Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

GERIATRIC SYINDROME
Untuk Memenuhi Tugas Clinical Studies 2

Disusun Oleh
Mahartika Lupita Sari
135070218113030
PSIK 2013

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
A. DEFINISI GERIATRIC SYNDROME
Geriatri berasal dari kata geros (tua) dan iatrea (rumatan), jadi jelas
bahwa ilmu geriatri adalah bagian dari ilmu kedokteran dan gerontologi yang
khusus mempelajari kesehatan dan penyakit-penyakit pada Lanjut Usia.
Menurut Kane RL (2008), sindrom geriatri memiliki beberapa
karakteristik, yaitu: usia > 60 tahun, multipatologi, tampilan klinis tidak khas,
polifarmasi, fungsi organ menurun, gangguan status fungsional, dan
gangguan nutrisi. Hal ini sesuai dengan karakteristik pasien dengan usia 80
tahun, memiliki gangguan hepar dan ginjal, status fungsional di keluarga
yang sudah menurun dan ditemukan adanya gangguan nutrisi pada pasien
karena menurunnya fungsi menelan.
Sindrom geriatri meliputi gangguan kognitif, depresi, inkontinensia,
ketergantungan fungsional, dan jatuh. Sindrom ini dapat menyebabkan
angka morbiditas yang signifikan dan keadaan yang buruk pada usia tua
yang lemah. Sindrom ini biasanya melibatkan beberapa sistem organ.
Sindrom geriatrik mungkin memiliki kesamaan patofisiologi meskipun
presentasi yang berbeda, dan memerlukan intervensi dan strategi yang fokus
terhadap faktor etiologi (Panita et al., 2011).
B. KLASIFIKASI GERIATRIC SYNDROME
Sindrom geriatri adalah kumpulan gejala atau masalah kesehatan
yang sering dialami oleh seorang pasien geriatri. Sindrom geriatri ini dikenal
juga dengan istilah 14 i yaitu: berkurangnya kemampuan gerak
(immobilisasi), jatuh dan patah tulang (instabilitas postural), mengompol
(inkontinensia urin), infeksi (infection), gangguan fungsi panca indera
(impairment of senses), gangguan gizi (inanition), masalah akibat tindakan
medis (iatrogenik), gangguan tidur (insomnia), gangguan fungsi kognitif
(intelectual impairment), isolasi/menarik diri (isolation), berkurangnya
kemampuan keuangan (impecunity), konstipasi (impaction), gangguan sistem
imun (immune deficiency), dan gangguan fungsi seksual (impotence).
Imobility (Imobilisasi)
Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau
lebih, diiringi dengan adanya gerak anatomis tubuh yang menghilang akibat
perubahan fungsi fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan
dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab utama imobilisasi
adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekuatan otot, ketidaksembangan dan
masalah psikologis.
a) Instability (Instabilitas dan jatuh)
Gangguan keseimbangan (instabilitas) akan memudahkan pasien
geriatri terjatuh dan dapat mengalami patah tulang. Terdapat banyak
faktor yang berperan untuk terjadinya instabilitas dan jatuh pada orang
usia lanjut. Berbagai faktor tersebut dapat diklasifikasikan sebagai faktor
instrinsik (faktor risiko yang ada pada pasien) dan faktor risiko ekstrinsik
(faktor yang terdapat di lingkungan). Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut
dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh adalah mengobati
berbagai kondisi yang mendasari instabilitas dan jatuh, memberikan
terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot,
alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai, serta mengubah lingkungan
agar lebih aman seperti pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai
yang tidak licin.
b) Intelektual Impairment (Gangguan Kognitif)
Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual pada
pasien lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia adalah
gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang disebabkan oleh
penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat
kesadaran. Demensia tidak hanya masalah pada memori. Demensia
mencakup berkurangnya kemampuan untuk mengenal, berpikir,
menyimpan atau mengingat pengalaman yang lalu dan juga kehilangan
pola sentuh, pasien menjadi perasa, dan terganggunya aktivitas (Geddes et
al., 2005; Blazer et al., 2009).
c) Incontinence (Inkontinensia Urin dan alvi)
International Consultation on Incontinence, WHO mendefinisikan
Faecal Incontinence sebagai hilangnya tak sadar feses cair atau padat
