PENDAHULUAN
(1) Bagaimana cara untuk mengetahui komposisi, struktur, dan vegetasi dari
hutan biologi Universitas Negeri Malang?
(2) Bagaimana cara menganalisis vegetasi di hutan biologi Universitas Negeri
Malang?
(3) Vegetasi apakah yang dominan di hutan biologi Universitas Negeri
Malang?
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
Manfaat penelitian ini yaitu memperoleh informasi tentang vegetasi dan struktur
komunitas kebun biologi Universitas Negeri Malang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
METODE
Prosedur :
a. Metode Kuadrat
Prosedur praktikum analisis vegetasi antara lain sebagai berikut:
1. Di sebarkan minimal 10 kuadrat ukuran 1 m2 secara acak di vegetasi
rumput.
2. Dilakukan analisis vegetasi berdasarkan variabel-variabel kerapatan,
kerimbunan, dan frekuensi. Kemudian, dimasukkan data kedalam tabel.
3. Dilakukan penghitungan untuk mencari harga relatif dari setiap variabel
untuk setiap tumbuhan
4. Dilanjutkan penghitungan untuk mencari harga nilai penting dari setiap
jenis tumbuhan
5. Disusun harga nilai penting tersebut pada suatu tabel dengan ketentuan
bahwa tumbuhan yang nilainya tertinggi diletakkan pada tempat teratas
6. Diberi nama vegetasi tersebut berdasarkan 2 jenis/ spesies yang memiliki
nilai penting terbesar.
b. Metode Garis
1. Disebarkan 10 garis masing-masing sepanjang 1m secara acak atau
sistematis.
2. Dianalisis vegetasinya berdasarkan variabel-variabel kerapatan,
kerimbunan dan frekuensi pada setiap garis. Kemudian data dimasukkan
ke dalam tabel.
3. Dihitung harga-harga nilai relatif dari setiap variabel.
4. Dilakukan penghitungan harga nilai penting untuk setiap spesies yang
ditemukan
5. Disusun harga nilai penting pada suatu tabel
6. Diberi nama vegetasi berdasarkan 2 jenis tumbuhan yang memiliki nilai
penting terbesar.
BAB IV
HASIL
a. Metode Kuadrat
2 - - - -
3 Ageratum conyzoides 1 34
Centrosema pubescens 2 66
4 Centrosema pubescens 24 61
Ageratum conyzoides 11 28
Elusine indica 1 2,5
Phyllanthus urinaria 1 2,5
6 Centrosema pubescens 13 31
Ageratum conyzoides 12 30
Aksonopus compressus 5 12
Portulaca sp. 10 24
7 Centrosema pubescens 9 16
Cleome rutidosperma 1 1,7
Oldencandia eorymbosa 1 1,7
Ageratum conyzoides 16 28
Aksonopus compressus 11 19
Mimosa pudica 3 5,3
Sanchus arvensis 1 1,7
Phyllanthus urinaria 7 12,5
Jumlah 305
b. Metode Titik
Titik
Plot
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
5 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
6 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0
7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah spesies 3 :
1. Aksonopus compressus
2. Ageratum conyzoides
3. Centrosema pubescens
c. Metode Garis
Plot Nama Spesies Jumlah Frekuensi
1 Aksonopus compressus 4
2 - - X
3 - - X
Centrosema pubescens 2
4
Ageratum conyzoides 1
Centrosema pubescens 2
5
Strobilanthes crispus 2
6 Ageratum conyzoides 1
7 - - X
d. Faktor Lingkungan
Plot 1 Plot 2
1. Suhu = 25 1. Suhu = 30
2. Kelembaban = 60 2. Kelembapan = 68
3. pH = 7 3. pH = 7
4. Cahaya = 4 4. Cahaya = 6,2
5. Kesuburan = rendah 5. Kesuburan = rendah
4.2 Analisis Data
:7+6
: 13 x Luas kuadran
: 13 m
A. Kerapatan Mutlak
spesies X
Kerapatan Mutlak : Luas Area
4
=0,30
Aksonopus compressus : 13
4
=0,30
Centrosema pubescens : 13
2
=0,15
Ageratum conyzoides : 13
2
=0,15
Strobilanthes crispus : 13
Kerapatan Mutlak = 0,90
B. Kerapatan Relatif
Kerapatan mutlak
X 100
Kerapatan Relatif : kerapatan mutlak
0,30
100 =34
Aksonopus compressus : 0,90
0,30
100 =34
Centrosema pubescens : 0,90
0,15
100 =17
Ageratum conyzoides : 0,90
0,15
100 =17
Strobilanthes crispus : 0,90
C. Frekuensi Mutlak
1
=0,14
Aksonopus compressus : 7
2
=0,28
Centrosema pubescens : 7
2
=0,28
Ageratum conyzoides : 7
1
=0,14
Strobilanthes crispus : 7
D. Frekuensi Relatif
Frekuensi mutlak
X 100
Frekuensi Relatif : Frekuensi mutlak
0,14
100 =17
Aksonopus compressus : 0,84
0,28
100 =34
Centrosema pubescens : 0,84
0,28
100 =34
Ageratum conyzoides : 0,84
0,14
100 =17
Strobilanthes crispus : 0,84
= 34 % + 17 %
= 51 %
= 34 % + 34 %
= 68 %
INP Ageratum conyzoides = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif
= 17 % + 34 %
= 51 %
= 17 % + 17 %
= 34 %
Kerapatan Frekuensi
Spesies INP Ranking
Relatif Relatif
Aksonopus compressus 34 % 17% 51% 2
Centrosema pubescens 34 % 34 % 68% 1
Ageratum conyzoides 17% 34 % 51% 3
Strobilanthes crispus 17 % 17% 34% 4
BAB V
PEMBAHASAN
a. Metode Garis
Dari hasil pengamatan didapatkan pembahasan bahwa metode garis
merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis. Penggunaan
metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan
tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan
akan semakin pendek. Untuk hutan ataupun ekosistem rawa, biasanya panjang
garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak
belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini digunakan
pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m
(Syafei, 1990). Analisa vegetasi dilakukan di belakang gedung FMIPA Biologi
menggunkan metode garis dengan 7 plot amatan.
