Anda di halaman 1dari 35

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT THT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Ujian / Persentasi Kasus :
SMF PENYAKIT THT
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG

Nama Mahasiswa : Atvionita Sinaga Tanda Tangan :


NIM : 11-2015-398
Dokter Pembimbing : dr.Matius, Sp.THT
...............................

I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : An. R Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 7 tahun Agama : Islam
Pekerjaan : pelajar Pendidikan : SD
Alamat : JL. Gunung Galunggung Menikah : Belum Menikah

ANAMNESA

Diambil Secara : Autoanamnesis


Pada tanggal : 27 Agustus 2016 Jam : 10.00 WIB
Keluhan utama : demam sejak 2 minggu SMRS

Keluhan tambahan : batuk dan pilek, keluar cairan bening dari hidung, sakit pada telinga
disertai rasa sakit kepala pada bagian antara mata dan kepala bagian belakang. Pasien
mengeluhkan adanya cairan yang turun dari hidung belakang ke tenggorokan.

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :

1
Sejak 2 minggu yang lalu pasien mengeluhkan batuk dan pilek selama kurang lebih
dua hari. Didapatkan juga keluhan hidung tersumbat yang dirasa mengganggu aktifitas
sekolah pasien. Keluhan ditambah dengan demam setelah dua hari itu yang berbarengan
dengan batuk pilek. Demam yang dirasakan hilang timbul dan panas turun setelah minum
obat, namun beberapa saat demam kembali lagi. 9 hari SMRS Pasien juga mengeluhkan
terdapat sakit pada kedua telinga namun tidak sampai mengeluarkan cairan, dan pasien juga
tidak ada riwayat keluar cairan ataupun infeksi pada telinga sebelumnya. Keluhan juga
disertai sakit kepala pada bagian belakang kepala, dan diantara mata.
9 hari SMRS pasien juga mengeluhkan adanya ingus berwarna bening dan kadang
kuning yang keluar terus menerus. Pasien juga mengaku kadang merasa adanya cairan yang
berasal dari belakang hidung yang mengalir ke tenggorokan. Pasien sempat masuk gawat
darurat dekat rumah 7 hari SMRS karena tidak dapat menahan sakit dan demam yang hilang
timbul. Setelah ditangani, pasien dirujuk untuk diperiksa dan ditangani lebih lanjut di RSUD
Koja. 6 hari SMRS pasien berobat ke poli THT dan sudah mendapatkan obat-obatan namun
tidak ingat apa saja obatnya. Diperiksakan pula rontgen sinus paranasal saat datang. Sudah
dilakukan pula fisioterapi berupa diatermi sejak berobat dari poli sampai saat ini. Dari
pengakuan pasien dirasakan adanya peningkatan sejak dilakukan diatermi. Pasien sudah tidak
terlalu mampet di hidung, sakit kepala yang dirasakan juga sudah berkurang jauh dari
sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :


Keluhan yang dirasakan pasien ini baru pertama kali dirasakan, sebelumnya tidak
pernah ada keluhan seperti yang saat ini dirasakan. Namun untuk batuk pilek biasa terjadi dan
tidak pernah yang sangat mengganggu. Riwayat alergi disangkal oleh pasien. Pasien mengaku
terdapat gigi yang bolong pada geraham kanan atas sejak usia 10 tahun. Pasien merupakan
seorang pelajar yang menggunakan sepeda untuk berangkat ke sekolah, dimana sepanjang
jalan berdebu dan asap kendaraan bermotor. Berdasarkan pengakuan pasien tidak ada
penyakit yang diturunkan seperti kencing manis, kelainan darah atau penyakit lainnya, dan
tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :

2
Di keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan seperti pasien dan mengaku
tidak ada penyakit keturunan pada keluarga.

Riwayat Personal-Sosial :
Ibu pasien bercerita bahwa rumah pasien tinggal selalu dijaga kebersihannya, ventilasi
di rumah cukup dan di rumah terdapat orang yang merokok juga. Kebiasaan makan pasien
juga baik, makan makanan di rumah.

PEMERIKSAAN FISIK
Suhu : 36,7 0C Nafas : 16 x/menit
Nadi : 80 x/menit Tekanan darah : 120/80 mmHg

TELINGA
KANAN KIRI
Bentuk daun telinga Normal, tidak ada tofus, Normal, tidak ada tofus,
radang, atau fistule radang, atau fistule
pre/retroaurikula pre/retroaurikula
Kelainan congenital Tidak tampak Tidak tampak
Radang, Tumor Tidak tampak Tidak tampak
Nyeri tekan tragus Negative Negative
Penarikan daun telinga Tidak ada nyeri Tidak ada nyeri
Kelainan pre-, infra-, Tidak tampak Tidak tampak
retroaurikula
Region mastoid Normal, tidak ada radang Normal, tidak ada radang
Liang telinga Lapang tidak ada sekret, ada Lapang tidak ada sekret, ada
serumen serumen
Membrane tympani Utuh, reflek cahaya positif Utuh, reflek cahaya positif
arah jam 5 arah jam 7

TES PENALA
KANAN KIRI
Rinne Positif Positif
Weber Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi
Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Penala yang dipakai - -

3
Kesan : pendengaran pasien dalam batas normal

HIDUNG
Bentuk : tidak ada malformasi atau krepitasi
Tanda peradangan : tidak ada tanda peradangan
Daerah sinus Fromtalis dan Maxillaris : ada nyeri tekan di daerah frontalis kiri
Vestibulum : tidak tampak secret, krusta atau
furunkel
Cavum nasi : tampak sedikit lapang pada kedua
cavum nasi
Konka inferior kanan : tampak sedikit hipertrofi serta mukosa
tampak hiperemis.
Konka inferior kiri : tampak sedikit hipertrofi serta mukosa
tampak hiperemis.
Meatus nasi inferior kanan : meatus nasi tampak merah muda, tidak
ada polip atau sekret
Meatus nasi inferior kiri : meatus nasi tampak merah muda, tidak
ada polip atau sekret
Konka medius kanan : tampak eutrofi dengan mukosa merah
muda serta tidak ada sekret
Konka medius kiri : tampak eutrofi dengan mukosa merah
muda serta tidak ada sekret
Meatus nasi medius kanan : meatus nasi tampak merah muda tidak
ada sekret pada muara tuba
Meatus nasi medius kiri : meatus nasi tampak merah muda tidak
ada sekret pada muara tuba
Septum nasi : tampak adanya deviasi ke arah kavum
nasi dekstra

RHINOPHARYNX
Koana : tidak dilakukan
Septum nasi posterior : tidak dilakukan
Muara tuba eustachius : tidak dilakukan
Tuba eustachius : tidak dilakukan
Torus tubarius : tidak dilakukan
Post nasal drip : tidak dilakukan

PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI
Sinus frontalis kanan, grade : tidak dilakukan

4
Sinus frontalis kiri, grade : tidak dilakukan
Sinus maxillaries kanan, grade : tidak dilakukan
Sinus maxillaries kiri, grade : tidak dilakukan

TENGGOROKAN
PHARYNX
Dinding pharynx : tampak mukosa pharynx kemerahan
Arcus : tidak tampak kelainan
Tonsil : tonsil T2-T2, tidak tampak melebar, serta kriptus dan detritus
tidak tampak
Uvula : letaknya ditengah, tidak ada hiperemis, edema, atau
pemanjangan
Gigi : struktur gigi rapi, ada lubang pada gigi molar 2 sebelah kanan
atas
Lain-lain : tampak adanya post nasal drip

LARYNX
Epiglottis : tidak dilakukan
Plica aryepiglotis : tidak dilakukan
Arytenoid : tidak dilakukan
Ventricular band : tidak dilakukan
Pita suara : tidak dilakukan
Rima glotidis : tidak dilakukan
Cincin, trachea : tidak dilakukan
Sinus piriformis : tidak dilakukan
Kelenjar limfe submandibula dan cervical : tidak dilakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto rontgen sinus paranasal:
o Tampak kesuraman pada sinus Maxillaris dan sinus Ethmoidalis kanan dan kiri
o Septum nasi devias ke kanan
o Sella tursica baik
o Kesan: sinusitis maxillaris dan ethmoidalis bilateral serta adanya septum deviasi.

