Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit menular berbasis lingkungan dan perilaku seperti tuberkulosis paru, ISPA dan

pneumonia, diare, serta penyakit kulit masih merupakan masalah kesehatan yang terutama dapat

ditemukan di lingkungan yang padat penduduk dan kumuh.

Faktor perilaku kesehatan yang mencakup perilaku beresiko terhadap penyakit menular

dan perilaku hidup bersih dan sehat dapat mempengaruhi kejadian ISPA termasuk pnemonia.

Polusi udara atau pencemaran udara di dalam rumah akibat penggunaan kayu/arang sebagai

bahan bakar memasak menjadi faktor penyebab penting kejadian ISPA. Ventilasi untuk

sirkulasi/pergantian udara di dapur mempengaruhi kejadian ISPA. Dapur merupakan salah satu

sumber pencemaran dalam rumah terutama jika dapur menjadi satu dengan ruang utama dan

ventilasi dari dapur tidak memenuhi syarat kesehatan. (WHO, 2005)

Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveoli dan interstisial.

Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia antara lain virus, jamur dan bakteri. S.

Pneumonia penyebab tersering pneumonia bacterial pada semua kelompok umur. Virus lebih

sering ditemukan pada anak kurang dari 5 tahun. Respiratory Syncytial virus (RSV) merupakan

virus penyebab tersering pada anak kurang dari 3 tahun. Pada umur yang lebih muda,

adenovirus, parainfluenza virus juga ditemukan. Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia

pneumonia lebih sering ditemukan pada anak lebih dari 10 tahun. 1

Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah diberbagai negara terutama di

negara berkembang termasuk Indonesia. Insidens pneumonia pada anak <5 tahun di negara maju

adalah 2-4 kasus/100 anak/ tahun, sedangkan di negara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun.

1
Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita di negara

berkembang. Data WHO tahun 2005 menyatakan bahwa proporsi kematian balita karena saluran

pernafasan di dunia adalah sebesar 19-26 %. Pada tahun 2007 diperkirakan terdapat 1,8 juta

kematian akibat pneumonia atau sekitar 20% dari total 9 juta kematian pada anak.1,2

Pneumonia merupakan pembunuh utama anak dibawah usia lima tahun (Balita) di dunia,

lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, Malaria dan Campak. Di dunia,

dari 9 juta kematian balita lebih dari 2 juta balita meninggal setiap tahun akibat pneumonia atau

sama dengan 4 balita meninggal setiap menitnya. Dari lima kematian balita, satu diantaranya

disebabkan pneumonia. 3

Di Indonesia berdasarkan Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2011, menunjukkan;

pneumonia termasuk 10 besar penyakit yang menyebabkan pasien harus di rawat inap di rumah

sakit, dengan prevalensi sebesar 17.311 kasus, dengan 1.315 kasus diantaranya meninggal.

Sedangkan, prevalensi nasional untuk kasus pneumonia, baik yang memerlukan rawat inap

maupun rawat jalan adalah sebesar 480.033 kasus atau 20,59 %.

Dari data-data tersebut di atas, maka perlu dilakukan usaha-usaha untuk menurunkan

angka kejadian pneumonia. Dalam hal ini, puskesmas sebagai ujung tombak dalam pelayanan

kesehatan masyarakat primer yang bertanggung jawab terhadap kesehatan perorangan dan

kesehatan masyarakat memiliki peranan yang sangat penting demi tercapainya tujuan tersebut.

Terkait hal tersebut, salah satu program dari puskesmas untuk meningkatkan upaya kesehatan

masyarakat yaitu upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular yang merupakan salah

satu dari 6 upaya kesehatan wajib. Kegiatan dari upaya pemberantasan penyakit menular

termasuk dalam kegiatan promotif dan preventif.

2
BAB II

KASUS

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Lahir : 1 tahun 8 bulan
Alamat : Jln. Yos Sudarso
Kunjungan ke Puskesmas : 31 Agustus 2015

B. ANAMNESIS (Heteroanamnesis)
Keluhan Utama : Batuk

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dengan keluhan batuk sejak empat hari sebelum dibawa ke puskesmas

dan semakin memberat sejak dua hari sebelum datang kepuskesmas, keluhan disertai demam,

dan sesak. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi namun bersifat naik turun, ibu pasien juga

mengeluhkan pasien batuk berdahak. Tidak ada pilek, tidak ada muntah. BAB dan BAK biasa.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Ibu pasien mengaku pasien pernah menderita keluhan sesak napas maupun batuk

seperti ini sejak usia 2 bulan


Riwayat Penyakit Keluarga :
Ada anggota keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama, yaitu ibu dan kakak

pasien yang berumur 3 tahun.

