Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

GERIATRIC SYINDROME

Untuk Memenuhi Tugas Clinical Studies 2

Disusun Oleh
Mahartika Lupita Sari
135070218113030
PSIK 2013

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017

1
A. DEFINISI GERIATRIC SYNDROME
Geriatri berasal dari kata geros (tua) dan iatrea (rumatan), jadi jelas
bahwa ilmu geriatri adalah bagian dari ilmu kedokteran dan gerontologi yang
khusus mempelajari kesehatan dan penyakit-penyakit pada Lanjut Usia.
Menurut Kane RL (2008), sindrom geriatri memiliki beberapa
karakteristik, yaitu: usia > 60 tahun, multipatologi, tampilan klinis tidak khas,
polifarmasi, fungsi organ menurun, gangguan status fungsional, dan
gangguan nutrisi. Hal ini sesuai dengan karakteristik pasien dengan usia 80
tahun, memiliki gangguan hepar dan ginjal, status fungsional di keluarga
yang sudah menurun dan ditemukan adanya gangguan nutrisi pada pasien
karena menurunnya fungsi menelan.
Sindrom geriatri meliputi gangguan kognitif, depresi, inkontinensia,
ketergantungan fungsional, dan jatuh. Sindrom ini dapat menyebabkan
angka morbiditas yang signifikan dan keadaan yang buruk pada usia tua
yang lemah. Sindrom ini biasanya melibatkan beberapa sistem organ.
Sindrom geriatrik mungkin memiliki kesamaan patofisiologi meskipun
presentasi yang berbeda, dan memerlukan intervensi dan strategi yang fokus
terhadap faktor etiologi (Panita et al., 2011).
B. KLASIFIKASI GERIATRIC SYNDROME
Sindrom geriatri adalah kumpulan gejala atau masalah kesehatan
yang sering dialami oleh seorang pasien geriatri. Sindrom geriatri ini dikenal
juga dengan istilah 14 i yaitu: berkurangnya kemampuan gerak
(immobilisasi), jatuh dan patah tulang (instabilitas postural), mengompol
(inkontinensia urin), infeksi (infection), gangguan fungsi panca indera
(impairment of senses), gangguan gizi (inanition), masalah akibat tindakan
medis (iatrogenik), gangguan tidur (insomnia), gangguan fungsi kognitif
(intelectual impairment), isolasi/menarik diri (isolation), berkurangnya
kemampuan keuangan (impecunity), konstipasi (impaction), gangguan sistem
imun (immune deficiency), dan gangguan fungsi seksual (impotence).
a. Imobility (Imobilisasi)
Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari atau
lebih, diiringi dengan adanya gerak anatomis tubuh yang menghilang akibat
perubahan fungsi fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan

2
dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab utama imobilisasi
adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekuatan otot, ketidaksembangan dan
masalah psikologis.
b. Instability (Instabilitas dan jatuh)
Gangguan keseimbangan (instabilitas) akan meningkatkan resiko pasien
geriatri terjatuh dan dapat mengalami patah tulang. Terdapat dua faktor yang
berperan untuk terjadinya instabilitas dan jatuh pada orang usia lanjut, yaitu
faktor instrinsik (faktor risiko yang ada pada pasien) dan faktor risiko
ekstrinsik (faktor yang terdapat di lingkungan). Prinsip dasar tatalaksana usia
lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh meliputi: mengobati
berbagai kondisi yang mendasari instabilitas dan jatuh, memberikan terapi
fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu,
sepatu atau sandal yang sesuai, serta mengubah lingkungan agar lebih
aman seperti pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai yang tidak licin.
c. Intelektual Impairment (Gangguan Kognitif)
Keadaan yang utamanya menimbulkan gangguan intelektual pada pasien
lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia adalah gangguan fungsi
intelektual dan memori didapat yang disebabkan oleh penyakit otak, yang
tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran. Demensia tidak
hanya masalah pada memori. Demensia mencakup berkurangnya
kemampuan untuk mengenal, berpikir, menyimpan atau mengingat
pengalaman yang lalu dan juga kehilangan pola sentuh, pasien menjadi
perasa, dan terganggunya aktivitas (Geddes et al., 2005; Blazer et al., 2009).
d. Incontinence (Inkontinensia Urin dan alvi)
International Consultation on Incontinence, WHO mendefinisikan Faecal
Incontinence sebagai hilangnya tak sadar feses cair atau padat yang
merupakan masalah sosial atau higienis. Definisi lain menyatakan,
Inkontinensia alvi/fekal sebagai perjalanan spontan atau ketidakmampuan
untuk mengendalikan pembuangan feses melalui anus. Kejadian
inkontinensia alvi/fekal lebih jarang dibandingkan inkontinensia urin (Kane et
al., 2008).
Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak
terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa memperhatikan

