Anda di halaman 1dari 14

TUGAS TERSTRUKTUR MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN

PANGAN II
IRRADIASI

Disusun Oleh:

Fitrie Widya (A1F015065)


Markusi Ade Pratama (A1F015067)
Dhiya Rizqi (A1F015069)
Fadhil Alfiyanto Rahman (A1F015071)
Dita Ratnasari (A1F015073)

Dosen Pengampu : Dr. Nur Aini, S.TP., M.P

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu penggunaan tenaga nuklir untuk maksud damai yang telah lama
dikembangkan ialah dalam bidang teknologi pangan yang lazim dikenal dengan
proses iradiasi. Penggunaan iradiasi untuk mengawetkan bahan pangan, mulai
dipelajari secara intensif sejak tahun 1950 di Amerika Serikatr dan beberapa
Negara Eropa yang kemudian diikuti oleh Negara-negara lain di seluruh dunia.
Sejak saat itu berbagai kegiatan dan pertemuan ilmiah diadakan baik dalam
tingkat nasional maupun internasional guna membahas berbagai kiemajuan dan
persoalan yang ditemui dalam pengembangan teknologi baru ini.
Perhatian dunia yang demikian besar disebabkan karena pengawetan
dengan iradiasi ternyata mempunyai beberapa kelebihan dan keunikan, bila
dibandingkan dengan proses pengawetan lain yang dikenal selama ini. Sifat-sifat
sinar gamma, sinar X, atau sinar electron yang digunakan dalam proses ini
mempunyai daya tembus besar, serta merupakan proses yang tidak menimbulkan
perubahan suhu pada bahan pangan yang diiradiasi. Sifat ini menyebabkan dapat
digunakan untuk pengawetan bahan pangan yang telah dikemas dalam bentuk
kemasan akhir ataupun bahan yang telah dibekukan, sehingga penggunaannya
lebihh praktis. Disamping itu, mutu dan kesegaran bahan pangan tidak berubah
karena suhu tetap dan tidak menimbulkan residu zat kimia pada bahan pangan
atau polusi pada lingkungan.
Buah merupakan salah satu produk makanan yang memiliki waktu yang
relatif singkat penyimpanan karena sangat rentan terhadap kontaminasi mikroba.
salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan kombinasi
radiasi sinar gamma dan penyimpanan beku. Iradiasi gamma adalah salah satu
teknologi pengolahan pangan yang bertujuan untuk mengurangi jumlah dari
mikroba dengan merusak DNA pada bakteri. Untuk mengoptimalkan proses
iradiasi gamma dapat dilakukan juga dengan kombinasi penyimpanan beku yang
dapat menghambat aktivitas enzimes dan ractions kimia dalam sel bakteri
sehingga mencegah perbaikan DNA bakteri setelah iradiasi. Dosis iradiasi yang
digunakan dalam proses pelestarian buah-buahan dan penurunan jumlah bakteri di
sekitar 2-10 kGy.
B. Tujuan
Mengetahui pengaruh penggunaan teknologi irradiasi gamma dan
penyimpanan beku terhadap umur simpan buah jambu biji merah dan cabai.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi dalam
jumlah yang cukup, kualitas yang baik, dan harga terjangkau dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidup. Salah satu bahan pangan yang penting bagi manusia yaitu buah dan sayur. Buah dan sayur
merupakan salah satu pelengkap gizi seimbang. Buah dan sayur memiliki banyak manfaat bagi
tubuh kita karena mengandung banyak vitamin seperti vitamin A, vitamin C dan vitamin lainnya
(Santoso, 2006).

Dari kelompok buah-buahan, jambu biji termasuk salah satu komoditas yang mudah
rusak, sehingga hanya dapat bertahan beberapa hari saja pada suhu kamar tanpa penanganan
yang baik. Kerusakan pada buah sehingga menurunkan kualitas buah terjadi karena proses me-
tabolisme yang terus berlangsung serta oleh perlakuan fisis dan biologis. FAO memperkirakan
bahwa di seluruh dunia sekitar 25% dari seluruh produksi pangan hilang akibat serangga, bakteri,
hewan pengerat dan faktor lain setelah panen ( Susilo, 2014).

