp50miliar
Celah Fiskal = Kebutuhan Fiskal Kapasitas Fiskal
Ayat (4)
Contoh perhitungan: Celah Fiskal (negatif) melebihi Alokasi Dasar
FNi FNi
IFN i = N =
FN i FN
i = 1, 2, , N
IFNi = Indeks Fiskal Netto daerah i
FNi = Fiskal Netto daerah i
N = Jumlah Daerah
PUi , t-2 = Penerimaan Umum (PAD+(DBH-DBH DR)+DAU) daerah i,
pada waktu t-2
BPi , t-2 = Belanja Pegawai (Gaji PNSD) daerah i, pada waktu t-2
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Huruf a
Misalnya UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi
Papua dan UU No. 18 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam.
Huruf b
Contoh karakteristik daerah antara lain adalah daerah pesisir dan
kepulauan, daerah perbatasan darat dengan negara lain, daerah
tertinggal/terpencil, daerah yang termasuk rawan banjir dan longsor,
serta daerah yang termasuk daerah ketahanan pangan.
N = jumlah daerah
IKWi = Indeks Kharakeristik wilayah daerah i
X1 = daerah perbatasan
X2 = daerah pesisir dan kepulauan
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Peraturan Menteri Keuangan mengenai alokasi DAK per daerah ditetapkan paling
lambat 2 (dua) minggu setelah UU APBN ditetapkan.
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Petunjuk Teknis Penggunaan DAK ditetapkan paling lambat 2 (dua) minggu
setelah penetapan alokasi DAK oleh Menteri Keuangan.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Menimbang:
bahwa untuk melaksanakan Pasal 182 dan Pasal 194 Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 69 dan Pasal 86 Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389)
5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4438);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 2
Ruang lingkup keuangan daerah meliputi:
a. hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan
pinjaman;
b. kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan
membayar tagihan pihak ketiga;
c. penerimaan daerah;
d. pengeluaran daerah;
e. kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat
berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah;
f. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum
Pasal 3
Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi:
a. asas umum pengelolaan keuangan daerah;
b. pejabat-pejabat yang mengelola keuangan daerah;
c. struktur APBD;
d. penyusunan RKPD, KUA, PPAS, dan RKA-SKPD;
e. penyusunan dan penetapan APBD;
f. pelaksanaan dan perubahan APBD;
g. penatausahaan keuangan daerah;
h. pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
i. pengendalian defisit dan penggunaan surplus APBD;
j. pengelolaan kas umum daerah;
k. pengelolaan piutang daerah;
l. pengelolaan investasi daerah;
m. pengelolaan barang milik daerah;
Bagian Ketiga
Asas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 4
(1) Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,
efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
(2) Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi
yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan
daerah.
BAB II
KEKUASAAN PENGELOLAAN
KEUANGAN DAERAH
Bagian Pertama
Pemegang Kekuasaan
Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 5
(1) Kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan
kekayaan daerah yang dipisahkan.
(2) Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mempunyai kewenangan:
a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;
b. menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah;
c. menetapkan kuasa pengguna anggaran/barang;
d. menetapkan bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran;
e. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan daerah;
f. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang
daerah;
g. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah;
dan
h. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan
memerintahkan pembayaran.
(3) Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh:
a. kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku PPKD;
b.kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah.
(4) Dalam pelaksanaan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sekretaris
daerah bertindak selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.
(5) Pelimpahan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
ditetapkan dengan keputusan kepala daerah berpedoman pada peraturan perundang-
undangan.
Pasal 6
(1) Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (4) mempunyai tugas koordinasi di bidang:
a. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan APBD;
b. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang daerah;
c. penyusunan rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD;
d. penyusunan Raperda APBD, Perubahan APBD, dan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD;
e. tugas-tugas pejabat perencana daerah, PPKD, dan pejabat pengawas keuangan
daerah; dan
f. penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD.
(2) Selain tugas-tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) koordinator pengelolaan
keuangan daerah juga mempunyai tugas:
a. memimpin tim anggaran pemerintah daerah;
b. menyiapkan pedoman pelaksanaan APBD;
c. menyiapkan pedoman pengelolaan barang daerah;
d. memberikan persetujuan pengesahan DPA-SKPD; dan
e. melaksanakan tugas-tugas koordinasi pengelolaan keuangan daerah lainnya
berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah.
(3) Koordinator pengelolaan keuangan daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada kepala daerah.
Bagian Ketiga
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
Pasal 7
(1) PPKD mempunyai tugas sebagai berikut:
a. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah;
b. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;
c. melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan
Peraturan Daerah;
d. melaksanakan fungsi Bendahara Umum Daerah;
e. menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD; dan
f. melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala
daerah.
(2) PPKD selaku BUD berwenang:
a. menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;
b. mengesahkan DPA-SKPD;
c. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;
d. memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas
daerah;
e. melaksanakan pemungutan pajak daerah;
f. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau
lembaga keuangan lainnya yang telah ditunjuk;
g. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD;
h. menyimpan uang daerah;
i. menetapkan SPD;
j. melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/menatausahakan
investasi;
k. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas
beban rekening kas umum daerah;
Pasal 8
(1) PPKD selaku BUD menunjuk pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan
daerah selaku kuasa BUD.
(2) Penunjukan kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
keputusan kepala daerah.
(3) Kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai tugas:
a. menyiapkan anggaran kas;
b. menyiapkan SPD;
c. menerbitkan SP2D; dan
d. menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan kekayaan daerah;
(4) Kuasa BUD selain melaksanakan tugas sebagaimana pada ayat (3) juga
melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), huruf f,
huruf g, huruf h, huruf j, huruf k, huruf m, huruf n, dan huruf o.
(5) Kuasa BUD bertanggung jawab kepada PPKD.
Pasal 9
Pelimpahan wewenang selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4), dapat
dilimpahkan kepada pejabat lainnya di lingkungan satuan kerja pengelolaan keuangan
daerah.
Bagian Keempat
Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Daerah
Pasal 10
Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang daerah mempunyai tugas dan wewenang:
a. menyusun RKA-SKPD;
b. menyusun DPA-SKPD;
c. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;
d. melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
e. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
f. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
g. mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran
yang telah ditetapkan;
h. mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang
dipimpinnya;
i. mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab
SKPD yang dipimpinnya;
j. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya;
k. mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
l. melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna barang lainnya
berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah;
m. bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah melalui
sekretaris daerah.
Bagian Kelima
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD
Pasal 12
(1) Pejabat pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dalam melaksanakan program
dan kegiatan dapat menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku PPTK.
(2) PPTK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas mencakup:
a. mengendalikan pelaksanaan kegiatan;
b. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan;
c. menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.
Pasal 13
(1) Penunjukan PPTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) berdasarkan
pertimbangan kompetensi jabatan, anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau
rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya.
(2) PPTK bertanggung jawab kepada pejabat pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran.
Bagian Keenam
Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD
Pasal 14
(1) Dalam rangka melaksanakan wewenang atas penggunaan anggaran yang dimuat
dalam DPA-SKPD, kepala SKPD menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi
tata usaha keuangan pada SKPD sebagai pejabat penatausahaan keuangan SKPD.
(2) Pejabat penatausahaan keuangan SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempunyai tugas:
a. meneliti kelengkapan SPP-LS yang diajukan oleh PPTK;
b. meneliti kelengkapan SPP-UP, SPP-GU dan SPP-TU yang diajukan oleh
bendahara pengeluaran;
c. menyiapkan SPM; dan
d. menyiapkan laporan keuangan SKPD.
(3) Pejabat penatausahaan keuangan SKPD tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang
bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara/daerah, bendahara, dan/atau
PPTK.
Bagian Ketujuh
Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran
Pasal 15
(1) Kepala daerah atas usul PPKD mengangkat bendahara penerimaan untuk
melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan
pada SKPD.
BAB III
ASAS UMUM DAN STRUKTUR APBD
Bagian Pertama
Asas Umum APBD
Pasal 16
(1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan
kemampuan pendapatan daerah.
(2) Penyusunan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman kepada
RKPD dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya
tujuan bernegara.
(3) APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi,
dan stabilisasi.
(4) APBD, Perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun
ditetapkan dengan peraturan daerah.
Pasal 17
(1) Semua penerimaan dan pengeluaran daerah baik dalam bentuk uang, barang dan/atau
jasa dianggarkan dalam APBD.
(2) Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang
terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan.
(3) Seluruh pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah dianggarkan
secara bruto dalam APBD.
(4) Pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD harus berdasarkan pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 18
(1) Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan
adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup.
(2) Penganggaran untuk setiap pengeluaran APBD harus didukung dengan dasar
hukum yang melandasinya.
Pasal 19
Tahun anggaran APBD meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1 Januari sampai
dengan 31 Desember.
Bagian Kedua
Struktur APBD
Pasal 20
(1) APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:
a. pendapatan daerah;
Bagian Ketiga
Pendapatan Daerah
Pasal 21
Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD);
b. Dana Perimbangan; dan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Pasal 22
(1) Pendapatan asli daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a terdiri atas:
a. pajak daerah;
b. retribusi daerah;
c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
d. lain-lain PAD yang sah.
(2) Lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d mencakup:
a. hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
b. hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
c. jasa giro;
d. pendapatan bunga;
e. tuntutan ganti rugi;
f. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan
g. komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau
pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
Pasal 23
Pendapatan Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b meliputi :
a. Dana Bagi Hasil;
b. Dana Alokasi Umum; dan
c. Dana Alokasi Khusus.
Pasal 24
Lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD
dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang
ditetapkan pemerintah.
Pasal 25
(1) Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 merupakan bantuan berupa uang,
barang, dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha
dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat.
Bagian Keempat
Belanja Daerah
Pasal 26
(1) Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib
dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
(2) Belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk
peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas
umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial.
(3) Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal
berdasarkan urusan wajib pemerintahan daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 27
(1) Belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) diklasifikasikan
menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanja.
(2) Klasifikasi belanja menurut organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah.
(3) Klasifikasi belanja menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan; dan
b. klasifikasi fungsi pengelolaan keuangan negara.
(4) Klasifikasi belanja berdasarkan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf a diklasifikasikan menurut kewenangan pemerintahan provinsi dan
kabupaten/kota.
(5) Klasifikasi belanja menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b yang
digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara
terdiri dari:
a. pelayanan umum;
b. ketertiban dan keamanan;
c. ekonomi;
d. lingkungan hidup;
e. perumahan dan fasilitas umum;
f. kesehatan;
g. pariwisata dan budaya;
h. agama;
i. pendidikan; serta
j. perlindungan sosial.
(6) Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
(7) Klasifikasi belanja menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari:
a. belanja pegawai;
b. belanja barang dan jasa;
c. belanja modal;
d. bunga;
e. subsidi;
f. hibah;
g. bantuan sosial;
h. belanja bagi hasil dan bantuan keuangan; dan
Bagian Kelima
Pembiayaan Daerah
Pasal 28
(1) Pembiayaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf c terdiri
dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
(2) Penerimaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. SiLPA tahun anggaran sebelumnya;
b. pencairan dana cadangan;
c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
d. penerimaan pinjaman; dan
e. penerimaan kembali pemberian pinjaman.
(3) Pengeluaran pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. pembentukan dana cadangan;
b. penyertaan modal pemerintah daerah;
c. pembayaran pokok utang; dan
d. pemberian pinjaman.
(4) Pembiayaan neto merupakan selisih lebih penerimaan pembiayaan terhadap
pengeluaran pembiayaan.
(5) Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran.
BAB IV
PENYUSUNAN RANCANGAN APBD
Bagian Pertama
Rencana Kerja Pemerintahan Daerah
Pasal 29
RPJMD untuk jangka waktu 5 (lima) tahun merupakan penjabaran dari visi, misi, dan
program kepala daerah yang penyusunannya berpedoman kepada RPJP Daerah dengan
memperhatikan RPJM Nasional dan standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh
pemerintah.
Pasal 30
RPJMD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan
setelah kepala daerah dilantik.
Pasal 31
(1) SKPD menyusun rencana strategis yang selanjutnya disebut Renstra-SKPD yang
memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan
yang bersifat indikatif sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
(2) Penyusunan Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada
RPJMD.
Pasal 32
(1) Pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari RPJMD
dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun
yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah.
(2) Renja SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran dari
Renstra SKPD yang disusun berdasarkan evaluasi pencapaian pelaksanaan program
dan kegiatan tahun-tahun sebelumnya.
Pasal 33
(1) RKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) disusun untuk menjamin
keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan
pengawasan.
(2) Penyusunan RKPD diselesaikan selambat-lambatnya akhir bulan Mei tahun
anggaran sebelumnya.
(3) RKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan peraturan kepala
daerah.
Bagian Kedua
Kebijakan Umum APBD
Pasal 34
(1) Kepala daerah berdasarkan RKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1),
menyusun rancangan kebijakan umum APBD.
(2) Penyusunan rancangan kebijakan umum APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berpedoman pada pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan oleh Menteri Dalam
Negeri setiap tahun.
(3) Kepala daerah menyampaikan rancangan kebijakan umum APBD tahun anggaran
berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai landasan penyusunan
RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan bulan Juni tahun anggaran
berjalan.
(4) Rancangan kebijakan Umum APBD yang telah dibahas kepala daerah bersama
DPRD dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) selanjutnya disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD.
Bagian Ketiga
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Pasal 35
(1) Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan
DPRD membahas rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara yang
disampaikan oleh kepala daerah.
(2) Pembahasan prioritas dan plafon anggaran sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran
sebelumnya.
(3) Pembahasan prioritas dan plafon anggaran sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. menentukan skala prioritas dalam urusan wajib dan urusan pilihan;
b. menentukan urutan program dalam masing-masing urusan;
c. menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.
(4) Kebijakan umum APBD dan prioritas dan plafon anggaran sementara yang telah
dibahas dan disepakati bersama kepala daerah dan DPRD dituangkan dalam nota
kesepakatan yang ditandatangani bersama oleh kepala daerah dan pimpinan DPRD.
(5) Kepala daerah berdasarkan nota kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
menerbitkan pedoman penyusunan RKA-SKPD sebagai pedoman kepala SKPD
menyusun RKA-SKPD.
Pasal 36
(1) Berdasarkan pedoman penyusunan RKA-SKPD sebagaimana dimaksud pada Pasal
35 ayat (5), Kepala SKPD menyusun RKA-SKPD.
(2) RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran
jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan
prestasi kerja.
Pasal 37
Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah
dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju yang berisi perkiraan kebutuhan
anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran
berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan dan merupakan implikasi kebutuhan
dana untuk pelaksanaan program dan kegiatan tersebut pada tahun berikutnya.
Pasal 38
Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan
mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan SKPD
untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran.
Pasal 39
(1) Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan prestasi kerja dilakukan dengan
memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang
diharapkan dari kegiatan dan program termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran
dan hasil tersebut.
(2) Penyusunan anggaran berdasarkan prestasi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja,
standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal.
(3) Standar satuan harga sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan dengan
keputusan kepala daerah.
Pasal 40
RKA-SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), memuat rencana
pendapatan, belanja untuk masing-masing program dan kegiatan menurut fungsi untuk
tahun yang direncanakan, dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja, dan
pembiayaan, serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya.
Bagian Kelima
Penyiapan Raperda APBD
Pasal 41
(1) RKA-SKPD yang telah disusun oleh kepala SKPD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 ayat (1) disampaikan kepada PPKD.
(2) RKA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selanjutnya dibahas oleh tim
anggaran pemerintah daerah.
(3) Pembahasan oleh tim anggaran pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan kebijakan
umum APBD, prioritas dan plafon anggaran sementara, prakiraan maju yang telah
disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta
capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan
standar pelayanan minimal.
BAB V
PENETAPAN APBD
Bagian Pertama
Penyampaian dan Pembahasan
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
Pasal 43
Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD kepada DPRD
disertai penjelasan dan dokumen pendukungnya pada minggu pertama bulan Oktober
tahun sebelumnya untuk dibahas dalam rangka memperoleh persetujuan bersama.
Pasal 44
(1) Tata cara pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan sesuai
dengan peraturan tata tertib DPRD mengacu pada peraturan perundang-undangan.
(2) Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menitikberatkan pada kesesuaian
antara kebijakan umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran sementara dengan
program dan kegiatan yang diusulkan dalam rancangan peraturan daerah tentang
APBD.
Bagian Kedua
Persetujuan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
Pasal 45
(1) Pengambilan keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap rancangan
peraturan daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan
sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
(2) Atas dasar persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala daerah
menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Pasal 46
(1) Apabila DPRD sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1)
tidak mengambil keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan
peraturan daerah tentang APBD, kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-
tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai
keperluan setiap bulan, yang disusun dalam rancangan peraturan kepala daerah
tentang APBD.
(2) Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang
bersifat wajib.
(3) Rancangan peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Dalam Negeri bagi
provinsi dan gubernur bagi kabupaten/kota.
(4) Pengesahan terhadap rancangan peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak
diterimanya rancangan dimaksud.
Bagian Keempat
Pasal 47
(1) Rancangan peraturan daerah provinsi tentang APBD yang telah disetujui bersama
DPRD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD sebelum
ditetapkan oleh gubernur paling lambat 3 (tiga) hari kerja disampaikan kepada
Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi.
(2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Menteri
Dalam Negeri kepada gubernur selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung
sejak diterimanya rancangan dimaksud.
(3) Apabila Menteri Dalam Negeri tidak memberikan hasil evaluasi dalam waktu 15
(lima belas) hari terhitung sejak rancangan diterima, maka gubernur dapat
menetapkan rancangan peraturan daerah APBD menjadi peraturan daerah APBD
dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD menjadi peraturan
gubernur tentang penjabaran APBD.
(4) Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan
daerah tentang APBD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD
sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi, gubernur menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah
dan peraturan gubernur.
(5) Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan
daerah tentang APBD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD
bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi, gubernur bersama DPRD melakukan penyempurnaan selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
(6) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh gubernur dan DPRD, dan gubernur
tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan
peraturan gubernur tentang penjabaran APBD menjadi peraturan daerah dan
peraturan gubernur, Menteri Dalam Negeri membatalkan peraturan daerah dan
peraturan gubernur dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun
sebelumnya.
Pasal 48
(1) Rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui
bersama DPRD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD
sebelum ditetapkan oleh bupati/walikota paling lambat 3 (tiga) hari kerja
disampaikan kepada gubernur untuk dievaluasi.
(2) Hasil evaluasi disampaikan oleh gubernur kepada bupati/walikota selambat-
lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud.
(3) Apabila gubernur tidak memberikan hasil evaluasi dalam waktu 15 (limabelas) hari
sejak rancangan diterima, maka bupati/walikota dapat menetapkan rancangan
peraturan daerah APBD menjadi peraturan daerah APBD dan rancangan peraturan
bupati/walikota tentang penjabaran APBD menjadi peraturan bupati/walikota tentang
penjabaran APBD.
(4) Apabila gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang
APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD sudah
sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih
Pasal 49
(1) Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan pembatalan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47 ayat (6) dan Pasal 48 ayat (6), kepala daerah harus memberhentikan
pelaksanaan peraturan daerah dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah
mencabut peraturan daerah dimaksud.
(2) Pencabutan peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (6) dan
Pasal 48 ayat (6) dilakukan dengan peraturan daerah tentang pencabutan peraturan
daerah tentang APBD.
(3) Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBD tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47 ayat (6) dan Pasal 48 ayat (6) ditetapkan dengan peraturan kepala
daerah.
Pasal 50
Gubernur menyampaikan hasil evaluasi yang dilakukan atas rancangan peraturan daerah
kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang
penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri.
Pasal 51
Hasil evaluasi atas rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD ditetapkan dengan keputusan Menteri Dalam
Negeri untuk APBD provinsi dan keputusan gubernur untuk APBD kabupaten/kota.
Pasal 52
(1) Penyempurnaan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (5) dan
Pasal 48 ayat (5) dilakukan kepala daerah bersama dengan Panitia Anggaran DPRD.
(2) Hasil penyempurnaan sebagaimana tersebut pada ayat (1) ditetapkan oleh pimpinan
DPRD.
(3) Keputusan pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan dasar
penetapan peraturan daerah tentang APBD.
(4) Keputusan pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan pada
sidang paripurna berikutnya.
(5) Keputusan pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan
kepada Menteri Dalam Negeri untuk APBD provinsi dan kepada gubernur untuk
APBD kabupaten/kota, paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah keputusan tersebut
ditetapkan.
Pasal 53
(1) Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah
menjadi peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD.
(2) Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-
lambatnya tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.
(3) Kepala daerah menyampaikan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri bagi provinsi dan
gubernur bagi kabupaten/kota selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah
ditetapkan.
BAB VI
PELAKSANAAN APBD
Bagian Pertama
Asas Umum Pelaksanaan APBD
Pasal 54
(1) SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja daerah untuk
tujuan yang tidak tersedia anggarannya, dan/atau yang tidak cukup tersedia
anggarannya dalam APBD.
(2) Pelaksanaan belanja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus didasarkan
pada prinsip hemat, tidak mewah, efektif, efisien dan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Penyiapan Dokumen Pelaksanaan Anggaran
Satuan Kerja Perangkat Daerah
Pasal 55
(1) PPKD paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah APBD ditetapkan, memberitahukan
kepada semua kepala SKPD agar menyusun dan menyampaikan rancangan DPA-
SKPD.
(2) Rancangan DPA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merinci sasaran yang
hendak dicapai, fungsi, program, kegiatan, anggaran yang disediakan untuk
mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap satuan kerja serta
pendapatan yang diperkirakan.
(3) Kepala SKPD menyerahkan rancangan DPA-SKPD yang telah disusunnya kepada
PPKD paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah pemberitahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan.
Pasal 56
(1) Tim anggaran pemerintah daerah melakukan verifikasi rancangan DPA-SKPD
bersama-sama dengan kepala SKPD yang bersangkutan.
(2) Verifikasi atas rancangan DPA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diselesaikan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja, sejak ditetapkannya peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Daerah
Pasal 57
(1) Semua penerimaan daerah dilakukan melalui rekening kas umum daerah.
(2) Bendahara penerimaan wajib menyetor seluruh penerimaannya ke rekening kas
umum daerah selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) hari kerja.
(3) Setiap penerimaan harus didukung oleh bukti yang lengkap atas setoran dimaksud.
Pasal 58
(1) SKPD dilarang melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan
daerah.
(2) SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima dan/atau kegiatannya
berdampak pada penerimaan daerah wajib mengintensifkan pemungutan dan
penerimaan tersebut.
Pasal 59
(1) Penerimaan SKPD yang merupakan penerimaan daerah tidak dapat dipergunakan
langsung untuk pengeluaran.
(2) Komisi, rabat, potongan atau penerimaan lain dengan nama dan dalam bentuk apa
pun yang dapat dinilai dengan uang, baik secara langsung sebagai akibat dari
penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan barang dan jasa
termasuk penerimaan bunga, jasa giro atau penerimaan lain sebagai akibat
penyimpanan dana anggaran pada bank serta penerimaan dari hasil pemanfaatan
barang daerah atas kegiatan lainnya merupakan pendapatan daerah.
(3) Semua penerimaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila berbentuk
uang harus segera disetor ke kas umum daerah dan berbentuk barang menjadi
milik/aset daerah yang dicatat sebagai inventaris daerah.
Pasal 60
(1) Pengembalian atas kelebihan pajak, retribusi, pengembalian tuntutan ganti rugi dan
sejenisnya dilakukan dengan membebankan pada rekening penerimaan yang
bersangkutan untuk pengembalian penerimaan yang terjadi dalam tahun yang sama.
(2) Untuk pengembalian kelebihan penerimaan yang terjadi pada tahun-tahun
sebelumnya dibebankan pada rekening belanja tidak terduga.
Bagian Keempat
Pelaksanaan Anggaran Belanja Daerah
Pasal 61
(1) Setiap pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak
yang diperoleh oleh pihak yang menagih.
(2) Pengeluaran kas yang mengakibatkan beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum
rancangan peraturan daerah tentang APBD ditetapkan dan ditempatkan dalam
lembaran daerah.
(3) Pengeluaran kas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk belanja yang
bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib.
Pasal 63
(1) Gaji pegawai negeri sipil daerah dibebankan dalam APBD.
(2) Pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai
negeri sipil daerah berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan
kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 64
Bendahara pengeluaran sebagai wajib pungut Pajak Penghasilan (PPh) dan pajak lainnya,
wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke
rekening Kas Negara pada bank pemerintah atau bank lain yang ditetapkan Menteri
Keuangan sebagai bank persepsi atau pos giro dalam jangka waktu sesuai ketentuan
perundang-undangan.
Pasal 65
(1) Pelaksanaan pengeluaran atas beban APBD dilakukan berdasarkan SPM yang
diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.
(2) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan penerbitan SP2D
oleh kuasa BUD.
(3) Dalam rangka pelaksanaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kuasa
BUD berkewajiban untuk:
a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna
anggaran;
b. menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBD yang tercantum dalam
perintah pembayaran;
c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
d. memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran daerah; dan
e. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh
pengguna anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Pasal 66
(1) Penerbitan SPM tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima kecuali
ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas SKPD, kepada pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh bendahara
pengeluaran.
(3) Bendahara pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan yang
dikelolanya setelah:
a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran;
b. menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah
pembayaran; dan
c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.
(4) Bendahara pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran apabila persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
dipenuhi.
(5) Bendahara pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang
dilaksanakannya.
Pasal 67
Kepala daerah dapat memberikan izin pembukaan rekening untuk keperluan pelaksanaan
pengeluaran di lingkungan SKPD.
Bagian Kelima
Pelaksanaan Anggaran Pembiayaan Daerah
Pasal 69
(1) Pengelolaan anggaran pembiayaan daerah dilakukan oleh PPKD.
(2) Semua penerimaan dan pengeluaraan pembiayaan daerah dilakukan melalui
Rekening Kas Umum Daerah.
Pasal 70
(1) Pemindahbukuan dari rekening dana cadangan ke Rekening Kas Umum Daerah
dilakukan berdasarkan rencana pelaksanaan kegiatan, setelah jumlah dana cadangan
yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan
yang berkenaan mencukupi.
(2) Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sejumlah pagu
dana cadangan yang akan digunakan untuk mendanai pelaksanaan kegiatan dalam
tahun anggaran berkenaan sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan daerah
tentang pembentukan dana cadangan.
(3) Pemindahbukuan dari rekening dana cadangan ke rekening kas umum daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan surat perintah
pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas persetujuan PPKD.
Pasal 71
(1) Penjualan kekayaan milik daerah yang dipisahkan dilakukan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
(2) Pencatatan penerimaan atas penjualan kekayaan daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) didasarkan pada bukti penerimaan yang sah.
Pasal 72
(1) Penerimaan pinjaman daerah didasarkan pada jumlah pinjaman yang akan diterima
dalam tahun anggaran yang bersangkutan sesuai dengan yang ditetapkan dalam
perjanjian pinjaman berkenaan.
(2) Penerimaan pinjaman dalam bentuk mata uang asing dibukukan dalam nilai rupiah.
Pasal 73
Penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah didasarkan pada perjanjian pemberian
pinjaman daerah sebelumnya, untuk kesesuaian pengembalian pokok pinjaman dan
kewajiban lainnya yang menjadi tanggungan pihak peminjam.
Pasal 74
(1) Jumlah pendapatan daerah yang disisihkan untuk pembentukan dana cadangan
dalam tahun anggaran bersangkutan sesuai dengan jumlah yang ditetapkan dalam
peraturan daerah.
(2) Pemindahbukuan jumlah pendapatan daerah yang disisihkan yang ditransfer dari
rekening kas umum daerah ke rekening dana cadangan dilakukan dengan surat
perintah pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas persetujuan PPKD.
Pasal 75
Penyertaan modal pemerintah daerah dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan
disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam peraturan daerah
tentang penyertaan modal daerah berkenaan.
Pasal 77
Pemberian pinjaman daerah kepada pihak lain berdasarkan keputusan kepala daerah atas
persetujuan DPRD.
Pasal 78
Pelaksanaan pengeluaran pembiayaan penyertaan modal pemerintah daerah, pembayaran
pokok utang dan pemberian pinjaman daerah dilakukan berdasarkan SPM yang
diterbitkan oleh PPKD.
Pasal 79
Dalam rangka pelaksanaan pengeluaran pembiayaan, kuasa BUD berkewajiban untuk:
a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran/pemindah bukuan yang diterbitkan oleh
PPKD;
b. menguji kebenaran perhitungan pengeluaran pembiayaan yang tercantum dalam
perintah pembayaran;
c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;
d. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran atas pengeluaran pembiayaan
tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
BAB VII
LAPORAN REALISASI SEMESTER PERTAMA
APBD DAN PERUBAHAN APBD
Bagian Pertama
Laporan Realisasi Semester Pertama APBD
Pasal 80
(1) Pemerintah daerah menyusun laporan realisasi semester pertama APBD dan
prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada DPRD selambat-
lambatnya pada akhir bulan Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas
bersama antara DPRD dan pemerintah daerah.
Bagian Kedua
Perubahan APBD
Pasal 81
(1) Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas
bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan
perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:
a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD;
b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit
organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja;
c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus
digunakan untuk tahun berjalan;
d. keadaan darurat; dan
e. keadaan luar biasa.
(2) Dalam keadaan darurat, pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum
tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan
APBD, dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran.
Pasal 82
(1) Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran,
kecuali dalam keadaan luar biasa.
(2) Keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) huruf e adalah
keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD
mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh persen).
Pasal 83
(1) Pemerintah daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang perubahan
APBD tahun anggaran yang bersangkutan untuk mendapatkan persetujuan DPRD
sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
(2) Persetujuan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun
anggaran.
Pasal 84
(1) Proses evaluasi dan penetapan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD
dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD
menjadi peraturan daerah dan peraturan kepala daerah berlaku ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52, dan Pasal 53.
(2) Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditindaklanjuti oleh
kepala daerah dan DPRD, dan kepala daerah tetap menetapkan rancangan peraturan
daerah tentang perubahan APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran perubahan APBD, peraturan daerah dan peraturan kepala daerah
dimaksud dibatalkan dan sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun
berjalan termasuk untuk pendanaan keadaan darurat.
(3) Pembatalan peraturan daerah tentang perubahan APBD provinsi dan peraturan
gubernur tentang penjabaran perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri.
(4) Pembatalan peraturan daerah tentang perubahan APBD kabupaten/kota dan
peraturan bupati/walikota tentang penjabaran perubahan APBD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh gubernur.
Pasal 85
(1) Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan tentang pembatalan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3) dan ayat (4), Kepala daerah wajib
memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan
selanjutnya kepala daerah bersama DPRD mencabut peraturan daerah dimaksud.
(2) Pencabutan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
peraturan daerah tentang pencabutan peraturan daerah tentang perubahan APBD.
(3) Pelaksanaan pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan luar
biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) ditetapkan dengan peraturan
kepala daerah.
(4) Realisasi pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan luar biasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicantumkan dalam rancangan peraturan
daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Bagian Pertama
Asas Umum Penatausahaan Keuangan Daerah
Pasal 86
(1) Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran, bendahara penerimaan/pengeluaran
dan orang atau badan yang menerima atau menguasai uang/barang/kekayaan
daerah, wajib menyelenggarakan penatausahaan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan
dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBD bertanggung
jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti
dimaksud.
Bagian Kedua
Pelaksanaan Penatausahaan Keuangan Daerah
Pasal 87
(1) Untuk pelaksanaan APBD, kepala daerah menetapkan:
a. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SPD;
b. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SPM;
c. pejabat yang diberi wewenang mengesahkan surat pertanggungjawaban (SPJ);
d. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SP2D;
e. bendahara penerimaan/pengeluaran; dan
f. pejabat lainnya yang ditetapkan dalam rangka pelaksanaan APBD.
(2) Penetapan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum
dimulainya tahun anggaran berkenaan.
Pasal 88
Bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran dalam melaksanakan tugas-tugas
kebendaharaan pada satuan kerja dalam SKPD dapat dibantu oleh pembantu bendahara
penerimaan dan/atau pembantu bendahara pengeluaran sesuai kebutuhan dengan
keputusan kepala SKPD.
Pasal 89
(1) PPKD dalam rangka manajemen kas menerbitkan SPD dengan mempertimbangkan
penjadwalan pembayaran pelaksanaan program dan kegiatan yang dimuat dalam
DPA-SKPD.
(2) SPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disiapkan oleh kuasa BUD untuk
ditandatangani oleh PPKD.
Bagian Ketiga
Penatausahaan Bendahara Penerimaan
Pasal 90
(1) Penyetoran penerimaan pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3)
dilakukan dengan uang tunai.
(2) Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke rekening kas umum daerah
pada bank pemerintah yang ditunjuk, dianggap sah setelah kuasa BUD menerima
nota kredit.
(3) Bendahara penerimaan dilarang menyimpan uang, cek, atau surat berharga yang
dalam penguasaannya lebih dari 1 (satu) hari kerja dan/atau atas nama pribadi pada
bank atau giro pos.
Bagian Keempat
Penatausahaan Bendahara Pengeluaran
Pasal 92
(1) Permintaan pembayaran dilakukan melalui penerbitan SPP-LS, SPP-UP, SPP-GU,
dan SPP-TU.
(2) PPTK mengajukan SPP-LS melalui pejabat penatausahaan keuangan pada SKPD
kepada pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran paling lambat 3 (tiga) hari
kerja setelah diterimanya tagihan dari pihak ketiga.
(3) Pengajuan SPP-LS dilampiri dengan kelengkapan persyaratan yang ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Bendahara pengeluaran melalui pejabat penatausahaan keuangan pada SKPD
mengajukan SPP-UP kepada pengguna anggaran setinggi-tingginya untuk keperluan
satu bulan.
(5) Pengajuan SPP-UP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilampiri dengan daftar
rincian rencana penggunaan dana.
(6) Untuk penggantian dan penambahan uang persediaan, bendahara pengeluaran
mengajukan SPP-GU dan/atau SPP-TU.
(7) Batas jumlah pengajuan SPP-TU sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus
mendapat persetujuan dari PPKD dengan memperhatikan rincian kebutuhan dan
waktu penggunaan.
Pasal 93
(1) Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran mengajukan permintaan uang
persediaan kepada kuasa BUD dengan menerbitkan SPM-UP.
(2) Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran mengajukan penggantian uang
persediaan yang telah digunakan kepada kuasa BUD, dengan menerbitkan SPM-GU
yang dilampiri bukti asli pertanggungjawaban atas penggunaan uang persediaan
sebelumnya.
(3) Dalam hal uang persediaan tidak mencukupi kebutuhan, pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran dapat mengajukan tambahan uang persediaan kepada kuasa
BUD dengan menerbitkan SPM-TU.
(4) Pelaksanaan pembayaran melalui SPM-UP dan SPM-LS berpedoman pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 94
(1) Kuasa BUD menerbitkan SP2D atas SPM yang diterima dari pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran yang ditujukan kepada bank operasional mitra
kerjanya.
(2) Penerbitan SP2D oleh Kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling
lama 2 (dua) hari kerja sejak SPM diterima.
(3) Kuasa BUD berhak menolak permintaan pembayaran yang diajukan pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran bilamana:
a. pengeluaran tersebut melampaui pagu; dan/atau
b. tidak didukung oleh kelengkapan dokumen sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
Pasal 95
Tata cara penatausahaan bendahara pengeluaran diatur lebih lanjut dalam peraturan
kepala daerah.
Bagian Kelima
Akuntansi Keuangan Daerah
Pasal 96
(1) Pemerintah daerah menyusun sistem akuntansi pemerintah daerah yang mengacu
kepada standar akuntansi pemerintahan.
(2) Sistem akuntansi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan peraturan kepala daerah mengacu pada peraturan daerah tentang pengelolaan
keuangan daerah.
Pasal 97
Kepala daerah berdasarkan standar akuntansi pemerintahan menetapkan peraturan kepala
daerah tentang kebijakan akuntansi.
Pasal 98
(1) Sistem akuntansi pemerintah daerah paling sedikit meliputi:
a. prosedur akuntansi penerimaan kas;
b. prosedur akuntansi pengeluaran kas;
c. prosedur akuntansi aset;
d. prosedur akuntansi selain kas.
(2) Sistem akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan prinsip
pengendalian intern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IX
PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBD
Pasal 99
(1) Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyelenggarakan akuntansi atas transaksi
keuangan, aset, utang dan ekuitas dana, yang berada dalam tanggung jawabnya.
(2) Penyelenggaraan akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
pencatatan/penatausahaan atas transaksi keuangan di lingkungan SKPD dan
menyiapkan laporan keuangan sehubungan dengan pelaksanaan anggaran dan
barang yang dikelolanya.
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari laporan realisasi
anggaran, neraca, dan catatan atas laporan keuangan yang disampaikan kepada
kepala daerah melalui PPKD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun
anggaran berakhir.
(4) Kepala SKPD selaku pengguna anggaran/pengguna barang memberikan pernyataan
bahwa pengelolaan APBD yang menjadi tanggung jawabnya telah diselenggarakan
berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Pasal 100
(1) PPKD menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan
ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya.
(2) PPKD menyusun laporan keuangan pemerintah daerah terdiri dari:
a. Laporan Realisasi Anggaran;
b. Neraca;
c. Laporan Arus Kas; dan
Pasal 101
Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
Pasal 102
(1) Laporan keuangan pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat
(2) disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun
anggaran berakhir.
(2) Pemeriksaan laporan keuangan oleh BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan
dari pemerintah daerah.
(3) Apabila sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) BPK belum
menyampaikan laporan hasil pemeriksaan, rancangan peraturan daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 101 diajukan kepada DPRD.
Pasal 103
Kepala daerah memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap laporan
keuangan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan pemerintah daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (1).
BAB X
PENGENDALIAN
DEFISIT DAN PENGGUNAAN SURPLUS APBD
Bagian Pertama
Pengendalian Defisit APBD
Pasal 104
(1) Dalam hal APBD diperkirakan defisit ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk
menutupi defisit tersebut dalam peraturan daerah tentang APBD.
(2) Defisit APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditutup dengan pembiayaan
netto.
Pasal 105
Dalam rangka pengendalian fiskal nasional, Menteri Keuangan menetapkan batas
maksimal jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD.
Pasal 106
(1) Berdasarkan batas maksimal jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105, Menteri Keuangan setelah memperoleh
pertimbangan Menteri Dalam Negeri menetapkan batas maksimal defisit APBD
masing-masing daerah untuk setiap tahun anggaran.
Pasal 107
Defisit APBD dapat ditutup dari sumber pembiayaan:
a. sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) daerah tahun sebelumnya;
b. pencairan dana cadangan;
c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
d. penerimaan pinjaman; dan/atau
e. penerimaan kembali pemberian pinjaman.
Bagian Kedua
Penggunaan Surplus APBD
Pasal 108
Dalam hal APBD diperkirakan surplus, penggunaannya ditetapkan dalam peraturan
daerah tentang APBD.
Pasal 109
Penggunaan surplus APBD diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan dana
cadangan, dan/atau pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial.
BAB XI
KEKAYAAN DAN KEWAJIBAN
Bagian Pertama
Pengelolaan Kas Umum Daerah
Pasal 110
Semua transaksi penerimaan dan pengeluaran daerah dilaksanakan melalui rekening kas
umum daerah.
Pasal 111
(1) Dalam rangka pengelolaan uang daerah, PPKD membuka rekening kas umum daerah
pada bank yang ditentukan oleh kepala daerah.
(2) Dalam pelaksanaan operasional penerimaan dan pengeluaran daerah, kuasa BUD
dapat membuka rekening penerimaan dan rekening pengeluaran pada bank yang
ditetapkan oleh kepala daerah.
(3) Rekening penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk
menampung penerimaan daerah setiap hari.
(4) Saldo rekening penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setiap akhir hari
kerja wajib disetorkan seluruhnya ke rekening kas umum daerah.
(5) Rekening pengeluaran pada bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dengan
dana yang bersumber dari rekening kas umum daerah.
(6) Jumlah dana yang disediakan pada rekening pengeluaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disesuaikan dengan rencana pengeluaran untuk membiayai kegiatan
pemerintahan yang telah ditetapkan dalam APBD.
Pasal 113
(1) Biaya sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh bank umum didasarkan
pada ketentuan yang berlaku pada bank umum yang bersangkutan.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada belanja daerah.
Bagian Kedua
Pengelolaan Piutang Daerah
Pasal 114
(1) Setiap pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja, dan kekayaan
daerah wajib mengusahakan agar setiap piutang daerah diselesaikan seluruhnya
dengan tepat waktu.
(2) Pemerintah daerah mempunyai hak mendahului atas piutang jenis tertentu sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Piutang daerah yang tidak dapat diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu,
diselesaikan menurut peraturan perundang-undangan.
(4) Penyelesaian piutang daerah sebagai akibat hubungan keperdataan dapat dilakukan
melalui perdamaian, kecuali mengenai piutang daerah yang cara penyelesaiannya
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 115
(1) Piutang daerah dapat dihapuskan secara mutlak atau bersyarat dari pembukuan sesuai
dengan ketentuan mengenai penghapusan piutang negara dan daerah, kecuali
mengenai piutang daerah yang cara penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
(2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang menyangkut piutang
pemerintah daerah, ditetapkan oleh:
a. kepala daerah untuk jumlah sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah);
b. kepala daerah dengan persetujuan DPRD untuk jumlah lebih dari
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Bagian Ketiga
Pengelolaan Investasi Daerah
Pasal 116
Pemerintah daerah dapat melakukan investasi jangka pendek dan jangka panjang untuk
memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
Pasal 117
(1) Investasi jangka pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 merupakan
investasi yang dapat segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki selama 12
(dua belas) bulan atau kurang.
(2) Investasi jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116, merupakan
investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari 12 (dua belas) bulan.
Pasal 118
(1) Investasi jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) terdiri
dari investasi permanen dan non permanen.
Pasal 119
Pedoman Investasi permanen dan non permanen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118
ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Bagian Keempat
Pengelolaan Barang Milik Daerah
Pasal 120
(1) Barang milik daerah diperoleh atas beban APBD dan perolehan lainnya yang sah.
(2) Perolehan lainnya yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan/atau yang sejenis;
b. barang yang diperoleh dari kontrak kerja sama, kontrak bagi hasil, dan kerja sama
pemanfaatan barang milik daerah;
c. barang yang diperoleh berdasarkan penetapan karena peraturan perundang-
undangan;
d. barang yang diperoleh dari putusan pengadilan.
Pasal 121
(1) Pengelolaan barang daerah meliputi rangkaian kegiatan dan tindakan terhadap barang
daerah yang mencakup perencanaan kebutuhan, penganggaran, pengadaan,
penggunaan, pemanfaatan, pemeliharaan, penatausahaan, penilaian, penghapusan,
pemindahtanganan dan pengamanan.
(2) Pengelolaan barang daerah ditetapkan dengan peraturan daerah dan berpedoman
pada peraturan perundang-undangan.
Bagian Kelima
Pengelolaan Dana Cadangan
Pasal 122
(1) Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna mendanai kegiatan yang
penyediaan dananya tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran.
(2) Pembentukan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
peraturan daerah.
(3) Peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup penetapan tujuan,
besaran, dan sumber dana cadangan serta jenis program/kegiatan yang dibiayai dari
dana cadangan tersebut.
(4) Dana cadangan yang dibentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber
dari penyisihan atas penerimaan daerah kecuali DAK, pinjaman daerah, dan
penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran tertentu
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(5) Penggunaan dana cadangan dalam satu tahun anggaran menjadi penerimaan
pembiayaan APBD dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
Pasal 123
(1) Dana cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (1) ditempatkan pada
rekening tersendiri yang dikelola oleh PPKD.
(2) Dalam hal dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum digunakan
sesuai dengan peruntukannya, dana tersebut dapat ditempatkan dalam portofolio
yang memberikan hasil tetap dengan resiko rendah.
Bagian Keenam
Pengelolaan Utang Daerah
Pasal 124
(1) Kepala daerah dapat mengadakan utang daerah sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan dalam peraturan daerah tentang APBD.
(2) PPKD menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang pelaksanaan pinjaman
daerah.
(3) Biaya berkenaan dengan pinjaman daerah dibebankan pada anggaran belanja daerah.
Pasal 125
(1) Hak tagih mengenai utang atas beban daerah kedaluwarsa setelah 5 (lima) tahun sejak
utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang.
(2) Kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertunda apabila pihak yang
berpiutang mengajukan tagihan kepada daerah sebelum berakhirnya masa
kedaluwarsa.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk pembayaran
kewajiban bunga dan pokok pinjaman daerah.
Pasal 126
Pinjaman daerah bersumber dari:
a. pemerintah;
b. pemerintah daerah lain;
c. lembaga keuangan bank;
d. lembaga keuangan bukan bank; dan
e. masyarakat.
Pasal 127
(1) Penerbitan obligasi daerah ditetapkan dengan peraturan daerah setelah mendapat
persetujuan dari Menteri Keuangan.
(2) Persetujuan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri.
(3) Peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya
mencakup jumlah dan nilai nominal obligasi daerah yang akan diterbitkan.
(4) Penerimaan hasil penjualan obligasi daerah dianggarkan pada penerimaan
pembiayaan.
(5) Pembayaran bunga atas obligasi daerah dianggarkan pada belanja bunga dalam
anggaran belanja daerah.
Pasal 128
Pinjaman daerah berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Pertama
Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 129
Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah kepada
pemerintah daerah yang dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.
Pasal 130
(1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 meliputi pemberian pedoman,
bimbingan, supervisi, konsultasi, pendidikan, pelatihan, serta penelitian dan
pengembangan.
(2) Pemberian pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup perencanaan
dan penyusunan APBD, penatausahaan, pertanggungjawaban keuangan daerah,
pemantauan dan evaluasi, serta kelembagaan pengelolaan keuangan daerah.
(3) Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mencakup perencanaan dan penyusunan APBD, pelaksanaan, dan
pertanggungjawaban APBD yang dilaksanakan secara berkala dan/atau sewaktu-
waktu, baik secara menyeluruh kepada seluruh daerah maupun kepada daerah
tertentu sesuai dengan kebutuhan.
(4) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara
berkala bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota DPRD, perangkat
daerah, dan pegawai negeri sipil daerah.
Pasal 131
Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 untuk kabupaten/kota
dikoordinasikan oleh gubernur selaku wakil pemerintah.
Pasal 132
DPRD melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah tentang APBD.
Pasal 133
Pengawasan pengelolaan keuangan daerah berpedoman pada ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Kedua
Pengendalian Intern
Pasal 134
(1) Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan daerah, kepala daerah mengatur dan menyelenggarakan sistem
pengendalian intern di lingkungan pemerintahan daerah yang dipimpinnya.
(2) Pengaturan dan penyelenggaraan sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pemeriksaan Ekstern
Pasal 135
Pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan Daerah dilakukan oleh
BPK sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 136
(1) Setiap kerugian daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau
kelalaian seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
(2) Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena
perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan
kepadanya secara langsung merugikan keuangan daerah, wajib mengganti kerugian
tersebut.
(3) Kepala SKPD dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui bahwa
dalam SKPD yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak
manapun.
Pasal 137
(1) Kerugian daerah wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala SKPD kepada
kepala daerah dan diberitahukan kepada BPK selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
kerja setelah kerugian daerah itu diketahui.
(2) Segera setelah kerugian daerah tersebut diketahui, kepada bendahara, pegawai negeri
bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata melanggar hukum atau
melalaikan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (2) segera
dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian
tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian daerah
dimaksud.
(3) Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau tidak
dapat menjamin pengembalian kerugian daerah, kepala daerah segera mengeluarkan
surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang
bersangkutan.
Pasal 138
(1) Dalam hal bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang
dikenai tuntutan ganti kerugian daerah berada dalam pengampuan, melarikan diri,
atau meninggal dunia, penuntutan dan penagihan terhadapnya beralih kepada
pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris, terbatas pada kekayaan yang dikelola
atau diperolehnya, yang berasal dari bendahara, pegawai negeri bukan bendahara,
atau pejabat lain yang bersangkutan.
(2) Tanggung jawab pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris untuk membayar ganti
kerugian daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hapus apabila dalam
waktu 3 (tiga) tahun sejak keputusan pengadilan yang menetapkan pengampuan
kepada bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang
bersangkutan, atau sejak bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat
lain yang bersangkutan diketahui melarikan diri atau meninggal dunia,
pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris tidak diberi tahu oleh pejabat yang
berwenang mengenai adanya kerugian daerah.
Pasal 139
(1) Ketentuan penyelesaian kerugian daerah sebagaimana diatur dalam peraturan
pemerintah ini berlaku pula untuk uang dan/atau barang bukan milik daerah, yang
berada dalam penguasaan bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat
lain yang digunakan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
(2) Ketentuan penyelesaian kerugian daerah dalam peraturan pemerintah ini berlaku pula
untuk pengelola perusahaan daerah dan badan-badan lain yang menyelenggarakan
pengelolaan keuangan daerah, sepanjang tidak diatur dalam peraturan perundang-
undangan tersendiri.
Pasal 141
Kewajiban bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain untuk
membayar ganti rugi, menjadi kedaluwarsa jika dalam waktu 5 (lima) tahun sejak
diketahuinya kerugian tersebut atau dalam waktu 8 (delapan) tahun sejak terjadinya
kerugian tidak dilakukan penuntutan ganti rugi terhadap yang bersangkutan.
Pasal 142
(1) Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK.
(2) Apabila dalam pemeriksaan kerugian daerah ditemukan unsur pidana, BPK
menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 143
Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan
oleh kepala daerah.
Pasal 144
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara tuntutan ganti kerugian daerah diatur dengan
peraturan daerah dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
BAB XIV
PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH
Pasal 145
Pemerintah daerah dapat membentuk BLUD untuk :
a. menyediakan barang dan/atau jasa untuk layanan umum;
b. mengelola dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan
kepada masyarakat.
Pasal 146
(1) BLUD dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
(2) Kekayaan BLUD merupakan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola
dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLUD yang
bersangkutan.
Pasal 147
Pembinaan keuangan BLUD dilakukan oleh PPKD dan pembinaan teknis dilakukan oleh
kepala SKPD yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan.
Pasal 148
BLUD dapat memperoleh hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain.
Pasal 149
Seluruh pendapatan BLUD dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLUD
yang bersangkutan.
BAB XV
PENGATURAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
Pasal 151
(1) Ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah diatur dengan
peraturan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Berdasarkan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala daerah
menetapkan peraturan kepala daerah tentang sistem dan prosedur pengelolaan
keuangan daerah.
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 152
Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan
daerah sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah ini
dinyatakan tetap berlaku.
Pasal 153
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) dan Pasal 39 ayat (2)
dilaksanakan secara bertahap mulai tahun anggaran 2006.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (3) dilaksanakan mulai tahun
anggaran 2006.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), Pasal 53 ayat (1) dan ayat
(2) mulai dilaksanakan untuk penyusunan dan pelaksanaan APBD tahun anggaran
2007.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (1) dilaksanakan secara
bertahap mulai tahun anggaran 2007.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) dilaksanakan mulai tahun
anggaran 2009.
Pasal 154
Pemerintah daerah yang belum menetapkan RPJMD sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32 ayat (1), dokumen perencanaan daerah lainnya dapat digunakan sebagai pedoman
penyusunan RKPD.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 155
Ketentuan lebih lanjut tentang pengelolaan keuangan daerah diatur dengan peraturan
Menteri Dalam Negeri.
Pasal 156
Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini harus diselesaikan paling lambat 1 (satu)
tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini ditetapkan.
Pasal 157
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 105
Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4022) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Desember 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Desember 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
AD INTERIM,
ttd
YUSRIL IHZA MAHENDRA
TENTANG
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
A. Umum
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana
ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah yang dikuti dengan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah timbul hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang sehingga
perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan
keuangan daerah sebagaimana dimaksud merupakan subsistem dari sistem
pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Ayat (1)
Pasal 118
Ayat (2)
Pasal 134
SALINAN
MEMUTUSKAN:
Menetapkan PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN
ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN NOMOR
168/PMK.05/2015 TENTANG MEKANISME PELAKSANAAN
ANGGARAN BANTUAN PEMERINTAH PADA KEMENTERIAN
NEGARA/LEMBAGA.
Pasall
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 168/PMK.05/2015 tentang Mekanisme Pelaksanaan
Anggaran Bantuan Pemerintah Pada Kernenterian
Negara/Lembaga, diubah sebagai berikut:
Pasal 6
(1) PA menyusun pedoman umum dan petunjuk teknis
dalam rangka penyaluran Bantuan Pemerintah.
(2) PA menunjuk Pejabat Eselon I yang bertanggung
jawab terhadap program Bantuan Pemerintah dalam
rangka menyusun petunjuk teknis penyaluran
Bantuan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
Pasal 27
(1) Pencairan bantuan sarana/prasarana dalam bentuk
uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf
a, dilaksanakan berdasarkan perjanjian kerja sama
antara PPK dengan penenma bantuan
sarana/prasarana yang telah ditetapkan dalam
Surat Keputusan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23 ayat (4).
17. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 34 diubah, sehingga
Pasal 34 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 34
(1) Pencairan dana bantuan rehabilitasi dan/atau
pembangunan gedung/bangunan dalam bentuk
uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1)
dilakukan berdasarkan perjanjian kerja sama antara
PPK dengan:
Pasal 36
(1) Penerima bantuan rehabilitasi dan/ atau
pembangunan gedung/bangunan dalam bentuk
21. Ketentuan ayat (2) dan ayat (5) Pasal 40 diubah, sehingga
Pasal 40 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 40
(1) Pencairan bantuan lainnya yang memiliki
karakteristik Bantuan Pemerintah yang clitetapkan
oleh PA clalam bentuk uang sebagaimana climaksucl
clalam Pasal 38 ayat (1) clapat clilakukan secara
sekaligus atau bertahap.
(2) Penentuan pencairan secara sekaligus atau bertahap
sebagaimana climaksucl pacla ayat (1) clitetapkan
oleh KPA clengan mempertimbangkan jumlah clana
clan waktu pelaksanaan kegiatan.
(3) Pencairan clana bantuan lainnya yang memiliki
karakteristik Bantuan Pemerintah yang clitetapkan
oleh PA clalam bentuk uang yang cliberikan kepacla
perseorangan clilaksanakan secara sekaligus
berclasarkan Surat Keputusan.
(4) Pencairan clana bantuan lainnya yang memiliki
karakteristik Bantuan Pemerintah yang clitetapkan
oleh PA yang cliberikan kepacla Kelompok
Masyarakat clan Lembaga Pemerintah atau Lembaga
Non Pemerintah clapat clilakukan sekaligus atau
bertahap berclasarkan Surat Keputusan clan
perJanJian kerjasama antara penerima bantuan
lainnya yang memiliki karakteristik Bantuan
Pemerintah yang clitetapkan oleh PA clengan PPK.
