Anda di halaman 1dari 2

Jonan Minta Kominfo Blokir Uber dan Grab Car

Uber dan Grab Car dinilai memicu keresahan serta konflik di kalangan pengusaha
angkutan resmi, dan taksi resmi. Selain itu, menyuburkan praktik angkutan liar dan membuat
angkutan umum tak diminati.

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan kembali mengusik keberadaan layanan transportasi


berbasiskan aplikasi online. Setelah sempat melarang operasional transportasi kendaraan
bermotor Go-Jek, Grab Bike dan lain-lain pada akhir tahun lalu, Jonan sekarang meminta
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memblokir aplikasi pemesanan angkutan
seperti Uber Taksi dan Grab Car.

Permintaan tersebut disampaikannya melalui surat bernomor AJ 206/1/1 PHB 2016


tanggal 14 Maret 2016. Dalam surat sebanyak tiga halaman itu, Jonan menjelaskan adanya
permasalahan akibat kehadiran layanan pemasaran transportasi dengan aplikasi internet.
Khususnya, kata dia, Uber Asia Limited dan PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab Car).

Hal ini mengacu kepada lima peraturan perundang-undangan yang harus dipatuhi
perusahaan di bidang transportasi dan perangkat lunak. Yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan; Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan; Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang
penanaman modal; Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2000 tentang
kantor perwakilan perusahaan asing; dan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang
penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik.

Kementerian Perhubungan menilai Uber dan Grab Car melanggar sejumlah pasal dalam
peraturan tersebut. Mereka dianggap bukan kendaraan bermotor umum, serta tidak
berstatus badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD) maupun badan
usaha lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Jadi, tidak sesuai dengan Pasal 138
ayat (3) dan pasal 139 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan
angkutan jalan.

Jika mengacu Pasal 173 ayat (1) tentang angkutan jalan, Uber dan Grab Car juga
melanggar karena tidak memiliki izin penyelenggaraan angkutan. Selain itu, Kementerian
Perhubungan mengingatkan, penanaman modal asing di Indonesia harus dilakukan dalam bentuk
perseroan terbatas, berdasarkan hukum Indonesia, dan berkedudukan di dalam wilayah
Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

Tak cuma itu, Jonan menilai Uber dan Grab Car melanggar Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 90 Tahun 2000 Tentang Kantor Perwakilan Perusahaan Asing dan Surat
Keputusan Kepala BKPM Nomor 22 Tahun 2001. Mengacu ketentuan ini, Kantor Perwakilan
Perusahaan Asing (KPPA) tidak boleh melakukan kegiatan komersial, termasuk transaksi jual-
beli barang dan jasa di Indonesia dengan perusahaan maupun perseorangan. Selain itu, KPPA tak
diperbolehkan terlibat dalam pengelolaan suatu perusahaan, anak usaha, atau cabang perusahaan
di Jakarta.

Selain menganggap adanya pelanggaran peraturan, Kementerian Perhubungan


mengeluhkan tiga praktik bisnis yang dijalankan Uber dan Grab Car selama ini. Pertama,
mereka tidak bekerjasama dengan perusahaan umum yang resmi, tapi malah bekerjasama dengan
perusahaan illegal maupun perorangan. Kedua, Uber dan Grab Car dinilai menimbulkan
keresahan serta konflik di kalangan pengusaha angkutan resmi, dan pengemudi taksi resmi.
Ketiga, mereka dituding makin menyuburkan praktik angkutan liar dan membuat angkutan
umum tidak diminati.

Meski ada surat pemblokiran tersebut, aplikasi Uber maish bisa diakses dan
digunakan hingga Senin siang tadi. Seorang pengguna Uber, Tjoek Widharyoko, pun tetap
dapat bepergian menggunakan layanan Uber. Ia balik mempersoalkan pemblokiran tersebut dan
menganggap undang-undang yang berlaku saat ini sudha ketinggalan zaman. "Nanti pasti makin
banyak sistem seperti ini (Uber), ujarnya kepada

Anda mungkin juga menyukai