Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN AKHIR

MODUL PRAKTIKUM : HEAT TREATMENT


TANGGAL PRAKTIKUM : 10 DESEMBER 2016
NAMA ASISTEN : ENGKOS
NAMA PRAKTIKAN : HERINDA WIJAYA
NIM/KELOMPOK : 2112162026/ IV
KELAS : S1-A
REKAN KERJA : NAMA NIM
:HERU NUGRAHA 2112162025
:BUDI RACHMAN 2112162027
:HANGGORO PURBO ASMORO 2112162028
:RURY DESTI IRYANTI 2112162029
:MUHAMMAD ALBARA 2112162032

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..........................................................................................................................

DAFTAR GAMBAR............................................................................................................

DAFTAR TABEL..................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................

1. 1. Tujuan.............................................................................................................

1. 2. Alat dan Bahan...............................................................................................

BAB II DASAR TEORI..............................................................................................

2. 1. Teori Dasar.....................................................................................................

2. 2. Teori Tambahan Perlakuan Panas...................................................................

2. 3. Baja AISI 1045.............................................................................................

BAB III PROSEDUR PERCOBAAN........................................................................

3. 1. Prosedur Percobaan......................................................................................

BAB IV ANALISA.....................................................................................................

4. 1. Analisa Data.................................................................................................

4. 2. Analisa Matematis........................................................................................

4. 3. Analisa Teoritis.............................................................................................

BAB V KESIMPULAN dan SARAN.......................................................................

5. 1. Kesimpulan...................................................................................................

5. 2. Saran.............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................

LAMPIRAN TUGAS...........................................................................................................

LAMPIRAN GAMBAR......................................................................................................
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Diagram fasa( Fe-Fe3C ).


Gambar 2 Daerah pemanasan untuk berbagai proses perlakuan panas.
Gambar 3 Transformasi fasa baja eutectoid.
Gambar 4 Diagram TTT ( Time Temperature Transformation ) baja eutectoid.
Gambar 5 Perubahan fasa akibat proses pendinginan baja eutectoid.
Gambar 6 Diagram CCT ( Continous Cooling Transformation ).
Gambar 7 Mekanisme pendinginan pada spesimen yang di-quench [Totten, 993].

Gambar 8 Tampilan skematik dari aliran turbulen disekeliling spesimen


panas pada proses quenching [Totten, 1993].
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbandingan antara Annealing, Normalizing dan Quenching.................................


Tabel 2 Jenis Baja dan Waktu Penahanan..............................................................................
Tabel 3 Komposisi Kimia Baja AISI 1045...........................................................................
PERLAKUAN PANAS
(HEAT TREATMENT)
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1. Tujuan

Praktikum metalurgi fisik ini dilakukan guna menunjang teori yang


sedang atau telah diberikan pada mata kuliah metalurgi fisik. Adapun
tujuan praktikum perlakuan panas (heat treatment) ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengenal alat pengujian, mengetahui bagaimana cara
menggunakannya, dan untuk mengetahui sifat sifat fisik material
logam.

2. Untuk mengetahui parameter- parameter pengujian.

3. Dengan melakukan praktikum ini diharapkan seseorang dapat


menyadari pentingnya suatu analisa sifat fisik material yang dikaitkan
dengan penggunaannya didalam praktek.

1. 2. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum perlakuan


panas ini adalah sebagai berikut :
1. Tungku muffle.

2. Penjepit specimen.

3. Media pendingin (air dan oli).

4. Mesin uji kekerasan.

5. Amplelas/kikir/ gerinda.

6. Sarung tangan.

7. Spesimen uji : AISI 1045


BAB II
DASAR TEORI

2. 1. Teori Dasar

Perlakuan Panas adalah proses pemanasan dan pendinginan untuk


menghasilkan sifat sifat yang didinginkan. Prinsip perlakuan panas ini
pada dasarnya sangat sederhana yaitu memanaskan logam dengan laju
pemanasan tertentu hingga mencapai temperatur tertentu dan kemudian
ditahan pada temperatur tersebut dengan waktu tertentu serta akhirnya
didinginkan dengan laju pendinginan tertentu pula.

Metoda pemanasan dan pendinginan dalam proses perlakuan panas


ini tergantung pada perubahan sifat yang dikehendaki serta tergantung pula
jenis logam atau paduannya.