3
frekuensi dan jumlahnya, sehingga mengakibatkan masalah sosial dan
higienis. Inkontinensia urin seringkali tidak dilaporkan oleh pasien atau
keluarga karena malu atau tabu untuk diceritakan, ketidaktahuan dan
mengganggapnya sebagai sesuatu yang wajar pada orang usia lanjut serta
tidak perlu diobati. urin merupakan fenomena yang tersembunyi, disebabkan
oleh keengganan pasien menyampaikannya kepada dokter dan di lain pihak
dokter jarang mendiskusikan hal ini kepada pasien (Kane et al., 2008; Cigolle
et al., 2007).Inkontinensia urine diklasifikasikan menjadi :
1. Inkontinensia urin akut reversibel
Merupakan setiap kondisi yang menghambat mobilitas pasien dapat
memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau memburuknya
inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang pinggul, stroke, arthritis
dan sebagainya. Resistensi urin karena obat-obatan atau obstruksi
anatomis dapat pula menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan
inflamasi pada vagina dan uretra mungkin kan memicu inkontinensia
urin. Konstipasi juga sering menyebabkan inkontinensia akut.
2. Inkontinensia urin persisent
Dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara meliputi anatomi,
patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi
klinis lebih bermanfaat karena dapat membantu evaluasi dan
intervensi klinis. Kategori meliputi:
a. Inkontinensia urin stres
Tak terkendalinnya aliran urin akibat meningkatnya tekanan
intraabdominal seperti pada saat batu, bersin atau berolehraga.
Umumnya disebabkan oleh melemahnya urin pada lansia dibawah
75 tahun..
b. Inkontinensia urin urgensi
Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi
keinginan berkemih. Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan
dengan kontraksi detrusor yang tidak terkendali.
c. Inkontinensia urin luapan/overflow
Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi
kandung kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi
anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada
diabetes melitus atau sclerosis mulltiple yang menyebabkan

4
berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih dan faktor-
faktor obat-obatan.
d. Inkontenansia urin fungsional
Merupakan keadaan yang mengalami pengeluaran urin secara tanpa
disadari dan tidak dapat diperkirakan. Inkontenansia fungsional
merupakan intenkonensia dengan fungsi saluran kemih bagian
bawah yang utuh tetapi ada faktor lain seperti gangguan kognitif
berat meyebabkan pasien sulit untuk mengidentifikasi perlunya
urinasi (misal demensia Alzheimer).
e. Isolation (Depresi)
Gejala depresi pada usia lanjut sering kali dianggap sebagai bagian dari
proses menua. Faktor yang memperberat depresi adalah kehilangan orang
yang dicintai, kehilangan rasa aman, taraf kesehatan menurun. Gangguan
depresi pada usia lanjut kurang dipahami sehingga banyak kasus tidak
dikenali.
f. Impotence (impotensi)
Impotency (Impotensi), ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual
pada usia lanjut terutama disebabkan oleh gangguan organik seperti
gangguan hormon, syaraf, dan pembuluh darah. Ereksi terjadi karena
terisinya penis dengan darah sehingga membesar, pada gangguan vaskuler
seperti sumbatan plak aterosklerosis (juga terjadi pada perokok) dapat
menyumbat aliran darah sehingga penis tidak dapat ereksi. Penyebab
lainnya adalah depresi.
g. Immunodeficiency (penurunan imunitas)
Perubahan yang dapat terjadi dari proses menua adalah: berkurangnya
imunitas yang dimediasi oleh sel, rendahnya afinitas produksi antibodi,
meningkatnya autoantibodi, terganggunya fungsi makrofag, berkurangnya
hipersensitivitas tipe lambat, atrofi timus, hilangnya hormon timus,
berkurangnya produksi sel B oleh sel-sel sumsum tulang
h. Infection (infeksi)
Infeksi sangat erat kaitannya dengan penurunan fungsi sistem imun pada
usia lanjut. Infeksi yang sering dijumpai adlaah saluran kemih, pneumonia,
sepsis dan meningitis. Kondisi lain seperti kurang gizi, multipatologi, dan
faktor lingkungan memudahkan usia lanjut terkenaa infeks.
i. Inanitation (malnutrisi)
Kelemahan nutrisi terjadi pada usia lanjut karena kehilangan berat badan
fisiologis dan patologis yang tidak disengaja. Anoreksia pada usia lanjut