Dari kelompok sayur-sayuran, cabai termasuk dalam komoditas yang memiliki masa atau
umur simpan yang sangat singkat, dimana hanya dapat bertahan rata-rata 3-5 hari setelah di
panen jika di simpan pada suhu ruang. Selama penyimpanan akan terjadi kerusakan fisiologis
akibat adanya proses respirasi dan transpirasi yang masih berlangsung. Kerusakan juga sering
terjadi akibat adanya serangga ataupun berkembangnya mikroba pembusuk saat penyimpanan
dan transportasi dalam skala besar, tingkatan kerusakan dapat mencapai 23 % per ton selama
distribusi. Oleh karena itu, sistem penyimpanan dan transportasi produk hortikultura harus
ditingkatkan dengan melakukan kombinasi treatment pasca panen untuk mengatasi penurunan
mutu yang sangat cepat sehingga kesegaran produk tetap terjaga ( Chairul, 2007).

Iradiasi merupakan salah satu teknologi alternatif dari bidang teknik nuklir yang
belakangan ini digunakan dalam bidang industri pangan khususnya bidang pengawetan. Iradiasi
merupakan pengunaan pancaran cahaya inframerah, ultraviolet, atau radioaktif (iradiasi , , atau
) pada produk makanan (Hadiwiyoto,2002). Teknik iradiasi ini digunakan pada beberapa
macam jenis bahan pangan seperti buah-buahan, sayur-sayuran, hasil laut, daging-dagingan, dan
makanan siap hidang. Namun, dalam teknik pengawetan ini harus memperhatikan persyaratan
kesehatan dan keselamatan serta pengaruh terhadap pangan disamping memperhatikan dosis,
teknik dan peralatan dalam teknik pengawetan ini. Iradiasi dapat menguntungkan atau
merugikan, tergantung pada sifat produk, macam cahaya, dan lama waktu perlakuan. Perlakuan
dengan cahaya umumnya mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap vitamin, meskipun
dapat mengaktifkan provitamin menjadi vitamin D aktif. Iradiasi mempunyai sifat antibiologi
dan dapat digunakan untuk mensterilkan bahan, menghambat aktivitas enzim dan mencegah
serangan serangga. Pada dosis tinggi, iradiasi dapat merusak gizi atau menghasilkan rasa
yang tidak diinginkan dalam bahan makanan (Hadiwiyoto,2002).

Prinsip kerja iradiasi dengan berkas sinar electron pada dasarnya, akselerator sebagai
pembangkit berkas sinar electron berfungsi seperti tube televisi. Electron tersebar dan memukul
layar phosphorescent dengan energy yang cukup rendah. Electron terkonsentrasi dan
kecepatannnya dipercepat menjadi 99% kecepatan cahaya. Berkas sinar tersebut menembus
objek yang berupa bahan pangan. Reaksi yang sangat cepat pada permukaan molekul akan
menyebabkan bakteri yang menempel rusak seketika. Sayangnya, karena menggunakan energy
listrik, iradiasi dengan menggunakan sinar gamma lebih disukai. Pengaturan dosis iradiasi
terhadap berbagai bahan pangan dilakukan dengan mengatur kecepatan konveyor yang
membawa bahan pangan ke kamar iradiasi. Dalam irradiasi bahan pangan, dosis yang diberikan
berbeda untuk setiap jenis makanan. Dosis dalam hal ini bukanlah sesuatu yang ditambahkan ke
dalam zat pangan melainkan jumlah radiasi yang diserap bahan pangan selama kontak dengan
sinar iradiasi dan selang waktu proses iradiasi.

