Anda di halaman 1dari 20

PENGANTAR EPIDEMIOLGI LINGKUNGAN

(Polusi Udara Akibat Pabrik Picu Penyakit ISPA)

MAKALAH

Diajukan kepada Ibu Ellyke, SKM., M.Kl,.

selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Dasar Kesehatan Lingkungan guna

Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar Kesehatan Lingkungan

Oleh :

UMDATUS SHOLIHAH
152110101065

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER

2016
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
segala puji syukur saya panjatkan Kehadirat-Nya atas segala rahmat dan hidayah
Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ujian tengah semester ini dengan
judul PENGANTAR EPIDEMIOLOGI LINGKUNGAN ; Polusi Udara Akibat
Pabrik Picu Penyakit ISPA.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas ujian tengah semester pada mata
kuliah penulisan ilmiah dan dalam penyusunannya saya mendapatkan bantuan dari
berbagai media untuk mendapatkan referensi guna menyempurnakan isi makalah
ini. Untuk itu saya ucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Ellyke, SKM., M.Kl,.
selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Dasar Kesehatan Lingkungan yang telah
memberikan pembelajaran kepada saya dan juga kepada pihak lain yang telah
berkontribusi dalam penulisan makalah ini.

Terlepas dari itu saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan makalah baik dari segi kalimat maupun tata bahasanya. Oleh arena itu,
saya sangat bersedia dalam menerima kritik dan saran dari pembaca agar saya
dapat memperbaiki makalah ini.

Jember, 14 November 2016

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB 1. PENDAHULUAN.....................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................1

1.3 Tujuan..........................................................................................................1

BAB 2. TOPIK PERMASALAHAN.......................................................................3

Bahaya! Jangan Pukul Kecoa Hingga Isi Perutnya Keluar......................................3

BAB 3. PEMBAHASAN.........................................................................................4

3.1 Kecoa...........................................................................................................4

3.2 Penyebab kecoa membahayakan kesehatan tubuh manusia........................6

3.3 Dampak yang ditimbulkan jajanan yang tidak sesuai dengan syarat
hygiene sanitasi makanan dan minuman......................................................6

3.4 Solusi untuk mengatasi masalah penyebaran penyakit yang diakibatkan


kecoa..........................................................................................................11

3.5 Rekomendasi yang dapat dilakukan untuk mengatasi vector kecoa..........13

BAB 4. PENUTUP................................................................................................15

4.1 Kesimpulan...................................................................................................15

4.2 Saran.............................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................16
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Epidemiologi Kesehatan Lingkungan adalah studi atau cabang keilmuan
yang mempelajari faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi timbulnya
(kejadian) suatu penyakit dengan cara mempelajari dan mengukur dinamika
hubungan interaktif antara penduduk dengan lingkungan yang memiliki potensi
bahaya pada suatu waktu dan kawasan tertentu, untuk upaya promotif lainnya.

Dimana tujuan dari epidemiologi lingkungan tersebut yaitu (1)


Mengidentifikasi, menganalisis, memprediksi bahaya berbagai pajanan di
lingkungan, dan melakukan pengendalian dengan tujuan mencegah dan
melindingi kesehatan masyarakat dan ekosistem, (2) Mempelajari interaksi
dinamis berbagai pajanan atau agen lingkungan (fisik, radiasi, kimia, biologi, dan
perilaku) melalui wahana udara, air, limbah, makanan dan minuman, vector atau
binatang pembawa penyakit, dan manusia di lingkungan permukiman, tempat
kerja atau sekolah, tempat-tempat umum maupun perjalanan dengan risiko
dampak kesehatan (kejadian penyakit) pada kelompok manusia atau masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud penyakit ISPA?
2. Apa penyebab ISPA dikatakan sebagai penyakit dari polusi pabrik ?
3. Apa dampak yang ditimbulkan polusi udara oleh pabrik ?
4. Bagaimana solusi untuk mengatasi masalah polusi udara oleh pabrik yang
menyebabkan penyakit ?
5. Apa yang dapat direkomendasikan untuk mengatasi masalah polusi pabrik
yang menyebabkan penyakit ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui mengenai vector kecoa

1
2. Untuk mengetahui penyebab bahaya yang ditimbulkan oleh kecoa sebagai
vektor
3. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh kecoa sebagai vektor.
4. Untuk mengetahui solusi untuk mengatasi masalah penyebaran penyakit
yang disebabkan oleh vector kecoa.
5. Untuk mengetahui tindakan yang dapat direkomendasikan untuk
mengatasi masalah penyebaran penyakit yang disebabkan oleh vector
kecoa.