Disamping itu untuk memahami proses perlakuan panas ini


diperlukan pengetahuan mengenai diagram fasa serta diagram TTT dan
CCT.
Jenis jenis proses perlakuan panas antara lain :
1. Hardening.
2. Surface hardening.
3. Precipitation hardening.
4. Tempering.
5. Spherodizing.
6. Stress relieving.
7. Martempering.
8. Normalizing.
9. Austempering.
10. Annealing.
Gambar 1 Diagram fasa( Fe-Fe3C ).

Gambar 2 Daerah pemanasan untuk berbagai proses perlakuan


panas.
Gambar 3 Transformasi fasa baja eutectoid.

Gambar 4 Diagram TTT ( Time Temperature Transformation ) baja


eutectoid.
Gambar 5 Perubahan fasa akibat proses pendinginan baja eutectoid.

Contoh gambar 5 menerangkan : Baja didinginkan dengan cepat ke


0
C, ditahan selama 104 detik, dan kemudian didinginkan ke temperatur
kamar.
1. Pada temperatur 7600C : berada dalam daerah austenit 100%
austenit.
2. Didinginkan dengan cepat dari temperature 760 0C ke 6000C : 100%
austenit.
3. Ditahan selama 104 detik pada temperatur 2500C : 100% perlit.
4. Didinginkan ddengan cepat ke temperature kamar : 100% perlit.

Gambar 6 Diagram CCT ( Continous Cooling Transformation ).


Tabel 1 Perbandingan antara Annealing, Normalizing dan Quenching.
Annealing dan Normalizing Quenching
Pendinginan lambat. Pendinginan cepat.
Logam menjadi lunak. Logam menjadi keras dan kuat.
Menghasilkan keuletan. Menghasilkan kegetasan.
Menurunkan tegangan dalam. Menimbulkan tegangan dalam.
Menghasilkan pencegahan terhadap retak Menghasilkan kecenderungan terhadap
dan distorsi. retak dan distorsi.

2. 2. Teori Tambahan Perlakuan Panas.

Perlakuan panas atau heat - treatment adalah kombinasi operasi


pemanasan pada logam di bawah temperatur lebur logam tersebut dan
pendinginan terhadap logam atau paduan dalam keadaan padat dengan
waktu tertentu [Avner, 1974]. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh
sifat yang diinginkan dengan merubah struktur mikronya. Struktur yang
terjadi pada akhir suatu proses laku panas, selain ditentukan oleh
komposisi kimia dari material dan proses laku panas yang dialami juga
ditentukan oleh struktur awal material. Paduan dengan komposisi kimia
yang sama, dan mengalami proses laku panas yang sama, mungkin akan
menghasilkan struktur mikro dan sifat yang berbeda bila struktur awal
materialnya berbeda. Struktur awal ini banyak ditentukan oleh pengerjaan
dan laku panas yang dialami sebelumnya. Disamping itu dasar-dasar
semua proses laku panas melibatkan transformasi dan dekomposisi
austenit. Langkah pertama dalam proses laku panas baja adalah
memanaskan material sampai temperatur tertentu atau di atas temperatur
daerah kritis untuk membentuk fasa austenit. Kemudian diberi waktu
penahanan agar austenit dapat lebih homogen baru setelah itu dilakukan
proses pendinginan. Proses pendinginan dilakukan dengan cermat agar
benda kerja tidak mengalami cacat retak setelah mangalami proses ini.
Variasi tipe proses perlakuan panas di atas adalah sama karena seluruh
proses perlakuan panas hanya melibatkan proses pemanasan yang
membedakannya adalah temperatur pemanasan dan laju pendinginannya.
Proses pemanasan dan kecepatan laju pendinginan ini sangat
mempengaruhi hasil akhir dari proses perlakuan panas. Di dalam proses
perlakuan panas ada tiga tahapan yang paling utama di antaranya tahap
pemanasan, tahap penahanan, dan tahap pendinginan.