RESUME

1. Subjective

Dari anamnesis didapatkan data seorang anak laki-laki berusia 14 tahun datang
dengan keluhan demam yang terus menerus sejak 2 minggu SMRS. Keluhan diawali dengan
adanya batuk dan pilek sebelum demam. 9 hari SMRS keluhan pasien disertai dengan nyeri

5
pada telinga dan sakit kepala di daerah belakang kepala dan diantara kedua mata. Pasien juga
mengeluhkan keluarnya cairan ingus berwarna kuning dari hidung dan merasakan adanya
cairan dari belakang hidung yang jatuh ke tenggorokan. 7 hari SMRS sempat masuk gawat
darurat dan besoknya dirujuk ke RSUD Koja. Sudah berobat ke poli THT dan diberikan obat,
fisioterapi berupa diatermi, dan foto rontgen sinus paranasal. Pasien sudah melakukan
fisioterapi selama 5 kali dan sudah ada perbaikan dan berkurangnya gejala yang dirasakan
oleh pasien. Dari riwayat penyakit dahulu pasien mengaku memang beberapa kali batuk pilek
biasa, namun tidak pernah seperti yang dirasakan saat ini. Terdapat riwayat carries dentis
pada molar 2 bagian kanan atas sejak usia 10 tahun. Pasien tidak merokok, namun anggota
keluarga lain di rumah merokok di rumah.

2. Objective

Pemeriksaan fisik dilakukan, didapatkan hasil yaitu terdapat nyeri tekan pada daerah
frontalis kiri. Pada kedua konka inferior didapatkan sedikit hipertrofi dan didapatkan mukosa
yang hiperemis. Didapatkan deviasi septum nasi kearah cavum dekstra. Terdapat carries
dentis pada gigi molar 2 bagian kanan atas. Tonsil ukuran T2-T2 dengan tampaknya post
nasal drip.
Dari hasil pemeriksaan penunjang yaitu foto rontgen sinus paranasal didapatkan kesan
yaitu sinusitis maxillaris bilateral dan sinusitis ethmoidalis bilateral disertai dengan deviasi
septum kearah kavum nasi dextra.

3. Assesment
Working Diagnosis (WD)
o Rhinosinusitis Maksillaris dan Ethmoidalis bilateral akut (septum deviasi)
Dasar diagnose adalah gejala rhinitis akut dimana terdapat bersin dan pilek, bisa juga
sampai demam. Didapatkannya gejala sinusitis akut kurang dari 4 minggu (2
minggu) pada pasien yaitu adanya nyeri alih yang didapatkan di kedua telinga.dan
disertai sakit kepala yang terletak diantara kedua mata dan di belakang kepala. Lalu
keluhan sempat keluar cairan ingus warna kuning dari hidung dan adanya cairan
yang turun dari belakang hidung ke tenggorokan. Terdapat carried dentis dan pasien
perokok pasif. Dari pemeriksaan fisik yang khas nyeri pada daerah frontalis kiri. Dan
kedua konka inferior kanan kiri sedikit hipertrofi dengan mukosa yang hiperemis.
Terlihat post nasal drip pada pemeriksaan faring. Dan dari pemeriksaan penunjang

6
kesan foto rontgen adalah sinusitis maksillaris dan ethmoidalis bilateral disertai
deviasi septum.
Differential Diagnosis (DD)
o Sinusitis dentogen
Dasar diagnosis adalah dari hasil anamnesis yang mengarahkan adanya gejala
sinusitis akut dan pasien mengaku ada gigi yang berlubang. Pemeriksaan fisik
didapatkan gejala sinusitis dan adanya carries dentis pada molar 2 kanan atas, namun
belum dapat dipastikan apabila gigi tersebut yang menjadi sumber infeksi pada kasus
ini.
o Rhinitis bakteri
Dasar diagnosis adalah keadaan batuk pilek yang baru saja terjadi kurang dari 4
minggu dengan didapatkannya konka inferior yang sedikit hipertrofi dan hiperemis.
o Tension type headache
Dasar diagnosis adalah dari keluhan pasien yang sakit kepala pada bagian diantara
mata dan di daerah belakang kepala.

4. Planning
Illiadin Nasal Spray (2 x 2 puff)
Cefixime tab 100mg (3 x 1 tab)
Vectrine tab 300mg (2 x 1 tab) / ambroxol tab 30mg (3 x 1 tab)
Fisioterapi diatermi gelombang pendek 5-10 x

Anjuran

o Dilakukan CT-Scan untuk memastikan diagnose dan memastikan letak infeksi untuk
pre-op, dan melihat apakah sudah terjadi komplikasi lebih lanjut atau belum.
o Pewarnaan gram atau kultur bakteri dari swab sekret untuk uji sensitivitas antibiotic.

PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia

7
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Sinus Paranasal


Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada setiap individu. Ada empat
pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal,
sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua
sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.1
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga
hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3 4 bulan, kecuali sinus
sfenoid dan sinus frontal. Sinus etmoid dan maksila telah ada sejak anak lahir,
sedangkan sinus frontalis berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang
berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8 10
tahun dan berasal dari bagian posterosuperior rongga hidung. Sinus sinus ini
umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15 18 tahun. 1
Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral
rongga udara hidung; jumlah, ukuran, bentuk, dan simetri bervariasi. Sinus sinus ini
membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah dan diberi nama sesuai : sinus
maksilaris, sfenoidalis, frontalis, dan etmoidalis. Yang terakhir biasanya berupa
kelompok kelompok sel etmoidalis anterior dan posterior yang saling berhubungan,
masing masing kelompok bermuara ke dalam hidung. Seluruh sinus dilapisi oleh
epitel saluran pernapasan yang mengalami modifikasi, dan mampu menghasilkan
mukus, dan bersilia, sekret disalurkan ke dalam rongga hidung. Pada orang sehat,
rongga terutama berisi udara. 1
- Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir
sinus maksila bervolume 6 8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat
dan akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. Sinus
maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os

8
maksila yang disebut fossa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan
infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga
hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah
prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah
superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui
infundibulum etmoid. 1
Dasar dari sinus maksila sangat berdekatan dengan rahang gigi atas,
yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi
taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol
ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan
sinusitis. 1
Suplai darah terbanyak melalui cabang dari arteri maksilaris. Inervasi
mukosa sinus melalui cabang dari nervus maksilaris. 2
- Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan
keempat fetus, berasal dari sel sel resessus frontal atau dari sel sel
infundibulum etmoid. Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya
2,4 cm, dan dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat sekat dan tepi
sinus berlekuk lekuk. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis
dari orbita dan fossa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah
menjalar ke daerah ini. Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang
terletak di resessus frontal. Resessus frontal adalah bagian dari sinus etmoid
anterior. 1
Suplai darah diperoleh dari arteri supraorbital dan arteri supratrochlear
yang berasal dari arteri oftalmika yang merupakan salah satu cabang dari arteri
carotis interna. Inervasi mukosa disuplai oleh cabang supraorbital dan
supratrochlear cabang dari nervus frontalis yang berasal dari nervus
trigeminus.2
- Sinus Etmoid
Pada orang dewasa sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di
bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4,5 cm, tinggi 2,4 cm,
dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior. Sinus
etmoid berongga rongga, terdiri dari sel sel yang menyerupai sarang
tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak
diantara konka media dan dinding medial orbita. Sel sel ini jumlahnya
bervariasi antara 4 17 sel (rata rata 9 sel).