2
BAB 2. TOPIK PERMASALAHAN

Polusi Udara Akibat Pabrik


Picu Penyakit ISPA
Rep: Umar Mukhtar/ Red: Andi Nur Aminah

Kamis, 11 Agustus 2016, 18:13 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, CIMAHI -- Pencemaran udara akibat aktifitas


pembakaran batu bara di pabrik-pabrik Cimahi Selatan bisa
menyebabkan warga di sekitaran pabrik batuk-batuk dan sesak
napas. Bahkan, juga membuat warga rentan terkena penyakit
Insfeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA). Kondisi ini rawan terjadi
di kawasan industri.

Kepala Puskesmas Cimahi Selatan Mohammad Dwihadi


menjelaskan, tiap perusahaan memiliki berbagai limbah, mulai
dari yang cair, padat hingga udara. Dampak limbah cair dan
padat biasanya telah diantisipasi pabrik. Di antaranya dengan
IPAL atau cara pengolahan lain.

Namun, itu berbeda dengan limbah yang dihasilkan melalui


udara. "Nah, yang udara ini bisa berdampak langsung
menimbulkan masalah ISPA," tutur dia, Kamis (11/8).

Menanggapi banyaknya warga di RT 5 RW 14 Kelurahan Utama,


Cimahi Selatan, yang menderita penyakit paru-paru, Dwihadi
mengatakan itu bisa terjadi karena asap yang ditimbulkan pabrik
terdekatnya. "Karena, yang namanya polusi udara, tidak ada

3
yang tahu angin itu akan mengarah ke mana," kata dia.

Terlebih, RT 5 itu memang dikeliling sejumlah pabrik. Akibatnya,


asap atau debunya itu menyebar ke permukiman tersebut lalu
terhirup warganya. Orang yang punya alergi dan tidak kuat, ujar
Dwihadi, itu bisa mengalami batuk-batuk dan sesak napas.

Dwihadi mengakui, masalah kesehatan di bagian paru-paru


memang sering menghinggapi permukiman di kawasan industri.
Masalah kesehatan tersebut biasanya diawali dengan beberapa
gejala seperti batuk-batuk dan sesak napas lalu bisa terserang
ISPA. Jika sudah parah, bisa terkena penyakit tuberkulosis (TB).

Penderita ISPA itu lebih banyak terjadi di kawasan yang padat


penduduk. Angkanya pun cukup tinggi. Daerah yang padat
penduduk ini kebanyakan berada di kawasan industri. Kepadatan
penduduk kerap tidak diimbangi luas wilayah yang kecil.
"Daerahnya kecil, tapi rumahnya banyak. Industri itu
menampung banyak pekerja, dan pekerjanya itu tinggalnya tidak
jauh dari daerah industri itu," ucap dia.

Dwihadi menyangkal pernyataan bahwa industri adalah


penyebab maraknya penyakit paru-paru. Menurut dia, industri
hanya mengakibatkan daerah sekitarnya padat penduduk.
Apalagi, di kawasan industri, tentu banyak warga pendatang dari
berbagai daerah. "Berkumpul lalu bisa saling menularkan,
penyakit apa saja, bisa ISPA, bisa TB, singkatnya, kepadatan
penduduk kebayakan di kawasan indsutri," kata dia.

Dwihadi memaparkan, kalau penyakit ISPA yang dialami warga

4
itu berkepanjangan, akan dimasukan dalam kategori pasien yang
diduga menderita TB, atau biasa disebut suspect. Selain itu, jika
ada warga yang batuk selama lebih dari dua pekan, juga akan
dijadikan suspect.

Dampak langsung yang diakibatkan pencemaran udara dari


kegiatan pabrik ini pernah dirasakan sendiri oleh Puskesmas
Cimahi Selatan. Pabrik garmen yang berada di depan puskesmas
tersebut pada mulanya sering mengeluarkan asap atau debu
hasil pembakaran ke udara sekitarnya.

