Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Masalah politik termasuk salah satu bidang studi yang menarik perhatian masyarakat
pada umumnya. Hal ini antara lain disebabkan karena masalah poitik selalu mempengaruhi
kehidupan masyarakat. Karena pentingnya masalah politik, telah banyak studi dan kajian yang
dilakukan para ahli terhadapnya . demikian pula ajaran islam sebagai ajaran yang mengatur
kehidupan manusia secara menyeluruh juga diyakini mengandung kajian mengenai masalah
politik dan kenegaraan.pemikiran politik sesungguhnya telah dikenal dalam sejarah sejak zaman
Yunani kuno.

Karya-karya besar sebagai perintis misalnya buku The Republic karya Plato(428-348SM)
dan buku Politics dari Aristoteles (384-322SM). Kedua karya ini kemudian terlihat
mempengaruhi pemikiran filosof muslim seperti al farabi,Ibn sina, Ibn Bajah dan ibn Rusyd.
Meskipun demikian, ini tidak berarti bahwa pemikiran politik yang berkembang dalam dunia
islam hanya diilhami oleh pemikiran barat. Sebab sebelum munculnya kaum filosof tersebut
pemikiran politik telah dikenal dalam lingkungan fukaha seperti Abu Haanifat dan Abu Yusuf.
Dalam makalah ini pembaca akan diajak untuk memahami pengertian politik, eksistensinya
dalam ajaran islam, serta model-model penelitian politik yang pernah dikembangkan para ahli

Rumusan masalah
a.Apa pengertian dari politik itu?
b.Bagaimana eksistensi politik dalam islam?
c.Bagaimana model-model penelitian politik itu?

C.Tujuan penulisan:
a.Untuk mengetahui pengertian dari politik.
b.Untuk mengetahui eksistensi politik dalam islam.
c.Untuk mengetahui model-model penelitian politik.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN POLITIK

Kata politik berasal dari kata politic (inggris) yang menunjukkan sifat pribadi atau
perbuatan. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, politik diartikan sebagai pengetahuan
mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan,seperti tata cara pemerintahan,dasar-dasar
pemerintahan dan sebagainya. Sebagai istilah politik pertama kali dikenal melalui buku
plato yang berjudul Politeia yang juga dikenal dengan Republik.
Sebagai suatu sistem, politik adalah suatu konsepsi yang berisikan, antara lain ketentuan-
ketentuan tentang siapa sumber kekuasaan Negara; siapa pelaksana kekuasaan tersebut ;apa
dasar dan bagaimana cara untuk menentukan serta kepada siapa kewenangan melaksanakan
kekuasaan itu diberikan; kepada siapa pelaksanaan itu bertanggung jawab dan bagaimana
bentuk tanggup jawabnya.

Dalam bahasa Arab,politik biasanya diwakili oleh kata al-siyasah dan daulah,walaupun
kata-kata tersebut dan kata-kata lainnya yang berikatan dengan politik seperti
keadilan,musyawarah, pada mulanya bukan ditujukan untuk masalah politik. Kata siyasah
dijumpai dalam bidang kajian hokum yaitu ketika berbicara masalah imamah, sehingga
dalam fiqih dikenal adanya bahasan tentang fiqih siyasah. Kata daulah digunakan untuk
masalah politik yang sifatnya berpindah dari satu tangan ke tangan lainnya. Demikian juga
kata keadilan banyak digunakan dalam memutuskan perkara dalam kehidupan; dan kata
musyawarah pada mulanya digunakan pada kasus suami istri yang akan menyerahkan
anaknya untuk disusui oleh perempuan lainyang dalam hal ini perlu dimusyawarahkan.
B. EKSISTENSI POLITIK DALAM ISLAM