9
Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid
anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang
bermuara di meatus superior. Sel sel sinus etmoid anterior biasanya kecil
kecil dan banyak, letaknya dibawah perlekatan konka media, sedangkan sel
sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya
dan terletak di postero-superior dari perlekatan konka media. Di bagian
terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resessus
frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Atap sinus etmoid yang
disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina kribosa. Dinding lateral
sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus etmoid
dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan
dengan sinus sfenoid.
Suplai darah berasal dari cabang nasal dari arteri sphenopalatina.
Inervasi mukosa berasal dari divisi oftalmika dan maksilaris nervus
trigeminus.2
- Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid
posterior. Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum
intersfenoid. Ukurannya adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya
1,7 cm. Volumenya bervariasi dari 5 7,5 ml.
Batas- batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan
kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral
berbatasan dengan sinus kavernosus dan a. karotis interna dan di sebelah
posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.
Atap sinus sfenoid diperdarahi oleh a.ethmoid posterior, sedangkan
bagian lainnya mendapat aliran darah dari a.sfenopalatina. Aliran vena melalui
v.maksilaris ke v.jugularis dan pleksus pterigoid. sinus sfenoid dipersarafi
oleh cabang n V.1 dan V.2. n.nasociliaris berjalan menuju n.etmoid posterior
dan mempersarafi atap sinus. Cabang-cabang n.sfenopalatina mempersarafi
dasar sinus. 2

Gambar 1. Anatomi Sinus Paranasal3

10
Kompleks Ostiomeatal
Kompleks ostiomeatal dideskripsikan sebagai area yang terdapat di dinding
lateral hidung dimana terdapat meatus medius yang merupakan muara dari sinus
paranasalis (kecuali sinus sfenoid). Adanya sedikit kelainan (contoh: variasi
anatomi, pembengkakan mukosa) dapat menghambat ventilasi di daerah ini, yang
mengakibatkan rangkaian kelainan di sinus paranasalis.
Struktur fungsional dari kompleks ini terdiri dari prosesus uncinatus, hiatus
semilunaris, resesus frontalis, bulla ethmoid, infundibulum ethmoid dan muara dari
sinus maksila. 1
Gambar 2. Anatomi Kompleks Ostio-Meatal4

2. Fungsi Sinus Paranasal


Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara lain : 1
a. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk mamanaskan dan mengatur
kelembaban udara inspirasi. Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih
1/1000 volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga dibutuhkan beberapa jam untuk
pertukaran udara total dalam sinus.
b. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)

11
Sinus paranasal berfungsi sebagai (buffer) panas, melindungi orbita dan fossa
serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.
c. Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka.
Akan tetapi, bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan memberikan
pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori ini tidak dianggap
bermakna.
d. Membantu resonansi suara
Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi udara dan
mempengaruhi kualitas udara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan
ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonansi yang efektif.
e. Sebagai peredam perubahan tekanan suara
Fungsi ini akan berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,
misalnya pada waktu bersin dan beringus.
f. Membantu produksi mukus
Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untukmembersihkan
partikel yang turut masuk dalam udara.

3. Sinusitis
a. Definisi
Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau
dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rhinosinusitis. Definisi lain menyebutkan,
sinusitis adalah inflamasi dan pembengkakan membrana mukosa sinus disertai nyeri
lokal. Sesuai anatomi sinus yang terkena dapat dibagi menjadi sinusitis maxilla, sinusitis
ethmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sphenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut
multisinusitis sedangkan bila mengenai semua sinus disebut pansinusitis. 5
Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maxilla dan sinusitis ethmoid,
sedangkan sinusitis frontal dan sinusitis sphenoid lebih jarang ditemukan. Pada anak
hanya sinus maxilla dan sinus ethmoid yang berkembang sedangkan sinus frontal dan
sinus sphenoid mulai berkembang pada anak berusia kurang lebih 8 tahun. 5
Sinus maxilla merupakan sinus yang paling sering terinfeksi, oleh karena (1)
merupakan sinus paranasal terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar sehingga
sekret dari sinus maxilla hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maxilla

12
adalah dasar akar gigi (processus alveolaris), sehingga infeksi pada gigi dapat
menyebabkan sinusitis maxilla, (4) ostium sinus maxilla terletak di meatus medius, di
sekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat. 5
Klasifikasi sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut apabila gejala
berlangsung kurang dari 4 minggu dimana dengan pengobatan yang tepat dan cepat
pasien bisa sembuh sepenuhnya. Sinusitis subakut merupakan perkembangan gejala
selama 4 hingga 12 minggu dan dinyatakan sinusitis kronis bila gejala berlangsung
melebihi 3 bulan. 5
Terdapat beberapa gejala dan tanda yang bisa membedakan antara sinusitis akut,
sinusitis subakut dan sinusitis kronis. Seperti radang-radang akut timbul sebagai gejala
sinusitis akut, hilangnya tanda radang akut dan perubahan histologik mukosa sinus masih
reversible adalah tanda bagi sinusitis subakut dan dikatakan sinusitis kronis ditandai
dengan perubahan histologik mukosa irreversible, misalnya sudah berubah menjadi
jaringan granulasi atau polipoid. 5
Gambar 3. Sinusitis6

b. Epidemiologi
Setiap 1 dari 7 orang dewasa di Amerika Serikat dideteksi positif sinusitis dengan
lebih dari 30 juta manusia didiagnosa sinusitis setiap tahun. Sinusitis lebih sering terjadi
dari awal musim gugur dan musim semi. Insiden terjadinya sinusitis meningkat seiring
dengan meningkatnya kasus asma, alergi, dan penyakit traktus respiratorius lainnya.
Perempuan lebih sering terkena sinusitis dibandingkan laki-laki karena mereka lebih
sering kontak dengan anak kecil. Angka perbandingannya 20% perempuan disbanding
11.5% laki-laki. Sinusitis lebih sering diderita oleh anak-anak dan dewasa muda akibat
rentannya usia ini dengan infeksi Rhinovirus. 7

c. Etiologi
Seperti yang diketahui, terdapat banyak faktor menjadi penyebab sesuatu
penyakit timbul, antaranya faktor internal seperti daya tahan tubuh yang menurun akibat

13
defisiensi gizi yang menyebabkan tubuh rentan dijangkiti penyakit dan faktor eksternal
seperti perubahan musim yang ekstrim, terpapar lingkungan yang tinggi zat kimiawi,
debu, asap tembakau dan lain-lain. 7
Faktor-faktor lokal tertentu juga dapat menjadi predisposisi penyakit sinusitis,
berupa deformitas rangka, alergi, gangguan geligi, benda asing dan neoplasma. Adapun
agen etiologinya dapat berupa virus, bakteri atau jamur. 8

i. Virus
Sinusitis virus biasanya terjadi selama infeksi saluran napas atas,
infeksi virus yang lazim menyerang hidung dan nasofaring juga menyerang
sinus. Mukosa sinus paranasalis berjalan kontinyu dengan mukosa hidungdan
penyakit virus yang menyerang hidung perlu dicurigai dapat meluas ke sinus.
Antara agen virus tersering me006Eyebabkan sinusitis antara lain: rhinovirus,
influenza virus, parainfluenza virus dan adenovirus. 8
ii. Bakteri
Organisme penyebab tersering sinusitis akut mungkin sama dengan
penyebab otitis media. Yang sering ditemukan antara lain Streptococcus
pneumonia, Haemophilus influenza, Branhamella cataralis, Streptococcus
alfa, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Penyebab dari
sinusitis kronik hampir sama dengan bakteri penyebab sinusitis akut. Namun
karena sinusitis kronik berhubungan dengan drainase yang kurang adekuat
ataupun fungis mukosiliar yang terganggu, maka agen infeksi yang terlibat
cenderung bersifat oportunistik, dimana proporsi terbesar merupakan bakteri
anaerob (Peptostreptococcus, Corynebacterium, Bacteroides, dan Veillonella).
8

iii. Jamur
Biasanya terjadi pada pasien dengan diabetes, tetapi immunosupresif,
dan immunodefisiensi misalnya pada penderita AIDS. Jamur penyebab infeksi
biasanya berasal dari genus Aspergillus dan Zygomycetes. 9

Predisposisi
Sinusitis lebih sering disebabkan adanya factor predisposisi, seperti :
gangguan fisik akibat kekurangan gizi, kelelahan, atau penyakit sistemik.

