Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

OLEH:

OKTAVIA EKA HARDIYANTI

NIM : 14.1.098

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN RS dr. SOEPRAOEN MALANG
TAHUN AKADEMIK 2016/2017
LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL

I. MASALAH UTAMA
Isolasi Sosial
II. PROSES TERJADI MASALAH
A; PENGERTIAN
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi
dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan
dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan
mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi pengalaman
(Balitbang, 2007).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya
(Damaiyanti, 2008). Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami oleh
individu dan dirasakan saat didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai
pernyataan negatif atau mengancam (Nanda-1, 2012).

Isolasi Sosial : Menarik Diri

Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Mary C.
Rownsendl,1998:152). Menarik diri adalah suatu sikap dimana individu menghindari
dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan
akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi
atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan
orang lain (RSJ, 1996).

Kerusakan interaksi sosial adalah satu gangguan kepribadian yang tidak


fleksibel, tingkah maladaptif dan mengganggu fungsi individu dalam hubungan
sosialnya (Stuart dan Sundeen, 1 998), Pengertian kerusakan sosial menurut
Townsend (1998) adalah suatu keadaan seseorang berpartisipasi dalam pertukaran
sosial dengan kuantitas dan kualitas yang tidak efektif. Klien yang mengalami
kerusakan interaksi sosial mengalami kesulitan dalam ber interaksi dengan orang lain
yang salah satunya mengarah pada perilaku menarik diri.

B; RENTANG RESPON SOSIAL

Respon Adaptif
Yaitu respon individu dalam penyesuaian masalah yang dapat diterima
oleh norma norma sosial dan kebudayaan, meliputi :
a. Solitude (Menyendiri)
Merupakan respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yng
telah dilakukan di lingkungan sosialnya, dan merupakan suatu cara mengevaluasi
diri untuk menentukan langkah langkah selanjutnya.
b. Autonomy (Kebebasan)
Respon individu untuk menentukan dan menyampaikan ide ide pikiran dan
perasaan dalam hubungan sosial
c. Mutuality
Respon individu dalam berhubungan interpersonal dimana individu saling
memberi dan menerima.
d. Interdependence (Saling Ketergantungan)
Respon individu dimana terdapat saling ketergantungan dalam melakukan
hubungan interpersonal.

Respon Maladaptif
Yaitu respon individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang
dari norma norma sosial dan budaya lingkungannya.

a. Loneliness (Kesepian)
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak
berhubungan dengan orang lain atau tanpa bersama orang lain untuk mencari
ketenangan waktu sementara.
b. Exploitation (Pemerasan)
Gangguan yang terjadi dimana seseorang selalu mementingkan
keinginannya tanpa memperhatikan orang lain untuk mencari ketenangan pribadi.
c. Withdrawl (Menarik Diri)
Gangguan yang terjadi dimana seseorang menentukan kesulitan dalam
membina hubungan saling terbuka dengan orang lain, dimana individu sengaja
menghindari hubungan interpersonal ataupun dengan lingkungannya.
d. Paranoid (Curiga)
Gangguan yang terjadi apabila seseorang gagal dalam mengembangkan
rasa percaya pada orang lain.
C; ETIOLOGI

Terjadinya menarik diri dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan stressor


presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi
dan stressor presipitasi. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor
predisposisi terjadi perilaku menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat
mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya pada diri orang lain, ragu,
takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindari
orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan merasa tertekan. Keadaan ini
dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain,
menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri dan kegiatan sendiri
terabaikan.
Menurut Townsend (1998) penyebab penarikan diri dari masa bayi sampai tahap
akhir perkembangan adalah :
Kelainan pada konsep diri
Perkembangan ego yang terlambat
Perlambatan mental yang ringan sampai sedang
Abnormalitas SSP tertentu, seperti adanya neurotoksin, epilepsi,
serebral palsi, atau kelainan neurologist lainnya
Kelainan fungsi dari sistem keluarga
Lingkungan yang tidak terorganisir dan semrawut
Penganiayaan dan pengabaian anak
Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
Model-model peran yang negatif
Fiksasi dalam fase perkembangan penyesuaian
Ketakutan yang sangat terhadap penolakan dan terlalu terjerumus
Kurang identitas pribadi

D; POHON MASALAH

E; TANDA DAN GEJALA

Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat
ditemukan dengan wawancara, adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

F. AKIBAT YANG DITIMBULKAN


Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan
persepsi sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi
sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang
tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan
suara-suara yang sebenarnya tidak ada.
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca
indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat
disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.Halusinasi
merupakan pengalaman mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori
eksternal yang meliputi lima perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan,
penciuman, perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah halusinasi pendengaran.

G. PETALAKSANAAN
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu,
berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan
dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi
kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan
kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung.
Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan
endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya
untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit
darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta
dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan
miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra
meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik,
sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek
samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah,
bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine.
Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut
sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi
pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab
isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian
apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara
berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang
lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan
dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-
bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga,
perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk
berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008)

3.Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a; Activity Daily Living (ADL)

Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan


sehari-hari yang meliputi:
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun
tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk
tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan
mandi dan sesudah mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan
berganti pakaian.
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang
dan setelah makan dan minum.
6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan
kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan
pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat
menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh
benda tajam sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat
ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.
8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi
tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu
diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang muncul
padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia
(gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.

b. Tingkah laku sosial


Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien
dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya,
berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan
waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.
3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan
orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya
kesungguhan dalam berkomunikasi.
4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul
dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau
sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat
mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak
meludah sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan dan
sebagainya.

III. ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan
pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :

1; Identitas klien

Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama,


tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
2; Keluhan utama

Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi


kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain
,tidak melakukan kegiatan sehari hari , dependen.
3; Factor predisposisi

kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak
realistis ,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan
struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan
dicerai suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi
( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba tiba) perlakuan orang lain yang
tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
4; Aspek fisik/biologis

Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan
keluhafisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek Psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
1) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak
menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak
penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh . Preokupasi
dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus asaan,
mengungkapkan ketakutan.
2) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak
mampu mengambil keputusan.

3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses
menua , putus sekolah, PHK.
4) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi
5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri ,
gangguan hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan
kurang percaya diri.
a) Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga social
dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam
masyarakat.
b) Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)
6) Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata ,
kurang dapat memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan dengan orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup.
7) Kebutuhan persiapan pulang
a) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
b) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC,
membersikan dan merapikan pakaian.
c) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
d) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan
diluar rumah
e) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
8) Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya
pada orang orang lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri).
9) Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1; Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri.

2; Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

3; Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak


efektifnya koping individu : koping defensif.
C. INTERVENSI (RENCANA TINDAKAN KEPERAWAT
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Isolasi Sosial Setelah dilakukan tindakan keperawatan selamaTINDAKAN
3 PSIKOTE
x 24 jam Klien dapat berinteraksi dengan orang
Klien
lain baik secara individu maupun secaraSP 1
berkelompok dengan kriteria hasil : Bina hubungan saling
Klien dapat membina hubungan saling percaya. Identifikasi penyebab i
Dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial. SP 2
Dapat menyebutkan keuntungan berhubungan Diskusikan bersama
dengan orang lain. lain dan kerugian tidak
Dapat menyebutkan kerugian tidak berhubunganAjarkan kepada Klien
dengan orang lain. Anjurkan kepada K
Dapat berkenalan dan bercakap-cakap dengandengan orang lain dala
orang lain secara bertahap. SP 3
Terlibat dalam aktivitas sehari-hari Evaluasi pelaksanaan d
Beri kesempatan pada
dua orang
Ajarkan Klien berbin
tertentu
Anjurkan kepada Kl
bincang dengan orang
SP 4
Evaluasi pelaksanaan d
Jelaskan tentang obat
dan efek samping obat
Anjurkan Klien mem
kegiatan harian diruma
Anjurkan Klien untuk
Keluraga
Diskusikan masalah ya
Jelaskan pengertian,
Klien dan proses terjad
Jelaskan dan latih kelu

TINDAKAN PSIKO
Beri obat-obatan sesu
Pantau keefektifan dan
Ukur vital sign secara

TINDAKAN MANIPUL
Libatkan dalam makan
Perlihatkan sikap men
tapi sering
Berikan reinforcement
tindakan
Orientasikan Klien
kebutuhannya

Gangguan konsep diri: hargaSetelah dilakukan tindakan asuhan keperawatanTINDAKAN PSIKO


diri rendah berhubungan denganselama 3 x pertemuan klien mempunyai konsepPasien:
tidak efektifnya koping individudiri yang positif dengan criteria hasil: Bina hubungan saling
: koping defensif. Dapat membina hubungan saling percaya Identifikasi kemamp
Dapat mengidentifikasi aspek positif yang(individu, keluarga, da
dimiliki Antu klien menilai kem
Dapat mengembangkan kemampuan yang telah
Bantu klien memi
diajarkan kemampuan klien
Dapat terlibat dalam terapi aktivitas kelompok
Melatih kemampuan k
orientasi realita dan stimulasi persepsi Anjurkan klien memas
Dapat mengikuti aktivitas di rumah Keluarga:
Dapat minum obat dengan bantuan minimal Diskusikan masalah ya
Jelaskan pengertian, ta
klien beserta proses te
Jelaskan cara-cara mer
Latih keluarga melaku
diri rendah dirumah
Bantu keluarga membu
obat
Jelaskan follow up klie

TINDAKAN PSIKO
Berikan obat-obatan ses
Pantau keefektifan dan
Ukur VS secara periodi

TINDAKAN MANIP
Bersikap menerima kli
Libatkan klien dalam s
Beri kesempatan pada
jawabnya sendiri mis
alat makan, dan minum
Berikan umpan balik p
mandiri
DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati dan Hartono. 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :


Salemba Medika

Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .

Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta :
EGC

Anna Budi Keliat, SKp. (2006). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial
Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.

Anonim. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial. Diakses pada
tanggal 24 Juli 2012 pada
http://nurse87.wordpress.com/2009/06/04/asuhan-keperawatan-pada-
klien-dengan-isolasi-sosial/

Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.

Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan


Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses
Interaksi (API). Jakarta : fajar Interpratama.

http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2013/12/laporan-pendahuluan-isolasi
sosial.html#.WIOCnatlPIU. Diakses pada tanggal 21 januari 2017. Pukul: 23.37
WIB

http://indoaskep.blogspot.co.id/2015/12/lp-keperawatan-jiwa.html. Diakses pada


tanggal 21 januari 2017. Pukul: 23.37 WIB

Anda mungkin juga menyukai