yang merupakan masalah sosial atau higienis. Definisi lain menyatakan,
Inkontinensia alvi/fekal sebagai perjalanan spontan atau ketidakmampuan
untuk mengendalikan pembuangan feses melalui anus. Kejadian
inkontinensia alvi/fekal lebih jarang dibandingkan inkontinensia urin
(Kane et al., 2008).
Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak
terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan
frekuensi dan jumlahnya, sehingga mengakibatkan masalah sosial dan
higienis. Inkontinensia urin seringkali tidak dilaporkan oleh pasien atau
keluarga karena malu atau tabu untuk diceritakan, ketidaktahuan dan
mengganggapnya sebagai sesuatu yang wajar pada orang usia lanjut
serta tidak perlu diobati. urin merupakan fenomena yang tersembunyi,
disebabkan oleh keengganan pasien menyampaikannya kepada dokter dan
di lain pihak dokter jarang mendiskusikan hal ini kepada pasien (Kane et
al., 2008; Cigolle et al., 2007).
1) Inkontinensia urin akut reversibel
Meruakan setiap kondisi yang menghambat mobilitas pasien dapat
memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau memburuknya
inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang pinggul, stroke, arthritis
dan sebagainya. Resistensi urin karena obat-obatan atau obstruksi
anatomis dapat pula menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan
inflamasi pada vagina dan uretra mungkin kan memicu inkontinensia
urin. Konstipasi juga sering menyebabkan inkontinensia akut.
2) Inkontinensia urin persisen
Dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara meliputi anatomi,
patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi
klinis lebih bermanfaat karena dapat membantu evaluasi dan
intervensi klinis. Kategori meliputi:
3) Inkontinensia urin stres
Tak terkendalinnya aliran urin akibat meningkatnya tekanan
intraabdominal seperti pada saat batu, bersin atau berolehraga.
Umumnya disebabkan oleh melemahnya urin pada lansia dibawah
75 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita tetapi mungkn terjadi pada
laki-laki akibat kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan
transurethral dan radiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada
saat tertawa, batu atau berdiri. Jumlah urin yang keluar dapat sedikit
atau banyak.
4) Inkontinensia urin urgensi
Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi
keinginanberkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan
dengan kontraksi detrusor tak terkendali. Masalah-masalah
neurologis sering dikaitkan dengan inkontenansia urin urgensi ini,
meliputi stroke, penyakit parkinson, demensia dan cedera medula
spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai ditoilet
setelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa
inkontinensia urin. Inkontinensia tipe urgensi ini menrupakan
penyebab tersering inkontinensia pada lansia diatas 75 tahun
5) Inkontinensia urin luapan/overflow
Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi
kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi
anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada
diabetes melitus atau sclerosis mulltiple yang menyebabkan
berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih dan faktor-
faktor obat-obatan. Pasien mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa
adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh.
6) Inkontenansia urin fungsional
Merupakan keadaan yang mengalami pengeluaran urin secara tanpa
disadari dan tidak dapat diperkirakan. Inkontenansia fungsional
merupakan intenkonensia dengan fungsi saluran kemih bagian
bawah yang utuh tetapi ada faktor lain seperti gangguan kognitif
berat meyebabkan pasien sulit untuk mengidentifikasi perlunya
urinasi (misal demensia Alzheimer) atau gangguan fisik yang
menyebabkan pasien sulit atau tidak mungkin menjangkau toiley
untuk melakukan urinasi.
d) Isolation (Depresi)
Gangguan depresi pada usia lanjut kurang dipahami sehngga banyak
kasus tidak dikenali. Gejala depresi pada usia lanjut sering kali dianggap
sebagai bagian dari proses menua. Faktor yang memeperberat depresi
adalah kehilangan orang yang dicintai, kehilangan rasa aman, taraf
kesehatan menurun
e) Impotence (impotensi)
50% pria pada umur 65 tahun dan 75 % pria pada usia 80 tahun
