Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki keanekaragaman tumbuhan yang melimpah sebagai


bagian dari ekosistem yang harus dapat dipertahankan kualitas dan kuantitasnya
dengan pendekatan konservasi dalam pengelolaan ekosistem. Kekayaan hayati
Indonesia masuk dalam peringkat kedua setelah Brazil. Pengelolaan tanaman yang
hanya mempertimbangkan satu fungsi saja dapat menyebabkan kerusakkan kebun
dan vegetasi lainnya. Kekayaan tersebut terdapat dalam berbagai tipe ekosistem,
dan habitat mulai dari dataran rendah sampai pegunungan (Syafei, 1990).

Keanekaragaman tumbuhan menjaga kesimbagan ekosistem dan siklus


hidup makhluk lainnya. Hutan biologi Universitas Negeri Malang memiliki
keanekaragaman hayati yang belum diketahui sebelumnya. Pentingnya
mengetahui keanekaragaman tumbuhan sebagai salah satu bentuk pengelolaan
untuk tindakan pencegahan dari kepunahan vegetasi dan dampak lainya.
Berkaitan dengan hal tersebut diperlukan upaya untuk mempertahankan eksistensi
kekayaan Indonesia khususnya pada hutan Universitas Negeri Malang dengan
cara analisis vegetasi.

Analisis vegetasi antara lain ditujukkan untuk mengetahui komposisi jenis


dan struktur. Data tersebut berguna untuk mengetahui kondisi keseimbangan
komunitas tumbuhan, menjelaskan interkasi di dalam antar spesies, dan
memprediksi kecenderungan komposisi tegakan dimasa mendatang (Djufri
1993).. Berdasarkan hal tersebut diperlukan analisis vegetasi pada hutan biologi
Universitas Negeri Malang.

1.2 Rumusan Masalah

(1) Bagaimana cara untuk mengetahui komposisi, struktur, dan vegetasi dari
hutan biologi Universitas Negeri Malang?
(2) Bagaimana cara menganalisis vegetasi di hutan biologi Universitas Negeri
Malang?
(3) Vegetasi apakah yang dominan di hutan biologi Universitas Negeri
Malang?

1.3 Tujuan

(1) Mengetahui komposisi, struktur, dan vegetasi di hutan biologi Universtas


Negeri Malang.
(2) Mengetahui cara analisis vegetasi di hutan biologi Universitas Negeri
Malang.
(3) Mengetahui vegetasi dominan di hutan biologi Universitas Negeri Malang.

1.4 Manfaat

Manfaat penelitian ini yaitu memperoleh informasi tentang vegetasi dan struktur
komunitas kebun biologi Universitas Negeri Malang.

1.5 Batasan Masalah

Vegetasi yang berada di kebun Biologi UM.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari


beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam
mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik
diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan
organisme lainnya sehingga merupakan suatu sistem yang hidup dan tumbuh
serta dinamis (Greig-Smith,1983).
Struktur vegetasi adalah suatu organisasi individu-individu di dalam ruang
yang membentuk suatu tegakan (Syafei, 1990). Ditegaskan pula bahwa elemen
pokok dari struktur adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan
(coverage). Komposisi vegetasi merupakan susunan dan jumlah individu yang
terdapat dalam suatu komunitas tumbuhan. Komposisi dan struktur vegeatsi salah
satunya dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh (habitat) yang berupa situasi iklim
dan keadaan tanah (Greig-Smith,1983).
Vegetasi tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat
mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda
dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor lingkungannya.
Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu berkembang
sesuai dengan keadaan habitatnya.
Cara ini terdiri dari suatu seri titik-titik yang telah ditentukan di lapang,
dengan letak bisa tersebar secara random atau merupakan garis lurus (berupa
deretan titik-titik). Umumnya dilakukan dengan susunan titik-titik berdasarkan
garis lurus yang searah dengan mata angin (arah kompas). Titik pusat kuadran
adalah titik yang membatasi garis transek setiap jarak 10 m ((Arrijani, 2006).
Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang
struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan. Berdasarkan tujuan pendugaan
kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan vegetasi, iklim dan tanah
berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang
spesifik. Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk
menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu
vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat
berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang
pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada
(Arrijani, 2006).
Hal yang perlu diperhatikan dalam analisis vegetasi adalah penarikan unit
contoh atau sampel. Dalam pengukuruan dikenal dua jenis pengukuran untuk
mendapatkan informasi atau data yang diinginkan. Kedua jenis pengukuran
tersebut adalah pengukuran yang bersifat merusak (destructive measures) dan
pengukuran yang bersifat tidak merusak (non-destructive measures). Untuk
keperluan penelitian agar hasil datanya dapat dianggap sah (valid) secara
statistika, penggunaan kedua jenis pengukuran tersebut mutlak harus
menggunakan satuan contoh (sampling unit), terlebih bagi penelitian yang
mengambil objek hutan dengan cakupan areal yang luas. Dengan sampling,
seorang peneliti/surveyor dapat memperoleh informasi/data yang diinginkan lebih
cepat dan lebih teliti dengan biaya dan tenaga lebih sedikit bila dibandingkan
dengan inventarisasi penuh (metoda sensus) pada anggota suatu populasi.
Beberapa metodologi yang umum dan sangat efektif serta efisien jika digunakan
untuk penelitian, yaitu metode kuadrat, metode garis, metode tanpa plot dan
metode kwarter. Akan tetapi dalam praktikum kali ini hanya menitik beratkan
pada penggunaan analisis dengan metode kuadrat.
Metode kuadran adalah salah satu metode yang tidak menggunakan petak
contoh (plotless) metode ini sangat baik untuk menduga komunitas yang
berbentuk pohon dan tihang, contohnya vegetasi hutan. Apabila diameter tersebut
lebih besar atau sama dengan 20 cm maka disebut pohon, dan jika diameter
tersebut antara 10-20 cm maka disebut pole (tihang), dan jika tinggi pohon 2,5 m
sampai diameter 10 cm disebut saling atau belta ( pancang ) dan mulai anakan
sampai pohaon setinggi 2,5 meter disebut seedling ( anakan/semai ).
Metode kuadran mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui
komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya. Metode ini mudah dan
lebih cepat digunanakan untuk mengetahui komposisi, dominasi pohon dan
menksir volumenya. Metode ini sering sekali disebut juga dengan plot less
method karena tidak membutuhkan plot dengan ukuran tertentu, area cuplikan
hanya berupa titik. Metode ini cocok digunakan pada individu yang hidup
tersebar sehingga untuk melakukan analisa denga melakukan perhitungan satu
persatu akan membutuhkan waktu yang sangat lama, biasanya metode ini
digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya.
Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membentuk
populasinya, dimana sifat sifatnya bila di analisa akan menolong dalam
menentukan struktur komunitas.
Kurva spesies area merupakan langkah awal yang digunakan untuk
menganalisis vegetasi yang menggunakan petak contoh. Kurva spesies area
digunakan memperoleh luasan minimum petak contoh yang dianggap dapat
mewakili suatu tipe vegetasi pada suatu habitat tertentu yang sedang dipelajari.
Luasan petak contoh mempunyai hubungan erat dengan keragaman jenis yang
terdapat pada areal tersebut. Makin beragam jenis yang terdapat pada areal
tersebut makin luas kurva spesies areanya.
Untuk mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan
petak-petak pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara. Menurut
Wirakusumah (2003).) petak-petak tersebut dapat berupa petak tunggal, petak
ganda ataupun berbentuk jalur atau dengan metode tanpa petak. Pola komunitas
dianalisis dengan metode ordinasi yang menurut Syafei (1990).pengambilan
sampel plot dapat dilakukan dengan random, sistematik atau secara subyektif
atau faktor gradien lingkungan tertentu.
Untuk memperoleh informasi vegetasi secara obyektif digunakan metode
ordinasi dengan menderetkan contoh-contoh (releve) berdasar koefisien
ketidaksamaan (Wirakusumah, 2003).Variasi dalam releve merupakan dasar
untuk mencari pola vegetasinya. Dengan ordinasi diperoleh releve vegetasi
dalam bentuk model geometrik yang sedemikian rupa sehingga releve yang
paling serupa mendasarkan komposisi spesies beserta kelimpahannya akan
rnempunyai posisi yang saling berdekatan, sedangkan releve yang berbeda akan
saling berjauhan. Ordinasi dapat pula digunakan untuk menghubungkan pola
sebaran jenis jenis dengan perubahan faktor lingkungan.
Dominansi adalah besaran yang digunakan untuk menyatakan derajat
penguasaan ruang atau tempat tumbuh , berapa luas areal yang ditumbuhi oleh
sejenis tumbuhan atau kemampuan suatu jenis tumbuhan untuk bersaing tehadap
jenis lainnya. Dalam pengukuran dominansi dapat digunakan proses kelindungan (
penutup tajuk ), luas basah area , biomassa, atau volume.

