Anda di halaman 1dari 4

EPG IKAN

1. Bagaimana potensi ikan di Jawa Timur?


Ikan di Jatim melimpah namun masih banyak yang belum bisa memanfaatkan. Daerah-
daerah potensi: Gresik, Lamongan, Surabaya, Sidoarjo, Banyuwangi, Madura, . . . . . . .
2. Mengapa ikan mudah mengalami rusak sebelum dikonsumsi?
Ikan merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan biologis oleh
enzim atau mikroorganisme pembusuk, sehingga memerlukan penanganan khusus
untuk mempertahankan mutunya. Proses kerusakan ikan berlangsung lebih cepat di
daerah tropis karena suhu yang kelembaban harian yang cukup tinggi. Proses
kemunduran mutu tersebut makin dipercepat dengan cara penanganan atau
penangkapan yang kurang baik, fasilitas sanitasi yang tidak memadai, serta terbatasnya
sarana distribusi dan pemasaran.
Perubahan pada ikan setelah ditangkap dan selama penyimpanan meliputi aktifitas
mikroba, enzim autolisis, dan reaksi kimia yang dapat dijadikan sebagai indikator mutu.
a. Aktifitas Mikroba
Ada bebrerapa jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan pembusukan,
namun salah satu mikroorganisme yang menjadi perhatian utama adalah bakteri.
Sebagian besar bakteri biasanya terdapat pada lendir permukaan, insang, dan usus
ikan yang masih hidup. Bakteri tersebut biasanya tidak berbahaya bagi ikan-ikan
yang sehat dan hidup karena pertahanan alami ikan-ikan tersebut menjauhkan
mereka dari bahaya, namun segera setelah mati, bakteri dan enzim yang dikeluarkan
oleh ikan-ikan tersebut mulai menyerang jaringan sepanjang kulit dan sepanjang
lapisan rongga perut. Bakteri juga memasuki daging melalui setiap tusukan atau
luka yang terbuka. Jenis bakteri pembusuk pada ikan antara lain adalah Aeromonas,
Enterobacteriaceae, Pseudomonas, Shewanella, Vibrio, dan lain-lain.
Bakteri mengeluarkan getah pencernaan, enzim yang merusak dan
menghancurkan jaringan yang diserang oleh bakteri tersebut. Bakteri pada daging
menyebabkan perubahan bau dan rasa yang pada mulanya terasa masam,
beraroma seperti rumput, atau asam. Bau dan rasa ini dapat secara bertahap
berubah menjadi pahit atau sulfida dan dapat berubah menjadi amonia pada
tahap-tahap akhirnya. Selain perubahan bau dan rasa, bakteri menyebabkan
perubahan tampilan dan ciri fisik ikan. Lendir pada kulit dan insang dapat berubah
dari yang biasanya tampak jernih dan berair menjadi keruh dan kehitaman. Warna
kulit ikan hilang dan menjadi tampak pucat dan pudar. Lapisan perut menjadi pucat
dan hampir lepas dari dinding bagian dalam tubuh.
b. Enzim Autolisis
Ketika ikan masih hidup, biasanya keseimbangan enzim terjaga dengan
bantuan pencernaan sistem-sistem peredaran darah. Enzim tersebut tetap aktif
setelah matinya ikan dan terutama terlibat dalam perubahan rasa yang berlangsung
selama beberapa hari pertama penyimpanan sebelum pembusukan bakteri menjadi
nyata. Dalam waktu singkat, aktivitas enzim juga dapat mengubah tekstur dan
tampilan daging.
Ketika ditangkap atau dipanen, perut ikan biasanya mengandung makanan dan
enzim yang kuat. Pada saat hewan tersebut mati, enzim-enzim masuk ke dalam
dinding usus dan daging sekitarnya, memperlemah dan memperlunak mereka.
Kemudian usus dan daging dapat terserang oleh bakteri pembusuk. Enzim-enzim
memainkan peranan dalam perkembangan kekakuan otot setelah kematian, yang
merupakan kakunya otot secara bertahap beberapa jam setelah kematian. Efek kaku
tersebut merupakan akibat dari pengentalan protein daging. Durasi dan intensitas
kekakuan otot tergantung pada spesies, suhu, dan kondisi ikan. Biasanya hal
tersebut berlalu sebelum bakteri menyerang daging, membuat daging menjadi lunak
dan lemas. Setelah kekakuan otot, proses mencerna sendiri (autolisis) dimulai
sebagai akibat dari aktivitas enzim. Pada beberapa spesies, daging ikan cenderung
berkontraksi di bawah tekanan, yang menyebabkan rusaknya jaringan.

c. Reaksi Kimia
Minyak dan senyawa lemak tak jenuh (lipid) yang terkandung dalam daging
ikan dan jaringan lainnya dapat mengalami perubahan sewaktu ikan tersebut sedang
disimpan, dan menghasilkan bau amis, perubahan rasa, dan perubahan warna.
Mikroorganisme dan enzim-enzimnya dapat terlibat dalam oksidasi lemak, namun
otooksidasi, kombinasi lemak dengan oksigen lebih umum terjadi. Biasanya ikan
memiliki tingkat perubahan lemak menjadi lemak tidak jenuh yang lebih tinggi
dibanding dengan makanan lainnya dan, oleh karena itu, menjadi lebih rentan
terhadap oksidasi bau amis. Ketika bau amis telah terbentuk, ikan memiliki bau dan
rasa minyak biji rami atau cat.