Dalam proses produksi iradiasi sinar gamma, tidak seperti iradiasi berkas sinar electron
yang menggunakan listrik, cobalt-60 diproduksi secara offsite dalam reactor nuklir dan
ditransportasikan dengan menggunakan container khusus ke area proses iradiasi. Co-60
merupakan logam radioaktif padat yang dibawa dalam ontainer stainless steel yang dilas dan
terbungkus rapi yang disebut sealed source. Sealed source tersebut mengandung Co-60 tapi
memungkinkan foton (radiasi) yang dapat melewati bungkus dan mencapai bahan pangan atau
makanan jadi yang akan diiradiasi. Karena Co-60 tidak memiliki massa, foton akan menembus
lebih dari 60 cm dari produk teriradiasi pada kedua sisi. Irradiator gamma bekerja dalam sebuah
ruangan radiasi yang memiliki pelindung berupa baja padat. Co-60 secara berkesinambungan
mengemisikan radiasi dan tak dapat dihentikan sampai bahan habis. Walaupun iradiasi dapat
meningkatkan umur simpan, tetapi teknik iradiasi ini akan lebih baik jika dikombinasikan
dengan metode penyimpanan di suhu 10 oC agar dapat lebih meningkatkan umur simpan.
Intensitas sinar iradiasi ini dinyatakan dengan satuan Gray (Gy) yang berarti dosis sinar
ynag diserap yang setara dengan 1 joule per kilogram material terserap. Peraturan FDA (Food
and Drug Association) menyatakan bahwa 1 kilogray (kGy) setara dengan 1000 Gy , serta
mengkategorikan irradiasi ke dalam 3 kelompok yaitu kelompok dengan dosis iradiasi di bawah
1 kGy dengan tujuan untuk mengontrol serangga dalam bahan pangan, menghambat pertunasan,
dan menghambat penuaan buah dan sayuran. Kelompok dengan dosis iradiasi menengah yaitu
antara 1-10 kGy dan digunakan untuk mengontrol bakteri pathogen dalam daging, unggas, dan
ikan serta mencegah berjamurnya strawberi dan buah-buahan yang lainnya. Kelompok dengan
dosis iradiasi tinggi yaitu di atas 10 kGy yang dapat digunakan untuk membunuh
mikroorganisme dan serangga dalam bahan pangan dan juga untuk sterilisasi bahan pangan dan
makanan ( Dwiloka, 2002).
III. BAHAN DAN METODE

Bahan atau sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah jambu biji merah dan
cabai. Sampel dipilih berdasarkan ukuran, berat dan tingkat kematangan yang dianggap relatif
sama. Masing-masing sampel dikelompokkan berdasarkan dosis iradiasi yang diberikan. Dosis
yang diberikan antara lain 2,5 kGy; 5 kGy; 7kGy; dan 10 kGy dan yang lainnya dijadikan
sebagai sampel kontrol tidak diiradiasi. Penelitian ini melalui beberapa langkah, yaitu:

Proses Iradiasi Sinar Gamma

Proses iradiasi menggunakan iradiator karet alam (Irka) / iradiator lateks dengan sumber
gamma 60 Co, dengan aktivitas radioaktif 18003,683 Ci, dan laju dosis 0,73771 kGy / jam pada
September 2014, di PATIR-BATAN (Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi-Badan Tenaga
Nuklir Nasional) Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Buah jambu merah dan cabai diiradiasi pada
variasi dosis terkontrol, yaitu: 2,5 kGy; 5 kGy; 7kGy; dan 10 kGy.

Penyimpanan Beku

Sampel yang telah diiradiasi kemudian disimpan dalam ruang pembekuan lalu diuji
jumlah mikroba pada hari ke 4, 9, 15 dan 20 untuk sampel yang mendekati busuk.