5
merupakan penurunan fisiologis nafsu makan dan asupan makan yang
menyebabkan kehilangan berat badan yang tidak diinginkan (Kane et al.,
2008).
j. Impaction (konstipasi)
Konstipasi, merupakan kumpulan gejala-gejala (lebih dari 2) yang
berlangsung dalam 3 bulan. Gejala-gejala yang timbul antara lain:
konsistensi feses keras, mengejan dengan keras saat BAB, rasa tidak tuntas
saat BAB meliputi 25 % dari keseluruhan BAB.
j. Insomnia (gangguan tidur)
Gangguan tidur yang sering dijumpai pada pasien geriatri. Umumnya
pasien geriatric mengeluh bahwa tidurnya tidak memuaskan dan sulit
mempertahankan kondisi tidur. Insomnia dapat terjadi karena masalah-
masalah dalam hidup yang menyebabkan seorang lansia menjadi depresi.
Selain itu beberapa penyakit juga dapat menyebabkan insomnia seperti
diabetes melitus dan hiperaktivitas kelenjar thyroid, gangguan
neurotransmitter di otak juga dapat menyebabkan insomnia.
k. Latrogenik disorder (gangguan latrogenik)
Karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu multipatologik, sering kali
menyebabkan pasien mengkonsumsi obat yang tidak sedikit jumlahnya.
Pemberian obat pada lansia haruslah sangat hati-hati dan rasional karena
obat akan dimetabolisme dihati sedangkan pada lansia terjadi penurunan faal
hati juga terjadi penurunan faal ginjal (jumlah glomerulus berkurang), dimana
sebagian besar obat dikeluarkan melalui ginjal sehingga pada lansia sisa
metabolisme obat tidak dapat dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek
toksik.
l. Gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman
Gangguan penglihatan dan pendengaran juga sering dianggap sebagai
hal yang biasa akibat proses menua. Prevalensi gangguan penglihatan pada
pasien geriatri yang diarawat di indonesia mencapai 24 %. Gangguan
penglihatan berhubungan dengan penurunan kegiatan waktu senggang ,
status fungsional, fungsi sosial dan mobilitas. Gangguan pengliahatn dan
pendengaran berhubungan dengan kualitas hidup, meningkatkan disabilitas
fisik, ketidakseimbangan, jatuh, fraktur panggul dan mortalitas.