(5) Perjanjian kerjasama sebagaimana climaksucl pacla
ayat (4) memuat:
a. hak clan kewajiban keclua belah pihak;
b. jumlah bantuan yang cliberikan;
c. tata cara clan syarat penyaluran;
cl. pernyataan kesanggupan penerima Bantuan
Pemerintah untuk menggunakan bantuan
sesuai rencana yang telah clisepakati;
e. pernyataan kesanggupan penerima Bantuan
Pemerintah untuk menyetorkan sisa clana yang
ticlak cligunakan ke Kas Negara;
f. sanksi; dan
Pasal II
1. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Penyaluran Bantuan Pemerintah untuk Tahun
Anggaran 2016 berpedoman pada Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015 tentang
Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan
Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga; dan
b. Pedoman umum dan petunjuk teknis penyaluran
Bantuan Pemerintah mulai Tahun Anggaran 2017
ditetapkan paling lambat pada tanggal
31 Desember 2016 dengan berpedoman pada
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
2. Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 November 20 16
_
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 17 November 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
ARIF_BI
NIP 11. 97109121997031001
LAMPI RAN
PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 173/PMK.05/2016
TENT ANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN
NOMOR 168/PMK.05/2015 TENTANG MEKANISME
PELAKSANAAN ANGGARAN BANTUAN PEMERINTAH PADA
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
<KOP SURAT>
berdasarkan Surat Keputusan Nomor ................. ..... (5) dan Perjanjian Kerja
Sama Nomor ............................. (6) mendapatkan Bantuan Operasional
........................ (7) sebesar ................................... (8)
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Sampai dengan bulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (9) telah menerima pencairan Tahap
Ke-. .... ............ .......... (10) dengan nilai nominal sebesar Rp.............
(..........) (11), dengan rincian penggunaan sebagai berikut:
a. Jumlah total dana yang telah diterima : Rp............ . (........) (12)
b. Jumlah total dana yang dipergunakan : Rp............ ( ........) (13)
c. Jumlah total sisa dana : Rp... .. ... ..... (........) (14)
2. Persentase jumlah dana bantuan operasional ........... (15) yang telah
digunakan adalah sebesar ............ (........ .) (16). .
(17)
(18)
Materai
Rp6.000,-
(19)
PETUNJUK PENGISIAN
SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB BELANJA
NO URAIAN ISIAN
(1) Diisi dengan nama lembaga penerima bantuan operasional
(2) Diisi dengan nama pimpinan lembaga penerima bantuan operasional
(3) Diisi dengan alamat lembaga penerima bantuan operasional
(4) Diisi dengan nama bantuan operasional (sekolah, madrasah, atau
lainnya)
(5) Diisi nomor dan tanggal Surat Keputusan Penetapan Penerima
Bantuan Operasional
(6) Diisi dengan nomor dan tanggal Perjanjian Kerja Sama
(7) Diisi dengan nama bantuan operasional (sekolah, madrasah, atau
lainnya)
(8) Diisi dengan nilai bantuan operasional berdasarkan Surat Keputusan
atau Perjanjian Kerja Sama
(9) Diisi dengan bulan dan tahun
(10) Diisi dengan tahap II, tahap III, atau tahap IV bantuan operasional
yang telah diterima
(11) Diisi dengan jumlah angka dan huruf bantuan operasional yang telah
diterima
(12) Diisi dengan jumlah angka dan huruf bantuan operasional yang telah
diterima
(13) Diisi dengan jumlah angka dan huruf bantuan operasional yang telah
dipergunakan
(14) Diisi dengan jumlah angka dan huruf bantuan operasional yang belum
dipergunakan
(15) Diisi dengan nama bantuan operasional (sekolah, madrasah, atau
lainnya)
(16) Diisi dengan persentase bantuan operasional yang belum
dipergunakan Uumlah pada angka 13 dibagi dengan jumlah pada
angka 12 dikali 100%)
(17) Diisi dengan nama kota, tanggal dan tahun SPTB ditandatangani
(18) Diisi dengan nama lembaga penerima bantuan operasional
(19) Diisi dengan nama pimpinan lembaga penerima bantuan operasional
<KOP SURAT>
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN BANTUAN OPERASIONAL
(19)
PETUNJUK PENGISIAN
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN BANTUAN OPERASIONAL
NO URAIAN ISIAN
(1) Diisi dengan nama lembaga penerima bantuan operasional
(2) Diisi dengan nama pimpinan lembaga penerima bantuan operasional
(3) Diisi dengan alamat lembaga penerima bantuan operasional
(4) Diisi dengan nama bantuan operasional (sekolah, madrasah, atau
lainnnya)
(5) Diisi dengan nomor dan tanggal Surat Keputusan Penetapan Penerima
Bantuan Operasional
(6) Diisi dengan nomor dan tanggal Perjanjian Kerja Sama
(7) Diisi dengan nama bantuan operasional (sekolah, madrasah, atau
lainnnya)
(8) Diisi dengan jumlah angka dan huruf bantuan operasional yang telah
diterima
(9) Diisi dengan jumlah angka dan huruf bantuan operasional yang telah
diterima
(10) Diisi dengan jumlah angka dan huruf bantuan operasional yang telah
dipergunakan
(11) Diisi dengan jumlah angka dan huruf bantuan operasional yang belum
dipergunakan
(12) Diisi dengan nama bantuan operasional (sekolah, madrasah, atau
lainnnya)
(13) Diisi dengan nama bantuan operasional (sekolah, madrasah, atau
lainnnya)
(14) Diisi dengan jumlah angka dan huruf bantuan operasional yang telah
dipergunakan
(15) Diisi dengan sisa jumlah angka dan huruf bantuan operasional yang
telah disetor ke Kas Negara Uumlah sama seperti angka 11)
(16) Diisi dengan nama bantuan operasional (sekolah, madrasah, atau
lainnnya)
(17) Diisi dengan nama kota, tanggal dan tahun laporan
pertanggungjawaban Bantuan Operasional ditandatangani
(18) Diisi dengan nama lembaga penerima bantuan operasional
(19) Diisi dengan nama pimpinan lembaga penerima bantuan operasional
<KOP SURAT>
LAPORAN KEMAJUAN PENYELESAIAN PEKERJAAN
NOMOR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (1)
. . . . . . . . . . . . . . . . . . , . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (17)
Pimpinan/Ketua Lembaga . . . . . . (18)
Materai
Rp6.000,-
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (19)
PETUNJUK PENGISIAN
LAPORAN KEMAJUAN PENYELESAIAN PEKERJAAN
NO URAIAN ISIAN
(1) Diisi dengan nomor Laporan Kemajuan Penyelesaian Pekerjaan
(2) Diisi dengan hari pembuatan Laporan Kemajuan Penyelesaian
Pekerjaan
(3) Diisi dengan tanggal pembuatan Laporan Kemajuan Penyelesaian
Pekerjaan
(4) Diisi dengan bulan pembuatan Laporan Kemajuan Penyelesaian
Pekerjaan
(5) Diisi dengan tahun pembuatan Laporan Kemajuan Penyelesaian
Pekerjaan
(6) Diisi dengan nama pimpinan penerima bantuan
(7) Diisi dengan nama lembaga penerima bantuan
(8) Diisi dengan alamat lembaga penerima bantuan
(9) Diisi dengan nomor dan tanggal Surat Keputusan Penetapan
Penerima Bantuan
(10) Diisi dengan nomor dan tanggal Perjanjian Kerja Sama
(11) Diisi dengan Jems bantuan yang diterima (sarana/prasana,
rehabilitasi/pembangunan gedung/bangunan atau bantuan lainnya
yang memiliki karakteristik Bantuan Pemerintah yang ditetapkan
oleh PA)
(12) Diisi dengan bentuk bantuan yang diterima (pembangunan ruang
kelas baru, pembangunan saluran irigasi, pengadaan bibit/pupuk,
atau lainnya)
(13) Diisi dengan jumlah angka dan huruf nilai bantuan yang diterima
sesuai dengan Surat Keputusan atau Perjanjian Kerja Sama
(14) Diisi dengan tanggal pembuatan Laporan Kemajuan Penyelesaian
Pekerjaan
(15) Diisi dengan bentuk bantuan yang diterima (pembangunan ruang
kelas baru, pembangunan saluran irigasi, pengadaan bibit/pupuk,
atau lainnya)
(16) Diisi dengan persentase kemajuan penyelesaian pekerjaan
(17) Diisi dengan kota dan tanggal pembuatan Laporan Kemajuan
Penyelesaian Pekerjaan
(18) Diisi dengan nama lembaga penerima bantuan
(19) Diisi dengan nama pimpinan penerima bantuan
<KOP SURAT>
Demikian Berita Acara Serah Terima ini dibuat dengan sebenarnya dan
ditandatangani oleh Para Pihak pada hari ini dan tanggal tersebut di atas,
untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (25) . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (27)
NIP ... . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . (28)
NO URAIAN ISI
(1) Diisi dengan nomor Berita Acara Serah Terima (BAST)
(2 ) Diisi dengan hari pembuatan BAST
(3) Diisi dengan tanggal pembuatan BAST
(4 ) Diisi dengan bulan pembuatan BAST
(5) Diisi dengan tahun pembuatan BAST
(6) Diisi dengan nama pimpinan / ketua/ kepala lembaga penerima
bantuan
(7) Diisi dengan nama lembaga penerima bantuan
(8) Diisi dengan alamat lembaga penerima bantuan
(9 ) Diisi dengan nama Pej abat Pembuat Komitmen (PPK)
( 1 0) Diisi dengan NIP PPK
(1 1) Diisi dengan nama S atker pemberi bantuan
( 1 2) Diisi alamat Satker pemberi bantuan
( 1 3) Diisi dengan nama pekerj aan yang dilaksanakan penerima bantuan
( 1 4) D iisi dengan nomor dan tanggal Surat Keputusan pemberian bantuan
( 1 5) Diisi dengan nomor dan tanggal Perj anj ian Kerj a S ama pemberian
bantuan
( 1 6) Diisi dengan jumlah angka dan huruf total dana bantuan yang
diterima
( 1 7) Diisi dengan j umlah angka dan huruf total dana bantuan yang telah
dipergunakan
( 1 8) D iisi dengan jumlah angka dan huruf total dana bantuan yang tidak
dipergunakan
( 1 9) Diisi dengan nama pekerj aan yang dilaksanakan penerima bantuan
(2 0 ) Diisi dengan jumlah angka dan huruf total dana bantuan yang telah
dipergunakan
(2 1 ) Diisi dengan nama pekerj aan yang dilaksanakan penerima bantuan
(2 2 ) Diisi dengan jumlah angka dan huruf total dana bantuan yang telah
di pergunakan
(2 3 ) Diisi dengan jumlah angka dan huruf total dana bantuan yang tidak
dipergunakan ijumlah sama seperti angka 1 8)
(2 4 ) Diisi dengan nama lembaga penerima bantuan
(2 5) Diisi dengan nama pimpinan / ketua/ kepala lembaga penerima
bantuan
(2 6) Diisi dengan nama S atker pemberi bantuan
(2 7) Diisi dengan nama PPK S atker pemberi bantuan
(2 8) Diisi dengan NIP PPK S atker pemberi bantuan
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDO NESIA,
ttd .
S RI MULYANI IND RAWATI
ARI F BINTAR
NIP
SALINAN
Mengingat 1 .Undang-Un
dang Nomor 21 Tahun 200 1 tentang
Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 2 0 0 1 Nomor 1 35, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4 15 1 )
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Un
dang
Nomor 35Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2 0 0 8 tentang Perubahan atas Undang-UndangNomor 2 1
Tahun 2 0 0 1 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua
Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2 0 0 8 Nomor 1 1 2 , Tambahan Lembaran
Negara RepublikIndonesiaNomor 4884);
2. Undang-UndangNomor 2 0 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (L
embaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2 003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara RepublikIndonesia Nomor 4 3 01 )
;
3.Undang-U
ndang Nomor 3 3 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (L
embaran Negara Republik
IndonesiaTahun 2 0 04 Nomor 1 26 , Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
4. Undang-Un
dang Nomor 1 1 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh(L
embaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2 0 06 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4633)
;
5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 20 1 2 tentang
Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2 0 1 2 Nomor 1 70 ,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 53
39)
;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 55Tahun 2 0 0 5 tentang
Dana Perimbangan(Le
mbaran Negara RepublikIndonesia
Tahun 2 0 05 Nomor 1 37 , Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4575)
;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2 0 1 0 tentang
Penyusunan Rencana Kerjadan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga (L
embaran Negara Republik Indonesia
tentang Petunjuk
Penyusunan dan PenelaahanRencana
Kerja
dan Anggaran Kementerian
Nega
r a/Lembaga (Be
rita
NegaraRepublikIndonesiaTahun 2 0 1 1 Nomor 365)
;
1 1 . Peraturan MenteriKeuangan Nomor 2 31 /PMK. 02/2 0 1 5
tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, dan
Alokasi Anggaran Bagian Anggaran Benciahara
Penetapan
Daftar Isian Pelaksanaan
Umum Negara, dan Pengesahan
Anggaran Bendahara Umum Negara (BeritaNegara
Republik Indonesia Tahun 2 0 1 5Nomor 1909
);
1 2. Peraturan MenteriKeuangan Nomor 4 8/PMK. 0 7 /2 0 16
tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan D ana
Desa(BeritaNegara Republik Indonesia Tahun 20 16
Nomor 477);
MEMU
TUS
KAN:
M enetapka
n PERATURAN MENTER!KEU
ANGAN TENTANG PERUBAHAN
ATAS PERATURAN MENTE RI KEUANGAN NOM O R
4 8/PMK.
07/20 1 6 TENTANG PENGELO LAAN TRAN S FER KE
DAERAH DAN DANA DESA.
Pasal I
Beberapa ketentuandalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 4 8/PMK.
07 /2 0 1 6 tentangPengelolaan Transfer ke
D aerah dan Dana Desa, diubah sebagai berikut:
1 . Kete
ntuan angka 33Pasal 1 dihapus dan di antara
angka 34 dan angka 35disisipkan 2 (dua)
angka yakni
angka 34a dan angka 34b, sehingga Pasal 1 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam PeraturanMenteriini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut
Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-
Undang Dasar Negara RepublikIndonesia
Tahun 1 945.
2. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau
walikota, dan perangkat daerah se bagai unsur
penyelenggara PemerintahanDaerah.
3. Daerah Otonomyang selanjutnya
disebut D aerah
adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah
berwenang
mengaturdan mengurus urusan pemerintahandan
kepentingan masyarakat sete
mpat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistemNegara Kesatuan
RepublikIndonesia.
4. Anggaran Pendap
atan dan BelanjaNegara yang
selanjutnyadisingkat APBN adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahannegara yang
disetujui
olehDewanPerwakilanRakyat.
5. Anggaran Pendapatandan BelanjaDaerah yang
selanjutnyadisingkat APBD adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan
daerah yang
disetujui
olehDewanPerwakilanRakyatDaerah.
6. Pendapatan
Asli Daerahyang selanjutnya
disingkat
PAD adalah pendapatan
yang diperoleh
Daerahyang
dip
ungut berdasarkan PeraturanDaerah sesuai
dengan peraturan
perundang-undangan.
7. Indikasi Kebutuhan
Dana Transfer ke Daerah dan
Dana Desa adalah indikasi dana yang perlu
dianggarkan dalam rangka pelaksanaan Transfer
keDaerahdan Dana Desa.
8. Rencana
Dana Pengeluaran
TransferkeDaerahdan
Dana Desaadalah rencana
kerja
dan anggaran yang
memuatrinciankebutuhandana dalam rangka
pelaksanaanTransferkeDaerahdan Dana Desa.
9. Transfer ke Daerah adalah bagian dari Belanja
Negara dalam rangka mendanai pelaksanaan
desentralisasi
fiskal berupa Dana Perimbangan,
Dana Insentif
Daerah, Dana Otonomi
Khusus, dan
Dana Keistimewaan
DaerahIstimewa
ogyakarta.
Y
10. Dana Perimbanganadalah dana yang dialokasikan
dalam APBN kepada daerah untuk mendanai
kebutuhandaerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi,
yang terdiri
atas Dana Transfer
Umum dan Dana TransferKhusus.
1 1 . Dana Transfer Umum adalah dana yang
dialokasikan dalam APBN kepada daerah untuk
daerahguna
digunakan sesuaidengankewenangan
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaandesentralisasi.
12. Dana Transfer Khusus adalah dana yang
dialokasikandalam APBN kepada daerah dengan
//
kualitaspelayanan KeluargaBerencana
yang
merata.
33. D1
hapus.
34.Dana Peningkatan
Kapasitas
Koperasi,
Usaha Kecil
Menengahdan Ketenagakerjaan
yang selanjutnya
disebut
Dana PK2U
K M dan Naker
adalahdana yang
digunakan untuk biaya operasional
penyelenggaraan
pelatihan
pengelolaan
koperasi
,
usaha kecil
menengah,
dan ketenagakerjaan.
34a.
Dana Tunjangan KhususGuruPegawai
Negeri
Si
pil
Daerah
yang selanjutnya
disebut
Dana TKG PNSD
adalah
tunjangan an ke
yang diberik pada guruPNS
D
sebagai
kompensansi
atas kesulitan
hidupdalam
melaksanakan
tugas didaerahkhusus, yaitu
di
desa yang termasukdalam kategori
sangat
tertinggal
menurut
indeks
desa membangun dari
Kementerian
Desa, Pembangunan
Daerah
Tertinggal
dan
Transm
i
grasi.
34b. Dana Pelayanan
Administrasi
Kependudukan
yang
selanjutnya
disebutDana Pelayanan
Adminduk
adalahdana yang digunakan
untuk menj
amin
keberlanjutan
dan keamanan
Sistem
Administrasi
Kependudukan
(S
AK)
terpadu
dalammenghasilkan
datadandokumen
kependudukan
yangakurat
dan
seragam
diseluruh
Indonesia.
35. DanaInsentifDaerah
yang selanjutnya
disingkat
DID adalah dana
yang dialokasikan
dalamAPBN
kepadadaerah
terten
tu berdasar
kan kri
teria
tertentu dengan
tujuan untuk memberikan
atas
penghargaan pencapaian
kinerja
tertentu.
36. Dana Otonomi Khusus adalahdana yang
untuk
dialokasikan membiayai
pelaksanaan
otonomi khusus suatu Daerah,sebagaimana
ditetapkan dalam
Undang-UndangNomor 35
Tahun 2008 tentang PenetapanPeraturan
Pemerintah
Pengganti
Undang-Undang
Nomor 1
Tahun 2008 tentang Perubahan atas
Undang-Undang
Nomor2 1 Tahun 2 0 0 1 tentang
Otonomi Khusus BagiProvinsi
Papua menjadi
dang, dan Undang-
Undang-Un Undang Nomor 1 1
Tahun2006tentan
gPemerintahan
Aceh.
37. Dana Keistimewaan
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
adalah dana yang dialokasikan untuk
penyelenggaraan
urusan keistimewaan
Daerah
sebagaimana
IstimewaYogyakarta, ditetapkan
Nomor 1 3 Tahun 2 0 1 2
dalamUndang-Undang
tentang
Keistimewaan
Daerah
Istimewa
Yogyakarta.
38. Dana Desaadalah
danayang dialokasikan
dalam
APBN yang diperuntukkan
bagi Desa yang
ditransfer
melaluiAPBD kabupaten/kota
dan
digunakan
untuk membiayai
penyelenggaraan
pemerintahan
, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan
kemasyarakatan,
dan pemberdayaan
masyarakat.
39.Bagian Anggaran Bendahara
Umum Negara
yang
selanjutnya
disingkat
BA BUN adalah
bagian
anggaran yang tidak
dikelompokkan
dalam
bagian
anggaran
kementerian
negara/lembaga.
40. Pengguna
Anggaran
Bendahara
Umum Negara yang
selanjutnya
disingkat
PA BUN adalahpejabat
pemegang kewenangan
penggunaan anggaran
kementerian
negara/lembaga.
4 1. PembantuPenggunaAnggaran
Bendahara
Umum
Negara
yangselanjutnya
disingkat
PPA BUN adalah
unit orgamsas1
di lingkungan Kementerian
Keuangan yang
ditetapkan
oleh Menteri
Keuangan
danbertanggungjawab
ataspengelolaan
anggaran
yangberasal dari
BUN.
BA
42. Kuasa Pengguna Anggaran
Bendahara
Umum
Negara
yangselanjutnya
disingkat
KPA BUN adalah
satuan kerja
pada
masing
-masing
PPA BUN baik
di
kantor pusat maupun kantor
daerah
atausatuan
kerja
di kementerian
negara/lembaga
yang
memperoleh
penugasan
dari
Menteri
Keuangan
untukmelaksanakan
kewenangan
dan tanggung
jawab
pengelolaan
anggaran
yang berasal
dari
BA
BUN.
43. KepalaDaerah
adalahgubernurbagi daerah
provms1
atau bupati bagi daerah
kabupaten
atau
walikota
bagi
daerah kota.
44. Rekening
Kas Umum Negara
yang selanjutnya
disingkat RKUN adalah
rekening
tempat
penyimpanan
uang negara
yang ditentukan
oleh
Menteri
Keuangan
selaku
Bendahara
Umum Negara
untukmenampung
seluruh penerimaan
negara
dan
membayar
seluruh
pengeluaran
negara
pada
bank
sentral.
45. Rekening
Kas Umum Daerahyang selanjutnya
disingkat
RKUD adalah rekening
tern
pat
peny1mpa
nan uang daerahyang ditentukan
oleh
gubernur, bupati, walikota
atau untuk menampung
seluruh
penerimaan
daerah
dan membayar
seluruh
pengeluaran
daerah
pada bank yangditetapkan.
46. DaftarIsian Pelaksanaan Anggaran Bendahara
Umum Negara
yang selanjutnya
disingkat
DIPA BUN
adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang
disusun oleh
PPABUN.
4 7. Surat
Keputusan
Penetapan
Rincian
Transfer
ke
Daerah
yang selanjutnya
disingkat
SKPRTD adalah
surat
keputusan
yang mengakibatkan
pengeluaran
atasbebananggaranyang memuat
rincian
jumlah
transfer setiap daerahjenis
menurut
transfer
dalam
periode
tertentu.
48. Surat
Permintaan
Pembayaranyang selanjutnya
disingkat
SPP adalah dokumenyang diterbitkan
oleh KPA BUN/Pejabat
PembuatKomitmen,
yang
berisi
permintaan
pembayarantagihankepada
negara.
49. SuratPerintah
Membayar yang selanjutnya
disingkat
SPM adalah dokumen
yang diterbitkan
oleh KPA BUN/Pejabat
PenandatanganSurat
Perintah
Membayar
ataupejabat
lainyang ditunjuk
untuk
mencairkan
dana yang bersumber
dari
DIPA
ataudokumen
lainyang dipersamakan.
50. Surat
Perintah
Pencairan
Dana yang selanjutnya
disingkat
SP2D adalah surat perintah
yang
diterbitkan
olehKantor Pelayanan
Perbendaharaan
Negara selaku Kuasa Bendahara
Umum Negara
untukpelaksanaan
pengeluaran
atasbeban APBN
berdasarkan
SPM.
5 1 . Pejabat
PembuatKomitmen
BendaharaUmum
Negara
yang selanjutnya
disingkat
PPK BUN adalah
pejabat yang
diberi
kewenangan
oleh
PA BUN/PPA
BUN/KPA BUN untuk mengambil keputusan
2. Ketentuan
ayat (6)
Pasal 2 diubah,sehinggaPasal 2
berbunyi
sebagai
berikut:
Pasal 2
( 1 )Transfer
keDaerah
dan Dana Desa, meli
puti:
a. Transfer
keDaerah;
dan
b. Dana Desa.
Transfer
(2) keDaerah,
terdiri
atas:
a. Dana Perimbangan;
b. DID
; dan
c. Dana Otonomi
Khusus dan Dana Keistimewaan
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
.
(3)
Dana Perimbangan
sebagaimanadimaksudpada
ayat(2)
hurufa, terdiri
atas:
a. Dana Transfer
Umum; dan
b. Dana Transfer
Khusus.
(4)Dana Transfer
Umum sebagaimana
dimaksud
pada
ayat(
3)hurufa, terdiri
atas:
a. DBH; dan
b. DAU.
(5)
DBH sebagaimana
dimaksud
pada ayat (4) huruf
a,
terdiri
atas:
a. DBH Pajak,
meliputi:
1. PBB;
2. PPh Pasal 21 dan PPh WPOPDN; dan
3.CHT.
b. DBH SDA, meliputi:
1. Minyak
Bumidan Gas Bumi;
2. PengusahaanPanas Bumi;
3. Mineral
dan Batubara;
4. Kehutanan;
dan
5.Perikanan
.
Dana Transfer
(6) Khusussebagaimana
dimaksud
pada
atas:
)hurufb, terdiri
ayat(3
a. DAKFisik,
meliputi:
1. DAKReguler;
2. DAK
Penugasan;dan
3.DAKAfirmasi.
b.DAKNonfisik,
meliputi:
1 . Dana BOS;
2.Dana BOP PAUD;
3. Dana TP GuruPNSD;
4. DTP GuruPNSD;
5.Dana BOKdan BOKB;
6.Dana PK2U
KM dan Naker;
7.Dana TKG PNSD ;dan
8. Dana Pelayanan
Adminduk.
Dana Otonomi
(7) Khusus sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(2)
hurufc,terdiri
atas:
a. Dana Otonomi Khusus
Provinsi
Aceh;
b.Dana Otonomi
Khusus Provinsi
Papua;
c.Dana Otonomi Papua Barat
Khusus Provinsi ;
d. Dana Tambahan Infrastruktur Provinsi
Papua;
clan
e.Dana Tambahan Infrastruktur
Provinsi
Papua
Barat.
(8)Dana BOS sebagaimana
dimaksudpada ayat(6)
hurufbangka 1 , terdiri
atas:
a. Dana BOSuntuk
daerah
tidak
terpencil;
dan
b.Dana BOSuntuk
daerah
terpencil.
3. Ketentuan
Pasal 7 iubah,sehinggaberbunyi
sebagai
berikut:
Pasal 7
()
1 Keuangan
Menteri c.
q. Direktur
Jenderal
Perimbangan
Keuangan berkoordinasi
dengan
Menteri
Perencanaan
PembangunanNasional/Kepala
Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional dan
menteri/
pimpinan
lembaga teknis,
menetapkan
jenis/bidang/
subbidang
dan kegiatan
DAKFisik.
(2)
Dalam rangkapenetapan
jenis/bidang/
subbidang
dan kegiatan
DAKFisik
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat ( 1 ) ,Meriteri
Perencanaan
Pembangunan
4. Di antara
Pasal 7dan Pasal 8 disisipkan 7 (tujuh)
pasal,
yakni Pasal
7A, Pasal 7B, Pasal7 C Pasal
, 7 D , Pasal 7E,
Pasal7F,dan Pasal 7Gsehingga
berbunyi
sebagaiberikut:
Pasal 7A
1 Berdasarkan
() penetapan
jenis/bidang/
subbidang dan
kegiatan
DAK Fisiksebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat( 1, )Menteri
Keuanganc.
q.Di
rektur
Jenderal
Perimban
gan Keuan
gan menyampaikan
suratpemberitahuan
kepada
KepalaDaerah.
(2)
Suratpemberitahuan
sebagaimana
dimaksudpada
ayat( 1 )
paling
, sedikit
memuat:
a. Jenis DAK
Fisik
yang dapat diusulkan oleh
Daerah;
b. bidang/subbidang DAK Fisik dan lingkup
kegiatandari masing-masing
bidang/
subbidang
DAK Fisik; dan
c.formatusulanDAK Fisik.
(3
) Formatusulan DAK Fisiksebagaimanadimaksud
pada ayat(2)
huruf c, terdiri atas:
a. Suratpengantar
Kepala
Daerah;
b. UsulanDAK Fisik
per
jenis/bidang/
subbidang;
c.Rekapitulasi
UsulanDAKFisik;
dan
d. Data pendukung.
(4)Dalam halterdapatperubahan
bidang DAK Fisik
setelah paian
penyam surat pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 )Me
, nteri
Keuan
gan c.
q. Direktur
Jenderal
Perimban
gan
Keuangan menyampaikanpemberitahuan
kepada
Kepala
Daerah.
Pasal7B
1 ) KepalaDaerah
( menetapkan
usulanDAKFisik
dengan
mengacu pada surat
pemberitahuan
sebagaimana
dimaksuddalam Pasal
7A.
Penetapan
(2) usulanDAKFisik
sebagaimanadimaksud
pada ayat(
1 )dilakukandengan mempertimbangkan:
a. kesesuaianusulan kegiatan
dengan prioritas
nasionaldan prioritas daerah;
b. sinkronisasi
usulankegiatan
antarbidang;
c.skala
prioritas
kegiatan
perbidang/
subbidang;
d. target output kegiatanyang akan dicapai,
masuk untuk memenuhi
ter StandarPelayanan
Minimum;
e.lokasi
pelaksanaan
kegiatan;
/I
Pasal 7C
(1)
Kepala
DaerahmenyampaikanUsulan DAK Fisik
sebagaimana dimaksuddalam Pasal 78 ayat ( 1 )
dalam bentuk dokumen fisik (hardcopy) dan
dokumen (softcopy) kepada:
elektronik
a. menteri/
pimpinan lembaga teknis terkaitc.
q.
sekretaris
jenderal/
sekretaris
utama;
b. Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional c.
q. Deputi Bidang
Pengembangan
Regional;dan
c.MenteriKeuangan c.
q. DirekturJenderal
Perimbangan
Keuangan.
(2)
Penyampaian usulan DAK Fisik kepada
menteri/
pimpinan lembaga teknis terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 )
hurufa tidak
termasuk
rekapitulasi
usulan DAK Fisiksebagaimana
dimaksud dalamPasal 7Aayat (3
)hurufc.
) Bupati/walikota menyampaikansalinan usulan DAK
(3
Fisiksebagaimanadimaksud pada ayat ( 1kepada
)
gubernur
.
(4)Usulan DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1
dan
) salinan usulan DAK Fisiksebagaimana
dimaksud pada ayat (3
) diterimapaling lambat
tanggal 1 5
Juni.
Dalam hal tanggal 1 5
(5) Junijatuhpada hariliburatau
hari yang
diliburkan,maka batas waktupenerimaan
usulan DAKFisik adalahpada harikerja
berikutnya.
Pasal 7D
(1)
Kementerian/lembaga
teknis terkait,Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, clan
Kementerian
Keuangan masing-masing
melakukan
verifikasi
usulan DAKFisik.
Verifikasi
(2) usulan DAKFisik
sebagaimana
dimaksud
pada ayat( 1 )
dilakukan
, terhadap:
a. kelengkapan
dan kesesuaian
format
U sulan DAK
Fisik
dengan formatsebagaimanadimaksud
dalam Pasal 7A ayat
(3)
;
b. pemenuhan
unsurkeabsahan
usulan DAKFisik;
c.kesesuaian
antararekapitulasi
usulan DAK Fisik
dengan nncian usulan DAK Fisikper
bidang/
subbidang;
d. kesesuaian
antaradokumen fisik(hardcopy)
dengan dokumen elektronik
(
softcopy) usulan
DAKFisik;
dan
e.waktupenyampaian
usulan DAKFisik.
Kementerian/lembaga
(3) teknis
terkait
dan Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/
Badan
Perencanaan
PembangunanNasionalmenyampaikan
hasilverifikasi
usulan DAKFisik
kepada
Kementerian
Keuangan c.
q.Direktorat
Jenderal
Perimbangan
Keuangan.
(4)Kementerian
Keuangan c.
q. Direktorat
Jenderal
Perimbangan
Keuangan mengkoordinasikan
hasil
verifikasi
usulan DAKFisik
se
bagaimana dimaksud
pada ayat (3)
.
Pasal 7E
( 1 )Kementerian/lembaga
teknisterkait,
Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional
, dan
Kementerian
Keuangan masing-masing
melakukan
penilaian
kelayakan
usulan DAK Fisik
berdasarkan
hasil koordinasi
sebagaimanadimaksud dalam
Pasal 7Dayat (4).
(2)
Penilaian
kelayakan usulan DAK Fisik
oleh
kementerian/lembaga
teknissebagaimana
dimaksud
pada ayat ( kukandenganmempertimbangkan:
1 )dila
//
Pasal 7F
(1)
Kementerian/lembaga
teknis menyusun hasil
penilaiankelayakan
usulan DAKFisikberupa
nama
kegiatan, output, satuanbiaya, dan lokasi
target
kegiatan
secara
berurutan
sesuai prioritas
kegiatan
per
bidang/subbidang DAK Fisik
per
daerah.
Kementerian Perencanaan
(2) Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional menyusun
hasil penilaiankelayakan
usulan
DAK Fisik berupa nama
kegiatan
dan lokus prioritas
kegiatan secara
berurutan
sesuai lokasi prioritas
kegiatanper bidang/subbidang DAK Fisik per
daerah.
(3)
Kementerian
Keuangan c.
q. Direktorat
Jenderal
PerimbanganKeuanganmenyusun hasil penilaian
kelayakanusulan DAK Fisik berupakesesuaian
antara
usulanDAK Fisik dengan
satuanbiaya per
kegiatan,
kinerja
penyerapan
DAKFisikdan capaian
output tahunsebelumnya.
Pasal 7G
( 1 ) Berdasarkan hasil penilaian kelayakan U sulan DAK
Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7F,
Kementerian Keuangan c . q. Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan, menyusun perkiraan .
kebutuhan dana per j enis / bidang/ subbidang DAK
Fisik per daerah .
(2) Perkiraan kebutuhan dana sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 ) dan
( hasil penilaian se bagaimana
dimaksud dalam Pasal 7F dibahas antara
Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional / Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, dan kementerian / lembaga
teknis .
(3) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dituangkan dalam notulensi pembahasan
antara Kementerian Keuangan, Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional / Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, clan
kementerian/ lembaga teknis .
Pasal 8
( 1) Dalam rangka menyusun kebutuhan pendanaan DAK
Nonfisik:
a. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
menyampaikan perkiraan kebutuhan D ana TP
Guru PNS D , DTP Guru PNS D , Dana TKG PNS D ,
Dana B O S , dan Dana BOP PAUD kepada Direktur
Jenderal Perimbangan Keuangan;
b. Kementerian Kesehatan dan Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional menyampaikan
perkiraan kebutuhan Dana BOK dan B O KB
kepada Direktur Jenderal Perimbangan
Keuangan;
c. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah dan Kementerian Ketenagakerj aan
menyampaikan perkiraan kebutuhan D ana
PK2UKM dan Naker kepada Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan; dan
d. Kementerian Dalam Negeri menyampaikan
perkiraan kebutuhan Dana Pelayanan Adminduk
kepada Direktur Jenderal Perimbangan
Keuangan .
(2) Perkiraan kebutuhan masing-masing Jen1s DAK
Nonfisik sebagaimana dimaksud .Pada ayat (1)
disampaikan paling lambat tanggal 2 1 bulan Januari .
(3) Dalam hal tanggal 2 1 Januari j atuh pada hari libur
atau hari yang diliburkah, maka batas waktu
penyampaian perkiraan kebutuhan masing-masing
Jen1s DAK Nonfisik adalah pada hari kerj a
berikutnya.
(4) B erdasarkan perkiraan kebutuhan pendanaan yang
disampaikan oleh kementerian/ lembaga teknis
terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pasal 1 0
Menteri Keuangan c . q. Direktur Jenderal Perimbangan
Keuangan dan Direktur J enderal Anggaran bersama
dengan Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional / Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional dan menteri/ pimpinan lembaga teknis
membahas arah kebij akan, s asaran, ruang lingkup, dan
pagu DAK Fisik.
Pasal 36A
Dalam hal perubahan data sebagaimana dimaksud
Pasal 18 ayat (2) huruf c dan ayat (3) terlambat
disampaikan, maka penghitungan dan penetapan
perubahan alokasi DBH SDA dapat dilakukan secara
proporsional berdasarkan alokasi DBH S DA menurut
provinsi/ kabupaten/ kota yang telah ditetapkan pada
tahun anggaran sebelumnya.
Pasal 40
( 1 )Kepala Badan Pusat Statistik menyampaikan data
dasar penghitungan DAU kepada Menteri Keuangan
c . q Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling
lambat bulan Juli, yang meliputi:
a. indeks pembangunan manusia;
Pasal 42
(1) B erdasarkan hasil pembahasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7G ayat (3) , Kementerian
Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional dan kementerian / lembaga teknis
melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah .
Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) ,
(2)
antara lain bertujuan untuk melakukan sinkronisasi
dan harmonisasi:
a. antar kegiatan bidang DAK Fisik pada setiap
daerah;
/I
Pasal 43
(1) Berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 , Kementerian Keuangan c . q.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan,
Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional / B adan Perencanaan Pembangunan
Nasional dan kementerian / lembaga teknis dapat
melakukan penyesuaian terhadap perkiraan
kebutuhan dana per j enis / bidang/ subbidang DAK
Fisik per daerah sebagaimana dimaksud Pasal 7G
ayat ( 1 ) .
(2) Perkiraan kebutuhan dana yang telah disesuaikan
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) dituangkan
dalam notulensi pembahasan antara Kementerian
Keuangan c . q. Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional / Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional dan kementerian/ lembaga teknis .
Pasal 43A
B erdasarkan perkiraan kebutuhan dana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7G ayat ( 1 ) dan / atau Pasal 4 3
ayat (2) dan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 , Kementerian Keuangan c . q Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan menyusun perhitungan
Pasal 44
( 1) Perhitungan alokasi DAK Fisik per
j enis / bidang/ subbidang setiap daerah sebagaimana
dimaksud pada Pasal 43A disampaikan oleh
Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada
saat Pembahasan Tingkat I Nota Keuangan dan
Rancangan Undang-Undang mengenai A PB N .
(2) B erdasarkan pagu dalam Rancangan Undang
Undang mengenai APBN yang telah disetuj ui oleh
D ewan Perwakilan Rakyat dan hasil pembahasan
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 )ditetapkan
,
alokasi DAK Fisik untuk setiap Daerah .
(3) Alokasi DAK Fisik untuk setiap Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Peraturan
Presiden mengenai rincian APB N .
1 3. Ketentuan ayat ( 1 )
dan ayat ( 2 ) Pasal 4 7 diubah dan di
antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni
ayat (2a) sehingga Pasal 4 7 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47
( 1 )Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan
penghitungan alokasi Dana BOP PAUD untuk
kabupaten/ kota, termasuk dana cadangan BOP
PAUD .
(2) Penghitungan alokasi Dana BOP PAUD sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1) dilakukan berdasarkan
jumlah peserta didik dikalikan dengan biaya satuan
per peserta didik.
Pasal 48
(1) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan
penghitungan alokasi Dana TP Guru PNS D untuk
provms1, kabupaten, dan kota, termasuk D ana
Cadangan TP Guru PNS D .
(2) Penghitungan alokasi Dana TP Guru PNS D
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan jumlah guru PNS D yang sudah
bersertifikasi profesi dikalikan dengan gaj i pokok.
(3) Penghitungan alokasi Dana TP Guru PNS D
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk
memperhitungkan adanya kurang salur dan sisa
dana di kas daerah atas penyaluran Dana TP Guru
PNS D pada tahun anggaran sebelumnya.
(4) Dalam melakukan penghitungan Dana TP Guru
PNS D sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1),
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan .
(5) Hasil penghitungan alokasi Dana TP Guru PNSD
untuk provinsi, kabupaten, dan kota sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1 ) disampaikan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan kepada Menteri
Keuangan c . q. Direktur Jenderal Perimbangan
Keuangan paling lambat hari kerj a terakhir bulan
Agustus .
(6) Hasil penghitungan alokasi Dana TP Guru PNS D
untuk provinsi, kabupaten, dan kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) digunakan sebagai bahan
kebij akan alokasi DAK Nonfisik untuk disampaikan
Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada
saat Pembahasan Tingkat I Nota Keuangan dan
Rancangan Undang - Undang mengenai A PB N .
Pasal 49
(1) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan
penghitungan alokasi DTP Guru PNSD untuk
provinsi, kabupaten, dan kota, termasuk D ana
Cadangan DTP Guru.
(2) Penghitungan alokasi DTP Guru PNS D sebagaimana
dimaksud pada ayat 1)
( dilakukan berdasarkan
jumlah guru PNSD yang belum bersertifikasi profe si
dikalikan dengan alokasi dana tambahan
penghasilan per orang per bulan sesuai dengan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai APB N
tahun sebelumnya.
(3) Penghitungan alokasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) termasuk memperhitungkan adanya kurang
salur dan sisa dana di kas daerah atas penyaluran
DTP Guru PNSD pada tahun anggaran sebelumnya.
(4) Dalam melakukan penghitungan DTP Guru PNS D
1 ) , Kernen terian
s e bagaimana dimaksud pada ayat (
Pendidikan dan Kebudayaan berkoordinasi dengan
Kementerian Keuangan .
(5) Hasil penghitungan alokasi DTP Guru PNS D untuk
provms1, kabupaten, dan kota sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1 ) disampaikan kepada Menteri
Pasal 5 1
(1) Kementerian Kesehatan dan Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional melakukan
penghitungan alokasi Dana BOK dan B O KB untuk
kabupaten / kota.
(2) Rincian alokasi Dana BOK sebagaimana dimaksud
pada ayat ( 1 ) , terdiri atas :
a. B O K;
b . Akreditasi Rumah Sakit;
c. Akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat; dan
d. Jaminan Persalinan.
Penghitungan
(3) alokasi Dana BOK sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1 ) dilakukan berdasarkan :
a. biaya operasional Pusat Kesehatan Masyarakat
dikalikan dengan jumlah Pusat Kesehatan
Masyarakat, untuk B O K;
b . biaya akreditasi rumah sakit dikalikan dengan
jumlah rumah sakit yang akan diakreditasi,
un tuk akredi tasi rum ah saki t;
c. biaya akreditasi Pusat Kesehatan M asyarakat
dikalikan dengan jumlah Pusat Kesehatan
Masyarakat yang akan diakreditasi, untuk
akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat; dan
d. biaya sewa rumah tunggu kelahiran ditambah
transportasi ibu bersalin, biaya persalinan,
operasional rumah tunggu kelahiran dan
konsumsi ibu bersalin dengan pendamping
dikalikan jumlah pasien ibu bersalin, untuk
j aminan persalinan .
(4) Penghitungan alokasi Dana BOKB sebagaimana
dimaksud dalam ayat ( 1 ) dilakukan berdasarkan :
a. biaya penyuluhan Keluarga Berencana dikalikan
dengan jumlah balai penyuluhan, untuk
operasional Balai Penyuluhan Keluarga
Berencana;
b . biaya distribusi dikalikan dengan jumlah fasilitas
kesehatan, untuk operasional distribusi alat dan
obat kontrasepsi; dan
c. biaya pergerakan program Keluarga B erencana
dikalikan dengan jumlah kampung Keluarga
Berencana, untuk operasional pergerakan
Program Keluarga Berencana di kampung
Keluarga Berencana.
(5) Penghitungan alokasi Dana BOK dan B O KB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
memperhitungkan sisa Dana BOK dan / atau B O KB di
kas daerah atas penyaluran dana B O K dan / atau
BOKB tahun anggaran sebelumnya.
II
Pasal 52
( 1) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah serta Kementerian Ketenagakerj aan
Pasal 52A
(1) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan
penghitungan alokasi Dana TKG PNS D untuk
provinsi, kabupaten, dan kota.
(2) renghitungan alokasi Dana TKG PNSD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan
jumlah guru PNSD di desa sangat tertinggal dikalikan
dengan gaj i pokok.
(3) Penghitungan alokasi Dana TKG PNS D sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) termasuk memperhitungkan
adanya kurang salur dan sisa dana di kas daerah
atas penyaluran Dana TKG PNS D pada tahun
anggaran sebelumnya.
(4) Dalam melakukan penghitungan D ana TKG PNS D
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) , Kementerian
Pasal 52B
(1) Kementerian Dalam Negeri menghitung alokasi D ana
Pelayanan Adminduk untuk provinsi, kabupaten, dan
kota.
(2) Penghitungan alokasi Dana Pelayanan Adminduk
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) adalah sebagai
berikut:
a. untuk provms1 berdasarkan jumlah
kabupaten/ kota yang dilayani dikalikan dengan
biaya satuan per kegiatan .
Pasal 67
(1) Penyaluran DBH PBB dan Biaya Pemungutan PBB
Migas dan PBB Pengusahaan Panas Bumi
dilaksanakan secara triwulanan, yaitu :
a. triwulan I paling lambat tanggal 3 1 Maret;
b. triwulan I I paling lambat tanggal 3 0 Juni;
c. triwulan III paling lambat tanggal 3 0 S eptember;
clan
d. triwulan I V paling lambat tanggal 3 1 D esember.
(2) Penyaluran DBH PBB dan Biaya Pemungutan PBB
Migas dan PBB Pengusahaan Panas Bumi
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. triwulan I dan triwulan II masing-masing sebesar
2 5% (dua puluh lima persen) dari pagu alokasi;
b. triwulan III paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh
persen) dari pagu alokasi; dan
c. triwulan IV berdasarkan selisih antara pagu
alokasi dengan jumlah dana yang telah
disalurkan pada triwulan I, triwulan II, dan
triwulan III .
Pasal 68
(1) Penyaluran DBH PPh Pasal 2 1 dan PPh WPOPDN
dilaksanakan secara triwulanan, yaitu :
a. triwulan I paling lambat tanggal 3 1 Maret;
b. triwulan I I paling lambat tanggal 3 0 Juni;
c. triwulan III paling lambat tanggal 30 S eptember;
clan
d. triwulan I V paling lambat tanggal 3 1 Desember.
Pasal 70
(1) Penyaluran DBH SDA dilaksanakan secara
triwulanan, yakni:
a. triwulan I paling lambat tanggal 3 1 Maret;
b. triwulan I I paling lambat tanggal 3 0 Juni;
c. triwulan III paling lambat tanggal 30 S eptember;
clan
d. triwulan I V paling lambat tanggal 3 1 D esember.
(2) Penyaluran DBH SDA Migas, Pertambangan Mineral
dan Batubara, dan Pengusahaan Panas Bumi
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. triwulan I dan triwulan II masing-masing sebesar
25% (dua puluh lima persen) dari pagu alokasi ;
b. triwulan I I I paling tinggi sebesar 3 0% (tiga puluh
persen) dari pagu alokasi; dan
c. triwulan IV berdasarkan selisih antara pagu
alokasi dengan jumlah dana yang telah
disalurkan pada triwulan I, triwulan II, dan
triwulan III.
(3) Penyaluran DBH SDA Kehutanan dan Perikanan
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
Pasal 73
( 1) Penyaluran DAK Fisik dilaksanakan secara
triwulanan per bidang, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. triwulan I paling cepat pada bulan Februari,
setelah Kepala Daerah menyampaikan dokumen
kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
berupa:
1. peraturan daerah mengenai APBD tahun
anggaran berj alan; dan
2. lapo ran realisasi penyerapan dana dan
capaian output kegiatan DAK Fisik s ampai
dengan triwulan terakhir tahun anggaran
sebelumnya.
b. triwulan I I , setelah Kepala Daerah menyampaikan
laporan realisasi penyerapan dana dan capaian
output kegiatan DAK Fisik triwulan I tahun
anggaran berj alan kepada Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan;
c. triwulan III , setelah Kepala D aerah
menyampaikan laporan realisasi penyerapan
dana dan capaian output kegiatan DAK Fisik
sampai dengan triwulan IItahun anggaran
Pasal 73A
(1) Penyaluran DAK Fisik pada bidang tertentu yang
pagu alokasinya kurang dari Rp l . 00 0 . 0 0 0 . 0 0 0 (satu
miliar rupiah) dapat dilaksanakan sekaligus sebesar
1 00% (seratus persen) dari pagu alokasi paling cepat
pada bulan April tahun berj alan .
(2) Penyaluran DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1) dilaksanakan setelah Kepala D aerah
menyampaikan kepada Menteri Keuangan c . q.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dokumen
persyaratan berupa:
a. peraturan daerah mengenai APBD tahun
anggaran berj alan; dan
b. laporan realisasi penyerapan dana dan capaian
output kegiatan DAK Fisik tahun anggaran
sebelumnya.
Pasal 74
( 1) Penyampaian laporan realisasi penyerapan dana dan
capaian output kegiatan DAK Fisik setiap triwulan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat ( 1 ) dan
laporan realisasi penyerapan dana dan capaian
output kegiatan DAK Fisik tahun anggaran
sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73A
ayat (2) huruf b disertai dengan rekapitulasi S P2 D
atas penggunaan DAK Fisik.
(2) Laporan realisasi penyerapan dana dan capaian
output kegiatan DAK Fisik dan rekapitulasi SP2D atas
penggunaan DAK fisik sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1 )
disampaikan dalam bentuk dokumen fisik
(hardcopy) dan dokumen elektronik (softcopy).
Pasal 7 5
(1) Dalam hal DAK Fisik hanya disalurkan sebagian
karena Daerah tidak memenuhi persyaratan, maka
pendanaan dan penyelesaian kegiatan dan / atau
kewaj iban kepada pihak ketiga atas pelaksanaan
kegiatan DAK Fisik menj adi tanggung j awab
pemerintah daerah .
(2) Laporan realisasi penyerapan dana dan capaian
output kegiatan DAK Fisik tahun anggaran
sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 3
ayat ( 1 ) huruf a angka 2 dan Pasal 7 3A ayat (2)
huruf b disampaikan paling lambat tanggal 2 1 Maret
bulan Maret tahun anggaran berikutnya.
(3) Dalam hal tanggal 2 1 Maret j atuh pada hari libur
atau hari yang diliburkan, maka batas waktu
penyampaian laporan realisasi penyerapan dana dan
capaian output kegiatan DAK Fisik tahun anggaran
sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
adalah pada hari kerj a berikutnya.
(4)Laporan
realisasi penyerapan dana dan capaian
output kegiatan DAK Fisik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 73A ayat (2) huruf b, disampaikan
dengan ketentuan :
a. penyerapan dana paling rendah 75% (tujuh puluh
lima persen) dari dana yang telah diterima di
RKU D ; dan
b. capaian output paling rendah 9 0% (sembilan
puluh persen) dari target output kegiatan .
(5) Laporan realisasi penyerapan dana dan capaian
output kegiatan DAK Fisik sebagaimana dimaksud
pada ayat (4)merupakan syarat penyaluran
tahun anggaran berikutnya.
(6) Laporan realisasi penyerapan dana dan capaian
output kegiatan DAK Fisik sebagaimana dimaksud
;I
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 96669
6
- 46 -
26. Ketentuan ayat ( 1 ) , ayat (2) , dan ayat (4) Pasal 7 6 diubah,
sehingga Pasal 76 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 76
(1) Penyaluran Dana BOS untuk daerah tidak terpencil
dilakukan secara triwulanan, yaitu :
a. triwulan I paling cepat bulan Januari;
b. triwulan I I paling cepat bulan April;
c. triwulan III paling cepat bulan Juli; dan
d. triwulan I V paling cepat bulan Oktober.
(2) Penyaluran Dana BOS pada tiap triwulan
sebagaimana dimaksud pad?- ayat (1) dilakukan
dengan rincian sebagai berikut:
a. triwulan I sebesar 20% (dua puluh persen) dari
pagu alokasi;
b. triwulan II sebesar 40% (empat puluh persen) dari
pagu alokasi; dan
c. triwulan III dan triwulan IV masing-masing
sebesar 20% (dua puluh persen) dari pagu
alokasi.
(3) Penyaluran Dana BOS untuk daerah terpencil
dilakukan secara semesteran, yaitu :
a. semester I paling cepat bulan Januari; dan
b. semester I I cepat bulan Juli .
(4) Penyaluran Dana BOS pada tiap semester
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
dengan rincian sebagai berikut:
a. semester I sebesar 60% (enam puluh persen) dari
pagu alokasi; dan
b. semester II sebesar 40% (empat puluh persen)
dari pagu alokasi.
Pasal 77
(1) Gubernur menyampaikan :
a. laporan realisasi penyaluran Dana B O S kepada
Menteri Keuangan c . q. Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan; dan
b. laporan realisasi penyerapan Dana B O S kepada
Menteri Keuangan c . q. Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan dan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan c . q. Direktur Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah .
(2) Laporan realisasi penyaluran Dana BOS sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1 ) huruf a disertai dengan
Rekapitulasi SP2D yang diterbitkan untuk
penyaluran Dana BOS .
(3) Laporan realisasi penyaluran Dana B O S sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan laporan realisasi
penyerapan Dana BOS sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1 ) huruf b disampaikan paling lambat:
a. minggu kedua bulan Februari untuk laporan
realisasi penyaluran dan laporan realisasi
penyerapan triwulan I ;
28. Ketentuan ayat ( 1 ) , ayat (2) , dan ayat (3) Pasal 7 8 diubah ,
sehingga Pasal 78 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 78
( 1) Dalam hal terdapat kurang dan / atau lebih salur
Dana B O S , perhitungan kurang dan / atau lebih salur
Dana BOS disampaikan dalam laporan realisasi
penyaluran Dana BOS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 77 ayat ( 1 ) huruf b .
(2) Berdasarkan laporan realisasi penyaluran D ana B O S
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan c . q. Direktur Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah menyampaikan
rekomendasi kurang dan / atau lebih salur Dana B O S
kepada Menteri Keuangan c . q. Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan .
Pasal 79
(1) Penyaluran Dana BOP PAUD dilakukan secara
sekaligus paling lambat tanggal 3 1 Maret.
(2) Kepala Daerah menyampaikan laporan realisasi
penyaluran dan laporan realisasi penyerapan D ana
BOP PAUD kepada Menteri Keuangan c . q. Direktur
Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat
tanggal 31 bulan Januari tahun anggaran
berikutnya.
(3) Dalam hal tanggal 3 1 Januari j atuh pada hari libur
atau hari yang diliburkan, maka batas waktu
penyampaian laporan realisasi penyaluran dan
laporan realisasi penyerapan Dana BOP PAUD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pada
hari kerj a beriku tnya.
(4) Laporan realisasi penyaluran Dana BOP PAUD dan
laporan realisasi penyerapan Dana BOP PAUD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
syarat penyaluran Dana BOP PAUD .
(5) Laporan realisasi penyaluran Dana BOP PAUD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan
Rekapitulasi SP2 D atas penyaluran Dana B O P PAUD .
(6) Laporan realisasi penyaluran dan laporan realisasi
penyerapan Dana BOP PAUD sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disampaikan dalam bentuk dokumen
fisik (hardcopy) dan dokumen elektronik (softcopy)
melalui aplikasi.
(7) Dalam hal terdapat kurang salur Dana B O P PAUD
pada tahun anggaran berj alan akan diperhitungkan
dengan dana cadangan Dana BOP PAUD .
(8) Penyaluran dana cadangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) dilakukan berdasarkan surat
rekomendasi dari Menteri Pendidikan clan
//
Pasal 80
( 1 ) Penyaluran Dana TP Guru PNSD dilaksanakan secara
triwulanan, yaitu :
a. triwulan I paling cepat pada bulan Maret;
b. triwulan I I paling cepat pada bulan Juni;
c. triwulan III paling cepat pada bulan S eptember;
clan
d. triwulan IV paling cepat pada bulan November.
(2) Penyaluran dana sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1 )dilaksanakan , dengan nnc1an sebagai
berikut:
a. triwulan I sebesar 30% (tiga puluh persen) dari
pagu alokasi;
b. triwulan II dan triwulan III masing-masing
sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pagu
alokasi; dan
c. triwulan I V sebesar 2 0 % (dua puluh persen) dari
pagu alokasi .
(3) Pemerintah daerah kabupaten/ kota waj ib
membayarkan Dana TP Guru PNS D kepada guru
yang berhak dan memenuhi persyaratan yang
ditentukan, paling lama 7 (tujuh) hari kerj a setelah
diterimanya Dana TP Guru PNS D di RKUD
kabupaten/ kota.
(4) Kepala Daerah membuat dan menyampaikan laporan
realisasi pembayaran Dana TP Guru PNS D kepada
Menteri Keuangan c . q. Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan secara semesteran, dengan ketentuan
sebagai berikut:
Pasal 8 1
( 1) Penyaluran DTP Guru PNSD dilaksanakan secara
triwulanan, yaitu:
a. triwulan I paling cepat pada bulan Maret; .
b. triwulan I I paling cepat pada bulan Juni;
c. triwulan III paling cepat pada bulan S eptember;
dan
d. triwulan IV paling cepat pada bulan November.