Pengamatan vegetasi yang telah dilakukan memperlihatkan data dengan
hasil jumlah vegetasi yang ditemukan adalah 6 spesies yang terdiri dari 4 spesies
yaitu Aksonopus compressus, Centrosema pubescens, Ageratum conyzoides, dan
Strobilanthes crispus. Perhitungan lebih kompleks dari vegetasi yang didapat dan
di identifikasi meliputi kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif dan
indeks nilai penting. Data menunjukkan bahwa komposisi dan struktur tumbuhan
yang nilainya bervariasi pada setiap jenis karena adanya perbedaan karakter
masing-masing tumbuhan.
Kerapatan relatif setiap vegetasi berbeda-beda. Terlihat dari data yang
dihitung bahwa kerapatan vegetasi tertinggi adalah pada Aksonopus compressus
dan Centrosema pubescens sebesar 34%%, kemudian diikuti Ageratum
conyzoides, dan Strobilanthes crispus dengan kerapatan sebesar 17%. Kerapatan
suatu spesies menunjukkan jumlah individu spesies dengan satuan luas tertentu,
maka nilai kerapatan merupakan gambaran mengenai jumlah spesies tersebut pada
lokasi pengamatan. Nilai kerapatan belum dapat memberikan gambaran tentang
bagaimana distribusi dan pola penyebarannya. Gambaran mengenai distribusi
individu pada suatu jenis tertentu dapat dilihat dari nilai frekwensinya sedangkan
pola penyebaran dapat ditentukan dengan membandingkan nilai tengah spesies
tertentu dengan varians populasi secara keseluruhan (Arrijani, 2006).
Frekuensi terbesar ditemukan pada vegetasi Centrosema pubescens dan
Ageratum conyzoides sebesar 34% dari 7 plot yang diamati. Centrosema
pubescens merupakan spesies yang nilai kerapatan dan frekuensinya tertinggi
sehingga dapat dianggap sebagai spesies yang rapat serta tersebar luas pada
hampir seluruh lokasi pengamatan. Kedua nilai ini penting artinya dalam analisis
vegetasi karena saling terkait satu dengan yang lainnya.
Menurut Greig-Smith (1983) nilai frekuensi suatu jenis dipengaruhi secara
langsung oleh densitas dan pola distribusinya. Nilai distribusi dapat memberikan
informasi tentang keberadaan tumbuhan tertentu dalam suatu plot dan belum
dapat memberikan gambaran tentang jumlah individu pada masing-masing plot.
Indeks nilai penting merupakan hasil penjumlahan nilai relatif kedua
parameter (kerapatan dan frekuensi) yang telah diukur sebelumnya, sehingga
nilainya juga bervariasi. Nilai INP tertinggi ditemukan pada Centrosema
pubescens sebesar 68 %. Besarnya indeks nilai penting menunjukkan peranan
jenis yang bersangkutan dalam komunitasnya atau pada lokasi penelitian.