C. TEORI PROSES MENUA

6
Teori penuaan secara umum menurut Lilik Marifatul (2011) dapat dibedakan
menjadi dua yaitu teori biologi dan teori penuaan psikososial.
1. Teori Biologi
1.1 Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan
kebanyakan selsel tubuh diprogram untuk membelah 50 kali. Jika
sel pada lansia dari tubuh dan dibiakkan di laboratrium, lalu
diobrservasi, jumlah selsel yang akan membelah, jumlah sel yang
akan membelah akan terlihat sedikit. Pada beberapa sistem, seperti
sistem saraf, sistem musculoskeletal dan jantung, sel pada jaringan
dan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut
dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut
beresiko akan mengalami proses penuaan dan mempunyai
kemampuan yang sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan
memperbaiki diri (Azizah, 2011)
1.2 Sintesis Protein (Kolagen dan Elastis)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada
lansia. Proses kehilangan elastiaitas ini dihubungkan dengan adanya
perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tertentu.
Pada lansia beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan elastin
pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktur yang
berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen
pada kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya
serta menjadi lebih tebal, seiring dengan bertambahnya usia (Tortora
dan Anagnostakos, 1990). Hal ini dapat lebih mudah dihubungkan
dengan perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitanya dan
cenderung berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan
kecepatan pada system musculoskeletal (Azizah, 2011).
1.3 Keracunan Oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam
tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat
racun dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme pertahan diri
tertentu. Ketidakmampuan mempertahankan diri dari toksink tersebut
membuat struktur membran sel mengalami perubahan dari rigid, serta

7
terjadi kesalahan genetik (Tortora dan Anaggnostakos, 1990).
Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitas sel dalam
berkomunikasi dengan lingkungannya yang juga mengontrol proses
pengambilan nutrisi dengan proses ekskresi zat toksik di dalam tubuh.
Fungsi komponen protein pada membran sel yang sangat penting
bagi proses di atas, dipengaruhi oleh rigiditas membran tersebut.
Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan
reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di
semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan
peningkatan kerusakan sistem tubuh (Azizah, 2011).
1.4 Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa
penuaan. Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sistem yang
terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel darah putih, juga
merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses penuaan. Mutasi
yang berulang atau perubahan protein pasca tranlasi, dapat
menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh
mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi isomatik menyebabkan
terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan
dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang
mengalami perubahan tersebut sebagai selasing dan
menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya
peristiwa autoimun. Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya
pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya
serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel
kanker leluasa membelah-belah (Azizah, 2011).
1.5 Teori Menua Akibat Metabolisme
Menurut MC Kay et all., (1935) yang dikutip Darmojo dan Martono
(2004), pengurangan intake kalori pada rodentia muda akan
menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur. Perpanjangan
umur karena jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena
menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi
penurunan pengeluaran hormon yang merangsang pruferasi sel
misalnya insulin dan hormon pertumbuhan.

8
2. Teori Psikologis
2.1 Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara
keaktifannya setelah menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa
mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa
pada lanjut usia yang sukses adalah meraka yang aktif dan ikut
banyak dalam kegiatan sosial (Azizah, 2011).
2.2 Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.
Identity pada lansia yang sudah mantap memudahkan dalam
memelihara hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri dengan
masalah di masyarakat, kelurga dan hubungan interpersonal (Azizah,
2011).
2.3 Teori Pembebasan (Disengagement Theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya (Azizah, 2011).
D. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO GERIATRIC SYNDROME
Aging merupakan proses alamiah yang terjadi terus menerus dan
dimulai sejak manusia dilahirkan. Terdapat banyak definisi proses menua,
namun teori yang paling banyak dianut saat ini adalah teori radikal bebas dan
teori telomer.
Teori radikal bebas menyatakan proses menua terjadi akibat
akumulasi radikal bebas yang merusak DNA, protein, lipid, glikasi non-
enzimatik, dan turn over protein. Kerusakan di tingkat selular akhirnya
menurunkan fungsi jaringan dan organ.
Teori telomer menyatakan hilangnya telomer secara progresif
menyebabkan proses menua. Telomer merupakan sekuens DNA yang
terletak di ujung kromosom yang berfungsi mencegah pemendekan
kromosom selama replikasi DNA. Telomer akan memendek setiap kali sel
membelah. Bila telomer terlalu pendek maka sel berhenti membelah dan
menyebabkan replicative senescence.
Menurut Vina,2015 faktor-faktor resiko yang berpengaruh pada
geriatrik syndrome meliputi:
a. Immobility
Lansia yang terus-menerus berada ditempat tidur (disebut berada
pada keadaan (bed bridden).. Faktor resikonya dapat berupa