Dikalangan masyarakat islam pada umumnya kurang melihat hubungan masalah politik
dengan agama. Hal ini dikarenakan pemahaman yang kurang utuh terhadap cakupan ajaran
itu sendiri. Keterkaitan agama islam dengan aspek politik dapat dilihat dari uraian yang
diberikan Harun Nasution dalam bukunya Islam ditinjau Dari Berbagai Aspeknya jilid II.
Dalam buku tersebut ditegaskan bahwa persoalan yang pertama-tama timbul dalam islam
ialah politik. Para peneliti sejarah politik ada yang mengkategorikan bahwa corak politik
yang diterapkan oleh Nabi Muhammad adalah bercorak teo-demokratis, yaitu suatu pola
pemerintahan yang dalam menyelesaikan setiap persoalan terlebih dahulu melakukan
musyawarah baru kemudian menunnggu ketetapan dari Allah.
Setelah Rasulullah wafat, secara berturut-turut pemerintahan Negara dipegang oleh Abu
Bakar, kemudian oleh Umar Ibn Khatab, Usman Ibn Affan dan Ali bin Abi Thalib. Corak
pemerintahan yang dipraktikkan dizaman khalifah yang empat ini ialah mengambil bentuk
aristocrat demokratik, yaitu sistem pemerintahan yang dalam menyelesaikan setiap masalah
dengan cara musyawarah yang para anggotanya terdiri dari kalangan aristokrat.
selanjutnya kekhalifahan dilanjutkan oleh kelompok Bani Umayyah kemudian Bani
Abbasiyah. Corak pemerintahan sudah berubah menjadi bentuk kerajaan, karena
pengangkatan kepala Negara berdasarkan penunjukan kepada putra mahkota secara otokratis.
Setelah Bani Abbas hancur pada tahun 1258, pemerintahan islam mengambil bentuk
kesultanan, yaitu kesultanan Usmani,Kesultanan Safawi, dan kesultanan Moghul yang
menerapkan sistem kerajaan.
Berdasarkan penelusuran kesejarahan tersebut di atas, Islam sejak kelahiran nya telah
mengenal bentuk pemerintahan atau sudah mengenal sistem politik. Islam dapat menerima
bentuk dan sistem pemerintahan apapun sepanjang bentuk dan sistem pemerintahan itu dapat
menegakkan keadilan, kemakmuran, kesejahteraan lahir batin, aman dan damai bagi seluruh
masyarakat.
Sementara itu, dikalangan Khawarij terdapat doktrin yang menyatakan bahwa seorang
khalifah dapat dijatuhkan oleh rakyat manakala sudah menyimpang dari syariat Islamyang
diyakini paling benar. Sedangkan Al-Ghazali[5] dari kalangan sunni berpendapat bahwa khalifah
tidak dapat di jatuhkan, walaupun khalifah yang zalim. Menggulingkan khalifah yang zalim tapi
kuat akan membawa kekacauan dan pembunuhan dalam masyarakat.

Selain kaum teolog, kaum filosof Islam juga membahas soal politik dalam Islam. Al-
Farabi umpamanya, meninggalkan buku bernama al-Madinah al-Fadilah (Negara Terbaik).
Didalamnya ia menguraikan bahwa negara terbaik adalah negara yang dikepalai oleh seorang
Rasul.

Selanjutnya, Munawir Sjadzali, berdasrkan hasil penelitiannya menginformasikan, bahwa


dikalangan umat Islam sampai sekarang terdapat tiga aliran tentang hubungan Islam dan
ketatanegaraan.

a. Aliran petama, berpendirian bahwa Islam bukan semata-mata agama dalam pengertian Barat,
yakni hanya menyangkut hubungan antara manusia dengan Tuhan, sebaliknya Islam adalah suatu
agama yang sempurna dan yang lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan
manusia termasuk kehidupan bernegara.
b. Aliran kedua, berpendirian bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat, yang tidak ada
hubungannya dengan urusan kenegaraan.
c. Aliran ketiga, menolak pendapat bahwa Islam adalah suatu agama yang serba
lengkap dan bahwa dalam Islam terdapat sitem kenegaraan

A. MODEL-MODEL PENELITIAN POLITIK


Memahami berbagai pendekatan dalam memhami masalah politik ini diperlukan,selain
sebagai alat untuk melakukan kajian, juga untuk melakukan analisa terhadap model
penelitian yang kita lakukan dan yang dilakukan oleh orang lain. Berikut ini akan disajikan
sedikit tentang model penelitian politik yang dilakukan oleh M. Syafii Maarif dan Harry J.
Benda.

1. Model M. Syafii Maarif

Salah satu hasil penelitian bidang politik yang dilakukan Syafii Maarif tertuang dalam
bukunya berjudul Islam dan Mashab Kenegaraan, yang diterbitkan oleh LP3ES Jakarta,
tahun 1895, pada bagian pendahuluan laporan hasil penelitiannya itu, Syafii maarif
mengemiukkan subtansi ajaran Al-Quran mengenai keterangan. Dengan megikuti
pandangan ini, menurutnya, studi Al-Quran secara mendalam dan sistematik menjadi
sangatmutlak diperlukan.

Berangkat dari latar belakang pemikiran, Syafii Maarif berusaha merumuskan


permasalahan penelitiannya, yaitu: sampai berapa jauh dan berapa dalam intelektual
muslim dan ulama Islam memehami jiwa segar dari Islam cita-cita sebagai yang
terpancar dalam lingkungan sosiologisnya, yakni lingkungan dimana nabi bergerak dan
bekerja, bukan dalam ukuran-ukuran dan lembanga-lembaga yang diciptakan belakangan.