(2) Penyaluran dana sebagaimana dimaksud pada ayat
( 1 ) dilaksanakan dengan rincian sebagai berikut:
a. triwulan I sebesar 30% (tiga puluh persen) dari
pagu alokasi;
b. triwulan II dan triwulan III sebesar mas1ng
masing 2 5% (dua puluh lima persen) dari pagu
alokasi; dan
c. triwulan IV sebesar 2 0 % (dua puluh persen) dari
pagu alokasi.
(3) Pemerintah daerah kabupaten / kota waj ib
membayarkan DTP Guru PNSD kepada guru yang
berhak menerima, paling lama 7 (tuj uh) hari kerj a
setelah diterimanya DTP Guru PNS D di RKUD
kabupaten/ kota.
(4) Kepala Daerah membuat dan menyampaikan laporan
realisasi pembayaran DTP Guru PNSD kepada
Menteri Keuangan c . q. Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan secara semesteran, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. semester I disampaikan paling lambat mmggu
kedua bulan September; dan
Pasal 8 1 A
(1) Penyaluran Dana TKG PNSD dilaksanakan secara
triwulanan, yaitu :
a. triwulan I paling cepat pada bulan Maret;
b. triwulan I I paling cepat pada bulan Juni;
c. triwulan III paling cepat pada bulan September;
dan
d. triwulan I V paling cepat pada bulan November.
(2) Penyaluran dana sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1 ) dilaksanakan dengan rincian sebagai berikut:
a. triwulan I sebesar 30% (tiga puluh persen) dari
pagu alokasi;
b. triwulan II dan triwulan III masing-masingsebesar
25% (dua puluh lima persen) dari pagu alokasi;
dan
c. triwulan I V sebesar 2 0 % (dua puluh persen) dari
pagu alokasi .
(3) Pemerintah daerah provinsi / kabupaten/ kota waj ib
menyalurkan Dana TKG PNSD kepada guru yang
berhak menerima, paling lama 7 (tuj uh) hari kerj a
setelah diterimanya Dana TKG PNSD di RKUD
provinsi/ kabupaten/ kota.
(4) Kepala Daerah membuat dan menyampaikan laporan
realisasi prmbayaran Dana TKG PNS D kepada
Menteri Keuangan c . q. Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan secara semesteran, dengan ketentuan
se bagai beriku t:
a. seme:?ter I disampaikan paling lambat minggu
kedua bulan September; dan
b. semester II disampaikan paling lambat minggu
kedua bulan Maret tahun anggaran berikutnya.
(5) Dalam hal pemerintah daerah provinsi/ kabupaten/
kota tidak membayarkan Dana TKG PNS D sesuai
Pasal 83
(1) Penyaluran Dana BOK untuk daerah tidak terpencil
dilakukan secara triwulanan, yaitu :
a. triwulan I paling cepat bulan Februari;
b. triwulan I I paling cepat bulan April;
c. triwulan III paling cepat bulan Juli; dan
d. triwulan I V paling cepat bulan Oktober.
(2) Penyaluran Dana BOK pada tiap triwulan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
masing-masing sebesar 2 5% (dua puluh lima persen)
dari pagu alokasi.
) Penyaluran
(3 Dana BOK untuk daerah terpencil
dilakukan secara semesteran, yaitu:
a. semester I paling cepat bulan Februari; clan
b. semester I I cepat bulan Agustus .
(4) Penyaluran Dana BOK pada tiap semester
sebagaimana dimaksud pada ayat ) dilakukan
(3
masing-masing sebesar 50% (lima puluh persen) dari
pagu alokasi .
(5) Pemerintah kabupaten/ kota waj ib menyalurkan
Dana BOK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 1
ayat (2) kepada Pusat Kesehatan Masyarakat dalam
kabupaten/ kota yang bersangkutan paling lama 1 4
(empat belas) hari kerj a setelah pemerintah
kabupaten/ kota menerima permintaan penyaluran
Dana BOK dari Pusat Kesehatan Masyarakat.
(6) Penyaluran Dana BOK sebagaimana dimaksud
ayat (3) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pengelolaan
keuangan daerah .
(7) Kepala Daerah bertanggung j awab atas penggunaan
Dana BOK.
Pasal 84
(1) Penyaluran Dana BOKB dilaksanakan secara
semesteran, yaitu :
a. semester I paling cepat bulan Februari; dan
b. semester I I paling cepat bulan Agustus .
(2) Penyaluran dana BOKB sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1) dilaksanakan masing-masing semester
sebesar 50% (lima puluh persen) dari pagu alokasi .
(3) Kepala Daerah bertanggung j awab atas penggunaan
Dana BOKB .
Pasal 8 5
( 1) Penyaluran Dana PK2UKM dan Dana P K Naker
dilakukan secara bertahap, yaitu:
a. tahap I paling cepat bulan Maret; dan
b. tahap I I paling cepat bulan Agustus .
(2) Penyaluran Dana PK2UKM dan Dana PK Naker p ada
tiap tahap sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 )
dilakukan masing-masing sebesar 5 0 % (lima puluh
persen) dari pagu alokasi.
(3) Kepala Daerah menyampaikan laporan realisasi
penyaluran dan laporan realisasi penyerapan D ana
PK2UKM dan Dana PK Naker setiap tahap kepada
Menteri Keuangan c . q. Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. paling lambat tanggal 31 Oktober untuk
penyerapan dan penggunaan tahap I ; dan
b. paling lambat tanggal 3 1 Januari tahun anggaran
berikutnya untuk penyerapan dan penggunaan
tahap II;
( 4) Dalam hal batas waktu se bagaimana dimaksud pada
ayat (3) j atuh pada hari libur atau hari yang
diliburkan, maka batas waktu penyampaian laporan
realisasi penyaluran dan laporan realisasi
penyerapan Dana PK2 UKM dan Dana PK N aker
setiap tahap adalah pada hari kerj a berikutnya.
(5) Laporan realisasi penyaluran dan laporan realisasi
penyerapan Dana PK2UKM dan Dana PK Naker
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan
syarat penyaluran Dana PK2UKM dan D ana PK
Naker tahap berikutnya.
(6) Laporan realisasi penyaluran Dana PK2UKM dan
Dana PK Naker sebagaimana dimaksud pada ayat (3
)
Pasal 85A
( 1) Penyaluran Dana Pelayanan Adminduk dilakukan
secara sekaligus paling lambat bulan Maret.
(2) Kepala Daerah menyampaikan laporan realisasi
penyerapan dan laporan realisasi penggunaan D ana
Pelayanan Adminduk kepada Menteri Keuangan c . q.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dan
Menteri Dalam Negeri paling lambat tanggal 31
Januari tahun anggaran berikutnya.
(3) Laporan realisasi penyerapan dan laporan realisasi
penggunaan Dana Pelayanan Adminduk sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) merupakan syarat
penyaluran Dana Pelayanan Adminduk.
(4) Laporan realisasi penyerapan Dana Pelayanan
Adminduk sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disertai dengan Rekapitulasi SP2D atas penyaluran
Dana Pelayanan Adminduk.
(5) Laporan penggunaan Dana Pelayanan Adminduk
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan
Pasal 8 5 B
(1) Berdasarkan laporan realisasi penyaluran dan
penyerapan DAK Nonfisik dari Daerah :
a. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
melakukan verifikasi atas kebutuhan riil D ana
BOS, Dana BOP PAUD, Dana TP Guru PNSD , DTP
Guru PNSD , dan TKG PNS D ;
b. Kementerian Kesehatan melakukan verifikasi atas
kebutuhan riil Dana BOK;
c. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
melakukan verifikasi atas kebutuhan riil D ana
BOKB ;
d. Kementerian Koperasi dan U saha Kecil dan
Menengah melakukan verifikasi atas kebutuhan
riil Dana P2UKM; dan
e. Kementerian Ketenagakerj aan dan Transmigrasi
melakukan verifikasi atas kebutuhan riil D ana
Peningkatan Kapasitas Ketenagakerj aan .
f. Kementerian Dalam Negeri melakukan verifikasi
atas kebutuhan riil Dana Pelayanan Adminduk.
(2) Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 )
disampaikan dalam bentuk rekomendasi kep ada
Menteri Keuangan c . q. Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan .
(3) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diterima paling lambat:
a. 30 (tiga puluh) hari kerj a sebelum triwulan
berj alan berakhir untuk BOS daerah tidak
terpencil, BOK dan BOKB , Dana TP Guru PNS D ,
DTP Guru PNS D , dan dana TKG PNSD .
b. 30 (tiga puluh) hari kerj a sebelum semester
berj alan berakhir untuk Dana BOS daerah
terpencil.
Pasal 9 3
( 1) Pemotongan penyaluran Transfer k e Daerah dan
Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 2
ayat ( 1 ) dapat dilakukan dalam hal antara lain
terdapat:
a. kelebihan pembayaran atau kelebihan penyaluran
Transfer ke Daerah dan Dana D esa, termasuk
DBH CHT yang tidak digunakan sesua1
peruntukannya dan/ atau tidak dianggarkan
kembali pada tahun anggaran berikutnya;
b. tunggakan pembayaran pinj aman daerah;
c. tidak dilaksanakannya hibah daerah induk
kepada daerah otonomi baru;
d. daerah yang tidak menganggarkan alokasi dana
desa (ADD) ; dan
e. pelanggaran kebij akan di bidang paj ak daerah
dan retribusi daerah .
f. Pembebanan keuangan negara atas biaya yang
timbul akibat adanya tuntutan hukum dan / atau
putusan peradilan atas kasus/ sengketa hukum
yang melibatkan Pemerintah Daerah .
//
/I
//
Pasal 94
(1) Pembayaran kembali penyaluran Tran sfe r ke D ae rah
clan Dana Desa yang ditunda dan / atau dihentikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (2)
dilakukan setelah :
a. dicabutnya sanksi penundaan;
b. dipenuhinya kewaj iban daerah dalam tahun
anggaran berj alan; atau
c. batas waktu pengenaan sanksi penundaan
berakhir sesuai ketentuan peraturan perunclang
undangan .
(2) Pembayaran kembali DBH CHT yang dituncla
dilakukan bersamaan dengan penyaluran triwulan
berikutnya setelah seluruh persyaratan setiap
triwulan terpenuhi .
Pasal 1 02
( 1) Transfer ke Daerah yang penggunaannya bersifat
umum se bagaimana dimaksud dalam Pas al 1 00
ayat ( 1) digunakan sesuai dengan kebutuhan dan
prioritas daerah .
Pasal 1 07
( 1) DAK Penugasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (6) huruf a angka 2 diprioritaskan
penggunaannya untuk mendanai bidang/ subbidang
dalam rangka pencapaian prioritas nasional dalam
Rencana Kerj a Pemerintah .
Bidang/ subbidang
(2) sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1 ) , antara lain :
a. Pendidikan;
b. Kesehatan;
c. Air Minum;
d. Sanitasi;
e. Jalan;
f. Pasar;
g. Irigasi;
h. Energi Skala Kecil .
(3) Cakupan bidang/ subbidang sebagaimana dimaksud
dapat disesuaikan setiap tahun sesuai
pada ayat (2)
prioritas nasional yang ditetapkan dalam Rencana
K rj a Pemerintah dan Undang-Undang mengenai
APB N .
Pasal 1 1 0
( 1) Dalam hal terdapat sisa DAK atau s1sa DAK Fisik
pada bidang/ subbidang/ subj enis yang output
kegiatannya sudah tercapai, maka s1sa tersebut
dapat digunakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk mendanai kegiatan DAK Fisik p ada
bidang/ subbidang/ subj enis yang sama; dan / atau
b. untuk mendanai kegiatan DAK Fisik pada
bidang/ subbidang/ subj enis tertentu sesuai
kebutuhan daerah,
dengan menggunakan petunjuk teknis tahun
anggaran berj alan .
Dalam hal terdapat s1sa DAK atau s1sa DAK Fisik
(2) .
Pasal 1 1 1
( 1) Sisa Dana BOS tahun anggaran 2 0 1 1 pada RKUD
kabupaten / kota waj ib disetor oleh Daerah ke RKUN
melalui Bank/ Pos Persepsi dengan cara penyetoran
penerimaan negara bukan paj ak secara elektronik
melalui Sistem Informasi Penerimaan Negara Bukan
Paj ak Online (SIMPON!) atau menggunakan formulir
Surat Setoran Bukan Paj ak (SSBP) paling lambat
bulan April Tahun Anggaran 2 0 1 7 .
(2) Sisa Dana BOS Tahun Anggaraii. 2 0 1 1 sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1) merupakan sisa yang
ditetapkan berdasarkan dokumen sumber Laporan
Hasil Monitoring Sisa Dana BOS Tahun Anggaran
2 0 1 1 pada pemerintah daerah penerima alokasi D ana
BOS Tahun Anggaran 2 0 1 1 yang dipe.roleh dari
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) .
(3) Rincian Sisa Dana BOS Tahun Anggaran 2 0 1 1 dan
tata cara pengisian SIMPON! sebagaimana dimaksud
pada ayat ( 1 ) ditetapkan lebih lanjut dalam Peraturan
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan .
(4) Tata cara penyetoran Sisa Dana BOS Tahun
Anggaran 2 0 1 1 ke Bank/ Pos Persepsi sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1 ) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
tata cara penyetoran penerimaan negara.
Pasal 1 1 2
(1) Dalam hal sampai dengan bulan April Tahun
Anggaran 20 1 7 masih terdapat Sisa D ana B O S
Tahun Anggaran 2 0 1 1 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 1 1 ayat (3) di daerah, maka penyelesaian
pengembalian Sisa Dana B O S Tahun Anggaran 2 0 1 1
tersebut dilakukan dengan cara pemotongan DAU
dan / atau DBH Tahun Anggaran 20 1 7 .
(2) Pemotongan DAU dan/ atau DBH dilakukan oleh
Menteri Keuangan c . q. Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan .
(3) Konfirmasi terhadap pemotongan DAU dan / atau
DBH dimuat dalam Lembar Konfirmasi Transfer.
(4) Lembar Konfirmasi Transfer sebagaimana dimaksud
pada . ayat (3) disampaikan oleh Menteri Keuangan
c . q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
kepada pemerintah daerah setiap triwulanan .
Pasal 1 1 3A
(1) Dalam hal Daerah mengalami kesulitan likuiditas
sebagai akibat dari realisasi penerimaan daerah tidak
mencukupi untuk mendanai kegiatan yang sudah
ditetapkan dalam APB D , maka Pemerintah D aerah
dapat memanfaatkan sisa dana Transfer ke D aerah
dan Dana Desa yang sudah ditentukan
penggunaannya se bagaimana dimaksud dalam Pasal
1 0 0 ayat (2) .
(2) Sisa dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang
sudah ditentukan penggunaannya sebagaimana
Pasal 1 1 38
Rincian j enis dan besaran atas pemanfaatan s1sa dana
Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang sudah
ditehtukan penggunaannya dicatatkan dalam Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah tahun anggaran berkenaan .
Pasal 1 1 3 C
Pemanfaatan Sisa dana Transfer ke Daerah dan Dana
Desa yang sudah ditentukan penggunaannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal l 1 4A ayat 3
dianggarkan kembali sesuai dengan peruntukannya pada
prioritas pertama dalam APBD tahun anggaran
berikutnya.
/,/
Pasal l 1 3D
(1) Pemanfaatan sisa dana Transfer ke D aerah dan D ana
Desa yang sudah ditentukan penggunaannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 1 3A ayat 3 dan
penganggaran kembali atas pemanfaatan s1sa
Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang sudah
ditentukan penggunaannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal l 1 3 C, dilaporkan oleh Pemerintah
Daerah kepada Menteri Keuangan c . q. Direktur
Jenderal Perimbangan Keuangan dan Menteri D alam
Negeri c . q. Direktur Jenderal Bina Keuangan D aerah .
(2) Laporan pemanfaatan sisa dana Transfer ke D aerah
dan Dana Desa yang sudah ditentukan
penggunaannya sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1 ) , paling kurang memuat:
a. j enis dan jumlah sisa;
b. rincian pemanfaatan dan besarannya.
(3) Laporan penganggaran kembali sisa dana Transfer ke
Daerah dan Dana Desa yang sudah ditentukan
penggunaannya sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1 ) , paling kurang memuat j enis dan j umlah
yang dianggarkan kembali .
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) disampaikan oleh Pemerintah Daerah kepada
Menteri Keuangan c . q. Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan dan Menteri Dalam Negeri
c . q. Direktur Jenderal Bina Keuangan D aerah paling
lambat bulan Maret tahun anggaran berikutnya.
Pasal l 1 3E
Dalam hal Pemerintah Daerah tidak menyampaikan
laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 1 3 D ayat (2)
dan ayat (3) dan/ atau daerah tidak menganggarkan
kembali sisa dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa
yang sudah dimanfaatkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 1 3C, Menteri Keuangan dapat melakukan
penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum dan / atau
Pasal 1 1 4
(1) Pemerintah daerah waj ib menyampaikan bukti
pembuatan tagihan atau billing dan bukti
penerimaan negara atas setoran penerimaan negara
bukan paj ak secara elektronik melalui Sistem
Informasi Penerimaan Negara Bukan Paj ak Online
(SIMPON!) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 1 1
ayat ( 1 ) yang telah mendapatkan Nomor Transaksi
Penerimaan Negara (NTPN) , N om or Transaksi
Bank/ Nomor Transaksi Pos (NTB / NTP) dan tanggal
kepada Menteri Keuangan c . q. Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan melalui Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara paling lainbat bulan Mei
Tahun Anggaran 2 0 1 7 .
(2) Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
menyampaikan salinan Surat Setoran Bukan Paj ak
(SSBP) sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) dari
seluruh pemerintah daerah dalam wilayah kerj anya
kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan .
(3) Penyampaian salinan Surat Setoran Bukan Paj ak
(SSBP) sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan paling lambat tanggal 31 Mei Tahun
Anggaran 2 0 1 7 .
(4) B erdasarkan salinan Surat Setoran Bukan Paj ak
(SSBP) yang disampaikan oleh Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) , Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan melakukan penelitian dan
menyusun rekapitulasi salinan Surat Setoran Bukan
Pasal 1 1 7A
(1) Dalam hal terj adi keadaan force ma1eur yang
menyebabkan tidak dapat dilaksanakannya kegiatan
DAK Fisik di daerah, maka kekurangan penyaluran
DAK Fisik dapat dialokasikan kembali atau
disalurkan pada tahun anggaran berikutnya sesuai
mekanisme penganggaran APB N .
(2) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan
kementerian / lembaga teknis melakukan verifikasi
atas keadaan force majeur di daerah se bagaimana
dimaksud pada ayat ( 1 ) .
(3) B erdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) , Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan dan kementerian/ lembaga teknis
menyampaikan rekomendasi pengalokasian kembali
atau penyaluran pada tahun anggaran berikutnya
kepada Menteri Keuangan c . q. Direktur Jenderal
Perimbangan Keuangan .
(4) Penyaluran DAK Fisik sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilaksanakan secara triwulanan sesuai
ketentuan Pasal 73 ayat ( 1 ) berdasarkan rekomendasi
penyaluran dari kementerian/ lembaga teknis terkait.
Pasal 1 2 1 A
Ketentuan mengenai :
a. Format laporan tahunan penggunaan tambahan D B H
S DA Migas dan rekapitulasi laporan tahunan
penggunaan tambahan DBH SDA Ml.gas sebagaimana
dan ayat (6) ;
dimaksud dalam Pasal 70 ayat (4)
b. Format laporan realisasi penyerapan dana dan capaian
output kegiatan DAK Fisik setiap triwulan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1)
huruf a angka 2 , huruf b , huruf c, dan huruf d;
c. Format laporan realisasi penyerapan dana dan capaian
output kegiatan DAK Fisik tahun anggaran
sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73A
ayat (2) huruf b;
d. Format rekapitulasi SP2D atas penggunaan DAK Fisik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) ;
e. Format laporan realisasi penyaluran Dana B O S dan
laporan realisasi penyerapan Dana BOS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 ayat ( 1 ) huruf a dan
huruf b;
f. Format laporan realisasi penyaluran BOP PAUD dan
laporan realisasi penyerapan Dana BOP PAUD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) ;
g. Format laporan realisasi pembayaran Dana TP Guru
PNS D sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 0 ayat (4)
;
h . Format laporan realisasi pembayaran DTP Guru PNS D
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 1 ayat (4) ;
/I
Pasal II
Peraturan Menteri m1 mulai berlaku pada tanggal
diundangkan .
;/
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 D esember 2 0 1 6
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd .
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 D esember 2 0 1 6
D I REKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd .
WIDO D O EKATJAHJANA
LAM PI RAN
PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUB LIK I N D ONESIA
NOMOR 187/PMK.07/2016
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTER! KEUANGAN
NOMOR 48 / PMK. 07 / 2 0 1 6 TENTANG PENGELO LAAN
TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA
Triwulan III :
Triwulan IV : Rp . . . 6)
Jumlah : Rp . . . 7l
Realisasi Pembayaran ke Pihak Ketiga melalui SP2D Daerah
I
No Anggaran
Kegiatan8l Lokasi9l Kumulatif
1 31
setiap
e
Triwulan
1 ... ... Rp . . . Rp . . . Rp . . . Rp . . . Rp . . .
Dst.
1 ... ... Rp . . . Rp . . . Rp . . . Rp . . . Rp . . .
Dst.
1 ... ... Rp . . . Rp . . . Rp . . . Rp . . . Rp . . .
Dst.
1 .
. . ... Rp . . . Rp . . . Rp . . . Rp . . . Rp . . .
Dst.
J umlah 1 41 Rp . . . Rp . . . Rp . . . Rp . . . Rp . . .
. . . ' . . . . . . . . . 1 5)
1 6)
1 7)
1 8)
NO URAIAN
l a- b . Diisi sesuai dengan nama prov1ns1 dan tahun anggaran yang
dilaporkan .
2. Diisi oleh gubernur daerah provinsi yang bersangkutan .
3. Diisi sesuai dengan jumlah dana yang diterima rekening kas umum
daerah dari rekening kas umum negara pada triwulan I.
4. Diisi sesuai dengan jumlah dana yang diterima rekening kas umum
daerah dari rekening kas umum negara pada triwulan II .
5. Diisi sesuai dengan jumlah dana yang diterima rekening kas umum
daerah dari rekening kas umum negara pada triwulan III .
6. Diisi sesuai dengan jumlah dana yang diterima rekening kas umum
daerah dari rekening kas umum negara pada triwulan IV.
7. Diisi sesuai dengan jumlah keseluruhan dana yang diterima rekening
kas umum daerah dari rekening kas umum negara sampai dengai1
triwulan akhir laporan.
8. Kolom diisi sesuai dengan rincian kegiatan bersangkutan .
9. Kolom diisi sesuai dengan rincian lokasi kegiatan dilaksanakan .
10. Kolom diisi sesuai dengan jumlah realisasi pembayaran ke pihak ketiga
dari rekening kas umum daerah melalui SP2D daerah pada triwulan I .
1 1. Kolom diisi sesuai dengan jumlah realisasi pembayaran ke pihak ketiga
dari rekening kas umum daerah melalui SP2D daerah pada triwulan II .
12. Kolom diisi sesuai dengan jumlah realisasi pembayaran ke pihak ketiga
dari rekening kas umum daerah melalui SP2D daerah pada triwulan III .
13. Kolom diisi sesuai dengan jumlah kumulatif realisasi pembayaran ke
pihak ketiga dari rekening kas umum daerah melalui SP2D daerah
pada tahun anggaran bersangkutan .
1 3 a. Kolom diisi sesuai dengan jumlah sisa anggaran untuk setiap kegiatan .
1 3b . Kolom diisi dengan volume capaian keluaran ( output) setiap bidang/
program.
13c. Kolom diisi dengan persentase capaian keluaran ( output) setiap bidang/
program .
14. B aris diisi sesuai dengan jumlah keseluruhan dari masing-masing
kolom.
15. Diisi sesuai dengan tempat dan tanggal penandatanganan laporan.
16. Diisi sesuai dengan bupati/walikota daerah kabupaten/ kota yang
bersangku tan .
17. Ditandatangani dan dicap basah oleh kepala daerah bersangkutan .
18. Diisi sesuai dengan nama kepala daerah bersangkutan .
REKAPITULASI
LAPORAN TAHUNAN PENGGUNAAN TAMBAHAN DBH SDA MIGAS
DALAM RANGKA OTONOMI KHUSUS BAGIAN KABUPATEN / KOTA
SE-PROVINS! . . l al TAHUN ANGGARAN l bl . . . .
Penggunaan Tambahan Dana Bagi basil Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas
Bumi ini dibuat berdasarkan laporan yang disampaikan oleh kabupaten / kota,
dengan rincian sebagai berikut:
Triwulan III :
Rp . 6J
. .
Triwulan IV :
Rp . . 7 l
. .
Jumlah : .
91 101 1 1) I l a) l i b)
No. Penerimaan di Pemb ayaran dari Anggaran
Program Volume Persentase
RKUD Kab / Kota RKUD Kab / Kota
Kabupate n / Kota . . . 1 21
1 ... Rp . . . Rp . . . Rp . . .
2 ... Rp . . . Rp . . . Rp . . .
D st. .. Rp . . . Rp . . . Rp . . .
1 31
.
Jumlah Rp . . . Rp . . . Rp . . .
Kabupaten / Kota . . .
1 ... Rp . . . Rp . . . Rp . . .
2 ... Rp . . . Rp . . . Rp . . .
D st. . . . Rp . . . Rp . . . Rp . . .
Jumlah Rp . . . Rp . . . Rp . . .
D st.
Jumlah 1 41 Rp . . . Rp . . . Rp . . .
. . . ' . . . . . . . . . 1 5)
1 6)
1 7)
1 8)
NO URAIAN
l a- b . Diisi sesuai dengan nama provinsi dan tahun anggaran yang dilaporkan .
2. Diisi oleh gubernur daerah provinsi yang bersangkutan .
3. Diisi sesuai dengan jumlah dana yang disalurkan dari rekening kas
umum daerah provinsi ke rekening kas umum daerah kab / kota pada
triwulan I .
4. Diisi sesuai dengan jumlah dana yang disalurkan dari rekening kas
umum daerah provinsi ke rekening kas umum daerah kab / kota pada
triwulan II .
5. Diisi sesuai dengan jumlah dana yang disalurkan dari rekening kas
umum daerah provinsi ke rekening kas umum daerah kab / kota pada
triwulan III .
6. Diisi sesuai dengan jumlah dana yang disalurkan dari rekening kas
umum daerah provinsi ke rekening kas umum daerah kab / kota pada
triwulan IV.
7. Diisi sesuai dengan j umlah keseluruhan dana yang disalurkan dari
rekening kas umum daerah provinsi ke rekening kas umum daerah
kab / kota sampai dengan triwulan akhir laporan .
8. Kolom diisi sesuai dengan bidang/ program yang dilaksanakan .
9. Kolom diisi sesuai dengan jumlah realisasi penerimaan tambahan DBH
SDA Migas di rekening kas umum daerah kab / kota.
10. Kolom diisi sesuai dengan jumlah realisasi pembayaran ke pihak ketiga
dari rekening kas umum daerah kab / kota.
1 1. Kolom diisi sesuai dengan jumlah sisa anggaran untuk setiap bidang/
program.
l l a. Kolom diisi dengan volume capaian keluaran ( output) setiap bidang/
program.
l lb. Kolom diisi dengan persentase capaian keluaran ( output) setiap bidang/
program.
12. Diisi sesuai dengan nama kabupaten/ kota dalam provinsi yang
bersangku tan .
13. B aris diisi sesuai dengan jumlah keseluruhan masing-masing kolom
nilai untuk setiap kab / kota.
14. B aris diisi sesuai dengan jumlah keseluruhan dari masing-masing kolom
kab / kota.
15. Diisi sesuai dengan tempat dan tanggal penandatanganan laporan .
16. Diisi sesuai dengan gubernur daerah provinsi yang bersangkutan .
17. Ditandatangani dan dicap basah oleh gubernur daerah provinsi yang
bersangku tan .
18. Diisi sesuai dengan nama gubernur daerah provinsi yang bersangkutan .
//
2
3
Jumlah 24 )
. . . ' . . . . . . . . . 2 5)
. . . 26)
2 7)
28)
PETUNJUKPENGI
SIAN
NO . URAIAN
7. Diisi sesuai dengan jumlah dana yang diterima rekening kas umum daerah
dari rekening kas umum negara pada triwulan I .
8. Diisi sesuai dengan jumlah dana yang diterima rekening kas umum daerah
dari rekening kas umum negara pada triwulan II .
9. Diisi sesuai dengan jumlah dana yang diterima rekening kas umum daerah
dari rekening kas umum negara pada triwulan III .
10. Diisi sesuai dengan jumlah dana yang diterima rekening kas umum daerah
dari rekening kas umum negara pada triwulan IV.
11. Diisi sesuai dengan jumlah keseluruhan dana yang diterima rekening kas
umum daerah dari rekening kas umum negara sampai dengan triwulan
laporan .
12. Diisi sesuai dengan j umlah realisasi pembayaran ke pihak ketiga dari
rekening kas umum daerah melalui SP2D daerah pada triwulan laporan .
13. Diisi sesuai dengan jumlah kumulatif realisasi pembayaran ke pihak ketiga
dari rekening kas umum daerah melalui SP2D daerah sampai dengan
triwulan laporan .
14. Diisi sesuai dengan jumlah sisa DAK Fisik di rekening kas u mu rn daerah
sampai dengan triwulan laporan .
15. Diisi sesuai dengan persentase penyerapan dana DAK Fisik di rekening kas
umum daerah terhadap jumlah keseluruhan dana yang diterima rekening
kas umum daerah dari rekening kas umum negara sampai dengan
triwulan laporan .
16. Kolom diisi sesuai dengan rincian bidang DAK Fisik bersangkutan .
17. Kolom diisi sesuai dengan jumlah pagu masing-masing rincian subbidang
DAK Fisik bersangkutan.
18. Kolom diisi sesuai dengan distribusi penyaluran DAK Fisik ke dalam
masing-masing subbidang sampai dengan triwulan bersangkutan.
19. Kolom diisi sesuai dengan jumlah realisasi pembayan ke pihak ketiga dari
rekening kas umum daerah melalui SP2D daerah pada triwulan
sebelumnya untuk rincian subbidang DAK Fisik bersangkutan .
20. Kolom diisi sesuai dengan jumlah realisasi pembayaran k e pihak ketiga
dari rekening kas umum daerah melalui SP2D daerah pada triwulan
lap oran untuk rincian subbidang DAK Fisik bersangkutan
21. Kolom diisi sesuai dengan jumlah kumulatif realisasi pembayaran ke pihak
ketiga dari rekening kas umum daerah melalui SP2D daerah sampai
dengan triwulan laporan untuk rincian subbidang DAK Fisik
bersangku tan.
22. Kolom diisi sesuai dengan jumlah sisa dana DAK Fisik di rekening kas
umum daerah sampai dengan triwulan laporan untuk rincian subbidang
DAK Fisik bersangkutan .
24. B aris diisi sesuai dengan jumlah keseluruhan dari masing-masing kolom.
TAHUN ANGGARAN . . . 3J
.
9
Persentase Penyerapan Dana
. . . ' . . . . . . . . . 1 3)
... 1 )
4
1 5)
1 6)
/I
NO. URAIAN
2. Diisi sesuai dengan Bidang/ Subj enis DAK Fisik yang dilaporkan .
6. Diisi sesuai dengan jumlah dana yang diterima rekening kas u mu m daerah
dari rekening kas umum negara pada triwulan I .
7. Diisi sesuai dengan jumlah keseluruhan dana yang diterima rekening kas
umum daerah dari rekening kas umum negara sampai dengan triwulan
laporan .
8. Diisi sesuai dengan j umlah sisa DAK Fisik di rekening kas u mu m daerah
s ampai dengan triwulan laporan .
9. Diisi sesuai dengan persentase penyerapan dana DAK Fisik di rekening kas
umum daerah terhadap jumlah keseluruhan dana yang diterima rekening
kas umum daerah dari rekening kas umum negara sampai dengan
triwulan laporan .
10. Kolom diisi sesuai dengan rincian bidang DAK Fisik bersangkutan .
12. B aris diisi sesuai dengan jumlah keseluruhan dari masing-masing kolom.
;I
REKAPITULASI
SURAT PERINTAH PENCAIRAN DANA DAERAH (SP2 D )
ATAS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS FI SIK
TRIWULAN . . . 1 J
TAHUN ANGGARAN . . 2 J .
S P2 D
No . NilaiSJ Keterangan 6)
Nomor 3l Tanggal 4l
... 7)
1 . .. ... Rp . . .
2 ... ... Rp . . .
3 ... ... Rp . . .
D st. Rp . . .
Jumlah 8) Rp . . .
D st.
Jumlah 9) Rp . . .
... . . . . . . . . . 1 0)
'
1 1)
1 2)
1 3)
NO . URAIAN
3. Kolom diisi sesuai dengan nomor SP2D atas realisasi penggunaan DAK
sesuai bidang DAK bersangkutan .
4. Kolom diisi sesuai dengan tanggal SP2D atas realisasi penggunaan DAK
sesuai bidang DAK bersangkutan .
5. Ko lorn diisi sesua1 dengan nilai SP2D atas realisasi penggunaan DAK
sesuai bidang DAK bersangkutan .
6. Kolom diisi dengan keterangan atas SP2D atas realisasi penggunaan DAK
sesuai bidang DAK bersangkutan .
/I/
Kumulatif Sisa Penerimaan Dana BOS dari Rekening Kas Umum Negara
Penyaluran Dana BOS dari RKUD Provinsi ke Sekolah
Dana BOS di
Jumlah Dana Sisa Dana BOS
RKUD Provinsi
No Kabupaten/ Kota BOS di RKUD Kumulatif s.d. di RKUD
s.d. Triwulan I/ Triwulan II/ Triwulan Triwulan/ Kumulatif s.d.
Triwulan III Provinsi triwulan/ semester Provinsi
triwulan/ semes Semester I Semester II IV Semester ini triwulan/ semester ini
sebelumnya
ter
(I) (2) (3J (4) (SJ (6J (7) {8).a(3)+(4)+(5)+(6)+(7) (9J (10) (11){9)+(10) (l2J(SJ(llJ
Provinsi . . . . . . . . . . . . . . . . . . ( t J .. .. .. . . .. . .
1 Kab./Kota . . . . . . . . . . . . . . .
... ........ ...... .. ... .. . ....... . ........... .... ....... ............ ....... ... .
2 Kab.jKota ...............
lJ . .. .
. . . . .... . . . .. . . . . . . . . . .
..... .......
.......... ............. .
......... ...
dst.
Jumlah
(7)
.......... (9J
NIP (IOJ
;{/
PETUNJUK PENGISIAN
NO . URAIAN
1 Diisi nama provinsi.
2 Diisi triwulan atau semester berkenaan dan Laporan dibuat per
triwulan atau per semester (tidak digabung) .
D aerah tidak terpencil : triwulanan .
D aerah : semesteran .
3 Diisi tahun anggaran berkenaan .
4 Diisi kabupaten/ kota di lingkup wilayah provinsi.
5 Diisi tempat dibuatnya laporan .
Kolom (9) Diisi jumlah kumulatif penyaluran BOS (termasuk Dana Cadangan)
ke s atuan pendidikan dasar s . d . triwulan atau semester
sebelumnya.
Kolom Diisi j umlah kumulatif sisa BOS yang terdapat pada Rekening Kas
( 1 2) Umum D aerah s . d . triwulan berkenaan . ( 1 2) (8) -( 1 1 ) .
=
11 = 12 = 13 = 14 = 15 = 17 =
SD SMP SMA SMK SD SMP SMA SMK SD SMP SMA SMK Jumlah Sekolah *) BOS **)
2 3 4 5 6 7 8 9 10 16
x unit cos (8 x unit cost) (9 x unit cos (lO x unit cos (11+12+13+14) (16 - 15)
Kab./Kota
2 Kab./Kota
dst.
Jumlah
Sisa Dana BOS di RKUD Provinsi s.d. periode sebelumnya Rp ............ (a) Tempat .. .... , Tanggal ...... .
Penerimaan Dana BOS dari RKUN ke RKUD Provinsi periode ini ............ (b)
Kepala Biro/Dinas/Bagian
Total Dana BOS yang ada di RKUD Provinsi Rp .. ......... (c = a + b)
Penyaluran Dana BOS dari RKUD Provinsi ke Sekolah *) ... ........ (d = kolom 16) Provinsi
*) Penyaluran Dana BOS dari RKUD Provinsi ke Sekolah (d) harus sama denganjumlah kolom 16.
**) Lebih/Kurang Salur Dana BOS (e) harus sama dengan jumlah kolom 17.
Selisih lebih : Jika dana di RKUD Provinsi lebih besar dari kebutuhan riil Dana BOS (d > f)
Selisih kurang : Jika dana di RKUD Provinsi lebih kecil dari kebutuhan riil Dana BOS (d < f)
/I
Tempat . . . ( l oJ , Tanggal . . . ( l l J
Bupati/Walikota . . . ( 1 2 J
Nama ( 1 4 )
PETUNJUK PENGISIAN
NO. URAIAN
1 Diisi nama Provinsi/ Kabupaten/ Kota dan tahun anggaran.
2 Diisi tahun anggaran berkenaan .
3 Diisi sisa Dana BOP PAUD Tahun Anggaran Sebelumnya
4 Diisi jumlah transfer D ana BOP PAUD dari Rekening Kas Um um Negara
ke Rekening Kas Umum Daerah.
5 Diisi jumlah transfer Dana Cadangan BOP PAUD dari Rekening Kas
Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah.
6 Diisi total transfer Dana BOP PAUD dari Rekening Kas Umum Negara ke
Rekening Kas Umum Daerah
7 Diisi jumlah penyaluran Dana BOP PAUD ke satuan lembaga PAUD pada
tahun anggaran berkenaan .
Jumlah ini harus sama dengan jumlah yang tercantum pada Daftar SP2D
yang diterbitkan untuk penyaluran Dana BOP PAUD Tahun Anggaran
berkenaan .
8 Diisi jumlah penyaluran Dana BOP PAUD ke satuan lembaga PAUD tahun
anggaran berkenan .
9 Diisi jumlah sisa Dana BOP PAUD yang terdapat pada Rekening Kas
Umum D aerah .
10 Diisi tempat dibuatnya laporan.
Realisasi Permasalahan
No Penggunaan Dana Jumlah Persentase dalam Penyaluran
BOP PAUD Dana B O P PAUD
(5)
1 Kegiatan
Pembelaj aran
2
Kegiatan Pendukung
3 Lainnya
a. Sisa D ana BOP PAUD di RKUD Kab / Kota Penyaluran Tahun Sebelumnya Rp . . . . .
b. Transfer D ana B O P PAU D dari RKUN k e RKUD Kab / Kota Tahun ini Rp. . . . .
c. Total D ana B O P PAUD yang ada d i RKUD Kab / Kota Rp . . . . .
d. Realisasi Penyaluran D ana B O P PAUD k e Lembaga PAUD Rp . . . . .
TRIWULAN I
Dana yang Diterima RKUD Realisasi Pembayaran oleh Kas Daerah Kekurangan Pembayaran Triwulan 1
Sisa Sisa Total
Lebih/ Kurang Tanggal Lebih/Kurang Potongan Keterangan
Tanggal
di RKUD Jumlah Cany SP2D Februar Cany
Penyaluran Januari Februari Maret Total Triwulan I PPh Psl 2 1 Januari Maret Total
Penyaluran Over Pembayaran i Over
Triwulan l
Triwulan I
( 16J=( 1 2J+( l3J +
(lJ (2J (3J (4J (SJ (6J (7J (8J=(4J+(SJ+(6J+(7J (9J { lOJ{ lJ+(2J-(8J ( l lJ ( 12J (13J ( 14J ( l SJ ( 17J
( HJ +( l S)
TRIWULAN II
Dana yang Diterima RKUD Realisasi Pembayaran oleh Kas Daerah Kekurangan Pembayaran Triwulan lI
Sisa Sisa Total
Lebih/ Kurang Tanggal Lebih/Kurang Potongan Keterangan
Tanggal
Jumlah Cany SP2D Cany
Triwulan I Penyaluran April Mei Juni Total Triwulan II PPh Psl 2 1 April Mei Juni Total
Penyaluran Over Pembayaran Over
Triwulan II
Triwulan II
( 1 6J=(l2J+( 13J +
(lJ (2J (3J (4J (SJ (6J (7J (8J=(4J+(SJ+(6J+(7J (9J ( 1 0J=( 1J+(2J-(8J ( l lJ ( 12J ( 13J ( 14J ( l SJ ( 17J
Keterangan : Tempat, . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20 . . . .
l . Format laporan tersebut di atas adalah untuk periode laporan Semester I (Januari s . d . Juni) dan Semester II (Juli s.d. Desember) Kepala Dinas PKAD / Kabag Keuangan/ Kabiro Keuangan
2. Format Laporan Semester II perlu disesuaikan penamaan bulannya
3. Kolom Keterangan diisi dengan nilai pengembalian kelebihan pembayaran kepada Guru ke RKUD
(tanda tangan dan stempel)
7
17221
/I
-9 8 -
722
LAPORAN REALISASI PEMBAYARAN
DANA TUNJANGAN PROFESI GURU {DANA TP GURU) PNSD
PROVINSI / KAB / KOTA: . . . . . . . . . . . . . . . . . .
SEMESTER . . . . . . . . . TA. 20 . . . . . . (BAG IAN II)
TRIWULAN I
Bulan : Januari 20XX Bulan : Februari 20XX Bulan : Maret 20XX Over
Jumlah
Jenjang Jumlah Guru Jumlah Guru Jumlah Guru Jumlah Guru Jumlah Guru Jumlah Guru Jumlah Guru
Guru Yang
Pendidikan Yang Telah Yang Belum Total Yang Belum Total Yang Telah Yang Belum Total Yang Telah Yang Belum Total
Telah Keterangan
Menerima Menerima Menerima Menerima Menerima Menerima Menerima
Menerima
(1) (2) [3) (4)-(2)+(3) (5) (6) (8) (9) ( 1 1) ( 1 2) ( 1 3)=( 1 1)+( 1 2) ( 14)
TK *) dapat
SD ditambahkan
SMP keterangan
SL8 yang dianggap
perlu
SMA
SMK
JUM!AH
TRIWULAN II
Bulan : 20XX Bulan : Mei 20XX Bulan : Juni 20XX Over
Jenjang Jumlah Jumlah Jumlah
Jumlah Guru Jumlah Guru Jumlah Guru Jumlah Guru Jumlah Guru
Pendidik Guru Yang Guru Yang Guru Yang
Total Yang Belum Total Yang Telah Yang Belum Total Yang Telah Yang Belum Total
Keterangan : Tempat,
1 . Jumlah guru adalah jumlah guru yang berhak menerima Dana TP Guru PNSD dan telah memenuhi persyaratan Kepala Dinas PKAD / Kabag Keuangan/ Kabiro Keuangan
2. Format laporan tersebut di atas adalah untuk p eriode laporan Semester I (Januari s.d. Juni) dan S emester II (Juli s.d. Desember)
3 . Format Laporan Semester II perlu disesuaikan penamaan bulannya
(tanda tangan dan stempel)
Nama Jelas
NIP.
-9 9-
TRIWULAN I
Dana yang Diterima RKUD Realisasi Pembayaran oleh Kas Daerah Kekurangan Pembayaran Triwulan I
Sisa Sisa Total
Lebih/ Kurang Tanggal
Tanggal Lebih/ Kurang Potongan Keterangan
Jumlah Carry SP2D Carry
di RKUD Penyaluran Januari Februari Maret Total Triwulan I PPh Psl 2 1 Januari Februari Maret Total
Penyaluran Over Pembayaran Over
Triwulan I
Triwulan I
( 16)( 12)+( 1 3
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)(4)+(5)+(6)+(7) (9) ( 1 0)( 1)+(2)(8) ( 1 1) ( 12) ( 1 3) ( 14) ( 1 5) ( 17)
l + ( 1 4)+( 1 5)
TRIWULAN II
Dana yang Diterima RKUD Realisasi Pembayaran oleh Kas Daerah Kekurangan Pembayaran Triwulan II
Sisa Tanggal Sisa Total
Lebih/ Kuran Tanggal SP2D Lebih/ Kurang Potongan Keterangan
g Triwulan I Jumlah Carry Carry
Penyaluran April Mei Juni Total Pembayara Triwulan II PPh Psi 2 1 April Mei Juni Total
Penyaluran Over Over
Triwulan II n Triwulan
II
( 1 6)( 1
2)+(13)
(l) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)(4)+(5)+(6)+(7) (9) ( 1 0)( 1)+(2)(8) ( 1 1) ( 1 2) ( 13) ( 1 4) ( 1 5) + ( 17)
( 1 4)+( 1
5)
Keterangan : Tempat, . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20 . . . .
l . Format laporan tersebut di atas adalah untuk periode laporan Semester I (Januari s . d . Juni) dan Semester II (Juli s.d. Desember) Kepala Dinas PKAD / Kabag Keuangan/ Kabiro Keuangan
2. Format Laporan Semester II perlu disesuaikan penamaan bulannya
Nama Jelas
NIP.
7
37223
h'
-1 00 -
724
LAPORAN REALISASI PEMBAYARAN
DANA TAMBAHAN PENGHASILAN GURU (DTP GURU) PNSD
PROVINSI / KAB / KOTA: . . . . . . . . . . . . . . . . . .
SEMESTER . . . . . . . . . TA. 20 . . . (BAGIAN II)
TRIWULAN I
Bulan : Januari 20XX Bulan : Februari 20XX Bulan : Maret 20XX Cany Ouer
Jumlah Jumlah Jumlah
Jenjang Jumlah Guru Jumlah Guru Jumlah Guru Jumlah Guru Jumlah Guru
Guru Yang Guru Yang Guru Yang
Pendidikan Total Yang Belum Total Yang Telah Yang Belum _ Total Yang Telah Yang Belum Total
Telah Bel um Telah Keterangan
Menerima Menerima Menerima Menerima Menerima
Menerima Menerima Menerima
( 1) (2) (3) (4)-(2)+(3) (5) (8) (9) ( 10)=(8)+(9) ( 1 1) ( 12) ( 13)=( 1 1)+/ 1 2)
TK *J dapat
SD ditambahkan
TRIWULAN II
Bulan : 20XX Bulan : Mei 20XX Bulan : Juni 20XX Carry Over
Jumlah Jumlah Jumlah
Jenjang Jumlah Guru Jumlah Guru Jumlah Guru Jumlah Guru Jumlah Guru
Guru Yang Guru Yang Guru Yang
Pendidikan Total Yang Belum Total Yang Telah Yang Belum Total Yang Telah Yang Belum Total
Telah Bel um Telah Keterangan
Menerima Menerima Menerima Menerima Menerima
Menerima Menerima Menerima
Keterangan : Tempat, . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20 . . . .
1 . Jumlah guru adalah jumlah guru yang berhak menerima DTP Guru PNSD dan telah memenuhi persyaratan Kepala Dinas PKAD / Kabag Keuangan/ Kabiro Keuangan
2 . Format laporan tersebut di atas adalah untuk periode laporan Semester I (Januari s.d. Juni) dan Semester II (Juli s.d. Desember)
3. Format Laporan Semester II perlu disesuaikan penamaan bulannya
(tanda tangan dan stempel)
Nama Jelas
NIP.
//
-10 1 -
TRIWULAN I
Dana yang Diterima Rh.lJD Realisasi Pembayaran oleh Kas Daerah Kekurangan Pembayaran Triwulan I
Sisa Sisa Total
Tanggal Lebih/ Kurang Potongan Keterangan
Lebih/Kurang Tanggal
Jumlah Cany SP2D Cany
di RKUD Penyaluran Januari Februari Maret Total Triwulan I PPh Psl 2 1 Januari Februari Maret Total
Penyaluran Over Pembayaran Over
Triwulan I
Triwulan I
(8)(4)+(5)+(6)+(7) 1 3J + ( 17)
( I) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (9) I 1 011 11+121-181 ( 1 1) ( 12) ( 13) ( 14) ( 1 5) 1 161 1
1 1 1 1
l ;
TRIWULAN II
D ana yang Diterima RKUD Realisasi Pembayaran oleh Kas Daerah Kekurangan Pembayaran Triwulan II
Sisa Sisa Total
Tanggal Lebih/ Kurang Potongan Keterangan
Lebih/ Kurang Tanggal
Jumlah Cany SP2D Cany
Triwulan I Penyaluran April Mei Juni Total Triwulan II PPh Psl 2 1 April Mei Juni Total
Penyaluran Over Pembayaran Over
Triwulan II
Triwulan II
(5) (6) (8)=(4)+(5)+(6)+(7) 1 1 61-1 121+1 131 + ( 1 7)
(I) (2) (3) (4) (7) (9) ( 1 0)=( 1)+(2)-(8) ( I I) ( 12) ( 1 3) ( 1 4) ( 1 5)
( 1 4)+( 1 5)
Keterangan : Tempat,
1 . Format laporan tersebut di atas adalah untuk periode laporan Semester I (Januari s . d . Juni) dan Semester II (Juli s.d. Desember) Kepala Dinas PKAD / Kabag Keuangan/ Kabiro Keuangan
2. Format Laporan Semester II perlu disesuaikan penamaan bulannya
3 . Kolom Keterangan diisi dengan nilai pengembalian kelebihan pembayaran kepada Guru ke RKUD
(tanda tangan dan stempel)
7
57225
//
-1 02 -
726
LAPORAN REALISASI PEMBAYARAN
DANA TUNJANGAN KHUSUS GURU PNSD
PROVINSI / KAB / KOTA: . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.
SEMESTER . . . . . . . . . TA. 20 . . (BAG IAN II)
TRIWULAN I
Bulan : Januari 20XX Bulan : Februari 20XX Bulan : Maret 20XX Over
Jumlah Jumlah Jumlah
Jenjang Jumlah Guru Jumlah Guru Jumlah Guru Jumlah Guru Jumlah Guru
Guru Yang Guru Yang Guru Yang
Pendidikan Total Yang Belum Total Yang Telah Yang Belum Total Yang Telah Yang Belum Total
Telah Bel um Telah Keterangan
Menerima Menerima Menerima Menerima Menerima
Menerima Menerima Menerima
I ll 121 {3) {4)={2)+{3) {5) {6) 17)={5)+(6) {8) {9) ( 1 0)={8)+{9) 1 1 11 { 12) { 13)={ 1 1)+{ 12) { 14)
SMA
SMK
JUMLAH
II
Bulan : 20XX Bulan : Mei 20XX Bulan : Juni 20XX Carn; Over
Jumlah Jumlah Jumlah
Jenjang Jumlah Guru Jumlah Guru Jumlah Guru Jumlah Guru Jumlah Guru
Guru Yang Guru Yang Guru Yang
Pendidikan Total Yang Belum Total Yang Telah Yang Belum Total Yang Telah Yang Belum Total
Telah Belum Telah Keterangan
Menerima Menerima Menerima Menerima Menerima
Menerima Menerima Menerima
{ l) (2) {3) {4)={2)+{3) IS) {6) {7)-{5)+{6) {8) {9) { 10)={8)+{9) { 1 1) { 12) { 14)
Keterangan : Tempat,
1 . Jumlah guru adalah jumlah guru yang berhak menerima Dana Tunjangan Khusus Guru PNSD dan telah memenuhi persyaratan Kepala Dinas PKAD / Kabag Keuangan/ Kabiro Keuangan
2. Format laporan tersebut di atas adalah untuk periode laporan Semester I (Januari s . d . Juni) dan Semester II (Juli s.d. Desember)
3. Format Laporan Semester II perlu disesuaikan penamaan bulannya
(tanda tangan dan stempel)
Nama Jelas
NIP.
-1 03-
No. J enis Kegiatan Jumlah Penerima Pagu Realisasi Persentase Kesesualan antara DPA SKPD
Jumlah Penerima Manfaat (*) Kodefikasi
Manfaat (*) Alokasi Penggunaan dengan Petunjuk Teknis
Fisik Keu Masalah (*)
Jumlah Satuan (Rp.) Jumlah Satu an (Rp.) % % YA TIDAK
1 2 3 4 5 6 7 8 10 11 12 13
I Bantuan Kesehatan
1 Puskesmas
2 . . . dst
.
. ,
Ak,,&u.t ,m;:,:ah _saiiitc .
.. .. ; ...
Teknis
2 . . . dst
iir ;, ,, >. ; .. . . .
:, :>[:
' '
1 Bimbingan Teknis
2 . . . dst
.N . ..Jaminan Prsaiman . ..;
Operasional Rumah Tunc:ru Kelahiran
2 . . . dst
Total
Tempat . . . . . ,
Tanggal .
Mengetahui,
Kepala Biro / D inas/ Bagian . .
728
Ko de Masalah
1 Permasalahan
terkait
denganPeraturan MenteriKeuangan (PMK)
2 Permasalaha
nterkait
denganPetunj u
k Teknis
3 Permasalahan
terkait
denganRencana Kerj adan Anggaran
SKPD
4 Permasalahan
terkait
denganDPA- SKPD
5 Permasalahan
terkait
denganSKPenet apanPelaksana Kegiatan
6 Permasalahan
terkait
denganPelaksanaanTenderPekerjanKontrak
7 Permasalahan
terkait
denganPersiapan PekerjanSwakelola
8 Permasalahan
terkait
denganPenerbitan SP2D
9 Permasalahan
terkait
denganPelaksanaanPekerja anKontrak
10 Permasa
lahan
terkait
denganPelaksanaanPekerja anSwakelola
Keterangan
1 Pelaksana
DAK adalahSKPD Provinsite
rkait
yangbertanggung
ja
wab te
rhadapbidang
DAKmasing-
masing
2 BidangDAK sesuai
dengan PeraturanMenteri
Keuangan(PMK)
3 Jenis
Kegiatansesuai
dengan PetunjukTeknis
masing-mas
ingbidangDAK
Nam a ( 1 7l
PETUNJUKPENGISI
AN
NO. URAIAN
l a- b . Diisi sesuai dengan nama provinsi/ kabupaten/ kota dan tahun anggaran
yang dilaporkan .
2. Diisi sesuai dengan triwulan/ semester yang dilaporkan .
3. Diisi sesuai dengan jumlah s1sa dana BOK di RKUD yang belum
digunakan pada tahun anggaran sebelumnya.
4. Diisi sesuai dengan jumlah dana BOK yang disalurkan dari rekening kas
um um negara ke rekening kas umum daerah pada triwulan / semester I .
5. Diisi sesuai dengan jumlah dana B O K yang disalurkan dari rekening kas
umum negara ke rekening kas umum daerah pada triwulan/ semester II.
6. Diisi sesuai dengan jumlah dana BOK yang disalurkan dari rekening kas
umum negara ke rekening kas umum daerah pada triwulan III .
7. Diisi sesuai dengan jumlah dana BOK yang disalurkan dari rekening kas
umum negara ke rekening kas umum daerah pada triwulan IV.
8. Diisi sesuai dengan jumlah keseluruhan dana BOK yang disalurkan dari
rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah s ampai
dengan triwulan / semester akhir laporan .
9. Diisi jumlah kumulatif penyaluran BOK ke Puskesmas / Rumah
S akit/ Rumah Tunggu Persalinan s . d . triwulan sebelumnya.
10. Diisi jumlah penyaluran BOK ke Puskesmas / Rumah Sakit/ Rumah
Tunggu Persalinan triwulan berkenan .
Jumlah ini harus sama dengan jumlah yang tercantum pada D aftar
SP2D yang diterbitkan untuk penyaluran BOK Tahun Anggaran
b erkenaan pada triwulan berkenaan .
1 1. Diisi jumlah kumulatif penyaluran BOK ke Puskesmas / Rumah
S akit/ Rumah Tunggu Persalinan s . d . triwulan berkenan .
12. Diisi jumlah kumulatif sisa BOK yang terdapat pada Rekening Kas
Umum D aerah s . d . triwulan berkenaan .