mengalami impotensi. 25 % terjadi akibat mengkonsumsi obat-obatan
seperti : anti hipertensi, anti psikosa, anti depressant, litium (mood
stabilizer). Selain karena mengkonsumsi obat-obatan, impotensi dapat
terjadi akibat menurunnya kadar hormon.
f) Immunodeficiency (penurunan imunitas)
Perubahan yang dapat terjadi dari proses menua adalah: berkurangnya
imunitas yang dimediasi oleh sel, rendahnya afinitas produksi antibodi,
meningkatnya autoantibodi, terganggunya fungsi makrofag,
berkurangnya hipersensitivitas tipe lambat, atrofi timus, hilangnya
hormon timus, berkurangnya produksi sel B oleh sel-sel sumsum tulang
g) Infection (infeksi)
Infeksi sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi sistem imun
pada usia lanjut. Infeksi yang sering dijumpai adlaah saluran kemih,
pneumonia, sepsis dan meningitis. Kondisi lain seperti kurang gizi,
multipatologi, dan faktor lingkungan memudahkan usia lanjut terkenaa
infeks.
h) Inanitation (malnutrisi)
Kelemahan nutrisi merujuk pada hendaya yang terjadi pada
usia lanjut karena kehilangan berat badan fisiologis dan
patologis yang tidak disengaja. Anoreksia pada usia lanjut
merupakan penurunan fisiologis nafsu makan dan asupan
makan yang menyebabkan kehilangan berat badan yang tidak
diinginkan (Kane et al., 2008). Etiologi malnutrisi yaitu : malnutrisi
primer terjadi sebab dietnya mutlak salah satu kurang, malnutrsi
sekunder atau bersayarat. Kelemahan nutrisi panda hendaya terjadi
pada lansia karena kehilangan berat badan fisiologis dan patologis yang
tidak disengaja. Anoreksia pada lanjut usia merupakan penurunan
fisiologis nafsu makan dan asupan makan yang menyebabkan
kehilangan berat badan yang tidak diinginkan. Faktor predisposisi
malnutrisi adlah: pancaindra untuk rasa dan bau berkurang, kehilangan
gigi alamiah, gangguan motilitas usus akibat tonus otot menurun,
penurunan produksi asam lambung.
i) Impaction (konstipasi)
Konstipasi oleh Holson adalah 2 dari keluhan-keluhan berikut yang
berlangsung dalam 3 bulan, konsistensi fese keras, mengejan dnegna
keras saat BAB, rasa tidak tuntas saat BAB meliputi 25 % dari
keseluruhan BAB. Faktor resiko yang menyebabkan konstipasi adalah:
obat-obatan (narkotik golongan NSAID , antasid aluminium, diuretik,
analgeti), kondisi neurologis, gangguan metabolik, psikologis, penyakit
saluran cerna, lain-lain (diet rendah serat, kurang olahraga, kurnag
cairan)
j) Insomnia (gangguan tidur)
Merupakan gangguan tidur yang sering dijumpai pada pasien geriatri.
Umumnya mereka mengeluh bahwa tidurnya tidak memuaskan dan sulit
memetahankan kondisi tidur. Sekitar 57% orang lanjut usia di komunitas
mengalami insomnia kronis, 30% pasien usia lanjut mengeluh tetap
terjaga sepnjang malam, 19 % mengeluh bangun terlalu pagi, dan 19 %
mengalami kesulitan untuk tertidur. Pada usia lanjut umunya mengalami
gangguan tidur seperti: kesulitan untuk tertidur, kesulitan
mempertahankan tidur nyenyak, bangun terlalu pagi. Faktor yang
menyebabkan insomnia: perubahan irama sirkadian, gangguan tidur
primer, penyakit fiisik (hipertiroid, arteritis), penyakit jiwa, pengobatan
polifarmasi, demensia.
k) Latrogenik disorder (gangguan latrogenik)
Karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu multipatologik, sering
kali menyebabkan pasien mengkonsumsi obat yang tidak sedikit
jumlahnya. Pemberian oabta pada lansia haruslah sangat hati-hati dan
rasional karena obat akan dimetabolisme dihati sedangkan pada lansia
terjadi penurunan faal hati juga terjadi penurunan faal ginjal (jumlah
glomerulus berkurang), dimana sebagian besar obat dikeluarkan melalui
ginjal sehingga pada lansia sisa metabolisme obat tidak dapat
dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek toksik.
l) Gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman
Gangguan penglihatan dan pendengaran juga sering dianggap sebagai
hal yang biasa akibat proses menua. Prevalensi gangguan penglihatan
pada pasien geriatri yang diarawat di indonesia mencapai 24 %.
Gangguan penglihatan berhubungan dengan penurunan kegiatan waktu
senggang , status fungsional, fungsi sosial dan mobilitas. Gangguan
pengliahatn dan pendengaran berhubungan dengan kualitas hidup,
meningkatkan disabilitas fisik, ketidakseimbangan, jatuh, fraktur panggul
dan mortalitas.

