KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Sang Maha pencipta dan Pengatur Alam Semesta, berat Ridho-
Nya, kami akhirnya mampu menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ASUHAN
KEPERAWATAN GAGAL NAFAS AKUT. Dalam menyusun makalah ini tidak sedikit
kesulitan dan hambatan yang kami alami, namun berkat dukungan, dorongan dan semangat
dari orang terdekat, sehingga kami mampu menyelesaikannya.
Oleh karena itu pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih sedalam-
dalamnya kepada semua doa dan bantuan finansial untuk menyelesaikan makalah ini. Kami
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu segala kritik
dan saran yang membangun akan kami terima dengan baik. Semoga makalah ASUHAN
KEPERAWATAN GAGAL NAFAS AKUT dapat bermanfaat bagi pembaca semuanya.
Surakarta, 21 Oktober 16
Penulis.
2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
3
A. Latar belakang.
Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai dengan
perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi peningkatan kadar
PaCO2. Gagal napas akut timbul pada pasien yang keadaan parunya normal secara
struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.
Menurut Bruner and Suddart (2002), gagal napas adalah sindromadimana sistem
respirasi gagal untuk melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen, dan
pengeluaran karbondioksida. Keadekuatan tersebut dapat dilihat dari kemampuan
jaringan untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Indikasi gagal
napas adalah PaO2 < 60mmHg atau PaCO2 > 45mmHg, dan atau keduanya.
Gagal napas adalah gangguan pertukaran gas antara udara dengan sirkulasi
yang terjadi di pertukaran gas intrapulmonal atau gangguan gerakan gas masuk keluar
paru. Menurut Joy M. Black (2005), gagal napas adalah suatu keadaan yang
mengindikasikan adanya ketidakmampuan sistem respirasi untuk memenuhi suplai
oksigen untuk proses metabolisme atau tidak mampu untuk mengeluarkan
karbondioksida. Sedangkan menurut Susan Martin (1997), gagal napas adalah
ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal,
eliminasi karbondioksida, dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi,
difusi, atau perfusi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi gagal nafas akut?
2. Apa etiologi gagal nafas akut?
3. Bagaimana patofisiologi dari gagal nafas akut?
4. Bagaimana pathway dari gagal nafas akut?
5. Apa saja tanda dan gejala gagal nafas akut?
4
C. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Penulis mampu menyusunserta melakukan menejemen asuhan keperawatan secara
langsung pada klien dengan gagal nafas akut.
2. Tujuan khusus.
a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan
masalah gagal nafas akut.
b. Penulis mampu menganalisa data dan merumuskan diagnosa keperawatan pada
pasien dengan gagal nafas akut.
c. Penulis mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan masalah
gagal nafas akut sesuai dengan diagnosa keperawatan.
d. Penulis mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal
nafas akut sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.
e. Penulis mampu mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan.
D. Manfaat Penulisan.
1. Bagi peningkatan kualitas asuhan keperawatan.
Laporan studi asuhan keperawatan gagal nafas akut diharapkan dapat
digunakan sebagai acuan dalam peningkatan kualitas asuhan keperawatan
serta perkembangan ilmu praktek keperawatan.
2. Bagi IPTEK
Diharapkan dengan adanya laporan studi ini diharapkan dapat turut serta dalam
meningkatkan perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan serta
menejemen asuhan keeperawatan ini.
3. Bagi institusi layana pendidikan.
Sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam penguasaan materi.
Penguasaan proses keperawatan, perkembangan penyakit, serta menejemen
dalam tata laksana kasus ini sangat menjadi pertimbangan kemampuan
pencapaian kompetensi.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2) Etiologi
A. Depresi sistem saraf pusat
6
3) Patofisiologi.
Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang
parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit
timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit
paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit
penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya
paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami
kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang
dilakukan memberi bantuan ventilator karena kerja pernafasan menjadi tinggi
7
4. Pathway
Perafasan
Jalan nafas
5. Gambaran Klinis
Gejala klinis dari gagal nafas adalah nonspesifik dan mungkin minimal,
walaupun terjadi hipoksemia, hiperkarbia dan asidemia yang berat. Tanda utama
dari kecapaian pernafasan adalah penggunaan otot bantu nafas, takipnea,
takikardia, menurunnya tidal volume, pola nafas ireguler atau terengah-engah
(gasping) dan gerakan abdomen yang paradoksal.
