Anda di halaman 1dari 15

SEPSIS NEONATORUM

A. DEFINISI
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri umum pada aliran darah.
Neonatus berisiko tinggi untuk terkena infeksi sebagai hasil dari berkurangnya
imunitas spesifik dan non spesifik seperti terganggunya fagositosis, respon
kemostatik yang lambat atau tidak adanya Ig A dan Ig M. Sepsis bakterial
pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti
dengan bakterimia pada bulan pertama kehidupan.
Klasifikasi:
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatus dapat dibagi menjadi dua
bentuk (Maryunani, 2009) yaitu:
1. Sepsis dini/Sepsis awitan dini
Merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode
setelah lahir (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat
proses kelahiran atau in utero
2. Sepsis lanjutan/sepsis nasokomial atau sepsis awitan lambat (SAL)
Merupakan infeksi setelah lahir (lebih dari 72jam) yang diperoleh
dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nasokomial)

B. ETIOLOGI
1. Mikroorganisme pathogen seperti streptococcus grup B, klebsiela
enterococcus, hemofilus influenza, stafilococcus pneumonia.
2. Hambatan penarikan plasenta pada bayi yang premature.
3. Kontak langsung selama kelahiran melalui jalan lahir.
4. Kontaminasi dengan bayi lain, personal, objek dan lingkungan.
Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya sepsis pada neonatus adalah:
a. Perdarahan
b. Demam yang terjadi pada ibu
c. Infeksi pada uterus dan plasenta
d. Ketuban pecah dini (sebelum usia kehamilan 37 minggu)
e. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih
sebelum melahirkan)
f. Proses kelahiran yang lama dan sulit

C. PATOFISIOLOGI
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik.
Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi
miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya
fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis
yang tiba-tiba dan berat, menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel.
Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok,
yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan
kematian.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai
neonatus melalui beberapa cara, yaitu:
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman
dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk kedalam tubuh
bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman
yang dapat menembus plasenta,antara lain virus rubella, herpes,
citomegali, koksari, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat
melalui jalur ini, antara lain malaria, sifilis, dan toksoplasma.
b. Pada masa intranatal atau saat pesalinan. Infeksi saat persalinan terjadi
karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan
amnion. Akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman
melalui umbilikus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan,
cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk
ke tyraktus digestivus dan trakus respiratorius, kemudian menyebabkan
infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diaras infeksi
pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi
melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (misalnya herpes
genitalis, candida albika, dan n.gonnorea).
c. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah
kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di
luar rahim (misalnya melalui alat-alat: penghisap lendir, selang
endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat
atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya
infeksi nosokomial.Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus.

D. TANDA DAN GEJALA


1. Hipotermia atau hipertermia, tampak tidak sehat, malas minum, letargi.
2. Distensi abdomen, anorexia, muntah, diare dan hepatomegali.
3. Apnu, dispnu, takipnu, retraksi dinding dada, napas cuping hidung,
merintih dan sianosis.
4. Pucat, kulit lembab, hipotensi, tachicardi atau bradicardi.
5. Icterus, splenomegali, peteki dan purpura.
Faktor Risiko:
Prematuritas dan berat badan lahir rendah, ketuban pecah dini (> 18
o
jam), demam in partum maternal (>37,5 C), leukositosis maternal (>
18.000/L), korioamnionitis, resusitasi pada saat lahir.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Bila sindrom klinis mengarah kesepsis perlu dilakukan evaluasi sepsis
secara menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, lumbal, analisis dan kultur
urin serta foto dada.
Pemeriksaan labolatorium perlu dilakukan untuk menunjukan
penetapan diagnosis. Selain itu, hasil pemeriksaan tes resistensi dapat
digunakan untuk menentukan pilihan antibiotik yang tepat. Pada hasil
pemeriksaan darah tepi, umumnya ditemukan anemia, laju endap darah mikro
tinggi, dan trombositopenia. Hasil biakan darah tidak selalu positif walaupun
secara klinis sepsis sudah jelas. Selain itu, biakan perlu dilakukan terhadap
darah, cairan serebrospinal, usapan umbilikus, lubang hidung, lesi, pus dari
konjungtiva, cairan drainase atau hasil isapan isapan lambung. Hasil biakan
darah memberi kepastian adanya sepsis, setelah dua atau tiga kali biakan
memberikan hasil positif dengan kuman yang sama. Bahan biakan darah
sebaiknya diambil sebelum bayi diberi terapi antibiotika. Pemeriksaan lain
yang perlu dilakukan, antara lain pemeriksaan C-Reactive protein (CRP) yang
merupakan pemeriksaan protein yang disentetis di hepatosit dan muncul pada
fase akut bila terdapat kerusakan jaringan. (Surasmi, 2003)

F. KOMPLIKASI
a. Hipoglikemia, hiperglikemia, asidosis metabolik, dan jaundice
Bayi memiliki kebutuhan glukosa meningkat sebagai akibat dari
keadaan septik. Bayi mungkin juga kurang gizi sebagai akibat dari
asupanenergi yang berkurang. Asidosis metabolik disebabkan oleh
konversi ke metabolisme anaerobik dengan produksi asam laktat, selain itu
ketika bayi mengalami hipotermia atau tidak disimpan dalam lingkungan
termal netral, upaya untuk mengatur suhu tubuh dapat menyebabkan
asidosis metabolik. Jaundice terjadi dalam menanggapi terlalu banyaknya
bilirubin yang dilepaskan ke seluruh tubuh yang disebabkan oleh organ
hati sebagian bayi baru lahir belum dapat berfungsi optimal, bahkan
disfungsi hati akibat sepsis yang terjadi dan kerusakan eritrosit yang
meningkat.
b. Dehidrasi
Kekurangan cairan terjadi dikarenakan asupan cairan pada bayi
yang kurang, tidak mau menyusu, dan terjadinya hipertermia.
c. Hiperbilirubinemia dan anemia
Hiperbilirubinemia berhubungan dengan penumpukan bilirubin
yang berlebihan pada jaringan. Bilirubin dibuat ketika tubuh melepaskan
sel-sel darah merah yang sudah tua, ini merupakan proses normal.
Bilirubin merupakan zat hasil pemecahan hemoglobin (protein sel darah
merah yang memungkinkan darah mengakut oksigen). Hemoglobin
terdapat pada sel darah merah yang dalam waktu tertentu selalu
mengalami destruksi (pemecahan). Namun pada bayi yang mengalami
sepsis terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh, sehingga
terjadi kerusakan sel darah merah bukanlah hal yang tidak mungkin, bayi
akan kekurangan darah akibat dari hal ini (anemia) yang disertai
hiperbilirubinemia karena seringnya destruksi hemoglobin sering terjadi.
d. Meningitis
Infeksi sepsis dapat menyebar ke meningies (selaput-selaput otak)
melalui aliran darah.
e. Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC)
Kelainan perdarahan ini terjadi karena dipicu oleh bakteri gram
negatif yang mengeluarkan endotoksin ataupun bakteri gram postif yang
mengeluarkan mukopoliskarida pada sepsis. Inilah yang akan memicu
pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan endotel.
Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi
trombi dan emboli pada mikrovaskular.
G. PENATALAKSAAAN
1. Supportif
Monitoring cairan, elektrolit dan glukosa. Bila terjadi SIADH
(Sindrom of In Appronate Anti Diuretik Hormon) maka perlu dilakukan
pembatasan cairan.
Awasi adanya hiperbilirubinemia, lakukan transfusi tukar bila
perlu.
Pertimbangkan pemberian nutrisi parenteral bila pasien tidak dapat
menerima nutrisi enteral.
2. Kausatif
Antibiotika diberikan sebelum kuman penyebab ditemukan.
Biasanya dengan pemberian ampicillin atau gentamisin selama 7 10
hari dan sering kali diberikan melalui IVFD.
Terapi oksigen untuk mengatasi distress pernapasan dan sianosis.
Transfusi yang baru dengan leukosit polimorfonuklear dari donor
adult
KONSEP KEPERAWATAN
DATA DASAR PENGKAJIAN PASIEN
Aktifitas/Istirahat : Malaise
Sirkulasi : Tekanan darah normal/sedikit dibawa jangkauan normal
(selama hasil curah jantung tetap meningkat), denyut perifer
kuat, cepat, tachycardia ekstrim (syok). Suara jantung
disritmia, Kulit hangat kering, pucat, lembab, burik
(vasokonstriksi) atau barcahaya (vasodilatasi).
Eliminasi : Diare
Makanan & Cairan : Anorexia, mual dan muntah, penurunan berat badan,
penurunan massa otot, penurunan haluaran, konsentasi urin;
perkembangan ke arah oliguria dan anuria.
Neurosensori : Gelisah, penurunan tingkat kesadaran.
Ketidaknyamanan : Kejang abdominal, urtikaria
Pernapasan : Takipnu dengan penurunan kedalaman pernapasan, suhu
umumnya meningkat, (37,95o C atau lebih), menggigil.

PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Menghilangkan infeksi
2. Mendukung perfusi jaringan/volume sirkulasi
3. Mencegah komplikasi
4. Memberikan informasi mengenai proses penyakitnya, prognosa dan
kebutuhan pengobatan

TUJUAN PEMULANGAN
1. Infeksi teratasi
2. Homeostasis dapat dipertahankan
3. Komplikasi dicegah minimal
4. Proses penyakit, prognosis dan aturan terapeutik dipahami
PENYIMPANGAN KDM

Hambatan penarikan plasenta Kontak langsung selama Aliran darah dari maternal Kontaminasi dengan bayi lain,
pada bayi prematur kelahiran pada jalan lahir ke neonatus personal, objek dalam lingkungan

Transmisi antibody-
plasenta terganggu SEPSIS NEONATORUM Septikemia & Viremia

Ig A dan Ig M tidak dapat Vasodilatasi pembuluh darah Pelepasan mediator Proses inflamasi Melepaskan interleukin I
ditransfer ke neonatus kimia dan prostaglandin 2

Peningkatan permeabilitas
Penurunan immunitas pada pembuluh darah Perubahan set point pada
neonatus hipotalamus bagian anterior

Peningkatan volume plasma


Risiko Tinggi Infeksi; Evaporasi meningkat Peningkatan suhu tubuh
Sepsis Ke Syok Sepsis
Penurunan volume sirkulasi
Hipertermia
Dehidrasi/kehilangan cairan
Perubahan membrane Jaringan mengalami
alveolar - kapiler hipoksia
Perubahan status kesehatan
Kekurangan Volume Cairan

Gangguan pola nafas Gangguan perfusi


jaringan Kecemasan Orang Tua Anak dihospitalisasi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko tinggi Infeksi; dari sepsis ke syok sepsis berhubungan dengan :
Penurunan system immune
Prosedur invasive
Pemajanan lingkungan (nosokomial)
Tujuan : menunjukkan penyembuhan seiring perjalanan waktu, bebas dari
sekresi purulent, drainase atau eritema dan afebris

Intervensi Rasional
1. Isolasi dan batasi pengunjung Mengurangi risiko kemungkinan
infeksi dan pembatasan pengunjung
diperlukan untuk melindungi pasien
imunosupresi.
2. Cuci tangan sebelum dan Mengurangi kontaminasi silang
sesudah melakukan aktifitas
walaupun menggunakan sarung
tangan steril. Mengurangi jumlah lokasi yang dapat
3. Batasi penggunaan alat/ menjadi tempat masuknya
prosedur invasive setiap hari. mikroorganisme.
Mencegah masuknya bakteri dan
4. Gunakan teknik steril pada mengurangi risiko infeksi nosokomial.
waktu penggantian
balutan/penghisapan. Misalnya jalur
invasive dan kateter urinarius. Demam (38,5o C 40 o
C)
5. Pantau kecenderungan suhu disebabkan oleh efek dari endotoksin
pada hipotalamus dan endomorfin
yang melepaskan pirogen. Hipotermia
o
(<36 C) adalah tanda genting yang
merefleksikan perkembangan status
syok/penurunan perfusi jaringan.
Menggigil sering mendahului
6. Amati adanya mengigil dan memuncaknya suhu paDa infeksi.
diaphoresis.
Kolaborasi Indentifikasi terhadap portal entry dan
Dapatkan specimen organisme penyebab septicemia adalah
urin, darah, sputum sesuai petunjuk penting bagi efektifitas pengobatan.
untuk pewarnaan. Dapat membasmi/memberikan
imunitas sementara untuk infeksi
Berikan obat anti umum atau infeksi khusus.
infeksi seperti antibiotic spectrum
luas misalnya gentamisin atau
sefalosporin

2. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan tingkat metabolisme, dehidrasi,


efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus, perubahan pada
regulasi temperature.
Tujuan : Mendemonstrasikan suhu tubuh dalam batas normal, bebas dari ke-
dinginan, tidak mengalami komplikasi.
Intervensi Rasional
1. Pantau suhu pasien (derajat Suhu 38,9 41,1 o C menunjukkan
dan pola); perhatikan menggigil dan proses infeksi akut. Pola demam dapat
diaphoresis. membantu dalam diagnosis misalnya
demam lanjut berakhir lebih dari 24
jam menunjukkan pneumonia
peneumokokkal.
2. Pantau suhu lingkungan, Suhu ruangan berpengaruh terhadap
batasi/tambahkan linen tempat tidur. peningkatan maupun penurunan suhu
tubuh penderita.
3. Berikan kompres hangat; Menurunkan suhu tubuh melalui
hindari penggunaan alcohol. proses konduksi. Alcohol dapat
mengeringkan kulit.
Kolaborasi
Berikan antipiretik Menghambat pengeluaran
misalnya asetaminofen. prostaglandin dan meningkatkan
autodestruksi dari sel-sel yang
terinfeksi.

3. Risiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan :


Faktor risiko : hipovolemia, reduksi aliran darah pada arteri/vena;
vasokonstriksi selektif, oklusi vaskuler (kerusakan
intimal/mikroemboli).
Tujuan : menunjukkan perfusi adekuat yang dibuktikan dengan tanda-tanda
vital stabil, nadi perifer jelas, kulit hangat dan kering, tingkat
kesadaran umum, haluaran urinarius individu yang sesuai dengan
bising usus aktif.
Intervensi Evaluasi
1. Pantau frekuensi dan irama Bila terjadi takikardia mengacu pada
jantung. sirkulasi sekunder system saraf
simpatis untuk menekankan respon
untuk menggantikan kerusakan pada
hipovolemia relative.
Penurunan curah jantung dan
2. Perhatikan kualitas/kekuatan vasokonstriksi perifer salah satu tanda
dari denyut perifer. status syok.
Peningkatan pernapasan terjadi
3. Kaji frekuensi pernapasan, sebagai respon terhadap efek langsung
kedalaman dan kualitas. Perhatikan dari endotoksin pada pusat pernapasan
dispnu berat di dalam otak, dan juga perkembangan
hipoksia dan demam.
Penurunan curah jantung dan
4. Kaji kulit terhadap perubahan vasokonstriksi perifer salah satu tanda
warna, suhu dan kelembaban. status syok.
Penurunan haluaran urin
5. Catat haluaran urin setiap jam mengindikasikan penurunan perfusi
dan berat jenisnya. ginjal yang dihubungkan dengan
perpindahan cairan dan vasokonstriksi
selektif.
6. Auskultasi bising usus.
Kolaborasi Mempertahankan perfusi jaringan,
Berkan cairan sejumlah besar cairan mungkin
parenteral. dibutuhkan untuk mendukung volume
sirkulasi
Perkembangan asidosis respiratorik/
metabolic merefleksikan kehilangan
Pantau pemeriksaan mekanisme kompensasi misalnya
laboratorium misalnya GDA, kadar penurunan sekresi ginjal.
laktat. Memaksimalkan masukan oksigen
yang tersedia untuk masukan seluler.

Berikan tambahan
oksigen

4. Ansietas/ketakutan b/d krisis situasi, transmisi interpersonal dan keikutsertaan


merasakan.
Dapat ditandai dengan : Peningkatan tegangan/ keputusasaan. Ketakutan/
ketidak pastian hasil, berfokus pada diri sendiri dan
gelisah.
Tujuan : Mengakui dan mendiskusikan rasa takut. Mengungkapkan keakuratan
pengetahuan tentang situasi. Tampak rileks dan melaporkan ansietas
berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.

Intervensi Evaluasi
1. Kaji status mental dan tingkat Gangguan tingkat kesadaran dapat
ansietas dari pasien/keluarga. Catat mempengaruhi ekspresi rasa takut
adanya tanda-tanda verbal atau non tetapi tidak menyangkal
verbal. keberadaannya. Derajat ansietas akan
dipengaruhi bagaimana informasi
tersebut diterima oleh individu.
2. Berikan penjelasan hubungan Meningkatkan pemahaman,
antara proses penyakit dan mengurangi resa takut karena
gejalanya. ketidaktahuan dan dapat membantu
menurunkan ansietas.
Penting untuk menciptakan
3. Jawab setiap pertanyaan kepercayaan karena diagnosa infeksi
dengan penuh perhatian dan berikan otak mungkin menakutkan, ketulusan
informasi tentang prognosa penyakit dan informasi yang akurat dapat
memberikan keyakinan pada pasien
dan juga keluarga.
Dapat meringankan ansietas terutama
4. Jelaskan dan persiapkan untuk ketika pemeriksaan tersebut
tindakan prosedur sebelum melibatkan otak.
dilakukan. Mengungkap rasa takut secara terbuka
5. Berikan kesempatan dimana rasa takut dapat ditunjukkan.
pasien/keluarga untuk
mengumgkapkan isi pikiran dan Meningkatkan perasaan control
perasaan takutnya. terhadap diri dan meningkatkan
6. Libatkan pasien/keluarga kemandirian.
dalam perawatan. Memberikan jaminan bahwa bantuan
yang diperlukan adalah penting untuk
7. Berikan petunjuk mengenai peningkatan/menyokong mekanisme
sumber-sumber penyokong yang koping pasien.
ada, seperti keluarga, konselor
professional dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Penerbit Buku

Kedokteran EGC: Jakarta

NANDA. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC. Media

ihardy:Yogyakarta

Maryunani, Anik. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan dan Penyulit Pada Neonatus.

Penerbit Buku Kesehatan: Jakarta

McMillan, Julia A. 2006. Oskis Pediatrics Principles & Practice. Lippincott

Williams & Wilkins: USA

Surasmi, Asrining. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Penerbit Buku

Kedokteran EGC: Jakarta

Datta, Parul. 2007. Pediatric Nursing. JAYPEE:New Delhi


Ruang NICU

LAPORAN PENDAHULUAN
SEPSIS NEONATORUM

OLEH :

Oleh:

SARINI HAFID
C12114721

CI. INSTITUSI CI. LAHAN

(Tuti Seniwati, S.Kep.,Ns.,M.Kes) (........................................)

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

Anda mungkin juga menyukai