C. TEORI PROSES MENUA


D. ETIOLOGI GERIATRIC SYNDROME
1. Etiologi (Vina. 2015)
a. Immobility
Lansia yang terus-menerus berada ditempat tidur (disebut berada pada
keadaan (bed rdden). Berakiabt atrofi otot, decubitus, malnutrisi, serta
pnemonia. Faktor resikonya dapat berupa osteortritis, gangguan
penglihatan, fraktur, hipotensi postural, anemia, stroke, nyeri, demensia,
lemah otot, vertigo, keterbatsan ruang lingkup, PPOK, gerak sendi
hipotiroid dan sesak napas, imobilisasi pada lansia diakibatkan oleh
adanya gangguan nyeri, kekakuan, ketidakseimbangan, serta kelainan
psikologis.
b. Instability
Akibat yang ditimbulkan seperti peristiwa jatuh merupakan masalah yang
juga penting pada lansia terutama lansia wanita.
c. Intelektual impaired
Gangguan intelektual berlangsung progresif disebut demensia. Muncil
secara perlahan tetapi progresif (biasanya selang bulanan hingga
tahunan). Gangguan depresi juga merupakan penyebab kemunduran
intelektual yang cukup sering ditemukan namun seringkali
terabaikan.depresi disebabkan oleh adanya suasana hati atau mood
yang bersifat depresif yang berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu
yang disertai keluhan-keluhan vegetatif (berupa gangguan tidur,
penurunan minat, perasaan bersalah, merasa tidak bertenaga, kurang
konsentrasi, hilangnya nafsu makan.
d. Incontinance
Adalah penegluaran urin/feses tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi
yang cukup sehingga mengakibatkan maslah gangguan kesehatan atau
sosial. Ini bukan kinsekuensi normal dari pertambahan usia. Penyebanya
kelainan urologi (radang, batu, tumor), kelainan neurologi (stroke, trauma
medula spinalis, demensia)lainya (imobilisasi, lingkungan). Dapat akut
disaat timbul penyakit atau yang kronik.
e. Isolation
Penyebabnya : kehilangan orang/objek yang dicintai, sikap pasimistik,
kecenderungan beradumsi negatif terhadap suatu pengalaman yang
mengecewakan, kehilangan integritas pribadi, penyakit degeneratif kronik
tanpa dukungan sosial yang adekuat.
f. Impotance
1) DE organik akibat gangguan endokrin, neurogenik, vaskuler
(aterosklerosis atau fibrosis)
2) DE psikogenik merupakan penyebab utama pada gangguan organik,
walaupun faktor psikogenik ikut memegang peranan. DE jenis ini
yang berpotensi reversible potensial biasanya yang disebabkan oleh
kecemasan, depresi, rasa bersalah, masalah perkawinan atau juga
akibat dari rasa takut akan gagal dalam hubungan seksual.
g. Immuno-deficiensi
Daya tahan tubuh yang menurun pasa lansai merupakan fungsi tubuh
yang terganggu dengan bertambahnya umur seseorang. Walupun tidak
selamanya hal ini disebabkan oleh proses menua, tapi dpaat pula karena
berbagai keadaan seperti penyakit menahun maupun penyakit akut yang
dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh seseorang, demikian
juga penggunaaan berbagai obat, gizi yang kurang, penurunan fungsi
organ tubuh dan lain-lain.
h. Infection
Terjdi akibat beberapa hal antara lain adanya penyakit penyakit yang
cukup banyak, menurunnya daya takan/imunitas terhadap infeksi,
menurunya daya komunikasi sehingga sulit/jarang mengeluh, sulitnya
mengenal tanda infeksi secara dini. Ciri utama pada semua penyakit
infeksi biasanya ditandai dengan peningkatan temperatur badan, sering
dijumpai pada usia lanjut.
i. Inanitation
Penyebab terjadinya gizi buruk adalah depresi berkabung, imobilisasi,
penyakit kronis (PPOK, rematik, gagal jantung, diabetes, gagal ginjal,
dispepsia, gangguan hati, keganasan), demensia dan demam.
j. Impaction
Konstipasi yang terjadi pada lansia dibabkan karena pergerakan fisik
pada lansia yang kurang mengkonsumsi makan berserat, kurang minum,
juga akibat pemberian obat-obatan tertentu.
k. Insomnia
Pada lansia dapat disebabkan oleh faktor yang trdiri dari nyeri kronis,
sesak napas pada penyakit paru obstruktif kronis, gangguan psikiatrik
(gangguan cemas dan depresi), penyakit neurologi (parkinsons disease,
alzheimer disease)dan obat-obatan kortikosteroid dan diuretik)
l. Gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman
Sistem pendengaran: kehilangan mendengar bunyi dengan nada yang
sangat tinggi akibat dari berhentinya pertumbuhan saraf dan berakhirnya
pertumbuhan organ basal yang mengakibatkan matinya rumah siput
didalam telinga. Dapat mendengar pada suara rendah.
Sitem penglihatan daa penurunan yang konsissten dalam
kemampuan untuk melihat objek pada tingkat penerangan yang rendah
serta menurunnya sensivitas terhadap warna.
Daya penciuman menjadi kurang tajam dengan bertambahnya
usia, sebagian karena pertumbuhan sel didalam hidung berhenti dan
sebagian lagi karena semakin lebatnya bulu rambut dilubang hidung.
1. Jatuh
Jatuh adalah kejadian tidak diharapkan dimana seorang jatuh dari
tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah atau sama tingginya.
Sebanyak 30% lansia 65 tahun mengalami jatuh. Kondisi jatuh dipengaruhi
stabilitas badan yang ditunjang oleh sistem sensorik (penglihatan,
pendengaran, vestibuler, proprioseptif), susunan saraf pusat, kognisi, dan
fungsi muskuloskeletal. Ia juga dipengaruhi faktor ekstrinsik seperti pengaruh
obat dan kondisi lingkungan. Penyebab jatuh ada beragam, antara lain
kecelakaan, nyeri kepala dan atau vertigo, hipotensi ortostatik, obat-obatan
(diuretik, antihipertensi, antidepresan trisiklik, sedatif, antipsikotik,
hipoglikemk, alkohol), proses penyakit (aritmia, TIA, stroke, parkinson),
idiopatik, dan sinkop (drop attack, penurunan CBF).
Jatuh menimbulkan komplikasi perlukaan jaringan lunak dan fraktur
(terutama pelvis, kolum femoris), imobilisasi, disabilitas, risiko meninggal.
Jatuh perlu dicegah dengan identifikasi semua faktor risiko intrinsik maupun
ekstrinsik, penilaian pola berjalan dan keseimbangan (tes romberg), dan
pemeriksaan rutin. Setiap lansia selalu harus ditanyakan riwayat jatuh dan
evaluasi status kesehatan. Tatalaksana jatuh adalah pencegahan sesuai
dengan etiologi yang dirasa memberi risiko terjadinya jatuh.

2. Kelainan tulang dan patah tulang


Setiap tahun 0,5-1% dari berat tulang wanita pasca menopause dan
pria > 80 tahun menurun. Penurunan ini timbul di bagian trabekula. Kelainan
tulang yang timbul dapat berupa osteoporosis, osteomalasia, osteomielitis,
dan keganasan tulang.
Patah tulang/fraktur pada usia lanjut terutama akibat osteoporosis, ada 3
jenis yang terutama, yaitu fraktur sendi koksa (collum femoris), fraktur
pergelangan tangan (colles), dan kolumna vertebralis (crush, multipel, atau
baji).
3. Dekubitus
Dekubitus adalah kerusakan kulit sampai jaringan di bawah kulit,
menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada
suatu area secara terus menerus sehingga timbul gangguan sirkulasi darah
setempat.Ulkus dekubitus terjadi terutama pada tonjolan tulang.Usia lanjut
memiliki potensi dekubitus karena jaringan lemak subkutan berkurang,
jaringan kolagen dan elastis berkurang, efisiensi kapiler pada kulit berkurang.
Pada penderita imobil, tekanan jaringan akan melebihi tekanan kapiler,
sehingga timbul iskemi dan nekrosis. Proses ini dipengaruhi oleh tekanan,
daya regang, gesekan, dan kelembaban.
Semua pasien lansia yang imobil harus dinilai skala Norton untuk risiko
dekubitus.Skor di bawah 14 berkaitan dengan risiko tinggi timbulnya
ulkus.Pencegahan ulkus dapat dilakukan dengan membersihkan kulit,
mengurangi gesekan dan regangan dengan berpindah posisi, asupan gizi
yang cukup, menjaga kelembaban kulit.Perlu diingat komplikasi ulkus
dekubitus adalah sepsis.