(1 1i (( J + (7 ))- ( l O J
Sisa Dana BOKB di RKUD Rp 4
=
Tempat . . . ( 1 2) , Tanggal ( 1 3 J
Bupati/ Walikota ( 1 4 J
Nama ( 1 6 J
PETUNJUK PENGI
SIAN
NO . URAIAN
4. Diisi se suai dengan jumlah sisa dana BOKB di RKUD yang belum
digunakan pada tahun anggaran sebelumnya.
5. Diisi jumlah transfer Dana BOKB dari Rekening Kas Negara ke Rekening
Kas Umum D aerah pada semester I .
6. Diisi jumlah transfer Dana BOKB dari Rekening Kas Negara ke Rekening
Kas Umum D aerah pada semester II.
7. Diisi jumlah transfer Dana BOKB dari Rekening Kas Negara ke Rekening
Kas Umum D aerah pada semester I dan/ atau II.
10. Diisi jumlah kumulatif penyaluran BOKB melalui SP2D Kabupaten/ Kota
s . d . semester berkenan .
11. Diisi jumlah sisa D ana BOKB semester I dan / atau semester II .
No. Jenis Kegiatan Jumlah Penerima Pagu Realisasi Persentase Kesesuaian antara DPA SKPD dengan
Jumlah Penerima Manfaat (*) Kodefikasi
Manfaat (*) Alokasi Penggunaan Petunjuk Teknis
Fisik Keu Masalah (*)
Tempat . . . . . ,
Tanggal .
Mengetahui,
Kepala Biro/ Dinas/ Bagian . .
(. . . . . . .
NlP.
Kodefikasi Masalah :
734
Ko de Masalah
1 Permasalahan terkait dengan Peraturan M enteri Keuangan (PMK)
2 Permasalahan terkait dengan Petunj uk Teknis
3 Permasalahan terkait dengan Rencana Kerj a dan Anggaran SKPD
4 Permasalahan terkait dengan DPA-SKPD
5 Permasalahan terkait dengan SK Penetapan Pelaksana Kegiatan
6 Permasalahan terkait dengan Pelaksanaan Tender Pekerj aan Kontrak
7 Permasalahan terkait dengan Persiapan Pekerj aan Swakelola
8 Permasalahan terkait dengan Penerbitan SP2D
9 Permasalahan terkait dengan Pelaksanaan Pekerj aan Kontrak
10 Permasalahan terkait dengan Pelaksanaan Pekerj aan Swakelola
Keterangan
1 Pelaksana DAK adalah SKPD Provinsi terkait yang bertanggung j awab terhadap bidang DAK masing-masing
2 Bidang DAK sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
3 Jenis Kegiatan sesuai dengan Petu nj uk Teknis masing-masing bidang DAK
4 Kolom 1 8 diisi dengan masalah-masalah yang terj adi di lapangan yang terkait dengan kode masalah yang tersedia
Sisa PK2 UKM di Rekening Kas Umum D aerah tahun sebelumnya : Rp !4J
- Tahap II : Rp (6J
Jumlah : Rp (7 ! = (5 )+ (6 !
Gubernur ! 1 4l
Nama ( 1 6)
PETUNJUKPENGI
SAN
I
NO. URAIAN
4 Diisi sesuai dengan jumlah sisa dana PK2UKM di RKUD yang belum
digunakan pada tahun anggaran sebelumnya.
5 Diisi sesuai jumlah transfer Dana PK2UKM dari Rekening Kas Negara ke
Rekening Kas Umum D aerah pada tahap I .
6 Diisi sesuai jumlah transfer Dana PK2UKM dari Rekening Kas Negara ke
Rekening Kas Umum Daerah pada tahap II.
7 Diisi sesuai jumlah transfer Dana PK2UKM dari Rekening Kas Negara ke
Rekening Kas Umum D aerah pada tahap I dan / atau II.
11 Diisi jumlah kumulatif sisa Dana PK2UKM yang terdapat pada Rekening
Kas Umum D aerah s . d. tahun anggaran berkenaan .
LA
PORAN REALI SASI PENYERAPAN
DANA PENINGKATAN KAPASIT AS KOPER A SIUS , AHA KECIL
DAN MENENGAH (P K2UKM)
PROVI N!S. . .TAHUN
. ANGGARAN . . . TAHAP . . .
SASARAN
REALI SA SI
NO PAGU JENIS KEGIATAN PELATIHAN PENDAMPINGAN
ANGGARAN
Ternpat . . . , Tanggal . . .
Kepala Biro / Dinas / Bagian
Nama
PETU
NJUKPENGI
SIAN
NO . URAIAN
- Tahap II : Rp (6)
- Tahap I : Rp (8)
- Tahap II : Rp (9)
- Kumulatif s . d Tahap II : Rp I l OJ = i8 J + ( 9J
Nama 1 1 6l
PETUNJUKPENGI
SIAN
NO. URAIAN
4 Diisi sesuai derigan jumlah sisa dana PK N aker di RKUD yang belum
digunakan pada tahun anggaran sebelumnya.
7 Diisi jumlah kumulatif transfer Dana PK Naker dari Rekening Kas Negara
ke Rekening Kas Umum D aerah pada tahap I dan/ atau II.
11 Diisi jumlah kumulatif sisa Dana PK Naker yang terdapat pada Rekening
Kas Umum D aerah s . d. tahun anggaran berkenaan .
'
SASARAN
REALI SA SI
NO PAGU JENIS KEGIATAN PELATIHAN PENDAMPINGAN
ANGGARAN
Ternpat . . . , Tanggal . . .
Kepala Biro / Dinas / B agian
Nama
Nama Jumlah
No. Realisasi Sisa Dana Keterangan
Kegiatan Anggaran
Tempat . . . , Tanggal. . .
Kepala SKPD Provinsi/ Kab / Kota
Nama
Jumlah : Rp ( SJ
Jumlah : Rp !7J
Nama ! 1 3l
PETUNJUKPENGI SIAN
NO. URAIAN
FORMAT REKAPITU
LASISP2D DAK NON FI
SIK
RE KAPITULA SI
SURAT PERINTAH PENCAIRAN DANA (SP2D) YANG DITERBITKAN
UNTUK PENYALURAN DANA . . . .
SEMESTER/TRIWULAN . . . TAHUN ANGGARAN . . .
. SP2 D
No. Nilai (Rp) Ket.
Nomor Tanggal
Jumlah
Tempat . . . , tanggal . . .
Kepala Biro / Dinas / Bagian . . 1 J
.
Nama . . .
NIP .
. .
(0 1 ) KPPN Jakarta II
(1) 9
2. Nama Wajib Setor/ Bendahara BENDAHARA UMUM DAERAH KAB/ KOTA . . . . . . . (6)
3. Alam at (7)
B. l. Kementerian/ Lembaga
(8 )
2. Unit Organisasi Eselon I 0
( )
9
3. Satuan Kerja
( 1 0)
. Fungsi/ Subfungsi/ Program
4 (1 1)
5. Kegiatan/Subkegiatan
( 1 2)
6. Lokasi 0 0
0 ( 1 3)
KPPN (0 1 ) Jakarta II (1 )
9 9
PERHATIAN
Untuk Keperluan :
Bacalah dahulu petunjuk pengisian formulir Penerimaan kembali Transfer ke Daerah dan Dana Desa Atas Sisa
SSBP pada halaman belakang lembar ini. Lebih Dana BOS TA 20 1 1 untuk Kabupaten/ Kota
.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (20)
Diterima Oleh :
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2 1) , . . . . . . . . . . . . . . . . . (22) BANK PERSEPSI/ KANTOR POS DAN GIRO
Tanggal . . . . . . . . . . . . . . (2 5 ) . . . . . . . . .
. . . .
/ii
PETUNJUK PENGISI
AN
NO . URAIAN
1 Diisi dengan kode KPPN (3) digit dan uraian KPPN Penerima
Setoran ( 0 1 9 : KPPN Jakarta 11)
2 Diisi dengan nomor uru t SSBP
3 Diisi dengan tanggal SSBP dibuat
4 Diisi dengan kode Rekening Kas Negara KPPN bersangku tan
5 Diisi dengan nomor NPWP Bendahara Umum Daerah
6 Diisi dengan nama Bendahara Umum Daerah
7 Diisi dengan alamat j elas Wajib Setor / Wajib Bayar
8 Diisi dengan kode 999 (Bendahara Umum Negara)
9 Diisi dengan kode 05 (Pengelolaan Transfer ke Daerah dan D ana
Des a)
10 Diisi dengan kode 99920 1 (Transfer Dana Perimbangan)
11 Diisi dengan kode 0 1 06 1 0 (Program Pengelolaan Anggaran
Transfer ke Daerah dan Dana Desa)
12 Diisi dengan kode 4066 004 (Dokumen Transfer DAK Nonfisik)
13 Diisi dengan kode 0 1 00 (Lokasi DKI Jakarta)
14 Diisi dengan Kode Akun 6 (enam) digit: 423959
15 Diisi dengan Jumlah Rupiah Setoran Penerimaan
16 Diisi dengan Jumlah Rupiah yang disetorkan dengan huruf
17 Diisi nomor SPN dan SP3N dalam hal terdapat Surat Penetapannya.
18 Diisi dengan tanggal SPN dan SP3N
19 Diisi dengan 3 (tiga) digit kode KPPN dan nama KPPN Penerbit SPN
atau Penerimaan SP3N (0 1 9 : KPPN Jakarta II)
20 Diisi dengan "Penerimaan kembali Transfer ke D aerah dan D ana
Desa Atas Sisa Lebih Dana BOS TA 20 1 1 untuk Kabupaten/ Kota
.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . " (d 11s1
" " nama d aerah yang sesuai)
"
2 1 & 22 Diisi dengan tempat/ nama kota dan tanggal dibuatnya SSBP
23 & 24 Diisi dengan nama, NIP, dan stempel satker
25 Diisi dengan tanggal diterimanya setoran tersebut oleg Bank/ Pos
Persepsi
26 & 27 Diisi dengan Nama dan Tanda Tangan Penerima di Bank/ Pos
Persepsi serta stempel Bank/ Pos Persepsi
C atatan :
-
Diisi dengan huruf capital atau diketik
-
S atu formulir S SBP hanya berlaku untuk setoran satu mata Anggaran
Penerimaan (MAP)
FORMAT LAPORAN PEMANFAATAN S I SA DANA TRAN S FER KE DAERAH DAN DANA D ESA
YANG SUDAH D ITE NTUKAN PENGGUNAAN NYA DAN LAPORAN PENGANGGARAN KEMBALI
S I SA DANA TRAN S FER KE DAERAH DAN DANA D E SA YAN G S U DAH D ITENTUKAN PENGGUNAANNYA
748
LAPO RAN PEMANFAATAN DAN PENGAN GGARAN KEMBALI
S I SA TRAN SFER KE DAERAH DAN DANA DESA YAN G SUDAH DITENTUKAN PENGGUNAANNYA
Tern p at . . . , tanggal . . .
Gubernur / Bupati / Walikota . . .
Nama
S RI MULYANI I N D RAWATI
Peraturan
Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006
Tentang
Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 13 TAHUN 2006
TENTANG
1
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 17551
7
Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4416) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
37 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran. Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4540);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4502);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503);
12. Peraturan Pemerintah Nomor .54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 136,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4574);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4576);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 139,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4577);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4578);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4614);
19. Keputusan Presiden Nomor 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan
Tugas Eselon I Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2003;
20. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2003 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri;
2
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
752 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, dan/atau walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
6. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban
daerah tersebut.
7. Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD
dengan persetujuan bersama kepala daerah, termasuk Qanun yang berlaku di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam dan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) yang berlaku di
Provinsi Papua.
8. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan
pengawasan keuangan daerah.
9. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
10. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat
daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/pengguna barang.
11. Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SKPKD adalah
3
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 37553
7
perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/pengguna
barang, yang juga melaksanakan pengelolaan keuangan daerah.
12. Organisasi adalah unsur pemerintahan daerah yang terdiri dari DPRD, kepala
daerah/wakil kepala daerah dan satuan kerja perangkat daerah.
13. Kepala Daerah adalah gubemur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten
atau walikota bagi daerah kota.
14. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah adalah kepala daerah yang
karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan
pengelolaan keuangan daerah.
15. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala
satuan kerja pengelola keuangan daerah yang selanjutnya disebut dengan. kepala
SKPKD yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak
sebagai bendahara umum daerah.
16. Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD yang bertindak
dalam kapasitas sebagai bendahara umum daerah.
17. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran
untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya.
18. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik
daerah.
19. Kuasa Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat Kuasa BUD adalah pejabat
yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas BUD.
20. Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan
sebagian kewenangan pengguna anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan
fungsi SKPD.
21. Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD yang selanjutnya disingkat PPK-SKPD adalah
pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD.
22. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK adalah pejabat
pada unit kerja SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu
program sesuai dengan bidang tugasnya.
23. Bendahara Penerimaan adalah pejabat fungsional yang ditunjuk untuk menerima,
menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang
pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.
24. Bendahara Pengeluaran adalah pejabat fungsional yang ditunjuk menerima,
menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang
untuk keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.
25. Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri atas satu atau Iebih entitas
akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib
menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.
26. Entitas akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna barang dan
oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan
untuk digabungkan pada entitas pelaporan.
27. Unit kerja adalah bagian dari SKPD yang melaksanakan satu atau beberapa program.
28. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD
adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun.
29. Rencana Pembangunan Tahunan Daerah, selanjutnya disebut Rencana Kerja
Pemerintah Daerah (RKPD), adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1
(satu) tahun.
4
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
754 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
30. Tim Anggaran Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat TAPD adalah tim yang
dibentuk dengan keputusan kepala daerah dan dipimpin oleh sekretaris daerah yang
mempunyai tugas menyiapkan serta melaksanakan kebijakan kepala daerah dalam
rangka penyusunan APBD yang anggotanya terdiri dari pejabat perencana daerah,
PPKD dan pejabat Iainnya sesuai dengan kebutuhan.
31. Kebijakan Umum APBD yang selanjutnya disingkat KUA adalah dokumen yang memuat
kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang
mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun.
32. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang selanjutnya disingkat PPAS adalah
rancangan program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan
kepada SKPD untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD
sebelum disepakati dengan DPRD.
33. Prioritas dan Plafon Anggaran yang selanjutnya disingkat PPA adalah program prioritas
dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD untuk setiap
program sebagai acuan dalam penyusunan RKA-SKPD setelah disepakati dengan
DPRD.
34. Rencana Kerja dan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat RKA-SKPD adalah
dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana
belanja program dan kegiatan SKPD serta rencana pembiayaan sebagai dasar
penyusunan APBD.
35. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah adalah pendekatan penganggaran
berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut
dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan
implikasi biaya akibat keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang
dituangkan dalam prakiraan maju.
36. Prakiraan Maju (forward estimate) adalah perhitungan kebutuhan dana untuk tahun
anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan guna memastikan kesinambungan
program dan kegiatan yang telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran
tahun berikutnya.
37. Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai
sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.
38. Penganggaran Terpadu (unified budgeting) adalah penyusunan rencana keuangan
tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna
melaksanakan kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian
efisiensi alokasi dana.
39. Fungsi adalah perwujudan tugas kepemerintahan dibidang tertentu yang dilaksanakan
dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional.
40. Urusan pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi hak dan
kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk mengatur dan
mengurus fungsi-fungsi tersebut yang menjadi kewenangannya dalam rangka
melindungi, melayani, memberdayakan, dan mensejahterakan masyarakat.
41. Program adalah penjabaran kebijakan SKPD dalam bentuk upaya yang berisi satu atau
lebih kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang disediakan untuk mencapai
hasil yang terukur sesuai dengan misi SKPD.
42. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau lebih unit kerja
pada SKPD sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan
terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya balk yang berupa personil
(sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau
kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan
(input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa.
43. Sasaran (target) adalah hasil yang diharapkan dari suatu program atau keluaran yang
diharapkan dari suatu kegiatan.
5
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 57555
7
44. Keluaran (output) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan yang
dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakar.
45. Hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari
kegiatan-kegiatan dalam satu program.
46. Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh
kepala daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan digunakan untuk
membayar seluruh pengeluaran daerah.
47. Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang
ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan
digunakan untuk membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
48. Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
49. Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
50. Pendapatan Daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih.
51. Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang
nilai kekayaan bersih.
52. Surplus Anggaran Daerah adalah selisih lebih antara pendapatan daerah dan belanja
daerah.
53. Defisit Anggaran Daerah adalah selisih kurang antara pendapatan daerah dan belanja
daerah.
54. Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, balk pada tahun anggaran yang bersangkutan
maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
55. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disingkat SiLPA adalah selisih lebih
realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran.
56. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima
sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga
.daerah dibebani kewajiban untuk membayar kembali.
57. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah daerah
dan/atau hak pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat
perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan atau akibat
lainnya yang sah.
58. Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar pemerintah daerah dan/atau
kewajiban pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan
perundang-undangan, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.
59. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan guna mendanai kegiatan yang
memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran.
60. Investasi adalah penggunaan aset untuk memperoleh manfaat ekonomis seperti bunga,
deviden, royalti, manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan
kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
61. Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat DPA-SKPD adalah
dokumen yang memuat pendapatan, belanja dan pembiayaan yang digunakan sebagai
dasar pelaksanaan anggaran oleh pengguna anggaran.
62. Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran SKPD yang selanjutnya disingkat DPPA-
SKPD adalah dokumen yang memuat perubahan pendapatan, belanja dan pembiayaan
yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan perubahan anggaran oleh pengguna
anggaran.
63. Anggaran Kas adalah dokumen perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari
penerimaan dan perkiraan arus kas keluar untuk mengatur ketersediaan dana yang
6
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
756 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
cukup guna mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode.
64. Surat Penyediaan Dana yang selanjutnya disingkat SPD adalah dokumen yang
menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan kegiatan sebagai dasar penerbitan
SPP.
65. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang
diterbitkan oleh pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan/bendahara
pengeluaran untuk mengajukan permintaan pembayaran.
66. SPP Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-UP adalah dokumen yang
diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk permintaan uang muka kerja yang bersifat
pengisian kembali (revolving) yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung.
67. SPP Ganti Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-GU adalah dokumen yang
diajukan oleh bendaharan pengeluaran untuk permintaan pengganti uang persediaan
yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran Iangsung.
68. SPP Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPP-TU adalah dokumen
yang diajukan oleh bendahara pengeluaran untuk permintaan tambahan uang
persediaan guna melaksanakan kegiatan SKPD yang bersifat mendesak dan tidak dapat
digunakan untuk pembayaran Iangsung dan uang persediaan.
69. SPP Langsung yang selanjutnya disingkat SPP-LS adalah dokumen yang diajukan oleh
bendahara pengeluaran untuk permintaan pembayaran Iangsung kepada pihak ketiga
atas dasar perjanjian kontrak kerja atau surat perintah kerja Iainnya dan pembayaran
gaji dengan jumlah, penerima, peruntukan, dan waktu pembayaran tertentu yang
dokumennya disiapkan oleh PPTK.
70. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang
digunakan/diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk
penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD.
71. Surat Perintah Membayar Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-UP adalah
dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk
penerbitan SP2D atas beban beban pengeluaran DPA-SKPD yang dipergunakan
sebagai uang persediaan untuk mendanai kegiatan.
72. Surat Perintah Membayar Ganti Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPMGU
adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran
untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD yang dananya
dipergunakan untuk mengganti uang persediaan yang telah dibelanjakan.
73. Surat Perintah Membayar Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-
TU adalah dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran untuk penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD, karena
kebutuhan dananya melebihi dari jumlah batas pagu uang persediaan yang telah
ditetapkan sesuai dengan ketentuan.
74. Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disingkat SPM-LS adalah
dokumen yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk
penerbitan SP2D atas beban pengeluaran DPA-SKPD kepada pihak ketiga.
75. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah dokumen yang
digunakan sebagai dasar pencairan dana yang diterbitkan oleh BUD berdasarkan SPM.
76. Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD
atau berasal dari perolehan Iainnya yang sah.
77. Kerugian Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan
pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum balk sengaja maupun !alai.
78. Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah SKPD/unit kerja
pada SKPD di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan
7
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 7557
7
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual
tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 2
Ruang lingkup keuangan daerah meliputi:
a. hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan
pinjaman;
b. kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan
membayar tagihan pihak ketiga;
c. penerimaan daerah;
d. pengeluaran daerah;
e. kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga,
piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan
yang dipisahkan pada perusahaan daerah; dan
f. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum.
Pasal 3
Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam peraturan menteri ini meliputi kekuasaan
pengelolaan keuangan daerah, azas umum dan struktur APBD, penyusunan rancangan
APBD, penetapan APBD, penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum
memiliki DPRD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan
keuangan daerah, akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD,
pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan
pengelolaan keuangan BLUD.
Bagian Ketiga
Azas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 4
(1) Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,
efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan
azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
(2) Secara tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa keuangan daerah
dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang didukung dengan buktibukti
administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3) Taat pada peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
bahwa pengelolaan keuangan daerah harus berpedoman pada peraturan perundang-
undangan.
(4) Efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencapaian hasil program
dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran
dengan hasil.
(5) Efisien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencapaian keluaran yang
maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk
mencapai keluaran tertentu.
(6) Ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemerolehan masukan
8
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
758 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terendah.
(7) Transparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan prinsip keterbukaan yang
memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-
Iuasnya tentang keuangan daerah.
(8) Bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perwujudan
kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian
sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
(9) Keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keseimbangan distribusi
kewenangan dan pendanaannya dan/atau keseimbangan distribusi hak dan kewajiban
berdasarkan pertimbangan yang obyektif.
(10) Kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tindakan atau suatu sikap yang
dilakukan dengan wajar dan proporsional.
(11) Manfaat untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa
keuangan daerah diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.
BAB II
KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
Bagian Pertama
Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 5
(1) Kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan
kekayaan daerah yang dipisahkan.
(2) Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mempunyai kewenangan:
a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;
b. menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah;
c. menetapkan kuasa pengguna anggaran/pengguna barang;
d. menetapkan bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran;
e. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan daerah;
f. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang
daerah;
g. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah;
dan
h. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan
memerintahkan pembayaran.
(3) Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah
melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada:
a. sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah;
b. kepala SKPKD selaku PPKD; dan
c. kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang.
(4) Pelimpahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan kepala
daerah berdasarkan prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan,
menguji, dan yang menerima atau mengeluarkan uang.
9
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 97559
7
Bagian Kedua
Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 6
(1) Sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a berkaitan dengan peran clan fungsinya dalam
membantu kepala daerah menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan
penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah termasuk pengelolaan keuangan daerah.
(2) Sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas koordinasi di bidang:
a. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan APBD;
b. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang daerah;
c. penyusunan rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD;
d. penyusunan Raperda APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD;
e. tugas-tugas pejabat perencana daerah, PPKD, dan pejabat pengawas keuangan
daerah; dan
f. penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD.
(3) Selain mempunyai tugas koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekretaris
daerah mempunyai tugas:
a. memimpin TAPD;
b. menyiapkan pedoman pelaksanaan APBD;
c. menyiapkan pedoman pengelolaan barang daerah;
d. memberikan persetujuan pengesahan DPA-SKPD/DPPA-SKPD; dan
e. melaksanakan tugas-tugas koordinasi pengelolaan keuangan daerah lainnya
berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah.
(4) Koordinator pengelolaan keuangan daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) kepada kepala daerah.
Bagian Ketiga
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
Pasal 7
(1) Kepala SKPKD selaku PPKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b
mempunyai tugas:
a. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah;
b. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;
c. melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan
Peraturan Daerah;
d. melaksanakan fungsi BUD;
e. menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD; dan
f. melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala
daerah.
(2) PPKD dalam melaksanakan fungsinya selaku BUD berwenang:
a. menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;
b. mengesahkan DPA-SKPD/DPPA-SKPD;
c. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;
d. memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem
penerimaan dan pengeluaran kas daerah;
10
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
760 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
e. melaksanakan pemungutan pajak daerah;
f. menetapkan SPD;
g. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian
pinjaman atas nama pemerintah daerah;
h. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;
i. menyajikan informasi keuangan daerah; dan
j. melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik
daerah.
(3) PPKD selaku BUD menunjuk pejabat di Iingkungan satuan kerja pengelola keuangan
daerah selaku kuasa BUD.
(4) PPKD bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah melalui
sekretaris daerah.
Pasal 8
(1) Penunjukan kuasa BUD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) ditetapkan
dengan keputusan kepala daerah.
(2) Kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai tugas:
a. menyiapkan anggaran kas;
b. menyiapkan SPD;
c. menerbitkan SP2D;
d. menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan kekayaan daerah;
e. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau
lembaga keuangan lainnya yang ditunjuk;
f. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD;
g. menyimpan uang daerah;
h. melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/menatausahakan investasi
daerah;
i. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas
beban rekening kas umum daerah;
j. melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah;
k. melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah; dan
I. melakukan penagihan piutang daerah.
(3) Kuasa BUD bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada BUD.
Pasal 9
11
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 17661
7
Bagian Keempat
Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
Pasal 10
Kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf c mempunyai tugas:
a. menyusun RKA-SKPD;
b. menyusun DPA-SKPD;
c. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;
d. melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
e. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
f. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
g. mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang
telah ditetapkan;
h. menandatangani SPM;
i. mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya;
j. mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD
yang dipimpinnya;
k. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya;
l. mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
m. melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna barang lainnya berdasarkan
kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah; dan
n. bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah melalui sekretaris
daerah.
Bagian Kelima
Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang
Pasal 11
(1) Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dalam melaksanakan tugas-tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat melimpahkan sebagian kewenangannya
kepada kepala unit kerja pada SKPD selaku kuasa pengguna anggaran/kuasa
pengguna barang.
(2) Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana tersebut pada ayat (1) berdasarkan
pertimbangan tingkatan daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola,
beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif
lainnya.
(3) Pelimpahan sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
oleh kepala daerah atas usul kepala SKPD.
(4) Kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada pengguna anggaran/
pengguna barang.
Bagian Keenam
Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD
Pasal 12
(1) Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dan kuasa pengguna anggaran/kuasa
pengguna barang dalam melaksanakan program dan kegiatan menunjuk pejabat pada
unit kerja SKPD selaku PPTK.
(2) Penunjukan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan
12
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
762 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
kompetensi jabatan, anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali
dan pertimbangan objektif lainnya.
(3) PPTK yang ditunjuk oleh pejabat pengguna anggaran/pengguna barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada
pengguna anggaran/pengguna barang.
(4) PPTK yang ditunjuk oleh kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya
kepada kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang.
(5) PPTK mempunyai tugas mencakup:
a. mengendalikan pelaksanaan kegiatan;
b. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan; dan
c. menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.
(6) Dokumen anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c mencakup dokumen
administrasi kegiatan maupun dokumen administrasi yang terkait dengan persyaratan
pembayaran yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Bagian Ketujuh
Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD
Pasal 13
(1) Untuk melaksanakan anggaran yang dimuat dalam DPA-SKPD, kepala SKPD
menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD
sebagai PPK-SKPD.
(2) PPK-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:
a. meneliti kelengkapan SPP-LS pengadaan barang dan jasa yang disampaikan oleh
bendahara pengeluaran dan diketahui/ disetujui oleh PPTK;
b. meneliti kelengkapan SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU dan SPP-LS gaji dan tunjangan
PNS serta penghasilan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang diajukan oleh bendahara pengeluaran;
c. melakukan verifikasi SPP;
d. menyiapkan SPM;
e. melakukan verifikasi harian atas penerimaan;
f. melaksanakan akuntansi SKPD; dan
g. menyiapkan laporan keuangan SKPD.
(3) PPK-SKPD tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang bertugas melakukan
pemungutan penerimaan negara/daerah, bendahara, dan/atau PPTK.
Bagian Kedelapan
Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran
Pasal 14
(1) Kepala daerah atas usul PPKD menetapkan bendahara penerimaan dan bendahara
pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan
anggaran pada SKPD.
(2) Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah pejabat fungsional.
(3) Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran balk secara langsung maupun
tidak langsung dilarang melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan
13
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 37663
7
penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/ pekerjaan/penjualan,
serta membuka rekening/giro pos atau menyimpan uang pada suatu bank atau lembaga
keuangan Iainnya atas nama pribadi.
(4) Bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran dalam melaksanakan
tugasnya dapat dibantu oleh bendahara penerimaan pembantu dan/atau bendahara
pengeluaran pembantu.
(5) Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran secara fungsional bertanggung
jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada PPKD selaku BUD.
BAB III
AZAS UMUM DAN STRUKTUR APBD
Bagian Pertama
Azas Umum APBD
Pasal 15
(1) APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan
kemampuan pendapatan daerah.
(2) Penyusunan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman kepada RKPD
dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan
bernegara.
(3) APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi.
(4) APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun
ditetapkan dengan peraturan daerah.
Pasal 16
(1) Fungsi otorisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) mengandung arti
bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja
pada tahun yang bersangkutan.
(2) Fungsi perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) mengandung arti
bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan
kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
(3) Fungsi pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) mengandung arti
bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
(4) Fungsi alokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) mengandung arti bahwa
anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/ mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan
efektivitas perekonomian.
(5) Fungsi distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) mengandung arti
bahwa kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
(6) Fungsi stabilisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) mengandung arti
bahwa anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan
keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
Pasal 17
(1) Penerimaan daerah terdiri dari pendapatan daerah dan penerimaan pembiayaan
daerah.
14
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
764 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
(2) Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perkiraan yang
terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan.
(3) Penerimaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah semua
penerimaan yang perlu dibayar kembali balk pada tahun anggaran yang bersangkutan
maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pasal 18
(1) Pengeluaran daerah terdiri dari belanja daerah dan pengeluaran pembiayaan daerah.
(2) Belanja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perkiraan beban
pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat
dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam
pemberian pelayanan umum.
(3) Pengeluaran pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengeluaran
yang akan diterima kembali balk pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada
tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pasal 19
Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 ayat (1) harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah
yang cukup.
Pasal 20
(1) Pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang dianggarkan dalam APBD harus
berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Seluruh pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah dianggarkan
secara bruto dalam APBD.
Pasal 21
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun
anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
Bagian Kedua
Struktur APBD
Pasal 22
(1) Struktur APBD merupakan satu kesatuan terdiri dari:
a. pendapatan daerah;
b. belanja daerah; dan
c. pembiayaan daerah.
(2) Struktur APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan menurut urusan
pemerintahan daerah dan organisasi yang bertanggung jawab melaksanakan urusan
pemerintahan tersebut sesuai dengan peraturan perundangundangan.
(3) Klasifikasi APBD menurut urusan pemerintahan dan organisasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan ketentuan yang
ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
(1) Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a meliputi
15
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 57665
7
semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas
dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar
kembali oleh daerah.
(2) Belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b meliputi semua
pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana,
merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh daerah.
(3) Pembiayaan daerah sebagaimana dimaksud Pasal 22 ayat (1) huruf c meliputi semua
transaksi keuangan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus.
Pasal 24
(1) Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a dirinci
menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, kelompok, jenis, obyek dan rincian
obyek pendapatan.
(2) Belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b dirinci menurut
urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek dan
rincian obyek belanja.
(3) Pembiayaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c dirinci
menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, kelompok, jenis, obyek dan rincian
obyek pembiayaan.
Bagian Ketiga
Pendapatan Daerah
Pasal 25
Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a dikelompokan
atas:
a. pendapatan asli daerah;
b. dana perimbangan; dan
c. lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Pasal 26
(1) Kelompok pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas:
a. pajak daerah;
b. retribusi daerah;
c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
d. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
(2) Jenis pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dan huruf b dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undangundang tentang
pajak daerah dan retribusi daerah.
(3) Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:
a. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD;
b. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN; dan
c. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok
usaha masyarakat.
(4) Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk
dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:
16
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
766 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
a. hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
b. jasa giro;
c. pendapatan bunga;
d. penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah;
e. penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah;
f. penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;
g. pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;
h. pendapatan denda pajak;
i. pendapatan denda retribusi;
j. pendapatan hasil eksekusi atas jaminan;
k. pendapatan dari pengembalian;
I. fasilitas sosial dan fasilitas umum;
m. pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; dan
n. pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
Pasal 27
(1) Kelompok pendapatan dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri
atas:
a. dana bagi hasil;
b. dana alokasi umum; dan
c. dana alokasi khusus.
(2) Jenis dana bagi hasil dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup:
a. bagi hasil pajak; dan
b. bagi hasil bukan pajak.
(3) Jenis dana alokasi umum hanya terdiri atas objek pendapatan dana alokasi umum.
(4) Jenis dana alokasi khusus dirinci menurut objek pendapatan menurut
kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pasal 28
Kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah dibagi menurut jenis pendapatan yang
mencakup:
a. hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga/ organisasi
swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang
tidak mengikat;
b. dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan akibat
bencana slam;
c. dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota;
d. dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah; dan
e. bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.
Pasal 29
Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a adalah penerimaan daerah yang
berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional,
pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perorangan, balk dalam bentuk devisa,
rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu
dibayar kembali.
Pasal 30
(1) Pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain pendapatan
asli daerah yang sah yang ditransfer langsung ke kas daerah, dana perimbangan dan
lain-lain pendapatan daerah yang sah dianggarkan pada SKPKD.
(2) Retribusi daerah, komisi, potongan, keuntungan selisih nilai tukar rupiah, pendapatan
17
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 7667
7
dari penyelanggaraan pendidikan dan pelatihan, hasil penjualan kekayaan daerah yang
tidak dipisahkan dan hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang
tidak dipisahkan yang dibawah penguasaan pengguna anggaran/pengguna barang
dianggarkan pada SKPD.
Bagian Keempat
Belanja Daerah
Pasal 31
(1) Belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b dipergunakan
dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan
yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan
bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang
ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
(2) Belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam
upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan
pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak
serta mengembangkan sistem jaminan sosial.
(3) Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 32
(1) Klasifikasi belanja menurut urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 ayat (1) terdiri dari belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan.
(2) Klasifikasi belanja menurut urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup:
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. pekerjaan umum;
d. perumahan rakyat;
e. penataan ruang;
f. perencanaan pembangunan;
g. perhubungan;
h. lingkungan hidup;
i. pertanahan;
j. kependudukan dan catatan sipil;
k. pemberdayaan perempuan;
I. keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
m. sosial;
n. tenaga kerja;
o. koperasi dan usaha kecil dan menengah;
p. penanaman modal;
q. kebudayaan;
r. pemuda dan olah raga;
s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
t. pemerintahan umum;
u. kepegawaian;
v. pemberdayaan masyarakat dan desa;
w. statistik;
x. arsip; dan
18
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
768 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
y. komunikasi dan informatika.
(3) Klasifikasi belanja menurut urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup:
a. pertanian;
b. kehutanan;
c. energi dan sumber daya mineral;
d. pariwisata;
e. kelautan dan perikanan;
f. perdagangan;
g. perindustrian; dan
h. transmigrasi.
(4) Belanja menurut urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang
tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah
yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan dijabarkan dalam bentuk
program dan kegiatan yang dikiasifikasikan menurut urusan wajib dan urusan pilihan.
Pasal 33
Klasifikasi belanja menurut fungsi yang digunakan untuk tujuan keselarasan dan
keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari:
a. pelayanan umum;
b. ketertiban dan ketentraman;
c. ekonomi;
d. lingkungan hidup;
e. perumahan dan fasilitas umum;
f. kesehatan;
g. pariwisata dan budaya;
h. pendidikan; dan
i. perlindungan sosial.
Pasal 34
Klasifikasi belanja menurut organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2)
disesuaikan dengan susunan organisasi pada masing-masing pemerintah daerah.
Pasal 35
Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (2) disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.
Pasal 36
(1) Belanja menurut kelompok belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2)
terdiri dari:
a. belanja tidak langsung; dan
b. belanja langsung.
(2) Kelompok belanja tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan
pelaksanaan program dan kegiatan.
(3) Kelompok belanja langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan
belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan
kegiatan.
19
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 97669
7
Paragraf 1
Belanja Tidak Langsung
Pasal 37
Kelompok belanja tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a
dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:
a. belanja pegawai;
b. bunga;
c. subsidi;
d. hibah;
e. bantuan sosial;
f. belanja bagi basil;
g. bantuan keuangan; dan
h. belanja tidak terduga.
Pasal 38
(1) Belanja pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a merupakan belanja
kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan
kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
(2) Uang representasi dan tunjangan pimpinan dan anggota DPRD serta gaji dan tunjangan
kepala daerah dan wakil kepala daerah serta penghasilan dan penerimaan lainnya yang
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangundangan dianggarkan dalam belanja
pegawai.
Pasal 39
(1) Pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri
sipil berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan
keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam rangka
peningkatan kesejahteraan pegawai berdasarkan beban kerja atau tempat bertugas
atau kondisi kerja atau kelangkaan profesi atau prestasi kerja.
(3) Tambahan penghasilan berdasarkan beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dibebani pekerjaan untuk menyelesaikan
tugas-tugas yang dinilai melampaui beban kerja normal.
(4) Tambahan penghasilan berdasarkan tempat bertugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dalam melaksanakan tugasnya
berada di daerah memiliki tingkat kesulitan tinggi dan daerah terpencil.
(5) Tambahan penghasilan berdasarkan kondisi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dalam melaksanakan tugasnya berada pada
lingkungan kerja yang memiliki resiko tinggi.
(6) Tambahan penghasilan berdasarkan kelangkaan profesi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dalam mengemban tugas memiliki
ketrampilan khusus dan langka.
(7) Tambahan penghasilan berdasarkan prestasi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diberikan kepada pegawai negeri sipil yang dalam melaksanakan tugasnya dinilai
mempunyai prestasi kerja.
(8) Kriteria pemberian tambahan penghasilan ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
20
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
770 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Pasal 40
Pasal 41
(1) Belanja subsidi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf c digunakan untuk
menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar
harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak.
(2) Perusahaan/lembaga tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
perusahaan/lembaga yang menghasilkan produk atau jasa pelayanan umum
masyarakat.
(3) Perusahaan/lembaga penerima belanja subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus terlebih dahulu dilakukan audit sesuai dengan ketentuan pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
(4) Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, penerima subsidi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan
dana subsidi kepada kepala daerah.
(5) Belanja subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan sesuai dengan
keperluan perusahaan/lembaga penerima subsidi dalam peraturan daerah tentang
APBD yang peraturan pelaksanaannya lebih lanjut dituangkan dalam peraturan kepala
daerah.
Pasal 42
(1) Belanja hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf d digunakan untuk
menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada
pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, dan kelompok masyarakat/ perorangan
yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya.
(2) Pemberian hibah dalam bentuk uang dapat dianggarkan apabila pemerintah daerah
telah memenuhi seluruh kebutuhan belanja urusan wajib guna memenuhi standar
pelayanan minimum yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan.
(3) Pemberian hibah dalam bentuk barang dapat dilakukan apabila barang tersebut tidak
mempunyai nilai ekonomis bagi pemerintah daerah yang bersangkutan tetapi
bermanfaat bagi pemerintah atau pemerintah daerah lainnya dan/atau kelompok
masyarakat/perorangan.
(4) Pemberian hibah dalam bentuk jasa dapat dianggarkan apabila pemerintah daerah telah
memenuhi seluruh kebutuhan belanja urusan wajib guna memenuhi standar pelayanan
minimum yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
(5) Pemberian hibah dalam bentuk uang atau dalam bentuk barang atau jasa dapat
diberikan kepada pemerintah daerah tertentu sepanjang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
Pasal 43
(1) Hibah kepada pemerintah bertujuan untuk menunjang peningkatan penyelenggaraan
fungsi pemerintahan di daerah.
(2) Hibah kepada perusahan daerah bertujuan untuk menunjang peningkatan pelayanan
kepada masyarakat.
21
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 17771
7
(3) Hibah kepada pemerintah daerah Iainnya bertujuan untuk menunjang peningkatan
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan layanan dasar umum.
(4) Hibah kepada badan/lembaga/organisasi swasta dan/atau kelompok masyarakat/
perorangan bertujuan untuk meningkatkan partisipasi dalam penyelenggaraan
pembangunan daerah.
Pasal 44
(1) Belanja hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 bersifat bantuan yang tidak
mengikat/tidak secara terus menerus dan harus digunakan sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan dalam naskah perjanjian hibah daerah.
(2) Belanja hibah kepada pemerintah dikelola sesuai dengan mekanisme APBN, serta hibah
kepada pemerintah daerah Iainnya dan kepada perusahaan daerah,
badan/lembaga/organisasi swasta dan/atau kelompok masyarakat/perorangan dikelola
dengan mekanisme APBD sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 45
(1) Bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf e digunakan untuk
menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada
masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
(2) Bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan tidak secara terus
menerus/tidak berulang setiap tahun anggaran, selektif dan memiliki kejelasan
peruntukan penggunaannya.
(3) Untuk memenuhi fungsi APBD sebagai instrumen keadilan dan pemerataan dalam
upaya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, bantuan dalam bentuk
uang dapat dianggarkan apabila pemerintah daerah telah memenuhi seiuruh kebutuhan
belanja urusan wajib guna terpenuhinya standar pelayanan minimum yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan.
(4) Bantuan kepada partai politik diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dianggarkan dalam bantuan sosial.
Pasal 46
Belanja bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf f digunakan untuk
menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada
kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan
pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah Iainnya sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Pasal 47
(1) Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam- Pasal 37 huruf g digunakan untuk
menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi
kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah Iainnya atau
dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah
Iainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan.
(2) Bantuan keuangan yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
peruntukan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah
daerah/pemerintah desa penerima bantuan.
(3) Bantuan keuangan yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
peruntukan dan pengelolaannya diarahkan/ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi
bantuan.
22
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
772 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
(4) Pemberi bantuan bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
mensyaratkan penyediaan dana pendamping dalam APBD atau anggaran pendapatan
dan belanja desa penerima bantuan.
Pasal 48
(1) Belanja tidak terduga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf h merupakan
belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti
penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan
sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahuntahun
sebelumnya yang telah ditutup.
(2) Kegiatan yang bersifat tidak biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu untuk
tanggap darurat dalam rangka pencegahan gangguan terhadap stabilitas
penyelenggaraan pemerintahan demi terciptanya keamanan, ketentraman dan
ketertiban masyarakat di daerah.
(3) Pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah
ditutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didukung dengan buktibukti yang
sah.
Pasal 49
(1) Belanja pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a dianggarkan pada
belanja organisasi berkenaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi
hasil, belanja bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h hanya
dapat dianggarkan pada belanja SKPKD.
Paragraf 2
Belanja Langsung
Pasal 50
Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
ayat (1) huruf b dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:
a. belanja pegawai;
b. belanja barang dan jasa; dan
c. belanja modal.
Pasal 51
Belanja pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf a untuk pengeluaran
honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah.
Pasal 52
(1) Belanja barang dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf b digunakan
untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12
(duabelas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan
pemerintahan daerah.
(2) Pembelian/pengadaan barang dan/atau pemakaian jasa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mencakup belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi
asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa
rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa
perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan
23
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 37773
7
atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas,
perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai.
Pasal 53
(1) Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf c digunakan untuk
pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan
aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk
digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan
mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.
(2) Nilai pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang dianggarkan dalam belanja modal hanya sebesar harga
beli/bangun aset.
(3) Belanja honorarium panitia pengadaan dan administrasi pembelian/pembangunan untuk
memperoleh setiap aset yang dianggarkan pada belanja modal sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dianggarkan pada belanja pegawai dan/atau belanja barang dan jasa.
Pasal 54
Belanja langsung yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja
modal untuk melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah dianggarkan pada
belanja SKPD berkenaan.
Bagian Kelima
Surplus/(Defisit) APBD
Pasal 55
Selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan anggaran belanja daerah
mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit APBD.
Pasal 56
(1) Surplus APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 terjadi apabila anggaran
pendapatan daerah diperkirakan lebih besar dari anggaran belanja daerah.
(2) Dalam hal APBD diperkirakan surplus, diutamakan untuk pembayaran pokok utang,
penyertaan modal (investasi) daerah, pemberian pinjaman kepada pemerintah
pusat/pemerintah daerah lain dan/atau pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial.
(3) Pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diwujudkan dalam bentuk program dan kegiatan pelayanan dasar masyarakat yang
dianggarkan pada SKPD yang secara fungsional terkait dengan tugasnya melaksanakan
program dan kegiatan tersebut.
Pasal 57
(1) Defisit anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 terjadi apabila anggaran
pendapatan daerah diperkirakan lebih kecil dari anggaran belanja daerah.
(2) Batas maksimal defisit APBD untuk setiap tahun anggaran berpedoman pada
penetapan batas maksimal defisit APBD oleh Menteri Keuangan.
(3) Dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan pembiayaan untuk menutup defisit
tersebut yang diantaranya dapat bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun
anggaran sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah
yang dipisahkan, penerimaan pinjaman, dan penerimaan kembali pemberian pinjaman
atau penerimaan piutang.
24
Bagian Keenam
Pembiayaan Daerah
Pasal 59
Pembiayaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c terdiri dari
penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Pasal 60
(1) Penerimaan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 mencakup:
a. sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA);
b. pencairan dana cadangan;
c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
d. penerimaan pinjaman daerah;
e. penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan
f. penerimaan piutang daerah.
(2) Pengeluaran pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 mencakup:
a. pembentukan dana cadangan;
b. peneemaan modal (investasi) pemerintah daerah;
c. pembayaran pokok utang; dan
d. pemberian pinjaman daerah.
Pasal 61
(1) Pembiayaan neto merupakan selisih antara penerimaan pembiayaan dengan
pengeluaran pembiayaan.
(2) Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran.
Paragraf 1
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran
Tahun Anggaran Sebelumnya (SiLPA)
Pasal 62
Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf a mencakup pelampauan penerimaan PAD,
pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan
daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban
kepada fihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana
kegiatan lanjutan.
Paragraf 2
Dana Cadangan
Pasal 63
(1) Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna mendanai kegiatan yang
penyediaan dananya tidak dapat sekaligus/sepenuhnya dibebankan dalam satu tahun
25
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 57775
7
anggaran.
(2) Pembentukan dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
peraturan daerah.
(3) Peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup penetapan tujuan
pembentukan dana cadangan, program dan kegiatan yang akan dibiayai dari dana
cadangan, besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan dan
ditransfer ke rekening dana cadangan, sumber dana cadangan, dan tahun anggaran
pelaksanaan dana cadangan.
(4) Rancangan peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dibahas bersamaan dengan pembahasan rancangan peraturan
daerah tentang APBD.
(5) Penetapan rancangan peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh kepala daerah bersamaan
dengan penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD.
(6) Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari penyisihan
atas penerimaan daerah, kecuali dari dana alokasi khusus, pinjaman daerah dan
penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran tertentu berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
(7) Dana cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan pada rekening
tersendiri.
(8) Penerimaan hasil bunga/deviden rekening dana cadangan dan penempatan dalam
portofolio dicantumkan sebagai penambah dana cadangan berkenaan dalam daftar
dana cadangan pada lampiran rancangan peraturan daerah tentang APBD.
(9) Pembentukan dana cadangan dianggarkan pada pengeluaran pembiayaan dalam tahun
anggaran yang berkenaan.
Pasal 64
(1) Pencairan dana cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf b
digunakan untuk menganggarkan pencairan dana cadangan dari rekening dana
cadangan ke rekening kas umum daerah dalam tahun anggaran berkenaan.
(2) Jumlah yang dianggarkan tersebut pada ayat (1) yaitu sesuai dengan jumlah yang telah
ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan berkenaan.
Pasal 65
Penggunaan atas dana cadangan yang dicairkan dari rekekning dana cadangan ke
rekening kas umum daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dianggarkan
dalam belanja langsung SKPD pengguna dana cadangan berkenaan, kecuali diatur
tersendiri dalam peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
Pasal 66
Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60
ayat (1) huruf c digunakan antara lain untuk menganggarkan hasil penjualan perusahaan
milik daerah/BUMD dan penjualan aset milik pemerintah daerah yang dikerjasamakan
dengan pihak ketiga, atau hasil divestasi penyertaan modal pemerintah daerah.
26
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
776 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Paragraf 4
Penerimaan Pinjaman Daerah
Pasal 67
Penerimaan pinjaman daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf d
digunakan untuk menganggarkan penerimaan pinjaman daerah termasuk penerimaan atas
penerbitan obligasi daerah yang akan direalisasikan pada tahun anggaran berkenaan.
Paragraf 5
Pemberian Pinjaman daerah dan
Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Daerah
Pasal 68
(1) Pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf d digunakan
untuk menganggarkan pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau
pemerintah daerah lainnya.
(2) Penerimaan kembali pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat
(1) huruf e digunakan untuk menganggarkan posisi penerimaan kembali pinjaman yang
diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah lainnya.
Paragraf 6
Penerimaan Piutang Daerah
Pasal 69
Penerimaan piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf f digunakan
untuk menganggarkan penerimaan yang bersumber dari pelunasan piutang fihak ketiga,
seperti berupa penerimaan piutang daerah dari pendapatan daerah, pemerintah,
pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank dan
penerimaan piutang lainnya.
Paragraf 7
Investasi Pemerintah Daerah
Pasal 70
Investasi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf b
digunakan untuk menganggarkan kekayaan pemerintah daerah yang diinvestasikan balk
dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Pasal 71
(1) Investasi jangka pendek merupakan investasi yang dapat segera
diperjualbelikan/dicairkan, ditujukan dalam rangka manajemen kas dan beresiko rendah
serta dimiliki selama kurang dari 12 (duabelas) bulan.
(2) Investasi jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup deposito
berjangka waktu 3 (tiga) bulan sampai dengan 12 (duabelas) bulan yang dapat
diperpanjang secara otomatis, pembelian surat utang negara (SUN), sertifikat bank
Indonesia (SBI) dan surat perbendaharaan negara (SPN).
(3) Investasi jangka panjang merupakan investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih
dari 12 (duabelas) bulan yang terdiri dari investasi permanen dan non permanen.
(4) Investasi jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) antara lain surat
berharga yang dibeli pemerintah daerah dalam rangka mengendalikan suatu badan
usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah kepemilikan modal saham
27
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 7777
7
pada suatu badan usaha, surat berharga yang dibeli pemerintah daerah untuk tujuan
menjaga hubungan balk dalam dan luar negeri, surat berharga yang tidak dimaksudkan
untuk dicairkan dalam memenuhi kebutuhan kas jangka pendek.
(5) Investasi permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertujuan untuk dimiliki
secara berkelanjutan tanpa ada niat untuk diperjualbelikan atau tidak ditarik kembali,
seperti kerjasama daerah dengan pihak ketiga dalam bentuk
penggunausahaan/pemanfaatan aset daerah, penyertaan modal daerah pada BUMD
dan/atau badan usaha lainnya dan investasi permanen lainnya yang dimiliki pemerintah
daerah untuk menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat.
(6) Investasi non permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertujuan untuk dimiliki
secara tidak berkelanjutan atau ada niat untuk diperjualbelikan atau ditarik kembali,
seperti pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan untuk
dimiliki sampai dengan tanggal jatuh tempo, dana yang disisihkan pemerintah daerah
dalam rangka pelayanan/pemberdayaan masyarakat seperti bantuan modal kerja,
pembentukan dana secara bergulir kepada kelompok masyarakat, pemberian fasilitas
pendanaan kepada usaha mikro dan menengah.
(7) Investasi pemerintah daerah dapat dianggarkan apabila jumlah yang akan disertakan
dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang
penyertaan modal dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 72
(1) Investasi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf b,
dianggarkan dalam pengeluaran pembiayaan.
(2) Divestasi pemerintah daerah dianggarkan dalam penerimaan pembiayaan pada jenis
hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
(3) Divestasi pemerintah daerah yang dialihkan untuk diinvestasikan kembali dianggarkan
dalam pengeluaran pembiayaan pada jenis penyertaan modal (investasi) pemerintah
daerah.
(4) Penerimaan hasil atas investasi pemerintah daerah dianggarkan dalam kelompok
pendapatan asli daerah pada jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Pasal 73
(1) Investasi daerah jangka pendek dalam bentuk deposito pada bank umum dianggarkan
dalam pengeluaran pembiayaan pada jenis penyertaan modal (investasi) pemerintah
daerah.
(2) Pendapatan bunga atas deposito sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan
dalam kelompok pendapatan asli daerah pada jenis lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah.
Paragraf 8
Pembayaran Pokok Utang
Pasal 74
Pembayaran pokok utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) huruf c
digunakan untuk menganggarkan pembayaran kewajiban atas pokok utang yang dihitung
berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
28
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
778 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Bagian Ketujuh
Kode Rekening Penganggaran
Pasal 75
(1) Setiap urusan pemerintahan daerah dan organisasi yang dicantumkan dalam APBD
menggunakan kode urusan pemerintahan daerah dan kode organisasi.
(2) Kode pendapatan, kode belanja dan kode pembiayaan yang digunakan dalam
penganggaran menggunakan kode akun pendapatan, kode akun belanja, dan kode
akun pembiayaan.
(3) Setiap program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek serta rincian obyek yang dicantumkan
dalam APBD menggunakan kode program, kode kegiatan, kode kelompok, kode jenis,
kode obyek dan kode rincian obyek.
(4) Untuk tertib penganggaran kode sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan
ayat (3) dihimpun menjadi satu kesatuan kode anggaran yang disebut kode rekening.
Pasal 76
Urutan susunan kode rekening APBD dimulai dari kode urusan pemerintahan daerah, kode
organisasi, kode program, kode kegiatan, kode akun, kode kelompok, kode jenis, kode
obyek, dan kode rincian obyek.
Pasal 77
(1) Kode dan klasifikasi urusan pemerintahan daerah dan organisasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) tercantum dalam Lampiran A.I peraturan menteri ini.
(2) Kode akun pendapatan, kode akun belanja, dan kode akun pembiayaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3) merupakan bagian susunan kode akun keuangan
daerah yang tercantum dalam Lampiran A.II peraturan menteri ini.
(3) Kode rekening pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) untuk
provinsi tercantum dalam Lampiran A.III peraturan menteri ini.
(4) Kode rekening pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) untuk
kabupaten/kota tercantum dalam Lampiran A.IV peraturan menteri ini.
(5) Kode dan klasifikasi fungsi tercantum dalam Lampiran A.V peraturan menteri ini.
(6) Kode dan klasifikasi belanja daerah menurut fungsi untuk keselarasan dan keterpaduan
pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 tercantum dalam
Lampiran A.VI peraturan menteri ini.
(7) Kode dan daftar program dan kegiatan menurut urusan pemerintahan daerah tercantum
dalam Lampiran A.VII peraturan menteri ini.
(8) Kode rekening belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2)
tercantum dalam Lampiran A.VIII peraturan menteri ini.
(9) Dalam rangka sinkronisasi program dan kegiatan pemerintah dengan pemerintah
daerah, daftar program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) secara
berkala akan disempurnakan sesuai dengan perkembangan kebutuhan daerah.
(10) Kode rekening pembiayaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3)
tercantum dalam Lampiran A.IX peraturan menteri ini.
(11) Untuk memenuhi kebutuhan objektif dan karakteristik daerah serta keselarasan
penyusunan statistik keuangan negara, perubahan dan penambahan kode rekening
rincian objek belanja dapat diatur Iebih lanjut dengan peraturan kepala daerah setelah
dikonsultasikan dengan Menteri Dalam Negeri.
29
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 97779
7
BAB IV
PENYUSUNAN RANCANGAN APBD
Bagian Pertama
Azas Umum
Pasal 78
(1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari
dan atas beban APBD.
(2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah di
daerah didanai dari dan atas beban APBN.
(3) Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang penugasannya dilimpahkan
kepada kabupaten/kota dan/atau desa, didanai dari dan atas beban APBD provinsi.