Namun, sungguhpun umat Islam Indonesia belum lagi kukuh dalam menciptakan suatu
dasar yang lebih kukuh bagi pondasi keintelektualan keagamaan mereka, sebagai anggota
pinggiran dari pusat dunia agama Islam, umat Islam Indonesia barangkali lebih beruntung
setidak-tidakny dalam satu segi. Segi pertama adalah kenyataan bahwa mereka belum
pernah terlibat sungguh-sungguh dalam kontroversi filosofis-teologis sebagaimana yang
telah ditemukan oleh para yuris, sarjana,filosof dan teologi Muslaim abad pertengahan di
Timur Tengah dan sampai batas tertentu di India dan Pakistan. Karean itu, demikian
Syafii Maarif mengatakan, lantaara mereka belum terjerat dalam suatu tradisi yang
sangat mengikat, cukup beralasan bagi Islam Indonesia untuk memulai suatu langkah
yang segar bagi rekontrusi sosio politik dan moral Islam. Rekontruksi ini harus di
tegakkan terutamaatas ajaran-ajaran etik Al-Quran dan sunnah nabi yang sejati.
Menurtnya disinilah terleta suatu tantangan yang sebenarnya bagi Islam Indonesia pada
saat yang dekat ini.

Dengan mengunakkan metodelogi penelitian perpusakaan yang handal dan dengan


pendekatan normatif historis tersebut, syafii Maarif berasil mengeksplorasikan
perpolitikan umat Islam Indonesia pada abad ke 20.

Tiga hipotesis yang berkaitan secara organik yang perlu dilacak dari jauh ialah sebagai
berikut:
1. Islam di Indonesia, sebagian telah disinggung di bagian awal merupakan suatu
agama yang hidup dinamis, ia bergerak perlahan-lahan tapi nampaknya pasti dari posisi
kuantitas ke posisi kualitas.
2. Usaha-usaha mengubah negara Indonesia menjadi negara Islam, sekalipun sah
menurut undang-undang Dasar pada tahun 1950-an, merupakan usaha prematur dan tidak
realistik karena fondasi keintelektualan keagamaan yang kukuh bagi bangunan serupa itu
belum lagi di ciptakan.
3. Prospek Islam di Indonesia nampaknya banya tergantung pada kemampuan
intelektual muslim, para ulama-ulama dan pemimpin-pemimpin Islam yang lain untuk
memahami realitas masyarakat mereka, baik di bidang politik, ekonomi sosial, maupun
kultural serta hubungannya dengan ajaran-ajaran Islam sebagaiman yang telah terurat
dan tersirat dalam Al-Quran dan Al-Sunnah yang sejati.

Dengan megikuti uraian tersebut, terlihat dengan jelas bahwa model penelitian politik
yang dilakukan Syafii Maarif sangat baik dijadikan model oleh para peneliti
selanjutnya. Bentuk penelitinya bersifat deskriptif analisis. Pendekatan dan analisis yang
digunakan bersifat normatif historis, sedangkan data-data yang digunakan bersumber
pada kajian perpustakaan.

2. Model Harry J. Benda

Penelitian di bidang politik dengan mengunakan pendekatan historis normatif dilakukan


pula oleh Harry J. Benda, sebagaiman terlihat dalam bukunya yang berjudul Bulan Sabit
dan Matahari Terbit Islam di Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang,diterjemahkan
oleh Daniel Dhakidae dari judul aslinya The Crescent and The Rising Sun, dan
diterbitkan oleh Pustaka Jaya pada tahun 1980.

Penelitian tersebut berusah mencari informasi dan sumber-sumber sesudah perang, dalam
usaha untuk menguji dan memperbaiki gambaran yang telah muncul dari studi catatan-
catatan masa pendudukan. Menurutnya berbeda dengan priode kolonial Belanda,
pendudukan Jepang di Indonesia pada umunya, dan perkembangan Islam selama tahun-
tahun tersebut khususnya, sejauh ini sungguh sangat tidak mendaoatkan perhatian dari
kalangan penulis-penulis Indonesia lainnya.

Dilihat dri segi percakapannya, secara garis besar penelitian ini membahas perkembangan
Islam di pulau Jawa saja. Batas ruang linkup yang patut di sesalkan ini sebagian besar
ditentukan oleh sumber-sumber bahan yang di peroleh. Terutama bagi masa Jepang,
catatan-catatan tertulis dari pulau-pulau lain, dari berbagi dan beberapa pengucualian
kecil, tidak dapat di peroleh penelitian. Sedangkan efek-efek dari masa Jepang terhadap
Islam Indonesia di Aceh,salah satu daerah Islam di sumatera yang kokoh keislamanya,
telah menjadi pembahasan yang sangat bagus dari monograf Belanda, nasib masyarakat
Islam di daerah-daerah lain di nusantara, tertama di daerah Pantai Barat Sumatera yang
penting itu. Masih harus di pelajari secara terperinci.