9
osteortritis, gangguan penglihatan, fraktur, hipotensi postural,
anemia, stroke, nyeri, demensia, lemah otot, vertigo, keterbatsan
ruang lingkup, PPOK, gerak sendi hipotiroid dan sesak napas,
imobilisasi pada lansia diakibatkan oleh adanya gangguan nyeri,
kekakuan, ketidakseimbangan, serta kelainan psikologis.
b. Instability
Timbul akibat kecelakan seperti terpleset, tersandung, nyeri
kepala dan/atau vertigo, Hipotensiorthostatic, disfungsi otonom
terlalu lama berbaring, pengaruh obat-obat
(Diuretik/antihipertensi, antidepresan trisiklik, sedativa,
antipsikotik, obat-obat hipoglikemik, dan alkohol). proses penyakit
yang spesifik, misalnya: aritmia, stenosis, stroke, parkinson,
spondilosis, serangan kejang.
c. Incontinance
Penyebanya kelainan urologi (radang, batu, tumor), kelainan
neurologi (stroke, trauma medula spinalis, demensia) lainya
(imobilisasi, lingkungan).
d. Isolation
Penyebabnya : kehilangan orang/objek yang dicintai, sikap
pasimistik, kecenderungan beradumsi negatif terhadap suatu
pengalaman yang mengecewakan, kehilangan integritas pribadi,
penyakit degeneratif kronik tanpa dukungan sosial yang adekuat.
e. Immuno-deficiensi
Disebabkan oleh berbagai keadaan seperti penyakit menahun
maupun penyakit akut yang dapat menyebabkan penurunan daya
tahan tubuh seseorang, demikian juga penggunaaan berbagai
obat, gizi yang kurang, penurunan fungsi organ tubuh dan lain-
lain.
f. Infection
Terjdi akibat beberapa hal antara lain adanya penyakit penyakit
yang cukup banyak, menurunnya daya takan/imunitas terhadap
infeksi, menurunya daya komunikasi sehingga sulit/jarang
mengeluh, sulitnya mengenal tanda infeksi secara dini. Ciri utama
pada semua penyakit infeksi biasanya ditandai dengan
peningkatan temperatur badan, sering dijumpai pada usia lanjut.
g. Inanitation

10
Penyebab terjadinya gizi buruk adalah depresi berkabung,
imobilisasi, penyakit kronis (PPOK, rematik, gagal jantung,
diabetes, gagal ginjal, dispepsia, gangguan hati, keganasan),
demensia dan demam. Etiologi malnutrisi yaitu : malnutrisi primer
terjadi sebab dietnya mutlak salah satu kurang, malnutrsi
sekunder atau bersayarat. Kelemahan nutrisi panda hendaya
terjadi pada lansia karena kehilangan berat badan fisiologis dan
patologis yang tidak disengaja. Faktor predisposisi malnutrisi
adalah: pancaindra untuk rasa dan bau berkurang, kehilangan gigi
alamiah, gangguan motilitas usus akibat tonus otot menurun,
penurunan produksi asam lambung.
h. Impaction
Konstipasi yang terjadi pada lansia disebabkan karena
pergerakan fisik pada lansia yang kurang mengkonsumsi makan
berserat, kurang minum, juga akibat pemberian obat-obatan
tertentu. Faktor resiko yang menyebabkan konstipasi adalah:
obat-obatan (narkotik golongan NSAID , antasid aluminium,
diuretik, analgeti), kondisi neurologis, gangguan metabolik,
psikologis, penyakit saluran cerna, lain-lain (diet rendah serat,
kurang olahraga, kurang cairan)
i. Insomnia
Pada lansia dapat disebabkan oleh faktor yang terdiri dari nyeri
kronis, sesak napas pada penyakit paru obstruktif kronis,
gangguan psikiatrik (gangguan cemas dan depresi), penyakit
neurologi (parkinsons disease, alzheimer disease) dan obat-
obatan kortikosteroid dan diuretik)