(4) Penyelenggaraan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang penugasannya
dilimpahkan kepada desa, didanai dari dan atas beban APBD kabupaten/kota.
Pasal 79
(1) Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah balk dalam bentuk uang,
barang dan/atau jasa pada tahun anggaran yang berkenaan harus dianggarkan dalam
APBD.
(2) Penganggaran penerimaan dan pengeluaran APBD harus memiliki dasar hukum
penganggaran.
Pasal 80
Anggaran belanja daerah diprioritaskan untuk melaksanakan kewajiban pemerintahan
daerah sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Rencana Kerja Pemerintahan Daerah
Pasal 81
(1) Untuk menyusun APBD, pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan
penjabaran dari RP3MD dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk jangka
waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah.
(2) RKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat rancangan kerangka ekonomi
daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan
pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, pemerintah daerah
maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
(3) Kewajiban daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempertimbangkan prestasi
capaian standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 82
(1) RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
30
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
780 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
(2) Penyusunan RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran
berkenaan.
(3) RKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan kepala
daerah.
(4) Tata cara penyusunan RKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Kebijakan Umum APBD serta
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Paragraf 1
Kebijakan Umum APBD
Pasal 83
(1) Kepala daerah menyusun rancangan KUA berdasarkan RKPD dan pedoman
penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun.
(2) Pedoman penyusunan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat antara lain:
a. pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan
pemerintah daerah;
b. prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan;
c. teknis penyusunan APBD; dan
d. hal-hal khusus lainnya.
Pasal 84
(1) Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari program-program
yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan
daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah,
sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya.
(2) Program-program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselaraskan dengan prioritas
pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah.
(3) Asumsi yang mendasari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yakni
mempertimbangkan perkembangan ekonomi makro dan perubahan pokok-pokok
kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah.
Pasal 85
(1) Dalam menyusun rancangan KUA sebagaimana dimaksud Pasal 83 ayat (1), kepala
daerah dibantu oleh TAPD yang dipimpin oleh sekretaris daerah.
(2) Rancangan KUA yang telah disusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan
oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah kepada kepala
daerah, paling lambat pada awal bulan Juni.
Pasal 86
(1) Rancangan KUA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2) disampaikan kepala
daerah kepada DPRD paling lambat pertengahan bulan Juni tahun anggaran bedalan
untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.
(2) Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh TAPD bersama
panitia anggaran DPRD.
31
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 17881
7
(3) Rancangan KUA yang telah dibahas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya
disepakati menjadi KUA paling lambat minggu pertama bulan Juli tahun anggaran
berjalan.
(4) Format KUA tercantum dalam Lampiran A.X peraturan menteri ini.
Paragraf 2
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Pasal 87
(1) Berdasarkan KUA yang telah disepakati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat
(3), pemerintah daerah menyusun rancangan PPAS.
(2) Rancangan PPAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan tahapan
sebagai berikut:
a. menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan;
b. menentukan urutan program untuk masing-masing urusan; dan
c. menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.
(3) Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan
Juli tahun anggaran berjalan.
(4) Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh TAPD bersama
panitia anggaran DPRD.
(5) Rancangan PPAS yang telah dibahas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) selanjutnya
disepakati menjadi PPA paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan.
(6) Format PPAS tercantum dalam Lampiran A.XI peraturan menteri ini.
Pasal 88
(1) KUA serta PPA yang telah disepakati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (3)
dan Pasal 87 ayat (5), masing-masing dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang
ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD.
(2) Dalam hal kepala daerah berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat
yang diberi wewenang untuk menandatangani nota kepakatan KUA dan PPA.
(3) Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, penandatanganan nota kepakatan KUA
dan PPA dilakukan oleh penjabat yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.
(4) Format nota kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran A.XII peraturan menteri ini.
Bagian Keempat
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Pasal 89
(1) Berdasarkan nota kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1), TAPD
menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-
SKPD sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-SKPD.
(2) Rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup :
a. PPA yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana pendapatan dan
pembiayaan;
32
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
782 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
b. sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD berkenaan
sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;
c. batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD;
d. , hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait dengan
prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas, tranparansi dan akuntabilitas
penyusunan anggaran dalam rangka pencapaian prestasi kerja; dan
e. dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKA-
SKPD, analisis standar belanja dan standar satuan harga.
(3) Surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA-SKPD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran
berjalan.
Bagian Kelima
Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Pasal 90
(1) Berdasarkan pedoman penyusunan RKA-SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89
ayat (3), kepala SKPD menyusun RKA-SKPD.
(2) RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka
menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi
kerja.
Pasal 91
(1) Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 90 ayat (2) dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju.
(2) Prakiraan maju sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi perkiraan kebutuhan
anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran
berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan.
(3) Pendekatan penganggaran terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (2)
dilakukan dengan memadukan seluruh proses perencanaan dan penganggaran
pendapatan, belanja, dan pembiayaan di lingkungan SKPD untuk menghasilkan
dokumen rencana kerja dan anggaran.
(4) Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 90 ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan
dengan keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil serta manfaat yang
diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
Pasal 92
(1) Untuk terlaksananya penyusunan RKA-SKPD berdasarkan pendekatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 90 ayat (2) dan terciptanya kesinambungan RKA-SKPD, kepala
SKPD mengevaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan 2 (dua) tahun anggaran
sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun anggaran berjalan.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan menilai program dan kegiatan
yang belum dapat dilaksanakan dan/atau belum diselesaikan tahun-tahun sebelumnya
untuk dilaksanakan dan/atau diselesaikan pada tahun yang direncanakan atau 1 (satu)
tahun berikutnya dari tahun yang direncanakan.
(3) Dalam hal suatu program dan kegiatan merupakan tahun terakhir untuk pencapaian
prestasi kerja yang ditetapkan, kebutuhan dananya harus dianggarkan pada tahun yang
33
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 37883
7
direncanakan.
Pasal 93
(1) Penyusunan RKA-SKPD berdasarkan prestasi kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 90 ayat (2) berdasarkan pada indikator kinerja, capaian atau target kinerja,
analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal.
(2) Indikator kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah ukuran keberhasilan yang
akan dicapai dari program dan kegiatan yang direncanakan.
(3) Capaian kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan ukuran prestasi kerja
yang akan dicapai yang berwujud kualitas, kuantitas, efisiensi dan efektifitas
pelaksanaan dari setiap program dan kegiatan.
(4) Analisis standar belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penilaian
kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu
kegiatan.
(5) Standar satuan harga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan harga satuan
setiap unit barang/jasa yang berlaku disuatu daerah yang ditetapkan dengan keputusan
kepala daerah.
(6) Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tolok ukur
kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan
urusan wajib daerah.
Pasal 94
(1) RKA-SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) memuat rencana
pendapatan, rencana belanja untuk masing-masing program dan kegiatan, serta
rencana pembiayaan untuk tahun yang direncanakan dirinci sampai dengan rincian
objek pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta prakiraan maju untuk tahun
berikutnya.
(2) RKA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga memuat informasi tentang
urusan pemerintahan daerah, organisasi, standar biaya, prestasi kerja yang akan
dicapai dari program dan kegiatan.
Pasal 95
(1) Rencana pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) memuat
kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan daerah, yang dipungut/dikelola/
diterima oleh SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
(2) Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah peraturan
daerah, peraturan pemerintah atau undang-undang.
(3) Rencana belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) memuat kelompok
belanja tidak langsung dan belanja langsung yang masing-masing diuraikan menurut
jenis, obyek dan rincian obyek belanja.
(4) Rencana pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (1) memuat
kelompok penerimaan pembiayaan yang dapat digunakan untuk menutup defisit APBD
dan pengeluaran pembiayaan yang digunakan untuk memanfaatkan surplus APBD yang
masing-masing diuraikan menurut jenis, obyek dan rincian obyek pembiayaan.
(5) Urusan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) memuat
bidang urusan pemerintahan daerah yang dikelola sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi organisasi.
(6) Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) memuat nama organisasi
34
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
784 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
atau nama SKPD selaku pengguna anggaran/pengguna barang.
(7) Prestasi kerja yang hendak dicapai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2)
terdiri dari indikator, tolok ukur kinerja dan target kinerja.
(8) Program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) memuat nama program yang
akan dilaksanakan SKPD dalam tahun anggaran berkenaan.
(9) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (2) memuat nama kegiatan yang
akan dilaksanakan SKPD dalam tahun anggaran berkenaan.
Pasal 96
(1) Indikator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (7) meliputi masukan, keluaran
dan hasil.
(2) Tolok ukur kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (7) merupakan ukuran
prestasi kerja yang akan dicapai dari keadaan semula dengan mempertimbangkan faktor
kualitas, kuantitas, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan dari setiap program dan
kegiatan.
(3) Target kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (7) merupakan hasil yang
diharapkan dari suatu program atau keluaran yang diharapkan dari suatu kegiatan.
Pasal 97
(1) Belanja langsung yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta
belanja modal dianggarkan dalam RKA-SKPD pada masing-masing SKPD.
(2) Belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil,
belanja bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga hanya dianggarkan dalam RKA-
SKPD pada SKPKD.
Pasal 98
Penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan daerah dianggarkan dalam RKA-
SKPD pada SKPKD.
Pasal 99
(1) Bagan alir pengerjaan RKA-SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1)
tercantum dalam Lampiran A.XIII peraturan menteri ini.
(2) Format RKA-SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) tercantum dalam
Lampiran A.XIV peraturan menteri ini.
Bagian Keenam
Penyiapan Raperda APBD
Pasal 100
(1) RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas
lebih lanjut oleh TAPD.
(2) Pembahasan oleh TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah
disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta
capaivn kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis belanja,
standar satuan harga, standar pelayanan minimal, serta sinkronisasi program dan
35
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 57885
7
kegiatan antar SKPD.
(3) Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kepala SKPD melakukan penyempurnaan.
Pasal 101
(1) RKA-SKPD yang telah disempurnakan oleh kepala SKPD disampaikan kepada PPKD
sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
(2) Rancangan peraturan daerah tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
a. ringkasan APBD;
b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi;
c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, pendapatan,
belanja dan pembiayaan;
d. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan
kegiatan;
e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan
pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;
f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
g. daftar piutang daerah;
h. daftar penyertaan modal (investasi) daerah;
i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;
j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan
dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
l. daftar dana cadangan daerah; dan
m. daftar pinjaman daerah.
(3) Format rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta lampiran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran A.XV peraturan menteri ini.
Pasal 102
(1) Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 101 ayat (1) dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
a. ringkasan penjabaran APBD;
b. penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program,
kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan
pembiayaan.
(2) Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD wajib memuat
penjelasan sebagai berikut:
a. untuk pendapatan mencakup dasar hukum, target/volume yang direncanakan, tarif
pungutan/harga;
b. untuk belanja mencakup dasar hukum, satuan volume/tolok ukur, harga satuan,
lokasi kegiatan dan sumber pendanaan kegiatan;
c. untuk pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran, sumber penerimaan
pembiayaan dan tujuan pengeluaran pembiayaan.
(3) Format rancangan peraturan kepala daerah beserta lampiran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran A.XVI peraturan menteri ini.
Pasal 103
(1) Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD
disampaikan kepada kepala daerah.
(2) Rancangan peraturan daerah tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
36
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
786 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
sebelum disampaikan kepada DPRD disosialisasikan kepada masyarakat.
(3) Sosialisasi rancangan peraturan daerah tentang APBD sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) bersifat memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah
serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD tahun anggaran yang direncanakan.
(4) Penyebarluasan rancangan peraturan daerah tentang APBD dilaksanakan oleh
sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.
BAB V
PENETAPAN APBD
Bagian Pertama
Penyampaian dan Pembahasan
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
Pasal 104
(1) Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta
lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun
anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan
bersama.
(2) Pengambilan keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap rancangan
peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
(3) Atas dasar persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepala daerah
menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
(4) Penyampaian rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disertai dengan nota keuangan.
(5) Dalam hal kepala daerah dan/atau pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat
yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana
tugas kepala daerah dan/atau selaku pimpinan sementara DPRD yang menandatangani
persetujuan bersama.
(6) Format susunan nota keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam
Lampiran A.XVII peraturan menteri ini.
Pasal 105
(1) Penetapan agenda pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD untuk
mendapatkan persetujuan bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (1)
disesuaikan dengan tata tertib DPRD masing-masing daerah.
(2) Pembahasan rancangan peraturan daerah berpedoman pada KUA, serta PPA yang
telah disepakati bersama antara pemerintah daerah dan DPRD.
(3) Dalam hal DPRD memerlukan tambahan penjelasan terkait dengan pembahasan
program dan kegiatan tertentu, dapat meminta RKA-SKPD berkenaan kepada kepala
daerah.
(4) Format persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam
Lampiran A.XVIII peraturan menteri ini.
Pasal 106
(1) Apabila DPRD sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (2)
tidak menetapkan persetujuan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan
37
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 7887
7
peraturan daerah tentang APBD, kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-
tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan
setiap bulan.
(2) Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang
bersifat wajib.
(3) Belanja yang bersifat mengikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan
belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan oleh pemerintah
daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran
yang bersangkutan, seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa.
(4) Belanja yang bersifat wajib adalah belanja untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan
pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain pendidikan dan kesehatan dan/atau
melaksanakan kewajiban kepada fihak ketiga.
Pasal 107
(1) Rencana pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) disusun dalam
rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD.
(2) Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Dalam Negeri
bagi provinsi dan gubernur bagi kabupaten/kota.
(3) Pengesahan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Menteri Dalam Negeri bagi provinsi dan
keputusan gubernur bagi kabupaten/kota.
(4) Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari :
a. ringkasan APBD;
b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi;
c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan,
kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan;
d. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan
kegiatan;
e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan
pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;
f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
g. daftar piutang daerah;
h. daftar penyertaan modal (investasi) daerah;
i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;
j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum
diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
I. daftar dana cadangan daerah; dan m. daftar pinjaman daerah.
(5) Format rancangan peraturan kepala daerah beserta lampiran sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran A.XIX peraturan menteri ini.
Pasal 108
(1) Penyampaian rancangan peraturan kepala daerah untuk memperoleh pengesahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (3) paling lama 15 (lima belas) hari kerja
terhitung sejak DPRD tidak menetapkan keputusan bersama dengan kepala daerah
terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD.
(2) Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) . hari kerja Menteri Dalam Negeri/gubernur
tidak mengesahkan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD sebagaimana
38
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
788 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
dimaksud pada ayat (1), kepala daerah menetapkan rancangan peraturan kepala daerah
dimaksud menjadi peraturan kepala daerah.
Pasal 109
Pelampuan batas tertinggi dari jumlah pengeluaran sebagaimana ditetapkan dalam Pasal
106 ayat (1), hanya diperkenankan apabila ada kebijakan pemerintah untuk kenaikan gaji
dan tunjangan pegawai negeri sipil serta penyediaan dana pendamping atas program dan
kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah serta bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah
yang ditetapkan dalam undang-undang.
Bagian Kedua
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan
Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Pasal 110
(1) Rancangan peraturan daerah provinsi tentang APBD yang telah disetujui bersama
DPRD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD sebelum
ditetapkan oleh gubernur paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu
kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi.
(2) Penyampaian rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan:
a. persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan
peraturan daerah tentang APBD;
b. KUA dan PPA yang disepakati antara kepala daerah dan pimpinan DPRD;
c. risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah tentang
APBD; dan
d. nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian pengantar nota
keuangan pada sidang DPRD.
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk tercapainya keserasian
antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik
dan kepentingan aparatur serta untuk meneliti sejauh mana APBD provinsi tidak
bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan
daerah lainnya yang ditetapkan oleh provinsi bersangkutan.
(4) Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri
Dalam Negeri dapat mengundang pejabat pemerintah daerah provinsi yang terkait.
(5) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam keputusan
Menteri Dalam Negeri dan disampaikan kepada gubernur paling lama 15 (lima betas)
hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud.
(6) Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi atas rancangan peraturan
daerah tentang APBD dan rancangan peraturan gubemur tentang penjabaran APBD
sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundangundangan yang lebih
tinggi, gubernur menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan
peraturan gubemur.
(7) Dalam hal Menteri Dalam Negeri menyatakan bahwa hasil evaluasi rancangan
peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran
APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, gubemur bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7
(tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
(8) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh gubernur dan DPRD, dan gubernur tetap
menetapkan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan
gubernur tentang penjabaran APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan gubernur,
Menteri Dalam Negeri membatalkan peraturan daerah dan peraturan gubernur
39
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 97889
7
dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.
(9) Pembatalan peraturan daerah dan peraturan gubernur serta pernyataan berlakunya
pagu APBD tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan dengan
peraturan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 111
(1) Rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui
bersama DPRD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD
sebelum ditetapkan oleh bupati/walikota paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan
kepada gubernur untuk dievaluasi.
(2) Penyampaian rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan
dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (2) peraturan menteri ini.
(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk tercapainya keserasian
antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik
dan kepentingan aparatur serta untuk meneliti sejauh mana APBD kabupaten/kota tidak
bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau
peraturan daerah lainnya yang ditetapkan oleh kabupaten/kota bersangkutan.
(4) Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), gubernur
dapat mengundang pejabat pemerintah daerah kabupaten/kota yang terkait.
(5) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam keputusan
gubernur dan disampaikan kepada bupati/walikota paling lama 15 (lima belas) hari kerja
terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud.
(6) Apabila gubernur menetapkan pernyataan hasil evaluasi atas rancangan peraturan
daerah tentang APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran
APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, bupati/walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan
daerah dan peraturan bupati/walikota.
(7) Dalam hal gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang
APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD tidak sesuai
dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
bupati/walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari
kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
(8) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh bupati/walikota dan DPRD, dan
bupati/walikota tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan
rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD menjadi peraturan
daerah dan peraturan bupati/walikota, gubernur membatalkan peraturan daerah dan
peraturan bupati/walikota dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD
tahun sebelumnya.
(9) Pembatalan peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota dan pernyataan berlakunya
pagu APBD tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan dengan
peraturan gubernur.
Pasal 112
(1) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
110 ayat (8) dan Pasal 111 ayat (8), kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan
peraturan daerah dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut peraturan
daerah dimaksud.
(2) Pencabutan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
peraturan daerah tentang pencabutan peraturan daerah tentang APBD.
(3) Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBD tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud
40
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
790 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
dalam Pasal 110 ayat (8) dan Pasal 111 ayat (8) ditetapkan dengan peraturan kepala
daerah.
Pasal 113
Evaluasi rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (3) dan
Pasal 111 ayat (3), berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 114
(1) Penyempurnaan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (7) dan
Pasal 111 ayat (7) dilakukan kepala daerah bersama dengan panitia anggaran DPRD.
(2) Hasil penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh pimpinan
DPRD.
(3) Keputusan pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan dasar
penetapan peraturan daerah tentang APBD.
(4) Keputusan pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat final dan
dilaporkan pada sidang paripurna berikutnya.
(5) Sidang paripurna berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yakni setelah sidang
paripurna pengambilan keputusan bersama terhadap rancangan peraturan daerah
tentang APBD.
(6) Keputusan pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada
Menteri Dalam Negeri bagi APBD provinsi dan kepada gubernur bagi APBD
kabupaten/kota paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah keputusan tersebut ditetapkan.
(7) Dalam hal pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku pimpinan sementara DPRD yang
menandatangani keputusan pimpinan DPRD.
Pasal 115
Gubernur menyampaikan hasil evaluasi yang dilakukan atas rancangan peraturan daerah
kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang
penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri.
Bagian Ketiga
Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan
Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Pasal 116
(1) Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah menjadi
peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD.
(2) Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling
lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.
(3) Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, maka pejabat yang ,ditunjuk dan
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala
daerah yang menetapkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD.
41
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 17991
7
(4) Kepala daerah menyampaikan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri bagi provinsi dan
gubernur bagi kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.
(5) Format penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran A.XX peraturan menteri ini.
(6) Format penetapan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran A.XXI peraturan
menteri ini.
(7) Jadwal penyusunan APBD tercantum dalam Lampiran A.XXII peraturan menteri ini.
BAB VI
PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBD
BAGI DAERAH YANG BELUM MEMILIKI DPRD
Pasal 117
(1) Untuk sinkronisasi dan keterpaduan sasaran program dan kegiatan dengan kebijakan
pemerintah dibidang keuangan negara dan menjaga kelangsungan penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan daerah, serta pelayanan masyarakat, kepala daerah
menyusun rancangan KUA dan rancangan PPAS.
(2) Rancangan KUA dan rancangan PPAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikonsultasikan kepada Menteri Dalam Negeri bagi provinsi dan kepada gubernur bagi
kabupaten/kota.
(3) KUA dan rancangan PPA yang telah dikonsultasikan dijadikan pedoman penyusunan
RKA-SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 peraturan menteri ini.
Pasal 118
Penyusunan RKA-SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (3) berlaku
ketentuan Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97,
Pasal 98 dan Pasal 99.
Pasal 119
(1) RKA-SKPD yang telah disempurnakan oleh SKPD disampaikan kepada PPKD sebagai
bahan penyusunan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD.
(2) Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari Menteri Dalam Negeri bagi
provinsi dan gubernur bagi kabupaten/kota.
(3) Format rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berlaku ketentuan dalam Pasal 107 ayat (4) dan ayat (5).
Pasal 120
(1) Penyampaian rancangan peraturan kepala daerah untuk memperoleh pengesahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (2) paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja
terhitung sejak KUA dan PPA dikonsultasikan dengan Menteri Dalam Negeri bagi
provinsi dan gubernur bagi kabupaten/kota.
(2) Pengesahan atas rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan dalam Pasal 107 ayat (3).
42
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
792 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Pasal 121
Peraturan kepala daerah tentang APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (2)
dijadikan dasar penyusunan DPA-SKPD untuk pelaksanaan APBD.
BAB VII
PELAKSANAAN APBD
Bagian Pertama
Azas Umum Pelaksanaan APBD
Pasal 122
(1) Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan urusan
pemerintahan daerah dikelola dalam APBD.
(2) Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima pendapatan
daerah wajib melaksanakan pemungutan dan/atau penerimaan berdasarkan ketentuan
yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
(3) Penerimaan SKPD dilarang digunakan langsung untuk membiayai pengeluaran, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
(4) Penerimaan SKPD berupa uang atau cek harus disetor ke rekening kas umum daerah
paling lama 1 (satu) hari kerja.
(5) Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan baths tertinggi untuk setiap
pengeluaran belanja.
(6) Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja jika untuk pengeluaran
tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD.
(7) Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dilakukan jika dalam keadaan
darurat, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan/atau
disampaikan dalam laporan realisasi anggaran.
(8) Kriteria keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(9) Setiap SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran daerah untuk
tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD.
(10) Pengeluaran belanja daerah menggunakan prinsip hemat, tidak mewah, efektif, efisien
dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD
Paragraf 1
Penyiapan Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD
Pasal 123
(1) PPKD paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah peraturan daerah tentang APBD ditetapkan,
memberitahukan kepada semua kepala SKPD agar menyusun rancangan DPA-SKPD.
(2) Rancangan DPA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merinci sasaran yang
hendak dicapai, program, kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran
43
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 37993
7
tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap SKPD serta pendapatan yang
diperkirakan.
(3) Kepala SKPD menyerahkan rancangan DPA-SKPD kepada PPKD paling lama 6 (enam)
hari kerja setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Format DPA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran B.I
peraturan menteri ini.
Pasal 124
(1) TAPD melakukan verifikasi rancangan DPA-SKPD bersama-sama dengan kepala SKPD
paling lama 15 (lima betas) hari kerja sejak ditetapkannya peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD.
(2) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPKD mengesahkan
rancangan DPA-SKPD dengan persetujuan sekretaris daerah.
(3) DPA-SKPD yang telah disahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan
kepada kepala SKPD, satuan kerja pengawasan daerah, dan Badan Pemeriksa
Keuangan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal disahkan.
(4) DPA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar
pelaksanaan anggaran oleh kepala SKPD selaku pengguna anggaran/pengguna
barang.
Paragraf 2
Anggaran Kas
Pasal 125
(1) Kepala SKPD berdasarkan rancangan DPA-SKPD menyusun rancangan anggaran kas
SKPD.
(2) Rancangan anggaran kas SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada PPKD selaku BUD bersamaan dengan rancangan DPA-SKPD.
(3) Pembahasan rancangan anggaran kas SKPD dilaksanakan bersamaan dengan
pembahasan DPA-SKPD.
Pasal 126
(1) PPKD selaku BUD menyusun anggaran kas pemerintah daerah guna mengatur
ketersediaan dana yang cukup untuk mendanai pengeluaran-pengeluaran sesuai
dengan rencana penarikan dana yang tercantum dalam DPA-SKPD yang telah
disahkan.
(2) Anggaran kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat perkiraan arus kas masuk
yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar yang digunakan guna
mendanai pelaksanaan kegiatan dalam setiap periode.
(3) Mekanisme pengelolaan anggaran kas pemerintah daerah ditetapkan dalam peraturan
kepala daerah.
(4) Format anggaran kas pemerintah daerah sebagaimana tercantum dalam Lampiran B.II
peraturan menteri ini.
44
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
794 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Daerah
Pasal 127
(1) Semua pendapatan daerah dilaksanakan melalui rekening kas umum daerah.
(2) Setiap pendapatan harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah.
Pasal 128
(1) Setiap SKPD yang memungut pendapatan daerah wajib mengintensifkan pemungutan
pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya.
(2) SKPD dilarang melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan
daerah.
Pasal 129
Komisi, rabat, potongan atau pendapatan lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun
yang dapat dinilai dengan uang, balk secara langsung sebagai akibat dari penjualan, tukar-
menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk pendapatan
bunga, jasa giro atau pendapatan lain sebagai akibat penyimpanan dana anggaran pada
bank serta pendapatan dari hasil pemanfaatan barang daerah atas kegiatan lainnya
merupakan pendapatan daerah.
Pasal 130
(1) Pengembalian atas kelebihan pendapatan dilakukan dengan membebankan pada
pendapatan yang bersangkutan untuk pengembalian pendapatan yang terjadi dalam
tahun yang sama.
(2) Untuk pengembalian kelebihan pendapatan yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya
dibebankan pada belanja tidak terduga.
(3) Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus didukung
dengan bukti yang lengkap dan sah.
Pasal 131
Semua pendapatan dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah
dilaksanakan melalui rekening kas umum daerah dan dicatat sebagai pendapatan daerah.
Bagian Keempat
Pelaksanaan Anggaran Belanja Daerah
Pasal 132
(1) Setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang
lengkap dan sah.
(2) Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat pengesahan oleh pejabat
yang berwenang dan bertanggung jawab atas kebenaran material yang timbul dari
penggunaan bukti dimaksud.
(3) Pengeluaran kas yang mengakibatkan beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum
rancangan peraturan daerah tentang APBD ditetapkan dan ditempatkan dalam
lembaran daerah.
(4) Pengeluaran kas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk untuk belanja
yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib yang ditetapkan dalam peraturan
kepala daerah.
45
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 57995
7
(5) Belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) berlaku ketentuan dalam Pasal 106 ayat (3) dan ayat (4).
Pasal 133
(1) Pemberian subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1), Pasal 42 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), dan Pasal 47
ayat (1) dilaksanakan atas persetujuan kepala daerah.
(2) Penerima subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan bertanggung jawab
atas penggunaan uang/barang dan/atau jasa yang diterimanya dan wajib
menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaannya kepada kepala daerah.
(3) Tata cara pemberian dan pertanggungjawaban subsidi, hibah, bantuan sosial, dan
bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peraturan
kepala daerah.
Pasal 134
(1) Dasar pengeluaran anggaran belanja tidak terduga yang dianggarkan dalam APBD
untuk mendanai tanggap darurat, penanggulangan bencana alam dan/atau bencana
sosial, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahuntahun
sebelumnya yang telah ditutup ditetapkan dengan keputusan kepala daerah dan
diberitahukan kepada DPRD paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak keputusan
dimaksud ditetapkan.
(2) Pengeluaran belanja untuk tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan kebutuhan yang diusulkan dari instansi/lembaga berkenaan setelah
mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas serta menghindari adanya tumpang tindih
pendanaan terhadap kegiatan-kegiatan yang telah didanai dari anggaran pendapatan
dan belanja negara.
(3) Pimpinan instansi/lembaga penerima dana tanggap darurat bertanggungjawab atas
penggunaan dana tersebut dan wajib menyampaikan laporan realisasi penggunaan
kepada atasan langsung dan kepala daerah.
(4) Tata cara pemberian dan pertanggungjawaban belanja tidak terduga untuk tanggap
darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam peraturan kepala
daerah.
Pasal 135
Bendahara pengeluaran sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya,
wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening
kas negara pada bank yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai bank persepsi atau
pos giro dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 136
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas SKPD, kepada pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh bendahara pengeluaran.
46
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
796 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Bagian Kelima
Pelaksanaan Anggaran Pembiayaan Daerah
Paragraf 1
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Tabun Sebelumnya
Pasal 137
Sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya merupakan penerimaan
pembiayaan yang digunakan untuk:
a. menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi
belanja;
b. mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung;
c. mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum
diselesaikan.
Pasal 138
(1) Beban belanja langsung pelaksanaan kegiatan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 137 huruf b didasarkan pada DPA-SKPD yang telah disahkan kembali oleh PPKD
menjadi DPA Lanjutan SKPD (DPAL-SKPD) tahun anggaran berikutnya.
(2) Untuk mengesahkan kembali DPA-SKPD menjadi DPAL-SKPD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Kepala SKPD menyampaikan laporan akhir realisasi pelaksanaan
kegiatan fisik dan non-fisik maupun keuangan kepada PPKD paling lambat pertengahan
bulan Desember tahun anggaran berjalan.
(3) Jumlah anggaran yang disahkan dalam DPAL-SKPD setelah terlebih dahulu dilakukan
pengujian sebagai berikut:
a. sisa DPA-SKPD yang belum diterbitkan SPD dan/atau belum diterbitkan SP2D atas
kegiatan yang bersangkutan;
b. sisa SPD yang belum diterbitkan SP2D; dan
c. SP2D yang belum diuangkan.
(4) DPAL-SKPD yang telah disahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijadikan
dasar pelaksanaan penyelesaian pekerjaan dan penyelesaian pembayaran.
(5) Format DPAL-SKPD sebagaimana tercantum dalam Lampiran B.III peraturan menteri ini.
Paragraf 2
Dana Cadangan
Pasal 139
(1) Dana cadangan dibukukan dalam rekening tersendiri atas nama dana cadangan
pemerintah daerah yang dikelola oleh BUD.
(2) Dana cadangan tidak dapat digunakan untuk membiayai program dan kegiatan lain
diluar yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pembentukan dana
cadangan.
(3) Program dan kegiatan yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan apabila dana cadangan telah mencukupi untuk
melaksanakan program dan kegiatan.
(4) Untuk pelaksanaan program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dana
cadangan dimaksud terlebih dahulu dipindahbukukan ke rekening kas umum daerah.
(5) Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling tinggi sejumlah pagu
dana cadangan yang akan digunakan untuk mendanai pelaksanaan kegiatan dalam
tahun anggaran berkenaan sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan daerah
tentang pembentukan dana cadangan.
47
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 7997
7
(6) Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan surat perintah
pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas persetujuan PPKD.
(7) Dalam hal program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah selesai
dilaksanakan dan target kinerjanya telah tercapai, maka dana cadangan yang masih
tersisa pada rekening dana cadangan, dipindahbukukan ke rekening kas umum daerah.
Pasal 140
(1) Dalam hal dana cadangan yang ditempatkan pada rekening dana cadangan belum
digunakan sesuai dengan peruntukannya, dana tersebut dapat ditempatkan dalam
portofolio yang memberikan hasil tetap dengan risiko rendah.
(2) Penerimaan hasil bunga/deviden rekening dana cadangan dan penempatan dalam
portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menambah jumlah dana cadangan.
(3) Portofolio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. deposito;
b. sertifikat bank indonesia (SBI);
c. surat perbendaharaan negara (SPN);
d. surat utang negara (SUN); dan
e. surat berharga Iainnya yang dijamin pemerintah.
(4) Penatausahaan pelaksanaan program dan kegiatan yang dibiayai dari dana cadangan
diperlakukan sama dengan penatausahaan pelaksanaan program/ kegiatan Iainnya.
Paragraf 3
Investasi
Pasal 141
(1) Investasi awal dan penambahan investasi dicatat pada rekening penyertaan modal
(investasi) daerah.
(2) Pengurangan, penjualan, dan/atau pengalihan ivestasi dicatat pada rekening penjualan
kekayaan daerah yang dipisahkan (divestasi modal).
Paragraf 4
Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah
Pasal 142
(1) Penerimaan pinjaman daerah dan obligasi daerah dilakukan melalui rekening kas
umum daerah.
(2) Pemerintah daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain.
(3) Pendapatan daerah dan/atau aset daerah (barang milik daerah) tidak boleh dijadikan
jaminan pinjaman daerah.
(4) Kegiatan yang dibiayai dari obligasi daerah beserta barang milik daerah yang melekat
dalam kegiatan tersebut dapat dijadikan jaminan obligasi daerah.
Pasal 143
Kepala SKPKD melakukan penatausahaan atas pinjaman daerah dan obligasi daerah.
Pasal 144
(1) Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban
pinjaman kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri setiap akhir semester
48
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
798 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
tahun anggaran berjalan.
(2) Posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas:
a. jumlah penerimaan pinjaman;
b. pembayaran pinjaman (pokok dan bunga); dan
c. sisa pinjaman.
Pasal 145
(1) Pemerintah daerah wajib membayar bunga dan pokok utang dan/atau obligasi daerah
yang telah jatuh tempo.
(2) Apabila anggaran yang tersedia dalam APBD/perubahan APBD tidak mencukupi untuk
pembayaran bunga dan pokok utang dan/atau obligasi daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), kepala daerah dapat melakukan pelampauan pembayaran mendahului
perubahan atau setelah perubahan APBD.
Pasal 146
(1) Pelampauan pembayaran bunga dan pokok utang dan/atau obligasi daerah sebelum
perubahan APBD dilaporkan kepada DPRD -dalam pembahasan awal perubahan
APBD.
(2) Pelampauan pembayaran bunga dan pokok utang dan/atau obligasi daerah setelah
perubahan APBD dilaporkan kepada DPRD dalam laporan realisasi anggaran.
Pasal 147
(1) Kepala SKPKD melaksanakan pembayaran bunga dan cicilan pokok utang dan/atau
obligasi daerah yang jatuh tempo.
(2) Pembayaran bunga pinjaman dan/atau obligasi daerah dicatat pada rekening belanja
bunga.
(3) Pembayaran denda pinjaman dan/atau obligasi daerah dicatat pada rekening belanja
bunga.
(4) Pembayaran pokok pinjaman dan/atau obligasi daerah dicatat pada rekening cicilan
pokok utang yang jatuh tempo.
Pasal 148
(1) Pengelolaan obligasi daerah ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
(2) Peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya
mengatur mengenai:
a. penetapan strategi dan kebijakan pengelolaan obligasi daerah termasuk kebijakan
pengendalian resiko;
b. perencanaan dan penetapan portofolio pinjaman daerah;
c. penerbitan obligasi daerah;
d. penjualan obligasi daerah melalui lelang dan/atau tanpa lelang;
e. pembelian kembali obligasi daerah sebelum jatuh tempo;
f. pelunasan; dan
g. aktivitas lain dalam rangka pengembangan pasar perdana ke pasar sekunder
obligasi daerah.
(3) Penyusunan peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri.
49
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 97999
7
Paragraf 5
Piutang Daerah
Pasal 149
(1) Setiap piutang daerah diselesaikan seluruhnya dengan tepat waktu.
(2) PPK-SKPD melakukan penatausahaan atas penerimaan piutang atau tagihan daerah
yang menjadi tanggung jawab SKPD.
Pasal 150
(1) Piutang atau tagihan daerah yang tidak dapat diselesaikan seluruhnya pada saat jatuh
tempo, diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Piutang daerah jenis tertentu seperti piutang pajak daerah dan piutang retribusi daerah
merupakan prioritas untuk didahulukan penyelesaiannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 151
(1) Piutang daerah yang terjadi sebagai akibat hubungan keperdataan dapat diselesaikan
dengan cara damai, kecuali piutang daerah yang cara penyelesaiannya diatur
tersendiri dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Piutang daerah dapat dihapuskan dari pembukuan dengan penyelesaian secara
mutlak atau bersyarat, kecuali cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam peraturan
perundang-undangan.
(3) Penghapusan piutang daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh:
a. kepala daerah untuk jumlah sampai dengan Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
b. kepala daerah dengan persetujuan DPRD untuk jumlah Iebih dari
Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 152
(1) Kepala SKPKD melaksanakan penagihan dan menatausahakan piutang daerah.
(2) Untuk melaksanakan penagihan piutang daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
kepala SKPKD menyiapkan bukti dan administrasi penagihan.
(3) Format surat penagihan piutang daerah, surat penagihan berulang piutang daerah,
register surat penagihan piutang daerah, dan register surat penagihan berulang piutang
daerah tercantum dalam Lampiran B.IV peraturan menteri ini.
(4) Jadwal pelaksanaan APBD tercantum dalam Lampiran B.V peraturan menteri ini.
Pasal 153
(1) Kepala SKPKD setiap bulan melaporkan realisasi penerimaan piutang kepada kepala
daerah.
(2) Bukti pembayaran piutang SKPKD dari pihak ketiga harus dipisahkan dengan bukti
penerimaan kas atas pendapatan pada tahun anggaran berjalan.
50
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
800 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
BAB VIII
PERUBAHAN APBD
Bagian Pertama
Dasar Perubahan APBD
Pasal 154
(1) Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi:
a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;
b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit
organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;
c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun sebelumnya harus
digunakan dalam tahun berjalan;
d. keadaan darurat; dan
e. keadaan luar biasa.
(2) Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran,
kecuali dalam keadaan luar biasa.
Bagian Kedua
Kebijakan Umum serta Prioritas dan
Plafon Anggaran Sementara Perubahan APBD
Pasal 155
(1) Perubahan APBD disebabkan perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (1) huruf a dapat berupa terjadinya
pelampauan atau tidak tercapainya proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja
daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang semula ditetapkan dalam KUA.
(2) Kepala daerah memformulasikan hal-hal yang mengakibatkan terjadinya perubahan
APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (1) huruf a ke dalam rancangan
kebijakan umum perubahan APBD serta PPAS perubahan APBD.
(3) Dalam rancangan kebijakan umum perubahan APBD dan PPAS perubahan APBD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disajikan secara lengkap penjelasan mengenai:
a. perbedaan asumsi dengan KUA yang ditetapkan sebelumnya;
b. program dan kegiatan yang dapat diusulkan untuk ditampung dalam perubahan
APBD dengan mempertimbangkan sisa waktu pelaksanaan APBD tahun anggaran
berjalan;
c. capaian target kinerja program dan kegiatan yang harus dikurangi dalam perubahan
APBD apabila asumsi KUA tidak tercapai; dan
d. capaian target kinerja program dan kegiatan yang harus ditingkatkan dalam
perubahan APBD apabila melampaui asumsi KUA.
(4) Rancangan kebijakan umum perubahan APBD dan PPAS perubahan APBD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada DPRD paling lambat minggu
pertama bulan Agustus dalam tahun anggaran berjalan.
(5) Rancangan kebijakan umum perubahan APBD dan PPAS perubahan APBD
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), setelah dibahas selanjutnya disepakati menjadi
kebijakan umum perubahan APBD serta PPA perubahan APBD paling lambat minggu
kedua bulan Agustus tahun anggaran berjalan.
(6) Dalam hal persetujuan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tentang perubahan
APBD diperkirakan pada akhir bulan September tahun anggaran berjalan, agar dihindari
adanya penganggaran kegiatan pembangunan fisik di dalam rancangan peraturan
daerah tentang perubahan APBD.
51
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 18001
8
(7) Format rancangan kebijakan umum perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) tercantum dalam Lampiran C.I peraturan menteri ini.
(8) Format rancangan PPAS perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
tercantum dalam Lampiran C.II peraturan menteri ini.
Pasal 156
(1) Kebijakan umum perubahan APBD serta PPA perubahan APBD yang telah disepakati
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 155 ayat (5), masing-masing dituangkan ke dalam
nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan
DPRD.
(2) Format nota kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran C.III peraturan menteri ini.
Pasal 157
(1) Berdasarkan nota kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (1),
TAPD menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah perihal pedoman
penyusunan RKA-SKPD yang memuat program dan kegiatan baru dan/atau kriteria
DPA-SKPD yang dapat diubah untuk dianggarkan dalam perubahan APBD sebagai
acuan bagi kepala SKPD.
(2) Rancangan surat edaran kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup:
a. PPA perubahan APBD yang dialokasikan untuk program baru dan/atau kriteria DPA-
SKPD yang dapat diubah pada setiap SKPD berikut rencana pendapatan dan
pembiayaan;
b. sinkronisasi program dan kegiatan SKPD dengan program nasional dan antar
program SKPD dengan kinerja SKPD berkenaan sesuai dengan standar pelayanan
minimal yang ditetapkan;
c. batas waktu penyampaian RKA-SKPD dan/atau DPA-SKPD yang telah diubah
kepada PPKD;
d. hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait dengan prinsip-
prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas penyusunan
anggaran dalam rangka pencapaian prestasi kerja; dan
e. dokumen sebagai lampiran meliputi kebijakan umum perubahan APBD, PPA
perubahan APBD, kode rekening APBD, format RKA-SKPD dan/atau DPPASKPD,
standar analisa belanja dan standar harga.
(3) Pedoman penyusunan RKA-SKPD dan/atau kriteria DPA-SKPD yang dapat diubah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diterbitkan oleh kepala daerah paling lambat
minggu ketiga bulan Agustus tahun anggaran berjalan.
Pasal 158
Tata cara penyusunan RKA-SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat (1)
berlaku ketentuan dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95, Pasal
96, Pasal 97, Pasal 98, dan Pasal 99.
Pasal 159
(1) Perubahan DPA-SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat (1) dapat berupa
peningkatan atau pengurangan capaian target kinerja program dan kegiatan dari yang
telah ditetapkan semula.
(2) Peningkatan atau pengurangan capaian target kinerja program dan kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diformulasikan dalam format dokumen
52
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
802 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
pelaksanaan perubahan anggaran SKPD (DPPA-SKPD).
(3) Dalam format DPPA-SKPD dijelaskan capaian target kinerja, kelompok, jenis, obyek,
dan rincian obyek pendapatan, belanja serta pembiayaan baik sebelum dilakukan
perubahan maupun setelah perubahan.
(4) Format DPPA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran
C.IV peraturan menteri ini.
Bagian Ketiga
Pergeseran Anggaran
Pasal 160
(1) Pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (1) huruf b serta pergeseran antar obyek
belanja dalam jenis belanja dan antar rincian obyek belanja diformulasikan dalam DPPA-
SKPD.
(2) Pergeseran antar rincian obyek belanja dalam obyek belanja berkenaan dapat dilakukan
atas persetujuan PPKD.
(3) Pergeseran antar obyek belanja dalam jenis belanja berkenaan dilakukan atas
persetujuan sekretaris daerah.
(4) Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan
dengan cara mengubah peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD sebagai
dasar pelaksanaan, untuk selanjutnya dianggarkan dalam rancangan peraturan daerah
tentang perubahan APBD.
(5) Pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja dapat
dilakukan dengan cara merubah peraturan daerah tentang APBD.
(6) Anggaran yang mengalami perubahan baik berupa penambahan dan/atau pengurangan
akibat pergeseran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dijelaskan dalam kolom
keterangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD.
(7) Tata cara pergeseran sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam
peraturan kepala daerah.
Bagian Keempat
Penggunaan Saldo Anggaran Lebih Tabun Sebelumnya
Dalam Perubahan APBD
Pasal 161
(1) Saldo anggaran lebih tahun sebelumnya merupakan sisa lebih perhitungan tahun
anggaran sebelumnya.
(2) Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan
dalam tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud dalam Pas& 154 ayat (1) huruf c
dapat berupa:
a. membayar bunga dan pokok utang dan/atau obligasi daerah yang melampaui
anggaran yang tersedia mendahului perubahan APBD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 145 ayat (2);
b. melunasi seluruh kewajiban bunga dan pokok utang;
c. mendanai kenaikan gaji dan tunjangan PNS akibat adanya kebijakan pemerintah;
d. mendanai kegiatan lanjutan sesuai dengan ketentuan Pasal 138;
e. mendanai program dan kegiatan baru dengan kriteria harus diselesaikan sampai
dengan batas akhir penyelesaian pembayaran dalam tahun anggaran berjalan; dan
53
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 38003
8
f. mendanai kegiatan-kegiatan yang capaian target kinerjanya ditingkatkan dari yang
telah ditetapkan semula dalam DPA-SKPD tahun anggaran berjalan yang dapat
diselesaikan sampai dengan batas akhir penyelesaian pembayaran dalam tahun
anggaran berjalan.
(3) Penggunaan saldo anggaran tahun sebelumnya untuk pendanaan pengeluaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f
diformulasikan terlebih dahulu dalam DPPA-SKPD.
(4) Penggunaan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya untuk mendanai pengeluaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d diformulasikan terlebih dahulu dalam
DPAL-SKPD.
(5) Penggunaan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya untuk mendanai pengeluaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e diformulasikan terlebih dahulu dalam RKA-
SKPD.
Bagian Kelima
Pendanaan Keadaan Darurat
Pasal 162
(1) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (1) huruf d sekurang-
kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah daerah dan tidak dapat
diprediksikan sebelumnya;
b. tidak diharapkan terjadi secara berulang;
c. berada diluar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan
d. memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan yang
disebabkan oleh keadaan darurat.
(2) Dalam keadaan darurat, pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum
tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD.
(3) Pendanaan keadaan darurat yang belum tersedia anggarannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat menggunakan belanja tidak terduga.
(4) Dalam hal belanja tidak terduga tidak mencukupi dapat dilakukan dengan cara:
a. menggunakan dana dari hasil penjadwalan ulang capaian target kinerja program
dan kegiatan lainnya dalam tahun anggaran berjalan; dan/atau
b. memanfaatkan uang kas yang tersedia.
(5) Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk belanja untuk keperluan
mendesak yang kriterianya ditetapkan dalam peraturan daerah tentang APBD.
(6) Kriteria belanja untuk keperluan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
mencakup:
a. program dan kegiatan pelayanan dasar masyarakat yang anggarannya belum
tersedia dalam tahun anggaran berjalan; dan
b. keperluan mendesak lainnya yang apabila ditunda akan menimbulkan kerugian
yang lebih besar bagi pemerintah daerah dan masyarakat.
(7) Penjadwalan ulang capaian target kinerja program dan kegiatan lainnya dalam tahun
anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a diformulasikan
terlebih dahulu dalam DPPA-SKPD.
(8) Pendanaan keadaan darurat untuk kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
diformulasikan terlebih dahulu dalam RKA-SKPD.
(9) Dalam hal keadaan darurat terjadi setelah ditetapkannya perubahan APBD, pemerintah
daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, dan
54
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
804 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
pengeluaran tersebut disampaikan dalam laporan realisasi anggaran.
(10) Dasar pengeluaran untuk kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
diformulasikan terlebih dahulu dalam RKA-SKPD untuk dijadikan dasar pengesahan
DPA-SKPD oleh PPKD setelah memperoleh persetujuan sekretaris daerah.
(11) Pelaksanaan pengeluaran untuk mendanai kegiatan dalam keadaan darurat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (5) terlebih dahulu ditetapkan dengan
peraturan kepala daerah.
Bagian Keenam
Pendanaan Keadaan Luar Biasa
Pasal 163
(1) Keadaan Iuar biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (1) huruf e
merupakan keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran
dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh
persen).
(2) Persentase 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
selisih (gap) kenaikan atau penurunan antara pendapatan dan belanja dalam APBD.
Pasal 164
(1) Dalam hal kejadian Iuar biasa yang menyebabkan estimasi penerimaan dalam APBD
mengalami peningkatan Iebih dari 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 163 ayat (1), dapat dilakukan penambahan kegiatan baru dan/atau
penjadwalan ulang/peningkatan capaian target kinerja program dan kegiatan dalam
tahun anggaran berjalan.
(2) Penambahan kegiatan baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diformulasikan
terlebih dahulu dalam RKA-SKPD.
(3) Penjadwalan ulang/peningkatan capaian target kinerja program dan kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diformulasikan terlebih dahulu dalam DPPASKPD.
(4) RKA-SKPD dan DPPA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
digunakan sebagai dasar penyusunan rancangan peraturan daerah tentang perubahan
kedua APBD.
Pasal 165
(1) Dalam hal kejadian Iuar biasa yang menyebabkan estimasi penerimaan dalam APBD
mengalami penurunan lebih dari 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 163 ayat (1), maka dapat dilakukan penjadwalan ulang/pengurangan capaian
target kinerja program dan kegiatan Iainnya dalam tahun anggaran berjalan.
(2) Penjadwalan ulang/pengurangan capaian target sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diformulasikan ke dalam DPPA-SKPD.
(3) DPPA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar
penyusunan rancangan peraturan daerah tentang perubahan kedua APBD.
Bagian Ketujuh
Penyiapan Raperda Perubahan APBD
Pasal 166
(1) RKA-SKPD yang memuat program dan kegiatan baru dan DPPA-SKPD yang akan
55
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 58005
8
dianggarkan dalam perubahan APBD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan
kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh TAPD.
(2) Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dan
DPPA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan kebijakan umum perubahan
APBD serta PPA perubahan APBD, prakiraan maju yang direncanakan atau yang telah
disetujui dan dokumen perencanaan Iainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja,
standar analisis belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal.
(3) Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD dan DPPA-SKPD yang memuat program dan
kegiatan yang akan dianggarkan dalam perubahan APBD terdapat ketidaksesuaian
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), SKPD melakukan
penyempurnaan.
Pasal 167
(1) RKA-SKPD yang memuat program dan kegiatan baru dan DPPA-SKPD yang akan
dianggarkan dalam perubahan APBD yang telah disempurnakan oleh SKPD,
disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh TAPD.
(2) RKA-SKPD yang memuat program dan kegiatan baru dan DPPA-SKPD yang akan
dianggarkan dalam perubahan APBD yang telah dibahas TAPD, dijadikan bahan
penyusunan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan rancangan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD oleh PPKD.
Bagian Kedelapan
Penetapan Perubahan APBD
Paragraf 1
Rancangan Peraturan Daerah tentang
Perubahan APBD dan Rancangan Peraturan'Kepala Daerah
tentang Penjabaran Perubahan APBD
Pasal 168
Rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran perubahan APBD yang disusun oleh PPKD memuat pendapatan,
belanja dan pembiayaan yang mengalami perubahan dan yang tidak mengalami
perubahan.
Pasal 169
(1) Rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 168 terdiri dari rancangan peraturan daerah teritang perubahan APBD beserta
lampirannya.
(2) Lampiran rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari:
a. ringkasan perubahan APBD;
b. ringkasan perubahan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi;
c. rincian perubahan APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,
pendapatan, belanja dan pembahyaan;
d. rekapitulasi perubahan belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,
program dan kegiatan;
e. rekapitulasi perubahan belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan
pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;
f. daftar perubahan jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
56
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
806 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
g. Laporan keuangan pemerintah daerah yang telah ditetapkan dengan peraturan
daerah terdiri dari:
1) laporan realisasi anggaran yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah 1
(satu) tahun terakhir sebelum tahun perubahan anggaran yang direncanakan;
2) neraca yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah 1 (satu) tahun terakhir
sebelum tahun perubahan anggaran yang direncanakan;
3) laporan arus kas yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah 1 (satu) tahun
terakhir sebelum tahun perubahan anggaran yang direncanakan;
4) catatan atas laporan keuangan yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah 1
(satu) tahun terakhir sebelum tahun perubahan anggaran yang direncanakan;
h. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan
dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini; dan
i. daftar pinjaman daerah.
(3) Format rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD beserta lampiran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran C.V peraturan menteri
ini.
Pasal 170
(1) Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 ayat (2) terdiri dari rancangan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD beserta Iampirannya.
(2) Lampiran rancangan peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari:
a. ringkasan penjabaran perubahan anggaran pendapatan daerah, belanja daerah dan
pembiayaan daerah; dan
b. penjabaran perubahan APBD menurut organisasi, program, kegiatan, kelompok,
jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan.
(3) Format rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD
beserta lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran C.VI
peraturan menteri ini.
Pasal 171
(1) Rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD yang telah disusun oleh PPKD
disampaikan kepada kepala daerah.
(2) Rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sebelum disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD disosialisasikan
kepada masyarakat.
(3) Sosialisasi rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) bersifat memberikan infomiasi mengenai hak dan kewajiban
pemerintah daerah serta masyarakat dalam pelaksanaan perubahan APBD tahun
anggaran yang direncanakan.
(4) Penyebarluasan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dilaksanakan
oleh sekretariat daerah.
Paragraf 2
Penyampaian, Pembahasan dan Penetapan
Raperda Perubahan APBD
Pasal 172
(1) Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD,
beserta Iampirannya kepada DPRD paling lambat minggu kedua bulan September tahun
57
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 78007
8
anggaran berjalan untuk mendapatkan persetujuan bersama.
(2) Penyampaian rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disertai dengan nota keuangan perubahan APBD.
(3) DPRD menetapkan agenda pembahasan rancangan peraturan daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(4) Pembahasan rancangan peraturan daerah berpedoman pada kebijakan umum
perubahan APBD serta PPA perubahan APBD yang telah disepakati antara kepala
daerah dan pimpinan DPRD.
(5) Pengambilan keputusan DPRD untuk menyetujui rancangan peraturan daerah tentang
perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 3 (tiga) bulan
sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
(6) Format susunan nota keuangan perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tercantum dalam Lampiran C.VII peraturan menteri ini.
(7) Format persetujuan bersama rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran C.VIII peraturan
menteri ini.
(8) Jadwal perubahan APBD tercantum dalam Lampiran C.XIX peraturan menteri ini.
Paragraf 3
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD dan
Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran Perubahan APBD
Pasal 173
(1) Tata cara evaluasi dan penetapan rancangan peraturan daerah tentang perubahan
APBD provinsi dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran perubahan
APBD provinsi menjadi peraturan daerah dan peraturan gubernur berlaku ketentuan
Pasal 110 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).
(2) Dalam hal Menteri Dalam Negeri menyatakan bahwa hasil evaluasi rancangan
peraturan daerah tentang perubahan APBD dan rancangan peraturan gubernur
tentang penjabaran perubahan APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, gubernur bersama DPRD melakukan
penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil
evaluasi.
(3) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh gubernur dan DPRD, dan gubernur
tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan
rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran perubahan APBD menjadi
peraturan daerah dan peraturan gubernur, Menteri Dalam Negeri membatalkan
peraturan daerah dan peraturan gubernur dimaksud sekaligus menyatakan tidak
diperkenankan melakukan perubahan APBD dan tetap berlaku APBD tahun anggaran
berjalan.
(4) Pembatalan peraturan daerah dan peraturan gubernur serta pernyataan berlakunya
APBD tahun berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 174
(1) Tata cara evaluasi dan penetapan rancangan peraturan daerah tentang perubahan
APBD kabupaten/kota dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran
perubahan APBD kabupaten/kota menjadi peraturan daerah dan peraturan
bupati/walikota berlaku ketentuan Pasal 111 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).
58
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
808 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
(2) Dalam hal Gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang
APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD tidak sesuai
dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
bupati/walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari
kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
(3) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh bupati/walikota dan DPRD, dan
bupati/walikota tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang perubahan
APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran perubahan APBD
menjadi peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota, gubernur membatalkan
peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota dimaksud, sekaligus menyatakan tidak
diperkenankan melakukan perubahan APBD dan tetap berlaku APBD tahun anggaran
berjalan.