Hutan ataupun ekosistem rawa, biasanya panjang garis yang digunakan


sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak belukar, garis yang
digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini digunakan pada vegetasi yang
lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m (Syafei, 1990).

Kerapatan suatu spesies menunjukkan jumlah individu spesies dengan


satuan luas tertentu, maka nilai kerapatan merupakan gambaran mengenai jumlah
spesies tersebut pada lokasi pengamatan. Nilai kerapatan belum dapat
memberikan gambaran tentang bagaimana distribusi dan pola penyebarannya.
Gambaran mengenai distribusi individu pada suatu jenis tertentu dapat dilihat dari
nilai frekwensinya sedangkan pola penyebaran dapat ditentukan dengan
membandingkan nilai tengah spesies tertentu dengan varians populasi secara
keseluruhan (Arrijani, 2006).
Nilai frekuensi suatu jenis dipengaruhi secara langsung oleh densitas dan
pola distribusinya. Nilai distribusi dapat memberikan informasi tentang
keberadaan tumbuhan tertentu dalam suatu plot dan belum dapat memberikan
gambaran tentang jumlah individu pada masing-masing plot (Greig-Smith,1983).
Faktor faktor persebaran vegetasi antara lain karena faktor abiotik yaitu
faktor yang merupakan lingkungan sekitar yaitu Klimatik (iklim), Relief (bentuk
permukaan bumi), dan Edafik (tanah). Sedangkan faktor biotik yaitu faktor yang
merupakan makhluk hidup, yang dapat saling berpengaruh karena kehidupannya.
Yang termasuk diantaranya antara lain: Tanaman, Hewan, dan Aktivitas Manusia
(Wirakusumah, 2003).
BAB III

METODE

Tempat dan Waktu :


Praktikum dilakukan di sekitar lahan FMIPA Universitas Negeri Malang,
pada tanggal 09 Februari 2017.

Alat dan Bahan :


Alat:
1. Meteran
2. Kuadran
3. Soil Meter
Bahan:
1. Tali Rafia

Prosedur :
a. Metode Kuadrat
Prosedur praktikum analisis vegetasi antara lain sebagai berikut:
1. Di sebarkan minimal 10 kuadrat ukuran 1 m2 secara acak di vegetasi
rumput.
2. Dilakukan analisis vegetasi berdasarkan variabel-variabel kerapatan,
kerimbunan, dan frekuensi. Kemudian, dimasukkan data kedalam tabel.
3. Dilakukan penghitungan untuk mencari harga relatif dari setiap variabel
untuk setiap tumbuhan
4. Dilanjutkan penghitungan untuk mencari harga nilai penting dari setiap
jenis tumbuhan
5. Disusun harga nilai penting tersebut pada suatu tabel dengan ketentuan
bahwa tumbuhan yang nilainya tertinggi diletakkan pada tempat teratas
6. Diberi nama vegetasi tersebut berdasarkan 2 jenis/ spesies yang memiliki
nilai penting terbesar.

b. Metode Garis
1. Disebarkan 10 garis masing-masing sepanjang 1m secara acak atau
sistematis.
2. Dianalisis vegetasinya berdasarkan variabel-variabel kerapatan,
kerimbunan dan frekuensi pada setiap garis. Kemudian data dimasukkan
ke dalam tabel.
3. Dihitung harga-harga nilai relatif dari setiap variabel.
4. Dilakukan penghitungan harga nilai penting untuk setiap spesies yang
ditemukan
5. Disusun harga nilai penting pada suatu tabel
6. Diberi nama vegetasi berdasarkan 2 jenis tumbuhan yang memiliki nilai
penting terbesar.

c. Metode Intersepsi Titik


1. Dibuat 10 titik yang berjarak 10 cm (jarak antara titik satu dengan yang
lainnya) pada seutas tali rafia atau tali lainnya.
2. Ditancapkan kawat/lidi pada setiap titik, kemudian ditebarkan tali
tersebut secara acak atau sistematis pada vegetasi rumput.
3. Dilakukan 10 kali pengamatan hingga diperoleh total jumlah titik
sebanyak 100.
4. Dicatat data yang diperoleh pada tabel.
5. Dihitung harga-harga nilai relatif dari setiap variabel
7. Dilakukan penghitungan harga nilai penting untuk setiap jenis/ spesies
yang ditemukan
8. Disusun harga nilai penting pada tabel
9. Diberi nama vegetasi berdasarkan 2 jenis tumbuhan yang memiliki nilai
penting tersebut.