14
gangguan faal hidung oleh karena rusaknya aktivitas silia oleh asap rokok,
polusi udara, atau karena panas dan kering.
Kelainan anatomi yang menyebabkan gangguan saluran seperti : atresia atau
stenosis koana, deviasi septum, hipertrofi konka media, polip yang dapat
terjadi pada 30% anak yang menderita fibrosis kistik, tumor atau neoplasma,
udem mukosa karena infeksi atau alergi, benda asing.
Berenang dan menelam pada waktu sedang pilek.
Trauma yang menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal.
Kelainan imunologi didapat seperti imunodefisiensi karena leukemia dan
imunosupresi oleh obat.10

d. Diagnosis

Diagnosis dari sinusitis didasarkan pada kombinasi dari anamnesis, pemeriksaan


fisik, pemeriksaan foto radiologis dan/atau laboratorium. Sinusitis bakterialis akut
dicurigai pada pasien dengan riwayat infeksi saluran pernapasan yang berlangsung
selama 10 sampai 14 hari. Gejala utama pada orang dewasa antara lain, hidung
tersumbat, ingus purulen, nyeri pada gigi dan wajah, post-nasal drip, sakit kepala dan
batuk. 11
Dalam menganamnesis pasien, differensial diagnosis dari sinusitis dan faktor
predisposisinya harus dipertimbangkan. Anamnesis yang akurat memiliki dampak untuk
terapi awal dan manajemen terapi selanjutnya yang lebih baik. 11

i. Anamnesis
Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa
tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post
nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu.5
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan ciri
khas sinusitis akut, serta kadang-kadang nyeri juga terasa di tempat lain (reffered
pain). Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri di antara atau di belakang
ke dua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala
menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di verteks,
oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-
kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga. 5
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post-nasal drip
yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak. 5

15
Kelainan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang-
kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala dibawah ini yaitu sakit kepala kronik,
post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat
sumbatan kronik muara tuba Eustachius, gangguan ke paru seperti bronkitis (sino-
bronkitis), bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat
dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebabkan
gastroenteritis. 5
ii. Pemeriksaan Fisik12
Pemeriksaan dimulai dengan melakukan inspeksi dengan teliti pada wajah.
Sinusitis akut dapat dihubungkan dengan adanya pembengkakan dan nyeri tekan
pada daerah yang terkena.
Keadaan mukosa hidung dan sekresinya harus diperiksa. Mukosa yang merah
dan membengkak terlihat pada kasus rhinitis dan sinusitis, concha yang pucat
menandakan adanya rhinitis akut.
Pada saat terjadi infeksi saluran pernapasan, awalnya sekret terlihat jernih dan
cair, tetapi setelah beberapa hari sekret dapat menjadi lebih tebal dan berwarna
kuning kehijauan. Sekret purulen yang terdapat di meatus medius dan bertahan
selama lebih dari 10 hari merupakan karakteristik dari sinusitis. Eksudat purulen
di meatus medius dipercaya menjadi tanda khas dari sinusitis bakterialis, tetapi
mungkin sulit dinilai tanpa diberikan dekongestan dan vasokonstriktor. Ketiadaan
eksudat purulen tidak menyingkirkan adanya diagnosis sinusitis.
Keadaan orofaring harus diperiksa untuk melihat adanya tanda-tanda sekresi
mukopurulen dari faring bagian posterior. Pada kasus tertentu, sinusitis dapat
disertai dengan nyeri pada gigi karena bagian akar gigi menjadi dasar dari sinus
maksilaris. Pada kenyataanya, beberapa kasus sinusitis maksilaris disebabkan oleh
adanya infeksi pada akar gigi yang menjalar melalui tulang ke rongga sinus.
Pemeriksaan telinga mungkin menunjukkan adanya otitis media, khususnya
pada anak-anak dengan sinusitis. Sinusitis bakterialis persisten yang tidak teratasi
dengan baik dapat memudahkan terjadinya otitis media rekuren.
Dalam menilai pasien dengan sinusitis rekuren, pada pemeriksaan fisik harus
dicari tanda-tanda adanya imunodefisiensi, komplikasi dan infeksi primer (contoh:
mastoiditis, orbital celllulitis), pertumbuhan yang buruk pada anak, disfungsi
sillia, dan abnormalitas anatomi.

16
Dalam pasien-pasien tertentu dengan sinusitis rekuren atau kronik, perlu
dipertimbangkan pemeriksaan nasoendoskopi. Pemeriksaan ini memberikan
visualisasi yang lebih baik untuk melihat kelainan pada septum, concha, mukosa,
nasofaring, adenoid, orificium tuba eustachius, tonsil, lidah bagian posterior,
epiglotis, glotis dan pita suara. Selain itu dapat diidentifikasi asal dan perluasan
dari polip dan adanya sekret purulen pada ostium.
iii. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis untuk mendapatkan informasi dan untuk mengevaluasi
sinus paranasal adalah; pemeriksaan foto kepala dengan berbagai posisi yang khas,
pemeriksaan tomogram dan pemeriksaan CT-Scan. Dengan pemeriksaan radiologis
tersebut para ahli radiologi dapat memberikan gambaran anatomi atau variasi
anatomi, kelainan-kelainan patologis pada sinus paranasalis dan struktur tulang
sekitarnya, sehingga dapat memberikan diagnosis yang lebih dini.13
Pemeriksaan foto kepala

Pemeriksaan foto polos kepala adalah pemeriksaan yang paling baik dan
paling utama untuk mengevaluasi sinus paranasal. Karena banyaknya unsur-unsur
tulang dan jaringan lunak yang tumpang tindih pada daerah sinus paranasal,
kelainan-kelainan jaringan lunak, erosi tulang kadang-kadang sulit dievaluasi.
Pemeriksaan ini dari sudut biaya cukup ekonomis dan pasien hanya mendapat radiasi
yang minimal.
Pemeriksaan foto kepala untuk mengevaluasi sinus paranasal terdiri atas
berbagai macam posisi antara lain: 13
a. Foto kepala posisi anterior-posterior ( AP atau posisi Caldwell)
Gambar 4. Air fluid level sinus maxilla posisi Caldwell13

b. Foto kepala lateral


Pada sinusitis akan tampak kelainan pada hasil radiologi yaitu berupa: 1
- penebalan mukosa
- air fluid level (kadang-kadang)
- perselubungan homogen pada satu atau lebih sinus para nasal

17
- penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik)
Gambar 5. Air fluid level pada Sinus Maxilla (foto lateral) 14

c. Foto kepala posisi Waters


Pada posisi ini dapat dinilai dinding posterior sinus sphenoid dengan
baik.13
Gambar 6. Foto kepala posisi Waters14

d. Foto kepala posisi Submentoverteks


Pada posisi ini biasa untuk melihat sinus frontalis dan dinding posterior
sinus maxillaris. 13
Gambar 7. Foto kepala posisi submentoverteks14

e. Foto Rhese

18
Posisi Rhese atau oblique dapat mengevaluasi bagian posterior sinus
ethmoidalis, kanalis optikus, dan lantai dasar orbita sisi lain. 13
f. Foto proyeksi Towne
Pada posisi ini paling baik untuk menganalisis dinding posterior sinus
maxillaris, fisura orbitalis inferior, kondilus mandibularis dan arkus zigomatikus
posterior. 13

Pemeriksaan CT-Scan

Pemeriksaan CT-Scan sekarang merupakan pemeriksaan gold standard untuk


menilai keadaan dari sinus paranasal, karena dapat menganalisis dengan baik tulang-
tulang secara rinci dan bentuk-bentuk jaringan lunak, irisan axial merupakan standar
pemeriksaan paling baik yang dilakukan dalam bidang inferior orbitomeatal (IOM).
Pemeriksaan ini dapat menganalisis perluasan penyakit dari gigi geligi, sinus-sinus
dan palatum, termasuk ekstensi intrakranial dari sinus frontalis. 15
Pada kasus-kasus sinusitis sphenoid, kira-kira 50% foto polos sinus
sphenoidalis yang normal, tapi apabila dilakukan pemeriksaan CT-Scan, maka tampak
kelainan pada mukosa berupa penebalan. 15

