Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Pitfall Trap (PFT)

Oleh:
Muhammad Royyan Fais (4401415047)
Meidina Rahmawati (4401415078)
Putri Dyah Astari (4401415092)
Suhaila Zakiya Najah (4401415101)
Pendidikan Biologi Rombel 1

Universitas Negeri Semarang


2017

A. Tanggal praktikum : 21 Maret 2017


B. Tujuan : Menginventarisasi jenis serangga yang tertangkap
dengan menggunakan metode pitfall trap.
C. Landasan Teori
Hewan tanah adalah hewan yang hidup di tanah, baik yang hidup di
permukaan tanah maupun yang hidup di dalam tanah. Tanah itu sendiri adalah
suatu bentangan alam yang tersusun dari bahan-bahan mineral yang merupakan
hasil proses pelapukan batu-batuan dan bahan organik yang terdiri dari
organisme tanah dan hasil pelapukan bisa tumbuhan dan hewan lainnya, salah
satu contoh dari hewan tanah adalah serangga (Muhamad, 1989).
Serangga (disebut juga insekta) adalah kelompok utama dari hewan
beruas (Arthropoda) yang bertunkai 6 (3 pasang), karena itulah mereka disebut
pula Hexapoda. Serangga merupakan hewan beruas dengan tingkat adaptasi
yang sangat tinggi. Ukuran serangga relatif kecil dan pertama kali sukses
berkolonisasi di bumi (Campbell, 2003). Serangga merupakan kelompok
hewan yang dominan di muka bumi dengan jumlah spesies hampir 80 persen
dari jumlah total hewan di bumi. Dari 751.000 spesies golongan serangga,
sekitar 250.000 spesies terdapat di Indonesia (Kalshoven, 1981).
Teknik pengumpulan data untuk menghitung populasi serangga
permukaan tanah antara lain:
1. Sistem banjir
Teknik ini digunakan untuk serangga permukaan tanah. Teknik ini relatif
lebih mudah dan cepat yaitu dengan membasahi suatu area yang ditentukan
dengan air. Beberapa saat kemudian, serangga-serangga yang berada di
dalam tanah keluar, kemudian dapat di hitung jumlahnya.
2. Pitfall trap
Teknik ini di gunakan untuk serangga tanah pada daerah vegetasi rendah
atau dilahan kosong, dimana serangga-serangga tersebut merupakan
serangga aktif.
3. Capture re-capture
Teknik ini digunakan untuk serangga permukaan tanah yang terbang diatas
1-2 meter. Serangga di tangkap dengan menggunakan insect net.serangga
yang tertangkap kemudian ditandai dan dilepaskan kembali, dilakukan
dengan pengulangan penangkapan serangga.
4. Light trap
Teknik ini digunakan untuk serangga malam, dengan menggunakan suatu
layar atau suatu wadah yang telah berisi air, sabun dan formalin lalu
diamkan dibawah cahaya lampu. Serangga tertarik terhadap cahaya lampu
yang kemudian akan terjatuh kedalam wadah tersebut (Said, 2006).

Pada praktikum ini metode yang digunakan adalah pitfall trap. Metode
pitfall trap merupakan metode penangkapan hewan engan sistem perangkap,
khusunya untuk hewan yang hidup di permukaan tanah. Tujuan dari metode
pitfall trap adalah untuk menjebak binatang-binatang permukaan tanah agar
jatuh kedalamnya sehingga bisa dilakukan identifikasi atau untuk mengoleksi
jenis binatang permukaan tanah yang berada pada lingkungan perangkap.
Metode pitfall trap tidak digunakan untuk mengukur besarnya populasi namun
dari data yang diperoleh bisa didapatkan cerminan komunitas binatang tanah
dan indeks diversitasnya (Michael, 2005).
Diantara banyak organisme yang membentuk suatu komunitas, hanya
spesies atau grup yang memperlihatkan pengendalian yang nyata dalam
memfungsikan keseluruhan komunitas. Kepentingan relatif dari organisme
dalam suatu komunitas tidak ditentukan oleh posisitaksonominya tetapi jumlah,
ukuran, produksi dan hubungan lainnya. Tingkat kepentingan suatu spesies
biasanya dinyatakan oleh indeks keunggulannya (dominansi). Komunitas diberi
nama dan digolongkan menurut spesies atau bentuk hidup yang dominan,
habitat fisik, atau kekhasan fungsional. Analisis komunitas dapat dilakukan
dalam setiap lokasi tertentu berdasarkan pada pembedaan zone atau gradien
yang terdapat dalam daerah tersebut.
Umumnya semakin curam gradien lingkungan, makin beragam
komunitas karena batas yang tajam terbentuk oleh perbahan yang mendadak
dalam sifat fisika lingkungan. Angka banding antara jumlah spesies dan jumlah
total individu dalam suatu komunitas dinyatakan sebagai keanekaragaman
spesies. Ini berkaitan dengan kestabilan lingkungan dan beragam komunitas
berbeda (Wolf, 1992).