BAB IV

HASIL

4.1 Data Pengamatan

a. Metode Kuadrat

Plo Nama Spesies Jumlah Dominansi (%) Frekuensi


t
1 Aksonopus compressus 105 89
Digitaria longitaria 3 2,5

Senecio vulgaris 7 6
Cynodon dactylon 3 2,5

2 - - - -
3 Ageratum conyzoides 1 34
Centrosema pubescens 2 66

4 Centrosema pubescens 24 61
Ageratum conyzoides 11 28

Elusine indica 1 2,5
Phyllanthus urinaria 1 2,5

Portulaca sp. 1 2,5


Cyperus rotundus 1 2,5

5 Strobilanthes crispus 1 2,1


Biden pilosa 1 2,1

Pteris vittata 1 2,1
Centrosema pubescens 14 29,3

Ageratum conyzoides 30 62,5


Crassocephalum crespidiodes 1 2,1

6 Centrosema pubescens 13 31
Ageratum conyzoides 12 30

Aksonopus compressus 5 12
Portulaca sp. 10 24

Spatholobus ferrugineus 1 2,4

7 Centrosema pubescens 9 16
Cleome rutidosperma 1 1,7

Oldencandia eorymbosa 1 1,7
Ageratum conyzoides 16 28
Aksonopus compressus 11 19
Mimosa pudica 3 5,3

Sanchus arvensis 1 1,7
Phyllanthus urinaria 7 12,5

Portulaca sp. 7 12,5

Jumlah 305

b. Metode Titik

Titik
Plot
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0
5 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
6 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0
7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah spesies 3 :

1. Aksonopus compressus
2. Ageratum conyzoides
3. Centrosema pubescens

c. Metode Garis
Plot Nama Spesies Jumlah Frekuensi
1 Aksonopus compressus 4
2 - - X
3 - - X
Centrosema pubescens 2
4
Ageratum conyzoides 1
Centrosema pubescens 2
5
Strobilanthes crispus 2
6 Ageratum conyzoides 1
7 - - X
d. Faktor Lingkungan

Plot 1 Plot 2

1. Suhu = 25 1. Suhu = 30
2. Kelembaban = 60 2. Kelembapan = 68
3. pH = 7 3. pH = 7
4. Cahaya = 4 4. Cahaya = 6,2
5. Kesuburan = rendah 5. Kesuburan = rendah
4.2 Analisis Data

Luas Area : Plot + Jarak antar plot

:7+6

: 13 x Luas kuadran

: 13 m

A. Kerapatan Mutlak

spesies X
Kerapatan Mutlak : Luas Area

4
=0,30
Aksonopus compressus : 13

4
=0,30
Centrosema pubescens : 13

2
=0,15
Ageratum conyzoides : 13

2
=0,15
Strobilanthes crispus : 13
Kerapatan Mutlak = 0,90

B. Kerapatan Relatif

Kerapatan mutlak
X 100
Kerapatan Relatif : kerapatan mutlak

0,30
100 =34
Aksonopus compressus : 0,90

0,30
100 =34
Centrosema pubescens : 0,90

0,15
100 =17
Ageratum conyzoides : 0,90

0,15
100 =17
Strobilanthes crispus : 0,90

C. Frekuensi Mutlak

Jumlah spesies X dalam plot


Frekuensi Mutlak : Jumlah plot

1
=0,14
Aksonopus compressus : 7

2
=0,28
Centrosema pubescens : 7

2
=0,28
Ageratum conyzoides : 7
1
=0,14
Strobilanthes crispus : 7

Frekuensi Mutlak = 0,84

D. Frekuensi Relatif

Frekuensi mutlak
X 100
Frekuensi Relatif : Frekuensi mutlak

0,14
100 =17
Aksonopus compressus : 0,84

0,28
100 =34
Centrosema pubescens : 0,84

0,28
100 =34
Ageratum conyzoides : 0,84

0,14
100 =17
Strobilanthes crispus : 0,84

E. Indeks Nilai Penting ( INP )

INP Aksonopus compressus = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif

= 34 % + 17 %

= 51 %

INP Centrosema pubescens = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif

= 34 % + 34 %

= 68 %
INP Ageratum conyzoides = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif

= 17 % + 34 %

= 51 %

INP Strobilanthes crispus = Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif

= 17 % + 17 %

= 34 %

Kerapatan Frekuensi
Spesies INP Ranking
Relatif Relatif
Aksonopus compressus 34 % 17% 51% 2
Centrosema pubescens 34 % 34 % 68% 1
Ageratum conyzoides 17% 34 % 51% 3
Strobilanthes crispus 17 % 17% 34% 4

BAB V

PEMBAHASAN
a. Metode Garis
Dari hasil pengamatan didapatkan pembahasan bahwa metode garis
merupakan suatu metode yang menggunakan cuplikan berupa garis. Penggunaan
metode ini pada vegetasi hutan sangat bergantung pada kompleksitas hutan
tersebut. Dalam hal ini, apabila vegetasi sederhana maka garis yang digunakan
akan semakin pendek. Untuk hutan ataupun ekosistem rawa, biasanya panjang
garis yang digunakan sekitar 50 m-100 m. sedangkan untuk vegetasi semak
belukar, garis yang digunakan cukup 5 m-10 m. Apabila metode ini digunakan
pada vegetasi yang lebih sederhana, maka garis yang digunakan cukup 1 m
(Syafei, 1990). Analisa vegetasi dilakukan di belakang gedung FMIPA Biologi
menggunkan metode garis dengan 7 plot amatan.
Pengamatan vegetasi yang telah dilakukan memperlihatkan data dengan
hasil jumlah vegetasi yang ditemukan adalah 6 spesies yang terdiri dari 4 spesies
yaitu Aksonopus compressus, Centrosema pubescens, Ageratum conyzoides, dan
Strobilanthes crispus. Perhitungan lebih kompleks dari vegetasi yang didapat dan
di identifikasi meliputi kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif dan
indeks nilai penting. Data menunjukkan bahwa komposisi dan struktur tumbuhan
yang nilainya bervariasi pada setiap jenis karena adanya perbedaan karakter
masing-masing tumbuhan.
Kerapatan relatif setiap vegetasi berbeda-beda. Terlihat dari data yang
dihitung bahwa kerapatan vegetasi tertinggi adalah pada Aksonopus compressus
dan Centrosema pubescens sebesar 34%%, kemudian diikuti Ageratum
conyzoides, dan Strobilanthes crispus dengan kerapatan sebesar 17%. Kerapatan
suatu spesies menunjukkan jumlah individu spesies dengan satuan luas tertentu,
maka nilai kerapatan merupakan gambaran mengenai jumlah spesies tersebut pada
lokasi pengamatan. Nilai kerapatan belum dapat memberikan gambaran tentang
bagaimana distribusi dan pola penyebarannya. Gambaran mengenai distribusi
individu pada suatu jenis tertentu dapat dilihat dari nilai frekwensinya sedangkan
pola penyebaran dapat ditentukan dengan membandingkan nilai tengah spesies
tertentu dengan varians populasi secara keseluruhan (Arrijani, 2006).
Frekuensi terbesar ditemukan pada vegetasi Centrosema pubescens dan
Ageratum conyzoides sebesar 34% dari 7 plot yang diamati. Centrosema
pubescens merupakan spesies yang nilai kerapatan dan frekuensinya tertinggi
sehingga dapat dianggap sebagai spesies yang rapat serta tersebar luas pada
hampir seluruh lokasi pengamatan. Kedua nilai ini penting artinya dalam analisis
vegetasi karena saling terkait satu dengan yang lainnya.
Menurut Greig-Smith (1983) nilai frekuensi suatu jenis dipengaruhi secara
langsung oleh densitas dan pola distribusinya. Nilai distribusi dapat memberikan
informasi tentang keberadaan tumbuhan tertentu dalam suatu plot dan belum
dapat memberikan gambaran tentang jumlah individu pada masing-masing plot.
Indeks nilai penting merupakan hasil penjumlahan nilai relatif kedua
parameter (kerapatan dan frekuensi) yang telah diukur sebelumnya, sehingga
nilainya juga bervariasi. Nilai INP tertinggi ditemukan pada Centrosema
pubescens sebesar 68 %. Besarnya indeks nilai penting menunjukkan peranan
jenis yang bersangkutan dalam komunitasnya atau pada lokasi penelitian.
Sehingga dari pengamatan yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa vegetasi
dominan yang tersebar pada gedung belakang FMIPA Biologi adalah Centrosema
pubescens
Dari 7 plot yang diamati terdapat 4 plot yang tidak ditemukan adanya
analisis vegetasi tumbuhan sehingga tidak ada spesies yang dapat diambil, hal ini
disebabkan lahan merupakan bekas bangunan gedung, sehingga kesuburan tanah
yang kurang meneyebabkan tumbuhan tidak dapat tumbuh karena kekurangan
nutrisi dan air. Hal ini terbukti dengan pengukuran menggunakan hygrometer dan
soil analyzer. Dimana pada plot 1 dengan menggunakan hygrometer didapatkan
kelembapan udara sebesar 60% dengan suhu udara sebesar 60 dan menggunakan
soil analyzer didapatkan Ph tanah sebesar 7, kelembapan tanah 4, intensitas
cahaya 3,4 dan kesuburan yang rendah. Pada plot 2dengan menggunakan
hygrometer didapatkan kelembapan udara sebesar 68% dengan suhu udara sebesar
28 dan menggunakan soil analyzer didapatkan Ph tanah sebesar 7, kelembapan
tanah 1, intensitas cahaya 6,2 dan kesuburan yang rendah
Selain itu pada lokasi lahan tersebut persebaran vegetasi spesies tanaman
masih kurang dikarenakan adanya faktor internal dan eksternal. Berdasarkan teori
yang dikemukakan menurut Wirakusumah (2003) Faktor faktor persebaran
vegetasi antara lain karena faktor abiotik yaitu faktor yang merupakan
lingkungan sekitar yaitu Klimatik (iklim), Relief (bentuk permukaan bumi), dan
Edafik (tanah). Sedangkan faktor biotik yaitu faktor yang merupakan makhluk
hidup, yang dapat saling berpengaruh karena kehidupannya. Yang termasuk
diantaranya antara lain: Tanaman, Hewan, dan Aktivitas Manusia.