Gambar 8. Foto normal CT- Scan Sinus Maxilla13

Gambar 9. Foto CT scan posisi coronal memperlihatkan gambaran sinusitis maxilla dengan
penebalan dinding mukosa di sinus maxilla kanan. 16

19
Gambar 10. Foto CT-Scan axial memperlihatkan gambaran sinusitis ethmoid dan sphenoid
dextra dengan destruksi dinding lateral sinus sphenoid dextra7

Pemeriksaan MRI

MRI memberikan gambaran yang lebih baik dalam membedakan struktur


jaringan lunak dalam sinus. Kadang digunakan dalam kasus suspek tumor dan
sinusitis fungal. Sebaliknya, MRI tidak mempunyai keuntungan dibandingkan
dengan CT Scan dalam mengevaluasi sinusitis. MRI memberi hasil positif palsu
yang tinggi, penggambaran tulang yang kurang, dan biaya yang mahal. MRI
membutuhkan waktu lama dalam penyelesaiannya dibandingkan dengan CT Scan
yang relatif cukup cepat dan sulit dilakukan pada pasien klaustrofobia.15
MRI mungkin merupakan pilihan terbaik untuk mendeteksi dan
mengenali mukokel. MRI dengan kontras merupakan teknik terbaik untuk
mendeteksi empiema subdural atau epidural. 17
Gambar 11. Foto MRI normal sinus.18

20
Gambar 12. Foto MRI menunjukkan ekstensi intraorbital sinus ethmoid bagian kanan18

2. Pemeriksaan mikrobiologis
Biakan yang berasal dari hidung bagian posterior dan nasofaring biasanya
lebih akurat dibandingkan dengan biakan yang berasal dari hidung bagian
anterior.Namun demikian, pengambilan biakan hidung posterior juga lebih
sulit.Biakan bakteri spesifik pada sinusitis dilakukan dengan mengaspirasi pus dari
sinus yang terkena. Seringkali diberikan suatu antibiotik yang sesuai untuk membasmi
mikroorganisme yang lebih umum untuk penyakit ini.
Pada sinusitis akut dan kronik sering terlibat lebih dari satu jenis bakteri.
Dengan demikian untuk menentukan antibiotik yang tepat harus diketahui benar jenis
bakteri penyebab sinusitisnya. Pemeriksaan kultur terhadap sekret sinus maksila
mendapatkan kuman aerob terbanyak adalah Streptokokus pneumonia (18 kasus -
45%), diikuti Pseudomonas sp 8 kasus (20%), Streptokokus piogenes dan Klebsiela
pneumonia masing-masing 5 kasus (12,5%) dari 40 sampel penelitian pada tahun
2007. Pada penelitian ini tidak dijumpai lebih dari 1 kuman aerob pada satu sediaan.
3. Sinuskopi

21
Sinoscopy merupakan satu satunya cara yang memberikan informasi akurat
tentang perubahan mukosa sinus, jumlah sekret yang ada di dalam sinus, dan letak
dan keadaan dari ostium sinus.Yang menjadi masalah adalah pemeriksaan sinoscopy
memberikan suatu keadaan yang tidak menyenangkan atau tidak nyaman buat pasien.

e. Klasifikasi sinusitis

Klasifikasi secara klinis untuk sinusitis dibagi atas sinusitis akut, subakut, dan
kronis. Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis dibagi atas sinusitis tipe
rinogen dan sinusitis tipe dentogen. Sinusitis tipe rinogen terjadi disebabkan kelainan
atau masalah di hidung dimana segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada
hidung dapat menyebabkan sinusitis. Sinusitis tipe dentogen terjadi disebabkan
kelinan gigi, dimana yang sering menyebabkan sinusitis adalah infeksi pada gigi
geraham atas yaitu gigi premolar dan molar.10
1. Sinusitis akut

Sinusitis akut biasanya dimulai dari infeksi saluran pernafasan atas oleh virus
yang melebihi 10 hari. Organisme yang umum menyebabkan sinusitis akut termasuk
Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, dan Moraxella catarrhalis.
Diagnosis dari sinusitis akut dapat ditegakkan ketika infeksi saluran nafas atas oleh
virus tidak sembuh selama 10 hari atau memburuk setelah 5 7 hari.17
Penyebab utamanya adalah salesma (common cold) yang merupakan infeksi
virus, terdapat transudasi rongga rongga sinus, mula mula serous yang biasanya
sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan. Selanjutnya diikuti oleh infeksi bakteri,
yang bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media
baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri, sehingga sekret menjadi purulent.17
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama sinusitis akut adalah hidung
tersumbat disertai rasa nyeri atau rasa tekanan pada muka dan ingus purulent, yang
sering sekali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat juga disertai gejala sistemik
seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena,
merupakan ciri khas sinusitis akut, serta kadang kadang nyeri juga dirasakan di
tempat lain (reffered pain). Nyeri pipi, gigi, dahi dan depan telinga menandakan
sinusitis maksilaris. Nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontalis.
Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan di vertex, oksipital, belakang bola mata, dan

22
daerah mastoid. Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia, anosmia, halitosis, post nasal
drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak.19

Sinusitis maksilaris
Sinus maksila disebut juga Antrum Highmore, merupakan sinus yang
sering terinfeksi oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2)
letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran secret (drainase) dari
sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila
adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat
menyebabkan sinusitis maksilaris, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus
medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.19
Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai
dengan daerah yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah
kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi.nyeri alih
dirasakan di dahi dan depan telinga.19
Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi nyeri pada gerakan kepala
mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri
pipi khas yang tumpul dan menusuk. Secret mukopurulen dapat keluar dari
hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non produktif seringkali
ada.19
Sinusitis etmoidalis
Sinusitis etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali
bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Karena dinding lateral labirin
etmoidalis (lamina papirasea) seringkali merekah dan karena itu cenderung
lebih sering menimbulkan selulitis orbita.19
Pada dewasa seringkali bersamaan dengan sinusitis maksilaris serta
dianggap sebagai penyerta sinusitis frontalis yang tidak dapat dielakkan.
Gejala berupa nyeri dan nyeri tekan di antara kedua mata dan di atas jembatan
hidung, drainase, dan sumbatan hidung. 19
Sinusitis frontalis
Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama ama dengan infeksi
sinusitis etmoidalis anterior. Penyakit ini terutama ditemukan pada dewasa, dan
selain gejala infeksi yang umum, pada sinusitis frontalis terdapat nyeri kepala
yang khas. Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan
memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan lahan mereda hingga
menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila

23
disentuh, dan mungkin terdapat pembengkakan supraorbital. Tanda
patognomonik adalah nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi di atas daerah
sinus yang terinfeksi.19
Sinusitis sfenoidalis
Pada sinusitis sfenoidalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital di
belakang bola mata dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih lazim
menjadi bagian dari pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi satu
dengan gejala infeksi sinus lainnya.19

2. Sinusitis Subakut19
Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda tanda
radang akutnya (demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan) sudah reda. Pada
rinoskopi anterior tampaj secret meatus medius atau superior. Pada rinoskopi
posterior tampak secret purulent nasofaring. Pada pemeriksaan transluminasi
tampak sinus yang sakit, suram, atau gelap.

3. Sinusitis Kronik19
Sinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut dalam berbagai aspek,
umumnya sukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus
dicari factor penyebab dan factor predisposisinya.
Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan
mukosa hidung. Perubahan tersebut juga dapat disebabkan oleh alergi dan
defisiensi imunologik, sehingga mempermudah terjadinya infeksi menjadi
kronis apabila pengobatan sinusitis akut tidak sempurna.
Gejala yang timbul diantaranya (1) terdapat sekret pada hidung dan
post nasal drip yang seringkali mukopurulen dan hidung biasanya sedikit
tersumbat, (2) rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan, (3) pendengaran
terganggu karena adanya sumbatan tuba eustachius, (4) nyeri atau sakit kepala,
(5) gejala pada mata karena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis,
(6) gejala di saluran cerna karena mukus tertelan sehingga menyebabkan
gastroenteritis.
Temuan pemeriksaan fisik tidak seberat sinusitis akut dan tidak
terdapat pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan
secret kental, purulen dari meatus medius atau meatus superior, dapat juga
ditemukan polip, tumor, atau komplikasi sinusitis lainnya. Rinoskopi posterior
tampak secret purulent di nasofaring atau turun ke tenggorok.

e. Patofisiologi5

24
Sinus paranasal ditemukan normal steril dalam keadaan fisiologis. Sekresi
yang dihasilkan oleh sinus dialirkan melalui silia melalui ostia dan keluar melalui
rongga hidung. Mukus yang dihasilkan juga mengandung substansi antimikroba dan
zat-zat yang berfungsi untuk mekanisme pertahanan tubuh. Pada orang normal, laju
sekresi selalu menuju ke ostia yang mencegah adanya kontaminasi pada ruang sinus.
Ostium sinus maksilaris hanya berdiameter 2,5mm, apabila ada edema mukosa sebesar
1-3mm, akan menyebabkan kongesti (dapat disebabkan oleh alergi, virus iritasi
bahan kimia) dan obstruksi dari sekresi sinus. Keadaan ini menimbulkan tekanan
negatif di dalam sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi serosa.
Mukus yang terhambat ini, apabila terinfeksi akan menyebabkan sinusitis. Ada
hipotesa mekanis yang mengatakan bahwa karena rongga sinus ini berhubungan
dengan rongga hidung, maka koloni bakteri dari nasofaring dapat menginfeksi rongga
sinus. Patofisiologi dari rhinosinusitis berhubungan dengan 3 faktor, yaitu :
Gambar 13. Patofisiologi sinusitis19

Obstruksi jalan keluar sekresi sinus.

Obstruksi dari ostia sinus mencegah drainase yang baik.ostia dapat tertutup
oleh pembengkakan mukosa atau karena penyebab lokal (trauma, rinitis),

25
dapat juga oleh reaksi inflamasi yang disebabkan oleh penyakit sistemik dan
gangguan imunitas. Obstruksi mekanik yang disebabkan oleh polip hidung, benda
asing, septum deviasi atau tumor juga dapat menyebabkan obstruksi ostia.
Biasanya, batas mukosa yang edematous memiliki penampilan bergigi, tetapi
dalam kasus yang parah, mukus dapat benar-benar mengisi sinus, sehingga sulit
untuk membedakan proses alergi dari sinusitis infeksi. Secara karakterisitik,
semua sinus paranasal dan konka yang berdekatan membengkak. Air fluid level
dan erosi tulang tidak ditemukan pada sinusitis alergi ringan, tetapi
pembengkakan mukosa disertai buruknya drainase sinus dapat dicurigai adanya
infeksi sekunder bakteri.
Kelainan pada mukosiliar

Drainesa sinus paranasal bergantung pada gerakan mukosiliar, bukan


bergantung pada gravitasi. Koordinasi dari sel epitel kolumner bersilia
menyebabkan drainase selalu menuju ke ostia sinus. Ada beberapa hal yang dapat
mengganggu fungsi mukosilia ini, yaitu berkurang sel epitel bersilia, aliran udara
yang tinggi, virus, bakteri, sitotoksin lingkungan, mediator inflamasi, kontak
antar 2 permukaan mukosa, udara dingin/kering, jaringan parut, PH rendah,
anoxia, asap rokok, toksin kimia, dehidrasi, obat antihistamin dan antikolinergik,
serta Kartagener sindrom.
Berubahnya kualitas dan kuantitas mukus.

Adanya kurangnya sekresi atau hilangnya kelembapan pada permukaan yang


tidak dapat terkompensasi oleh kelenjar mukus dan sel goblet mukus menjadi
sangat kental. Berubahnya konsistensi mukus menjadi lebih kental menyebabkan
drainase menuju ostia berjalan lambat, dan mukus ini akan tertahan untuk
beberapa waktu.
Gambar 14. Patogenesis Sinusitis20

26
Inflamasi akut dari mukosa sinus menyebabkan hyperaemia, eksudasi cairan,
keluar sel PMN dan meningkatnya aktivitas dari kelenjar serosa dan mukus.
Tergantung pada virulensi organisme, daya tahan tubuh host, dan kemampuan dari
ostium sinus untuk men-drainase eksudat yang ada, penyakitnya dapat ringan (non-
supuratif) atau berat (supuratif).Pada awalnya, eksudat serous lama kelamaan dapat
menjadi purulent. Bahkan pada infeksi yang cukup berat dan lama, dapat
menyebabkan perubahan pada mukosa (hipertrofi/atrofi), silia rusak, pembentukan
polip, empyema sinus, dan destruksi dinding tulang yang berujung pada
komplikasi.

f. Penatalaksanaan
Tujuan terapi sinusitis ialah mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi dan
mencegah akut menjadi kronik. Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di kompleks
ostio-meatal (KOM) sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.5
Penatalaksanaan sinusitis supuratif dapat dibagi menjadi penatalaksanaan medis
dan penatalaksanaan bedah. Penatalaksanaan bedah dapat berupa penatalaksanaan bedah
minor, pembedahan di poliklinik atau intervensi di ruang operasi. 21
i. Penatalaksanaan Medis
Karena sebagian besar infeksi sinusitis supuratif akut disebabkan oleh
organisme gram-positif yang kebanyakannya Diplococcus pneumonia,
Staphylococcus aureus, Steptococcus (grup A,B,dan D), dan Heamophilus influenza
(gram negatif) disertai hospes organisme anaerob, maka terapi terpilihnya penisilin G.
Penisilin G juga merupakan pilihan yang baik terapi awal dan definitive untuk kokus
gram negatif, basal gram positif dan gram negative. Ini kunci utama penatalaksanaan
medis pada sinusitis supuratif akut. Untuk H.influenza, diindikasikan pemberian
ampisilin. 22

27
Terapi antibiotic harus diteruskan minimum 1 minggu setelah gejala
terkontrol. Lama terapi rata-rata 10 hari. Karena banyaknya distribusi ke sinus-sinus
yang terlibat, perlu mempertahankan kadar antibiotika yang adekuat; bila tidak,
mungkin terjadi sinusitis supuratif kronik. 21
Tindakan lain yang dapat dilakukan untuk membantu memperbaiki drainase
dan pembersihan secret dari sinus. Untuk sinusitis maxillaris dilakukan pungsi dan
irigasi sinus, sedangkan untuk sinusitis ethmoidalis frontalis dan sinusitis sphenoidalis
dilakukan tindakan pencucian Proetz. Irigasi dan pencucian dilakukan 2 kali dalam
seminggu. Bila setelah 5 atau 6 kali tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak
secret purulen, maka perlu dilakukan bedah radikal.5
Untuk pasien yang menderita alergi, pengobatan alergi yang dijalani
bermanfaat. Pengontrolan lingkungan, steroid topical, dan imunoterapi dapat
mencegah eksesarbasi rhinitis sehingga mencegah perkembangannya menjadi
sinusitis. Dapat diberikan obat-obatan dekongestan, antihistamin dan kalau perlu
diberikan kortikosteroid. Bisa diberikan pula nasal spray atau mukolitik untuk
mengurangi gejala yang dirasa oleh pasien. Selain itu dievaluasi pada pasien factor
resiko yang ikut berperan pada sinusitis. Dipertimbangkan juga diberikan fisioterapi
pada pasien di unit rehabilitasi medik berupa diatermi gelombang pendek selama 10
hari dengan tujuan memperbaiki vaskularisasi sinus, bila memang tidak ada
perubahan maka dilanjutkan dengan tindakan bedah. 21
ii. Penatalaksanaan Bedah
Harus dipertimbangkan penatalaksanaan bedah untuk mempermudah drainase
sinus yang terkena serta mengeluarkan mukosa yang sakit. Hal ini diperlukan (1) bila
terancam komplikasi, (2) untuk menghilangkan nyeri hebat, dan (3) bila pasien tidak
berespon terhadapat terapi medis. 21
1. Pembedahan Radikal
Pembedahan radikal yaitu pengangkatan mukosa yang patologik dan
membuat drainase dari sinus yang terkena. Untuk sinus maxillaris dilakukan
operasi Caldwell-luc, sedangkan untuk sinus ethmoidalis dilakukan
ethmoidektomi yang bisa dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dari
luar (ekstranasal). Drainase sekret pada sinus frontalis dapat dilakukan dari
dalam hidung (intranasal) atau dari luar (ekstranasal) seperti dalam operasi
Kilian. Drainase sinus sphenoidalis dilakukan dari dalam hidung (intranasal).5

28
2. Pembedahan Non-Radikal
Akhir-akhir ini dikembangkan metode operasi sinus paranasal dengan
menggunakan endoskop yang disebut Bedah Sinus Endoskop Fungsional
(BSEF). Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan daerah kompleks
ostiomeatal yang menjadi sumber sumbatan dan infeksi, sehingga ventilasi dan
drainase sinus dapat lancar kembali melalui ostium alami. Dengan demikian
mukosa sinus akan kembali normal. 5

g. Komplikasi
Komplikasi sinusitis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila tidak
mendapatkan penanganan yang baik dan adekuat. Letak sinus paranasal yang berdekatan
dengan mata dan kranial sangat berperan pada infeksi sinusitis akut ataupun kronik.5
Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya komplikasi antara lain
karena terapi yang tidak adekuat, daya tahan tubuh yang rendah, virulensi kuman dan
penanganan tindakan operatif (yang seharusnya) terlambat dilakukan5.
Komplikasi yang sering ditimbulkan antara lain sebagai berikut:
i. Komplikasi ke mata
Secara anatomi perbatasan daerah mata dan sinus sangat tipis: batas medial
sinus ethmoid dan sphenoid, batas superior sinus frontal dan batas inferior sinus
maxilla. Sinusitis merupakan salah satu penyebab utama infeksi orbita. Pada era
pre antibiotik hampir 50% terjadi komplikasi ke mata, 17% berlanjut ke
meningen dan 20% terjadi kebutaan. 8,22
Komplikasi ke orbita dapat terjadi pada segala usia, tetapi pada anak-anak
lebih sering. Intervensi tindakan operatif lebih banyak dilakukan pada anak-anak
yang lebih besar dan dewasa. Ethmoiditis sering menimbulkan komplikasi orbita,
diikuti sinusitis frontal dan maxilla. 5

ii. Komplikasi intrakranial


Komplikasi intrakranial dapat terjadi pada infeksi sinus yang akut,
eksaserbasi akut ataupun kronik. Komplikasi ini lebih sering pada laki-laki
dewasa diduga ada faktor predileksi yang berhubungan dengan pertumbuhan
tulang frontal dan meluasnya sistem anyaman pembuluh darah yang terbentuk. 8
Beberapa tahap komplikasi intrakranial yang dikenal:

29
1. Osteomielitis
Penyebaran infeksi melalui anyaman pembuluh darah ke tulang kranium
menyebabkan osteitis yang akan mengakibatkan erosi pada bagian anterior
tulang frontal. Gejala tampak odem yang terbatas pada dahi di bawah kulit dan
penimbunan pus di superiosteum. 8,22
2. Epidural abses
Terdapat timbunan pus diantara duramater dan ruang kranium yang
sering tampak pada tulang frontal dimana duramater melekat longgar pada
tulang dahi. Gejala sangat ringan, tanpa ada gangguan neurologi, ada nyeri
kepala yang makin lama dirasakan makin berat dan sedikit demam. 8
3. Subdural empiema
Terjadi karena retrograde tromboplebitis ataupun penyebaran langsung
dari abses epidural. Gejala nyeri kepala hebat, ada tanda-tanda iskemik/infark
kortek seperti hemiparesis, hemiplegi, paralisis n.Facialis, kejang, peningkatan
tekanan intrakranial, demam tinggi, lekositosis dan akhirnya kesadaran
menurun.8
4. Abses otak
Lokasi di daerah frontal paling sering disebabkan sinusitis frontal dengan
penyebaran retrograde, septik emboli dari anyaman pembuluh darah. Bila abses
timbul perlahan, gejala neurologi tak jelas tampak, bila odem terjadi di sekitar
otak, tekanan intrakranial akan meningkat, gejala-gejala neurologi jelas tampak,
ancaman kematian segera terjadi bila abses ruptur. 8
5. Meningitis
Sinusitis frontal jarang menyebabkan meningitis tetapi seringkali karena
infeksi sekunder dari sinus ethmoid dan sphenoid. Gejala-gejala tampak jelas :
adanya demam, sakit kepala, kejang, diikuti kesadaran menurun sampai koma. 8

h. Prognosis
Sinusitis akut memiliki prognosis yang sangat baik, dengan perkiraan 70%
penderita sembuh tanpa pengobatan. Sedangkan sinusitis kronik memiliki prognosis yang
bervariasi. Jika penyebabnya adalah kelainan anatomi dan telah diterapi dengan bedah,
maka prognosisnya baik.lebih dari 90% pasien membaik dengan intervensi bedah, namun
pasien ini kadang mengalami kekambuhan. Dan factor resiko yang dimiliki pasien juga
akan mempengaruhi prognosis pasien. 22

30
31
KESIMPULAN

Sinus paranasal terdiri dari empat pasang, yaitu sinus frontal, sinus etmoid, sinus
maksila, dan sinus sfenoid. Sinus paranasal dalam kondisi normal mengalirkan sekresi dari
mukosa ke daerah yang berbeda dalam kavum nasi
Sinus paranasalis ini mempunyai fungsi :

1. Pengatur kondisi udara (air conditioning)


2. Penahan suhu (thermal insulators)
3. Membantu keseimbangan kepala
4. Membantu resonansi udara
5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
6. Membantu produksi mukus
Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal yang ditandai dengan inflamasi
dan pembengkakan membrana mukosa sinus disertai nyeri lokal. Penyebab utama daripada
sinusitis bakterialis adalah infeksi saluran pernapasan oleh virus yang biasanya dilanjutkan
dengan infeksi bakteri. Diagnosis untuk sinusitis dapat ditegakkan melalui anamnesis yang
tepat, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti foto radiologis, pemeriksaan
sinoskopi dan pemeriksaan mikrobiologis. Gejala utama yang tampak pada sinusitis adalah
hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali
turun ke tenggorok (post nasal drip).
Sinusitis dapat terjadi karena adanya faktor-faktor seperti obstruksi jalan keluar
sekresi sinus, kelainan pada mukosiliar, dan berubahnya kualitas dan kuantitas mukus.
Prinsip penatalaksanaan pada sinusitis adalah membuka sumbatan di kompleks ostio-meatal
(KOM) sehingga drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.Penatalaksanaan dapat
dilakukan dengan cara medis maupun bedah. Komplikasi sinusitis secara umum dibagi
menjadi dua yaitu komplikasi ke mata dan komplikasi ke intrakranial. Sinusitis akut memiliki
prognosis yang sangat baik, dengan perkiraan 70% penderita sembuh tanpa pengobatan.
Sedangkan sinusitis kronik memiliki prognosis yang bervariasi.

