Praktikum Nata de Phina Teknik Kimia
Praktikum Nata de Phina Teknik Kimia
Disusun Oleh:
Adi Prasetyo
Nirmala Sari
Universitas Diponegoro
Semarang
BAB I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Buah nanas banyak ditemukan di Indonesia sebagai hidangan pencuci mulut maupun diolah
menjadi sirup atau buah kalengan. Pemanfaatan di sini sebatas pada daging dan buah saja.
Padahal kulitnya juga memiliki fungsi. Kulit nanas banyak dibuang begitu saja sebagai
sampah. Maka perlu dicari alternatif pemanfaatannya sehingga mempunyai nilai ekonomis
yang tinggi. Selain itu tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Kulit nanas dapat
digunakan sebagai dasar fermentasi nata dengan menggunakan bakteri Acetobacter Xylinum.
Hasil fermentasi ini disebut nata de phina yang berbentuk padat, kokoh, kuat, berwarna
kuning mirip kolang kaling. Nata banyak digunakan sebagai campuran es krim, sirup dan
makanan pencuci mulut.
I. 2. Tujuan percobaan.
membandingkan hasil yang diperoleh dengan variabel yaitu perbandingan jenis gula,
penambahan unsur kalium, penambahan konsentrasi starter dan perbandingan variabel
dengan pendidihan atau tidak.
I. 3. Manfaat Percobaan
TINJAUAN PUSTAKA
Nanas bukanlah tanaman asli Indonesia, tetapi berasal dari Spanyol. Kata nanas berasal dari
bahasa India nana. Buah nanas dinilai bergizi tinggi karena dari penelitian diketahui nanas
mengandung vitamin A, B, B2, C, zat kapur, dan sebagainya. Bahkan ada beberapa kultivat
nanas yang mengandung nanas vitamin C lebih tinggi.
Manfaat nanas bermacam macam, diantaranya dimakan sebagai buah segar, pencuci mulut,
atau dibuat minuman segar, selai dan anggur buah. Buah nanas mengandung enzim bromealin
yang bisa dihasilkan untuk melunakkan daging.
Buah nanas juga dapat diolah menjadi alkohol dari asam sitrat. Disamping itu nanas dapat
digunakan sebagai medium fermentasi pada pembuatan nata. Adapun komposisi buah nanas
dan karbohidrat dapat dilihat pada tabel,
Menurut Thimman (1962), nata terbentuk karena proses pengambilan glukosa dari larutan
gula. Gula dalam media difermentasi oleh Acetobacter xylinum kemudian digabungkan asam
lemak membentuk prekursor (penyusun nata). Pada membran sel prekursor ini selanjutnya
dikeluarkan dalam bentuk ekskresi bersama enzim mempolimerisasikan glukosa menjadi
selulosa material di luar sel. Komponen ini akan membentuk jaringan mikrofibril yang
panjang dalam cairan fermentasi. Gelembung gelembung CO2 yang dihasilkan selama
fermentasi mempunyai kecenderungan melekat pada jaringan ini sehingga menyebabkan
jaringan tersebut terangkat di permukaan.
1. Temperatur
1. Sumber Karbon
Sumber karbon yang paling baik adalah sukrosa dan glukosa dengan konsentrasi optimum 5
10% W.
1. Sumber Nitrogen
Nata yang tebal dan kukuh dapat dihasilkan dari fermentasi yang menggunakan yeast ekstrak
sebagai sumber nitrogen. Selain itu dapat digunakan kalium nitrat, natrium nitrat, amonium
nitrat, dan sebagainya.
1. Kebutuhan Fosfor
1. Kebutuhan Sulfur
1. Kebutuhan Kalium
K dibutuhkan dalam metabolisme karbohidrat dan terlihat bahwa dalam banyak proses
transport, kebutuhan K dapat digantikan dengan Na, Rb dan NH4. penambahan K dalam
bentujk K2SO4, K2HPO4, atau KH2PO4.
1. Kebutuhan Mg
Mg dibutuhkan mikroba pada ribosomnya. Mg berfungsi sebagai kofaktor enzim dan terdapat
dalam dinding sel dan membran.
1. Nutrien Mikro / Trace Element
(i) Fe dan Mn
Fe dan Mn adalah trace element yang paling penting dalam pengaturan metabolisme sekunder
dan dalam ekskresi primer.