b. Metode Kuadrat

Pada pengamatan analisis vegetasi yang dilakukan pada tanggal 09


Februari 2017 yang bertepatan disebelah gedung PPG UM digunakan 3 buah
metode salah satunya yakni metode kuadrat. Pada metode ini menggunakan suatu
alat yang digunakan membagi wilayah/plot sample menjadi 4 bagian yang
nantinya setiap bagian akan dihitung dan dicatat spesies apa yang berada pada plot
tersebut. Terdapat 7 plot yang digunakan dengan jarak setiap plot adalah 1 meter.
Ditemukan 19 spesies yang berbeda dari 7 plot yang ada. Spesies yang
mendominasi daerah tersebut yakni Centerosema pubercens dengan INP tertinggi
yakni 70,005% karena daerah tersebut memiliki curah hujan yang tinggi
menyebabkan dapat air yang banyak, keadaan tanah yang subur yang
menyediakan berbagai unsur hara, cahaya matahari yang cukup membuat
tumbuhan ini tumbuh bebas dapat berfotosintesis tanpa terganggu oleh tumbuhan
lain (Tjitrosoepomo,1981). Kerapatan yang dimiliki oleh Centerosema pubercens
kurang begitu rapat jika dibandingkan dengan kerapatan Oksonopus copressus
tatapi jika dilihat dari dominansi relatif Centerosema pubercens memiliki nilai
yang tertinggi dari spesies lainnya.Bila faktor yang mempengaruhi kehadiran
spesies pada suatu tempat relatif kecil, maka ini merupakan kesempatan semata
dan biasanya menghasilkan pola distribusi spesies secara acak (Djufri 1993).

Indeks nilai penting (INP) terkecil dimiliki oleh 3 spesies yakni spesies
Cleome rutidosperma, Oldencandia eorymbosa, Sanchus arvensis. Ketiga spesies
ini sama-sama memiliki nilai INP 3,754%. Nilai kerapatan relatif, dominansi
relatif, frekuensi relatif dari ke-3 spesies ini selalu mendapatkan urutan terkecil.
Hal ini disebabkan karena kurangnya faktor prndukung perkembangan dan
pertumbuhan suatu spesies dalam lingkungan tersebut. Kawasan yang dijadikan
penelitian berupakan bekas bangunan sehingga banyak terdapat batu-bata yag
memungkinkan banayak spesies yang tidak dapat tumbuh di sekitar daerah
tersebut.