PEMBAHASAN

32
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama adalah demam sejak 2 minggu SMRS yang
sebelumnya didahului dengan adanya batuk dan pilek. Awalnya yang terjadi adalah rhinitis
akut karena ada gejala batuk, pilek dan demam. Lalu setelah itu pasien mengaku keluhan
disertai sakit pada telinga, terdapat sakit kepala pada daerah kedua mata dan oksipital,
terdapat sekret cairan berwarna kuning dari rongga hidung. Dan pasien menceritakan bahwa
kadang terasa ada cairan yang bergerak turun dari belakang hidung menuju ke tenggorakan
pasien. Gejala yang ada pada pasien tersebut lebih mengarahkan pada penyakit radang pada
sinus atau yang dikenal sebagai sinusitis. Dikarenakan sinusitis gejalanya muncul bersamaan
dengan munculnya rhinitis, maka diagnosanya menjadi rhinosinusitis. Gejala yang
dikeluhkan pasien sejak 2 minggu, termasuk dalam kategori akut karena masih kurang dari 1
bulan. Diagnosa didukung dengan adanya gigi yang berlubang pada molar bagian kanan atas,
kegiatan pasien yang berangkat ke sekolah menggunakan sepeda sehingga terpapar dengan
debu dan asap kendaraan, dan juga keadaan rumah dimana semua anggota keluarga pasien
merokok sehingga pasien menjadi perokok pasif. Hal-hal yang disebutkan diatas dapat
menjadi salah satu dari beberapa factor resiko untuk terjadinya sinusitis itu sendiri.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan bahwa adanya nyeri tekan frontalis sinistra yang
dikarenakan adanya infeksi dan inflamasi pada bagian tersebut sehingga saat ditekan nyeri.
Konka inferior kanan dan kiri yang sedikit hipertrofi dan mukosa yang hiperemis
menandakan adanya rhinitis akut pada pasien. Ditemui adanya post nasal drip pada
pemeriksaan pharynx. Dari pemeriksaan fisik ditemukan factor resiko selanjutnya yaitu
adanya carries dentis molar 2 kanan atas, septum deviasi, dan juga tonsil yang berukuran T2-
T2. Dari pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan yaitu foto rontgen sinus paranasal
didapatkan kesan sinusitis maxillaris dan ethmoidalis bilateral dengan deviasi septum. Dari
hasil anamnesis yang mendalam, pemeriksaan fisik yang menyeluruh dan pemeriksaan
penunjang diatas, maka dapat ditegakkan diagnosis kerjanya adalah rhinosinusitis maxillaris
dan ethmoidalis bilateral akut. Dengan diagnose tambahan yaitu deviasi septum.
Pada terapi diberikan dekongestan dalam bentuk nasal spray untuk mengurang edema
dan inflamasi pada kompleks osteomeatal. Vectrin yang berisi obat mukolitik untuk
mengencerkan dahak, diberikan untuk mengatasi gejala yang dikeluhkan seperti batuk.
Diberikan antibiotic cefixime untuk mengatasi focus-fokus infeksi di tubuh. Kalua perlu
dilakukan fisioterapi dengan diatermi gelombang pendek, dengan harapan pembuluh darah di
sinus vasodilatasi sehingga mengurangi edema dan aliran caiaran optimal. Anjuran CT-Scan
dilakukan untuk memastikan letak infeksi dan merupakan salah satu modalitas untuk
menangani sinusitis sebelum dilakukan intervensi bedah. Dilakukan pewarnaan gram dan

33
kultur uji sensitivitas untuk mengetahui antibiotic mana yang harus diberikan secara optimal
dan adekuat. Prognosis pada vitam atau kehidupan pada pasien ini bonam karena membaik
dengan diatermi dan belum ditemukan komplikasi pada pasien. Pada ad functionam, apabila
terapi adekuat dan optimal pada pasien maka harapannya fungsi sinus dan hidung yang
sempat terganggu dapat kembali seperti sebelumnya. Dan pada ad sanationam dikatakan
dubia karena penyakit sinusitis ini merupakan penyakit yang angka kekambuhannya tinggi
dan bila sudah sering kambuh maka kita harus curiga adanya resisten multidrug atau adanya
sinusitis kronis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjipto D , Mangunkusumo E,. Sinus paranasal dalam Soepardi EA, Iskandar N,


Bashiruddin J, Restuti RD (Editor). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala dan leher. Edisi ke-enam.Jakarta:Balai Penerbit FK UI;2009.h. 145-
9
2. Soetjipto D. Hidung dan Sinus Parasanal Anatomy Hidung dan sinus Parasanal.
Dalam Iskandar N. ddl (Eds) Buku ajar Ilmu penyakit THT. Balai Penerbit FK UI,
Jakarta, 1990 ; 75 84
3. Gambar 1. Anatomi Sinus Paranasal. Diunduh dari
http://www.merckmanuals.com/media/professional/figures/ENT_paranasal_sinuses.gi
f pada tanggal 6 April 2015.
4. Gambar 2. Anatomi Kompleks Ostio-meatal. Diunduh dari
http://images.radiopaedia.org/images/428046/d69c346493ac284e07557940fecb84_gal
lery.png pada tanggal 6 April 2015.
5. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001.hal.150-3
6. Gambar 3. Sinusitis. Diunduh dari http://www.alison-burke.com/jpgs-
large/anatomy/jxr90003f1.jpg pada tanggal 6 April 2015.
7. Itzhak Brook,MD,MSc. Epidemiology of Acute Sinusitis. Updated Apr 2, 2012.
Diunduh dari http//emedicine.medscape.com/article/232670-overview#a0156 pada
tanggal 6 April 2015.
8. Hilger PA. Penyakit Sinus Paranasalis. Dalam: Adam GL, Boies LR, Higler PA. Buku
Ajar Penyakit THT ( BOIES Fundamental of Otolaryngology). Edisi 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran; 1997.hal.240-59.

34
9. Leignton S, Robson A, Russell J. Rhinosinusitis. In : Burton M. Hall & Colmans
Diseases of Ear, Nose and Throat.Fifteenth Edition. London: Churchill Livingstone;
2000.p.111-7
10. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran jilid II. Edisi
ke IV. Jakarta : Media Aesculapius FKUI ; 2014. h. 1046 49
11. John E McClay, MD. Overview of Nasal Polyps. In : Mayer Md, AD. 2012 [cited
2012 April 2012] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/994274-
overview
12. Raymond G. Slavin, MD, Sheldon L. Spector, MD, and I. Leonard Bernstein, MD.
The diagnosis and management of sinusitis: a practice parameter update. J Allergy
Clin Immunol. December 2005; 116(6): 13-5.
13. Rachman MD, Sinus paranasalis dan Mastoid. Dalam: Ekayuda I. Radiologi
Diagnostik. Edisi Kedua. Jakarta : Divisi Radiodiagnostik Departemen Radiologi
FKUI; 2005. Hal 431-45.
14. Dr Tomas Sempere Dura, Orbit And Paranasal Sinuses Conventional X-Rays. Dalam :
Atlas Of Anatomy By Sectional Imaging, Berlin, Bayer Health Care; 2009.
15. Okuyemi KS, Tsue TT. Radiologic Imaging In The Management Of Sinusitis. In:
Siwek J. Radiologic Decision Making. Kansa: University of Kansas School Of
Medicine;2002.p.1882-6
16. Russell A.Faust, PhD,MD. Development Of The Paranasal Sinuses In Children. In:
Ask The Boogor Doctor. 2010. Available From:
http://www.boogordoctor.com/2012/02/development-of-the-paranasal-sinuses-in-
children/
17. Nicoll D, McPhee SJ, Pignone M, Chou TM, Detmer WM. Sinusitis. In: Pocket Guide
To Diagnostic Test. Third Edition. San Francisco: Lippincott Williams &Wilkins
Publisher,1999.p.208.
18. Gambar 11 foto MRI normal sinus. Diunduh dari https://ispub.com/IJORL/10/2/3250.
Pada tanggal 9April 2015
19. Pletcher A. Higler,MD, Penyakit Sinus Paranasalis. BOIES Buku ajar penyakit THT.
Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC; 2012. h. 240-59
20. Gambar 14 Patofisiologi sinusitis. Diunduh dari
https://josephinewidya.wordpress.com/2013/11/. Pada tanggal 9 April 2015
21. Cody DT, Kern EB, Pearson BW, Sinusitis. Dalam: Penyakit Telinga, Hidung Dan
Tenggorokan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran; 2002.hal 233-9
22. Shah AR, Salamone FN, Tani TA, Acute & Chronic Sinusitis. In : Lalwni AK. Current
Diagnosis & Treament In Otolaryngology Head & Neck Surgery. New York: Mc
Graw Hill; 2008.P.273-81

35

Anda mungkin juga menyukai