Perhitungan Total Mikroba

Plate Count Agar (PCA) atau sering dikenal dengan Standard Methods Agar (SMA)
adalah media pertumbuhan mikroorganisme yang biasanya digunakan untuk menghitung jumlah
total bakteri (semua jenis bakteri) yang terkandung dalam setiap sampel makanan: susu, air
limbah, dan sampel lainnya yang juga biasanya menggunakan Total Plate Count (TPC). Plate
Count Agar (PCA) adalah media padat yang akan memadat ketika dingin. Ini dibuat dengan
melarutkan semua bahan untuk membentuk suspensi 23,5 g / L lalu disterilisasi di dalam
autoclave. Komposisi Plate Count Agar (PCA) mengandung: 0,5% tripton, 0,25% ekstrak ragi,
0,1% glukosa, dan 1,5% agar. Kandungan glukosa dan ekstrak ragi pada Plate Count Agar (PCA)
berfungsi untuk pertumbuhan semua jenis bakteri. Plate Count Agar (PCA) mengandung nutrisi
yang disediakan tripton, vitamin dari ekstrak ragi, dan glukosa yang digunakan sebagai sumber
energi mikroorganisme untuk pertumbuhan bakteri. Plate Count Agar (PCA) bukan merupakan
media selektif karena media tidak hanya ditutupi oleh jenis tertentu dari mikroorganisme.
Pembuatan Plate Count Agar (PCA) dapat dilakukan dengan mencampur 23,5 g ke dalam
1 L air suling, lalu dipanaskan hingga mendidih untuk melarutkan seluruh media. Serta sterilisai
menggunakan autoclave pada suhu dan waktu yang ditetapkan yaitu 121C selama 15 menit.
Media akan diinokulasi dengan mikroba tertentu sebelum pemadatan untuk menurunkan suhu
ruang hingga 47-50C. Jika media terlalu panas, mikroba yang tumbuh akan mati. Setelah media
memadat dan telah disteril, media dibiarkan terkena udara selama 15 menit untuk inokulasi
mikroorganisme. Inokulasi ditanam di iinokula aseptik dalam media steril baik dalam media cair,
semi padat atau padat. Inokula adalah bahan yang mengandung mikroorganisme baik dalam
keadaan cair atau padat. Tujuan inokulasi adalah untuk memurnikan, mengidentifikasi,
meremajakan, dan menyimpan organisme.
Analisis mikroorganisme digunakan untuk menentukan tipe dan jumlah mikroorganisme
yang terkandung dalam bahan pangan. Metode analisis menggunakan Standard Plate Count
(SPC) untuk menjelaskan bagaimana cara menghitung jumlah koloni di cawan serta bagaimana
cara memilih data yang ada untuk menghitung jumlah koloni di beberapa bahan pangan.
Prosedur menghitung koloni adalah sebagai berikut: 1.Cawan yang dipilih dan dihitung adalah
yang mengandung jumlah koloni antara 30 sampai 300. 2. Beberapa koloni yang bergabung
menjadi satu adalah kumpulan koloni besar di mana jumlah koloni diragukan dapat dihitung
sebagai salah satu koloni. 3. Rantai koloni yang terlihat sebagai garis tebal dihitung sebagai satu
koloni. Rumus untuk menghitung jumlah koloni per ml adalah sebagai berikut:

Jumlah koloni per ml = jumlah koloni per cangkir (1 / Fp).

dengan Fp = faktor pengenceran.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyimpanan yang mampu membunuh DNA adalah dengan meberikan radiasi gamma
kepada makanan tersebut. Pada proses kali ini memadukan teknik radiasi sinar gamma dengan
penyimpanan beku pada jambu biji dan cabai. Radiasi sinar gamma diberlakukan dengan
pemberian variasi dosis terkontrol, yaitu: 2,5 kGy; 5 kGy; 7,5 kGy; dan 10 kGy. Pemberian
radiasi dosis tinggi mampu menurunkan jumlah mikroba. Terlihat pada dosis 10 kGy pada jambu
merah maupun cabai memiliki jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan dosis yang
lainnya di tujuh hari pertama.

Pada jurnal yang kami review pada gambar 2 dan Gambar 3


menjelaskan bahwa dosis radiasi yang diberikan lebih besar, yang
mengakibatkan jumlah mikroba berkurang. Namun, dalam proses
penyimpanan, dari 4 sampai 20 hari, jumlah mikroba benar-benar
meningkat. Hal ini mungkin disebabkan oleh: mikroba dapat memperbaiki
struktur DNA nya sendiri dan masuknya bakteri ke dalam sampel. Masuknya

bakteri diperkirakan pada saat distribusi BATAN Jakarta ke kampus UNNES


Semarang dan selama proses penyimpanan tidak steril dan tidak dalam
kondisi beku. Selain itu, proses kemasan sampel dalam wadah tidak steril,
kontribusi yang signifikan untuk mengkontaminasi sampel, sehingga dosis
radiasi yang diberikan adalah berbanding terbalik dengan total mikroba mati.
Gambar 2. Grafik hubungan antara waktu penyimpanan terhadap total
bakteri jambu biji merah (Psidium guajava Linn)