E. MANIFESTASI KLINIS GERIATRIC SYNDROME


a. Imobilisasi
1) Tidak mampu bergerak atau beraktifitas sesuai kebutuhan
2) Keterbatsan mengerakan sendi
3) Adnya kerusakan aktivitas
4) Penurunan ADL dibantu orang lain
5) Malas untuk bergerak atau latihan mobilitas
b. Inkontinensia
1) Inkontinensia stress: keluarnya urin selama batuk, mengejan

11
2) Inkotinensia urgensi: ketidakmampuan menahan keluarnya urin dengan
gambaran seringnya terburu-buru berkemih
3) Enuresis nokturnal: keluarnya urin saat tidur malam hari
c. Demensia
1) Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif
2) Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek
3) Gangguan kepribadian dan perilaku
4) Mudah tersinggung, bermusuhan
5) Keterbatasan dalam ADL
6) Kesulitan mengatur dalam penggunaan keuangan
7) Tak bisa pulang kerumah bila berpergian
8) Sulit mandi makan, berpakaian dan toilet
d. Konstipasi
1) Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB
2) Mengejan keras saat BAB
3) Masa feses yang keras dan sulit keluar
4) Perasaan tidak tuntas saat BAB
5) Sakit pada daerah rectum saat BAB
6) Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam
7) Menggunakan bantuan jari-jari untuk mengeluarkan feses
8) Menggunakan obat-obatan pencahar untuk bisa BAB
e. Depresi
1) Ganguan tidur
2) Keluhan somatik berupa nyeri kepala, dizzi (puyeng), pandangan
kabur, gangguan saluran cerna, ganguan nafsu makan, kontipasi,
perubahan berat badan
3) Gangguan psikomotor berupa aktivitas tubuh meningkat, aktivitas
mental meningkat atau menurun, tidak mengacuhkan kejadian
disekitarnya, fungsi seksual berubah (libido menurun), gejala biasanya
lebih buruk dipagi hari.
f. Malnutrisi
1) Kelelahan dan kekurangan energi
2) Pusing
3) Sitem kekebalan tubuh yang rendah (mengakibatkan tubuh kesulitan
melawan infeksi
4) Kulit kering dan bersisik
5) Gigi yang membusuk
6) Gusi bengkak dan berdarah
7) Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
8) Badan badan kurang
9) Pertumbuhan yang lambat
10) Kelemahan pada otot
11) Perut kembung
12) Tulang yang mudah patah
13) Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh

12
g. Insomnia
1) Perasaan sulit tidur, bangun terlalu awal
2) Wajah kelihatan kusam
3) Mata merah, hingga timbul bayangan gelap dibawah mata
4) Lemas, mudah cemas
5) Sulit berkonsentrasi, depresi, gangguan memori dan mudah
tersinggung
h. Immune Deficeincy
1) Sering terjadi infeksi virus atau jamur dibandungkan bakteri
2) Diare kronik umum terjadi (sering disebut gastroenteritis)
3) Infeksi respiratorius dan oral thrushumum terjadi
4) Terjadi failure to thrive tanpa adanya infeksi
i. Impoten
1) Tidak mampu ereksi sama sekali atau tidak mampu mempertahankan
ereksi secara berulang (paling tidak selama 3 bulan)
2) Tidak mampu mencapai ereksi yang konsisten
3) Ereksi hanya sesaat.