Cu dibutuhkan dalam semua proses aerob. Mo dibutuhkan untuk pertumbuhan NO3 atau N2
sebagai N. Ca dibutuhkan sebagai kofaktor dan stabilitas amylase serta protease.
Na dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pembentukan metana. Na sangat murah dan mudah
diperoleh karena terdapat sebagai kontaminan. Dalam media juga bisa didapat dari nutrient
makro (Na2HPO4/Na2S04). Ni dibutuhkan dalam matanogen dan Se untuk membentuk
metabolisme.
1. Growth Factor
(i) Vitamin
Vitamin yang dibutuhkan adalah P. Asam amino benzene, thiamin (B), riboflavin (B2), asam
nikatinar (B3), asam phantotenat (B5), pyridoxida (B6), biotin yanatabolamin (B12), asam
folat, lipokic acid, mevalone acid dan bertambah jika keadaan lingkungan tidak cocok.
Karena biasanya vitamin sudah terdapat dalam media, tidak perlu lagi menambahkan vitamin
jika dibutuhan misal ekstrak yeast sebagai sumber vitamin B.
Pada dasarnya kebanyakan asam amino adalah sangat mempengaruhi kebutuhan akan
nitrogen.
1. Umur Bakteri
Umur bakteri inokulum pada pembuatan nata sangat mempengaruhi sifat dan ketebalan nata
yang diperoleh. Umur bakteri inokulum sangat berkaitan dengan aktivitas bakteri nata. Umur
kultur Acetobacter xylinum yang digunakan dalam fermentasi nata berpengaruh pada hasil
akhirnya. Semakin tua umur kultur, semakin turun haslinya. Untuk memperoleh hasil yang
maksimal, sebaiknya kultur dalam umur 48 jam. Pada umur tersebut dimungkinkan
Acetobacter xylinum dalam keadaan phase logarithmic. Hasil ini didasarkan pada fase yang
waktu generasinya paling pendek dan konstan. Jumlah bakteri dan generasinya menjadi 2 kali
lipat dengan metabolisme paling cepat. Kultur bakteri pada fase ini akan tetap seperti pada
fase logaritmik. Sehingga menghasilkan nata yang tipis dan jelek.
Jumlah larutan induk (per unit inokulum) besar sekali pengaruhnya terhadap ketebalan nata
yang dihasilkan dan semakin besar jumlah bakteri Acetobacter xylium yang ada. Dari hasil
penelitian, untuk mendapatkan ketebalan yang maksimal diperlukan 20% inokulum dalam
media fermentasi.
1. Ketelitian
Untuk mendapat nata yang baik, perlakuan terhadap alat dan bahan harus teliti dan spesifik.
Untuk menghindari kontaminasi, mikroba yang sering menjadi kontaminan adalah jamur,
yeast dan bakteri. Kontaminan diantaranya penicillum, aspergilus dan bakteri pembentuk
yoghurt.
Dalam pertumbuhan bakteri mikroba, kontaminan tersebut mempunyai syarat syarat tumbuh
yang hampir sama pada bakteri inokulum. Problema terjadinya kontaminasi merupakan
problema yang sering terjadi dalam pembuatan nata sehingga perlu diadakan pencegahan
apalagi jika terjadi kontaminasi maka pertumbuhan bakteri akan terhambat karena persaingan
antara bakteri dan pembentuk nata dan bakteri/ mikroba kontaminan.
NaOH K2HPO4
2. Alat pembuat starter : tabung reaksi Acetobacter xylinum, kawat osse, kompor
listrik, erlenmeyer.
1. Penentuan variabel
1. Variabel berubah
pH fermentasi Rendah :4
pH fermentasi Tinggi :6
Penambahan sukrosa rendah : 5%
1. Variabel tetap
Variabel berubah
Variabel tetap
pH fermentasi :5
Variabel tetap
Variabel Berubah
Variabel Tetap
pH fermentasi :5
1. Prosedur Percobaan
Media aktivasi dibuat dengan komposisi sama dengan media agar kecuali tidak ada
penambahan agar media diaktivasi dengan volume 50 cc. setelah disterilisasi, diinokulasikan
suatu tabung biakan miring. Tabung ini dilarutkan dalam 50 cc aktivasi selama 1 hari.