Hipoksemia akut dapat menyebabkan berbagai masalah termasuk aritmia
jantung dan koma. Terdapat gangguan kesadaran berupa konfusi. PaO2 rendah
yang kronis dapat ditoleransi oleh penderita yang mempunyai cadangan kerja
jantung yang adekuat. Hipoksia alveolar (PAO2< 60 mmHg) dapat menyebabkan
vaso konstriksi arteriolar paru dan meningkatnya resistensi vaskuler paru dalam
beberapa minggu sampai berbulan-bulan, menyebabkan hipertensi pulmonal,
hipertrofi jantung kanan (kor pulmonale) dan pada akhirnya gagal jantung kanan.
Hiperkapnia dapat menyebabkan asidemia. Menurunnya pH otak yang
akut meningkatkan drive ventilasi. Dengan berjalannya waktu, kapasitas bufer di
otak meningkat, dan akhirnya terjadi penumpulan terhadap rangsangan turunnya
pH di otak dengan akibatnyadrive tersebut akan menurun. Efek hiperkapnia akut
kurang dapat ditoleransi daripada yang kronis, yaitu berupa gangguan
sensorium dan gangguan personalia yang ringan, nyeri kepala, sampai konfusi
dan narkosis. Hiperkapnia juga menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak dan
peningkatan tekanan intrakranial.Asidemia yang terjadi bila hebat (pH< 7,3)
menyebabkan vasokonstriksi arteriolar paru, dilatasi vaskuler sistemik,
kontraktilitas miokard menurun, hiperkalemia, hipotensi dan kepekaan jantung
meningkat sehingga dapat terjadi aritmia yang mengancam nyawa.
6. Pemeriksaan Penunjang
Analisa Gas Darah Arteri
Pemeriksaan gas darah arteri penting untuk menentukan adanya asidosis
respiratorik dan alkalosis respiratorik, serta untuk mengetahui apakah klien
mengalami asidosis metabolik, alkalosis metabolik, atau keduanya pada
klien yang sudah lama mengalami gagal napas. Selain itu, pemeriksaan ini
9
Radiologi
Berdasarkan pada foto thoraks PA/AP dan lateral serta fluoroskopi akan
banyak data yang diperoleh seperti terjadinya hiperinflasi, pneumothoraks,
efusi pleura, hidropneumothoraks, sembab paru, dan tumor paru.
Pengukuran Fugnsi Paru
Penggunaan spirometer dapat membuat kita mengetahui ada tidaknya
gangguan obstruksi dan restriksi paru. Nilai normal atau FEV1 > 83%
prediksi. Ada obstruksi bila FEV1 < 70% dan FEV1/FVC lebih rendah dari nilai
normal. Jika FEV1 normal, tetapi FEV1/FVC sama atau lebih besar dari nilai
normal, keadaan ini menunjukkan ada restriksi.
Elektrokardiogram (EKG)
Adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada EKG yang ditandai dengan
perubahan gelombang P meninggi di sadapan II, III dan aVF, serta jantung
yang mengalami hipertrofi ventrikel kanan. Iskemia dan aritmia jantung
sering dijumpai pada gangguan ventilasi dan oksigenasi.
Pemeriksaan Sputum
Yang perlu diperhatikan ialah warna, bau, dan kekentalan. Jika perlu lakukan
kultur dan uji kepekaan terhadap kuman penyebab. Jika dijumpai ada garis-
garis darah pada sputum (blood streaked), kemungkinan disebabkan oleh
bronkhitis, bronkhiektasis, pneumonia, TB paru, dan keganasan. Sputum
yang berwarna merah jambu dan berbuih (pink frothy), kemungkinan
disebabkan edema paru. Untuk sputum yang mengandung banyak sekali
darah (grossy bloody), lebih sering merupakan tanda dari TB paru atau
adanya keganasan paru.
7. Penatalaksanaan
Antibiotik
Pemberian antibiotik diberikan sebaiknya setelah diperoleh hasil kultur dan
uji kepekaan terhadap kuman penyebab.
Terapi oksigen
Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong.
Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau
PEEP
Inhalasi nebulizer
Fisioterapi dada
Pemantauan hemodinamik/jantung
Pengobatan
1. Brokodilator
10
8. Komplikasi
a. Infeksi Nosokomial
Bagi pasien yang terpasang ventilator dengan gagal nafas akut sangat rentan
terkena infeksi nosokomial. Infeksi ini merupakan infeksi yang didapat setelah
pasien dirawat selama 72 jam di rumah sakit.
b. Multi failure organ
Diawali dengan adanya infeksi oleh firus maupun bakteri, kemudian juga
adanya sepsis, berikutnya karena pasien dengan GNA umumnya meninggal
karena gagal organ multiple bukan karena GNA saja tapi sudah menjadi
sepsis dan akhirnya gom.
c. Pneumothoraks
Pada keadaan seperti ini sering terjadi karena pasien terpasang respirator
yang memiliki tekanan tinggi. Tekanan positif pada ventilator diteruskan ke
dalam pleura melalui fistula menyebabkan tekanan di pleura menjadi positif
sehingga menyebabkan tension pneumothorak juga terkadang dapat terjadi
emfisema subkutan yang mengikuti pneumothorak, terdapat fistula inilah yang
menjadi komplikasi yang serius.
d. Ketidak seimbangan asam basa.
Asidosis respiratori yang mengakibatkan tidak adekuatnya ekskresi CO2
karena tidak adekuatnya ventilasi, sehingga mengakibatkan kenaikan kadar
CO2 plasma.
e. Displasia bronkopulmoner
Cedera pada paru akibat terapi oksigen konsentrasi tinggi dan pemakaian
ventilator.
f. Perdarahan pulmoner.
Kenaikan tekanan sirkulasi pulmonal akan meningkatkan permeabilitas
mikrovaskuler paru menyebabkan sembab cairan yang mengandung protein
tinggi dan kolapsnya rongga alveolar akab\n mengganggu pertukaan gas dan
mekanik paru.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
1. Aktivitas / Istirahat
Gejala : kekurangan energy, insomnia
11
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya bedah jantung paru, fenomena embolik
(darah, udara, lemak)
Tanda :
1. TD : dapat normal atau meningkat pada awal (berlangjut
menjadi hipoksia) ; hipotensi terjadi pada tahap lanjut (syok)
atau dapat factor pencetus seperti pada eklampsia.
2. Frekuensi jantung : takikardi biasanya ada
3. Bunyi jantung : normal pada tahap dini ; S2 (komponen paru)
dapat terjadi
3. Integritas Ego
Gejala : ketakutan, ancaman perasaan takut
Tanda : gelisah, agitasi, gemetar, mudah terangsang, perubahan
mental
4. Makanan / cairan
Gejala : kehilangan selera makan, mual
Tanda : edema atau perubahan berat badan, hilang atau
berkurangnya bunyi usus
5. Neurosensori
Gejala/tanda : adanya trauma kepala, mental lamban, disfungsi
motor.
6. Pernafasan
Gejala : adanya aspirasi atau tenggelam, inhalasi asap atau gas,
infeksi difus paru. Timbul tiba tiba atau bertahap, kesulitan nafas,
lapar udara.
Tanda:
1. Pernafasan : cepat, mendengkur, dangkal.
2. Bunyi nafas : pada awal normal, ronki, dan dapat terjadi
bunyi nafas bronchial.
a) Riwayat keluarga.
Riwayat keluarga tentang alergi dan penyakit keturunan
Riwayat pasien tentang gangguan petnafasan yang baru diderita, terkena
infeksi, adanya alergi/iritasi, trauma.
b) Kaji keadaan dada.
Kaji suara nafas dan suara nafas tambahan
Kaji adanya pembesaran anterior / posterior ukuran dada
12
dapat meningkatkan
3.Pertahankan posisi fremitus.
tubuh/kepala tepat - Memudahkan
dan gunakan alat memelihara jalan nafas
jalan nafas sesuai atas paten bila jalan
kebutuhan. nafas pasien
dipengaruhi misalnya
gangguan tingkat
kesadaran, sedasi dan
4.Bantu dengan trauma maksilofasial.
batuk/nafas dalam, - Pengumpulan sekresi
ubah posisi dan mengganggu ventilasi
penghisapan sesuai atau edema paru dan
indikasi. bila pasien tidak
diintubasi, peningkatan
cairan oral dapat
mengencerkan/
meningkatkan
pengeluaran.
2. Kolaborasi :
1. - Berikan oksigen 2.Kolaborasi :
lembab 1. -Kelembaban
2. Berikan terapi menghilangkan dan
aerosol, nebuliser memobilisasi secret dan
ultrasonic meningkatkan tranpor
3. - Bantu dengan oksigen.
memberikan 2. - Pengobatan dibuat
fisioterapi dada, untuk mengirimkan
contoh drainase oksigen/bronkodilatasi/k
postural elembaban dengan kuat
pada alceoli dan untuk
memobilisasi secret.
-Meningkatkan
drainase/eliminadi
secret paru kedalam
sentral bronkus, dimana
15
2.Kolaborasi : 2. Kolaborasi :
1. - Berikan oksigen 1. - Memaksimalkan
tambahan bernafas dan
menurunkan kerja
nafas.
2. - Berikan humidifikasi
2. - Memberikan
tambahan , mis. kelembaban pada
Nebuliser ultrasonic membrane mukosa dan
membantu pengenceran
secret untuk
memudahkan
16
spasme
bronkus/tertahannya
9. - Evaluasi tingkat secret.
intoleransi aktivitas. 5. - Gelisah dan ansietas
- Berikan lingkungan adalah manifestasi
tenang dan kalem. umum pada hipoksia.
6. - Selama distress
pernafasan
berat/akut/refraktori
pasien secara total tak
mampu melakukan
aktivitas sehari-hari
2. Kolaborasi : karena hipoksemia dan
3. - Berikan oksigen dispnea.
tambahan yang 4.
sesuai dengan 5. Kolaborasi :
indikasi hasil 6. - Dapat memperbaiki
GDA dan atau mencegah
toleransi pasien. memburuknya
hipoksia.
7. 4 4 8. Setelah dilakukan tindakan 10. Mandiri : 12. Mandiri :
. keperawatan selama .x 241. 1. Kaji kebiasaan 13. -.Pasien distress
jam diharapkan kebutuhan diet, masukan pernafasan akut
nutrisi klien terpenuhi makanan saat ini. sering anoreksia
dengan kriteria hasil : 2. karena dispnea,
1. 1. Menunjukkan peningkatan 3. produksi sputum dan
berat badan menuju tujuan 4. 2. Catat derajat obat.
yang tepat. kesulitan makan. 14. - .Dapat
9. 2. Menunjukkan 5. menghasilkan
perilaku/perubahan pola 6. distensi abdomen
hidup untuk meningkatkan 7. yang menganggu
dan atau mempertahankan 8. nafas abdomen dan
berat badan yang tepat. 9. 3. Evaluasi berat gerakan diafragma,
badan dan ukuran dan dapat
tubuh. meningkatkan
4.Hindari makanan dipsnea.
penghasil gas dan 15. - Suhu ekstrem
18
Kasus Permasalahan
Seorang anak laki laki berusia 10 th dirawat di ruang ICU RS. Kanjeng Sehat, Cilengsi
dengan diagnosa GNA. Pasien mengalami penurunan kesadaran akibat trauma
kepala setelah pasien terjatuh dari pohon jambu. An.k batuk dengan adanya dahak
purulen, pasien mengeluh nyeri dada dan sesak nafas. Tampak pernafasan pasien
cepat (takipneu) dan dangkal, adanya bunyi nafas tambahan ronchi. TD 130/80
mmHg, Nadi 123 x/menit, suhu 36 celsius. PAO2 50 mmHg, dan PACO2 55 mmHg.
Riwayat keluarga An.k tinggal di daerah pabrik, dan ayah An.k perokok berat baik
dirumah maupun di luar rumah.
Aktivitas 1
Fokus pengkajian
1) Airway
Bunyi nafas tambahan ronchi
Batuk disertai produksi sputum yang purulen
2) Breathing
Distres pernafasan, terpasang O2 4lpm, RR 31x/menit, nafas cepat dan dangkal.
Terlihat retraksi dinding dada.
Sesak nafas, sianosis.
3) Circulation
Peningkatan curah jantung 130/80 mmhg, nadi 123x/menit, pasien letargi
Trauma kepala, pucat karena penurunan kesadaran
4) Disability
E : 2, M : 3, V : 2
5) Ekspose
Pasien terpapar dengen asap pabrik dan asap rokok dari ayahnya.
22
Aktivitas 2
Pengkajian sekunder
1) S (symptomps ) : sesak nafas dan nyeri dada.
2) A (alergic ) : tidak mempunyai alergi terhadap obat tertentu.
3) M ( medikasi ) : O2 4lpm, kalmoxim 350 mg/iv/8jam, piralen 2ml/iv,
4) P (past medical history ) : pasien memiliki riwayat lingkungan di daerah pebrik.
5) L ( last oral intake ) : pasien makan cair melalui NGT terakhir jam 09.00 wib
sebanyak 150 cc.
Aktivitas 3
Pengkajian Haemmodinamik
PAO2 50 mmHg
PACOA 55 mmHg
Aktivitas 4
Kebutuhan BLS dan ALS
Pemberian Oksigen: Dalam tatalaksana lanjutan, oksigen harus tetap diberikan
untuk mempertahankan saturasi oksigen arteri diatas 95%. Walaupun pemberian
O2 mempunyai risiko menurunkan upaya bernapas pada beberapa pasien yang
mengalami hipoventilasi kronis, keadaan ini bukan kontraindikasi untuk terapi
O2 bila pasien diobservasi ketat. Bila ventilasi tidak adekuat, maka harus segera
diberikan bantuan ventilasi dengan balon ke masker dan O 2. Hipoksemia diatasi
dengan pemberian O2 hangat dan lembab melalui kanul nasal, masker
sederhana, masker dengan penyimpanan (reservoir) oksigen, kotak penutup
kepala (oxyhood), dan alat bantu napas orofaring atau nasofaring.
Bantuan Pernafasan (Ventilasi): Bantuan pernafasan dapat dilakukan untuk
memperbaiki oksigenasi. Bantuan pernafasan tersebut meliputi Continius
Positive Airway Pressure (CPAP) dan Bilevel Positive Airway Pressure
(BiPAP). CPAP akan membuka alveoli yang kolaps dan mengalirkan cairan
edema paru, sehingga mengurangi ketidakpadanan ventilasi-perfusi,
mengurangi gradien oksigen arteri-alveolus dan memperbaiki PaO 2. Ventilasi
tekanan positif non invasif, Bilevel Positive Airway Pressure (BiPAP)
memberikan bantuan ventilasitekanan positif dan tekanan saluran napas positif
23
kontinyu melalui masker nasal, bantalan nasal, atau masker muka. Bantuan
ventilasi ini tidak memerlukan intubasi trakhea.
Pemasangan Pipa Endotrakheal. Intubasi endotrakhea dapat dilakukan pada
beberapa pasien tertentu. Indikasi melakukan intubasi endotrakhea adalah
keadaan berikut ini:
1. Gagal kardiopulmonal/henti kardiopulmonal
2. Distres pernapasan berat/kelelahan otot pernapasan
3. Refleks batuk/gag reflkes hilang
4. Memerlukan bantuan napas lama karena apnea atau hipoventilasi
5. Transpor antar rumah sakit untuk pasien yang berpotensi gagal napas
Aktivitas 5
Pengobatan
Antibiotik
Pemberian antibiotik diberikan sebaiknya setelah diperoleh hasil kultur dan
uji kepekaan terhadap kuman penyebab.
Terapi oksigen
Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong.
Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau
PEEP
Inhalasi nebulizer
Fisioterapi dada
Pemantauan hemodinamik/jantung
Pengobatan
Brokodilator
24
Untuk klien sesak nafas dapat diberikan bronkkodilator alanal sesui dengan
factor penyebab penyakit. Ada dua golongan bronkodilator yang sering
digunakan yaitu golongan simpatetik dan derivate santin.
Steroid
Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
Program Terapi
1) Injeksi
Kortikosteroid
Protaglandin E1
Kotekonazol
Anti endotoksin dan antisitokinin
Amil nitrit
Oksida nitrit
BAB IV
PEMBAHASAN
Penyebab gagal nafas pada An A adalah kejang yang dialami selama + 5-10
menit yang disebabkan oleh panas tinggi yang tidak tertangani secara tepat sehingga
menyebabkan spasme otot pernafasan yang menyebabkan kebutuhan oksigen tidak
dapat terpenuhi. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan penyebab dari gagal
nafas antara lain: gangguan jalan nafas bagian atas, gangguan jalan nafas bagian
bawah serta gangguan susunan saraf.
Proses terjadinya gagal nafas pada kejang adalah pada keadaan demam
kenaikan suhu tubuh 1 C akan menyebabkan kenaikan kebutuhan oksigen 20 60
%. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat dapat terjadi difusi ion kalium
maupun ion natrium melalui membran tersebut sehingga dapat mengakibatkan
lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besar sehingga
dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan
25
neurotransmiter sehingga menyebabkan kejang. Kejang yang lama (>10 menit) dapat
menyebabkan spasme otot pernafasan sehingga menimbulkan apnue dan gagal nafas.
Masalah keperawatan yang utama pada gagal nafas adalah gangguan
pertukaran gas, dimana proses terjadinya adalah sebagai berikut Gagal nafas dapat
menyebabkan kegagalan ventilasi sehingga menyebbakan gangguan difusi dan
retensi CO2 yang menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnea yang menyebabkan
gangguan ventilasi alveolus, hipoventilasi alveoli sehingga pertukaran gas (oksigen)
dalam tubuh terganggu.
Masalah keperawatan yang kedua adalah peningkatan suhu tubuh, peningkatan
suhu tubuh ini yang menyebabkan terjadinya kejang pada anak A. menurut teori
proses terjadinya kejang yang disebabkan oleh peningkatan suhu tubuh adalah
sebagai berikut kenaikan suhu tubuh 1 C akan menyebabkan kenaikan kebutuhan
oksigen 20 60 %. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan
tergantung dari dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak yang menderita
kejang pada suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang
dapat terjadi pada suhu tubuh 38C sedangkan pada anak dengan ambang kejang
yang tinggi, kejang dapat terjadi pada suhu tubuh 40 C atau lebih. Pada An A saat
sebelum kejang suhu tubuh 39,4C. berdasarkan hal tersebut prioritas
penatalaksanaan berikutnya adalah menurunkan suhu tubuh untuk mencegah
terjadinya kejang ulang.
Masalah keperawatan yang ketiga adalah perubahan proses keluarga b.d krisis
situasi yang disebabkan karena penyakit yang serius pada anak. Kecemasan yang
dialami oleh keluarga dapat disebabkan karena ketidaktahuan tentang kondisi yang
dialami oleh pasien sehingga Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah
memberikan penjelasan tentang keadaan yang dialami oleh klien, menjelaskan
tentang tujuan prosedur yang akan dilakukan, sehingga didiharapkan dengan
menurunkan kecemasan yang dialami oleh keluarga.
26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan.
Gagal nafas merupakan suatu kegawatan yang memerlukan penanganan secara
cepat, tepat dan komprehensif dengan prioroitas ABC sebagai pedoman penanganan.
Penyebab dari gagal nafas juga harus dikelola secara tepat sehingga gagal nafas dapat
dicegah.
Masalah keperawatan pada gagal nafas yang ditemukan pada anak A adalah
gangguan pertukaran gas, peningkatan suhu tubuh dan perubahan proses keluarga.
Peningkatan suhu tubuh pada anak A merupakan penyebab terjadinya kejang yang
menyebabkan terjadinya gagal nafas, berdasarkan hal tersebut tindakan keperawatan
untuk menurunkan suhu tubuh sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya kejang
berulang yang dapat menyebabkan kejang.
B. Saran.
Dalam melakukan penanganan gagal nafas, terutama dalam penanganan A
(mempertahankan jalan nafas) harus diperhatikan posisi tidur pasien, yaitu dalam
posisi sniffing position, dengan cara posisi terlentang dengan meletakkan ganjalan
27
dibawah bahu. Posisi yang tepat dapat dapat mencegah jatuhnya lidah kebelakang
sehingga dapat menekan dinding farink bagian belakang yang akan menutupi jalan
nafas..
Dalam penanganan B (pemberian bantuan pernafasan) harus diperhatikan
cara memberikan VTP secara tepat, yaitu tekanan positif diberikan sesuai dengan
irama pernafasan penderita, yaitu saat terjadinya inspirasi.
DAFTAR PUSTAKA