Immobility
Lansia yang terus-menerus berada ditempat tidur (disebut berada pada
keadaan (bed bridden). Berakiabt atrofi otot, decubitus, malnutrisi, serta
pnemonia. Faktor resikonya dapat berupa osteortritis, gangguan penglihatan,
fraktur, hipotensi postural, anemia, stroke, nyeri, demensia, lemah otot,
vertigo, keterbatsan ruang lingkup, PPOK, gerak sendi hipotiroid dan sesak
napas, imobilisasi pada lansia diakibatkan oleh adanya gangguan nyeri,
kekakuan, ketidakseimbangan, serta kelainan psikologis.
m. Instability
Akibat yang ditimbulkan seperti peristiwa jatuh merupakan masalah yang
juga penting pada lansia terutama lansia wanita.
n. Intelektual impaired
Gangguan intelektual berlangsung progresif disebut demensia. Muncil
secara perlahan tetapi progresif (biasanya selang bulanan hingga
tahunan). Gangguan depresi juga merupakan penyebab kemunduran
intelektual yang cukup sering ditemukan namun seringkali
terabaikan.depresi disebabkan oleh adanya suasana hati atau mood
yang bersifat depresif yang berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu
yang disertai keluhan-keluhan vegetatif (berupa gangguan tidur,
penurunan minat, perasaan bersalah, merasa tidak bertenaga, kurang
konsentrasi, hilangnya nafsu makan.
o. Incontinance
Adalah penegluaran urin/feses tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi
yang cukup sehingga mengakibatkan maslah gangguan kesehatan atau
sosial. Ini bukan kinsekuensi normal dari pertambahan usia. Penyebanya
kelainan urologi (radang, batu, tumor), kelainan neurologi (stroke, trauma
medula spinalis, demensia)lainya (imobilisasi, lingkungan). Dapat akut
disaat timbul penyakit atau yang kronik.
p. Isolation
Penyebabnya : kehilangan orang/objek yang dicintai, sikap pasimistik,
kecenderungan beradumsi negatif terhadap suatu pengalaman yang
mengecewakan, kehilangan integritas pribadi, penyakit degeneratif kronik
tanpa dukungan sosial yang adekuat.
q. Impotance
3) DE organik akibat gangguan endokrin, neurogenik, vaskuler
(aterosklerosis atau fibrosis)
4) DE psikogenik merupakan penyebab utama pada gangguan organik,
walaupun faktor psikogenik ikut memegang peranan. DE jenis ini
yang berpotensi reversible potensial biasanya yang disebabkan oleh
kecemasan, depresi, rasa bersalah, masalah perkawinan atau juga
akibat dari rasa takut akan gagal dalam hubungan seksual.
r. Immuno-deficiensi
Daya tahan tubuh yang menurun pasa lansai merupakan fungsi tubuh
yang terganggu dengan bertambahnya umur seseorang. Walupun tidak
selamanya hal ini disebabkan oleh proses menua, tapi dpaat pula karena
berbagai keadaan seperti penyakit menahun maupun penyakit akut yang
dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh seseorang, demikian
juga penggunaaan berbagai obat, gizi yang kurang, penurunan fungsi
organ tubuh dan lain-lain.
s. Infection
Terjdi akibat beberapa hal antara lain adanya penyakit penyakit yang
cukup banyak, menurunnya daya takan/imunitas terhadap infeksi,
menurunya daya komunikasi sehingga sulit/jarang mengeluh, sulitnya
mengenal tanda infeksi secara dini. Ciri utama pada semua penyakit
infeksi biasanya ditandai dengan peningkatan temperatur badan, sering
dijumpai pada usia lanjut.
t. Inanitation
Penyebab terjadinya gizi buruk adalah depresi berkabung, imobilisasi,
penyakit kronis (PPOK, rematik, gagal jantung, diabetes, gagal ginjal,
dispepsia, gangguan hati, keganasan), demensia dan demam.
u. Impaction
Konstipasi yang terjadi pada lansia disbabkan karena pergerakan fisik
pada lansia yang kurang mengkonsumsi makan berserat, kurang minum,
juga akibat pemberian obat-obatan tertentu.
v. Insomnia
Pada lansia dapat disebabkan oleh faktor yang trdiri dari nyeri kronis,
sesak napas pada penyakit paru obstruktif kronis, gangguan psikiatrik
(gangguan cemas dan depresi), penyakit neurologi (parkinsons disease,
alzheimer disease)dan obat-obatan kortikosteroid dan diuretik)
w. Gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman
Sistem pendengaran: kehilangan mendengar bunyi dengan nada yang
sangat tinggi akibat dari berhentinya pertumbuhan saraf dan berakhirnya
pertumbuhan organ basal yang mengakibatkan matinya rumah siput
didalam telinga. Dapat mendengar pada suara rendah.
Sistem penglihatan dan penurunan yang konsissten dalam
kemampuan untuk melihat objek pada tingkat penerangan yang rendah
serta menurunnya sensivitas terhadap warna.
Daya penciuman menjadi kurang tajam dengan bertambahnya
usia, sebagian karena pertumbuhan sel didalam hidung berhenti dan
sebagian lagi karena semakin lebatnya bulu rambut dilubang hidung.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK GERIATRIC SYNDROME