Puskesmas Cimsel pun terkena debu-debu itu. Karena kejadian


itu, cerobong pembakaran yang awalnya pendek diminta pihak
puskesmas untuk ditinggikan. Ini agar debu hasil pembakaran
tidak menyeruak langsung ke daerah sekitarnya. "Tapi kan yang
namanya angin, walaupun sudah tinggi, tetap saja jatuhnya ke
kami (puskesmas). (Dulu) Jam-jam segini bisa merasakan bau
batu bara, untuk yang tidak kuat, napasnya akan sesak. Batuk-
batuk juga," ujar dia.

Dia mengingatkan agar pembuatan rumah itu harus


memperhatikan ventilasi agar cahaya mataharinya bisa masuk
sehingga rumah itu tidak lembab. Ini untuk mengantisipasi
tingkat kepadatan penduduk. Menurut dia, orang yang batuk-
batuk lalu dahaknya dibuang sembarangan itu sangat rentan
menular ke orang lain. Jika sudah parah, warga tersebut bisa
positif TB.

Data dari Puskesmas Cimsel menyatakan pasien yang diduga


menderita TB pada 2013 yakni sebanyak 405 pasien, 2014

5
sebanyak 360 pasien, 317 pasien pada 2015, dan Januari hingga
Juli 2016 sudah sebanyak 207 pasien. Sedangkan kasus pasien
yang menderita positif TB, pada 2013 sebanyak 42 kasus, 39
kasus pada 2014, 38 kasus pada 2015, dan Januari sampai Juli
2016 sudah mencapai 26 kasus.

BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Penyakit ISPA


Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada
anak. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi
akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas
mulai dari hidung hingga kantong paru (alveoli) termasuk jaringan
adneksanya seperti sinus/rongga di sekitar hidung, rongga telinga
tengah dan pleura (Depkes, 2002). ISPA dibagi menjadi dua yaitu
Infeksi Saluran Pernafasan Atas dan Infeksi Saluran Pernafasan Bagian
Bawah. Pneumonia merupakan infeksi saluran pernafasan bawah akut.
Hampir semua kematian ISPA pada anak anak umumnya adalah
infeksi saluran pernafasan bagian bawah (pneumonia). Oleh karena itu
infeksi saluran pernafasan bagian bawah (pneumonia) memerlukan
perhatian yang besar oleh karena angka kasus kematian (Case Fatality
Rate) nya tinggi dan pneumonia merupakan infeksi yang mempunyai
andil besar dalam morbiditas maupun mortalitas di negara
berkembang (Misnadiarly, 2008 dalam jurnal hayati, 2014 : 63)

keadaan lingkungan fisik dan pemeliharaan lingkungan rumah.


Pemeliharaan lingkungan rumah dengan cara menjaga kebersihan di
dalam rumah, mengatur pertukaran udara dalam rumah, menjaga
kebersihan lingkungan luar rumah dan mengusahakan sinar matahari
masuk ke dalam rumah di siang hari, supaya pertahanan udara di
dalam rumah tetap bersih sehingga dapat mencegah kuman dan
termasuk menghindari kepadatan penghuni karena dianggap risiko

6
meningkatnya terjadinya ISPA (Maryunani, 2010 dalam jurnal hayati,
2014 : 63-64).

3.2 Penyebab kecoa membahayakan kesehatan tubuh manusia


Kecoa mempunyai peranan yang cukup penting dalam penularan penyakit
(Anonim, 2004). Peranan tersebut antara lain sebagai vector mekanik bagi
beberapa mikroorganisme pathogen antara lain, Streptococcus, Salmonella dan
lain-lain yang berperan dalam penyebaran penyakit antara lain, disentri, diare,
kolera, virus Hepatitis A, polio pada anak-anak (Metcalf dan Flint, 1962).
Penularan penyakit dapat terjadi saat mikroorganisme pathogen tersebut terbawa
oleh kaki atau bagian tubuh lainnya dari kecoa, kemudian melalui organ tubuh
kecoa, mikroorganisme sebagai bibit penyakit tersebut mengkontaminasi
makanan.selain itu pula kecoa dapat menimbulkan reaksi-reaksi alergi seperti
dermatitis, gatal-gatal, dan pembengkakan kelopak mata (Anonim, 2004).