Riwayat Pengobatan :
Pasien sudah sering datang berobat ke puskesmas dengan keluhan yang sama.

Riwayat Persalinan dan Kahamilan :


Ibu pasien hamil selama 9 bulan dan ini merupakan kehamilan ke enam. Selama

kehamilan, ibu pasien sering mengeluhkan batuk. Pemeriksaan kehamilan dilakukan sebanyak

2 kali di puskesmas mendapat dua kali suntikan TT. Pasien lahir normal, dirumah yang

ditolong oleh bidan.

3
Riwayat Imunisasi :
Pasien mendapat imunisasi lengkap.

Riwayat nutrisi :
Pasien hingga saat ini masih menyusui dan sudah mendapat makanan seperti orang

dewasa.

Riwayat tumbuh kembang :


pasien saat ini sudah berjalan namun bicara pasien belum dapat dimengerti.

Ikhtisar keluarga

1 2

3 4 5 6
7 8 9 10 11 12 13 14
15
5
Keterangan:

1: kakek pasien 7: kakak pasien 13. Sepupu pasien

2: nenek pasien 8: kakak pasien 14. Sepupu pasien

3: Ayah pasien 9. Kakak pasien 15. Sepupu pasien

4: ibu pasien 10. Kakak pasien

5. paman pasien 11. Kakak pasien

6. bibi pasien 12. Pasien

: tinggal dalam satu rumah

Riwayat Lingkungan, Sosial, dan Ekonomi

Pasien tinggal dalam satu rumah bersama bapak, ibu, paman, bibi, kakak dan sepupunya

yang semuanya berjumlah 12 orang. Bapak pasien bekerja sebagai buruh bangunan dengan

4
penghasilan sekitar 1.000.000- 1.500.000/ bulan, dan bolak balik parigi setiap minggunya

sedangkan ibu pasien tidak bekerja. Ibu pasien mengaku dengan penghasilan tersebut ia mampu

mencukupi kebutuhan makan sehari-hari keluarganya. Ayah pasien adalah seorang perokok aktif

yang biasanya merokok 1 bungkus setiap hari

Tempat tinggal pasien adalah rumah beratap genteng, tidak memiliki plavon, dengan

lantai semen, yang terdiri dari 3 kamar tidur, satu kamar tidur tidak terpakai. Satu ruang tamu,

satu ruang keluarga yang tergabung dengan ruang makan. Terdapat dapur dan kamar mandi.

Pasien biasanya tidur bersama bapak dan ibunya dalam satu kamar berukuran 3 meter x 2 meter,

dengan sebuah kasur. Kamar tidur tidak memiliki jendela. raung tamu memiliki jendela yang

terpaku beberapa papan.. Dapur bergabung dengan kamar mandi yang berlantai tanah, terdapat

satu pintu masuk pada dapur. Dapur tersebut berukuran 2 meter x 1,5 meter. Ibu pasien memasak

menggunakan kayu bakar, sabut kelapa dan asapnya akan memenuhi seluruh dapur dan dapat

memenuhi seluruh ruangan rumah. Di kamar mandi tidak terdapat sumber air biasanya ibu pasien

mengambil air untuk minum dan kebutuhan sehari-hari seperti mandi, memasak dan mencuci

dari sumur tetangga. Rumah pasien tidak memiliki WC. Anggota keluarga biasanya buang air

besar di selokan yang terdapat disamping rumah pasien.

5
Ruang tamu

Ruang keluarga
dan ruang
makan

6
Dapur

C. . PEMERIKSAAN FISIK
Kondisi Umum :

Keadaan umum : Baik

Tingkat kesadaran : Composmentis

BB : 7,1 kg

PB : 71 cm

Status gizi : gizi kurang (<2SD)

Tanda Vital :

Nadi : 108 x/m

Respirasi : 52 x/m

7
Suhu : 36,8 C

Kepala-Leher :

Rambut tampak hitam, tipis, tidak mengkilap, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

ikterik, pernapasan cuping hidung tidak ada, bibir tidak sianosis, edema (-)

Thorax

Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan simetris, retraksi (+) minimal subkosta

Perkusi : sonor

Palpasi : pergerakan simetris

Auskultasi : bunyi napas brokovesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (+/+)

bunyi jantung I dan II murni, reguler, bising jantung (-).