Diatara kesimpulan yang di hasilkan dari penelitian tersebut adalah meskipun Islam di
daerah lain tak dapat di sangkal telah memainkan peran utama di dalam perkembangan
politik indonesia, di Jawa menurut Benda telah mendapatkan perwuudan organissatoris
paling penting. Disanalah juga, kelompok-kelompok Islam paling langsung terlibat dalam
membentuk politik Indonesia pada umunya.

Dari urain tersebut, terlihat bahwa model penelitian yang dilakukan oleh Harry J. Benda
mengambil bentuk penelitian keperpustakaan dengan corak penelitian deskriftif, dengan
menggunakan pendekatan analisis sosio historis, sebagaimana penelitian yang dilakukan
Syafii maarif tersebut diatas.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Dalam bahasa arab, politik biasanya di wakili oleh kata al-siyasah dan daulah, walaupun
kata-kata tersebut dan kata-kata lainnya yang berkaitan dengan politik seprti keadilan,
musyawarah, pada mulanya bukan ditujukan untuk masalah politik. Kata siyasah
dijumpai dalam bidang kajian hukum, yaitu ketika berbicara masalah imamah, sehingga
dalam fiqih dikenal adanya bahasa tentang Fiqih Siyasah.
Dikalangan umat Islam sampai sekarang terdapat tiga aliran tentang hubungan Islam
dan ketatanegaraan. Aliran petama, berpendirian bahwa Islam bukan semata-mata agama
dalam pengertian Barat, yakni hanya menyangk1ut hubungan antara manusia dengan
Tuhan, sebaliknya Islam adalah suatu agama yang sempurna dan yang lengkap dengan
pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia termasuk kehidupan bernegara. Aliran
kedua, berpendirian bahwa Islam adalah agama dalam pengertian Barat, yang tidak ada
hubungannya dengan urusan kenegaraan. Aliran ketiga, menolak pendapat bahwa Islam
adalah suatu agama yang serba lengkap dan bahwa dalam Islam terdapat sitem
kenegaraan.

1
Dalam memhami masalah politik ini diperlukan,selain sebagai alat untuk melakukan
kajian, juga untuk melakukan analisa terhadap model penelitian yang kita lakukan dan
yang dilakukan oleh orang lain
Model M. Syafii Maarif. Dengan mengunakkan metodelogi penelitian perpusakaan
yang handal dan dengan pendekatan normatif historis tersebut, syafii Maarif berasil
mengeksplorasikan perpolitikan umat Islam Indonesia pada abad ke 20. model penelitian
politik yang dilakukan Syafii Maarif sangat baik dijadikan model oleh para peneliti
selanjutnya. Bentuk penelitinya bersifat deskriptif analisis. Pendekatan dan analisis yang
digunakan bersifat normatif historis, sedangkan data-data yang digunakan bersumber
pada kajian perpustakaan.
Model Harry J. Benda. Penelitian dibidang politik dengan mengunakan pendekatan
historis normatif dilakukan pula oleh Harry J. Benda, Penelitian tersebut berusah mencari
informasi dan sumber-sumber sesudah perang, dalam usaha untuk menguji dan
memperbaiki gambaran yang telah muncul dari studi catatan-catatan masa pendudukan.
Model penelitian yang dilakukan oleh Harry J. Benda mengambil bentuk penelitian
keperpustakaan dengan corak penelitian deskriftif, dengan menggunakan pendekatan
analisis sosio historis, sebagaimana penelitian yang dilakukan Syafii maarif tersebut
diatas.

B. DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. Nata, Abuddin, M.A. 2011, Metodelogi Studi Islam, Cet. Ke-18, Jakarta,
penerbit: PT RajaGrafido Persada
Sjadzali, Munawir, 1990, Islam dan Tata Negara , Ajaran, dan Pemikiran, cet. I,
Jakarta, Penerbit: UI Press.
W.J.S. Poerwadarminta, 1991, Kamus Umum Bahasa Indonesia, cet. XII. Jakarta,
Penerbit: Balai Pustaka.
Nasution, Harun, 1979, Islam Ditinjau Berbagai Aspeknya, Cet. I. Jakarta, Penerbit:
UI Press.
Abdullah, Taufik, 1987, Islam Dan Msayarakat Pantulan Sejarah Indonesia, cet: I ,
Jakarta, Penerbit; LP3ES
KATA PENGANTAR

Anda mungkin juga menyukai