Sehingga dari pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa vegetasi
dominan yang tersebar pada gedung belakang FMIPA Biologi adalah Centrosema
pubescens
Dari 7 plot yang diamati terdapat 4 plot yang tidak ditemukan adanya
analisis vegetasi tumbuhan sehingga tidak ada spesies yang dapat diambil, hal ini
disebabkan lahan merupakan bekas bangunan gedung, sehingga kesuburan tanah
yang kurang meneyebabkan tumbuhan tidak dapat tumbuh karena kekurangan
nutrisi dan air. Hal ini terbukti dengan pengukuran menggunakan hygrometer dan
soil analyzer. Dimana pada plot 1 dengan menggunakan hygrometer didapatkan
kelembapan udara sebesar 60% dengan suhu udara sebesar 60 dan menggunakan
soil analyzer didapatkan Ph tanah sebesar 7, kelembapan tanah 4, intensitas
cahaya 3,4 dan kesuburan yang rendah. Pada plot 2dengan menggunakan
hygrometer didapatkan kelembapan udara sebesar 68% dengan suhu udara sebesar
28 dan menggunakan soil analyzer didapatkan Ph tanah sebesar 7, kelembapan
tanah 1, intensitas cahaya 6,2 dan kesuburan yang rendah
Selain itu pada lokasi lahan tersebut persebaran vegetasi spesies tanaman
masih kurang dikarenakan adanya faktor internal dan eksternal. Berdasarkan teori
yang dikemukakan menurut Wirakusumah (2003) Faktor faktor persebaran
vegetasi antara lain karena faktor abiotik yaitu faktor yang merupakan
lingkungan sekitar yaitu Klimatik (iklim), Relief (bentuk permukaan bumi), dan
Edafik (tanah). Sedangkan faktor biotik yaitu faktor yang merupakan makhluk
hidup, yang dapat saling berpengaruh karena kehidupannya. Yang termasuk
diantaranya antara lain: Tanaman, Hewan, dan Aktivitas Manusia.
b. Metode Kuadrat
Indeks nilai penting (INP) terkecil dimiliki oleh 3 spesies yakni spesies
Cleome rutidosperma, Oldencandia eorymbosa, Sanchus arvensis. Ketiga spesies
ini sama-sama memiliki nilai INP 3,754%. Nilai kerapatan relatif, dominansi
relatif, frekuensi relatif dari ke-3 spesies ini selalu mendapatkan urutan terkecil.
Hal ini disebabkan karena kurangnya faktor prndukung perkembangan dan
pertumbuhan suatu spesies dalam lingkungan tersebut. Kawasan yang dijadikan
penelitian berupakan bekas bangunan sehingga banyak terdapat batu-bata yag
memungkinkan banayak spesies yang tidak dapat tumbuh di sekitar daerah
tersebut.
c. Metode Titik
Pada metode titik dapat diketahui bahwa dari 7 plot hanya ditemukan 3
jenis tanaman yakni Penisetum purpureum, Agerarum conyzoides, dan
Centrosema pubescens. Dari data yang telah dianalisis didapatkan untuk spesies
Penisetum purpureum memiliki frekuensi mutlak sebanyak 0.014, frekuensi
relative sebanyak 19.7%, dominansi mutlak sebanyak 0.2 dan dominansi relative
sebesar 20%. Pada spesies Agerarum conyzoides didapatkan frekuensi mutlak
sebanyak 0.014, frekuensi relative sebanyak 19.7%, dominansi mutlak sebanyak
0.2 dan dominansi relative sebesar 20%. Sedangkan pada Centrosema pubescens
didapatkan frekuensi mutlak sebanyak 0.043, frekuensi relative sebesar 60.6%,
dominansi mutlak sebesar 0.6 dan dominansi relative sebesar 60%. Dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwa spesies Centrosema pubescens yang
mendominasi daerah tersebut. Tidak banyak tanaman yang dapat kita temukan
dalam praktikum kali ini karena lokasi tempat pengambilan data merupakan bekas
reruntuhan bangunan yang sudah diratakan. Menurut Setiadi (2005) dominasi
setiap spesies berbeda-beda tergantung pada kemampuan spesies untuk hidup
pada suatu tempat terhadap kondisi lingkungan di tempat tersebut. Oleh karena
itu, lingkungan sangat berperan dalam menyeleksi spesies untuk dapat bertahan
pada suatu habitat.
BAB VI
KESIMPULAN
1. Metode Garis Menyinggung Metode ini secara khusus digunakan dalam
penarikan contoh tipe-tipe vegetasi yang bukan hutan. Tipe komunitas ini
umumnya berupa semak-semak atau semak rendah/rumput.
2. Cara yang digunakan cara untuk mengetahui komposisi, struktur, dan
vegetasi dari wilayah digunakan suatu plot percobaan dengan melakukan
suatu metode penelitian sehingga diperoleh suatu data spesies apa yang
mendominasi daerah tersebut.
3. Kawasan yang menjadi plot penelitian didominasi oleh spesies
Centrosoma pubercens dengan kerapan relatif 20,326%, dominansi relatif
34,066%, frekuansi relatif 15,613%, dan INP 70,005%
4. Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari
beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat
5. Keragaman spesies dapat diambil untuk menanadai jumlah spesies dalam
suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah spesies diantara jumlah total
individu dari seluruh spesies yang ada.
6. Kerapatan menunjukan jumlah individu dari jenis yang menjadi anggota
atau komunitas tumbuhan dalam suatu luasan tertentu.
7. Frekuensi adalah nilai besaran yang menyatakan derajat penyebaran jenis
didalam komunitasnya
8. Besarnya indeks nilai penting menunjukkan peranan jenis yang
bersangkutan dalam komunitasnya atau pada lokasi penelitian.
9. Vegetasi tumbuhan dipengaruhi oleh faktor abiotik dan faktor biotik
BAB VII
DAFTAR RUJUKAN
BAB VIII
LAMPIRAN