F. MANIFESTASI KLINIS GERIATRIC SYNDROME
2. Manifestasi Geriatric Syndrom (Vina,2015)
a. Imobilisasi
1) Tidak mampu bergerak atau beraktifitas sesuai kebutuhan
2) Keterbatsan mengerakan sendi
3) Adnya kerusakan aktivitas
4) Penurunan ADL dibantu orang lain
5) Malas untuk bergerak atau latihan mobilitas
b. Inkontinensia
1) Inkontinensia stress: keluarnya urin selama batuk, mengejan
2) Inkotinensia urgensi: ketidakmampuan menahan keluarnya urin dengan
gambaran seringnya terburu-buru berkemih
3) Enuresis nokturnal: keluarnya urin saat tidur malam hari
c. Demensia
1) Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif
2) Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek
3) Gangguan kepribadian dan perilaku
4) Mudah tersinggung, bermusuhan
5) Keterbatasan dalam ADL
6) Kesulitan mengatur dalam penggunaan keuangan
7) Tak bisa pulang kerumah bila berpergian
8) Sulit mandi makan, berpakaian dan toilet
d. Konstipasi
1) Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB
2) Mengejan keras saat BAB
3) Masa feses yang keras dan sulit keluar
4) Perasaan tidak tuntas saat BAB
5) Sakit pada daerah rectum saat BAB
6) Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam
7) Menggunakan bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses
8) Menggunakan obat-obatan pencahar untuk bisa BAB
e. Depresi
1) Ganguan tidur
2) Keluhan somatik berupa nyeri kepala, dizzi (puyeng), pandangan
kabur, gangguan saluran cerna, ganguan nafsu makan, kontipasi,
perubahan berat badan
3) Gangguan psikomotor berupa aktivitas tubuh meningkat, aktivitas
mental meningkat atau menurun, tidak mengacuhkan kejadian
disekitarnya, fungsi seksual berubah (libido menurun), gejala biasanya
lebih buruk dipagi hari.
f. Malnutrisi
1) Kelelahan dan kekurangan energi
2) Pusing
3) Sitem kekebalan tubuh yang rendah (mengakibatkan tubuh kesulitan
melawan infeksi
4) Kulit kering dan bersisik
5) Gigi yang membusuk
6) Gusi bengkak dan berdarah
7) Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
8) Badan badan kurang
9) Pertumbuhan yang lambat
10) Kelemahan pada otot
11) Perut kembung
12) Tulang yang mudah patah
13) Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh
g. Insomnia
1) Perasaan sulit tidur, bangun terlalu awal
2) Wajah kelihatan kusam
3) Mata merah, hingga timbul bayangan gelap dibawah mata
4) Lemas, mudah cemas
5) Sulit berkonsentrasi, depresi, gangguan memori dan mudah
tersinggung
h. Immune Deficeincy
1) Sering terjadi infeksi virus atau jamur dibandungkan bakteri
2) Diare kronik umum terjadi (sering disebut gastroenteritis)
3) Infeksi respiratorius dan oral thrushumum terjadi
4) Terjadi failure to thrive tanpa adanya infeksi
i. Impoten
1) Tidak mampu ereksi sama sekali atau tidak mampu mempertahankan
ereksi secara berulang (paling tidak selama 3 bulan)
2) Tidak mampu mencapai ereksi yang konsisten
3) Ereksi hanya sesaat.

G. PENATALAKSANAAN GERYATRIC SYNDROME

Dalam merawat dan menatalaksana pasien geriatri tercakup dua komponen


penting yakni pendekatan tim dan P3G yang merupakan bagian
comprehensive geriatric management (CGM). Pendekatan paripurna pasien
geriatri merupakan prosedur pengkajian multidimensi. Diperlukan instrumen
diagnostik yang bersifat multidisiplin untuk mengumpulkan data medik,
psikososial, kemampuan fungsional, dan keterbatasan pasien usia lanjut.
Pendekatan multidimensi berusaha untuk menguraikan berbagai masalah
pada pasien geriatri, mengidentifikasi semua aset pasien, mengidentifikasi
jenis pelayanan yang dibutuhkan, dan mengembangkan rencana asuhan
yang berorientasi pada kepentingan pasien. Pendekatan paripurna pasien
geriatri berbeda dengan pengkajian medik standar dalam tiga hal, yaitu
fokus pada pasien usia lanjut yang memiliki masalah kompleks; mencakup
status fungsional dan kualitas hidup; memerlukan tim yang bersifat
interdisiplin (Soedjono, 2007). Beberapa penatalaksaan secara umum
sindrom geriatrik diantaranya:
a. Pemberian asupan diet protein , vitamin C,D, E & mineral yang cukup.
Orang usia lanjut umumnya mengkonsumsi protein kurang dari angka
kecukupan gizi. Proporsi protein yang adekuat merupakan faktor penting,
bukan dalam jumlah besar pada sekali makan. Protein sebaiknya
mengandung asam amino esensial. Leusin adalah asam amino esensial
dengan kemampuan anabolisme protein tertinggi sehingga dapat
mencegah sarkopenia.
b. Pengaturan olahraga secara teratur
Kemampuan dasar seperti: berjalan, keseimbangan, fungsi kognitif.
Aktivitas fisik dapat menghambat penurunan massa dan fungsi otot
dengan memicu peningkatan masa dan kapasitas metabolik otot
sehingga memengaruhi energy expenditure, metabolis glukosa dan
cadangan protein
c. Pencegahan infeksi dengan vaksin
d. Antisipasi kejadian yang dapat menimbulkan stres misalnya
pembedahan elektif dan recon ditioning cepat setelah mengalami stres
dnegna renutrisi dan fisioterapi individual
e. Terapi pengabatan pada lansia berbeda dari pasien pada usia muda,
karena adanya perubahan kondisi tubuh yang disebabkan oleh usia, dan
dampak yang timbul dari penggunaan obat-obatan yang digunakan
sebelumnya.

Penatalaksaanna resiko jatuh:


1) Perhatikan penggunaan alat bantu melihat (kaca mata) dan alat
bantu dengar (earphone)
2) Evaluasi dan ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
3) Evaluasi kemampuan kognitif
4) Beri lansia bantu berjalan seperti hand rail walker

Penatalaksanaan gangguan tidur:


1) Tingkatkan aktivitas rutin setiap hari
2) Ciptakan lingkungan yang nyaman
3) Kurang konsumsi kopi
4) Berikan benzodiazepine seperti temazepam (7,5-15mg)

H. PENCEGAHAN GERYATRIC SYNDROME


Promosi
Merupakan tindakan secara langsung dan tidak langsung untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penyakit. Merupakan proses
advokasi kesehatan untuk meningkatkan dukungan klien, tenaga profesinal
dan masyarakt terhadap praktik kesehatan yang positif menjadi norma-norma
sosial. Untuk membantu organ-organ mengubah gaya hidup mereka dan
bergerak kearaha kesehatan yang optimal serta mendukung pemberdayaan
seseorang untuk membuat pilihan yang sehat tentang perilaku hidup mereka.
Upaya perlindungan kesehatan bagi lansia:
Mengurangi cedera, dilakukan dnegan tujuan mengurangi kejadian jatuh,
mengurangi bahaya kebakaran dalam rumah.
Meningkatkan keamanan ditempat kerja bertujuan untuk mengurangi
terpapar dengan bahan-bahan kimia.
Meningkatkan perlindungan dari kualitas udara yang buruk bertujuan untuk
mengurangi penggunaan semprotan bahan-bahan kimia, mengurangi radiasi
dirumah.
Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mutu yang bertujuan
untuk mengurangi karies gigi serta memlihahara kebersihan gigi dan mulut
Pencegahan preventif
Melakukan pencegahan primer meliputi: pencegahan pada lansia sehat,
terdapat faktor risiko, tidak ada penyakit, dan promosi kesehatan. Jemisnya:
program imunisasi, konseling, berhenti merokok, dan minum beralkohol,
dukungan nutrisi, keamanan didalan dan sekitar rumah, menejemen stres.
Melakukan pencegahan sekunder melputi : pemeriksaan terhadap penderita
tanpa gejala dari awal penyakit hingga terjadi gejala penyakit belum tampak
secara klinis dan mengidap faktor resiko. Jenisnya: kontrol hipertensi, deteksi
dan pengobatan kanker, screening, pemeriksaan rektal, papsmear, gigi
mulut.
Melakukan pencegahan tersier : dilakukan sebelum terdapat gejala penyakit
dan cacat, mencegah cacat bertambah dan ketergantungan serta perawatan
dengan perawtan dirumah sakit, rehabilisasi pasien rawat jalan dan
perawatan jangka panjang.

I.

Anda mungkin juga menyukai