Abdomen :

Inspeksi : perut tampak cembung

Auskultasi : peristaltik kesan normal

Perkusi : timpani

Palpasi : turgor : normal, nyeri tekan (-

Ekstermitas :

Ekstremitas atas : Akral hangat (+/+),kulit normal,

edema (-/-), sianosis (-/-)

8
Ekstremitas bawah : Akral hangat (+/+), kulit normal,

edema (-/-), sianosis (-/-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan

E. DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja : Pneumonia + Gizi kurang
Diagnosis Banding:
Bronkiolitis , Asma, dan TB primer

F. PENATALAKSANAAN
Parasetamol sirup 3x1 sendok
Ambroxol 1 tablet
Ctm 1 tablet dibuat puyer 15 bungkus
Dexamethasone 1 tablet
Salbutamol 2 tablet

G. KONSELING
Konseling yang diberikan pada ibu pasien:
1. Memberitahukan ibu bahaya polusi udara seperti yang berasal dari asap rokok
dan asap dapur sehingga ibu dapat menjauhkan pasien dari polusi udara di
lingkungan rumah
2. Memberi informasi mengenai pentingnya ventilasi di dalam rumah dan
menyarankan agar jendela yang ada dibuka setiap pagi.
3. Menjauhkan pasien atau menjaga jarak dari anggota keluarga atau tetangga
yang memiliki penyakit infeksi saluran pernafasan.
4. Menyarankan untuk mengganti tungku kayu bakar dengan kompor gas atau
kompor minyak, untuk mengurangi asap dapur.
5. Memberitahukan akibat dari BAB tidak pada tempatnya maupun kebiasaan
tidak mencuci tangan sehabis BAB sehingga diharapkan dapat mengubah
perilaku sehari-hari menjadi perilaku hidup bersih dan sehat
6. Memberikan informasi mengenai pentingnya akan kebersihan minuman atau
makanan yang diberikan kepada pasien dan keluarga yang lain.

9
7. Menyarankan untuk tetap mengikuti posyandu walaupun imunisasi telah
lengkap dilakukan.
8. Segera ke Pusat pelayanan kesehatan jika keluhan sesak napas yang timbul
dirasakan semakin berat.

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien anak perempuan berusia 1 tahun 8 bulan datang dibawa oleh

ibunya ke puskesmas dengan keluhan batuk berdahak yang disertai demam dan sesak napas sejak

10
4 hari sebelum datang ke puskesmas Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi napas

pasien 64x/menit. Retraksi sela iga (+) minimal , napas cuping hidung (-), ronkhi (+/+).

Berdasarkan gejala dan tanda tersebut maka pasien didiagnosis menderita pneumonia berat.

Pnemonia merupakan infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan

interstitial, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan

benda asing. Pnemonia ditandai oleh demam, batuk, sesak (peningkatan frekuensi pernapasan),

napas cuping hidung, retraksi dinding dada dan kadang-kadang sianosis.

Saat ini dikenal dua bentuk pnemonia berdasarkan tempat terjadinya infeksi, yaitu

pnemonia-komuniti (community-acquired pnemonia) yaitu infeksinya terjadi dimasyarakat dan

pnemonia nosokomial seringkali merupakan infeksi sekunder pada berbagai penyakit dasar yang

telah diderita pasien sehingga spektrum etiologi, gejala klinis, derajat beratnya penyakit,

komplikasi, dan terapi yang diberikan berada dengan pnemonia-masyarakat. Sedangkan secara

anatomis, pnemonia dibagi menjadi : (1) pnemonia lobaris, (2) pnemonia lobularis

(bronkopnemonia), dan pnemonia interstisialis.

Sedangkan manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 2008 mengklasifikasikan pnemonia

menjadi:

a. Klasifikasi Pnemonia untuk golongan umur < 2 bulan


1. Pnemonia berat, adanya napas cepat yaitu frekuensi pernapasan sebanyak

60 kali permenit atau lebih atau tarikan kuat dinding dada bagian bawah

kedalam (chest indrawing)


2. Bukan pnemonia, tidak ada napas cepat dan tidak ada tarikan dinding

dada bagian bawah ke dalam


b. Klasifikasi pnemonia untuk golongan umur 2 bulan - < 5 tahun

11
1. Pnemonia berat, adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam

(chest indrawing).
2. Pnemonia, adanya napas cepat sesuai golongan umur.
o Usia 2 bulan - < 1 tahun 50 kali atau lebih permenit
o Usia 1 tahun - <5 tahun 40 kali atau lebih permenit
3. Bukan pnemonia, tidak ada napas cepat dan tidak ada tarikan dinding

dada bagian bawah ke dalam

Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat

Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena ketidakseimbangan faktor-faktor utama yang

dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup sehat yang diperkenalkan

oleh H.L. belum mencakup 4 faktor yaitu faktor genetik/biologis (keturunan). Perilaku (gaya

hidup) individu atau masyarakat, faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor

pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya). Berdasarkan hasil penelusuran kasus di

atas, jika dilihat dari segi konsep kesehatan masyarakat, maka ada beberapa faktor yang menjadi

faktor risiko terjadinya penyakit pnemonia, yaitu:

1. Faktor Genetik/Biologis
Pasien dalam kasus ini berusia 1 tahun 8 bulan. Pada usia tersebut, pasien

termasuk dalam usia yang rentan untuk mengalami penyakit terutama infeksi saluran

napas seperti pnemonia. Hal ini disebabkan karena pada usia bayi dan balita, daya

tahan tubuhnya belum terbentuk secara sempurna sehingga mudah untuk terserang

penyakit. Selain itu, secara fisiologis bayi belum mampu untuk mengeluarkan dahak

sendiri seperti orang dewasa, sehingga dahak terkumpul dan memperparah

penyakitnya, seperti semakin sulit bernapas dan terjadinya fokus infeksi


2. Faktor Lingkungan
Dalam kasus ini, lingkungan tempat tinggal pasien yang mendukung terjadinya

penyakit pnemonia yang dialaminya adalah:

12
Pasien terpapar penyakit dari orang disekitarnya
Ibu dan kakak pasien mengalami batuk yang sama seperti pasien.
Polusi udara dalam rumah
Kebiasaan ibu dan bibi pasien memasak dengan menggunakan kayu bakar dapat

merupakan faktor risiko terjadinya pnemonia pada pasien. Walaupun rumah

pasien memiliki jendela dan sering dibuka, namun asap dapur dapat memenuhi

ruangan keluarga dan ruang tidur pasien sehingga asap yang berasal dari dapur

dapat bertahan didalam rumah


Jarak rumah yang berdekatan
Di daerah rumah pasien untuk lingkungan luar rumah, jarak rumah pasien dengan

rumah tetangga cukup dekat 1 meter, bahkan berdempet pada rumah tetangga di

samping rumah pasien. Salah satu kaitan kepadatan hunian dan kesehatan adalah

karena rumah yang sempit dan banyak penghuninya, maka penghuni mudah

terserang penyakit dan yang sakit dapat menularkan penyakit pada anggota

keluarga lainnya. Perumahan yang sempit dan padat akan menyebabkan anak

sering terinfeksi oleh kuman yang berasal dari tempat yang kotor dan akhirnya

terkena berbagai penyakit menular


Kebiasaan keluarga merokok
Ayah memiliki kebiasaan merokok dalam rumah, asap dari rokok tersebut dapat

menyebabkan infeksi saluran pernapasan bertambah berat, apalagi bila sirkulasi

udara di dalam rumah kurang memadai.


Pendidikan yang rendah
Ayah dan ibu pasien berpendidikan rendah sehingga memiliki pengetahuan yang

rendah terutama mengenai perilaku hidup yang bersih dan sehat. Akibatnya,

keluarga pasien kurang memiliki kesadaran untuk berperilaku yang bersih dan

sehat dirumah sehingga memudahkan untuk terjadinya penyakit infeksi. Dalam

kasus ini, jika pengetahuan orang tua untuk mengatasi pnemonia tidak tepat ketika

bayi atau balita menderita pnemonia, akan mempunyai risiko meninggal karena

13
pneumonia, dimana 4,9 kali jika dibandingkan dengan ibu yang mempunyai

pengetahuan yang tepat. Tingkat pendidikan orang tua juga akan berpengaruh

terhadap tindakan perawatan kepada anak yang menderita pnemonia sehingga

berpengaruh juga terhadap prognosis pasien.