1. Hardening.
Proses ini berguna untuk memperbaiki kekerasan dari baja tanpa
dengan mengubah komposisi kimia secara keseluruhan. Proses ini
mencakup proses pemanasan sampai pada austenisasi dan diikuti oleh
pendinginan dengan kecepatan tertentu untuk mendapatkan sifat-sifat
yang diinginkan. Temperatur yang dipilih tergantung pada jenis baja
yang diproses, dimana temperatur pemanasan 50-1000C di atas garis
A3 untuk baja hypoeutektoid . Sedangkan proses pendinginannya
bermacam-macam tergantung pada kecepatan pendinginan dan media
quenching yang dikehendaki. Untuk pendinginan yang cepat akan
didapatkan sifat logam yang keras dan getas sedangkan untuk
pendinginan yang lambat akan didapatkan sifat yang lunak dan ulet.
Pada baja hypoeutektoid temperatur di atas garis Ac3, struktur baja
akan seluruhnya berkomposisikan butir austenit, dan pada saat
pendinginan cepat akan menghasilkan martensit. Quenching baja
hypoeutektoid dari temperatur di atas temperatur optimum akan
menyebabkan terjadinya overheating. Overheating dalam hardening
akan menghasilkan butir martensit kasar yang mempunyai kerapuhan
yang tinggi. Proses ini sangat dipengaruhi oleh parameter tertentu
seperti:
a. Temperatur pemanasan, yaitu temperatur austenisasi yang
dikehendaki agar dicapai transformasi yang seragam pada
material.
b. Waktu pemanasan, yaitu lamanya waktu yang diperlukan untuk
mencapai temperatur pemanasan tertentu (temperatur austenisasi).
c. Waktu penahanan, yaitu lamanya waktu yang diperlukan agar
didapatkan distribusi temperatur yang seragam pada benda kerja.
Waktu pemanasan ini merupakan fungsi dari dimensi dan daya nda
kerja. Lamanya waktu penahanan akan menimbulkan pertumbuhan
butir yang dapat menurunkan kekuatan material. Martensit adalah
mikro konstituen yang terbentuk tanpa melalui proses difusi.
Konstituen ini terbentuk saat Austenit didinginkan secara sangat cepat,
misalnya melalui proses quenching pada medium air. Transformasi
berlangsung pada kecepatan sangat cepat, mendekati orde kecepatan
suara, sehingga tidak memungkinkan terjadi proses difusi karbon.
Transformasi martensite diklasifikasikan sebagai proses transformasi
tanpa difusi yang tidak tergantung waktu (diffusionless time-
independent transformation). Martensit yang terbentuk berbentuk
seperti jarum yang bersifat sangat keras (hard ) dan getas (brittle).
Fasa martensit adalah fasa metastabil yang akan membentuk fasa yang
lebih stabil apabila diberikan perlakuan panas. Martensit yang keras
dan getas diduga terjadi karena proses transformasi secara mekanik
(geser) akibat adanya atom karbon yang terperangkap pada struktur
kristal pada saat terjadi transformasi polymorfi dari FCC ke BCC. Hal
ini dapat dipahami dengan membandingkan batas kelarutan atom
karbon di dalam FCC dan BCC serta ruang intertisi maksimum pada
kedua struktur kristal tersebut. Akibatnya terjadi distorsi kisi kristal
BCC menjadi BCT atau (body centered tetragonal). Distorsi kisi
akibat transformasi pada proses pendinginan secara cepat tersebut
berbanding lurus dengan jumlah atom karbon terlarut.

2. Holding time.
Holding time dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum
dari suatu bahan pada proses hardening dengan menahan pada
temperatur pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogeny
sehingga struktur austenitnya homogeny atau terjadi kelarutan karbida
ke dalam austenit dan difusi karbon dan unsur paduannya. Waktu
penahanan sangat berpengaruh pada saat transformasi karena apabila
waktu penahanan yang diberikan kurang tepat atau terlalu cepat, maka
transformasi yang terjadi tidak sempurna dan tidak homogen selain itu
waktu tahan terlalu pendek akan menghasilkan kekerasan yang rendah
hal ini dikarenakan tidak cukupnya jumlah karbida yang larut dalam
larutan. Sedangkan apabila waktu penahanan yang diberikan terlalu
lama, transformasi terjadi namun diikuti dengan pertumbuhan butir
yang dapat menurunkan ketangguhan [Thelning, 1984]. Pedoman
untuk menentukkan waktu penahanan dari berbagai jenis baja dapat
dilihat pada Tabel II.1 berikut ini. Tabel 2 jenis baja dan waktu tahan
yang dibutuhkan pada proses perlakuan panas [Prayitno.et.al, 1999].

Tabel 2 Jenis Baja dan waktu penahanan


Jenis baja Waktu tahan (menit)
Baja karbon dan baja paduan rendah 5-15
Baja paduan menengah 15-25
Low alloy tool steel 10-30
High alloy chrome steel 10-60
Hot-work tool steel 15-30

Ketebalan benda uji sangat mempengaruhi pemberian waktu


penahanan pada saat proses austenisasi. Secara matematis pemberian
waktu penahanan terhadap ketebalan benda uji dapat ditulis pada
persamaan 1 berikut [Krauss, 1986].

T = 1,4 x H........................................ (1)

dengan : T = waktu penahanan (menit)


H = tebal benda kerja (mm)

3. Quenching
Proses quenching adalah proses heat transfer (perpindahan panas)
dengan laju yang sangat cepat. Pada perlakuan quenching terjadi
percepatan pendinginan dari temperatur akhir perlakuan dan
mengalami perubahan dari austenite menjadi bainite dan martensite
untuk menghasilkan kekuatan dan kekerasan yang tinggi. Pengerasan
maksimum yang dapat dicapai baja yang di-quench hampir
sepenuhnya ditentukan oleh konsentrasi karbon dan kecepatan
pendinginan yang sama atau lebih tinggi dengan kecepatan
pendinginan kritis untuk paduan tersebut. Media quenching meliputi:
air, air garam, oli, air- polymer, dan beberapa kasus digunakan inert
gas. Gambar di bawah memperlihatkan laju pendinginan panas dari
logam sebagai fungsi dari temperatur permukaan logam. Awal
pencelupan (Tahap A), logam akan diselimuti oleh selubung uap yang
akan pecah saat logam mendingin. Perpindahan panas saat
terbentuknya selubung uap ini buruk, dan logam akan mendingin
dengan lambat pada tahap ini. Stabilitas dan lamanya proses
pendinginan tahap A sangat dipengaruhi oleh agitasi, umumnya waktu
pendinginan tahap ini berkurang dengan peningkatan agitasi [Totten,
1993].

Gambar 7 Mekanisme pendinginan pada spesimen yang di-


quench [Totten, 1993].
Tahap B dari kurva pendinginan dinamakan tahap didih nukleat
dan pada tahap ini terjadi perpindahan panas yang cepat karena logam
langsung bersentuhan dengan air. Pada tahap ini, logam masih sangat
panas dan air akan mendidih dengan hebatnya. Kecepatan pembentukan
uap air menunjukkan sangat tingginya laju perpindahan panas. Selanjutnya
perpindahan panas pada pendinginan tahap ini dapat ditingkatkan dengan
peningkatan agitasi [Totten, 1993]. Pada tahap C, merupakan tahap
pendinginan konveksi dan konduksi, dimana permukaan logam telah
bertemperatur dibawah titik didih air. Tahap ini hanya mengalami
perpindahan panas melalui konveksi dan konduksi [Totten, 1993].
Perpindahan panas konveksi terdiri dari konveksi alamiah dan konveksi
paksa. Konveksi paksa yang terjadi karena gaya luar seperti agitasi secara
umum perpindahan panasnya lebih cepat dari pada konveksi alamiah, laju
pendinginan meningkat dengan peningkatan agitasi [Totten, 1993].

Gambar 8 Tampilan skematik dari aliran turbulen disekeliling


spesimen panas pada proses quenching [Totten, 1993].
Keseragaman kondisi quenchant penting untuk meminimalisir
adanya cracking, distorsi, dan ketidakseragaman kekerasan, hal ini berarti
bahwa selama prosesquenchingsebisa mungkin perpindahan panasnya
seragam atau dengan kata lain temperatur larutan pendingin pada bak
harus tetap dijaga seragam, sehingga setiap bagian dari spesimen yang di-
quench tetap didinginkan pada temperatur yang sama. Akibat adanya
perpindahan panas dari spesimen baja kelarutan pendingin maka terjadi
pembentukan gelembung-gelembung udara yang kemudian berlanjut
dengan terbentuknya selubung udara pada permukaan specimen tersebut,
selubung udara tersebut perlu segera disingkirkan agar perpindahan
panasnya tetap baik. Permasalahan selubung udara diatas dapat diatasi
dengan dua cara, pertama adalah dengan membuat larutan pada bak
pendingin teragitasi, atau dengan cara membuat spesimen bergerak
berputar-putar didalam bak larutan pendingin. Membuat spesimen
bergerak dalam larutan pendingin cukup sulit apalagi jika spesimennya
besar dan tidak beraturan, sehingga membuat larutan pada bak quench
tersirkulasi merupakan cara yang paling baik. Pengaruh agitasi pada hasil
quench dengan memvariasikan kecepatan aliran menunjukkan adanya
peningkatan kekerasan dengan meningkatnya kecepatan aliran. Agitasi,
atau sirkulasi paksa pada medium quenching, dibutuhkan untuk
mempersingkat waktu pendinginan. Tanpa agitasi, konveksi alamiah
dariquenchant dan penguapan quenchant akan menghambat perpindahan
panas terhadap lapisan batas fluida pada permukaan. Membuat konveksi
paksa pada fluida akan mengurangi hambatan aliran panas pada lapisan
batas fluida.