3.3 Dampak yang ditimbulkan jajanan yang tidak sesuai dengan syarat
hygiene sanitasi makanan dan minuman
Kecoa dapat menimbulkan penyakit menular seperti diare, disentri, virus
hepatitis A, polio pada anak-anak, karena serangga ini sebagai reservoar dari
beberapa spesies cacing (I24 Nyoman, 2008). Penularan penyakit dapat terjadi
melalui beberapa mikro organime phatogen antara lain: Streptococcus,
Salmonella, sebagai bibit penyakit yang terdapat pada sampah atau sisa makanan,
dimana organism tersebut terbawa oleh kaki atau tubuh kecoa, kemudian melalui
organ tubuh kecoak organissme tersebut mengkontaminasi makanan (I Nyoman,
2008).

Penyebaran penyakit secara mekanik dapat terjadi karena hewan ini hidup
berdekatan dengan manusia, microorganisme yang bersifat pathogen yang
terdapat di sampah, kotoran atau sisa makanan akan terbawa oleh kecoa
kemudian mengkontaminasi makanan atau benda-benda yang berada disekitar
manusia sehingga dapat menginfeksi manusia, beberapa penyakit yang sering
ditularkan antara lain ialah Disentri, Diare, Cholera, Virus Hepatitis A, Polio pada

7
anak-anak. Selain itu kecoa juga dapat berperan sebagai inang anatara cacing
Hymenolepis diminuta (harwood dan James, 1979; Service, 1996).

Serangga ini dapat memindahkan beberapa mikro organisme patogen


antara lain, Streptococcus, Salmonella dan lain-lain sehingga mereka
berperan dalam penyebaran penyakit antara lain, Disentri, Diare, Cholera, Virus
Hepatitis A, Polio pada anak-anak. Penularan penyakit dapat terjadi melalui
organisme pathogen sebagai bibit penyakit yang terdapat pada sampah atau sisa
makanan, dimana organisme tersebut terbawa oleh kaki atau bagian tubuh lainnya
dari kecoa, kemudian melalui organ tubuh kecoa, organisme sebagai bibit
penyakit tersebut menkontaminasi makanan.

Pada tahun 1997 di Amerika telah meyakinkan menunjukkan bahwa


kombinasi alergi kecoa dan paparan serangga adalah penyebab penting yang
berhubungan dengan penyakit asma dan rawat inap di kalangan anak-anak di
daerah pusat kota US (National Institutes of Health, 1997).

Salah satu penyebab potensial meningkatnya asma pada anak-anak adalah


banyaknya kecoak. Sejak lama banyak ahli alergi dan peneliti asma menduga
adanya hubungan yang erat antara kecoak dan asma di pusat kota (kompas, 2010).

Tifus

adalah suatu penyakit infeksi bakterial akut yang disebabkan oleh kuman
Salmonella typhi. Di Indonesia penderita tifus atau disebut juga demam tifoid
cukup banyak, tersebar di mana-mana, ditemukan hampir sepanjang tahun,dan
paling sering diderita oleh anak berumur 5 sampai 9 tahun. Salmonella typhi ini
dapat bertahan dalam suasana anaerob sampah yang akhirnya dibawa oleh kecoa
dan masuk melalui ke dalam tubuh manusia melalui makanan sehingga
menyebabkan demam tifus.

Asma

8
adalah penyakit yang sering terjadi di pemukiman padat penduduk,pada
mulanya Asma diyakini akibat dari kurangnya kesehatan Lingkungan,
seperti banyak menghirup asap, debu atau udara kotor lainnya. Pabrik di
sinyalir adalah penyumbang sebab musabab asma terjadi selain kendaraan
bermotor.Tapi setelah sebuah Universitas Di Amerika meneliti secara akurat
dalam waktu yang lama,bukan itu penyebab asma. padahal kita merasa yakin
penyebab Asma adalah faktor lingkungan.Ternyata asma tidak menyerang negara
miskin atau berkembang saja,akan tetapi menyerang atau menghinggapi negara
maju seperti Amerika Serikat dan negara lain. Setelah diteliti dalam waktu yang
lama,ternyata penyebab dari Asma adalah Kecoa. zat yang terkandung dalam
anak-anak atau pengidap Asma adalah protein yang sama seperti pada
kecoa.umumnya kecoa mengeluarkan protein di sembarang tempat termasuk
lantai,bantal atau kasur,dari ceceran protein itu terhirup olaeh manusia atau anak-
anak yang pada akhirnya menimbulkan penyakit asma.