Grafik di atas menunjukkan hubungan antara waktu dengan total bakteri pada jambu
merah. Terlihat pada dosis 7.5 kGy dan 10 kGy total bakteri pada tujuh hari pertama sama,
namun dosis 7.5 kGy semakin lama bakteri semakin bertambah. Pada dosis 10 kGy relative tidak
mengalami peningkatan yang signifikan pada tujuh hari pertama, namun pada hari kesepuluh
jumlah bakteri terlihat bertambah banyak, dan menngkat terus menerus sampai pada hari ke-20.
Pada hari ke 0-7 pada dosis 5 kGy total bakteri lebih banyak dibandingkan dengan dosis 2.5 kGy,
hal tersebut mungkin karena saat perlakuan pada dosis 5 kGy tidak steril atau ada kesalahan.
Pada dosis 2.5 kGy ditujuh hari kedua mengalami kenaikan yang signifikan, namun pada dosis 5
kGy relative stabil. Setelah hari ke-14 dosis 5 kGy mengalami kenaikan yang drastic.
Gambar 3. Grafik hubungan antara waktu penyimpanan terhadap total
bakteri cabai (capsicum annuum L.)
Grafik kedua adalah hubungan antara waktu dan total mikroba pada cabai. Berbeda
dengan jambu merah, pada cabai jumlah bakteri pada lima hari pertama memiliki total bakteri
yang relative sama, tidak jauh berbeda. Hari ke 5-10 keempat dosis tersebut tidak mengalami
kenaikan yang signifikan karena relative stabil. Namun pada hari ke 10-20 keempat dosis
tersebut mengalami kenaikan jumlah bakteri yang sangat pesat. Hal terseut bisa saja terjadi
karena saat proses packaging, penyimpanan, dan distribusi yang tidak steril, yang mengakibatkan
mikroba dapat berkembang pesat.

Selain proses packaging, penyimpanan, dan distribusi, proses pengangkutan sampel ke


dalam kontener bisa jadi tidak stabil, yang mengakibatkan sample terkontaminasi sehingga
mengalami kenaikan mikroba. Untuk meminimalisir kenaikan mikroba tersebut saat proses
penyimpanan, sample yang telah di berikan radiasi gamma diberikan perlakuan pembekuan agar
bakteri tidak mudah tumbuh. Karena apabila sample dalam keadaan beku, ketersediaan air akan
menurun, sehingga aktifitas enzim dan mikroba dapat dihambat atau dihentikan dan mencegah
adanya kimia pathogen sehingga dapat mempertahankan kualitas. Meskipun dengan pembekuan
dapat mengurangi jumlah mikroba sangat besar tapi tidak bisa membuat makann menjadi steril
dari mikroba.

Penyimpanan beku dapat meningkatkan konsentrasi elektrolit dalam sel mikroba, karena
mikroba akan membeku menjadi Kristal es, yang berdampak pada rusaknya koloid dan
protoplasma, dan menyebabkan terjadinya denaturasi protein pada sel.

Beberapa perubahan sifat fisika-kimia yang terjadi, karena iradiasi


dapat memimpin perubahan dan kerugian dari basa nitrogen, memecah
ikatan hidrogen, pemutusan rantai gula fosfat dari masing-masing
polinuklida DNA (single strand break), penghentian rantai yang berdekatan
untuk kedua nukleotida poli DNA (double strand break), dan pembentukan
intramolekul silang (kerusakan basis). Kebanyakan mikroba mampu
memperbaiki single strand break. Beberapa literatur menunjukkan bahwa
mikroba yang sensitif tidak dapat memperbaiki double strand break,
sementara mikroba menunjukkan resistensi yang lebih tinggi memiliki
kapasitas untuk memperbaiki double strand break. Hasil perbaikan atau
penataan ulang DNA bisa sama atau berbeda dari aslinya.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses iradiasi makanan menggunakan sinar gamma dengan dosis radiasi
dari 2,5 sampai 10 kGy mampu membunuh sebagian besar mikroba dalam
makanan dan menghambat proses fisiologis pada mikroba sehingga makanan
menjadi lebih tahan lama, tetapi proses pengemasan dan penyimpanan yang tidak
tepat dapat menyebabkan munculnya bakteri lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Chairul, Shofnie, Achmad Nasroh Kuswandi. 2007. Penurunan Kandungan Residu Insektisida
Dimetoat Dalam Cabai Merah (Capsicum annum L.) Akibat Irdiasi Gamma. Jurnal
Teknologi. Vol.1 No.1.
Dwiloka B. 2002. Iradiasi Pangan. Semarang: Universitas Semarang.
Hadiwiyoto, Suwedo.2002. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Yogyakarta: kanisius.
Santoso.2006. Teknologi Pengawetan Bahan Segar. Malang: Laboratorium Kimia Pangan
Faperta Uwiga.

Susilo, M. Akrom1, dan E. Hidayanto. 2014. Kajian Pengaruh Radiasi Sinar Gamma Terhadap
Susut Bobot pada Buah Jambu Biji Merah Selama Masa Penyimpanan. Jurnal Pendidikan
Fisika Indonesia. Nomor 10: 86-91.

Anda mungkin juga menyukai