Efek dari agitasi pada mekanisme pendinginan dari sebuah perak


yang di-quench dengan medium quenchair bertemperatur 600C
ditunjukkan pada aliran air dengan kecepatan Vi diinjeksikan dari bagian
bawah bak medium quench dan diarahkan ke logam. Semakin besar laju
aliran (agitasi), semakin besar temperatur yang dapat dilepas dengan
mengurangi kemungkinan terjadinya pembentukan selubung uap namun
langsung terjadi didih nukleat karena efektifitas perpindahan panasnya
paling baik. Agitasi yang besar juga akan mempercepat pendinginan pada
tahap didih nukleat dan pendinginan konveksi dan konduksi [Totten,
1993].

2. 3. Baja AISI 1045

Dalam bidang material terdapat dua cara perlakuan panas untuk


meningkatkan nilai kekerasan baja, yaitu perlakuan panas (heat treatment)
dan deformasi plastis. Baja karbon yang dipanaskan hingga mencapai suhu
austenit kemudian didinginkan secara cepat akan terbentuk struktur
martensit yang memiliki kekerasan yang lebih tinggi dari struktur perlit
maupun ferit, proses ini dinamakan quenching.
Baja spesifikasi AISI 1045 merupakan baja karbon menengah
dengan komposisi karbon berkisar 0,43-0,50 %. Baja ini umumnya dipakai
sebagai komponen automotif misalnya untuk komponen roda gigi pada
kendaraan bermotor yang pada aplikasinya sering mengalami gesekan dan
tekanan maka ketahanan terhadap aus dan kekerasan sangat diperlukan
sekali [KS Review, 2004]. Untuk mendapatkan kekerasan dan ketahanan
terhadap aus dari bahan tersebut dapat dilakukan melalui perlakuan panas
dengan carahardening yang dilanjutkan dengan proses quenching,
tujuannya untuk mendapatkan struktur martensit yang keras dan memiliki
ketahanan aus yang baik.
Proses quenching tersebut spesimen sering sekali mengalami
cracking,distorsi dan ketidakseragaman kekerasan yang diakibatkan oleh
tidak seragamnya temperatur larutan pendingin [Totten, 1993]. Pada
proses quenching terjadi perpindahan panas dari spesimen baja kelarutan
pendingin yang ditandai dengan terjadinya pembentukan gelembung-
gelembung udara yang kemudian berlanjut dengan terbentuknya selubung
udara pada permukaan spesimen tersebut.
Adanya selubung udara ini dapat membuat laju pendinginan
menjadi lebih kecil dari pada laju pendinginan kritis [Totten, 1993].
Turunnya laju pendinginan ini dapat menyebabkan tidak tercapainya
pembentukan fasa martensit. Oleh karena itu, untuk mempersingkat waktu
terbentuknya selubung udara atau meningkatkan laju pendinginan, maka
diperlukan suatu media air dalam alat quenching agitasi.
AISI 1045 adalah baja karbon yang mempunyai kandungan karbon
sekitar 0,43 - 0,50 dan termasuk golongan baja karbon menengah
[Glyn.et.al, 2001]. Baja spesifikasi ini banyak digunakan sebagai
komponen automotif misalnya untuk komponen roda gigi pada kendaraan
bermotor. Komposisi kimia dari baja AISI 1045 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi Kimia Baja AISI 1045.


Kode C% SI % MN % MO % P% S%
AISI104 0,60- 0,04
5 0,4-0,45 0,1-0,3 0,90 0,025 max 0,05 max

Baja AISI 1045 disebut sebagai baja karbon karena sesuai dengan
pengkodean internasional, yaitu seri 10xx berdasarkan nomenklatur yang
dikeluarkan oleh AISI dan SAE (Society of Automotive Engineers). Pada
angka 10 pertama merupakan kode yang menunjukkan plain carbon
kemudian kode xxx setelah angka 10 menunjukkan komposisi karbon
[Glyn.et.al, 2001]. Jadi baja AISI 1045 berarti baja karbon atau plain
carbon steel yang mempunyai komposisi karbon sebesar 0,45%. Baja
spesifikasi ini banyak digunakan sebagai komponen roda gigi, poros dan
bantalan. Pada aplikasinya ini baja tersebut harus mempunyai ketahanan
aus yang baik karena sesuai dengan fungsinya harus mampu menahan
keausan akibat bergesekan dengan rantai. Ketahanan aus didefinisikan
sebagai ketahanan terhadap abrasi atau ketahanan terhadap pengurangan
dimensi akibat suatu gesekan [Avner, 1974]. Pada umumnya ketahanan aus
berbanding lurus dengan kekerasan.

BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3. 1. Prosedur Percobaan

Adapun prosedur percobaan dalam praktikum perlakuan panas ini


diantaranya:
1. Membersihkan specimen (baja AISI 1045) dari semua kotoran yang
menempel.
2. Memanaskan spesimen sampai temperature 900C untuk melakukan
proses perlakuan panas : hardening, Normalizing, Anealing.
3. Untuk mengurangi stress / tegangan pada specimen, pemanasan dilakukan
secara bertahap ;
a. Memanaskan sampai temperatur 300C, kemudian melakukan
penahanan selama 30 menit.

b. Memanaskan sampai temperatur 600C, kemudian melakukan


penahanan selama 30 menit.

c. Memanaskan sampai temperatur 900C.

4. Melakukan penahanan pada temperatur 900C selama 30 menit.


5. Melakukan pendinginan pada media : air, oli, udara terbuka dan tungku.
6. Melakukan pengujian kekerasan dan atau pemeriksaan metalografi
terhadap semua spesimen spesimen hasil proses perlakuan panas
tersebut.
BAB IV
ANALISA

Data hasil praktikum perlakuan panas, dapat dilihat pada tabel 4 dibawah
ini.
Praktikum 10 Desember 2016.
Tabel 4 Data hasil perlakuan panas
N Spesimen Kekerasa Temperatur Waktu Pendingina Kekerasa
Keterangan
o Grade n Awal Pemanasan Pemanasan n n Akhir
1 AISI 1045 8,6 HRC 900C 5 detik Air 97 HRC
2 AISI 1045 8,6 HRC 900C 5 detik Udara 15,5 HRC
3 AISI 1045 8,6 HRC 900C 5 detik Oli 23,3 HRC
4 AISI 1045 8,6 HRC 900C 5 detik Tungku 7,5 HRC

4. 1. Analisa Data

Setelah dilakukan percobaan pada spesimen baja AISI 1045 dengan


perlakuan panas dengan berbagai media seperti media air,oli, tungku dan
juga udara dan di dapat nilai kekerasannya tiap-tiap material tersebut maka
dapat dibuat suatu analisa :
1. Dari penjelasan teori di atas media pendinginan quenching sangat
mempengaruhi kekerasan suatu material, bahwa hasil pendinginan
menggunakan media air akan lebih keras dari pada media oli. Hal
ini disebabkan karena proses pendinginan dengan media
pendinginan air terjadi sangat cepat karena dilakukan secara
mendadak sehingga terbentuk struktur martensit yang lebih keras,
karena martensit itu sendiri merupakan butiran yang berbentuk
jarum dan mempunyai sifat yang sangat keras dan tidak stabil.
Struktur kristal dari martensit bukan BCC (Body Centered Cubic)
melainkan BCT(Body Centered Tetragonal). Struktur ikatan
martensit tersebut dikarenakan kehadiran dari karbon yang terjebak
ditengah-tengah struktur kristal.
Karena pendinginan yang cepat, maka atom-atom logam
tidak mengalami transformasi secara difusi. Dengan
pendinginan yang sangat cepat maka tidak akan ada waktu bagi
austenit untuk berubah maupun menjadi ferrit.
2. Dari hasil percobaan didapatkan hasil bahwa pendinginan dengan
udara menghasilkan tingkat kekerasan material yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pendinginan dengan tungku. Pendinginan
dengan media udara dan tungku menghasilkan keuletan pada
material lebih baik dari pada media air dan oli yang menghasilkan
kegetasan yang cukup tinggi pada material.

4. 2. Analisa Matematis

Secara matematis pemberian waktu penahanan terhadap ketebalan


benda uji dapat ditulis pada persamaan 1 berikut [Krauss, 1986].

diketahui ukuran specimen : D = 15 mm x H = 10 mm


T = 1,4 x H
T = 1,4 x 10 mm = 14 menit dan
T = 1,4 x D
T = 1,4 x 15 mm = 21 menit.

Sehingga total holding time menurut analisa matematisnya adalah :

Total holding time :


Total. HT = 21 menit + 14 menit = 35 menit

Dimana :
T = waktu penahanan (menit),
H = tebal spesimen (mm),
D = diameter spesimen (mm).

4. 3. Analisa Teoritis

Dari hasil praktikum perlakuan panas, maka kami analisis


berdasarkan teori perlakuan panas dimanan hasil analisa teoritis kami
menyebutkan bahwa terdapat penyimpangan-penyimpangan yang terjadi
pada percobaan praktikum diantaranya yaitu :
1. nilai kekerasan pendinginan udara dan furnace lebih besar dari pada
nilai kekerasan pendinginan media air dan oli.
2. Proses pendinginan udara dan oli seharusnya tidak akan meningkatkan
kekerasan yang terlalu signifikan.
3. Pendinginan dengan udara atau biasa disebut normalizing tidak
terbentuk martensit, strukturnya pada permukaan berupa perlit dengan
matriks ferrit.
4. Berdasarkan urutan kekerasannya dapat diurutkan perlakuan panas
pendinginan air > pendinginan oli > Non perlakuan > perlakuan udara.
Kekerasan maksimum yang terbentuk diakibatkan oleh
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi karena hal-hal sebagai berikut :

Pada saat proses perlakuan panas :


1. Penetrasi panas pada benda kerja / spesimen tidak merata.
2. Penyimpanan benda kerja / specimen berada terlalu depan atau dekat
pintu furnace.
3. Tidak menggunakan support / dudukan pada benda kerja.
4. Proses pendinginan udara didalam ruangan praktikum sehingga
penetrasi pendinginan kurang baik.
5. Proses pendinginan didalam furnace kurang baik.
6. Proses penahanan temperatur kurang.

Pada saat meratakan permukaan dan pengujian kekerasan :


a. Benda kerja / spesimen tertukar.

b. Kurang ratanya atau kurang halusnya permukaan material pada


saat mengamplas sehingga terjadi perbedaan distribusi gaya yang
diterima pada permukaan material.

c. Jarak identitor penetrasi dengan berikutnya terlalu dekat, sehingga


nilai kekerasannya kurang tepat. Oleh karena itu jarak antara diameter
indentor yang satu dengan yang lain harus minimal 3 (tiga) kali
diameter indentor.

d. Kekurang telitian praktikan dalam melihat nilai kekerasan yang terlihat


pada Rockwell tester.

e. Kekurang telitian praktikan dalam melihat waktu pada saat dilakukan


gaya penekanan pada material.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1. Kesimpulan

Setelah melakukan pengujian dan perhitungan, maka dapat disimpulkan


bahwa:
1. Total holding time pada perlakuan panas ini selam 35 menit.
2. Nilai kekerasan pendinginan udara dan furnace lebih besar dari pada nilai
kekerasan pendinginan media air dan oli.
3. Pendinginan dengan udara atau biasa disebut normalizing tidak terbentuk
martensit, strukturnya pada permukaan berupa perlit dengan matriks ferrit.
4. Berdasarkan urutan kekerasannya dapat diurutkan perlakuan panas
pendinginan air > pendinginan oli > Non perlakuan > perlakuan udara.
5. Kekerasan maksimum yang terbentuk diakibatkan oleh penyimpangan-
penyimpangan yang terjadi diantaranya yaitu pada saat perlakuan panas
penetrasi panas pada benda kerja / spesimen tidak merata, penyimpanan
benda kerja / specimen berada terlalu depan atau dekat pintu tungku, tidak
menggunakan support / dudukan pada benda kerja, proses pendinginan
udara didalam ruangan praktikum sehingga penetrasi pendinginan kurang
baik, proses pendinginan didalam furnace kurang baik, proses penahanan
temperatur kurang.
6. Tujuan dari perlakuan panas ini diantaranya adalah memperbaiki sifat
keuletan material dan kekuatan material, dimana dalam hal ini merupakan
fungsi dari kandungan karbon yang terkandung dalam material dan
meningkatkan kekerasan dan tegangan tarik.

5. 2. Saran

Adapun saran setelah melakukan praktikum ini adalah sebagai berikut :


1. Waktu dan temperatur setiap benda kerja / spesimen supaya
diperhatikan selama proses perlakuan panas.
2. Pada saat proses pendinginan setelah perlakuan panas, supaya
diperhatikan temperatur setiap perlakuan pada material tersebut.
3. Untuk kecepatan pendinginannya dapat ditingkatkan lagi dengan proses
pengadukan atau agitasi yang divariasikan kecepatannya, karena proses
agitasi akan membantu laju pendinginan.
4. Mengontrol temperatur air sebagai media pendinginan antara 10 - 40C.
5. Sebelum digunakan, alat harus dikalibrasi terlebih dahulu agar hasil sesuai
dengan standar.
6. Perhatikan juga proses pengukuran dan kehalusan permukaan benda saat
proses pengamplasan.
7. Praktikan seharusnya sungguhsungguh dalam pelaksanaan praktikum,
teliti dalam pengamatan dan cermat dalam pengukuran maupun
perhitungan.
8. Praktikan harus jeli dan teliti serta harus mengingat spesimen yang
sedang diamati sehingga tidak terjadi kekeliruan atau tertukarnya
spesimen.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, Karakterisrik Mekanik Proses Hardening Baja


Aisi 1045 Media Quenching Untuk Aplikasi Sprochet Rantai, Agus
Pramono Jurusan Teknik Metalurgi - Fakultas Teknik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa - Cilegon Banten.

2. ASM Metal Hand Book Metallography and Micro structures Vol 9,


Metal Park, 1980.
3. Jurnal Ilmiah Teknik Mesin, Analisa Perubahan Dimensi Dimensi Baja
Aisi 1045 Setelah Proses Pelakuan Panas (Heat Treatment) , Sasi
Kirono,Eri Diniardi, Isgihardi Prasetyo Jurusan Mesin, Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
LAMPIRAN TUGAS

Tugas
1. Buatlah gambar skematik siklus proses perlakuan panas yang di lakukan

Jawab :

Diagram Praktikum Perlakuan Panas Spesimen AISI 1045.

temperatur
900c

30 min

600c

300c 30 min
Quenching (air, oli)

30 min Anealing (furnace)

Normalizing(udara)

Waktu
2. Jelaskan apa yang terjadi pada masing masing tahap dalam proses
perlakuan panas yang dilakukan?

Jawab :

Annealing dan Normalizing Quenching


Pendinginan lambat. Pendinginan cepat.
Logam menjadi lunak. Logam menjadi keras dan kuat.
Menghasilkan keuletan. Menghasilkan kegetasan.
Menurunkan tegangan dalam. Menimbulkan tegangan dalam.
3.
Menghasilkan pencegahan terhadap Menghasilkan kecenderungan terhadap
3.
retak dan distorsi. retak dan distorsi. 3.
Jelaskan mengapa terjadi perbedaan sifat mekanik dari masing masing
specimen percobaan proses perlakuan panas, dan jelaskan pula mekanisme
terbentuknya struktur mikronya?

Jawab :

Berdasarkan diagram perlakuan panas diatas terlihat perbedaan kecepatan


pendinginan antara yang diquench, dinormal dan dianil.Perbedaan tersebut
akan berakibat berbedanya struktur mikro dan sifat mekanik.
Keterangan pada gambar menunjukan empat garis pendinginan yang
berbeda yang mengakibatkan mekanisme terbentuknya struktur mikro
yang berbeda.

4. Apa yang terjadi bila baja karbon medium dilakukan celup cepat dari
temperature astenisasi, jelaskan?

Jawab :

Bila pendinginan dilakukan secara cepat pada baja karbon medium, maka
perubahan fasanya berdasarkan mekanisme geser menghasilkan struktur
mikro dengan sifat mekanik yang keras dan getas. Perubahan struktur
mikro selama proses pendinginan dapat merupakan paduan dari
mekanisme difusi dan mekanisme geser.
Keterangan pada gambar menunjukan Pengaruh Kecepatan pendinginan
pada baja eutectoid terhadap struktur mikro.

5. Hitunglah kerapatan atom pada sel satuan FCC, gambarkan pula sel satuan
tersebut?

Jawab :

Pada sel satuan FCC terdapat 4 atom yang terdiri dari: (8/8) + (6/2) + 0 =
4 atom

.
Atomic Packing Factor

APF for a face-centered cubicstructure = 0.74

Close-packed directions:
length = 4R
= 2a
Unit cell contains:
6 x 1/2 + 8 x 1/8
=4 atoms/unit cell

a atoms
4 volume
4 ( 2a/4)3
unit cell atom
3
APF =
volume
a3
unit cell
LAMPIRAN GAMBAR

Anda mungkin juga menyukai