3. Bagaimana menurut kelompok anda penanganan ikan seperti yang anda lihat di video
tersebut?
a. Penanganan mana yang sudah benar?
Penanganan yang benar adalah dengan diberi es batu.
Pelapisan ikan dengan es memiliki dua fungsi. Pertama, pendinginan ikan
hingga ke suhu yang tepat di atas beku (0 - 2C) sehingga memperlambat
pembusukan oleh bakteri dan enzim. Harus ditegaskan bahwa pelapisan es bukanlah
obat termanjur untuk menghilangkan perubahan pada kualitas, namun pelapisan es
memberikan banyak sekali perlindungan dari aktivitas bakteri. Fungsi es yang kedua
adalah bahwa es yang mencair yang mengalir menghilangkan darah, bakteri, lendir,
dan sebagainya.

b. Penanganan mana yang tidak benar?


c. Risiko kontaminan apa yang mungkin terjadi?
Ikan-ikan juga dapat terkontaminasi dari luar karena didinginkan dengan
menggunakan es yang tidak bersih. Es yang tidak dicuci dapat mengandung jutaan
bakteri per gram es tersebut. Ikan-ikan juga dapat terkena banyak bakteri dari
geladak kapal, dari para nelayan yang menangani mereka, dan dari kurungan-
kurungan dimana ikan-ikan tersebut disimpan dalam geladak kapal. Mereka dapat
terkena bakteri tambahan ketika dibersihkan dari permukaan tempat kerja atau dari
orang-orang yang melakukan pembersihan tersebut.

4. Solusi apa yang anda beikan agar ikan tidak banyak mengalami kerusakan sebelum
dikonsumsi sehingga akan benar-benar dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein
hewani yang murah bagi kesehatan masyarakat?
a. Tidak memberikan luka pada tubuh ikan
Bakteri yang menyebabkan pembusukan pada ikan dapat memasuki daging
ikan melalui setiap tusukan atau luka yang terbuka. Oleh karena itu ikan yang telah
mati tidak boleh ditusuk ataupun disayat untuk mencegah masuknya bakteri dan
memperlambat proses pembusukan.
b. Disiangi
Disiangi adalah pembuangan organ dalam ikan seperti insang dan usus karena
sebagian besar bakteri biasanya terdapat pada lendir permukaan, insang, dan usus
ikan yang masih hidup. Disiangi ini untuk mencegah penyebaran bakteri masuk ke
dalam tubuh ikan karena saat ikan mati pertahanan tubuhnya juga ikut hilang.
c. Dicuci dengan air bersih
Salah satu tempat perkembangbiakan bakteri pembusuk pada ikan adalah
lendir pada permukaan kulit dan perut. Untuk membersihkan lendir, darah, dan
segala kotoran yang berpotensi sebagai kontaminan bisa dilakukan dengan cara
pencucian menggunakan air bersih.
d. Menjaga kebersihan dan higiene
Kebersihan dan higiene sangatlah penting untuk dijaga agar ikan tidak
terkontaminasi oleh bakteri pembusuk. Kebersihan yang harus dijaga tidak hanya
kebersihan ikannya saja, tetapi juga kebersihan semua hal yang kontak dengan ikan,
seperti kebersihan tempat penyimpanan, kebersihan kapal nelayan penangkap ikan,
dan kebersihan es batu yang digunakan untuk mengawetkan ikan agar tidak menjadi
kontaminan.
e. Pemberian es batu
Es batu akan memberikan suhu yang rendah untuk mencegah pertumbuhan
bakteri yang dapat menyebabkan ikan cepat membusuk. Suhu merupakan faktor
yang paling penting dalam mengendalikan degradasi mengingat perkembangbiakan
bakteri dan perubahan kimia bergantung pada suhu. Dengan menurunkan suhu
secara memadai, perkembangbiakan bakteri dapat dihentikan seluruhnya, sedangkan
perubahan enzim diperlambat secara signifikan. Dengan cara tersebut jangka waktu
penyimpanan atau daya tahan dapat ditingkatkan.

Anda mungkin juga menyukai