Tuberkulosa TBC

Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam
sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali
ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk
mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit
TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).

Cara Penularan Penyakit TBC ;

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan


bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC
batuk, dan pada anak- anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC
dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan

9
berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh
yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah
bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir seluruh organ
tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah
bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena
yaitu paru-paru.

Kolera

Penyakit kolera (cholera) adalah penyakit infeksi saluran usus bersifat


akut yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae, bakteri ini masuk kedalam
tubuh seseorang melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Bakteri
tersebut mengeluarkan enterotoksin (racunnya) pada saluran usus sehingga
terjadilah diare (diarrhoea) disertai muntah yang akut dan hebat, akibatnya
seseorang dalam waktu hanya beberapa hari kehilangan banyak cairan tubuh dan
masuk pada kondisi dehidrasi. Apabila dehidrasi tidak segera ditangani, maka
akan berlanjut kearah hipovolemik dan asidosis metabolik dalam waktu yang
relatif singkat dan dapat menyebabkan kematian bila penanganan tidak adekuat.
Pemberian air minum biasa tidak akan banyak membantu, Penderita (pasien)
kolera membutuhkan infus cairan gula (Dextrose) dan garam (Normal saline)
atau bentuk cairan infus yang di mix keduanya (Dextrose Saline). Penyebaran
Penularan Penyakit Kolera dapat menyebar sebagai penyakit yang endemik,
epidemik, atau pandemik. Meskipun sudah banyak penelitian bersekala besar
dilakukan, namun kondisi penyakit ini tetap menjadi suatu tantangan bagi dunia
kedokteran modern.

Bakteri Vibrio cholerae berkembang biak dan menyebar melalui feaces


(kotoran) manusia, bila kotoran yang mengandung bakteri ini mengkontaminasi
air sungai maupun terdapat dalam sampah atau sebagainya maka orang lain yang
terjadi kontak dengan hal-hal tersebut beresiko terkena penyakit kolera itu juga.
Misalnya cuci tangan yang tidak bersih lalu makan, mencuci sayuran atau

10
makanan dengan air yang mengandung bakteri kolera, makan ikan yang hidup di
air terkontaminasi bakteri kolera yang dapat dibawa oleh kecoa.

Hepatitis

Hepatitis adalah peradangan pada hati karena toxin, seperti kimia atau obat
ataupun agen penyebab infeksi. Hepatitis yang berlangsung kurang dari 6 bulan
disebut hepatitis akut, hepatitis yang berlangsung lebih dari 6 bulan disebut
hepatitis kronis. Agen penyebab infeksi yang berasal dari sampah dibawa oleh
kecoa dan terinhalasi kedalam tubuh sehingga dapat menyebabkan penyakit
hepatitis.

Secara umum, penyakit-penyakit yang telah disebutkan diatas terjadi


melalui jalur orofekal/fekal-oral, yakni melalui feses dan masuk melalui mulut.
Dalam jalur ini, agen penyakit yang dikeluarkan dari tubuh penderita melalui
feses dapat menulari orang lain apabila tertelan melalui kontaminasi suplai air,
sentuhan tangan di kamar mandi dan dapur, memakan makanan yang
terkontaminasi, dan lain-lain. Kecoa sebagai vektor dapat menyebabkan
penyakit-penyakit tersebut yang dengan membawa agen penyakit yang
terdapat pada sampah seperti virus, bakteri, mikroorganisme, telur helminth, zat
toksik, dan lain-lain sebagai bibit penyakit yang terdapat pada sampah atau
sisa makanan, dimana organisme tersebut terbawa oleh kaki atau bagian tubuh
lainnya dari kecoa, kemudian melalui organ tubuh kecoa, organisme sebagai bibit
penyakit tersebut menkontaminasi makanan sehingga menyebabkan berbagai
penyakit tersebut muncul.

3.4 Solusi untuk mengatasi masalah penyebaran penyakit yang diakibatkan


kecoa
Cara pengendalian kecoa menurut Depkes RI (2002), ditujukan terhadap
kapsul telur dan kecoa :

1) Pembersihan kapsul telur yang dilakukan dengan cara :

11
Mekanis yaitu mengambil kapsul telur yang terdapat pada celah-celah
dinding, celah-celah almari, celah-celah peralatan, dan dimusnahkan dengan
membakar/dihancurkan.

2) Pemberantasan kecoa

Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimia.

Secara fisik atau mekanis dengan :

- Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul atau tangan.

- Menyiram tempat perindukkan dengan air panas.

- Menutup celah-celah dinding.

Secara Kimiawi :

- Menggunakan bahan kimia (insektisida) dengan formulasi spray


(pengasapan), dust (bubuk), aerosol (semprotan) atau bait (umpan).

Selanjutnya kebersihan merupakan kunci utama dalam pemberantasan


kecoa yang dapat dilakukan dengan cara-cara seperti sanitasi lingkungan,
menyimpan makanan dengan baik dan intervensi kimiawi (insektisida, repellent,
attractan). Strategi pengendalian kecoa ada 4 cara (Depkes RI, 2002) :

1) Pencegahan

Cara ini termasuk melakukan pemeriksaan secara teliti barang-barang atau


bahan makanan yang akan dinaikkan ke atas kapal, serta menutup semua celah-
celah, lobang atau tempat-tempat tersembunyi yang bisa menjadi tempat hidup
kecoa dalam dapur, kamar mandi, pintu dan jendela, serta menutup atau
memodifikasi instalasi pipa sanitasi.

2) Sanitasi

12
Cara yang kedua ini termasuk memusnahkan makanan dan tempat tinggal
kecoa antara lain, membersihkan remah-remah atau sisa-sisa makanan di lantai
atau rak, segera mencuci peralatan makan setelah dipakai, membersihkan secara
rutin tempat-tempat yang menjadi persembunyian kecoa seperti tempat sampah, di
bawah kulkas, kompor, furniture, dan tempat tersembunyi lainnya. Jalan masuk
dan tempat hidup kecoa harus ditutup, dengan cara memperbaiki pipa yang bocor,
membersihkan saluran air (drainase), bak cuci piring dan washtafel. Pemusnahan
tempat hidup kecoa dapat dilakukan juga dengan membersihkan lemari pakaian
atau tempat penyimpanan kain, tidak menggantung atau segera mencuci pakaian
kotor dan kain lap kotor.

3) Trapping

Perangkap kecoa yang sudah dijual secara komersil dapat


membantu untuk menangkap kecoa dan dapat digunakan untuk alat monitoring.
Penempatan perangkap kecoa yang efektif adalah pada sudut-sudut ruangan, di
bawah washtafel dan bak cuci piring, di dalam lemari, di dalam basement dan
pada lantai di bawah pipa saluran air.

4) Pengendalian dengan insektisida

Insektisida yang banyak digunakan untuk pengendalian kecoa antara lain :

Clordane, Dieldrin, Heptachlor, Lindane, golongan organophosphate majemuk,


Diazinon, Dichlorvos, Malathion dan Runnel. Penggunaan bahan kimia
(insektisida) ini dilakukan apabila ketiga cara di atas telah dipraktekkan namun
tidak berhasil.

Disamping itu bisa juga diindikasikan bahwa pemakaian insektisida dapat


dilakukan jika ketiga cara tersebut di atas (pencegahan, sanitasi, trapping)
dilakukan dengan cara yang salah atau tidak pernah melakukan sama sekali.
Celah-celah atau lobanglobang dinding, lantai dan lain-lain merupakan tempat
persembunyian yang baik. Lobang-lobang yang demikian hendaknya
ditutup/ditiadakan atau diberi insektisida seperti Natrium Fluoride (beracun bagi

13
manusia), serbuk Pyrethrum dan Rotenone, Chlordane 2,5 %, efeknya baik dan
tahan lama sehingga kecoa akan keluar dari tempat-tempat persembunyiannya.
Tempat-tempat tersebut kemudian diberi serbuk insektisida dan apabila
infestasinya sudah sangat banyak maka pemberantasan yang paling efektif
adalah dengan fumigasi.

3.5 Rekomendasi yang dapat dilakukan untuk mengatasi vector kecoa

Berdasarkan sebuah penelitian oleh gita, 2011. memberikan rekomendasi


berkaitan dengan penggunaan pestisida rumah tangga untuk mengatasi vektor.
Rekomendasi tersebut meliputi;

1) Konsumen

Usahakan tidak menyemprot ruangan ketika ada orang lain terutama bayi
dan anak-anak.