F. PENATALAKSANAAN GERYATRIC SYNDROME


Dalam merawat dan menatalaksana pasien geriatri tercakup dua
komponen penting yakni pendekatan tim dan P3G yang merupakan bagian
comprehensive geriatric management (CGM). Pendekatan paripurna pasien
geriatri merupakan prosedur pengkajian multidimensi. Diperlukan instrumen
diagnostik yang bersifat multidisiplin untuk mengumpulkan data medik,
psikososial, kemampuan fungsional, dan keterbatasan pasien usia lanjut.
Pendekatan multidimensi berusaha untuk menguraikan berbagai masalah
pada pasien geriatri, mengidentifikasi semua aset pasien, mengidentifikasi
jenis pelayanan yang dibutuhkan, dan mengembangkan rencana asuhan
yang berorientasi pada kepentingan pasien. Pendekatan paripurna pasien
geriatri berbeda dengan pengkajian medik standar dalam tiga hal, yaitu fokus
pada pasien usia lanjut yang memiliki masalah kompleks; mencakup status
fungsional dan kualitas hidup; memerlukan tim yang bersifat interdisiplin
(Soedjono, 2007). Beberapa penatalaksaan secara umum sindrom geriatrik
diantaranya:
a. Pemberian asupan diet protein , vitamin C,D, E & mineral yang cukup.
Orang usia lanjut umumnya mengkonsumsi protein kurang dari angka
kecukupan gizi. Proporsi protein yang adekuat merupakan faktor penting,
bukan dalam jumlah besar pada sekali makan. Protein sebaiknya

13
mengandung asam amino esensial. Leusin adalah asam amino esensial
dengan kemampuan anabolisme protein tertinggi sehingga dapat
mencegah sarkopenia.
b. Pengaturan olahraga secara teratur
Kemampuan dasar seperti: berjalan, keseimbangan, fungsi kognitif.
Aktivitas fisik dapat menghambat penurunan massa dan fungsi otot
dengan memicu peningkatan masa dan kapasitas metabolik otot
sehingga memengaruhi energy expenditure, metabolis glukosa dan
cadangan protein
c. Pencegahan infeksi dengan vaksin
d. Antisipasi kejadian yang dapat menimbulkan stres misalnya
pembedahan elektif dan recon ditioning cepat setelah mengalami stres
dnegna renutrisi dan fisioterapi individual
e. Terapi pengobatan pada lansia berbeda dari pasien pada usia muda,
karena adanya perubahan kondisi tubuh yang disebabkan oleh usia, dan
dampak yang timbul dari penggunaan obat-obatan yang digunakan
sebelumnya.
Untuk penatalaksaan resiko jatuh dapat dilakukan hal-hal berikut ini:
Perhatikan penggunaan alat bantu melihat (kaca mata) dan alat bantu
dengar (earphone).
Evaluasi dan ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman.
Evaluasi kemampuan kognitif.
Beri lansia bantu berjalan seperti hand rail walker.
Terakhir untuk Penatalaksanaan gangguan tidur:
1) Tingkatkan aktivitas rutin setiap hari
2) Ciptakan lingkungan yang nyaman
3) Kurang konsumsi kopi
4) Berikan benzodiazepine seperti temazepam (7,5-15mg)

G. PENCEGAHAN GERYATRIC SYNDROME


a. Promosi
Merupakan tindakan secara langsung dan tidak langsung untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan mencegah penyakit. Merupakan
proses advokasi kesehatan untuk meningkatkan dukungan klien, tenaga
profesinal dan masyarakt terhadap praktik kesehatan yang positif menjadi
norma-norma sosial. Untuk membantu organ-organ mengubah gaya
hidup mereka dan bergerak kearaha kesehatan yang optimal serta

14
mendukung pemberdayaan seseorang untuk membuat pilihan yang sehat
tentang perilaku hidup mereka. Upaya perlindungan kesehatan bagi
lansia:
1. Mengurangi cedera, dilakukan dnegan tujuan mengurangi kejadian
jatuh, mengurangi bahaya kebakaran dalam rumah.
2. Meningkatkan keamanan ditempat kerja bertujuan untuk mengurangi
terpapar dengan bahan-bahan kimia.
3. Meningkatkan perlindungan dari kualitas udara yang buruk bertujuan
untuk mengurangi penggunaan semprotan bahan-bahan kimia,
mengurangi radiasi dirumah.
4. Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mutu yang
bertujuan untuk mengurangi karies gigi serta memlihahara kebersihan
gigi dan mulut
b. Pencegahan preventif
Melakukan pencegahan primer meliputi: pencegahan pada lansia sehat,
terdapat faktor risiko, tidak ada penyakit, dan promosi kesehatan.
Jemisnya: program imunisasi, konseling, berhenti merokok, dan minum
beralkohol, dukungan nutrisi, keamanan didalan dan sekitar rumah,
menejemen stres.
c. Melakukan pencegahan sekunder melputi : pemeriksaan terhadap
penderita tanpa gejala dari awal penyakit hingga terjadi gejala penyakit
belum tampak secara klinis dan mengidap faktor resiko. Jenisnya: kontrol
hipertensi, deteksi dan pengobatan kanker, screening, pemeriksaan
rektal, papsmear, gigi mulut.
d. Melakukan pencegahan tersier : dilakukan sebelum terdapat gejala
penyakit dan cacat, mencegah cacat bertambah dan ketergantungan
serta perawatan dengan perawtan dirumah sakit, rehabilisasi pasien
rawat jalan dan perawatan jangka panjang.

15
DAFTAR PUSTAKA

Blazer, DG and Steffens, DC. 2009. The american psychiatric publishing textbook of
geriatric psychiatry. America : Psychiatric Pub.
Cigolle CT, Langa KM, Kabeto MU, Tian Z, Blaum CS. 2007. Geriatric conditions and
disability: the health and retirement study. American College of Physicians.
147(3):156-164.
Chodzko-Zajko, Ringel, Miller R. 2009. Biology of aging and longevity. In: Halter BJ,
Ouslander JG Tiinneti ME, Studenski S, Higj KP, Asthana K, editors.
Hazzards geriatric medicines and gerontology. 6th ed. New York: McGraw-
Hill Health Professions Divisons; 2009.
Geddes J, Gelder MG, Mayou R. 2005. Psychiatry. Oxford [Oxfordshire]: Oxford
University Press.
Kane RL, Ouslander JG, Abrass IB, Resnick B. 2008. Essentials of clinical geriatris.
6th ed. New York, NY:McGraw-Hill.
Panita L , Kittisak S, Suvanee S, Wilawan H. 2011. Prevalence and recognition of
geriatri syndromes in an outpatient clinic at a tertiary care hospital of
Thailand. Medicine Department; Medicine Outpatient Department, Faculty of
Medicine, Srinagarind Hospital, Khon Kaen University, Khon Kaen 40002,
Thailand. Asian Biomedicine.5(4): 493-497.
Santoso, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Setiati S, Rizka A. 2011. Sarkopenia dan frailty: sindrom geriatri baru. Dalam: Setiati
S, Dwimartutie N, Harimurti K, Dewiasty E (editor). Chronic degenerative
disease in elderly: update in diagnostic & management. Jakarta;
Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia:69-75.

16
Setiati S, Santoso B, Istanti R. 2006. Estimating the annual cost of overactive
bladder in Indonesia. Indones J Intern Med.:38(4):189-92.
Soejono CH. 2007. Pengaruh pendekatan paripurna pasien geriatri terhadap
efektivitas dan biaya (CEA) perawatan pasien geriatri di ruang rawat inap
akut [disertasi]. Jakarta: Universitas Indonesia.
Sullivan DH, Johnson LE. 2009. Nutrition and aging. In: Halter JB, Ouslander JG.
Tinetti ME. Studenski S, High KP, Astana S (editors). Hazzards geriatric
medicine and gerontology. 6th ed. New York: Mc Graw Hill:.p.439-57.
Warner HR, Sierra F, Thompson LV. 2010. Biology of aging. In: Fillit HM, Rockwood
K, Woodhouse K, editors. Brocklehursts textbook of geriatric medicine and
gerontology. 7th ed. New York: Saunders.
Waters DL, Baumgartner RN, Garry PJ, Vellas B. 2010. Advantages of dietary,
exercise-related, and therapeutic interventions to prevent and treat
sarkopenia in adult patients: an update. Clinical Interventions in Aging
(5):259-70.

17

Anda mungkin juga menyukai