(4) Pembatalan peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota serta pernyataan
berlakunya APBD tahun berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
dengan keputusan gubernur.
Pasal 175
(1) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
173 ayat (4) dan Pasal 174 ayat (4), kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan
peraturan daerah dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut peraturan
daerah dimaksud.
(2) Pencabutan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
peraturan daerah tentang pencabutan peraturan daerah tentang perubahan APBD.
Pasal 176
Gubernur menyampaikan hasil evaluasi yang dilakukan atas rancangan peraturan daerah
kabupaten/kota tentang perubahan APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang
penjabaran perubahan APBD kepada Menteri Dalam Negeri.
Pasal 177
Tata cara penyempurnaan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (2)
dan Pasal 174 ayat (2) berlaku ketentuan dalam Pasal 113.
Paragraf 4
Pelaksanaan Perubahan Anggaran SKPD
Pasal 178
(1) PPKD paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah peraturan daerah tentang perubahan APBD
ditetapkan, memberitahukan kepada semua kepala SKPD agar menyusun rancangan
DPA-SKPD terhadap program dan kegiatan yang dianggarkan dalam perubahan APBD.
(2) DPA-SKPD yang mengalami perubahan dalam tahun berjalan seluruhnya harus disalin
kembali ke dalam Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah (DPPA-SKPD).
(3) Dalam DPPA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terhadap rincian obyek
pendapatan, belanja atau pembiayaan yang mengalami penambahan atau pengurangan
atau pergeseran harus disertai dengan penjelasan latar belakang perbedaan jumlah
anggaran baik sebelum dilakukan perubahan maupun setelah dilakukan perubahan.
(4) DPPA-SKPD dapat dilaksanakan setelah dibahas TAPD, dan disahkan oleh PPKD
berdasarkan persetujuan sekretaris daerah.
59
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 98009
8
BAB IX
PENGELOLAAN KAS
Bagian Pertama
Pengelolaan Penerimaan dan Pengeluaran Kas
Pasal 179
(1) BUD bertanggung jawab terhadap pengelolaan penerimaan dan pengeluaran kas
daerah.
(2) Untuk mengelola kas daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BUD membuka
rekening kas umum daerah pada bank yang sehat.
(3) Penunjukan bank yang sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan
keputusan kepala daerah dan diberitahukan kepada DPRD.
Pasal 180
Untuk mendekatkan pelayanan pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran kas kepada
SKPD atau masyarakat, BUD dapat membuka rekening penerimaan dan rekening
pengeluaran pada bank yang ditetapkan oleh kepala daerah.
Pasal 181
(1) Rekening penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 digunakan untuk
menampung penerimaan daerah setiap hari.
(2) Saldo rekening penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap akhir hari
kerja wajib disetorkan seluruhnya ke rekening kas umum daerah.
Pasal 182
(1) Rekening pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 diisi dengan dana
yang bersumber dari rekening kas umum daerah.
(2) Jumlah dana yang disediakan pada rekening pengeluaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disesuaikan dengan rencana pengeluaran yang telah ditetapkan dalam
APBD.
Bagian Kedua
Pengelolaan Kas Non Anggaran
Pasal 183
(1) Pengelolaan kas non anggaran mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas yang
tidak mempengaruhi anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan pemerintah
daerah.
(2) Penerimaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seperti:
a. potongan Taspen;
b. potongan Askes;
c. potongan PPh;
d. potongan PPN;
e. penerimaan titipan uang muka;
f. penerimaan uang jaminan; dan
g. penerimaan lainnya yang sejenis.
(3) Pengeluaran kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seperti:
a. penyetoran Taspen;
b. penyetoran Askes;
60
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
810 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
c. penyetoran PPh;
d. penyetoran PPN;
e. pengembalian titipan uang muka;
f. pengembalian uang jaminan; dan
g. pengeluaran lainnya yang sejenis.
(4) Penerimaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperlakukan sebagai
penerimaan perhitungan fihak ketiga.
(5) Pengeluaran kas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sebagai pengeluaran
perhitungan fihak ketiga.
(6) Informasi penerimaan kas dan pengeluaran kas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) disajikan dalam laporan arus kas aktivitas non anggaran.
(7) Penyajian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan.
(8) Tata cara pengelolaan kas non anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam peraturan kepala daerah.
BAB X
PENATAUSAHAAN KEUANGAN DAERAH
Bagian Pertama
Azas Umum Penatausahaan Keuangan Daerah
Pasal 184
(1) Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran, bendahara penerimaan/pengeluaran
dan orang atau badan yang menerima atau menguasai uang/barang/kekayaan daerah
wajib menyelenggarakan penatausahaan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
(2) Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan
surat bukti yang menjadi dasar penerimaan dan/atau pengeluaran atas pelaksanaan
APBD bertanggung jawab terhadap kebenaran material dan akibat yang timbul dari
penggunaan surat bukti dimaksud.
Bagian Kedua
Pelaksanaan Penatausahaan Keuangan Daerah
Pasal 185
(1) Untuk pelaksanaan APBD, kepala daerah menetapkan:
a. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SPD;
b. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SPM;
c. pejabat yang diberi wewenang mengesahkan SPJ;
d. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SP2D;
e. bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran;
f. bendahara pengeluaran yang mengelola belanja bunga, belanja subsidi, belanja
hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi basil, belanja bantuan keuangan, belanja
tidak terduga, dan pengeluaran pembiayaan pada SKPKD;
g. bendahara penerimaan pembantu dan bendahara pengeluaran pembantu SKPD;
dan
h. pejabat lainnya dalam rangka pelaksanaan APBD.
(2) Penetapan pejabat yang ditunjuk sebagai kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna
barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan sesuai dengan
61
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 18111
8
kebutuhan.
(3) Penetapan pejabat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, didelegasikan
oleh kepala daerah kepada kepala SKPD.
(4) Pejabat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mencakup:
a. PPK-SKPD yang diberi wewenang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada
SKPD;
b. PPTK yang diberi wewenang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu
program sesuai dengan bidang tugasnya;
c. pejabat yang diberi wewenang menandatangani surat bukti pemungutan pendapatan
daerah;
d. pejabat yang diberi wewenang menandatangani bukti penerimaan kas dan bukti
penerimaan lainnya yang sah; dan
e. pembantu bendahara penerimaan dan/atau pembantu bendahara pengeluaran.
(5) Penetapan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) dilaksanakan
sebelum dimulainya tahun anggaran berkenaan.
Pasal 186
(1) Untuk mendukung kelancaran tugas perbendaharaan, bendahara penerimaan dan
bendahara pengeluaran dapat dibantu oleh pembantu bendahara.
(2) Pembantu bendahara penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan
fungsi sebagai kasir atau pembuat dokumen penerimaan
(3) Pembantu bendahara pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan
fungsi sebagai kasir, pembuat dokumen pengeluaran uang atau pengurusan gaji.
Bagian Ketiga
Penatausahaan Penerimaan
Pasal 187
(1) Penerimaan daerah disetor ke rekening kas umum daerah pada bank pemerintah yang
ditunjuk dan dianggap sah setelah kuasa BUD menerima nota kredit.
(2) Penerimaan daerah yang disetor ke rekening kas umum daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan-dengan cara:
a. disetor langsung ke bank oleh pihak ketiga;
b. disetor melalui bank lain, badan, lembaga keuangan dan/atau kantor pos oleh pihak
ketiga; dan
c. disetor melalui bendahara penerimaan oleh pihak ketiga.
(3) Benda berharga seperti karcis retribusi sebagai tanda bukti pembayaran oleh pihak
ketiga kepada bendahara penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf - c
diterbitkan dan disahkan oleh PPKD.
Pasal 188
Dalam hal daerah yang karena kondisi geografisnya sulit dijangkau dengan komunikasi dan
transportasi sehingga melebihi batas waktu penyetoran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 187 ayat (2) ditetapkan dalam peraturan kepala daerah.
Pasal 189
(1) Bendahara penerimaan wajib menyelenggarakan penatausahaan terhadap seluruh
penerimaan dan penyetoran atas penerimaan yang menjadi tanggung jawabnya.
(2) Penatausahaan atas penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan:
62
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
812 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
a. buku kas umum;
b. buku pembantu per rincian objek penerimaan; dan
c. buku rekapitulasi penerimaan harian.
(3) Bendahara penerimaan dalam melakukan penatausahaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) menggunakan:
a. surat ketetapan pajak daerah (SKP-Daerah);
b. surat ketetapan retribusi (SKR);
c. Surat tanda setoran (STS);
d. surat tanda bukti pembayaran; dan
e. bukti penerimaan lainnya yang sah.
(4) Bendahara penerimaan pada SKPD wajib mempertanggungjawabkan secara
administratif atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan
menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya.
(5) Bendahara penerimaan pada SKPD wajib mempertanggungjawabkan secara fungsional
atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan menyampaikan
laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada PPKD selaku BUD paling lambat
tanggal 10 bulan berikutnya.
(6) Laporan pertanggungjawaban penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan
ayat (5) dilampiri dengan:
a. buku kas umum;
b. buku pembantu per rincian objek penerimaan;
c. buku rekapitulasi penerimaan harian; dan
d. bukti penerimaan lainnya yang sah.
(7) PPKD selaku BUD melakukan verifikasi, evaluasi dan analisis atas laporan
pertanggungjawaban bendahara penerimaan pada SKPD sebagaimana dimaksud pada
ayat (5).
(8) Verifikasi, evaluasi dan analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan dalam
rangka rekonsiliasi penerimaan.
(9) Mekanisme dan tatacara verifikasi, evaluasi dan analisis sebagaimana dimaksud pada
ayat (8) diatur dalam peraturan kepala daerah.
(10) Format buku kas umum, buku pembantu per rincian objek penerimaan dan buku
rekapitulasi penerimaan harian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam
Lampiran D.I peraturan menteri
(11) Format surat ketetapan pajak daerah, surat ketetapan retribusi, surat tanda setoran,
dan surat tanda bukti pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum
dalam Lampiran D.II peraturan menteri ini.
(12) Format laporan pertanggungjawaban bendahara penerimaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dan ayat (5) tercantum dalam Lampiran D.III peraturan menteri ini.
Pasal 190
(1) Dalam hal obyek pendapatan daerah tersebar atas pertimbangan kondisi geografis
wajib pajak dan/atau wajib retribusi tidak mungkin membayar kewajibannya langsung
pada badan, lembaga keuangan atau kantor pos yang bertugas melaksanakan
sebagian tugas dan fungsi bendahara penerimaan, dapat ditunjuk bendahara
penerimaan pembantu.
(2) Bendahara penerimaan pembantu wajib menyelenggarakan penatausahaan terhadap
seluruh penerimaan dan penyetoran atas penerimaan yang menjadi tanggung
63
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 38113
8
jawabnya.
(3) Penatausahaan atas penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan:
a. buku kas umum; dan
b. buku kas penerimaan harian pembantu.
(4) Bendahara penerimaan pembantu dalam melakukan penatausahaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) menggunakan:
a. surat ketetapan pajak daerah (SKP-Daerah);
b. surat ketetapan retribusi (SKR);
c. surat tanda setoran (STS);
d. surat tanda bukti pembayaran; dan
e. bukti penerimaan lainnya yang sah.
(5) Bendahara penerimaan pembantu wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
penerimaan kepada bendahara penerimaan paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya.
(6) Bendahara penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) melakukan verifikasi,
evaluasi dan analisis atas laporan pertanggungjawaban penerimaan.
(7) Format buku kas penerimaan harian pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b tercantum dalam Lampiran D.IV peraturan menteri ini.
Pasal 191
(1) Kepala daerah dapat menunjuk bank, badan, lembaga keuangan atau kantor pos yang
bertugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi bendahara penerimaan.
(2) Bank, badan, lembaga keuangan atau kantor pos sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menyetor seluruh uang yang diterimanya ke rekening kas umum daerah paling
lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak uang kas tersebut diterima.
(3) Atas pertimbangan kondisi geografis yang sulit dijangkau dengan komunikasi dan
transportasi, dapat melebihi ketentuan batas waktu penyetoran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam peraturan kepala daerah.
(4) Bank, badan, lembaga keuangan atau kantor pos sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mempertanggungjawabkan seluruh uang kas yang diterimanya kepada kepala
daerah melalui BUD.
(5) Tata cara penyetoran dan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
Pasal 192
(1) Bendahara penerimaan pembantu wajib menyetor seluruh uang yang diterimanya ke
rekening kas umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak uang kas
tersebut diterima.
(2) Bendahara penerimaan pembantu mempertanggungjawabkan bukti penerimaan dan
bukti penyetoran dari seluruh uang kas yang diterimanya kepada bendahara
penerimaan.
Pasal 193
Pengisian dokumen penatausahaan penerimaan dapat menggunakan aplikasi komputer
dan/atau alat elektronik lainnya.
Pasal 194
64
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
814 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
bendahara penerimaan yang bersangkutan dengan diketahui kepala SKPD;
b. apabila melebihi 1 (satu) bulan sampai selama-lamanya 3 _(tiga) bulan, harus ditunjuk
pejabat bendahara penerimaan dan diadakan berita acara serah terima;
c. apabila bendahara penerimaan sesudah 3 (tiga ) bulan belum juga dapat melaksanakan
tugas, maka dianggap yang bersangkutan telah mengundurkan diri atau berhenti dari
jabatan sebagai bendahara penerimaan dan oleh karena itu segera diusulkan
penggantinya.
Pasal 195
Ringkasan prosedur penatausahaan bendahara penerimaan tercantum dalam Lampiran D.V
peraturan menteri ini.
Bagian Keempat
Penatausahaan Pengeluaran
Paragraf 1
Penyediaan Dana
Pasal 196
(1) Setelah penetapan anggaran kas, PPKD dalam rangka manajemen kas menerbitkan
SPD.
(2) SPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disiapkan oleh kuasa BUD untuk
ditandatangani oleh PPKD.
Pasal 197
(1) Pengeluaran kas atas beban APBD dilakukan berdasarkan SPD atau dokumen lain
yang dipersamakan dengan SPD.
(2) Format SPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran D.VI
peraturan menteri ini.
Paragraf 2
Permintaan Pembayaran
Pasal 198
(1) Berdasarkan SPD atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1), bendahara pengeluaran mengajukan SPP kepada
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD.
(2) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. SPP Uang Persediaan (SPP-UP);
b. SPP Ganti Uang (SPP-GU);
c. SPP Tambahan Uang (SPP-TU); dan
d. SPP Langsung (SPP-LS).
(3) Pengajuan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c
dilampiri dengan daftar rincian rencana penggunaan dana sampai dengan jenis belanja.
Pasal 199
(1) Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-UP dilakukan oleh bendahara pengeluaran
untuk memperoleh persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran
melalui PPK-SKPD dalam rangka pengisian uang persediaan.
65
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 58115
8
(2) Dokumen SPP-UP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. surat pengantar SPP-UP;
b. ringkasan SPP-UP;
c. rincian SPP-UP;
d. salinan SPD;
e. draft surat pernyataan untuk ditandatangani oleh pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran yang menyatakan bahwa uang yang diminta tidak dipergunakan
untuk keperluan selain uang persediaan saat pengajuan SP2D kepada kuasa BUD;
dan
f. lampiran lain yang diperlukan.
Pasal 200
(1) Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-GU dilakukan oleh bendahara pengeluaran
untuk memperoleh persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran
melalui PPK-SKPD dalam rangka ganti uang persediaan.
(2) Dokumen SPP-GU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. surat pengantar SPP-GU;
b. ringkasan SPP-GU;
c. rincian SPP-GU;
d. surat pengesahan laporan pertanggungjawaban bendahara pengeluaran atas
penggunaan dana SPP-UP/GU/TU sebelumnya;
e. salinan SPD;
f. draft surat pernyataan untuk ditandatangani oleh pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran yang menyatakan bahwa uang yang diminta tidak dipergunakan
untuk keperluan selain ganti uang persediaan saat pengajuan SP2D kepada kuasa
BUD; dan
g. lampiran lain yang diperlukan.
(3) Format surat pengesahan laporan pertanggungjawaban bendahara pengeluaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d tercantum dalam Lampiran D.VII
peraturan menteri ini.
Pasal 201
Ketentuan batas jumlah SPP-UP dan SPP-GU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199
dan Pasal 200 ditetapkan dalam peraturan kepala daerah.
Pasal 202
(1) Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-TU dilakukan oleh bendahara pengeluaran
untuk memperoleh persetujuan dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran
melalui PPK-SKPD dalam rangka tambahan uang persediaan.
(2) Dokumen SPP-TU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. surat pengantar SPP-TU;
b. ringkasan SPP-TU;
c. rincian SPP-TU;
d. salinan SPD;
e. draft surat pernyataan untuk ditandatangani oleh pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran yang menyatakan bahwa uang yang diminta tidak dipergunakan
untuk keperluan selain tambahan uang persediaan saat pengajuan SP2D kepada
kuasa BUD;
f. surat keterangan yang memuat penjelasan keperluan pengisian tambahan uang
persediaan; dan
g. lampiran lainnya.
(3) Batas jumlah pengajuan SPP-TU harus mendapat persetujuan dari PPKD dengan
66
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
816 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
memperhatikan rincian kebutuhan dan waktu penggunaan ditetapkan dalam peraturan
kepala daerah.
(4) Dalam hal Jana tambahan uang tidak habis digunakan dalam 1 (satu) bulan, maka sisa
tambahan uang disetor ke rekening kas umum daerah.
(5) Format surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f tercantum dalam
Lampiran D.VIII peraturan menteri ini.
Pasal 203
(1) Pengajuan dokumen SPP-UP, SPP-GU dan SPP-TU sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 199 ayat (1), Pasal 200 ayat (1) dan Pasal 202 ayat (1) digunakan dalam rangka
pelaksanaan pengeluaran SKPD yang harus dipertanggungjawabkan.
(2) Format draft surat pernyataan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199 ayat (2) huruf e, Pasal 200 ayat (2) huruf f,
dan Pasal 202 ayat (2) huruf e tercantum dalam Lampiran D.IX peraturan menteri ini.
Pasal 204
(1) Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP-LS untuk pembayaran gaji dan tunjangan
serta penghasilan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh
bendahara pengeluaran guna memperoleh persetujuan pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran melalui PPK-SKPD.
(2) Dokumen SPP-LS untuk pembayaran gaji dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri dari:
a. surat pengantar SPP-LS;
b. ringkasan SPP-LS;
c. rincian SPP-LS; dan
d. lampiran SPP-LS.
(3) Lampiran dokumen SPP-LS untuk pembayaran gaji dan tunjangan serta penghasilan
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d mencakup:
67
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 78117
8
serta gaji dan tunjangan kepala daerah/wakil kepala daerah.
(4) Kelengkapan lampiran dokumen SPP-LS pembayaran gaji dan tunjangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) digunakan sesuai dengan peruntukannya.
Pasal 205
(1) PPTK menyiapkan dokumen SPP-LS untuk pengadaan barang dan jasa untuk
disampaikan kepada bendahara pengeluaran dalam rangka pengajuan permintaan
pembayaran.
(2) Dokumen SPP-LS untuk pengadaan barang dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri dari:
a. surat pengantar SPP-LS;
b. ringkasan SPP-LS;
c. rincian SPP-LS; dan
d. lampiran SPP-LS.
(3) Lampiran dokumen SPP-LS. untuk pengadaan barang dan jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf d mencakup:
a. salinan SPD;
b. salinan surat rekomendasi dari SKPD teknis terkait;
c. SSP disertai faktur pajak (PPN dan PPh) yang telah ditandatangani wajib pajak dan
wajib pungut;
d. surat perjanjian kerjasama/kontrak antara pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran dengan pihak ketiga serta mencantumkan nomor rekening bank pihak
ketiga;
e. berita acara penyelesaian pekerjaan;
f. berita acara serah terima barang dan jasa;
g. berita acara pembayaran;
h. kwitansi bermeterai, nota/faktur yang ditandatangani pihak ketiga dan PPTK sertai
disetujui oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran;
i. surat jaminan bank atau yang dipersamakan yang dikeluarkan oleh bank atau
lembaga keuangan non bank;
j. dokumen lain yang dipersyaratkan untuk kontrak-kontrak yang dananya sebagian
atau seluruhnya bersumber dari penerusan pirrjaman/hibah luar negeri;
k. berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh pihak ketiga/rekanan serta unsur
panitia pemeriksaan barang berikut lampiran daftar barang yang diperiksa;
l. surat angkutan atau konosemen apabila pengadaan barang dilaksanakan di luar
wilayah kerja;
m. surat pemberitahuan potongan denda keterlambatan pekerjaan dari PPTK apabila
pekerjaan mengalami keterlambatan;
n. foto/buku/dokumentasi tingkat kemajuan/ penyelesaian pekerjaan;
o. potongan jamsostek (potongan sesuai dengan ketentuan yang berlaku/surat
pemberitahuan jamsostek); dan
p. khusus untuk pekerjaan konsultan yang perhitungan harganya menggunakan biaya
personil (billing rate), berita acara prestasi kemajuan pekerjaan dilampiri dengan
bukti kehadiran dari tenaga konsultan sesuai pentahapan waktu pekerjaan dan bukti
penyewaan/pembelian alat penunjang serta bukti pengeluaran lainnya berdasarkan
rincian dalam surat penawaran.
(4) Kelengkapan lampiran dokumen SPP-LS pengadaan barang dan jasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) digunakan sesuai dengan peruntukannya.
(5) Dalam hal kelengkapan dokumen yang diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
tidak lengkap, bendahara pengeluaran mengembalikan dokumen SPP-LS pengadaan
barang dan jasa kepada PPTK untuk dilengkapi.
(6) Bendahara pengeluaran mengajukan SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada pengguna anggaran setelah ditandatangani oleh PPTK guna memperoleh
68
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
818 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
persetujuan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD.
Pasal 206
(1) Permintaan pembayaran untuk suatu kegiatan dapat terdiri dari SPP-LS dan/atau SPP-
UP/GU/TU.
(2) SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pembayaran langsung kepada
pihak ketiga berdasarkan kontrak dan/atau surat perintah kerja setelah diperhitungkan
kewajiban pihak ketiga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) SPP-LS belanja barang dan jasa untuk kebutuhan SKPD yang bukan pembayaran
langsung kepada pihak ketiga dikelola oleh bendahara pengeluaran.
(4) SPP-UP/GU/TU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pembayaran pengeluaran
lainnya yang bukan untuk pihak ketiga.
Pasal 207
Format dokumen SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-LS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 199 ayat (1), Pasal 200 ayat (1), Pasal 202 ayat (1), Pasal 204 ayat (1), Pasal 205
ayat (1) tercantum dalam Lampiran D.X peraturan menteri ini.
Pasal 208
Permintaan pembayaran belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil,
bantuan keuangan, dan pembiayaan oleh bendahara pengeluaran SKPKD dilakukan
dengan menerbitkan SPP-LS yang diajukan kepada PPKD melalui PPK-SKPKD.
Pasal 209
(1) Dokumen yang digunakan oleh bendahara pengeluaran dalam menatausahakan
pengeluaran permintaan pembayaran mencakup:
a. buku kas umum;
b. buku simpanan/bank;
c. buku pajak;
d. buku panjar;
e. buku rekapitulasi pengeluaran per rincian obyek; dan
f. register SPP-UP/GU/TU/LS.
(2) Dalam rangka pengendalian penerbitan permintaan pembayaran untuk setiap kegiatan
dibuatkan kartu kendali kegiatan.
(3) Buku-buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan
huruf f dapat dikerjakan oleh pembantu bendahara pengeluaran.
(4) Dokumen yang digunakan oleh PPK-SKPD dalam menatausahakan penerbitan SPP
mencakup register SPP-UP/GU/TU/LS.
(5) Kartu kendali kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran
D.XI peraturan menteri ini.
(6) Format buku kas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sesuai dengan
Lampiran D.I peraturan menteri ini.
(7) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan
huruf f, serta ayat (4) tercantum dalam Lampiran D.XII peraturan menteri ini.
Pasal 210
(1) Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran meneliti kelengkapan dokumen SPP-
69
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 98119
8
UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-LS yang diajukan oleh bendahara pengeluaran.
(2) Penelitian kelengkapan dokumen SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh PPK-SKPD.
(3) Dalam hal kelengkapan dokumen yang diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak lengkap, PPK-SKPD mengembalikan dokumen SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU, dan
SPP-LS kepada bendahara pengeluaran untuk dilengkapi.
Paragraf 3
Perintah Membayar
Pasal 211
(1) Dalam hal dokumen SPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 ayat (2) dinyatakan
lengkap dan sah, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran menerbitkan SPM.
(2) Dalam hal dokumen SPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 ayat (2) dinyatakan
tidak lengkap dan/atau tidak sah, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran
menolak menerbitkan SPM.
(3) Dalam hal pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran berhalangan, yang
bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani
SPM.
Pasal 212
(1) Penerbitan SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 211 ayat (1) paling lama 2 (dua)
hari kerja terhitung sejak diterimanya dokumen SPP.
(2) Penolakan penerbitan SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 211 ayat (2) paling
lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan SPP.
(3) Format SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran D.XIII
peraturan menteri ini.
(4) Format surat penolakan penerbitan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tercantum dalam Lampiran D.XIV peraturan menteri ini.
Pasal 213
SPM yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 212 ayat (1) diajukan
kepada kuasa BUD untuk penerbitan SP2D.
Pasal 214
(1) Dokumen-dokumen yang digunakan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran dalam menatausahakan pengeluaran perintah membayar mencakup:
a. register SPM-UP/SPM-GU/SPM-TU/SPM-LS; dan
b. register surat penolakan penerbitan SPM.
(2) Penatausahaan pengeluaran perintah membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh PPK-SKPD.
(3) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran D.XV
peraturan menteri ini.
Pasal 215
Setelah tahun anggaran berakhir, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dilarang
menerbitkan SPM yang membebani tahun anggaran berkenaan.
70
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
820 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Paragraf 4
Pencairan Dana
Pasal 216
(1) Kuasa BUD meneliti kelengkapan dokumen SPM yang diajukan oleh pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran agar pengeluaran yang diajukan tidak melampaui
pagu dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan.
(2) Kelengkapan dokumen SPM-UP untuk penerbitan SP2D adalah surat pernyataan
tanggung jawab pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.
(3) Kelengkapan dokumen SPM-GU untuk penerbitan SP2D mencakup:
a. surat pernyataan tanggung jawab pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran;
b. surat pengesahan pertanggungjawaban bendahara pengeluaran periode
sebelumnya;
c. ringkasan pengeluaran per rincian objek yang disertai dengan bukti-bukti
pengeluaran yang sah dan lengkap; dan
d. bukti atas penyetoran PPN/PPh.
(4) Kelengkapan dokumen SPM-TU untuk penerbitan SP2D adalah surat pernyataan
tanggung jawab pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.
(5) Kelengkapan dokumen SPM-LS untuk penerbitan SP2D mencakup:
a. surat pernyataan tanggungjawab pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran;
dan
b. bukti-bukti pengeluaran yang sah dan lengkap sesuai dengan kelengkapan
persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
(6) Dalam hal dokumen SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan lengkap,
kuasa BUD menerbitkan SP2D.
(7) Dalam hal dokumen SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan tidak
lengkap dan/atau tidak sah dan/atau pengeluaran tersebut melampaui pagu anggaran,
kuasa BUD menolak menerbitkan SP2D.
(8) Dalam hal kuasa BUD berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang
diberi wewenang untuk menandatangani SP2D.
(9) Format SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam D.XVI peraturan
menteri ini.
Pasal 217
(1) Penerbitan SP2D sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 ayat (6) paling lama 2 (dua)
hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan SPM.
(2) Penolakan penerbitan SP2D sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 ayat (7) paling
lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak diterimanya pengajuan SPM.
(3) Format surat penolakan penerbitan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tercantum dalam Lampiran D.XVII peraturan menteri ini.
Pasal 218
(1) Kuasa BUD menyerahkan SP2D yang diterbitkan untuk keperluan uang
persediaan/ganti uang persediaan/tambahan uang persediaan kepada pengguna
anggaran/kuasa penggguna anggaran.
(2) Kuasa BUD menyerahkan SP2D yang diterbitkan untuk keperluan pembayaran
langsung kepada pihak ketiga.
71
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 18221
8
PasaI 219
(1) Dokumen yang digunakan kuasa BUD dalam menatausahakan SP2D mencakup:
a. register SP2D;
b. register surat penolakan penerbitan SP2D; dan
c. buku kas penerimaan dan pengeluaran
(2) Format dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran
D.XVIII peraturan menteri ini.
Paragraf 5
Pertanggungjawaban Penggunaan Dana
Pasal 220
(1) Bendahara pengeluaran secara administratif wajib mempertanggungjawabkan
penggunaan uang persediaan/ganti uang persediaan/tambah uang persediaan kepada
kepala SKPD melalui PPK-SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
(2) Dokumen yang digunakan dalam menatausahakan pertanggungjawaban pengeluaran
mencakup:
a. register penerimaan laporan pertanggungjawaban pengeluaran (SPJ);
b. register pengesahan laporan pertanggungjawaban pengeluaran (SPJ);
c. surat penolakan laporan pertanggungjawaban pengeluaran (SP));
d. register penolakan laporan pertanggungjawaban pengeluaran (SP)); dan
e. register penutupan kas.
(3) Format dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran
D.XIX peraturan menteri ini.
(4) Dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan uang persediaan, dokumen laporan
pertanggungjawaban yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup:
a. buku kas umum;
b. ringkasan pengeluaran per rincian obyek yang disertai dengan bukti-bukti
pengeluaran yang sah atas pengeluaran dari setiap rincian obyek yang tercantum
dalam ringkasan pengeluaran per rincian obyek dimaksud;
c. bukti atas penyetoran PPN/PPh ke kas negara; dan
d. register penutupan kas.
(5) Buku kas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a ditutup setiap bulan
dengan sepengetahuan dan persetujuan pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran.
(6) Dalam hal laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah
sesuai, pengguna anggaran menerbitkdn surat pengesahan laporan
pertanggungjawaban.
(7) Ketentuan batas waktu penerbitan surat pengesahan laporan pertanggungjawaban
pengeluaran dan sanksi keterlambatan penyampaian laporan pertanggungjawaban
ditetapkan dalam peraturan kepala daerah.
(8) Untuk tertib laporan pertanggungjawaban pada akhir tahun anggaran,
pertanggungjawaban pengeluaran dana bulan Desember disampaikan paling lambat
tanggal 31 Desember.
(9) Dokumen pendukung SPP-LS dapat dipersamakan dengan bukti pertanggungjawaban
atas pengeluaran pembayaran beban langsung kepada pihak ketiga.
(10) Bendahara pengeluaran pada SKPD wajib mempertanggungjawabkan secara fungsional
atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan menyampaikan
laporan pertanggungjawaban pengeluaran kepada PPKD selaku BUD paling lambat
72
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
822 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
tanggal 10 bulan berikutnya.
(11) Penyampaian pertanggungjawaban bendahara pengeluaran secara fungsional
sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dilaksanakan setelah diterbitkan surat
pengesahan pertanggungjawaban pengeluaran oleh pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran.
(12) Format laporan pertanggungjawaban pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(10) tercantum dalam Lampiran D.XX peraturan menteri ini.
Pasal 221
Dalam melakukan verifikasi atas laporan pertanggungjawaban yang disampaikan, PPK-
SKPD berkewajiban:
a. meneliti kelengkapan dokumen laporan pertanggungjawaban dan keabsahan bukti-bukti
pengeluaran yang dilampirkan;
b. menguji kebenaran perhitungan atas pengeluaran per rincian obyek yang tercantum
dalam ringkasan per rincian obyek;
c. menghitung pengenaan PPN/PPh atas beban pengeluaran per rincian obyek; dan
d. menguji kebenaran sesuai dengan SPM dan SP2D yang diterbitkan periode
sebelumnya.
Pasal 222
(1) Bendahara pengeluaran pembantu dapat ditunjuk berdasarkan pertimbangan tingkatan
daerah, besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi,
kompetensi dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif Iainnya.
(2) Bendahara pengeluaran pembantu wajib menyelenggarakan penatausahaan terhadap
seluruh pengeluaran yang menjadi tanggung jawabnya.
(3) Dokumen-dokumen yang digunakan oleh bendahara pengeluaran pembantu dalam
menatausahakan pengeluaran mencakup:
a. buku kas umum;
b. buku pajak PPN/PPh; dan
c. buku panjar.
(4) Bendahara pengeluaran pembantu dalam melakukan penatausahaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) menggunakan bukti pengeluaran yang sah.
(5) Bendahara pengeluaran pembantu wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
pengeluaran kepada bendahara pengeluaran paling fambat tanggal 5 bulan berikutnya.
(6) Laporan pertanggungjawaban pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
mencakup:
a. buku kas umum;
b. buku pajak PPN/PPh; dan
c. bukti pengeluaran yang sah.
(7) Bendahara pengeluaran melakukan verifikasi, evaluasi dan analisis atas laporan
pertanggungjawaban pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
Pasal 223
(1) Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melakukan pemeriksaan kas yang
dikelola oleh bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran sekurangkurangnya 1
(satu) kali dalam 3 (tiga) bulan.
(2) Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran melakukan pemeriksaan kas yang
dikelola oleh bendahara penerimaan pembantu dan bendahara pengeluaran pembantu
sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan.
(3) Pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dituangkan dalam
73
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 38223
8
berita acara pemeriksaan kas.
(4) Berita acara pemeriksaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disertai dengan
register penutupan kas sesuai dengan Lampiran D.XXI peraturan menteri ini.
Pasal 224
Bendahara pengeluaran yang mengelola belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial,
belanja bagi hasil, bantuan keuangan, belanja tidak terduga, dan pembiayaan melakukan
penatausahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 225
Pengisian dokumen penatausahaan bendahara pengeluaran dapat menggunakan aplikasi
komputer dan/atau alat elektronik lainnya.
Pasal 226
Dalam hal bendahara pengeluaran berhalangan, maka:
a. apabila melebihi 3 (tiga) hari sampai selama-lamanya 1 (satu) bulan, bendahara
pengeluaran tersebut wajib memberikan surat kuasa kepada pejabat yang ditunjuk untuk
melakukan pembayaran dan tugas-tugas bendahara pengeluaran atas tanggung jawab
bendahara pengeluaran yang bersangkutan dengan diketahui kepala SKPD;
b. apabila melebihi 1 (satu) bulan sampai selama-lamanya 3 (tiga) bulan, harus ditunjuk
pejabat bendahara pengeluaran dan diadakan berita acara serah terima;
c. apabila bendahara pengeluaran sesudah 3 (tiga ) bulan belum juga dapat melaksanakan
tugas, maka dianggap yang bersangkutan telah mengundurkan diri atau berhenti dari
jabatan sebagai bendahara pengeluaran dan oleh karena itu segera diusulkan
penggantinya.
Pasal 227
Ringkasan prosedur penatausahaan bendahara pengeluaran tercantum dalam Lampiran
D.XXII peraturan menteri ini.
Bagian Kelima
Penatausahaan Pendanaan Tugas Pembantuan
Pasal 228
(1) Gubernur melimpahkan kewenangan kepada bupati/walikota untuk menetapkan pejabat
kuasa pengguna anggaran pada SKPD kabupaten/kota yang menandatangani
SPM/menguji SPP, PPTK dan bendahara pengeluaran yang melaksanakan tugas
pembantuan di kabupaten/kota.
(2) Bupati/walikota melimpahkan kewenangan kepada kepala desa untuk menetapkan
pejabat kuasa pengguna anggaran pada lingkungan pemerintah desa yang
menandatangani SPM/menguji SPP, PPTK dan bendahara pengeluaran yang
melaksanakan tugas pembantuan di pemerintah desa.
(3) Administrasi penatausahaan dan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan dana
tugas pembantuan provinsi di kabupaten/kota dilakukan secara terpisah dari
administrasi penatausahaan dan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
kabupaten/kota.
(4) Administrasi penatausahaan dan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan dana
74
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
824 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
tugas pembantuan kabupaten/kota di pemerintah desa dilakukan secara terpisah dari
administrasi penatausahaan dan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APB Desa.
Pasal 229
(1) PPTK pada SKPD kabupaten/kota yang ditetapkan sebagai penanggungjawab tugas
pembantuan provinsi menyiapkan dokumen SPP-LS untuk disampaikan kepada
bendahara pengeluaran pada SKPD kabupaten/kota berkenaan dalam rangka
pengajuan permintaan pembayaran.
(2) Bendahara pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengajukan SPP-LS
disertai dengan lampiran yang dipersyaratkan kepada kepala SKPD berkenaan setelah
ditandatangani oleh PPTK tugas pembantuan.
(3) Lampiran dokumen SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada
ketentuan dalam Pasal 205.
(4) Kepala SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menerbitkan SPM-LS disertai
dengan kelengkapan dokumen untuk disampaikan kepada kuasa BUD provinsi.
(5) Kelengkapan dokumen SPM-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengacu pada
ketentuan dalam Pasal 214.
(6) Kuasa BUD provinsi meneliti kelengkapan dokumen SPM-LS tugas pembantuan yang
diajukan oleh kepala SKPD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (5) untuk
menerbitkan SP2D.
Pasal 230
(1) PPTK pada kantor pemerintah desa yang ditetapkan sebagai penanggungjawab tugas
pembantuan provinsi dan kabupaten/kota menyiapkan dokumen SPP-LS untuk
disampaikan kepada bendahara pengeluaran/bendahara desa pada kantor pemerintah
desa berkenaan dalam rangka pengajuan permintaan pembayaran.
(2) Bendahara pengeluaran/bendahara desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengajukan SPP-LS disertai dengan lampiran yang dipersyaratkan kepada kepala desa
berkenaan setelah ditandatangani oleh PPTK tugas pembantuan.
(3) Lampiran dokumen SPP-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada
ketentuan dalam Pasal 204.
(4) Kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menerbitkan SPM-LS disertai
dengan kelengkapan dokumen untuk disampaikan kepada kuasa BUD provinsi atau
kabupaten/kota.
(5) Kelengkapan dokumen SPM-LS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengacu pada
ketentuan dalam Pasal 214.
(6) Kuasa BUD provinsi atau kabupaten/kota meneliti kelengkapan dokumen SPM-LS tugas
pembantuan yang diajukan oleh kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
untuk menerbitkan SP2D.
Pasal 231
(1) Pedoman penatausahaan pelaksanaan pendanaan tugas pembantuan provinsi di
kabupaten/kota dan desa ditetapkan dalam peraturan gubernur.
(2) Pedoman penatausahaan pelaksanaan pendanaan tugas pembantuan kabupaten/kota
di desa ditetapkan dalam peraturan bupati/walikota.
75
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 58225
8
BAB XI
AKUNTANSI KEUANGAN DAERAH
Bagian Pertama
Sistem Akuntansi
Pasal 232
(1) Entitas pelaporan dan entitas akuntansi menyelenggarakan sistem akuntansi
pemerintahan daerah.
(2) Sistem akuntansi pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
dengan peraturan kepala daerah mengacu pada peraturan daerah tentang pokok-pokok
pengelolaan keuangan daerah.
(3) Sistem akuntansi pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran,
sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer.
(4) Proses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didokumentasikan dalam bentuk buku
jurnal dan buku besar, dan apabila diperlukan ditambah dengan buku besar pembantu.
(5) Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), entitas pelaporan menyusun laporan keuangan yang meliputi:
a. laporan realisasi anggaran;
b. neraca;
c. laporan arus kas; dan
d. catatan atas laporan keuangan.
(6) Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), entitas akuntansi menyusun laporan keuangan yang meliputi:
a. laporan realisasi anggaran;
b. neraca; dan
c. catatan atas laporan keuangan.
Pasal 233
Pasal 234
76
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
826 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Pasal 235
(1) Kode rekening untuk menyusun neraca terdiri dari kode akun aset, kode akun
kewajiban, dan kode akun ekuitas dana.
(2) Kode rekening untuk menyusun laporan realisasi anggaran terdiri dari kode akun
pendapatan, kode akun belanja, dan kode akun pembiayaan.
(3) Kode rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disusun dengan
memperhatikan kepentingan penyusunan laporan statistik keuangan daerah/negara.
(4) Kode rekening yang digunakan untuk menyusun neraca sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Lampiran E.I peraturan menteri ini.
(5) Kode rekening yang digunakan untuk menyusun laporan realisasi anggaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan Lampiran A.II, Lampiran A.III,
Lampiran A.IV, Lampiran A.VII, Lampiran A.VIII, dan Lampiran A.IX peraturan menteri
ini.
Pasal 236
(1) Semua transaksi dan/atau kejadian keuangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan
pemerintahan daerah dicatat pada buku jurnal berdasarkan bukti transaksi yang sah.
(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara kronologis sesuai
dengan terjadinya transaksi dan/atau kejadian keuangan.
Pasal 237
(1) Transaksi atau kejadian keuangan yang telah dicatat dalam buku jurnal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 235 ayat (1) selanjutnya secara periodik diposting ke dalam buku
besar sesuai dengan rekening berkenaan.
(2) Buku besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditutup dan diringkas pada setiap
akhir periode sesuai dengan kebutuhan.
(3) Saldo akhir setiap periode dipindahkan menjadi saldo awal periode berikutnya.
Pasal 238
(1) Buku besar dapat dilengkapi dengan buku besar pembantu sebagai alat uji silang dan
kelengkapan informasi rekening tertentu.
(2) Buku besar pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi rincian akun yang
telah dicatat dalam buku besar.
Bagian Kedua
Kebijakan Akuntansi
Pasal 239
(1) Kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah tentang kebijakan akuntansi
pemerintah daerah dengan berpedoman pada standar akuntansi pemerintahan.
(2) Kebijakan akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar
pengakuan, pengukuran dan pelaporan atas aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan,
belanja, dan pembiayaan serta laporan keuangan.
(3) Peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya
memuat:
a. definisi, pengakuan, pengukuran dan pelaporan setiap akun dalam laporan
keuangan;
77
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 78227
8
b. prinsip-prinsip penyusunan dan penyajian pelaporan keuangan.
(4) Dalam pengakuan dan pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a juga
mencakup kebijakan mengenai harga perolehan dan kapitalisasi aset.
(5) Kebijakan harga perolehan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan
pengakuan terhadap jumlah kas/setara kas yang dibayarkan terdiri dari belanja modal,
belanja administrasi pembelian/pembangunan, belanja pengiriman, pajak, dan nilai
wajar imbalan lainnya yang dibayarkan sebagai komponen harga perolehan aset tetap.
(6) Kebijakan kapitalisasi aset sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan pengakuan
terhadap jumlah kas/setara kas dan nilai wajar imbalan lainnya yang dibayarkan sebagai
penambah nilai aset tetap.
(7) Contoh format kebijakan akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum
dalam Lampiran E.II peraturan menteri ini.
(8) Ikhtisar kebijakan akuntansi yang diberlakukan pada setiap tahun anggaran dimuat
dalam catatan atas laporan keuangan tahun anggaran berkenaan.
Pasal 240
(1) Pemerintah daerah sebagai entitas pelaporan menyusun laporan keuangan pemerintah
daerah.
(2) Kepala SKPD sebagai entitas akuntansi menyusun laporan keuangan SKPD yang
disampaikan kepada PPKD untuk digabung menjadi laporan keuangan pemerintah
daerah.
(3) Kepala BLUD sebagai entitas akuntansi menyusun laporan keuangan BLUD yang
disampaikan kepada PPKD untuk digabung ke dalam laporan keuangan pemerintah
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Kepala BLUD sebagai entitas pelaporan menyusun laporan keuangan BLUD yang
disampaikan kepada kepala daerah dan diaudit oleh pemeriksa ekstern sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Akuntansi Keuangan Daerah pada SKPD
Paragraf 1
Prosedur Akuntansi Penerimaan Kas pada SKPD
Pasal 241
Prosedur akuntansi penerimaan kas pada SKPD meliputi serangkaian proses mulai dari
pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan yang berkaitan dengan
penerimaan kas dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat
dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer.
Pasal 242
(1) Bukti transaksi yang digunakan dalam prosedur akuntansi penerimaan kas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 mencakup:
a. surat tanda bukti pembayaran;
b. STS;
c. bukti transfer; dan
d. nota kredit bank.
(2) Bukti transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilengkapi dengan:
78
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
828 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
a. surat ketetapan pajak daerah (SKP-Daerah); dan/atau
b. SKR; dan/atau
c. bukti transaksi penerimaan kas lainnya.
Pasal 243
(1) Buku yang digunakan untuk mencatat transaksi dalam prosedur akuntansi penerimaan
kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 terdiri dari:
a. buku jurnal penerimaan kas;
b. buku besar; dan
c. buku besar pembantu.
(2) Format buku jurnal penerimaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
tercantum dalam Lampiran E.III peraturan menteri ini.
(3) Format buku besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tercantum dalam
Lampiran E.IV peraturan menteri ini.
(4) Format buku besar pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tercantum
dalam Lampiran E.V peraturan menteri ini.
Pasal 244
Pasal 245
(1) PPK-SKPD berdasarkan bukti transaksi penerimaan kas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 242 ayat (1) melakukan pencatatan ke dalam buku jurnal penerimaan kas dengan
mencantumkan uraian rekening-lawan asal penerimaan kas berkenaan.
(2) Secara periodik jurnal atas transaksi penerimaan kas diposting ke dalam buku besar
rekening berkenaan.
(3) Setiap akhir periode semua buku besar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditutup
sebagai dasar penyusunan laporan keuangan SKPD.
Pasal 246
Ringkasan prosedur akuntansi penerimaan kas pada SKPD tercantum dalam Lampiran E.VI
peraturan menteri ini.
Paragraf 2
Prosedur Akuntansi Pengeluaran Kas pada SKPD
Pasal 247
(1) Prosedur akuntansi pengeluaran kas pada SKPD meliputi serangkaian proses mulai dari
pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan yang berkaitan dengan
pengeluaran kas dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat
dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer.
(2) Prosedur akuntansi pengeluaran kas pada SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. sub prosedur akuntansi pengeluaran kas-langsung; dan
b. sub prosedur akuntansi pengeluaran kas-uang persediaan/ganti uang
persediaan/tambahan uang persediaan.
79
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 98229
8
Pasal 248
(1) Bukti transaksi yang digunakan dalam prosedur akuntansi pengeluaran kas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 247 ayat (1) mencakup:
a. SP2D; atau
b. nota debet bank; atau
c. bukti transaksi pengeluaran kas Iainnya.
(2) Bukti transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan:
a. SPM; dan/atau
b. SPD; dan/atau
c. kuitansi pembayaran dan bukti tanda terima barang/jasa.
Pasal 249
(1) Buku yang digunakan untuk mencatat transaksi dalam prosedur akuntansi
pengeluaran kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 247 ayat (1) mencakup:
a. buku jurnal pengeluaran kas;
b. buku besar; dan
c. buku besar pembantu.
(2) Format buku jurnal pengeluaran kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
tercantum dalam Lampiran E.VII peraturan menteri ini.
(3) Format buku besar dan buku besar pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dan huruf c sesuai dengan Lampiran E.IV dan Lampiran E.V peraturan menteri
ini.
Pasal 250
Prosedur akuntansi pengeluaran kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 247 ayat (1)
dilaksanakan oleh PPK-SKPD.
Pasal 251
(1) PPK-SKPD berdasarkan bukti transaksi pengeluaran kas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 248 ayat (1) melakukan pencatatan ke dalam buku jurnal pengeluaran kas.
dengan mencantumkan uraian rekening-lawan asal pengeluaran kas berkenaan.
(2) Secara periodik jumal atas transaksi pengeluaran kas diposting ke dalam buku besar
rekening berkenaan.
(3) Setiap akhir periode semua buku besar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditutup
sebagai dasar penyusunan laporan keuangan SKPD.
Pasal 252
Ringkasan prosedur akuntansi pengeluaran kas pada SKPD tercantum dalam Lampiran
E.VIII peraturan menteri ini.
Paragraf 3
Prosedur Akuntansi Aset pada SKPD
Pasal 253
(1) Prosedur akuntansi aset pada SKPD meliputi pencatatan dan pelaporan akuntansi atas
perolehan, pemeliharaan, rehabilitasi, perubahan klasifikasi, dan penyusutan terhadap
aset tetap yang dikuasai/digunakan SKPD.
80
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
830 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
(2) Pemeliharaan aset tetap yang bersifat rutin dan berkala tidak dikapitalisasi.
(3) Rehabilitasi yang bersifat sedang dan berat dikapitalisasi apabila memenuhi salah satu
kriteria menambah volume, menambah kapasitas, meningkatkan fungsi, meningkatkan
efisiensi dan/atau menambah masa manfaat.
(4) Perubahan klasifikasi aset tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
perubahan aset tetap ke klasifikasi selain aset tetap atau sebaliknya.
(5) Penyusutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penyesuaian nilai
sehubungan dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aset tetap.
Pasal 254
(1) Setiap aset tetap kecuali tanah dan konstruksi dalam pengerjaan dilakukan penyusutan
yang sistematis sesuai dengan masa manfaatnya.
(2) Metode penyusutan yang dapat digunakan antara lain:
a. metode garis lurus;
b. metode saldo menurun ganda; dan
c. metode unit produksi.
(3) Metode garis lurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan
penyesuaian nilai aset tetap dengan membebankan penurunan kapasitas dan manfaat
aset tetap yang sama setiap periode sepanjang umur ekonomis aset tetap berkenaan.
(4) Metode saldo menurun ganda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan
penyesuaian nilai aset tetap dengan membebankan penurunan kapasitas dan manfaat
aset tetap yang lebih besar pada periode awal pemanfaatan aset dibandingkan dengan
periode akhir sepanjang umur ekonomis aset tetap berkenaan.
(5) Metode unit produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan
penyesuaian nilai aset tetap dengan membebankan penurunan kapasitas dan manfaat
aset tetap berdasarkan unit produksi yang dihasilkan dari aset tetap berkenaan.
(6) Penetapan umur ekonomis aset tetap dimuat dalam kebijakan akuntansi berpedoman
pada peraturan perundang-undangan.
Pasal 255
Bukti transaksi yang digunakan dalam prosedur akuntansi aset sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 253 ayat (1) berupa bukti memorial dilampiri dengan:
a. berita acara penerimaan barang;
b. berita acara serah terima barang; dan
c. berita acara penyelesaian pekerjaan.
Pasal 256
(1) Buku yang digunakan untuk mencatat transaksi dan/atau kejadian dalam prosedur
akuntansi aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 ayat (1) mencakup:
a. buku jurnal umum;
b. buku besar; dan
c. buku besar pembantu.
(2) Format buku jurnal umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tercantum
dalam Lampiran E.IX peraturan menteri ini.
(3) Format buku besar dan buku besar pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sesuai dengan Lampiran E.IV dan Lampiran E.V peraturan menteri ini.
81
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 18331
8
Pasal 257
Prosedur akuntansi aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 253 ayat (1) dilaksanakan
oleh PPK-SKPD serta pejabat pengurus dan penyimpan barang SKPD.
Pasal 258
Paragraf 4
Prosedur Akuntansi Selain Kas pada SKPD
Pasal 259
(1) Prosedur akuntansi selain kas pada SKPD meliputi serangkaian proses mulai dari
pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan yang berkaitan dengan
semua transaksi atau kejadian selain kas yang dapat dilakukan secara manual atau
menggunakan aplikasi komputer.
(2) Prosedur akuntansi selain kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. pengesahan pertanggungjawaban pengeluaran (pengesahan SPJ);
b. koreksi kesalahan pencatatan;
c. penerimaan/pengeluaran hibah selain kas;
d. pembelian secara kredit;
e. retur pembelian kredit;
f. pemindahtanganan atas aset tetap/barang milik
daerah tanpa konsekuensi kas; dan
g. penerimaan aset tetap/barang milik daerah tanpa konsekuensi kas.
(3) Pengesahan pertanggungjawaban pengeluaran (pengesahan SP]) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan pengesahan atas pengeluaran/belanja
melalui mekanisme uang persediaan/ganti uang persediaan/tambahan uang persediaan.
(4) Koreksi kesalahan pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan
koreksi terhadap kesalahan dalam membuat jurnal dan telah diposting ke buku besar.
(5) Penerimaan/pengeluaran hibah selain kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
adalah penerimaan/pengeluaran sumber ekonomi non kas yang merupakan
pelaksanaan APBD yang mengandung konsekuensi ekonomi bagi pemerintah daerah.
(6) Pembelian secara kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan
transaksi pembelian aset tetap yang pembayarannya dilakukan di masa yang akan
datang.
(7) Retur pembelian kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan
pengembalian aset tetap yang telah dibeli secara kredit.
(8) Pemindahtanganan atas aset tetap tanpa konsekuensi kas sebagaimana dimaksud pada
82
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
832 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
ayat (1) huruf f merupakan pemindahtanganan aset tetap pada pihak ketiga karena
suatu hal tanpa ada penggantian berupa kas.
(9) Penerimaan aset tetap tanpa konsekuensi kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf g merupakan perolehan aset tetap akibat adanya tukar menukar (ruitslaag)
dengan pihak ketiga.
Pasal 260
Bukti transaksi yang digunakan dalam prosedur akuntansi selain kas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 259 ayat (1) berupa bukti memorial yang dilampiri dengan:
a. pengesahan pertanggungjawaban. pengeluaran (pengesahan SPJ);
b. berita acara penerimaan barang;
c. surat keputusan penghapusan barang;
d. surat pengiriman barang;
e. surat keputusan mutasi barang (antar SKPD);
f. berita acara pemusnahan barang;
g. berita acara serah terima barang; dan
h. berita acara penilaian.
Pasal 261
Buku yang digunakan untuk mencatat transaksi dan/atau kejadian dalam prosedur
akuntansi selain kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 259 ayat (1) mencakup:
a. buku jurnal umum;
b. buku besar; dan
c. buku besar pembantu.
Pasal 262
Prosedur akuntansi selain kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 259 ayat (1)
dilaksanakan oleh PPK-SKPD.
Pasal 263
Pasal 264
Ringkasan prosedur akuntansi selain kas pada SKPD tercantum dalam Lampiran E.X
peraturan menteri ini.
83
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 38333
8
Paragraf 5
Laporan Keuangan pada SKPD
Pasal 265
Bagian Keempat
Akuntansi Keuangan Daerah pada SKPKD
Paragraf 1
Prosedur Akuntansi Penerimaan Kas pada SKPKD
Pasal 266
Prosedur akuntansi penerimaan kas pada SKPKD meliputi serangkaian proses mulai dari
pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan yang berkaitan dengan
penerimaan kas dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat
dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer.
Pasal 267
(1) Bukti transaksi yang digunakan dalam prosedur akuntansi penerimaan kas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 266 mencakup:
a. bukti transfer;
b. nota kredit bank; dan
c. Surat perintah pemindahbukuan.
(2) Bukti transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan:
a. surat tanda setoran (STS);
b. surat ketetapan pajak daerah (SKP-Daerah);
c. surat ketetapan retribusi (SKR);
d. laporan penerimaan kas dari bendahara penerimaan; dan
e. bukti transaksi penerimaan kas lainnya.
(3) Format laporan penerimaan kas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
tercantum dalam Lampiran E.XIV peraturan menteri ini.
Pasal 268
Buku yang digunakan untuk mencatat prosedur akuntansi penerimaan kas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 266 mencakup:
a. buku jurnal penerimaan kas;
b. buku besar; dan
c. buku besar pembantu.
84
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
834 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Pasal 269
Prosedur akuntansi penerimaan kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 dilaksanakan
oleh fungsi akuntansi pada SKPKD.