D. Alat dan Bahan


1) Botol air minum kecil (gelas)
2) Mika persegi
3) Tusuk gigi
4) Sekop kecil
5) Alat tulis
6) Label kertas
7) Deterjen cair

E. Cara Kerja
a. Menyiapkan alat dan bahan
b. Menggali tanah di tiga titik di lokasi yang dimana akan dilakukan observasi,
pada kegiatan ini kami memasang PFT di bawah pohon, di dekat semak-
semak dan di tempat terbuka.
c. Memasukkan botol air minum gelas pada lubang yang telah dibuat.
d. Menuangkan deterjen cair kurang lebih satu sachet ke dalam masing-masing
botol air minum gelas.
e. Menutup PFT dengan menggunakan plastik mika dan tusuk gigi sebagai
penyangga plastik mika agar jika huujan turun, air tidak masuk ke dalam
PFT.
f. Memastikan agar tutup PFT tidak menghalangi serangga masuk ke dalam
jebakan.
g. Meninggalkan PFT selama kurang lebih 12 jam.
h. Mengambil PFT dan Mencatat data yang diperoleh pada tabel pengamatan.
i. Memasang kembali PFT dan lakukan seperti poin a h untuk mengetahui
populasi serangga yang beraktivitas di malam hari (nokturnal).
F. Hasil Pengamatan

NOKTURNAL DIURNAL
TEMPAT BAWAH SEMAK BAWAH POHON TEMPAT BAWAH SEMAK BAWAH POHON
TERBUKA (ekor) (ekor) (ekor) TERBUKA (ekor) (ekor) (ekor)
- Spesies A (123) - Spesies A (110) - Spesies A (26) - Spesies A (2) - Spesies A (36) - Spesies B (14)
- Spesies B (18) - Spesies B (4) - Spesies B (14) - Spesies B (18) - Spesies B (13) - Spesies C (23)
- Spesies E (21) - Spesies C (3) - Spesies C (14) - Spesies C (14) - Spesies C (26) - Spesies I (1)
- Spesies G (18) - Spesies F (2) - Spesies G (2) - Spesies D (4) - Spesies G (2) - Spesies J (1)
- Spesies H (1) - Spesies R (1) - Spesies L (2) - Spesies G (1) - Spesies J (3) - Spesies M (4)
- Spesies J (1) - Spesies U (2) - Spesies T (1) - Spesies H (6) - Spesies K (4) - Spesies N (4)
- Spesies T (2) - Spesies V (1) - Spesies U (3) - Spesies J (2) - Spesies M (7) - Spesies O (6)
- Spesies U (1) - Spesies W (1) - Spesies M (1) - Spesies N (13) - Spesies P (1)
- Spesies W (1) - Spesies X (2) - Spesies Q (1) - Spesies Q (3)
- Spesies S (1) - Spesies R (2)
Keterangan :
1. Spesies A : Semut merah kecil
2. Spesies B : Semut hitam besar
3. Spesies C : Semut hitam kecil
4. Spesies D : Serangga bersayap bersungut, bergaris kuning hitam di
abdomen
5. Spesies E : Hewan kecil bertubuh silinder berwarna orens kehitaman
6. Spesies F : Serangga, bersayap, tubuh oval, kaki 4, sungut 2, warna hitam
7. Spesies G : Jangkrik
8. Spesies H : Laba-laba
9. Spesies I : Hewan berkaki banyak, tubuh lurik-lurik, memiliki sungut
10. Spesies J : Semut raksasa
11. Spesies K : Hewan kecil warna oranye hitam
12. Spesies L : Laba-laba hitam
13. Spesies M : Ureng-ureng (bersayap dan ada antena)
14. Spesies N : Serangga kuning hitam belang belang
15. Spesies O : Serangga bulat hitam gendut
16. Spesies P : Kumbang hitam kecil
17. Spesies Q : Serangga kecil, bersayap
18. Spesies R : Laba-laba perut besar
19. Spesies S : Kadal kecil
20. Spesies T : Serangga seperti kutu warna hitam
21. Spesies U : Nyamuk hitam
22. Spesies V : Serangga, tanpa sayap, tubuh panjang spt capung, kaki 6, warna
hitam, sungut 2
23. Spesies W : Serangga, badan transparan, kaki 6, tidak bersayap, bersungut
24. Spesies X : Serangga abu-abu
G. Analisis Data

NOKTURNAL DIURNAL
BAWA BAWA BAWA BAWA
TEMPAT H H TEMPAT H H
SPESIES TERBUKA SEMA POHO TERBUKA SEMA POHO De Der F Fr NP Pi ID
(ekor) K N (ekor) K N
(ekor) (ekor) (ekor) (ekor)
Spesies
123 110 26 2 36 -
A 297 50.60 1.2 1.27 51.87 0.26 1.09
Spesies
18 4 14 18 13 14
B 81 13.80 1 1.06 14.86 0.07 2.53
Spesies
- 3 14 14 26 23
C 80 13.63 1.2 1.27 14.90 0.07 2.52
Spesies
- - - 4 - -
D 4 0.68 6 6.36 7.04 0.04 3.31
Spesies
21 - - - - -
E 21 3.58 6 6.36 9.93 0.05 2.95
Spesies
- 2 - - - -
F 2 0.34 6 6.36 6.70 0.03 3.36
Spesies
18 - 2 1 2 -
G 23 3.92 1.5 1.59 5.51 0.03 3.56
Spesies
1 - - 6 - -
H 7 1.19 3 3.18 4.37 0.02 3.80
Spesies I - - - - - 1 1 0.17 6 6.36 6.53 0.03 3.39
Spesies J 1 - - 2 3 1 7 1.19 1.5 1.59 2.78 0.01 4.26
Spesies - - -
- - 4
K 4 0.68 6 6.36 7.04 0.04 3.31
Spesies
L - - 2 - - - 2 0.34 6 6.36 6.70 0.03 3.36
Spesies
M - - - 1 7 4 12 2.04 2 2.12 4.16 0.02 3.85
Spesies
N - - - - 13 4 17 2.90 3 3.18 6.07 0.03 3.46
Spesies
O - - - - - 6 6 1.02 6 6.36 7.38 0.04 3.26
Spesies
P - - - - - 1 1 0.17 6 6.36 6.53 0.03 3.39
Spesies
Q - - - 1 3 - 4 0.68 3 3.18 3.86 0.02 3.93
Spesies
R - 1 - - 2 - 3 0.51 3 3.18 3.69 0.02 3.97
Spesies
S - - - 1 - - 1 0.17 6 6.36 6.53 0.03 3.39
Spesies
T 2 - 1 - - - 3 0.51 3 3.18 3.69 0.02 3.97
Spesies
U 1 2 3 - - - 6 1.02 2 2.12 3.14 0.02 4.14
Spesies
V - 1 - - - - 1 0.17 6 6.36 6.53 0.03 3.39
Spesies
W 1 1 - - - - 2 0.34 3 3.18 3.52 0.02 4.02
Spesies
X - 2 - - - - 2 0.34 6 6.36 6.70 0.03 3.36
Spesies
Y - - - - - - 0 0.00 0 0.00 0.00 0.00 0.00
Jumlah
() 186 126 62 50 109 54 587 100 94.4 100 200 1 81.61
H. Pembahasan
Praktikum dilaksanakan di Kebun Biologi Universitas Negeri
Semarang. Tujuan dari kegiatan praktikum ini adalah menginventarisasi jenis
serangga yang tertangkap dengan menggunakan metode pitfall trap. Kegiatan
praktikum ini mengoleksi hewan diurnal dan hewan nocturnal. Penjebakan
untuk hewan diurnal dilakukan pada hari Rabu tanggal 21 Maret 2017 dan
penjebakan hewan nocturnal juga dilakukan pada hari itu juga, hanya saja
waktu penanaman jebakan dan pengambilan hasil jebakan yang berbeda.
Metode pitfall trap merupakan metode yang umum dan sangat
sederhana serta cukup efektif dalam mengetahui keberadaan makrofauna tanah.
Prinsip kerjanya yaitu merangkai gelas bekas air mineral menjadi sebuah
jebakan yang dibenamkan di dalam tanah dengan bibir botol sejajar dengan
permukaan tanah. Setelah itu mengisi gelas bekas air mineral dengan deterjen
cair 0.25 dari tinggi gelas. Selanjutnya memasang pelindung pada bagian
atas jebakan. Perangkap dipasang pagi dan diambil sore harinya (hewan
diurnal), sedangkan pemasangan sore diambil pagi hari (hewan nocturnal).
Lalu hasil jebakan diidentifikasi dan dihitung keragamannya dengan
menggunakan Indeks Shannon-Wienner.
Makrofauna tanah merupakan kelompok hewan- hewan besar
penghuni tanah dengan ukuran >2mm, organisme yang termasuk dalam
kelompok makrofauna tanah terdiri dari milipida, isopoda, insekta, moluska
dan cacing tanah (Sugiyarto, 2000; Wood, 1989). Fauna tanah sangat
tergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu
jenis fauna tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan atau faktor
lingkungan (biotik dan abiotik) daerah tersebut (Suin, 2006).
Indeks keanekaragaman digunakan untuk mengetahui pengaruh
kualitas lingkungan terhadap komunitas makrofauna tanah. Keanekaragaman
spesies menunjukkan jumlah total proporsi suatu spesies relatif terhadap
jumlah total individu yang ada.

H = - phi ln phi
= - (ni/N) ln (ni/N)
Keterangan:
H: indeks keanekaragaman Shannon-Weiner
ni: jumlah individu jenis i
N: jumlah total individu seluruh jenis
Maguran (1988), menyatakan bahwa kriteria yang digunakan untuk
menginterpretasikan keanekaragaman Shannon-Wiener yaitu :
H < 1,5 : keanekaragaman rendah
H 1,5-3,5 : keanekaragaman sedang
H > 3,5 : keanekaragaman tinggi

Indeks Diversitas tersebut dipengaruhi oleh:

Faktor Lingkungan

Kehidupan makrofauna tanah dipengaruhi oleh kondisi


lingkungan yang merupakan tempat hidupnya. Faktor yang
memepengaruhi itu diantaranya pH tanah, temperatur tanah, temperatur
udara, kelembaban tanah, kelembaban udara, intensitas cahaya serta
vegetasi yang ada. Perbedaan kondisi lingkungan menyebabkan adanya
perbedaan jenis makrofauna tanah dan juga yang mendominasinya.

a. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat
menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah. Suhu
berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang
diperlukan organisme untuk hidup dan ada jenis-jenis organisme yang
hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu (Hardjowigeno, 2007).
Lokasi sampling memiliki suhu 22,5 C. Suhu tersebut masih dalam
range toleransi makhluk hidup. Hal ini sesuai dengan pernytaan
Kamal, ( 2011) bahwa makrofauna tanah cenderung menyukai tempat
bersuhu agak rendah.
b. Tanah
Kemelimpahan dan distribusi makrofauna tanah
dipengaruhi oleh kondisi dari tanah. Pada tanah yang subur akan
didapatkan makrofauna yang lebih banyak. Karena pada tanah yang
subur tumbuhan akan tumbuh dengan baik. Hal ini akan menyebabkan
jumlah dan jenis makrofauna tanah herbivora akan tinggi, sehingga
makro fauna tanah karnifor juga akan mengalami peningkatan, yang
pada akhirnya akan menyebabkan tingginya kelimpahan dan distribusi
makrofauna tanah di lingkungan tersebut ( Blue et al, 2011; Erb dan
Lu, 2013). pH tanah berpengaruh pada makrofauna tanah. Pada lokasi
pH tanahnya 6,5 cenderung asam.
c. Vegetasi
Vegetasi juga menentukan kemelimpahan dan distribusi
makrofauna tanah ( Southwood, 1961). Lokasi yang diambil
merupakan lokasi yang didominasi oleh tumbuhan konifer ( pinus).
Tumbuhan konifer menghasilkan banyak metabolit sekunder
diantaranya senyawa terpenoid volatil seperti pinen dan limonen
( Salisbury dan Ross, 1992). pinen bertindak sebagai attractant
( penarik serangga) (Miller dan Rabaglia, 2009). Sementara limonen
bertindak sebagai repellent ( penangkal serangga) ( Aharoni dkk,
2005; Ibrahim dkk, 2008). Sehingga serangga akan cenderung
berkumpul di dekat pohon dengan kandungan pinen yang tinggi dan
menghindari pohon dengan kandungan limonen yang tinggi. Hal ini
akan mempengfaruhi kemelimpahan dan distribusi dari serangga dan
makrofauna tanah pada umumnya (Southwood, 1961).

I. Kesimpulan
Metode jebakan Pitfall Trap (PFT) merupakan metode yang efektif dan
mudah diterapkan untuk mengetahui keanekaragaman suatu spesies dalam
lokasi tertentu
Dalam pengambilan data PFT kali ini, dihasilkan 23 spesies.
Total keseluruhan Indeks Diversitas yang dihasilkan yaitu 81.61
J. Daftar Pustaka
Hidayat, P. 2008. Mata Kuliah Entomologi Umum Departemen Proteksi
Tanaman. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve: Jakarta.
Michael, P. 2005. Ekologi Hewan. Jakarta: Ganesha.
Muhamad, N .1989. Ekologi Hewan Tanah. Bumi aksara. Jakarta
Said, Nurdin Muhammad. 2006. Ekologi. Padang: Universitas Andalas Press.
Sugiyarto. 2000. Diversity of Soil Macrofauna at Different Stages of the Age of
Sengons Stand in Jatirejo, Kediri. Jurnal Biodiversitas. Vol 1(2) :47-
53.
Suin, N.M.2006.Ekologi Hewan Tanah.Jakarta : Bumi Aksara.
Wolf, L. 1992. Ekologi Umum. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai