Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL

DENGAN PRE EKLAMPSI/EKLAMPSI

OLEH

AHMAD IMAM SANTOSO

ANISKa HANDAYANI

DICKY CANDRA P

FITRIYA RIZKI

HIDAYAH RISMA W

KOKO WIDI F

NOVIDA PUSPITA D

ROSI DEWI RAHAYU

TRIAWAN BAMBANG WIJANARKO

AKADEMI KEPERAWATAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

2016
BAB 1

KONSEP KEHAMILAN/GANGGUAN KEHAMILAN

A. Definisi Preeklampsi/Eklampsi
Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,
bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak
menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan
gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih.
(Nanda, 2012)

Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan


disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008).

Eklampsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan
atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya
sudah menunjukkan gejala-gejala preeclampsia (hipertensi, edems, proteinuri).
(Wirjoatmodjo,2000: 49).

Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika preeklampsia


memburuk menjadi kejang (helen varney;2007)

B. Tanda dan Gejala


a. Preeklampsi
Dibagi dalam 2 golongan :
1. Pre-eklampsi ringan, bila keadaan sebagai berikut :
a) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi rebah
terlentang/tidur berbaring, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih,
atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-
kurangnya pada 2 x pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya
6 jam.
b) Edema umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat badan 1
kg atau lebih perminggu.
c) Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih perliter, kwalitatif 1+atau 2+ pada
urin kateter atau midstream ( Ida Bagus.1998).
2. Pre-eklampsi berat:
a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih
b) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter
c) Oliguria, jmlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
d) Keluhan subjektif :
Nyeri di epigastrium
Gangguan penglihatan
Nyeri kepala
Edema paru dan sianosis
e) Pemeriksaan :
Kadar enzim hati meningkat disertai ikterus
Perdarahan pada retina
Trombosit kurang dari 100.000/mm ( Ida Bagus. 1998).
b. Eklampsi
Eklampsia terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih, yaitu: kejang-kejang
atau koma. Kejang dalam eklampsia ada 4 tingkat, meliputi :
1. Tingkat awal atau aura ( invasi )
Berlangsung 30 35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat
( pandangan kosong ), kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar ke
kanan dan ke kiri.
2. Stadium kejang tonik
Seluruh otot menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki
membengkok kedalam, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis,
lidah dapat tergigit, berlangsung kira kira 20 30 detik
3. Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi dan berulang ulang dalam waktu yang cepat,
mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa, dan lidah dapat
tergigit.Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis.Setelah
berlangsung 1 -2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar,
menarik nafas, seperti mendengkur.
4. Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam jam.Kadang
antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita tetap dalam
keadaan koma.

C. Patofisiologi
a. Preeklampsi
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah
iskemik uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa
plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang
berkurang.
Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi
penurunan kadar 1 -25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya
terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan
penyediaan kalsium pada janin, terjadi perangsangan kelenjar paratiroid yang
mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang
mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium tulang yang dibawa melalui
sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium intra sel mengakibatkan
peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan
darah.
Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan
prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler. Penurunan
sintesis prostaglandin dan peningkatan pemecahannya akan meningkatkan
kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II. Angiotensin II mempengaruhi
langsung sel endotel yang resistensinya terhadap efek vasopresor berkurang,
sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan
aliran darah yang menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan
tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah karena
gangguan aliran darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan
endotel pembuluh darah yang menyebabkan dilepasnya Endothelin 1 yang
merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran antar sel
endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti thrombosit dan
fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan ke
berbagai sistem organ.
Fungsi organ-organ lain
1. Perubahan pada otak
Pada pre-eklampsi aliran darah dan pemakaian oksigen tetap
dalam batas-batasn ormal. Pada eklampsi, resistensi pembuluh darah
meninggi, ini terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema terjadi pada otak
yang dapat menimbulkan kelainan serebral dan kelainan pada visus. Bahkan
pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.
2. Perubahan pada uri dan rahim
Aliran darah menurun ke plasenta menyebabkan gangguan plasenta,
sehinggaterjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan
oksigen terjadi gawat janin. Pada pre-eklampsi dan eklampsi sering terjadi
bahwa tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan meningkat maka
terjadilah partus prematurus.
3. Perubahanp ada ginjal
Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal kurang. Hal ini
menyebabkan filfrasi natrium melalui glomerulus menurun, sebagai akibatnya
terjadilah retensi garam dan air. Filnasi glomerulus dapat turun sampai 50%
dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.
4. Perubahan pada paru-paru
Kematian wanita pada pre-eklampsi dan eklampsi biasanya disebabkan
oleh edema paru. Ini disebabkan oleh adanya dekompensasi kordis. Bisa
pula karena terjadinya aspires pnemonia. Kadang-kadang ditemukan abses
paru.
5. Perubahan pada mata
Dapat ditemukan adanya edema retina spasmus pembuluh darah. Bila ini
dijumpai adalah sebagai tanda pre-eklampsi berat. Pada eklampsi dapat
terjadi ablasio retinae, disebabkan edema intra-okuler dan hal ini adalah
penderita berat yang merupakan salah satu indikasi untuk terminasi
kehamilan. Suatu gejala lain yang dapat menunjukkan arah atau tanda dari
pre-eklampsi berat akan terjadi eklampsi adalah adanya: skotoma, diplopia,
dan ambliopia. Hal ini disebabkan perubahan peredaran darah dalam pusat
penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
6. Perubahan pada keseimbangan air dan elektrolit
Pada pre-eklampsi ringan biasanya tidak dijumpai perubahan nyata pada
metabolisme air, elektrolit, kristaloid dan protein serum. Dan tidak terjadi
ketidakseimbangan elektrolit. Gula darah,bikarbonasn atrikusd an pH normal.
Pada pre-eklampsi berat dan pada eklampsi : kadar gula darah naik
sementara asam laktat dan asam organik lainnya naik sehingga cadangan
alkali akan turun. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang.
Setelah konvulsi selesai zat-zat organik dioksidasi sehingga natrium dilepas
lalu bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk bikarbonas natrikus.
Dengan begitu cadangan alkali dapat kembali pulih normal ( khaidir. 2009).

b. Eklampsi
Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang
berlebihan dalam ruang interstitial. Bahwa pada eklampsia di jumpai kadar
aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada
kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma
dan mengatur retensi air dan natrium. Serta pada eklampsia parmeabilitas
pembuluh darah terhadap protein meningkat.
Pada plasenta dan uterus terjadi penurunan aliran darah ke plasenta
mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi pertumbuhan janin
terganggu sehingga terjadi gawat janin sampai menyebabkan kematian karena
kekurangan oksigenasi. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap
perangsangan sering terjadi pada eklampsia, sehingga mudah terjadi pada
partus prematurus.
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah dalam ginjal menurun,
sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan pada ginjal yang
penting ialah dalam hubungan dengan proteinuria dan mungkin dengan retensi
garam dan air. Mekanisme retensi garam dan air akibat perubahan dalam
perbandingan antara tingkat filtrasi glomerulus dan tingkat penyerapan kembali
oleh tubulus. Pada kehamilan normal penyerapan ini meningkat sesuai dengan
kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus
arterioles ginjal menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang
menyebabkan retensi garam dan retensi air. Filtrasi glomerulus dapat turun
sampai 50% dari normal, sehingga menyebabkan dieresis turun pada keadaan
lanjut dapat terjadi oliguria atau anuria.
Pada retina tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada
beberapa arteri jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Pelepasan retina
disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran
kehamilan. Setelah persalinan berakhir, retina melekat lagi dalam 2 hari samapai
2 bulan. Skotoma, diplopia, dan ambiliopia merupakan gejala yang menunjukkan
akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah
dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita eklampsia.
Komplikasi disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri. Perubahan pada otak
bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan
lebih tinggi pada eklampsia. Sehingga aliran darah ke otak dan pemakaian
oksigen pada eklampsia akan menurun.
Metabolism dan elektrolit yaitu hemokonsentrasi yang menyertai eklampsia
sebabnya terjadi pergeseran cairan dan ruang intravaskuler keruang interstisial.
Kejadian ini, diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan
bertambahnya edema, menyebabkan volume darah edema berkurang, viskositet
darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah
ke jaringan di berbagai tubuh berkurang akibatnya hipoksia. Dengan perbaikan
keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga turunnya hematokrit dapat
dipakai sebagai ukuran perbaiakan keadaan penyakit dan berhasilnya
pengobatan.
Pada eklampsia, kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk
sementara. Asidum latikum dan asam organic lain naik, dan bicarbonas natrikus,
sehingga menyebabkan cadangan alakali turun. Setelah kejang, zat organic
dioksidasi sehingga natrium dilepaskan untuk dapat berekreasi dengan asam
karbonik menjadi bikarbaonas natrikus. Dengan demikian, cadangan alakali
dapat pulih kembali. Pada kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen meningkat.
Waktu pembekuan lebih pendek dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1
menit pada eklampsia.
D. Pathway
a. Preeklampsi / Eklampsi
E. Penatalaksanaan
a. Preeklampsi
1. Penatalaksanaan Medis
Pada penderita yang sudah masuk ke rumah sakit dengan tanda-tanda dan
gejala-gejala preeklamsi berat segera harus di beri sedativa yang kuat untuk
mencegah timbulnya kejang-kejang.
Sebagai tindakan pengobatan untuk mencegah kejang-kejang dapat di
berikan:
a) Larutan sulfas magnesikus 40% sebanyak 10 ml (4 gr) disuntikan
intramuskulus bokonh kiri dan kanan sebagai dosis permulaan dan dapat di
ulang 4 gr tiap 6 jam menurut keadaan. Tambahan sulfas magnesikus hanya
diberikan bila diuresis baik, reflek patella positif, dan kecepatan pernafasan
lebih dari 16 per menit. Obat tersebut selain menenangkan, juga menurunkan
tekanan darah dan meningkatkan diuresis.
b) Klopromazin 50 mg intramuskulus.
c) Diazepam 20 mg intramuskulus
Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian MgSO4 tidak
dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam.
Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada perbaikan, rawat di ruang ICU.

Sebagai tindakan pengobatan untuk menurunkan tekanan darah:


1) Anti hipertensi
a. Tekanan darah sistolis > 180 mmHg, diastolis > 110 mmHg. Sasaran
pengobatan adalah tekanan diastolis < 105 mmHg (bukan kurang 90
mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta.
b. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada umumnya.
c. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat diberikan
obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu), catapres injeksi.
Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc cairan infus atau press
disesuaikan dengan tekanan darah.
d. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet
antihipertensi secara sublingual atau oral. Obat pilihan adalah nifedipin
yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang sampai 8 kali/24 jam.
2) Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan
digitalisasi cepat dengan cedilanid D.
Penggunaan obat hipotensif pada pre-eklamsia berat diperlukan karena
dengan menurunnya tekanan darah kemungkinan kejang dan apolpeksia
serebri menjadi lebih kecil. Apabila terdapat oliguria, sebaiknya penderita
diberi glukosa 20% secara intravena. Obat diuretika tidak si berikan secar
rutin

2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Prinsip Penatalaksanaan Pre-Eklampsia
a) Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
b) Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
c) Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta,
pertumbuhan janin terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
d) Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera
mungkin setelah matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin
atau ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama.

b. Penatalaksanaan preeklamsI Ringan


1. Kehamilan kurang dari 37 minggu. (Saifuddin et al. 2002)
Lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan :
a) Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), refleks, dan kondisi
janin.
b) Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya
preeklampsia dan eklampsia.
c) Lebih banyak istirahat, tidur miring agar menghilangkan tekanan
pada vena cava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik
dan menambah curah jnatung.
d) Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam).
e) Tidak perlu diberi obat-obatan.
f) Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit :
1) Diet biasa
2) Pantau tekanan darah 2 kali sehari dan urin (untuk proteinuria)
sekali sehari.
3) Tidak perlu diberi obat-obatan.
4) Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru,
dekompensasi kordis, atau gagal ginjal akut.
5) Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat
dipulangkan :
Nasihatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda
preeklampsia berat.
Kontrol 2 kali seminggu untuk memantau tekanan darah, urin,
keadaan janin, serta gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat;
6) Jika tekanan diastolik naik lagi, rawat kembali.Jika tidak ada tanda-
tanda perbaikan, tetap dirawat. Lanjutkan penanganan dan observasi
kesehatan janin.
7) Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat,
pertimbangkan terminasi kehamilan. Jika tidak rawat sampai aterm.
8) Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai PE berat.
2. Kehamilan lebih dari 37 minggu
a) Jika serviks matang, pecahkan ketuban dan induksi persalinan
denganoksitosin atau prostaglandin.
b) Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan
prostaglandin atau kateter Foley atau lakukan seksio sesarea.

c Penatalaksanaan Preeklampsia Berat


Tujuannya : mencegah kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan
cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat dan saat
yang tepat untuk persalinan. (Angsar MD, 2009; Saifuddin et al. 2002):
a) Tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
b) Pengelolaan cairan, monitoring input dan output cairan.
c) Pemberian obat antikejang.
d) Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema
paru-paru, payah jantung. Diuretikum yang dipakai adalah furosemid.
e) Pemberian antihipertensi
Masih banyak perdebatan tentang penetuan batas (cut off) tekanan
darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut
offyang dipakai adalah 160/110 mmHg dan MAP 126 mmHg. Di RSU
Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah
apabila tekanan sistolik 180 mmHg dan/atau tekanan diastolik 110
mmHg.
f) Pemberian glukokortikoid

Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan


ibu. Diberikan pada kehamilan 32 34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga
diberikan pada sindrom HELLP.

BAB II

PROSES KEPERAWATAN

PRE EKLAMPSI / EKLAMPSI

A. Pengkajian
Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan pre eklampsia adalah :
1) Data Subjektif
a) Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35
tahun
b) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema,
pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
c) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
d) Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion
serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya
e) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok maupun
selingan
f) Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya.
2) Data Objektif
a) Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
2. Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
3. Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal
distress
4. Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian
SM ( jika refleks + )
b) Pemeriksaan penunjang
1. Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali
dengan interval 6 jam
2. Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ),
kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini
meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
3. Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
4. Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan
pada otak
5. USG ; untuk mengetahui keadaan janin
6. NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan kardiak
output sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penimbunan cairan pada paru:
oedem paru.
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran balik vena,
payah jantung.
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi glomerolus
skunder terhadap penurunan kardiak output.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis: penumpukkan ion
Hidrogen
7. Risiko cedera pada ibu berhubungan dengan diplopia.

C. Intervensi

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan kardiak


output sekunder terhadap vasopasme pembuluh darah.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan elama 1x24 jam diharapkan perfusi
jaringan serebral klien adekuat

Intervensi :

a) Monitor tekanan darah tiap 4 jam

R/: Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan indikasi
dari PIH

b) Catat tingkat kesadaran pasien

R/: Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak

c) Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam,


penurunan nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )

R/: Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal,
jantung dan paru yang mendahului status kejang

d) Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi


uterus

R/: Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan


terjadinya persalinan

e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi

R/: Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penimbunan cairan pada paru:


oedem paru.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan


pertukaran gas adekuat.

Intervensi:

a) Auskultasi bunyi jantung dan paru


R/: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur

b) Kaji adanya hipertensi


R/ : Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-
angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R/: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri

d) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas


R/: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan aliran balik vena, payah
jantung.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan curah
jantung dapat adekuat.

Intervensi:

a) Observasi EKG atau telematri untuk perubahan irama.

R/: Perubahan pada fungsi eletromekanis dapat menjadi bukti pada respon terhadap
berlanjutnya gagal ginjal/akumulasi toksin dan ketidakseimbangan elektrolit.

b) Selidiki laporan kram otot kebas/kesemutan pada jari, dengan kejang otot,
hiperlefleksia.

R/ :Neuromuskular indikator hipokalemia, yang dapat juga mempengaruhi


kontraktilitas dan fungsi jantung.

c) Pertahankan tirah baring atau dorong istirahat adekuat

R/ :Menurunkan konsumsi oksigen/kerja jantung.

Kolaborasi:

d) Awasi pemeriksaan laboratorium: kalium, kalsium, magnesium.

R/: Selama fase oliguria, hiperkalemia dapat terjadi tetapi menjadi hipokalemia pada
fase diuretik atau perbaikan.

e) Berikan/batasi cairan sesuai indikasi.

R/: Curah jantung tergantung pada volume sirkulasi (dipengaruhi oleh kelebihan dan
kekurangan cairan) dan fungsi otot miokardial.

f) Berikan tambahan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi.

R/: Memaksimalkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardial untuk menurunkan


kerja jantung dan hipoksia seluler.
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi glomerolus skunder
terhadap penurunan cardiac output.

Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak terjadi
kelebihan volume cairan dengan kriteria hasil: klien menunjukkan haluaran urin tepat
dengan berat jenis/hasil laboratorium mendekati normal, berat badan stabil, tanda
vital dalam batas normal, tak ada edema.

Intervensi:

a) Awasi denyut jantung, TD, dan CVP.

R/: Takikardia dan hipertensi terjadi karena a) kegagalan ginjal untuk mengeluarkan
urin, b) pembatasan cairan berlebihan selama mengobati hipovolemia/hipotensi
atau perubahan fase oliguria gagal ginjal dan perubahan pada sisten renin-
angiotensin.

b) Catat pemasukan dan pengeluaran akurat.

R/: Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, penggantian cairan dan penurunan resiko
kelebihan cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan.

c) Kaji kulit, wajah area tergantung untuk edema. evaluasi derajat edema (pada
skala +1 sampai +4).

R/: Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh contoh
tangan, kaki, area lumbosakral. BB pasien dapat meningkat sampai 4,5 kg cairan
sebelum edema pitting terdeteksi. Edema periorbital dapat menunjukkan tanda
perpindahan cairan ini karena jaringan rapuh ini mudah terdistensi oleh akumulasi
cairan walaupun minimal.

d) Kaji tingkat kesadaran , selidiki perubahan mental, adanya gelisah.

R/ Dapat menunjukkan perpindahan cairan, akumulasi toksin asidosis,


ketidakseimbangan elektrolit atau terjadinya hipoksia.

Kolaborasi
e) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh: BUN, kreatinin, natrium dan kretinin
urin, natrium serum, kalium serum, Hb/Ht, foto dada.

R/ Mengkaji berlanjutnya dan penanganan disfungsi/gagal ginjal.

f) Siapkan untuk dialisis sesuai indikasi.

R/ Dilakukan untuk memperbaiki kelebihan volume, ketidak seimbangan elektrolit,


asam/basa dan untuk menghilangkan toksin.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 12x24 jam diharapkan klien
menunjukkan toleransi aktivitas.

Intervensi :

a) Tingkatkan tirah baring /duduk, berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung


sesuai keperluan.

R/: Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan energi yang digunakan


untuk penyembuihan.

b) Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik.

R/: Meningkatkan fungsi pernapasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu
untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan.

c) Lakukan tugas dengan cepat sesuai toleransi

R/: Memungkinkan periode tambahan istirahat tanpa gangguan.

d) Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, Bantu melakukan latihan rentang jarak sendi
pasif /aktif.

R/: Tirah baring lama menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan
aktivitas yang mengganggu periode istirahat.

6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis : penumpukkan ion Hidrogen
Tujuan : setelah dilakukan tindakn keperaeatan selama 1x24 jam diharapkan
nyeri klien berkurang.

Intervensi :

a) Kaji tingkat intensitas nyeri pasien

R/: Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan dapat
menentukan tindakan perawatan yang sesuai dengan respon pasien terhadap
nyerinya

b) Jelaskan penyebab nyerinya

R/: Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa kooperatif

c) Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul

R/: Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi vasodilatasi


pembuluh darah, expansi paru optimal sehingga kebutuhan 02 pada jaringan
terpenuhi

d) Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri

R/: untuk mengalihkan perhatian pasien

7. Risiko cedera pada ibu berhubungan dengan diplopia

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan


resiko cidera tidak terjadi.

Intervensi :

a) Monitor tekanan darah tiap 4 jam

R/: Tekanan diastole > 110 mmHg dan sistole 160 atau lebih merupkan indikasi
dari PIH

b) Catat tingkat kesadaran pasien

R/: Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan aliran darah otak

c) Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam,


penurunan nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria )
R/: Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal,
jantung dan paru yang mendahului status kejang

d) Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi


uterus

R/: Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan


terjadinya persalinan

e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian anti hipertensi

R/: Anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah

BAB III
KESIMPULAN
Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin
dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menjukkan tanda-
tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya
muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih. (Nanda, 2012)

Eklampsia adalah kelainan akut pada ibu hamil, saat hamil tua, persalinan atau masa
nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah
menunjukkan gejala-gejala preeclampsia (hipertensi, edems, proteinuri). (Wirjoatmodjo,
2000: 49).

Eklampsia di bagi menjadi 3 golongan : Eklampsia antepartum ialah eklampsia yang


terjadi sebelum persalinan, kejadian 150 % sampai 60 %, serangan terjadi dalam keadaan
hamil. Eklampsia intrapartum ialah eklampsia saat persalinan, Kejadian sekitar 30 % sampai
35 %, Saat sedang inpartu, Batas dengan eklampsia gravidarum sulit ditentukan dan
Eklampsia postpartum ialah eklampsia setelah persalinan, Kejadian jarang, Terjadinya
serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir
DAFTAR PUSTAKA

Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC

Carpenito- Moyet,Lynda juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta:
EGC.

Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC.

Farrer, Helen. 2001. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Llewellyn-Jones, Derek. 2002. Dasar-Dasar Obstetri Dan Ginekologi. Jakarta : Hipokartes

Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC

Purwaningsih, Wahyu. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart
Vol.2 Edisi 8. Jakarta : EGC.

http://dheaferdrina.blogspot.co.id/2015/01/askep-ibu-hamil-dengan-pre-eklamsi.html

http://lutfyaini.blogspot.co.id/2014/09/laporan-pendahuluan-dan-askep-eklampsia.html

Anda mungkin juga menyukai