3. Faktor Pelayanan Kesehatan
Kurangnya informasi mengenai penyakit infeksi saluran pernapasan.
Tingkat pendidikan dan pengetahuan orang tua yang rendah akan berpengaruh

terhadap tindakan yang diambil terhadap pasien yang mengalami infeksi. Hal ini

menyebabkan keluarga pasien memerlukan informasi mengenai infeksi pada

saluran pernapasan terutama pnemonia sehingga keluarga dapat segera membawa

pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat . Sehingga, dapat mencegah

terjadinya penyakit yang semakin memberat bahkan kematian


Kurangnya pemanfaatan buku MTBS oleh petugas kesehatan
Pada buku bagan MTBS terdapat penilaian, klasifikasi, dan tindakan/pengobatan

anak sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun yang menderita batuk atau sukar

bernapas. Hal ini akan memudahkan petugas untuk menjaring anak dengan

pnemonia atau pnemonia berat dan memberikan tatalaksana yang tepat. Namun

dalam kenyataannya. Buku bagan MTBS ini masih sangat minim digunakan oleh

petugas kesehatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pelatihan MTBS bagi petugas

kesehatan agar petugas ini dapat memahami dan dapat mengaplikasikannya saat

berada di puskesmas karena pada kenyataannya tidak semua petugas kesehatan

mengaplikasikannya, sehingga tidak semua pasien pnemonia dapat terjaring

dengan baik dan akhirnya tidak mendapat pengobatan yang tepat.


Dari beberapa faktor tersebut diatas, dapat diketahui bahwa banyak hal yang dapat

menyebabkan pasien dalam kasus ini menderita pnemonia. Ketidakseimbangan

antara faktor pejamu, agen dan lingkungan dapat menyebabkan timbulnya suatu

14
penyakit. Selain itu adanya faktor-faktor dalam empat determinan kesehatan,

seperti faktor biologis/genetik, lingkungan, perilaku dan faktor pelayanan

kesehatan masyarakat dapat menjadi penyebab timbulnya suatu penyakit dalam

masyarakat.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

ISPA masih termasuk dalam 10 penyakit terbanyak dan menduduki peringkat

pertama di Puskesmas Talise tahun 2013. Penyebab terjadinya pnemonia pada pasien ini

berkaitan dengan empat determinan kesehatan, yaitu faktor faktor biologis/genetik,

lingkungan, perilaku, dan faktor pelayanan kesehatan masyarakat. Namun faktor yang

paling berperan dalam kasus ini adalah faktor lingkungan, yaitu pasien terpapar dari orang

disekitarnya yang menderita batuk lama, polusi udara dalam rumah, jarak rumah yang

berdekatan, dan kebiasaan ayah dan ibu merokok tanpa mengesampingkan pengaruh dari

faktor lainnya.
Saran
1. Upaya preventif, promotif, dan kuratif perlu dilakukan untuk menurunkan

kejadian pnemonia sehingga dapat menekan angka kematian balita akibat

penyakit infeksi
2. Meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan tentang bagaimana cara diagnosis

dan tatalaksanan pnemonia

15
3. Menjalin kerja sama antara keluarga, tokoh masyarakat, kader, dan petugas

kesehatan dalam penemuan dan tatalaksana pasien dengan infeksi saluran

pernapasan terutama pnemonia


4. Koordinasi antara bagian konseling dengan bagian pelayanan kesehatan agar lebih

ditingkatkan terutama dalam melakukan sosialisasi berupa penyuluhan yang

berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiadi, Antonius H dkk, Pedoman Pelayanan Medis Jilid I. Jakarta : Ikatan Dokter

anak Indonesia
2. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan lingkungan. 2009. Pedoman

Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Jakarta : Depkes RI.


3. The United Nations Childrens Fund (UNICEF)/World Health Organization (WHO).

2006. Pneminia The Forgotten Killer of Children. Available from

http://whqlibdoc.who.int/publication/2006/9280640489_eng.pdf. (accessed 23rd January

2013)
4. Said, Mardjanis. 2008. Pnemonia. Dalam Rahajoe, N,N., Supriyatno, B., dan Setyanto,

D.B. (editor). Buku Ajar Respirologi Anak, edisi I. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak

Indonesia. Jakarta.
5. Tim penyusun. 2008. MTBS (Manjemen Terpadu Balita Sakit). Jakarta : USAID

17

Anda mungkin juga menyukai