c. Metode Titik

Pada metode titik dapat diketahui bahwa dari 7 plot hanya ditemukan 3
jenis tanaman yakni Penisetum purpureum, Agerarum conyzoides, dan
Centrosema pubescens. Dari data yang telah dianalisis didapatkan untuk spesies
Penisetum purpureum memiliki frekuensi mutlak sebanyak 0.014, frekuensi
relative sebanyak 19.7%, dominansi mutlak sebanyak 0.2 dan dominansi relative
sebesar 20%. Pada spesies Agerarum conyzoides didapatkan frekuensi mutlak
sebanyak 0.014, frekuensi relative sebanyak 19.7%, dominansi mutlak sebanyak
0.2 dan dominansi relative sebesar 20%. Sedangkan pada Centrosema pubescens
didapatkan frekuensi mutlak sebanyak 0.043, frekuensi relative sebesar 60.6%,
dominansi mutlak sebesar 0.6 dan dominansi relative sebesar 60%. Dari data
tersebut dapat disimpulkan bahwa spesies Centrosema pubescens yang
mendominasi daerah tersebut. Tidak banyak tanaman yang dapat kita temukan
dalam praktikum kali ini karena lokasi tempat pengambilan data merupakan bekas
reruntuhan bangunan yang sudah diratakan. Menurut Setiadi (2005) dominasi
setiap spesies berbeda-beda tergantung pada kemampuan spesies untuk hidup
pada suatu tempat terhadap kondisi lingkungan di tempat tersebut. Oleh karena
itu, lingkungan sangat berperan dalam menyeleksi spesies untuk dapat bertahan
pada suatu habitat.

BAB VI

KESIMPULAN
1. Metode Garis Menyinggung Metode ini secara khusus digunakan dalam
penarikan contoh tipe-tipe vegetasi yang bukan hutan. Tipe komunitas ini
umumnya berupa semak-semak atau semak rendah/rumput.
2. Cara yang digunakan cara untuk mengetahui komposisi, struktur, dan
vegetasi dari wilayah digunakan suatu plot percobaan dengan melakukan
suatu metode penelitian sehingga diperoleh suatu data spesies apa yang
mendominasi daerah tersebut.
3. Kawasan yang menjadi plot penelitian didominasi oleh spesies
Centrosoma pubercens dengan kerapan relatif 20,326%, dominansi relatif
34,066%, frekuansi relatif 15,613%, dan INP 70,005%
4. Vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan, biasanya terdiri dari
beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat
5. Keragaman spesies dapat diambil untuk menanadai jumlah spesies dalam
suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah spesies diantara jumlah total
individu dari seluruh spesies yang ada.
6. Kerapatan menunjukan jumlah individu dari jenis yang menjadi anggota
atau komunitas tumbuhan dalam suatu luasan tertentu.
7. Frekuensi adalah nilai besaran yang menyatakan derajat penyebaran jenis
didalam komunitasnya
8. Besarnya indeks nilai penting menunjukkan peranan jenis yang
bersangkutan dalam komunitasnya atau pada lokasi penelitian.
9. Vegetasi tumbuhan dipengaruhi oleh faktor abiotik dan faktor biotik

BAB VII

DAFTAR RUJUKAN

Arrijani, Setiadi D, Gujharja E, Qayim I. 2006. Analisis vegetasi Hulu DAS


Cianjur Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Biodiversitas. 7:
147-153.
Djufri. 1993. Penentuan Pola Distribusi, Asosiasi dan Interaksi Jenis Tumbuhan
Khususnya Padang Rumput di Taman Nasional Baluran
Banyuwangi JawaTimur. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada,

Greig-Smith, P. 1983. Quantitative Plant Ecology, Studies in Ecology. Volume 9.


Oxford: Blackwell Scientific Publications

Setiadi, Dede. 2005. Keanekaragaman Spesies Tingkat Pohon di Taman Wisata


Alam Ruteng, Nusa Tenggara Timur. Biodiversitas 6 (2): 118-122.

Syafei, Eden Surasana. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung. ITB

Tjitrosoepomo, G. 1981. Ekologi. Yogyakarta: Gadjah Mada.

Wirakusumua, Sambac. 2003. Dasar-Dasar EkologiBagi Populasi dan


Komunitas. Jakarta: UI-Press.

BAB VIII

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai