AYAH: WISROWO
Ilmu memang sudah dijelaskan. Tetapi, dalam keadaan bersendirian berduaan itu
sebenarnya telah banyak yang ikut mereka berdua. Yang banyak itu adalah iblis.
Iblispun segera melakukan aksinya. Setelah ilmu selesai dijelaskan, Sukesi yang
telah termakan godaan iblis, menolak bahwa apa yang dilakukan Wisrawa itu
untuk anaknya, Danapati.
Dalam keadaan sepi itulah keduanya terbakar oleh jerat Iblis. Wisrawa pun lupa
dengan tujuannya, bahwa yang dilakukan itu untuk Danapati anaknya. Benteng
keduanya telah jebol diterjang godaan. Sukesi hanya mau diperistri oleh
Wisrawa, orang yang telah mampu melaksanakan permintaannya. Wisrawa
sendiri kebingungan. Kalau ia menolak, ibarat kumbang ia baru saja menghisap
madu kembang. Akhirnya ia menurut saja. Dilakukan pesta pernikahan atas
Wisrawa dan Dewi Sukesi. Antara seorang brahmana dan putri raja.
Sumali, raja Alengka, akhirnya enyuruh Wisrawa yang sekarang enantunya itu
untuk tampil menghadapi Danapati yang sedang mengamuk. Wisrawa
berangkat. Setelah berhadap-hadapan, Danapati memaki-maki ayahnya.
Wisrawa hanya diam menyesali kesalahannya.
Sukesi yang telah hamil, pada akhirnya melahirkan. Anaknya laki-laki, dan diberi
nama Rahwana. Kelak anak itu menjadi raja di Alengka. Tetapi ia menjadi raja
yang sangat jahat. Rahwana bernama juga Dasamuka. Dasa artinya sepuluh,
sedang muka berarti wajah.... dasamuka berarti berwajah sepuluh, yang secara
maknawiyah berarti tokoh kemunafikan karena wajahnya penuh warna.
Anak seperti Dasamuka itu, lahir dari niat yang tidak tulus. Meskipun setiap anak
lahir dalam keadaan suci, tetapi orang tua sangat menentukan dalam
menuliskan warna karakter dan keribadiannya.
DEWA BRATA
anakku Dewabrata, aku sangat mencintaimu lebih dari apapun. Kau telah
menjadi piatu sejak bayi, dan segala yang kumiliki telah kuserahkan kepadamu.
Termasuk tahta Hastinapura ini.
Dulu, ketika Dewabrata masih kecil, baru belajar merangkak, Dewabrata rewel.
Menangis dan menangis. Meskipun semua dayang telah ikut merajuk, tetapi
Dewabrata tetap tak terbujuk. Maka, Sentanu kemudian menggendongnya dan
seketika itu diajaknya sang putra itu mengembara. Sampailah pengembaraan itu
di negeri Wirata.
Dengan maksud untuk membuat anaknya itu bahagia dan tenang, ia mengajak
melihat keramaian di alun-alun Wirata. Di tempat itu banyak orang berkumpul,
yang sesekali bertepuk tangan riuh. Maka ia pun menyeruak masuk menembus
kerumunan orang, ingin mengetahui ada apa di tengah alun-alun itu.
Dilihatnya, di tengah alun-alun itu ada panggung tinggi yang di sana ada
seorang perempuan seperti menebarkan pandangan terus menerus ke seluruh
khalayak. Prabu Sentanu melihat banyak para pemuda berpakaian pangeran,
para adipati dan tidak sedikit para raja berdiri dengan dandanan yang sangat
menyolok.
Prabu Sentanu tidak mengerti, ketika tiba-tiba kerumunan orang itu bertepuk
tangan riuh. Semua memandang dirinya. Ketika ia melihat perempuan yang
berada di panggung, tangan kanannya menunjuk dirinya. Beberapa orang
berpakaian khusus kemudian bergegas seperti menuju tempatnya berada.
Ketika beberapa orang itu kemudian dengan sopan membawa dirinya maju ke
tengah alun-alun, ia hanya menurut. Apalagi begitu dilihatnya anaknya,
Dewabrata yang masih kecil itu tiba-tiba tertawa lepas seperti menikmati
kebahagiaan.
Akan tetapi ketika Prabu Sentanu baru berjalan beberapa langkah, terdengarlah
suara dengan penuh tenaga yang seketika ribuan manusia itu seperti
terbungkam tiba-tiba.