Glukosa standar 5 gram diencerkan dengan akuades sampai 100 ml. ambil 5 ml, tambah
fehling A dan fehling B masing masing 5 ml. Sampel campuran dipanaskan dan dititrasi
dengan larutan glukosa standar sampai warna biru hampir hilang, tambah 2 tetes MB, titrasi
lagi sampai warna biru menjadi merah bata. Kebutuhan glukosa tercatat (F).
Air kulit nanas 5 ml diencerkan menjadi 100 ml, ambil 5 ml, netralkan pH. Tambah 5 ml
fehling A, 5 ml fehling B. Sampel dipanaskan, titrasi dengan glukosa standar sampai warna
biru hampir hilang. Tambah 2 tetes MB. Titrasi lagi sampai warna biru menjadi merah bata.
(F M) Np
Berat solvent
Analisa nata
Nata yang terbentuk diambil, dioven 1100C selama 2 jam. Ambil dan timbang.
MgSO4 : Sumber Mg
Glukosa : Sumber C dan H
Produk Nata De Phina dapat digunakan sebagai sumber makanan rendah kalori, mencegah
diare karena mengandung serat dan sumber vitamin C bagi tubuh.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
Sukrosa Starter
Urea Indikator MB
Autoclave Kertas pH
Gelas ukur
Keterangan
a) Fermentasi
Timbang nata.
b) Analisa Glukosa
Ambil 5 ml glukosa standar, encerkan hingga 100 ml, ambil 5 ml, netralkan pH nya.
Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 70o C sampai warna biru hampir
hilang, lalu tambahkan 2 tetes MB.
Titrasi kembali dengan glukosa standar sambil dipanaskan sampai warna biru manjadi
merah bata.
F = volume titran + 5 ml
Ambil 5 ml air perasan kulit nanas, encerkan hingga 100 ml, ambil 5 ml, netralkan pH
nya.
Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 70o C sampai warna biru hampir
hilang, lalu tambahkan 2 tetes MB.
Titrasi kembali dengan glukosa standar sambil dipanaskan sampai warna biru manjadi
merah bata.
BAB IV
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Variabel Tinggi Nata (mm/hari)
I II III IV V VI
I 1mm 1mm 1mm 1mm 4mm
II
III
IV
V
IV. 2. Pembahasan
1. Perbandingan Variabel
Jenis gula berpengaruh pada hasil akhir terbentuknya nata. Pada percobaan kami, variabel I
dan II memiliki perbedaan jenis gula. Masing masing menggunakan glukosa dan gula jawa
dengan kadar yang sama, 10% W.
Secara teoritis, kandungan karbon yang banyak bisa membentuk nata lebih tebal karena
adanya proses polimerisasi Acetobacter xylinum yang merubah gula menjadi selulosa.
Kandungan glukosa dan sukrosa memiliki perbedaan gugus C. Glukosa memiliki 6 gugus C
(C6H12O6) sedangkan sukrosa memiliki gugus C12 (C12H 22O11)
Pada percobaan kami hal tersebut tidak terbukti karena nata kami mengalami kegagalan.
Kegagalan ini disebabkan faktor kontaminan dari luar dan gangguan fisik seperti goncangan
dan pergeseran.
Hal yang paling mungkin menjadikannya gagal karena Aspergilus niger. Bakteri ini masuk ke
dalam media, mengambil alih fungsi Acetobacter xylinum dengan mengambil glukosa
maupun sukrosa dalam media dan mengubahnya menjadi asam sitrat untuk melangsungkan
kehidupannya. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya kegagalan pada nata kami.
Pada saat analisa kadar glukosa akhir didapat %S akhir pada variabel I sebanyak 3, 26%. Hal
ini mengalami penurunan. Juga pada variabel II, didapat kadar %S 3,42% yang mengalami
penurunan.
Pengaruh Asperilus niger memproses glukosa pada variabel I berbeda dengan variabel II.
Kerja Aspergilus niger mengambil glukosa lebih cepat dibanding sukrosa karena perbedaan
gugus pada keduanya. Sehingga didapat hasil akhir %S pada variabel I lebih sedikit
dibanding variabel II.
Sukrosa pada variabel II harus dipecah dulu menjadi glukosa dan fruktosa sehingga didapat
%S pada variabel ini lebih banyak.
(Reff: wikipedia.com/asam_sitrat)
(Reff; Buku Petunjuk Praktikum Mikrobiologi.2007)
Perbandingan jumlah starter mempengaruhi hasil akhir terbentuknya nata. Secara teori, kadar
starter yang lebih banyak bisa menghasilkan nata yang lebih banyak dan tebal karena
aktivitas Acetobacter xylinum yang merubah glukosa menjadi nata.
Pada percobaan kami, dibandingkan antara variabel I dan variabel III dengan pembanding
jumlah starter. Variabel I starter 20% dan variabel III 10%. Karena percobaan ini mengalami
kegagalan, tidak terbetuk nata, maka kami membandingkan aktivitas bakteri dari perbedaan
densitas masing masing variabel. Pada variabel I didapat harga densitas 0,948, lebih kecil
dibanding variabel III yakni 1,008.
Hal ini mengindikasikan adanya aktivitas Acetobacter xylinum dalam media. Acetobacter
xylinum termasuk bakteri yang bisa mengoksidasi asam asetat dalam larutan menjadi CO2
dan H20. Dalam percobaan ini, perlakuan antara variabel I dan III adalah sama. Jadi dapat
diindikasikan bahwa semakin banyak Acetobacter xylinum dalam media, semakin banyak
nata yang terbentuk. Pendekatan ini sesuai dengan teori Thimman yakni aktivitas
Acetobacter xylinum memfermentasi glukosa menjadi nata.
(Reff: Waluhhangit.blogspot.com)
c. Perbandingan KH2PO4
Pada percobaan kami, variabel I dan variabel IV mengalami perbedaan pada penambahan
KH2PO4. Pada variabel I, kadar KH2PO4 adalah 2 gram. Sedangkan pada variabel IV, kadar
KH2PO4 tidak ditambahkan.
Hal ini mempengaruhi percobaan kami, yakni kadar gula dalam sisa fermentasi mengalami
perbedaan. variabel I, kadar gula sebanyak 2,28%, Variabel IV sebanyak 2,36%. Faktor
penyebabnya bisa dijelakan dengan teori fermentasi nata. Yakni salah satu faktor yang
mempengaruhi adalah unsur Kalium.
Kalium dibutuhkan dalam metabolisme karbohidrat dan pada percobaan kami, kadar kalium
dalam bentuk KH2PO4. variabel I memiliki jumlah Kalium yang cukup sehingga bakteri
Acetobacter xylium bisa tumbuh dengan baik. Sedangkan pada variabel IV tidak ada unsur
Kalium.
Dapat dipastikan bahwa Acetobacter xylium lebih banyak mengambil gula dalam media
dibanding variabel IV. Sehingga didapat kadar gula sisa dalam fermentasi variabel IV masih
lebih banyak dibanding variabel I.
Faktor pendidihan erat kaitannya dengan proses sterilisasi bahan yang akan diproses. Dapat
dinyatakan bahwa variabel I mengalami pendidihan sehingga kontaminan bakteri lain
kemungkinan besar telah mati sedangkan variabel V tidak.
Efek temperatur secara garis besar mempengaruhi kehidupan fungi atau bakteri dalam media.
Fungi dan jamur mati pada suhu 60oC denga kisaran waktu 15-20 menit. Sedangkan spora
mati pada waktu 15-20 menit suhu 121oC.
Maka dari itu penting dilakukan pendidihan bahan untuk membunuh bakteri maupun
sterilisasi bahan dan alat untuk menghindari kontaminan.
Kontaminan pada media fermentasi yang tidak disterilisasi mengakibatkan bakteri ataupun
jamur lain mengganggu kinerja Acetobacter xylinum. Didapat kegagalan pada percobaan
kami. Sehingga kemungkinan ada kontaminan Aspergilus niger yang mengambil alih bakteri
Acetobacter xylinum. Aspergilus niger yang ada di media fermentasi variabel I tumbuh subur
mengkonsumsi glukosa lebih besar dibanding Aspergilus niger di variabel V.
(Reff: wikipedia.com/sterilisasi)
1. Perbandingan Densitas
Densitas pada awal percobaan, hari pertama lebih besar dari hari terakhir (saat pemanenan).
Hari pertama sebanyak 1,024, sedangkan hari pemanenan mengalami penurunan semua.
Hal ini diakibatkan ketika proses fermentasi, Acetobacter xylinum merubah kandungan gula
dalam bentuk asam dan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O. CO2 dalam media
terlepas ke atas sehingga mengakibatkan volume bertambah dan massa media berkurang.
Berdasarkan rumus densitas (= m/v), densitas sebanding dengan massa. Jika massa
berkurang, maka densitas berkurang. Dan volume bertambah karena adanya produk asam
asetat dan H2O.
(Reff: Buku Praktikum Mikrobiologi Industri. 2007)
Kadar glukosa awal untuk media perasan kulit nanas adalah 3,75%. Sedangkan kadar
glukosa akhir tiap variabel mengalami penurunan, masing masing variabel berkadar 3,26% ;
3,42% ; 3,49% ; 3,65% ; 3,51%.
Hal ini mengindikasikan adanya aktivitas bakteri pada media fermentasi. Pada percobaan
kami, nata tidak terbentuk sehingga kemungkinan besar ada bakteri lain yang memakai
glukosa semisal Aspergilus niger. Bakteri ini merubah glukosa menjadi asam sitrat.
Indikasi lain adanya Aspergilus niger adalah kadar densitas awal lebih besar dari densitas
larutan akhir. Aspergilus niger merubah glukosa menjadi asam sitrat dan air. Air dan asam
sitrat mempengaruhi volume media sehingga didapat volume bertambah, massa berkurang.
Rumus densitas = m/V
Dapat dinyatakan bahwa nata yang tidak terbentuk terhadap %S akhir dan %S awal memiliki
korelasi. Yakni adanya Aspergilus niger yang beraktivitas pada larutan media fermentasi yang
menyerap glukosa awal.
1. 1. Aspergilus niger
Aspergilus niger adalah jamur penghasil asam sitrat. Bakteri ini hidup pada suhu kamar dan
mudah menyebar dan mudah berkembang biak. Pada percobaan kami, diketahui adanya
kontaminan bakteri ini. Ciri utama bakteri ini adalah memberi bercak hitam seperti sponge
(black Mold).
Aspergilus niger berperan sebagai kontaminan melemahkan kerja Acetobacter xylinum. Hal
ini yang menyebabkan tidak terbentuknya nata karena Aspergilus niger mengambil alih
fungsi glukosa menjadi asam sitrat.
1. Gangguan Fisik
Pengaruh lain yang menyebabkan gagalnya terbentuk nata adalah pengaruh fisik dari luar.
Gangguan ini berpengaruh pada aktivitas Acetobacter xylinum yang membentuk polimer dari
glukosa. Gangguan fisik ini berupa pergeseran larutan fermentasi yang diakibatkan
goncangan dari luar.
Pada percobaan kami didapat hasil akhir berupa cairan putih yang mengembang di beberapa
media variabel tertentu. Dapat diindikasikan bahwa faktor fisik berupa pergeseran ini
mempengaruhi kerja Acetobacter xylinum yang melakukan pembangunan polimer. Matrik
matrik yang coba dibangun mengalami pergeseran. Hasilnya adalah terbentuknya cairan putih
yang sebenarnya terbentuk polimer, tapi polimer itu sangat rapuh dan tipis.
(www.wikipedia.com/Aspergilus niger.)
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
1. Semakin banyak kandungan karbon pada gula, semakin tebal nata yang dihasilkan.
3. Pada perbandingan jumlah starter, semakin banyak starter maka pertumbuhan nata
semakin optimum.
4. Faktor pendidihan pada proses pembentukan nata, media yang dididihkan memiliki
pertimbuhan nata yang optimum dibanding tanpa pendidihan.
V.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Astaman, Made, Nata de Phina Yang Kaya Serat. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi
Institut Teknologi Bandung, www.ristek.co.id
Haryadi, 1999, Pembuatan Nata de Phina dari Kulit Nanas Laporan Penelitian Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.
Pramgyo, Harso, 2003, Nata de Phina dari Residu Buah Nanas Proceeding Seminar
Nasional, Rekayasa Kimia dan Proses, 2003.
Taranyah, Kemal, 2001, Nata de Phina, Teknologi Tepat Guna Argo Industri Real Sumatra
Barat, Has Bullah, Dewan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Industri, Sumatra Barat,
www.ristek.co.id