Pasal 270
(1) Fungsi akuntansi berdasarkan bukti transaksi penerimaan kas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 267 ayat (1) melakukan pencatatan ke dalam buku jurnal penerimaan kas
dengan mencantumkan uraian rekening-lawan asal penerimaan kas berkenaan.
(2) Secara periodik jurnal atas transaksi penerimaan kas diposting ke dalam buku besar
rekening berkenaan.
(3) Setiap akhir periode semua buku besar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditutup
sebagai dasar penyusunan laporan keuangan SKPKD.
Pasal 271
Ringkasan prosedur akuntansi penerimaan kas pada SKPKD tercantum dalam Lampiran
E.XV peraturan menteri ini.
Paragraf 2
Prosedur Akuntansi Pengeluaran Kas pada SKPKD
Pasal 272
Prosedur akuntansi pengeluaran kas pada SKPKD meliputi serangkaian proses mulai dari
pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan yang berkaitan dengan
pengeluaran kas dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat
dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer.
Pasal 273
(1) Bukti transaksi yang digunakan dalam prosedur akuntansi pengeluaran kas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 272 mencakup:
a. surat perintah pencairan dana (SP2D); atau
b. nota debet bank.
(2) Bukti transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan:
a. surat penyediaan dana (SPD);
b. surat perintah membayar (SPM);
c. laporan pengeluaran kas dari bendahara pengeluaran; dan
d. kuitansi pembayaran dan bukti tanda terima barang/jasa.
(3) Format laporan pengeluaran kas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
tercantum dalam Lampiran E.XVI peraturan menteri ini.
Pasal 274
Buku yang digunakan untuk mencatat transaksi dalam prosedur akuntansi pengeluaran kas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 272 mencakup:
a. buku jumal pengeluaran kas;
b. buku besar; dan
c. buku besar pembantu.
Pasal 275
Prosedur akuntansi pengeluaran kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 272 merupakan
85
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 58335
8
fungsi akuntansi SKPKD.
Pasal 276
(1) Fungsi akuntansi SKPKD berdasarkan bukti transaksi pengeluaran kas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 273 ayat (1) melakukan pencatatan ke dalam buku jurnal
pengeluaran kas dengan mencantumkan uraian rekening-lawan asal pengeluaran kas
berkenaan.
(2) Secara periodik jurnal atas transaksi pengeluaran kas diposting ke dalam buku besar
rekening berkenaan.
(3) Setiap akhir periode semua buku besar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditutup
sebagai dasar penyusunan laporan keuangan SKPKD.
Pasal 277
Ringkasan prosedur akuntansi pengeluaran kas pada SKPKD tercantum dalam Lampiran
E.XVII peraturan menteri ini.
Paragraf 3
Prosedur Akuntansi Aset pada SKPKD
Pasal 278
(1) Prosedur akuntansi aset pada SKPKD meliputi serangkaian proses pencatatan dan
pelaporan akuntansi atas perolehan, pemeliharaan, rehabilitasi, penghapusan,
pemindahtanganan, perubahan klasifikasi, dan penyusutan terhadap aset tetap yang
dikuasai/digunakan SKPKD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan
aplikasi komputer.
(2) Prosedur akuntansi aset pada SKPKD digunakan sebagai alat pengendali dalam
pengelolaan aset yang dikuasai/digunakan SKPD dan/atau SKPKD.
Pasal 279
Bukti transaksi yang digunakan dalam prosedur akuntansi aset sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 278 berupa bukti memorial dilampiri dengan:
a. berita acara penerimaan barang;
b. surat keputusan penghapusan barang;
c. surat keputusan mutasi barang (antar SKPKD);
d. berita acara pemusnahan barang;
e. berita acara serah terima barang;
f. berita acara penilaian; dan
g. berita acara penyelesaian pekerjaan.
Pasal 280
Buku yang digunakan untuk mencatat transaksi dan/atau kejadian dalam prosedur
akuntansi aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 mencakup:
a. buku jurnal umum;
b. buku besar; dan
c. buku besar pembantu.
Pasal 281
Prosedur akuntansi aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 dilaksanakan oleh fungsi
akuntansi pada SKPKD.
86
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
836 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Pasal 282
(1) Fungsi akuntansi SKPKD berdasarkan bukti transaksi dan/atau kejadian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 279 membuat bukti memorial.
(2) Bukti memorial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat
informasi mengenai jenis/nama aset tetap, kode rekening, klasifikasi aset tetap, nilai
aset tetap, tanggal transaksi dan/atau kejadian.
(3) Bukti memorial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat ke dalam buku jurnal
umum.
(4) Secara periodik jurnal atas transaksi dan/atau kejadian aset tetap diposting ke dalam
buku besar rekening berkenaan.
(5) Setiap akhir periode semua buku besar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditutup
sebagai dasar penyusunan laporan keuangan SKPKD.
Paragraf 4
Prosedur Akuntansi Selain Kas pada SKPKD
Pasal 283
(1) Prosedur akuntansi selain kas pada SKPKD meliputi serangkaian proses mulai dari
pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan yang berkaitan dengan
semua transaksi atau kejadian selain kas yang dapat dilakukan secara manual atau
menggunakan aplikasi komputer.
(2) Prosedur akuntansi selain kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup
mencakup:
a. koreksi kesalahan pembukuan;
b. penyesuaian terhadap akun tertentu dalam rangka menyusun laporan keuangan
pada akhir tahun;
c. reklasifikasi belanja modal menjadi aset tetap; dan
d. reklasifikasi akibat koreksi yang ditemukan dikemudian hari.
Pasal 284
Bukti transaksi yang digunakan dalam prosedur akuntansi selain kas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 283 ayat (1) berupa bukti memorial dilampiri dengan:
a. berita acara penerimaan barang;
b. surat keputusan penghapusan barang;
c. surat keputusan mutasi barang (antar SKPKD);
d. berita acara pemusnahan barang;
e. berita acara serah terima barang;
f. berita acara penilaian; dan
g. berita acara penyelesaian pekerjaan.
Pasal 285
Buku yang digunakan untuk mencatat transaksi dan/atau kejadian dalam prosedur
akuntansi selain kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 283 ayat (1) mencakup:
a. buku jurnal umum;
b. buku besar; dan
c. buku besar pembantu.
Pasal 286
Prosedur akuntansi selain kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 283 ayat (1)
dilaksanakan oleh fungsi akuntansi pada SKPKD.
87
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 78337
8
Pasal 287
(1) Fungsi akuntansi berdasarkan bukti transaksi dan/atau kejadian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 284 membuat bukti memorial.
(2) Bukti memorial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat
informasi mengenai tanggal transaksi dan/atau kejadian, kode rekening, uraian transaksi
dan/atau kejadian, dan jumlah rupiah.
(3) Bukti memorial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat ke dalam buku jurnal
umum.
(4) Secara periodik jurnal atas transaksi dan/atau kejadian selain kas diposting ke dalam
buku besar rekening berkenaan.
(5) Setiap akhir periode semua buku besar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditutup
sebagai dasar penyusunan laporan keuangan SKPKD.
Pasal 288
Ringkasan prosedur akuntansi selain kas pada SKPKD tercantum dalam Lampiran E.XVIII
peraturan menteri ini.
Paragraf 5
Laporan Keuangan pada SKPKD
Pasal 289
(1) Kepala SKPKD menyusun dan melaporkan laporan arus kas secara periodik kepada
kepala daerah.
(2) Laporan arus kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan disajikan sesuai
dengan peraturan pemerintah yang mengatur tentang standar akuntansi pemerintahan.
(3) Format laporan arus kas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam
Lampiran E.XIX peraturan menteri ini.
BAB XII
PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBD
Bagian Pertama
Laporan Realisasi Semester Pertama
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Pasal 290
(1) Kepala SKPD menyusun laporan realisasi semester pertama anggaran pendapatan dan
belanja SKPD sebagai hasil pelaksanaan anggaran yang menjadi tanggung jawabnya.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan prognosis untuk 6
(enam) bulan berikutnya.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disiapkan oleh PPK-SKPD dan
disampaikan kepada pejabat pengguna anggaran untuk ditetapkan sebagai laporan
realisasi semester pertama anggaran pendapatan dan belanja SKPD serta prognosis
untuk 6 (enam) bulan berikutnya paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah semester
pertama tahun anggaran berkenaan berakhir.
(4) Pejabat pengguna anggaran menyampaikan laporan realisasi semester pertama
88
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
838 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
anggaran pendapatan dan belanja SKPD serta prognosis untuk 6 (enam) bulan
berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada PPKD sebagai dasar
penyusunan laporan realisasi semester pertama APBD paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja setelah semester pertama tahun anggaran berkenaan berakhir.
(5) Format laporan realisasi semester pertama anggaran pendapatan dan belanja SKPD
dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
tercantum dalam Lampiran E.XX peraturan menteri ini.
Pasal 291
PPKD menyusun laporan realisasi semester pertama APBD dengan cara menggabungkan
seluruh laporan realisasi semester pertama anggaran pendapatan dan belanja SKPD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 290 ayat (4) paling lambat minggu kedua bulan Juli
tahun anggaran berkenaan dan disampaikan kepada sekretaris daerah selaku koordinator
pengelolaan keuangan daerah.
Pasal 292
Laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 291 disampaikan kepada kepala daerah paling lambat
minggu ketiga bulan Juli tahun anggaran berkenaan untuk ditetapkan sebagai laporan
realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
Pasal 293
(1) Laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan
berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 292 disampaikan kepada DPRD paling
lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berkenaan.
(2) Format laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan
berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran E.XXI
peraturan menteri ini.
Bagian Kedua
Laporan Tahunan
Pasal 294
(1) PPK-SKPD menyiapkan laporan keuangan SKPD tahun anggaran berkenaan dan
disampaikan kepada kepala SKPD untuk ditetapkan sebagai laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran SKPD.
(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada PPKD
sebagai dasar penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah.
Pasal 295
(1) Laporan keuangan SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 294 ayat (1)
disampaikan kepada kepala daerah melalui PPKD paling lambat 2 (dua) bulan setelah
tahun anggaran berakhir.
(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh pejabat
pengguna anggaran sebagai hasil pelaksanaan anggaran yang berada di SKPD yang
menjadi tanggung jawabnya.
(3) Laporan keuangan SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari:
a. laporan realisasi anggaran;
b. neraca; dan
c. catatan atas laporan keuangan.
(4) Laporan keuangan SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan surat
89
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 98339
8
pernyataan kepala SKPD bahwa pengelolaan APBD yang menjadi tanggung jawabnya
telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan
standar akuntansi pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Format surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam
Lampiran E.XXII peraturan menteri ini.
Pasal 296
(1) PPKD menyusun laporan keuangan pemerintah daerah dengan cara menggabungkan
laporan-laporan keuangan SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 295 ayat (3)
paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran berkenaan.
(2) Laporan keuangan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah selaku koordinator
pengelolaan keuangan daerah dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD.
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. laporan realisasi anggaran;
b. neraca;
c. laporan arus kas; dan
d. catatan atas laporan keuangan.
(4) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan disajikan sesuai
dengan peraturan pemerintah yang mengatur tentang standar akuntansi pemerintahan.
(5) Laporan keuangan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri
dengan laporan ikhtisar realisasi kinerja dan laporan keuangan BUMD/perusahaan
daerah.
(6) Laporan ikhtisar realisasi kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disusun dari
ringkasan laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dan laporan kinerja
interim di Iingkungan pemerintah daerah.
(7) Penyusunan laporan kinerja interim sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berpedoman
pada Peraturan Menteri Dalam Negeri yang mengatur mengenai laporan kinerja interim
di lingkungan pemerintah daerah.
(8) Laporan keuangan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri
dengan surat pernyataan kepala daerah yang menyatakan pengelolaan APBD yang
menjadi tanggung jawabnya telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian
intern yang memadai, sesuai dengan peraturan perundangundangan.
(9) Format laporan realisasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
tercantum dalam Lampiran E.XXIII peraturan menteri ini.
(10) Format neraca sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b tercantum dalam Lampiran
E.XXIV peraturan menteri ini.
(11) Format laporan arus kas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c sesuai dengan
Lampiran E.XIX peraturan menteri ini.
(12) Format catatan atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d
tercantum dalam Lampiran E.XXV peraturan menteri ini.
(13) Format surat pernyataan kepala daerah bahwa pengelolaan APBD yang menjadi
tanggung jawabnya telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang
memadai sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran E.XXVI
peraturan menteri ini.
90
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
840 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Pasal 297
(1) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 296 ayat (2) disampaikan oleh
kepala daerah kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk dilakukan pemeriksaan
paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
(2) Kepala daerah memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap laporan
keuangan pemerintah daerah berdasarkan hasil pemeriksaan BPK.
Bagian Ketiga
Penetapan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
Pasal 298
(1) Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD paling lambat 6 (enam) bulan
setelah tahun anggaran berakhir.
(2) Rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat laporan keuangan yang meliputi laporan
realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan, serta
dilampiri dengan laporan kinerja yang telah diperiksa BPK dan ikhtisar laporan
keuangan badan usaha milik daerah/perusahaan daerah.
(3) Format laporan realisasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan
Lampiran E.XXIII peraturan menteri ini.
(4) Format neraca sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan Lampiran E.XXIV
peraturan menteri ini.
(5) Format laporan arus kas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan Lampiran
E.XIX peraturan menteri ini.
(6) Format catatan atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai
dengan Lampiran E.XXV peraturan menteri ini.
(7) Format dan isi laporan kinerja berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri
tentang laporan keuangan dan kinerja interim di lingkungan pemerintah daerah.
(8) Format dan ikhtisar laporan keuangan BUMD/perusahaan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(9) Format rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
beserta lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran
E.XXVII peraturan menteri ini.
Pasal 299
(1) Apabila sampai batas waktu 2 (dua) bulan setelah penyampaian laporan keuangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 297 ayat (1), BPK belum menyampaikan hasil
pemeriksaan, kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD.
(2) Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan
laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, catatan atas laporan keuangan,
dan laporan kinerja yang isinya sama dengan yang disampaikan kepada BPK.
Pasal 300
91
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 18441
8
kepala daerah tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
(2) Rancangan peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi
dengan lampiran terdiri dari:
a. ringkasan laporan realisasi anggaran; dan
b. penjabaran laporan realisasi anggaran;
(3) Format rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD beserta lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum
dalam Lampiran E.XXVIII peraturan menteri ini.
(4) Jadwal pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tercantum dalam Lampiran E.XXIX
peraturan menteri ini.
Pasal 301
Pasal 302
(1) Laporan keuangan pemerintah daerah wajib dipublikasikan.
(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah laporan keuangan
yang telah diaudit oleh BPK dan telah diundangkan dalam lembaran daerah.
Bagian Keempat
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah
tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD dan
Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
Pasal 303
(1) Rancangan peraturan daerah provinsi tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan gubernur tentang
penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebelum ditetapkan oleh gubernur
paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada Menteri Dalam Negeri
untuk dievaluasi.
(2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Menteri Dalam
Negeri kepada Gubernur paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak
diterimanya rancangan dimaksud.
(3) Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan gubernur
tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sudah sesuai dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, gubernur
menetapkan rancangan peraturan daerah dan rancangan peraturan gubernur menjadi
peraturan daerah dan peraturan gubernur.
Pasal 304
(1) Dalam hal Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan
daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan
gubernur tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD bertentangan
92
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
842 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
gubernur bersama DPRD wajib melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari
kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
(2) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh gubernur dan DPRD, dan gubernur tetap
menetapkan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan'
APBD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan gubernur, Menteri Dalam
Negeri membatalkan peraturan daerah dan peraturan gubernur dimaksud sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 305
(1) Rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan
bupati/walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebelum
ditetapkan oleh bupati/walikota paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan kepada
gubernur untuk dievaluasi.
(2) Hasil evaluasi disampaikan oleh gubernur kepada bupati/walikota paling lama 15 (lima
belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan peraturan daerah
kabupaten/kota dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Apabila gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota
tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sudah sesuai dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
bupati/walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan
peraturan bupati/walikota.
Pasal 306
(1) Dalam hal gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APED dan rancangan peraturan bupati/walikota
tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tidak sesuai dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
bupati/walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari
kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
(2) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh bupati/walikota dan DPRD, dan
bupati/walikota tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota
tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD menjadi peraturan daerah
dan peraturan bupati/walikota, Gubernur membatalkan peraturan daerah dan peraturan
bupati/walikota dimaksud sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Pasal 307
93
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 38443
8
BAB XIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENGELOLAAN
KEUANGAN DAERAH
Bagian Pertama
Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 308
Pasal 309
(1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 308 meliputi pemberian pedoman,
bimbingan, supervisi, konsultasi, pendidikan dan pelatihan.
(2) Pemberian pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup perencanaan dan
penyusunan APBD, pelaksanaan, penatausahaan dan akuntansi keuangan daerah,
pertanggungjawaban keuangan daerah, pemantauan dan evaluasi, serta kelembagaan
pengelolaan keuangan daerah.
(3) Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup perencanaan dan penyusunan APBD, pelaksanaan, panatausahaan dan
akuntansi keuangan daerah, serta pertanggungjawaban keuangan daerah yang
dilaksanakan secara berkala dan/atau sewaktu-waktu, baik secara menyeluruh kepada
seluruh daerah maupun kepada daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan.
(4) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara
berkala bagi kepala daerah atau wakil kepala daerah, pimpinan dan anggota DPRD,
perangkat daerah, dan pegawai negeri sipil daerah serta kepada bendahara penerimaan
dan bendahara pengeluaran.
Pasal 310
Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 309 ayat (1) untuk kabupaten/kota
dikoordinasikan oleh gubernur selaku wakil pemerintah.
Pasal 311
(1) DPRD melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah tentang APBD.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan pemeriksaan tetapi
pengawasan yang lebih mengarah untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah
ditetapkan dalam peraturan daerah tentang APBD.
Pasal 312
Bagian Kedua
Pengendalian Intern
Pasal 313
(1) Dalam rangka meningkatkan kinerja transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan daerah, kepala daerah mengatur dan menyelenggarakan sistem
pengendalian intern di lingkungan pemerintahan daerah yang dipimpinnya.
94
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
844 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
(2) Pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan proses yang
dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai mengenai pencapaian tujuan
pemerintah daerah yang tercermin dari keandalan laporan keuangan, efisiensi dan
efektivitas pelaksanaan program dan kegiatan serta dipatuhinya peraturan perundang-
undangan.
(3) Pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. terciptanya lingkungan pengendalian yang sehat;
b. terselenggaranya penilaian risiko;
c. terselenggaranya aktivitas pengendalian;
d. terselenggaranya sistem informasi dan komunikasi; dan
e. terselenggaranya kegiatan pemantauan pengendalian.
(4) Penyelenggaraan pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pemeriksaan astern
Pasal 314
Pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah dilakukan oleh BPK
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XIV
KERUGIAN DAERAH
Pasal 315
(1) Setiap kerugian daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian
seseorang harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
(2) Bendahara, pegawai negeri sipil bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena
perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan
kepadanya secara langsung merugikan keuangan daerah, wajib mengganti kerugian
tersebut.
(3) Kepala SKPD dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui bahwa
dalam SKPD yang bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak manapun.
Pasal 316
(1) Kerugian daerah wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala SKPD kepada
kepala daerah dan diberitahukan kepada BPK paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah
kerugian daerah itu diketahui.
(2) Segera setelah kerugian daerah tersebut diketahui, kepada bendahara, pegawai negeri
sipil bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata melanggar hukum atau
melalaikan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 315 segera dimintakan
surat pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi
tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian daerah dimaksud.
(3) Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat
menjamin pengembalian kerugian daerah, kepala daerah segera mengeluarkan surat
keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang bersangkutan.
95
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 58445
8
Pasal 317
(1) Dalam hal bendahara, pegawai negeri sipil bukan bendahara, atau pejabat lain yang
dikenai tuntutan ganti kerugian daerah berada dalam pengampuan, melarikan diri, atau
meninggal dunia, penuntutan dan penagihan terhadapnya beralih kepada
pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris, terbatas pada kekayaan yang dikelola atau
diperolehnya, yang berasal dari bendahara, pegawai negeri sipil bukan bendahara, atau
pejabat lain yang bersangkutan.
(2) Tanggung jawab pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris untuk membayar ganti
kerugian daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hapus apabila dalam
waktu 3 (tiga) tahun sejak keputusan pengadilan yang menetapkan pengampuan
kepada bendahara, pegawai negeri sipil bukan bendahara, atau pejabat lain yang
bersangkutan, atau sejak bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat
lain yang bersangkutan diketahui melarikan diri atau meninggal dunia, pengampu/yang
memperoleh hak/ahli waris tidak diberi tahu oleh pejabat yang berwenang mengenai
adanya kerugian daerah.
Pasal 318
(1) Ketentuan penyelesaian kerugian daerah sebagaimana diatur dalam peraturan menteri
ini berlaku pula untuk uang dan/atau barang bukan milik daerah, yang berada dalam
penguasaan bendahara, pegawai negeri sipil bukan bendahara, atau pejabat lain yang
digunakan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
(2) Ketentuan penyelesaian kerugian daerah dalam peraturan menteri ini berlaku pula untuk
pengelola perusahaan daerah dan badan-badan lain yang menyelenggarakan
pengelolaan keuangan daerah, sepanjang tidak diatur dalam peraturan perundang-
undangan tersendiri.
Pasal 319
(1) Bendahara, pegawai negeri sipil bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah
ditetapkan untuk mengganti kerugian daerah dapat dikenai sanksi administratif dan/atau
sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Putusan pidana atas kerugian daerah terhadap bendahara, pegawai negeri sipil bukan
bendahara dan pejabat lain tidak membebaskan yang bersangkutan dari tuntutan ganti
rugi.
Pasal 320
Kewajiban bendahara, pegawai negeri sipil bukan bendahara, atau pejabat lain untuk
membayar ganti rugi, menjadi kedaluwarsa jika dalam waktu 5 (lima) tahun sejak
diketahuinya kerugian tersebut atau dalam waktu 8 (delapan) tahun sejak terjadinya
kerugian tidak dilakukan penuntutan ganti rugi terhadap yang bersangkutan.
Pasal 321
(1) Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK.
(2) Apabila dalam pemeriksaan kerugian daerah ditemukan unsure pidana, BPK
menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 322
Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap pegawai negeri sipil bukan bendahara
ditetapkan oleh kepala daerah.
96
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
846 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Pasal 323
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara tuntutan ganti kerugian daerah diatur dengan
peraturan daerah dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
BAB XV
PENGELOLAAN KEUANGAN
BADAN LAYANAN UMUM DAERAH
Pasal 324
(1) Pemerintah daerah dapat membentuk BLUD untuk :
a. menyediakan barang dan/atau jasa untuk layanan umum; dan
b. mengelola dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan
kepada masyarakat.
(2) Instansi yang menyediakan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, antara lain rumah sakit daerah, penyelenggara pendidikan, penerbit lisensi dan
dokumen, penyelenggara jasa penyiaran publik, penyedia jasa penelitian dan pengujian,
serta instansi layanan umum lainnya.
(3) Dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, antara lain instansi yang
melaksanakan pengelolaan dana seperti dana bergulir usaha kecil menengah, tabungan
perumahan, dan instansi pengelola dana lainnya.
Pasal 325
(1) BLUD dibentuk untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
(2) Kekayaan BLUD merupakan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan
dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLUD yang bersangkutan
Pasal 326
(1) Pembinaan keuangan BLUD dilakukan oleh PPKD dan pembinaan teknis dilakukan oleh
kepala SKPD yang bertanggung jawab atas urusan pemerintahan yang bersangkutan.
(2) Pembinaan keuangan BLUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemberian
pedoman, bimbingan, supervisi pendidikan dan pelatihan dibidang pengelolaan
keuangan BLUD.
(3) Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemberian pedoman,
bimbingan, supervisi, pendidikan dan pelatihan dibidang penyelenggaraan program dan
kegiatan BLUD.
Pasal 327
BLUD dapat memperoleh hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain.
Pasal 328
Seluruh pendapatan BLUD dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLUD yang
97
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 78447
8
bersangkutan.
Pasal 329
Pedoman teknis mengenai pengelolaan keuangan BLUD diatur lebih lanjut oleh Menteri
Dalam Negeri setelah memperoleh pertimbangan Menteri Keuangan.
BAB XVI
PENGATURAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
Pasal 330
(1) Ketentuan tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah diatur dengan peraturan
daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Berdasarkan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala daerah
menetapkan peraturan kepala daerah tentang sistem dan prosedur pengelolaan
keuangan daerah.
(3) Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) mencakup tata cara penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan dan akuntansi,
pelaporan, pengawasan dan pertanggungjawaban keuangan daerah
(4) Peraturan kepala daerah tentang sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), juga memuat tata cara penunjukan pejabat yang
diberi wewenang BUD, kuasa BUD, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran,
bendahara penerimaan, dan bendahara pengeluaran berhalangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 216 ayat (8), Pasal 211 ayat (3), Pasal 194, dan Pasal 226.
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 331
Pada saat peraturan menteri ini ditetapkan, semua peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah sepanjang belum diganti dan tidak
bertentangan dengan peraturan menteri ini dinyatakan tetap berlaku.
Pasal 332
98
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
848 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
e. Peraturan daerah tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah ditetapkan paling
lambat 2 tahun sejak ditetapkan peraturan menteri ini.
Pasal 333
Pada saat peraturan menteri ini ditetapkan, bagi pemerintah daerah yang belum
menetapkan RPJMD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1), dokumen
perencanaan daerah lainnya dapat digunakan sebagai pedoman penyusunan RKPD.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 334
(1) Direktur Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah Departemen Dalam Negeri
melakukan fasilitasi pelaksanaan peraturan menteri ini.
(2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup mengkoordinasikan,
menyempurnakan lampiran-lampiran sesuai dengan ketentuan perundangundangan,
melaksanakan sosialisasi, supervisi dan bimbingan teknis, serta memberikan asistensi
untuk kelancaran penerapan peraturan menteri ini.
Pasal 335
Dengan ditetapkannya peraturan menteri ini, Keputusan Menteri Dalam Negeri yang
mengatur tentang pedoman pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan
daerah serta tata cara penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah, pelaksanaan
tata usaha keuangan daerah dan belanja daerah, serta petunjuk pelaksanaannya, dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 336
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 Mei 2006
ttd
99
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 98449
8
MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 21 TAHUN 2011
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2006
TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI DALAM NEGERI,
Menimbang : a. bahwa dengan adanya pengalihan dana Bantuan Operasional
Sekolah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara menjadi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, penetapan peraturan
perundang-undangan mengenai Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah yang berimplikasi terhadap perubahan struktur
pendapatan, penegasan terhadap kedudukan pejabat pembuat
komitmen, penganggaran tahun jamak dan pengaturan
pendanaan tanggap darurat bencana, perlu dilakukan
penyempurnaan terhadap Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4301);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
MEMUTUSKAN :
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 angka 34, angka 61 dan angka 62 diubah,
diantara angka 62 dan angka 63 disisipkan angka baru yaitu angka
62a, ditambahkan angka baru yaitu angka 79 dan angka 80,
sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
10. Ketentuan Pasal 77 ayat (3), ayat (4), ayat (8) dan ayat (10)
diubah, sehingga Pasal 77 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 77
(1) Kode dan klasifikasi urusan pemerintahan daerah dan
organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2)
tercantum dalam Lampiran A.I.a peraturan menteri ini.
(2) Kode akun pendapatan, kode akun belanja, dan kode akun
pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3)
merupakan bagian susunan kode akun keuangan daerah
yang tercantum dalam Lampiran A.II Peraturan Menteri ini.
(3) Kode rekening pendapatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (1) untuk provinsi tercantum dalam Lampiran
A.III.a Peraturan Menteri ini.
(4) Kode rekening pendapatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (1) untuk kabupaten/kota tercantum dalam
Lampiran A.IV.a Peraturan Menteri ini.
(5) Kode dan klasifikasi fungsi tercantum dalam Lampiran A.V
Peraturan Menteri ini.
(6) Kode dan klasifikasi belanja daerah menurut fungsi untuk
keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 tercantum dalam
Lampiran A.VI.a Peraturan Menteri ini.
(7) Kode dan program dan kegiatan menurut urusan
pemerintahan daerah tercantum dalam Lampiran A.VII.a
Peraturan Menteri ini.
(8) Kode rekening belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 ayat (2) tercantum dalam Lampiran A.VIII.a.1
Peraturan Menteri ini.
(9) Dihapus.
14. Ketentuan Pasal 102 ayat (2) huruf b diubah, sehingga Pasal 102
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 102
(1) Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1)
dilengkapi dengan lampiran yang terdiri atas:
a. ringkasan penjabaran APBD; dan
b. penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan daerah,
organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek,
rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan.
(2) Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD memuat penjelasan sebagai berikut:
a. untuk pendapatan mencakup dasar hukum;
b. untuk belanja mencakup lokasi kegiatan dan belanja
yang bersifat khusus dan/atau sudah diarahkan
penggunaannya, sumber pendanaannya dicantumkan
dalam kolom penjelasan; dan
c. untuk pembiayaan mencakup dasar hukum dan sumber
penerimaan pembiayaan untuk kelompok penerimaan
pembiayaan dan tujuan pengeluaran pembiayaan untuk
kelompok pengeluaran pembiayaan.
(3) Format rancangan peraturan kepala daerah beserta lampiran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran A.XVI Peraturan Menteri ini.
15. Ketentuan Pasal 106 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diubah,
sehingga Pasal 106 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 106
(1) Apabila DPRD sampai batas waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 105 ayat (3c) tidak menetapkan persetujuan
bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan
peraturan daerah tentang APBD, kepala daerah
melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka
APBD tahun anggaran sebelumnya.
(2) Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan
belanja yang bersifat wajib.
(3) Belanja yang bersifat mengikat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus
menerus dan harus dialokasikan oleh pemerintah daerah
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 78667
8
18
16. Ketentuan Pasal 123A ayat (2) diubah, sehingga Pasal 123A
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 123A
(1) Pada SKPKD disusun DPA-SKPD dan DPA-PPKD.
(2) DPA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
program/kegiatan.
(3) DPA-PPKD digunakan untuk menampung :
a. pendapatan yang berasal dari dana perimbangan dan
pendapatan hibah;
b. belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja
bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan
keuangan dan belanja tidak terduga; dan
c. penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan
daerah.
(4) Format DPA PPKD tercantum dalam lampiran B.I.b Peraturan
Menteri ini.
17. Ketentuan Pasal 161 ayat (2) huruf d diubah, sehingga Pasal 161
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 161
(1) Saldo anggaran lebih tahun sebelumnya merupakan sisa
lebih perhitungan tahun anggaran sebelumnya.
(2) Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun
sebelumnya harus digunakan dalam tahun anggaran berjalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat (1) huruf c
dapat berupa:
a. membayar bunga dan pokok utang dan/atau obligasi
daerah yang melampaui anggaran yang tersedia
mendahului perubahan APBD sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 145 ayat (2);
b. melunasi seluruh kewajiban bunga dan pokok utang;
c. mendanai kenaikan gaji dan tunjangan PNS akibat
adanya kebijakan pemerintah;
d. mendanai kegiatan lanjutan (DPAL) yang telah
ditetapkan dalam DPA-SKPD tahun sebelumnya, untuk
selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang
perubahan APBD tahun anggaran berikutnya;
e. mendanai program dan kegiatan baru dengan kriteria
harus diselesaikan sampai dengan batas akhir
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
868 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
19
18. Ketentuan Pasal 162 ayat (8) diubah dan diantara ayat (8) dan
ayat (9) disisipkan ayat baru yaitu ayat (8a), ayat (8b), dan ayat
(8c), sehingga Pasal 162 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 162
(1) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154
ayat (1) huruf d sekurang-kurangnya memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas
pemerintah daerah dan tidak dapat diprediksikan
sebelumnya;
b. tidak diharapkan terjadi secara berulang;
c. berada diluar kendali dan pengaruh pemerintah daerah;
dan
d. memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran
dalam rangka pemulihan yang disebabkan oleh keadaan
darurat.
(2) Dalam keadaan darurat, pemerintah daerah dapat
melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya,
yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan
APBD.
(3) Pendanaan keadaan darurat yang belum tersedia
anggarannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
menggunakan belanja tidak terduga.
(4) Dalam hal belanja tidak terduga tidak mencukupi dapat
dilakukan dengan cara:
a. menggunakan dana dari hasil penjadwalan ulang
capaian target kinerja program dan kegiatan lainnya
dalam tahun anggaran berjalan; dan/atau
b. memanfaatkan uang kas yang tersedia.
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 98669
8
20
19. Ketentuan Pasal 293 ayat (1) diubah, sehingga pasal 293 berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 293
20. Diantara Pasal 296 dan Pasal 297 disisipkan 1 (satu) pasal baru
yaitu Pasal 296A, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 296A
Laporan realisasi anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
296 ayat (3) huruf a, disampaikan oleh kepala daerah kepada
Menteri Dalam Negeri paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun
anggaran berakhir.
21. Ketentuan Pasal 324 ayat (1) diubah, serta ayat (2) dan ayat (3)
dihapus, sehingga Pasal 324 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 324
(1) Kepala daerah dapat menetapkan SKPD atau Unit Kerja pada
SKPD yang tugas dan fungsinya bersifat operasional dalam
menyelenggarakan pelayanan umum dengan menerapkan
Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Dihapus.
(3) Dihapus.
22. Diantara Bab XV dan Bab XVI disisipkan 1 (satu) Bab yaitu Bab XVA
sehingga berbunyi sebagai berikut:
BAB XVA
PENGELOLAAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH
Pasal 329B
(1) Pejabat yang ditunjuk untuk mengelola dana BOS sekolah
negeri sebagai berikut:
a. kepala daerah menetapkan kuasa pengguna anggaran
atas usul kepala SKPD Pendidikan selaku Pengguna
Anggaran; dan
b. kepala sekolah ditunjuk sebagai PPTK.
(2) Tugas PPTK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
mengelola dana BOS yang ditransfer oleh bendahara
pengeluaran pembantu pada SKPD Pendidikan.
Pasal 329C
(1) Dana BOS untuk sekolah negeri dianggarkan dalam bentuk
program dan kegiatan.
(2) Dana BOS untuk sekolah swasta dianggarkan pada jenis
belanja hibah.
(3) RKA-SKPD untuk program/kegiatan dana BOS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disusun oleh SKPD Pendidikan.
(4) RKA-PPKD untuk belanja hibah dana BOS sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disusun oleh PPKD.
(5) Kode rekening belanja tidak langsung dan belanja langsung
yang bersumber dari dana BOS, untuk uraian obyek belanja
dan rincian obyek belanja sebagaimana tercantum pada
lampiran A.VIII.a.1 Peraturan Menteri ini.
Pasal 329D
(1) Pencairan dana BOS untuk sekolah negeri dilakukan dengan
mekanisme TU.
(2) Pencairan dana BOS untuk sekolah swasta dilakukan dengan
mekanisme LS.
Pasal 329E
(1) Penyaluran dana BOS bagi sekolah negeri dilakukan setiap
triwulan oleh bendahara pengeluaran pembantu SKPD
Kementerian Pendidikan
Pendidikandan Kebudayaan
melalui rekening masing-masing sekolah.
872 Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
23
Pasal 329G
(1) Kepala sekolah negeri menyampaikan laporan penggunaan
dana BOS triwulan I dan triwulan II paling lambat tanggal 10
Juli sedangkan untuk triwulan III dan triwulan IV paling
lambat tanggal 20 Desember tahun berkenaan kepada
bendahara pengeluaran pembantu.
(2) Laporan penggunaan dana BOS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilampiri bukti-bukti pengeluaran yang sah dan
lengkap.
(3) Laporan penggunaan dana BOS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), disahkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran
setelah diverifikasi oleh pejabat penatausahaan keuangan
SKPD Pendidikan.
(4) Kepala sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertanggungjawab atas penggunaan dana BOS yang diterima
setiap triwulan.
Pasal 329H
Tata cara pertanggungjawaban dana BOS yang diterima oleh
sekolah swasta diatur dalam naskah perjanjian hibah daerah.
Pasal II
Peraturan menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri Dalam Negeri ini
diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Mei 2011
ttd
GAMAWAN FAUZI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 Mei 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 310
Salinan sesuai dengan aslinya,
Plt. KEPALA BIRO HUKUM
4 1 1 Pajak Daerah
4 1 1 07 Pajak Rokok
4 1 1 07 01 Pajak Rokok
4 1 2 Retribusi Daerah
4 1 4 02 Jasa Giro
4 1 4 02 01 Jasa Giro Kas Daerah
4 1 4 02 02 Jasa Giro Pemegang Kas
4 1 4 02 03 Jasa Giro Dana Cadangan
4 1 4 02 04 Dst ..............
4 1 4 03 Pendapatan Bunga
4 1 4 03 01 Rekening Deposito Pada Bank
4 1 4 03 02 Dst ..............
4 2 DANA PERIMBANGAN
4 3 1 Pendapatan Hibah
4 3 2 Dana Darurat
4 3 3 Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
Keterangan:
1) Dihapus.
ttd
GAMAWAN FAUZI
4 1 1 01 Pajak Hotel
4 1 1 01 01 Hotel Bintang Lima Berlian
4 1 1 01 02 Hotel Bintang Lima
4 1 1 01 03 Hotel Bintang Empat
4 1 1 01 04 Hotel Bintang Tiga
4 1 1 01 05 Hotel Bintang Dua
4 1 1 01 06 Hotel Bintang Satu
4 1 1 01 07 Hotel Melati Tiga
4 1 1 01 08 Hotel Melati Dua
4 1 1 01 09 Hotel Melati Satu
4 1 1 01 10 Motel
4 1 1 01 11 Cottage
4 1 1 01 12 Losmen/Rumah Penginapan/Pesanggrahan/Rumah Kos
4 1 1 01 13 Wisma Pariwisata
4 1 1 01 14 Gubuk Pariwisata
4 1 1 01 15 Dst ..............
4 1 1 02 Pajak Restoran
4 1 1 02 01 Restoran
4 1 1 02 02 Rumah Makan
4 1 1 02 03 Kafetaria
4 1 1 02 04 Kantin
4 1 1 02 05 Katering
4 1 1 02 06 Warung
4 1 1 02 07 Bar
4 1 1 02 08 Jasa Boga
4 1 1 02 09 Dst ..............
4 1 1 03 Pajak Hiburan
4 1 1 03 01 Tontonan Film/Bioskop
4 1 1 03 02 Pagelaran Kesenian/Musik/Tari/Busana
4 1 1 03 03 Kontes Kecantikan
4 1 1 03 04 Kontes Binaraga
4 1 1 03 05 Pameran
4 1 1 03 06 Diskotik
4 1 1 03 07 Karaoke
4 1 1 03 08 Klab Malam
4 1 1 03 09 Sirkus/Akrobat/Sulap
4 1 1 03 10 Permainan Bilyar
4 1 1 03 11 Permainan Golf
4 1 1 03 12 Permainan Bowling
4 1 1 03 13 Pacuan Kuda
4 1 1 03 14 Balap Kendaraan Bermotor
4 1 1 03 15 Permainan Ketangkasan
4 1 1 03 16 Panti Pijat/Refleksi
4 1 1 04 Pajak Reklame
4 1 1 04 01 Reklame Papan/Billboard/Videotron/Megatron
4 1 1 04 02 Reklame Kain
4 1 1 04 03 Reklame Melekat/Stiker
4 1 1 04 04 Reklame Selebaran
4 1 1 04 05 Reklame Berjalan
4 1 1 04 06 Reklame Udara
4 1 1 04 07 Reklame Apung
4 1 1 04 08 Reklame Suara
4 1 1 04 09 Reklame Film/Slide
4 1 1 04 10 Reklame Peragaan
4 1 1 04 11 Dst ..............
4 1 1 07 Pajak Parkir
4 1 1 07 01 Pajak Parkir
4 1 1 07 02 Dst .............. 4)
4 1 1 10 Pajak Lingkungan 4)
4 1 1 10 01 Pajak Lingkungan 4)
4 1 1 10 02 Dst .............. 4)
4 1 4 02 Jasa Giro
4 1 4 02 01 Jasa Giro Kas Daerah
4 1 4 02 02 Jasa Giro Pemegang Kas
4 1 4 02 03 Jasa Giro Dana Cadangan
4 1 4 02 04 Dst ..............
4 2 DANA PERIMBANGAN
4 3 1 Pendapatan Hibah
4 3 2 Dana Darurat
4 3 3 Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
4 3 4 01 Dana Penyesuaian
4 3 4 01 01 Dana BOS
4 3 4 01 02 Dst ..............
Keterangan :
1) Pendapatan tersebut diberlakukan juga untuk Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
ttd
GAMAWAN FAUZI
5 1 1 BELANJA PEGAWAI
5 1 2 BELANJA BUNGA
5 1 2 03 Dst ................................
5 1 3 BELANJA SUBSIDI
5 1 3 02 Dst
5 1 4 BELANJA HIBAH
5 1 4 08 Dst
5 1 5 05 Dst .
5 1 6 06 Dst .
5 1 7 06 Dst....................................
5 1 8 02 Dst .
5 2 BELANJA LANGSUNG
5 2 1 BELANJA PEGAWAI
5 2 1 01 Honorarium PNS
5 2 1 01 01 Honorarium Panitia Pelaksana Kegiatan
5 2 1 01 02 Honorarium Tim Pengadaan Barang dan Jasa
5 2 1 01 03 Dst
5 2 1 03 Uang Lembur
5 2 1 03 01 Uang Lembur PNS
5 2 1 03 02 Uang Lembur Non PNS
5 2 1 03 03 Dst .
5 2 1 06 Dst
5 2 2 20 Belanja Pemeliharaan
5 2 2 20 01 Belanja Pemeliharan Jalan
5 2 2 20 02 Belanja Pemeliharan Jembatan
5 2 2 20 03 Dst
5 2 2 25 Dst .
5 2 3 BELANJA MODAL
5 2 3 01 Belanja Modal Pengadaan Tanah
5 2 3 01 01 Belanja modal pengadaan tanah kantor
5 2 3 01 02 Belanja modal pengadaan tanah sarana kesehatan rumah sakit
5 2 3 32 Dst
Keterangan :
1) Digunakan untuk Belanja Pimpinan dan Anggota DPRD, Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah serta PNS
2) Hanya untuk Belanja Pimpinan dan Anggota DPRD
3) Belanja hibah kepada provinsi, kabupaten/kota, pemerintahan desa di luar wilayah provinsi
atau kepada provinsi/kabupaten/kota di wilayah provinsi pemberi hibah
4) Belanja hibah provinsi, kabupaten/kota kepada perusahaan daerah/BUMD milik provinsi,
kabupaten/kota yang bersangkutan atau milik provinsi, kabupaten/kota lainnya dan
kepada BUMN
5) Belanja bagi hasil pajak provinsi kepada provinsi/kabupaten/kota diluar wilayah provinsi
atau bagi hasil pajak kabupaten/kota kepada provinsi/kabupaten/kota dalam wilayah
provinsi yang bersangkutan
6) Hanya untuk belanja dana BOS.
7) Dihapus
ttd
Salinan sesuai dengan aslinya,
Plt. KEPALA BIRO HUKUM GAMAWAN FAUZI
Kode
Uraian
Rekening
1 2
6 PEMBIAYAAN DAERAH
6 1 1 05 Kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan
6 1 1 05 01 Uang jaminan
6 1 1 05 02 Potongan Taspen
6 1 1 05 03 Potongan Beras
6 1 1 05 04 Askes
6 1 1 05 05 Dst.
6 1 1 06 Kegiatan lanjutan
6 1 1 06 01 Kegiatan lanjutan ......
6 1 1 06 02 Dst.
6 1 1 07 Dst ..............................
6 1 2 02 Dst ..............................
Hasil penjualan aset milik pemerintah daerah yang dikerjasamakan dengan pihak
6 1 3 02
ketiga
6 1 3 02 01 ..
6 1 3 02 02 Dst.
6 1 3 03 Dst..............................
6 1 4 06 Dst ..............................
6 1 5 02 Dst ..............................
6 1 6 07 Dst.
6 2 1 02 Dst ..............................
6 2 2 04 Dana bergulir
6 2 2 04 01 Dana bergulir kepada kelompok masyarakat
6 2 2 04 02 Dst.
6 2 2 05 Dst.
6 2 3 02 Pembayaran Pokok Utang yang Jatuh Tempo kepada pemerintah daerah lain
6 2 3 02 01 Pemerintah daerah
6 2 3 02 01 Dst.
Pembayaran Pokok Utang yang Jatuh Tempo kepada lembaga keuangan bukan
6 2 3 04
bank
6 2 3 04 01 Lembaga keuangan bukan bank
6 2 3 04 02 Dst.
6 2 3 06 Pembayaran Pokok Utang sebelum Jatuh Tempo kepada pemerintah daerah lain
6 2 3 06 01 Pemerintah daerah
6 2 3 06 02 Dst.
6 2 3 11 Dst ..............................
6 2 4 03 Dst ..............................
6 3 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan
Keterangan :
1) Dihapus MENTERI DALAM NEGERI,
Salinan sesuai dengan aslinya,
Plt. KEPALA BIRO HUKUM
CONTOH FORMAT
NASKAH PERJANJIAN HIBAH DAERAH (NPHD)
Pada hari ini ......................., tanggal ..................... bulan .................... tahun ........................... yang
bertanda tangan di bahwa ini:
I Nama : ........................................................................................................................
NIP : ........................................................................................................................
Pangkat : ........................................................................................................................
Jabatan : ........................................................................................................................
II Nama : ...........................................................................................................................
Kabupaten/Kota ...........................................
Kedua belah pihak sepakat untuk melakukan Perjanjian Hibah Daerah dengan ketentuan
sebagai berikut:
Pasal 1
(1) PIHAK PERTAMA memberikan hibah Dana BOS kepada PIHAK KEDUA, berupa uang
sebesar Rp............................................... (.........................................................................
....................................................................... rupiah)
(2) Dana BOS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipergunakan untuk Bantuan Operasional
Sekolah sesuai dengan petunjuk teknis yang ditetapkan sebagaimana diberlakukan juga
bagi sekolah negeri dan petunjuk teknis tersebut merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari naskah hibah daerah ini.
Pasal 2
(1) Pencairan dana hibah BOS untuk sekolah swasata yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi/Kabupaten/Kota ............................. Tahun
............... dilakukan secara triwulanan sesuai alokasi yang ditetapkan.
(2) Untuk pencairan hibah dana BOS, PIHAK KEDUA menngajukan permohonan kepada PIHAK
PERTAMA, dengan dilampiri:
a. Naskah Perjanjian Hibah Daerah;
b. Foto copy Rekening Sekolah Swasta yang masih aktif;
c. Surat Pernyataan Tanggung Jawab;
(3) PIHAK KEDUA setelah menerima dana hibah dari PIHAK PERTAMA, Segera melaksanakan
kegiatan dengan berpedoman pada petunjuk teknis penggunaan Dana Opersional Sekolah
(BOS) dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 3
(1) Melaksanakan dan bertanggungjawab penuh atas pelaksanaan program dan kegiatan yang
didanai dari hibah BOS yang telah disetujui PIHAK PERTAMA dengan berpedoman pada
ketentuan perundang-undangan.
(2) Melaksanakan pengadaan barang dan jasa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
(3) PIHAK KEDUA membuat dan menyampaikan laporan triwulan penggunaan hibah BOS yang
disertai dengan dokumen dan bukti pertanggungjawaban yang sah dan lengkap kepada
PIHAK PERTAMA, kepada PPKD selaku BUD untuk triwulan pertama dan triwulan kedua
paling lambat tanggal 10 Juli dan untuk triwulan ketiga dan triwulan keempat paling lambat
akhir Desember tahun berkenaan.
.
Pasal 4
(1) PIHAK PERTAMA berhak menunda pencairan dana BOS apabila PIHAK KEDUA,
tidak/belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
(2) PIHAK PERTAMA berhak melaksanakan evaluasi dan monitoring atas penggunaan dana
BOS berdasarkan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana yang disampaikan
kepada PIHAK KEDUA.
(3) PIHAK PERTAMA berkewajiban segera mencairkan dana hibah BOS apabila seluruh
persyaratan dan kelengkapan berkas pengajuan pencairan dana telah dipenuhi oleh PIHAK
KEDUA dan menyatakan lengkap dan benar melalui verifikasi oleh Pemerintah Daerah.
PERUBAHAN/PERGESERAN ANGGARAN
(1) Apabila terdapat penambahan jumlah siswa sekolah swasta akibat tahun ajaran baru,
PIHAK KEDUA melakukan perubahan alokasi dana BOS untuk sekolah yang bersangkutan
sesuai dengan mekanisme perubahan APBD, setelah alokasi perubahan tesebut ditetapkan
oleh Pemerintah.
(2) Dalam hal terjadi perubahan atau pergeseran anggaran akibat perubahan jumlah siswa riil
di sekolah swasta, PIHAK KEDUA dapat melakukan pergeseran dengan tidak merubah
jumlah nominal dan tujuan penggunaan hibah, yang selanjutnya dilaporkan kepada Menteri
Pendidikan Nasional.
Pasal 6
LAIN-LAIN
(1) Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) ini, dibuat rangkap 5 (lima), lembar pertama dan
kedua masing-masing bermaterai cukup sehingga mempunyai kekuatan hukum sama.
(2) Hal-hal lain yang belum tercantum dalam NPHD ini dapat diatur lebih lanjut dalam
Addendum.
.................................................. ..................................................
(Nama Kepala Sekolah) Pangkat/Gol.
NIP.
.............................................
ttd
GAMAWAN FAUZI
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
16. Resiko sosial adalah kejadian atau peristiwa yang dapat menimbulkan potensi
terjadinya kerentanan sosial yang ditanggung oleh individu, keluarga, kelompok
dan/atau masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik,
fenomena alam dan bencana alam yang jika tidak diberikan belanja bantuan sosial
akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar.
17. Naskah Perjanjian Hibah Daerah selanjutnya disingkat NPHD adalah naskah
perjanjian hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
antara pemerintah daerah dengan penerima hibah.
18. Organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota
masyarakat warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan
kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
termasuk organisasi non pemerintahan yang bersifat nasional dibentuk berdasarkan
ketentuan perundang-undangan.
19. Menteri adalah Menteri Dalam Negeri.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 2
Pasal 3
(1) Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat berupa uang, barang, atau jasa.
(2) Bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat berupa uang atau
barang.
BAB III
HIBAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1) Pemerintah daerah dapat memberikan hibah sesuai kemampuan keuangan daerah.
(2) Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah
memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib.
(3) Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menunjang
pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah dengan
memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk
masyarakat.
(4) Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi kriteria paling
sedikit:
a. peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan;
b. tidak wajib, tidak mengikat dan tidak terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan; dan
c. memenuhi persyaratan penerima hibah.
Pasal 5
Pasal 6
(1) Hibah kepada Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a diberikan
kepada satuan kerja dari kementerian/lembaga pemerintah non kementerian yang
wilayah kerjanya berada dalam daerah yang bersangkutan.
(2) Hibah kepada pemerintah daerah lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf b diberikan kepada daerah otonom baru hasil pemekaran daerah sebagaimana
diamanatkan peraturan perundang-undangan.
(3) Hibah kepada perusahaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c
diberikan kepada Badan Usaha Milik Daerah dalam rangka penerusan hibah yang
diterima pemerintah daerah dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Hibah kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d diberikan
kepada kelompok orang yang memiliki kegiatan tertentu dalam bidang
perekonomian, pendidikan, kesehatan, keagamaan, kesenian, adat istiadat, dan
keolahragaan non-profesional.
(5) Hibah kepada organisasi kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf e diberikan kepada organisasi kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 7
(1) Hibah kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) diberikan
dengan persyaratan paling sedikit:
a. memiliki kepengurusan yang jelas; dan
b. berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah yang bersangkutan.
(2) Hibah kepada organisasi kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (5) diberikan dengan persyaratan paling sedikit:
a. telah terdaftar pada pemerintah daerah setempat sekurang-kurangnya 3 tahun,
kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan;
b. berkedudukan dalam wilayah administrasi pemerintah daerah yang bersangkutan;
dan
c. memiliki sekretariat tetap.
Bagian Kedua
Penganggaran
Pasal 8
(3) Kepala SKPD terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyampaikan hasil
evaluasi berupa rekomendasi kepada kepala daerah melalui TAPD.
(4) TAPD memberikan pertimbangan atas rekomendasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) sesuai dengan prioritas dan kemampuan keuangan daerah.
Pasal 9
(1) Rekomendasi kepala SKPD dan pertimbangan TAPD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (3) dan ayat (4) menjadi dasar pencantuman alokasi anggaran hibah
dalam rancangan KUA dan PPAS.
(2) Pencantuman alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi
anggaran hibah berupa uang, barang, dan/atau jasa.
Pasal 10
Pasal 11
(1) Hibah berupa uang dianggarkan dalam kelompok belanja tidak langsung, jenis belanja
hibah, obyek, dan rincian obyek belanja berkenaan pada PPKD.
(2) Hibah berupa barang atau jasa dianggarkan dalam kelompok belanja langsung yang
diformulasikan kedalam program dan kegiatan, yang diuraikan kedalam jenis belanja
barang dan jasa, obyek belanja hibah barang dan jasa berkenaan kepada pihak
ketiga/masyarakat, dan rincian obyek belanja hibah barang atau jasa kepada pihak
ketiga/masyarakat berkenaan pada SKPD.
(3) Rincian obyek belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicantumkan
nama penerima dan besaran hibah.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan dan Penatausahaan
Pasal 12
Pasal 13
(1) Setiap pemberian hibah dituangkan dalam NPHD yang ditandatangani bersama oleh
kepala daerah dan penerima hibah.
(2) NPHD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat ketentuan
mengenai:
a. pemberi dan penerima hibah;
b. tujuan pemberian hibah;
c. besaran/rincian penggunaan hibah yang akan diterima;
d. hak dan kewajiban;
e. tata cara penyaluran/penyerahan hibah; dan
f. tata cara pelaporan hibah.
(3) Kepala daerah dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani
NPHD.
Pasal 14
(1) Kepala daerah menetapkan daftar penerima hibah beserta besaran uang atau jenis
barang atau jasa yang akan dihibahkan dengan keputusan kepala daerah berdasarkan
peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD.
(2) Daftar penerima hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar
penyaluran/penyerahan hibah.
(3) Penyaluran/penyerahan hibah dari pemerintah daerah kepada penerima hibah
dilakukan setelah penandatanganan NPHD.
(4) Pencairan hibah dalam bentuk uang dilakukan dengan mekanisme pembayaran
langsung (LS).
Pasal 15
Pengadaan barang dan jasa dalam rangka hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Pelaporan dan Pertanggungjawaban
Pasal 16
(1) Penerima hibah berupa uang menyampaikan laporan penggunaan hibah kepada
kepala daerah melalui PPKD dengan tembusan SKPD terkait.
(2) Penerima hibah berupa barang atau jasa menyampaikan laporan penggunaan hibah
kepada kepala daerah melalui kepala SKPD terkait.
Pasal 17
(1) Hibah berupa uang dicatat sebagai realisasi jenis belanja hibah pada PPKD dalam
tahun anggaran berkenaan.
(2) Hibah berupa barang atau jasa dicatat sebagai realisasi obyek belanja hibah pada jenis
belanja barang dan jasa dalam program dan kegiatan pada SKPD terkait.
Pasal 18
(1) Penerima hibah bertanggungjawab secara formal dan material atas penggunaan hibah
yang diterimanya.
(2) Pertanggungjawaban penerima hibah meliputi:
a. laporan penggunaan hibah;
b. surat pernyataan tanggung jawab yang menyatakan bahwa hibah yang diterima
telah digunakan sesuai NPHD; dan
c. bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan perundang-
undangan bagi penerima hibah berupa uang atau salinan bukti serah terima
barang/jasa bagi penerima hibah berupa barang/jasa.