Jangan menggunakan anti nyamuk secara berlebihan

Jangan menggunakan pewangi dalam bentuk anti nyamuk secara


berlebihan.

Pewangi dalam bentuk anti nyamuk jangan disalahgunakan sebagai


pewangi ruangan,

Jangan meletakkan produk anti nyamuk sembarangan,

Gunakan alternatif yang lebih aman.

2) Produsen

Memperjelas label sehingga mudah dibaca oleh konsumen.

Memberi penjelasan dampak negatif dari bahan kimia (bahan aktif).

3) Pedagang

Jangan menempatkan produk dekat bahan makanan/makanan.

14
Jangan menjual produk yang labelnya tidak memiliki informasi yang
lengkap.

4) Pemerintah

Pengawasan lebih ketat dan menyeluruh terhadap produsen yang memberi


informasi tidak lengkap terhadap produk yang dijual

Pengawasan terhadap pedagang dalam menempatkan produk yang dijual.

15
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kecoa mempunyai peranan yang cukup penting dalam penularan penyakit
(Anonim, 2004). Penularan penyakit dapat terjadi saat mikroorganisme pathogen
tersebut terbawa oleh kaki atau bagian tubuh lainnya dari kecoa, kemudian
melalui organ tubuh kecoa, mikroorganisme sebagai bibit penyakit tersebut
mengkontaminasi makanan, selain itu pula kecoa dapat menimbulkan reaksi-
reaksi alergi seperti dermatitis, gatal-gatal, dan pembengkakan kelopak mata
(Anonim, 2004).

Penyebaran penyakit secara mekanik dapat terjadi karena hewan ini hidup
berdekatan dengan manusia, microorganisme yang bersifat pathogen yang
terdapat di sampah, kotoran atau sisa makanan akan terbawa oleh kecoa
kemudian mengkontaminasi makanan atau benda-benda yang berada disekitar
manusia sehingga dapat menginfeksi manusia, beberapa penyakit yang sering
ditularkan antara lain ialah Disentri, Diare, Cholera, Virus Hepatitis A, Polio pada
anak-anak. Selain itu kecoa juga dapat berperan sebagai inang anatara cacing
Hymenolepis diminuta (harwood dan James, 1979; Service, 1996).

Cara pengendalian kecoa menurut Depkes RI (2002), ditujukan terhadap


kapsul telur dan kecoa yakni pembersihan kapsul telur dan pemberantasan kecoa,
yang dilakukan secara fisik / mekanin maupun dengan cara kimiawi.

4.2 Saran
Semoga dari makalah ini dapat menambah wawasan dan perhatian kita
dalam memperhatikan masalah penyebaran penyakit yang siakibatkan oleh
berbagai vector dan rodent terutama pada kecoa, yang terkadang sangat
disempelekan keberadaannya sebagai vector pembawa penyakit. Saya sebagai
penulis sangat menerima kritik dan saran untuk memperbaiki dan untuk
menyempurnakan isi dari makalah ini, karena keterbatasan saya dalam
pengumpulan data dan informasi dari berbagai media, sehingga masih banyak
kekurangan dalam menyusun informasi pada makalah ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Khoiron, dkk. 2014. Dasar Kesehatan Lingkungan. Jember: UPT Penerbitan


UNEJ.

ikl113.weblog.esaunggul.ac.id/.../Dasar-dasar-Kesehatan-Lingkungan-
Pertemuan-6.p...

https://www.scribd.com/doc/32765847/EPIDEMIOLOGI-LINGKUNGAN

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/16/08/11/obqsi3384-polusi-
udara-akibat-pabrik-picu-penyakit-ispa

Hayati, Sri. 2014. Gambaran Faktor Penyebab Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) Pada Balita Di Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung. Jurnal
Ilmu Keperawatan. 11(1); 63-64. Diambil dari:
http://ejournal.bsi.ac.id/assets/files/Jurnal_Keperawatan_Volume_II_No
_1_April_2014_Sri_Hayati_62-67.pdf (29/11/2016: 21.47 WIB)

17

Anda mungkin juga menyukai