(3) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b
disampaikan kepada kepala daerah paling lambat tanggal 10 bulan Januari tahun
anggaran berikutnya, kecuali ditentukan lain sesuai peraturan perundang-undangan.
(4) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disimpan dan
dipergunakan oleh penerima hibah selaku obyek pemeriksaan.
Pasal 20
(1) Realisasi hibah dicantumkan pada laporan keuangan pemerintah daerah dalam tahun
anggaran berkenaan.
(2) Hibah berupa barang yang belum diserahkan kepada penerima hibah sampai dengan
akhir tahun anggaran berkenaan dilaporkan sebagai persediaan dalam neraca.
Pasal 21
(1) Realisasi hibah berupa barang dan/atau jasa dikonversikan sesuai standar akuntansi
pemerintahan pada laporan realisasi anggaran dan diungkapkan pada catatan atas
laporan keuangan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah.
(2) Format konversi dan pengungkapan hibah berupa barang dan/atau jasa sebagaimana
dimaksud ayat (1) tercantum pada lampiran Peraturan Menteri ini.
BAB IV
BANTUAN SOSIAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 22
(1) Pemerintah daerah dapat memberikan bantuan sosial kepada anggota/kelompok
masyarakat sesuai kemampuan keuangan daerah.
(2) Pemberian bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah
memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib dengan memperhatikan asas
keadilan, kepatutan, rasionalitas dan manfaat untuk masyarakat.
Pasal 23
Pasal 24
(1) Pemberian bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1)
memenuhi kriteria paling sedikit:
a. selektif;
b. memenuhi persyaratan penerima bantuan;
c. bersifat sementara dan tidak terus menerus, kecuali dalam keadaan tertentu dapat
berkelanjutan;
d. sesuai tujuan penggunaan.
(2) Kriteria selektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diartikan bahwa
bantuan sosial hanya diberikan kepada calon penerima yang ditujukan untuk
melindungi dari kemungkinan resiko sosial.
(3) Kriteria persyaratan penerima bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. memiliki identitas yang jelas; dan
b. berdomisili dalam wilayah administratif pemerintahan daerah berkenaan.
(4) Kriteria bersifat sementara dan tidak terus menerus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c diartikan bahwa pemberian bantuan sosial tidak wajib dan tidak harus
diberikan setiap tahun anggaran.
(5) Keadaan tertentu dapat berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
diartikan bahwa bantuan sosial dapat diberikan setiap tahun anggaran sampai
penerima bantuan telah lepas dari resiko sosial.
(6) Kriteria sesuai tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
bahwa tujuan pemberian bantuan sosial meliputi:
a. rehabilitasi sosial;
b. perlindungan sosial;
c. pemberdayaan sosial;
d. jaminan sosial;
e. penanggulangan kemiskinan; dan
f. penanggulangan bencana.
Pasal 25
(1) Rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6) huruf a ditujukan
untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami
disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.
(2) Perlindungan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6) huruf b
ditujukan untuk mencegah dan menangani resiko dari guncangan dan kerentanan
sosial seseorang, keluarga, kelompok masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat
dipenuhi sesuai dengan kebutuhan dasar minimal.
(3) Pemberdayaan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6) huruf c
ditujukan untuk menjadikan seseorang atau kelompok masyarakat yang mengalami
masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
(4) Jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6) huruf d merupakan
skema yang melembaga untuk menjamin penerima bantuan agar dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
(5) Penanggulangan kemiskinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6) huruf e
merupakan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang,
keluarga, kelompok masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai sumber
mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi
kemanusiaan.
(6) Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (6) huruf f
merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk rehabilitasi.
Pasal 26
(1) Bantuan sosial dapat berupa uang atau barang yang diterima langsung oleh penerima
bantuan sosial.
(2) Bantuan sosial berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah uang yang
diberikan secara langsung kepada penerima seperti beasiswa bagi anak miskin,
yayasan pengelola yatim piatu, nelayan miskin, masyarakat lanjut usia, terlantar,
cacat berat dan tunjangan kesehatan putra putri pahlawan yang tidak mampu.
Kumpulan Peraturan Terkait BOS SMK 2017 9229
9
-10-
(3) Bantuan sosial berupa barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah barang
yang diberikan secara langsung kepada penerima seperti bantuan kendaraan
operasional untuk sekolah luar biasa swasta dan masyarakat tidak mampu, bantuan
perahu untuk nelayan miskin, bantuan makanan/pakaian kepada yatim piatu/tuna
sosial, ternak bagi kelompok masyarakat kurang mampu.
Bagian Kedua
Penganggaran
Pasal 27
Pasal 28
(1) Rekomendasi kepala SKPD dan pertimbangan TAPD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (3) dan ayat (4) menjadi dasar pencantuman alokasi anggaran bantuan
sosial dalam rancangan KUA dan PPAS.
(2) Pencantuman alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi
anggaran bantuan sosial berupa uang dan/atau barang.
Pasal 29
Pasal 30
(1) Bantuan sosial berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1)
dianggarkan dalam kelompok belanja tidak langsung, jenis belanja bantuan sosial,
obyek, dan rincian obyek belanja berkenaan pada PPKD.
(2) Bantuan sosial berupa barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2)
dianggarkan dalam kelompok belanja langsung yang diformulasikan kedalam
program dan kegiatan, yang diuraikan kedalam jenis belanja barang dan jasa, obyek
belanja bantuan sosial barang berkenaan yang akan diserahkan kepada pihak
ketiga/masyarakat, dan rincian obyek belanja bantuan sosial barang yang akan
diserahkan pihak ketiga/masyarakat berkenaan pada SKPD.
(3) Dalam rincian obyek belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dicantumkan nama penerima dan besaran bantuan sosial.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan dan Penatausahaan
Pasal 31
(1) Pelaksanaan anggaran bantuan sosial berupa uang berdasarkan atas DPA-PPKD.
(2) Pelaksanaan anggaran bantuan sosial berupa barang berdasarkan atas DPA-SKPD.
Pasal 32
(1) Kepala daerah menetapkan daftar penerima dan besaran bantuan sosial dengan
keputusan kepala daerah berdasarkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD.
(2) Penyaluran/penyerahan bantuan sosial didasarkan pada daftar penerima bantuan
sosial yang tercantum dalam keputusan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(3) Pencairan bantuan sosial berupa uang dilakukan dengan cara pembayaran langsung
(LS).
(4) Dalam hal bantuan sosial berupa uang dengan nilai sampai dengan Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah) pencairannya dapat dilakukan melalui mekanisme tambah uang
(TU).
(5) Penyaluran dana bantuan sosial kepada penerima bantuan sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dilengkapi dengan kuitansi bukti penerimaan uang bantuan
sosial.
Pasal 33
Pengadaan barang dan jasa dalam rangka bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (2) berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Pelaporan dan Pertanggungjawaban
Pasal 34
(1) Penerima bantuan sosial berupa uang menyampaikan laporan penggunaan bantuan
sosial kepada kepala daerah melalui PPKD dengan tembusan kepada SKPD terkait.
(2) Penerima bantuan sosial berupa barang menyampaikan laporan penggunaan bantuan
sosial kepada kepala daerah melalui kepala SKPD terkait.
Pasal 35
(1) Bantuan sosial berupa uang dicatat sebagai realisasi jenis belanja bantuan sosial
pada PPKD dalam tahun anggaran berkenaan.
(2) Bantuan sosial berupa barang dicatat sebagai realisasi obyek belanja bantuan sosial
pada jenis belanja barang dan jasa dalam program dan kegiatan pada SKPD terkait.
Pasal 36
Pasal 37
(1) Penerima bantuan sosial bertanggungjawab secara formal dan material atas
penggunaan bantuan sosial yang diterimanya.
(2) Pertanggungjawaban penerima bantuan sosial meliputi:
a. laporan penggunaan bantuan sosial oleh penerima bantuan sosial;
Pasal 38
(1) Realisasi bantuan sosial dicantumkan pada laporan keuangan pemerintah daerah
dalam tahun anggaran berkenaan.
(2) Bantuan sosial berupa barang yang belum diserahkan kepada penerima bantuan
sosial sampai dengan akhir tahun anggaran berkenaan dilaporkan sebagai persediaan
dalam neraca.
Pasal 39
(1) Realisasi bantuan sosial berupa barang dikonversikan sesuai standar akuntansi
pemerintahan pada laporan realisasi anggaran dan diungkapkan pada catatan atas
laporan keuangan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah.
(2) Format konversi dan pengungkapan bantuan sosial berupa barang sebagaimana
dimaksud ayat (1) tercantum pada lampiran Peraturan Menteri ini.
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 40
(1) SKPD terkait melakukan monitoring dan evaluasi atas pemberian hibah dan bantuan
sosial.
(2) Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada kepala daerah dengan tembusan kepada SKPD yang mempunyai tugas dan
fungsi pengawasan.
Pasal 41
Dalam hal hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2)
terdapat penggunaan hibah atau bantuan sosial yang tidak sesuai dengan usulan yang
telah disetujui, penerima hibah atau bantuan sosial yang bersangkutan dikenakan sanksi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
LAIN-LAIN
Pasal 42
(3) Pemerintah daerah dapat menganggarkan hibah dan bantuan sosial apabila telah
menetapkan peraturan kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2).
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Juli 2011
MENTERI DALAM NEGERI,
ttd
GAMAWAN FAUZI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Juli 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR
PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA
SKPD
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER.
(Dalam Rupiah)
Anggaran
Nomor Lebih
Uraian Setelah Realisasi
Urut (Kurang)
Perubahan
1 Pendapatan
1.1 Pendapatan Asli Daerah
1.1.1 Pendapatan pajak daerah
1.1.2 Pendapatan retribusi daerah
1.1.3 Pendapatan hasil pengelolaan
Kekayaan daerah yang
Dipisahkan
1.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli
Daerah yang Sah
Jumlah
2 Belanja
2.1 Belanja Tidak Langsung
2.1.1 Belanja Pegawai
2.2 Belanja Langsung
2.2.1 Belanja Pegawai
2.2.2 Belanja Barang dan Jasa
- Hibah barang/jasa yang
diserahkan kepada pihak
ketiga/masyarakat
- Bantuan sosial barang yang
diserahkan kepada pihak
ketiga/masyarakat
- Barang/jasa selain hibah dan
bantuan sosial
2.2.3 Belanja Modal
Jumlah
Surplus / (Defisit)
PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA
LAPORAN REALISASI ANGGARAN PPKD
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER.
(Dalam Rupiah)
Anggaran
No Lebih
Uraian Setelah Realisasi
Urut (Kurang)
Perubahan
1 Pendapatan
1.2 Dana Perimbangan
1.2.1 Dana Bagi Hasil
1.2.1.1 Dana Bagi Hasil Pajak
1.2.1.2 Dana Bagi Hasil Bukan Pajak/
Sumber Daya Alam
1.2.2 Dana Alokasi Umum
1.2.3 Dana Alokasi Khusus
1.3 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
1.3.1 Pendapatan Hibah
1.3.2 Dana Darurat
1.3.3 Dana Bagi Hasil Pajak dariProvinsi
dan Pemerintah Daerah Lainnya
1.3.4 Dana Penyesuaian dan Otonomi
Khusus
1.3.5 Bantuan Keuangan dari Provinsi atau
Pemerintah Daerah lainnya
Jumlah Pendapatan
2 Belanja
2.1 Belanja Tidak Langsung
2.1.1 Belanja Pegawai
2.1.2 Belanja Bunga
2.1.3 Belanja subsidi
2.1.4 Belanja Hibah
2.1.5 Belanja Bantuan Sosial
2.1.6 Belanja Bagi Hasil
2.1.7 Belanja Bantuan Keuangan
2.1.8 Belanja Tidak Terduga
2.2.3 Belanja Modal
Jumlah Belanja
SURPLUS/(DEFISIT)
3. Pembiayaan Daerah
3.1 Penerimaan Pembiayaan Daerah
3.1.1 Penggunaan SiLPA
3.1.2 Pencairan Dana Cadangan
3.1.3 Hasil Penjualan Kekayaan
Daerah yang Dipisahkan
3.1.4 Penerimaan Pinjaman Daerah
3.1.5 Penerimaan Kembali Pemberian
Pinjaman
3.1.6 Penerimaan Piutang Daerah
Jumlah Penerimaan
3.2 Pengeluaran Pembiayaan Daerah
3.2.1 Pembentukan Dana Cadangan
3.2.2 Penyertaan Modal (Investasi)
Pemerintah Daerah
3.2.3 Pembayaran Pokok Utang
3.2.4 Pemberian Pinjaman Daerah
Jumlah Pengeluaran
Pembiayaan Neto
3.3 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA)
SATKER
No Uraian SATKER 1 PPKD Gabungan
2
1 Pendapatan
2 Pendapatan Asli Daerah
3 Pendapatan pajak daerah xxx xxx Xxx
4 Pendapatan retribusi daerah xxx xxx Xxx
5 Hasil pengelolaan kekayaan xxx xxx Xxx
daerah yang dipisahkan
6 Lain-lain PAD yang sah xxx xxx Xxx
7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah xxx xxx Xxx
8 Dana perimbangan xxx Xxx
9 Lain-lain pendapatan yang sah xxx Xxx
10 Jumlah pendapatan xxx xxx xxx Xxx
11 Belanja
12 Belanja Tidak Langsung xxx xxx xxx Xxx
12.1 Belanja Pegawai xxx xxx xxx Xxx
12.3 Bunga xxx Xxx
12.4 Subsidi xxx Xxx
12.5 Hibah xxx Xxx
12.6 Bantuan Sosial xxx Xxx
13 Belanja Langsung xxx xxx Xxx
Belanja pegawai xxx xxx Xxx
Belanja Barang dan Jasa xxx xxx Xxx
1) Hibah barang/jasa yang xx xx
diserahkan kepada pihak
ketiga/masyarakat
2) Bantuan sosial barang yang xx xx xx
diserahkan kepada pihak
ketiga/masyarakat
3) Barang/jasa selain hibah dan xx xx xx
bantuan sosial
Belanja modal xxx xxx Xxx
14 Jumlah belanja xxx xxx xxx Xxx
15 Surplus / defisit xxx xxx xxx Xxx
16 Pembiayaan daerah
17 Penerimaan pembiayaan xxx Xxx
18 Pengeluaran pembiayaan xxx Xxx
19 Pembiayaan neto xxx Xxx
20 Sisa lebih pembiayaan tahun xxx Xxx
berkenaan ( SILPA )
Pemd
No Uraian Gabungan Uraian
a
1 Pendapatan Pendapatan
2 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah
3 Pendapatan pajak daerah xxx Pendapatan pajak daerah xxx
4 Pendapatan retribusi daerah xxx Pendapatan retribusi daerah xxx
5 Hasil pengelolaan kekayaan Hasil pengelolaan kekayaan
xxx xxx
daerah yang dipisahkan daerah yang dipisahkan
6 Lain-lain PAD yang sah xxx Lain-lain PAD yang sah xxx
7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah xxx Jumlah Pendapatan Asli Daerah xxx
8 Dana perimbangan xxx Dana transfer xxx
9 Lain-lain pendapatan yang sah xxx Lain-lain pendapatan yang sah xxx
10 Jumlah pendapatan xxx Jumlah pendapatan xxx
11 Belanja Belanja
12 Belanja Tidak Langsung xxx Belanja Operasi xxx
12.1 Belanja Pegawai xxx Belanja Pegawai xxx
12.3 Bunga xxx Belanja Barang xxx
12.4 Subsidi xxx
12.5 Hibah xxx Bunga xxx
12.6 Bantuan Sosial xxx Subsidi xxx
13 Belanja Langsung xxx Hibah xxx
Belanja pegawai xxx Bantuan Sosial xxx
Belanja Barang dan Jasa xxx Belanja Modal xxx
1)Hibah barang/jasa yang xx
diserahkan kepada pihak
ketiga/masyarakat
2)Bantuan sosial barang/jasa xx
yang diserahkan kepada pihak
ketiga/masyarakat
3)Barang/jasa selain 1) dan 2) xx
Belanja modal xxx
14 Jumlah belanja xxx Jumlah belanja xxx
15 Surplus / defisit xxx Surplus / defisit xxx
16 Pembiayaan daerah Pembiayaan daerah
17 Penerimaan pembiayaan xxx Penerimaan pembiayaan xxx
18 Pengeluaran pembiayaan xxx Pengeluaran pembiayaan xxx
19 Pembiayaan neto xxx Pembiayaan neto xxx
20 Sisa lebih pembiayaan tahun xxx Sisa lebih pembiayaan tahun xxx
berkenaan (SILPA) berkenaan (SILPA)
ttd
GAMAWAN FAUZI
Salinan sesuai dengan aslinya
Plt. KEPALA BIRO HUKUM
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang
selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui
bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan
ditetapkan dengan peraturan daerah.
2. Pedoman Penyusunan APBD adalah pokok-pokok
kebijakan sebagai petunjuk dan arah bagi pemerintah
daerah dalam penyusunan, pembahasan dan penetapan
APBD.
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota.
4. Kepala Daerah adalah Gubernur dan Bupati/Walikota.
Pasal 2
(1) Pedoman penyusunan APBD Tahun Anggaran 2017,
meliputi:
a. Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Daerah dengan
Kebijakan Pemerintah;
b. Prinsip Penyusunan APBD;
c. Kebijakan Penyusunan APBD;
d. Teknis Penyusunan APBD; dan
e. Hal-hal Khusus Lainnya.
Pasal 3
Dalam hal peraturan perundang-undangan mengenai
pelaksanaan urusan pemerintahan dan organisasi perangkat
daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah belum ditetapkan, maka
penyusunan APBD Tahun Anggaran 2017 didasarkan pada
urusan pemerintahan dan organisasi perangkat daerah yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun
2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Pasal 4
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Juni 2016.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Juni 2016.
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
WIDODO EKATJAHJANA
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 31 TAHUN 2016
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017
7. Cita 7
Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-
sektor strategis ekonomi domestik;
8. Cita 8
Melakukan revolusi karakter bangsa; dan
9. Cita 9
Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial
Indonesia.
Nawa Cita tersebut merupakan rangkuman program-program yang
tertuang dalam Visi-Misi Presiden dan Wakil Presiden yang dijabarkan
dalam strategi pembangunan yang digariskan dalam RPJMN 2015-
2019, terdiri dari empat bagian utama yakni: (1) norma pokok
pembangunan kabinet kerja; (2) tiga dimensi pembangunan; (3) kondisi
perlu; serta (4) quick wins dan program lanjutan lainnya. Tiga dimensi
pembangunan dan kondisi yang diperlukan dimaksud memuat sektor-
sektor yang menjadi prioritas dalam pelaksanaan RPJMN 2015-2019
yang selanjutnya dijabarkan dalam RKP Tahun 2017.
Dalam kaitan itu, Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2017
terdiri dari:
1. Pembangunan Manusia dan Masyarakat, meliputi:
a. Revolusi Mental, dengan Program Prioritas:
1) reformasi birokrasi pemerintahan;
2) penegakan hukum dan kelembagaan politik;
3) kemandirian ekonomi dan daya saing bangsa;
4) peneguhan jati diri dan karakter bangsa; dan
5) daya rekat sosial dalam kemajemukan.
b. Kesehatan, dengan Program Prioritas:
1) penguatan upaya promotif dan preventif: Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat;
2) peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan;
3) perbaikan gizi masyarakat; dan
4) peningkatan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi.
c. Pendidikan, dengan Program Prioritas:
1) penyediaan guru dan dosen yang berkualitas dan penempatan
yang merata;
2) peningkatan dan penjaminan mutu pendidikan;
3) penyediaan bantuan pendidikan yang efektif;
Tabel 1.
Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota
dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran
2017 dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran
APBD Tahun Anggaran 2017 dengan Prioritas Pembangunan Nasional
Alokasi Anggaran Belanja Dalam
Uraian
Rancangan APBD
Belanja
Belanja
Pegawai,
Pegawai,
Bunga,
Bunga,
Subsidi,
Subsidi,
Hibah,
Prioritas Hibah,
Bantuan
No Pembangunan Bantuan Progra
Sosial, Bagi
Nasional Program Sosial, Bagi m Jumlah
Hasil,
Hasil, (Rp)
Bantuan
Bantuan
Keuangan,
Keuangan,
Belanja
Belanja
Tidak
Tidak
Terduga
Terduga
(Rp)
1 2 3 4 5 6 7=5+6
1. Pembangunan
Manusia dan
Masyarakat
2. Pembangunan
Sektor Unggulan
3. Pemerataan dan
Kewilayahan
4. Pembangunan
Politik, Hukum,
Pertahanan, dan
Keamanan
5. Pembangunan
Ekonomi
Keterangan:
1. Kolom 2 diisi dengan urusan pemerintahan daerah, baik urusan wajib
maupun urusan pilihan, yang disesuaikan dengan masing-masing
prioritas pembangunan nasional;
2. Kolom 3 diisi dengan nama program pada urusan pemerintahan daerah
tertentu yang target kinerjanya terkait dengan prioritas pembangunan
nasional;
3. Kolom 4 diisi dengan jenis belanja pada kelompok belanja tidak
langsung yang terkait dengan urusan pemerintahan daerah dan
prioritas pembangunan nasional;
4. Kolom 5 diisi dengan alokasi anggaran belanja tersebut pada kolom 3;
5. Kolom 6 diisi dengan alokasi anggaran belanja tersebut pada kolom 4;
dan
6. Kolom 7 diisi dengan jumlah antara kolom 5 dan kolom 6.
Tabel 2.
Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah
tentang Penjabaran APBD dengan Prioritas Provinsi
Anggaran Belanja Dalam
Rancangan APBD
Jumlah
No. Prioritas Provinsi Belanja Tidak
Belanja Langsung
Langsung
1 2 3 4 5=3+4
1.
2.
3.
dst
Keterangan:
1. Kolom 2 diisi dengan prioritas provinsi;
2. Kolom 3 dan kolom 4 diisi dengan jumlah anggaran belanja langsung
dan tidak langsung sesuai prioritas provinsi yang didasarkan pada
urusan pemerintahan kabupaten/kota; dan
3. Kolom 5 diisi dengan jumlah antara kolom 3 dan kolom 4.
d) Pertanahan; dan
e) Tata Ruang.
9) Penganggaran dana desa dialokasikan sesuai dengan Peraturan
Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2017 atau
Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Dana Desa Tahun
Anggaran 2017.
Apabila Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun
Anggaran 2017 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai
Alokasi Dana Desa Tahun Anggaran 2017 belum ditetapkan,
maka penganggaran Dana Desa tersebut didasarkan pada alokasi
Dana Desa Tahun Anggaran 2016.
Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun
Anggaran 2017 ditetapkan atau terdapat perubahan setelah
peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2017
ditetapkan, pemerintah daerah harus menyesuaikan alokasi dana
desa dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun
Anggaran 2017 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD,
untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang
perubahan APBD Tahun Anggaran 2017 atau dicantumkan
dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan
Perubahan APBD Tahun Anggaran 2017.
10) Penganggaran Dana Transfer lainnya dialokasikan sesuai dengan
Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran
2017 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman
Umum dan Alokasi Dana Transfer lainnya Tahun Anggaran 2017.
Apabila Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun
Anggaran 2017 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai
Pedoman Umum dan Alokasi Dana Transfer lainnya Tahun
Anggaran 2017 ditetapkan setelah peraturan daerah tentang
APBD Tahun Anggaran 2017 ditetapkan, pemerintah daerah
harus menyesuaikan alokasi Dana Transfer lainnya dimaksud
dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2017 dengan
pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya
ditampung dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD
Tahun Anggaran 2017 atau dicantumkan dalam LRA bagi
2. Belanja Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, belanja daerah
digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren yang
menjadi kewenangan daerah yang terdiri atas urusan pemerintahan
wajib dan urusan pemerintahan pilihan.
Belanja daerah tersebut diprioritaskan untuk mendanai urusan
pemerintahan wajib terkait pelayanan dasar yang ditetapkan dengan
standar pelayanan minimal serta berpedoman pada standar teknis dan
harga satuan regional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Belanja daerah untuk urusan pemerintahan wajib yang tidak terkait
dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan pilihan berpedoman
pada analisis standar belanja dan standar harga satuan regional.
Urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar
meliputi: (a) pendidikan, (b) kesehatan, (c) pekerjaan umum dan
penataan ruang, (d) perumahan rakyat dan kawasan permukiman, (e)
ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat, dan (f)
sosial. Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan
pelayanan dasar meliputi: (a) tenaga kerja, (b) pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak, (c) pangan, (d) pertanahan, (e)
lingkungan hidup, (f) administrasi kependudukan dan pencatatan sipil,
(g) pemberdayaan masyarakat dan desa, (h) pengendalian penduduk dan
keluarga berencana, (i) perhubungan, (j) komunikasi dan informatika, (k)
koperasi, usaha kecil, dan menengah, (l) penanaman modal, (m)
kepemudaan dan olahraga, (n) statistik, (o) persandian, (p) kebudayaan,
(q) perpustakaan, dan (r) kearsipan. Urusan pemerintahan pilihan
meliputi: (a) kelautan dan perikanan, (b) pariwisata, (c) pertanian, (d)
kehutanan, (e) energi dan sumber daya mineral, (f) perdagangan, (g)
perindustrian, dan (h) transmigrasi.
Pemerintah daerah menetapkan target capaian kinerja setiap belanja,
baik dalam konteks daerah, satuan kerja perangkat daerah, maupun
program dan kegiatan, yang bertujuan untuk meningkatkan
akuntabilitas perencanaan anggaran dan memperjelas efektifitas dan
efisiensi penggunaan anggaran. Program dan kegiatan harus
memberikan informasi yang jelas dan terukur serta memiliki korelasi
langsung dengan keluaran yang diharapkan dari program dan kegiatan
3) Belanja Subsidi
Pemerintah daerah dapat menganggarkan belanja subsidi kepada
perusahaan/lembaga tertentu yang menyelenggarakan pelayanan
publik, antara lain dalam bentuk penugasan pelaksanaan
Kewajiban Pelayanan Umum (Public Service Obligation). Belanja
Subsidi tersebut hanya diberikan kepada perusahaan/lembaga
tertentu agar harga jual dari hasil produksinya terjangkau oleh
masyarakat yang daya belinya terbatas. Perusahaan/lembaga
tertentu yang diberi subsidi tersebut menghasilkan produk yang
merupakan kebutuhan dasar dan menyangkut hajat hidup orang
banyak.
Sebelum belanja subsidi tersebut dianggarkan dalam APBD Tahun
Anggaran 2017, perusahaan/lembaga penerima subsidi harus
terlebih dahulu dilakukan audit sesuai dengan ketentuan
pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara
sebagaimana diatur dalam Pasal 41 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 21 Tahun 2011.
4) Belanja Hibah dan Bantuan Sosial
Penganggaran belanja hibah dan bantuan sosial yang bersumber
dari APBD mempedomani peraturan kepala daerah yang mengatur
tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan,
pertanggungjawaban dan pelaporan serta monitoring dan evaluasi
hibah dan bantuan sosial, yang telah disesuaikan dengan Pasal
298 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011
tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang
Bersumber dari APBD, sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun
2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah
dan Bantuan Sosial Yang Bersumber dari APBD, serta peraturan
perundang-undangan lain di bidang hibah dan bantuan sosial.
3. Pembiayaan Daerah
a. Penerimaan Pembiayaan
1) Penganggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun
Sebelumnya (SiLPA) harus didasarkan pada penghitungan yang
cermat dan rasional dengan mempertimbangkan perkiraan
realisasi anggaran Tahun Anggaran 2016 dalam rangka
menghindari kemungkinan adanya pengeluaran pada Tahun
Anggaran 2017 yang tidak dapat didanai akibat tidak tercapainya
SiLPA yang direncanakan. Selanjutnya SiLPA dimaksud harus
diuraikan pada obyek dan rincian obyek sumber SiLPA Tahun
Anggaran 2016, sebagaimana contoh format sebagai berikut:
Tabel 3
Uraian SiLPA
Kode Rekening Uraian Jumlah (Rp)
x x x SiLPA Tahun Anggaran Sebelumnya
x x x 01 Pelampauan Penerimaan PAD
x x x 01 01 Pajak Daerah
x x x 01 02 Retribusi Daerah
x x x 01 03 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
x x x 01 04 Lain-lain PAD Yang Sah
x x x 05 Dst....
x x x 05 01 ....
x x x 05 02 Dst....
x X x 11 Dst.....
kelompok belanja tidak langsung, apabila dari aspek waktu dan tahapan
pelaksanaan kegiatan serta bantuan keuangan yang bersifat khusus
tersebut diperkirakan tidak selesai sampai dengan akhir Tahun
Anggaran 2017.
14. Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, wakil kepala daerah
menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD/Perubahan
APBD kepada DPRD dan menandatangani persetujuan bersama
terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD/Perubahan APBD
Tahun Anggaran 2017.
Apabila kepala daerah berhalangan sementara, kepala daerah
mendelegasikan kepada wakil kepala daerah untuk menyampaikan
rancangan peraturan daerah tentang APBD/Perubahan APBD Tahun
Anggaran 2017 kepada DPRD dan menandatangani persetujuan
bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang
APBD/Perubahan APBD Tahun Anggaran 2017.
Dalam hal kepala daerah dan wakil kepala daerah berhalangan tetap
atau sementara, pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala daerah berwenang
untuk menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang
APBD/Perubahan APBD Tahun Anggaran 2017 kepada DPRD dan
menandatangani persetujuan bersama terhadap rancangan peraturan
daerah tentang APBD/Perubahan APBD Tahun Anggaran 2017.
15. Dalam hal Pimpinan DPRD berhalangan tetap atau sementara, pejabat
yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku
penjabat/pelaksana tugas pimpinan sementara DPRD berwenang untuk
menandatangani persetujuan bersama terhadap rancangan
APBD/Perubahan APBD Tahun Anggaran 2017.
16. Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan
daerah tentang Perubahan APBD sebelum ditetapkan menjadi peraturan
daerah harus dilakukan evaluasi sesuai ketentuan Pasal 314, Pasal 315,
dan Pasal 319 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, jo. Pasal 110,
Pasal 111, Pasal 173, Pasal 174 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
17. Badan Anggaran DPRD bersama-sama TAPD harus melakukan
penyempurnaan atas rancangan peraturan daerah tentang APBD atau
perubahan APBD berdasarkan hasil evaluasi terhadap rancangan
Pasal 134 ayat (4) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011; dan
d. Kegiatan lain diluar tanggap darurat yang didanai melalui belanja
tidak terduga dilakukan dengan pergeseran anggaran dari belanja
tidak terduga ke belanja SKPD berkenaan dan/atau belanja PPKD.
12. Penyediaan anggaran untuk penanggulangan bencana alam/bencana
sosial dan/atau pemberian bantuan kepada daerah lain dalam rangka
penanggulangan bencana alam/bencana sosial dapat memanfaatkan
saldo anggaran yang tersedia dalam Sisa Lebih Perhitungan APBD
tahun anggaran sebelumnya dan/atau dengan melakukan penggeseran
Belanja Tidak Terduga atau dengan melakukan penjadwalan ulang atas
program dan kegiatan yang kurang mendesak, dengan memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a. Penyediaan anggaran untuk mobilisasi tenaga medis dan obat-
obatan, logistik/sandang dan pangan diformulasikan kedalam RKA-
SKPD yang secara fungsional terkait dengan pelaksanaan kegiatan
dimaksud;
b. Penyediaan anggaran untuk bantuan keuangan yang akan
disalurkan kepada provinsi/kabupaten/kota yang dilanda bencana
alam/bencana sosial dianggarkan pada Belanja Bantuan Keuangan.
Sambil menunggu Perubahan APBD Tahun Anggaran 2017, kegiatan
atau pemberian bantuan keuangan tersebut di atas dapat
dilaksanakan dengan cara melakukan perubahan peraturan kepala
daerah tentang Penjabaran APBD, untuk selanjutnya ditampung
dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran
2017. Apabila penyediaan anggaran untuk kegiatan atau bantuan
keuangan dilakukan setelah Perubahan APBD agar dicantumkan
dalam LRA; dan
c. Pemanfaatan saldo anggaran yang tersedia dalam Sisa Lebih
Perhitungan APBD Tahun Anggaran sebelumnya dan/atau dengan
melakukan penggeseran Belanja Tidak Terduga untuk bantuan
penanggulangan bencana alam/bencana sosial diberitahukan
kepada DPRD paling lama 1 (satu) bulan.
13. Program dan kegiatan yang dibiayai dari DBH-CHT, DBH-SDA
Tambahan Minyak Bumi dan Gas Bumi dalam rangka Otonomi
Khusus, DBH-DR, DAK, Dana Otonomi Khusus, Dana Tambahan
b) Sisa SPD yang belum diterbitkan SPP, SPM atau SP2D Tahun
Anggaran 2016; dan
c) SP2D yang belum diuangkan.
e. Penganggaran beban belanja atas pelaksanaan kegiatan lanjutan
yang telah dituangkan dalam DPAL-SKPD dimaksud, agar
ditampung kembali di dalam perubahan APBD Tahun Anggaran
2017 pada anggaran belanja langsung SKPD berkenaan.
f. Kegiatan yang dapat dibuatkan DPAL harus memenuhi kriteria
bahwa kegiatan tersebut tidak selesai sesuai dengan jadwal yang
ditetapkan dalam perjanjian pelaksanaan pekerjaan/kontrak, akibat
di luar kendali penyedia barang/jasa dan pengguna barang/jasa
(force majeure).
23. Dalam hal pemerintah daerah mempunyai kewajiban kepada pihak
ketiga terkait dengan pekerjaan yang telah selesai pada tahun anggaran
sebelumnya, maka harus dianggarkan kembali pada akun belanja
dalam APBD Tahun Anggaran 2017 sesuai kode rekening berkenaan.
Tata cara penganggaran dimaksud terlebih dahulu melakukan
perubahan atas peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD
Tahun Anggaran 2017, dan diberitahukan kepada Pimpinan DPRD
untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang
Perubahan APBD Tahun Anggaran 2017.
24. Dalam Pasal 54A Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 21 Tahun 2011 ditegaskan bahwa kegiatan dapat
mengikat dana anggaran:
a. untuk 1 (satu) tahun anggaran; atau
b. lebih dari 1 (satu) tahun anggaran dalam bentuk kegiatan tahun
jamak sesuai peraturan perundang-undangan.
Kegiatan tahun jamak tersebut pada huruf b harus memenuhi kriteria
sekurang-kurangnya:
a. pekerjaan konstruksi atas pelaksanaan kegiatan yang secara teknis
merupakan satu kesatuan untuk menghasilkan satu output yang
memerlukan waktu penyelesaian lebih dari 12 (dua belas) bulan;
atau
b. pekerjaan atas pelaksanaan kegiatan yang menurut sifatnya harus
tetap berlangsung pada pergantian tahun anggaran seperti
penanaman benih/bibit, penghijauan, pelayanan perintis
penjelasannya, Pasal 298 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun
2011, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2016, serta
peraturan perundang-undangan lain di bidang hibah.
33. Dalam rangka memenuhi akuntabilitas dan transparansi pengelolaan
keuangan desa, pemerintah kabupaten/kota wajib melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan
keuangan desa pada pemerintah desa di wilayahnya sesuai maksud
Pasal 44 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Dalam kaitan itu, Pemerintah Desa harus menyusun Laporan
Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa Tahun Anggaran
2017 yang disampaikan kepada Bupati/Walikota dan disusun dengan
mempedomani Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun
2014. Selanjutnya, pemerintah daerah menyusun Laporan dimaksud
dalam bentuk ikhtisar yang dilampirkan dalam Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah.
34. Pemerintah daerah mensinergikan penganggaran program dan kegiatan
dalam penyusunan APBD Tahun Anggaran 2017 dengan kebijakan
nasional, antara lain:
a. Pencapaian SDGs, seperti: kesetaraan gender, penanggulangan
HIV/AIDS, malaria, penanggulangan kemiskinan, dan Akses
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial sebagaimana
diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010
tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan dan Peraturan
Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, dengan uraian
sebagai berikut:
1) Upaya percepatan pengarusutamaan gender melalui perencanaan
dan penganggaran responsif gender, pemerintah daerah
mempedomani Surat Edaran Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS, Menteri Keuangan,
Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor:
270/M.PPN/11/2012, Nomor: SE-33/MK.02/2012, Nomor:
050/4379A/SJ, Nomor: SE-46/MPP-PA/11/2011 tentang
LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 31 TAHUN 2016
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017
7. Cita 7
Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-
sektor strategis ekonomi domestik;
8. Cita 8
Melakukan revolusi karakter bangsa; dan
9. Cita 9
Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial
Indonesia.
Nawa Cita tersebut merupakan rangkuman program-program yang
tertuang dalam Visi-Misi Presiden dan Wakil Presiden yang dijabarkan
dalam strategi pembangunan yang digariskan dalam RPJMN 2015-
2019, terdiri dari empat bagian utama yakni: (1) norma pokok
pembangunan kabinet kerja; (2) tiga dimensi pembangunan; (3) kondisi
perlu; serta (4) quick wins dan program lanjutan lainnya. Tiga dimensi
pembangunan dan kondisi yang diperlukan dimaksud memuat sektor-
sektor yang menjadi prioritas dalam pelaksanaan RPJMN 2015-2019
yang selanjutnya dijabarkan dalam RKP Tahun 2017.
Dalam kaitan itu, Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2017
terdiri dari:
1. Pembangunan Manusia dan Masyarakat, meliputi:
a. Revolusi Mental, dengan Program Prioritas:
1) reformasi birokrasi pemerintahan;
2) penegakan hukum dan kelembagaan politik;
3) kemandirian ekonomi dan daya saing bangsa;
4) peneguhan jati diri dan karakter bangsa; dan
5) daya rekat sosial dalam kemajemukan.
b. Kesehatan, dengan Program Prioritas:
1) penguatan upaya promotif dan preventif: Gerakan Masyarakat
Hidup Sehat;
2) peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan;
3) perbaikan gizi masyarakat; dan
4) peningkatan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi.
c. Pendidikan, dengan Program Prioritas:
1) penyediaan guru dan dosen yang berkualitas dan penempatan
yang merata;
2) peningkatan dan penjaminan mutu pendidikan;
3) penyediaan bantuan pendidikan yang efektif;
Tabel 1.
Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota
dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran
2017 dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran
APBD Tahun Anggaran 2017 dengan Prioritas Pembangunan Nasional
Alokasi Anggaran Belanja Dalam
Uraian
Rancangan APBD
Belanja
Belanja
Pegawai,
Pegawai,
Bunga,
Bunga,
Subsidi,
Subsidi,
Hibah,
Prioritas Hibah,
Bantuan
No Pembangunan Bantuan Progra
Sosial, Bagi
Nasional Program Sosial, Bagi m Jumlah
Hasil,
Hasil, (Rp)
Bantuan
Bantuan
Keuangan,
Keuangan,
Belanja
Belanja
Tidak
Tidak
Terduga
Terduga
(Rp)
1 2 3 4 5 6 7=5+6
1. Pembangunan
Manusia dan
Masyarakat
2. Pembangunan
Sektor Unggulan
3. Pemerataan dan
Kewilayahan
4. Pembangunan
Politik, Hukum,
Pertahanan, dan
Keamanan
5. Pembangunan
Ekonomi
Keterangan:
1. Kolom 2 diisi dengan urusan pemerintahan daerah, baik urusan wajib
maupun urusan pilihan, yang disesuaikan dengan masing-masing
prioritas pembangunan nasional;
2. Kolom 3 diisi dengan nama program pada urusan pemerintahan daerah
tertentu yang target kinerjanya terkait dengan prioritas pembangunan
nasional;
3. Kolom 4 diisi dengan jenis belanja pada kelompok belanja tidak
langsung yang terkait dengan urusan pemerintahan daerah dan
prioritas pembangunan nasional;
4. Kolom 5 diisi dengan alokasi anggaran belanja tersebut pada kolom 3;
5. Kolom 6 diisi dengan alokasi anggaran belanja tersebut pada kolom 4;
dan
6. Kolom 7 diisi dengan jumlah antara kolom 5 dan kolom 6.
Tabel 2.
Sinkronisasi Kebijakan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah
tentang Penjabaran APBD dengan Prioritas Provinsi
Anggaran Belanja Dalam
Rancangan APBD
Jumlah
No. Prioritas Provinsi Belanja Tidak
Belanja Langsung
Langsung
1 2 3 4 5=3+4
1.
2.
3.
dst
Keterangan:
1. Kolom 2 diisi dengan prioritas provinsi;
2. Kolom 3 dan kolom 4 diisi dengan jumlah anggaran belanja langsung
dan tidak langsung sesuai prioritas provinsi yang didasarkan pada
urusan pemerintahan kabupaten/kota; dan
3. Kolom 5 diisi dengan jumlah antara kolom 3 dan kolom 4.
d) Pertanahan; dan
e) Tata Ruang.
9) Penganggaran dana desa dialokasikan sesuai dengan Peraturan
Presiden mengenai Rincian APBN Tahun Anggaran 2017 atau
Peraturan Menteri Keuangan mengenai Alokasi Dana Desa Tahun
Anggaran 2017.
Apabila Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun
Anggaran 2017 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai
Alokasi Dana Desa Tahun Anggaran 2017 belum ditetapkan,
maka penganggaran Dana Desa tersebut didasarkan pada alokasi
Dana Desa Tahun Anggaran 2016.
Dalam hal Peraturan Presiden mengenai Rincian APBN Tahun
Anggaran 2017 ditetapkan atau terdapat perubahan setelah
peraturan daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2017
ditetapkan, pemerintah daerah harus menyesuaikan alokasi dana
desa dimaksud dengan terlebih dahulu melakukan perubahan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD Tahun
Anggaran 2017 dengan pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD,
untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang
perubahan APBD Tahun Anggaran 2017 atau dicantumkan
dalam LRA bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan
Perubahan APBD Tahun Anggaran 2017.
10) Penganggaran Dana Transfer lainnya dialokasikan sesuai dengan
Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun Anggaran
2017 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai Pedoman
Umum dan Alokasi Dana Transfer lainnya Tahun Anggaran 2017.
Apabila Peraturan Presiden mengenai rincian APBN Tahun
Anggaran 2017 atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai
Pedoman Umum dan Alokasi Dana Transfer lainnya Tahun
Anggaran 2017 ditetapkan setelah peraturan daerah tentang
APBD Tahun Anggaran 2017 ditetapkan, pemerintah daerah
harus menyesuaikan alokasi Dana Transfer lainnya dimaksud
dengan terlebih dahulu melakukan perubahan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD Tahun Anggaran 2017 dengan
pemberitahuan kepada Pimpinan DPRD, untuk selanjutnya
ditampung dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD
Tahun Anggaran 2017 atau dicantumkan dalam LRA bagi
2. Belanja Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, belanja daerah
digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren yang
menjadi kewenangan daerah yang terdiri atas urusan pemerintahan
wajib dan urusan pemerintahan pilihan.
Belanja daerah tersebut diprioritaskan untuk mendanai urusan
pemerintahan wajib terkait pelayanan dasar yang ditetapkan dengan
standar pelayanan minimal serta berpedoman pada standar teknis dan
harga satuan regional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Belanja daerah untuk urusan pemerintahan wajib yang tidak terkait
dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan pilihan berpedoman
pada analisis standar belanja dan standar harga satuan regional.
Urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar
meliputi: (a) pendidikan, (b) kesehatan, (c) pekerjaan umum dan
penataan ruang, (d) perumahan rakyat dan kawasan permukiman, (e)
ketentraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat, dan (f)
sosial. Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan
pelayanan dasar meliputi: (a) tenaga kerja, (b) pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak, (c) pangan, (d) pertanahan, (e)
lingkungan hidup, (f) administrasi kependudukan dan pencatatan sipil,
(g) pemberdayaan masyarakat dan desa, (h) pengendalian penduduk dan
keluarga berencana, (i) perhubungan, (j) komunikasi dan informatika, (k)
koperasi, usaha kecil, dan menengah, (l) penanaman modal, (m)
kepemudaan dan olahraga, (n) statistik, (o) persandian, (p) kebudayaan,
(q) perpustakaan, dan (r) kearsipan. Urusan pemerintahan pilihan
meliputi: (a) kelautan dan perikanan, (b) pariwisata, (c) pertanian, (d)
kehutanan, (e) energi dan sumber daya mineral, (f) perdagangan, (g)
perindustrian, dan (h) transmigrasi.
Pemerintah daerah menetapkan target capaian kinerja setiap belanja,
baik dalam konteks daerah, satuan kerja perangkat daerah, maupun
program dan kegiatan, yang bertujuan untuk meningkatkan
akuntabilitas perencanaan anggaran dan memperjelas efektifitas dan
efisiensi penggunaan anggaran. Program dan kegiatan harus
memberikan informasi yang jelas dan terukur serta memiliki korelasi
langsung dengan keluaran yang diharapkan dari program dan kegiatan
3) Belanja Subsidi
Pemerintah daerah dapat menganggarkan belanja subsidi kepada
perusahaan/lembaga tertentu yang menyelenggarakan pelayanan
publik, antara lain dalam bentuk penugasan pelaksanaan
Kewajiban Pelayanan Umum (Public Service Obligation). Belanja
Subsidi tersebut hanya diberikan kepada perusahaan/lembaga
tertentu agar harga jual dari hasil produksinya terjangkau oleh
masyarakat yang daya belinya terbatas. Perusahaan/lembaga
tertentu yang diberi subsidi tersebut menghasilkan produk yang
merupakan kebutuhan dasar dan menyangkut hajat hidup orang
banyak.
Sebelum belanja subsidi tersebut dianggarkan dalam APBD Tahun
Anggaran 2017, perusahaan/lembaga penerima subsidi harus
terlebih dahulu dilakukan audit sesuai dengan ketentuan
pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara
sebagaimana diatur dalam Pasal 41 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 21 Tahun 2011.
4) Belanja Hibah dan Bantuan Sosial
Penganggaran belanja hibah dan bantuan sosial yang bersumber
dari APBD mempedomani peraturan kepala daerah yang mengatur
tata cara penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan,
pertanggungjawaban dan pelaporan serta monitoring dan evaluasi
hibah dan bantuan sosial, yang telah disesuaikan dengan Pasal
298 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011
tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang
Bersumber dari APBD, sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun
2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah
dan Bantuan Sosial Yang Bersumber dari APBD, serta peraturan
perundang-undangan lain di bidang hibah dan bantuan sosial.
3. Pembiayaan Daerah
a. Penerimaan Pembiayaan
1) Penganggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun
Sebelumnya (SiLPA) harus didasarkan pada penghitungan yang
cermat dan rasional dengan mempertimbangkan perkiraan
realisasi anggaran Tahun Anggaran 2016 dalam rangka
menghindari kemungkinan adanya pengeluaran pada Tahun
Anggaran 2017 yang tidak dapat didanai akibat tidak tercapainya
SiLPA yang direncanakan. Selanjutnya SiLPA dimaksud harus
diuraikan pada obyek dan rincian obyek sumber SiLPA Tahun
Anggaran 2016, sebagaimana contoh format sebagai berikut:
Tabel 3
Uraian SiLPA
Kode Rekening Uraian Jumlah (Rp)
x x x SiLPA Tahun Anggaran Sebelumnya
x x x 01 Pelampauan Penerimaan PAD
x x x 01 01 Pajak Daerah
x x x 01 02 Retribusi Daerah
x x x 01 03 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
x x x 01 04 Lain-lain PAD Yang Sah
x x x 05 Dst....
x x x 05 01 ....
x x x 05 02 Dst....
x X x 11 Dst.....
kelompok belanja tidak langsung, apabila dari aspek waktu dan tahapan
pelaksanaan kegiatan serta bantuan keuangan yang bersifat khusus
tersebut diperkirakan tidak selesai sampai dengan akhir Tahun
Anggaran 2017.
14. Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, wakil kepala daerah
menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD/Perubahan
APBD kepada DPRD dan menandatangani persetujuan bersama
terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD/Perubahan APBD
Tahun Anggaran 2017.
Apabila kepala daerah berhalangan sementara, kepala daerah
mendelegasikan kepada wakil kepala daerah untuk menyampaikan
rancangan peraturan daerah tentang APBD/Perubahan APBD Tahun
Anggaran 2017 kepada DPRD dan menandatangani persetujuan
bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang
APBD/Perubahan APBD Tahun Anggaran 2017.
Dalam hal kepala daerah dan wakil kepala daerah berhalangan tetap
atau sementara, pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala daerah berwenang
untuk menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang
APBD/Perubahan APBD Tahun Anggaran 2017 kepada DPRD dan
menandatangani persetujuan bersama terhadap rancangan peraturan
daerah tentang APBD/Perubahan APBD Tahun Anggaran 2017.
15. Dalam hal Pimpinan DPRD berhalangan tetap atau sementara, pejabat
yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku
penjabat/pelaksana tugas pimpinan sementara DPRD berwenang untuk
menandatangani persetujuan bersama terhadap rancangan
APBD/Perubahan APBD Tahun Anggaran 2017.
16. Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan
daerah tentang Perubahan APBD sebelum ditetapkan menjadi peraturan
daerah harus dilakukan evaluasi sesuai ketentuan Pasal 314, Pasal 315,
dan Pasal 319 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, jo. Pasal 110,
Pasal 111, Pasal 173, Pasal 174 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
17. Badan Anggaran DPRD bersama-sama TAPD harus melakukan
penyempurnaan atas rancangan peraturan daerah tentang APBD atau
perubahan APBD berdasarkan hasil evaluasi terhadap rancangan
Pasal 134 ayat (4) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011; dan
d. Kegiatan lain diluar tanggap darurat yang didanai melalui belanja
tidak terduga dilakukan dengan pergeseran anggaran dari belanja
tidak terduga ke belanja SKPD berkenaan dan/atau belanja PPKD.
12. Penyediaan anggaran untuk penanggulangan bencana alam/bencana
sosial dan/atau pemberian bantuan kepada daerah lain dalam rangka
penanggulangan bencana alam/bencana sosial dapat memanfaatkan
saldo anggaran yang tersedia dalam Sisa Lebih Perhitungan APBD
tahun anggaran sebelumnya dan/atau dengan melakukan penggeseran
Belanja Tidak Terduga atau dengan melakukan penjadwalan ulang atas
program dan kegiatan yang kurang mendesak, dengan memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
a. Penyediaan anggaran untuk mobilisasi tenaga medis dan obat-
obatan, logistik/sandang dan pangan diformulasikan kedalam RKA-
SKPD yang secara fungsional terkait dengan pelaksanaan kegiatan
dimaksud;
b. Penyediaan anggaran untuk bantuan keuangan yang akan
disalurkan kepada provinsi/kabupaten/kota yang dilanda bencana
alam/bencana sosial dianggarkan pada Belanja Bantuan Keuangan.
Sambil menunggu Perubahan APBD Tahun Anggaran 2017, kegiatan
atau pemberian bantuan keuangan tersebut di atas dapat
dilaksanakan dengan cara melakukan perubahan peraturan kepala
daerah tentang Penjabaran APBD, untuk selanjutnya ditampung
dalam peraturan daerah tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran
2017. Apabila penyediaan anggaran untuk kegiatan atau bantuan
keuangan dilakukan setelah Perubahan APBD agar dicantumkan
dalam LRA; dan
c. Pemanfaatan saldo anggaran yang tersedia dalam Sisa Lebih
Perhitungan APBD Tahun Anggaran sebelumnya dan/atau dengan
melakukan penggeseran Belanja Tidak Terduga untuk bantuan
penanggulangan bencana alam/bencana sosial diberitahukan
kepada DPRD paling lama 1 (satu) bulan.
13. Program dan kegiatan yang dibiayai dari DBH-CHT, DBH-SDA
Tambahan Minyak Bumi dan Gas Bumi dalam rangka Otonomi
Khusus, DBH-DR, DAK, Dana Otonomi Khusus, Dana Tambahan
b) Sisa SPD yang belum diterbitkan SPP, SPM atau SP2D Tahun
Anggaran 2016; dan
c) SP2D yang belum diuangkan.
e. Penganggaran beban belanja atas pelaksanaan kegiatan lanjutan
yang telah dituangkan dalam DPAL-SKPD dimaksud, agar
ditampung kembali di dalam perubahan APBD Tahun Anggaran
2017 pada anggaran belanja langsung SKPD berkenaan.
f. Kegiatan yang dapat dibuatkan DPAL harus memenuhi kriteria
bahwa kegiatan tersebut tidak selesai sesuai dengan jadwal yang
ditetapkan dalam perjanjian pelaksanaan pekerjaan/kontrak, akibat
di luar kendali penyedia barang/jasa dan pengguna barang/jasa
(force majeure).
23. Dalam hal pemerintah daerah mempunyai kewajiban kepada pihak
ketiga terkait dengan pekerjaan yang telah selesai pada tahun anggaran
sebelumnya, maka harus dianggarkan kembali pada akun belanja
dalam APBD Tahun Anggaran 2017 sesuai kode rekening berkenaan.
Tata cara penganggaran dimaksud terlebih dahulu melakukan
perubahan atas peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD
Tahun Anggaran 2017, dan diberitahukan kepada Pimpinan DPRD
untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang
Perubahan APBD Tahun Anggaran 2017.
24. Dalam Pasal 54A Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 21 Tahun 2011 ditegaskan bahwa kegiatan dapat
mengikat dana anggaran:
a. untuk 1 (satu) tahun anggaran; atau
b. lebih dari 1 (satu) tahun anggaran dalam bentuk kegiatan tahun
jamak sesuai peraturan perundang-undangan.
Kegiatan tahun jamak tersebut pada huruf b harus memenuhi kriteria
sekurang-kurangnya:
a. pekerjaan konstruksi atas pelaksanaan kegiatan yang secara teknis
merupakan satu kesatuan untuk menghasilkan satu output yang
memerlukan waktu penyelesaian lebih dari 12 (dua belas) bulan;
atau
b. pekerjaan atas pelaksanaan kegiatan yang menurut sifatnya harus
tetap berlangsung pada pergantian tahun anggaran seperti
penanaman benih/bibit, penghijauan, pelayanan perintis
penjelasannya, Pasal 298 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun
2011, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2016, serta
peraturan perundang-undangan lain di bidang hibah.
33. Dalam rangka memenuhi akuntabilitas dan transparansi pengelolaan
keuangan desa, pemerintah kabupaten/kota wajib melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan
keuangan desa pada pemerintah desa di wilayahnya sesuai maksud
Pasal 44 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Dalam kaitan itu, Pemerintah Desa harus menyusun Laporan
Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa Tahun Anggaran
2017 yang disampaikan kepada Bupati/Walikota dan disusun dengan
mempedomani Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun
2014. Selanjutnya, pemerintah daerah menyusun Laporan dimaksud
dalam bentuk ikhtisar yang dilampirkan dalam Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah.
34. Pemerintah daerah mensinergikan penganggaran program dan kegiatan
dalam penyusunan APBD Tahun Anggaran 2017 dengan kebijakan
nasional, antara lain:
a. Pencapaian SDGs, seperti: kesetaraan gender, penanggulangan
HIV/AIDS, malaria, penanggulangan kemiskinan, dan Akses
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial sebagaimana
diamanatkan dalam Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010
tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan dan Peraturan
Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, dengan uraian
sebagai berikut:
1) Upaya percepatan pengarusutamaan gender melalui perencanaan
dan penganggaran responsif gender, pemerintah daerah
mempedomani Surat Edaran Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS, Menteri Keuangan,
Menteri Dalam Negeri dan Menteri Negara Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor:
270/M.PPN/11/2012, Nomor: SE-33/MK.02/2012, Nomor:
050/4379A/SJ, Nomor: SE-46/MPP-PA/11/2011 tentang
ttd
W. SIGIT PUDJIANTO
NIP. 19590203 198903 1 001.