Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Tujuan utama perusahaan, adalah meningkatkan nilai perusahaan.
Rendahnya kualitas laba akan dapat membuat kesalahan pembuatan
keputusan para pemakainya seperti investor dan kreditor, sehingga nilai
perusahaan akan berkurang (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Dalam
perspektif tujuan kontrak, informasi laba dapat digunakan untuk membuat
keputusan yang berkaitan dengan praktik corporate governance, juga dapat
digunakan sebagai dasar untuk alokasi gaji dalam suatu perusahaan. Dalam
perspektif pengambilan keputusan investasi, informasi laba penting bagi
investor untuk mengetahui kualitas laba supaya mereka dapat mengambil
informasi. Oleh karena itu kualitas laba menjadi perhatian bagi investor dan
para pengambil kebijakan akuntansi serta pemerintahan (Sugiarto dan
Siagian, 2007).
Laba dalam laporan keuangan merupakan indikator yang dapat
digunakan untuk mengukur kinerja operasional perusahaan. Informasi
tentang laba mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai
tujuan operasi yang ditetapkan (Parawiyati, 1996). Baik kreditur maupun
investor, menggunakan laba untuk: mengevaluasi kinerja manajemen,
memperkirakan earnings power, dan untuk memprediksi laba dimasa yang
akan datang.
Salah satu indikator relevansi suatu informasi akuntansi adalah adanya
reaksi investor pada saat diumumkannya informasi tersebut, yang dapat
diamati dari pergerakan harga saham. Salah satu informasi akuntansi yang
sampai saat ini masih merupakan perhatian utama bagi investor adalah
informasi laba akuntansi (Chu, 1997 dalam Arfan dan Antasari, 2008).
Penelitian Ball dan Brown (1968) dalamYunita dkk. (2008) menemukan
adanya hubungan yang signifikan antara pengumuman laba perusahaan
dengan perubahan harga saham. Ketika perusahaan mengumumkan laba
yang mengalami kenaikan maka akan terjadi kecenderungan perubahan
positif pada harga saham dan sebaliknya jika laba mengalami penurunan
maka akan terjadi perubahan negatif pada harga saham.
Earnings response coefficient (ERC) merupakan salah satu ukuran atau
proksi yang digunakan untuk mengukur kualitas laba. ERC merupakan
model penilaian yang dapat digunakan untuk mengindikasikan kemungkinan
naik turunnya harga saham atas reaksi pasar terhadap informasi laba yang
diumumkan oleh perusahaan. Kuatnya reaksi pasar terhadap informasi laba
akan tercermin dengan tingginya ERC (kualitas laba perusahaan tinggi),
demikian sebaliknya (Sayekti dan Sensi, 2007).
Kenaikan laba perusahaan tidak selalu diikuti dengan kenaikan harga
sahamnya dan sebaliknya. Pada saat laba mengalami penurunan, harga
saham tidak selalu mengalami penurunan. Hal tersebut terjadi karena dalam
pengambilan keputusan investasi, investor tidak hanya melihat informasi
laba (Mulyani dkk., 2007). Investor akan menggunakan semua informasi
yang tersedia di pasar untuk melakukan analisis terhadap kinerja
perusahaan (Scott, 1997 dalam Ambarwati, 2008).
Penelitian Mulyani dkk. (2007) menunjukkan rata-rata nilai ERC 0,03
dengan deviasi standar 0,007. Nilai rata-rata ERC yang rendah tersebut
menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor lain di luar laba yang direspon
oleh investor. Dengan demikian ada berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas laba yang dilihat dari sudut pandang relevansi nilai.
Dalam penelitian sebelumnya faktor-faktor tersebut meliputi persistensi laba,
peluang pertumbuhan, risiko, ukuran perusahaan, kualitas CSR, kualitas
auditor, dan struktur modal perusahaan. Berbagai penelitian yang telah
dilakukan masih menunjukkan ketidakkonsistenan hasil.
Ukuran perusahaan dan kualitas auditor pada penelitian sebelumnya
telah digunakan sebagai variabel independen sebagai faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas laba, dan hasil penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa ukuran perusahaan dan kualitas auditor memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap kualitas laba yang diproksikan dengan ERC. Pada
penelitian Imroatussolihah (2013), variabel peluang pertumbuhan tidak
mempengaruhi kualitas laba yang diproksikan dengan ERC karena sampel
perusahaan yang digunakan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Agar
peluang pertumbuhan dapat mempengaruhi ERC, Imroatussolihah (2013)
menganjurkan untuk mengelompokkan perusahaan sampel berdasarkan
subsektornya pada penelitian selanjutnya agar hasil yang diperoleh dapat
signifikan. Tetapi apabila perusahaan tersebut dikelompokkan lagi kedalam
subsektornya, sampel perusahaan menjadi semakin sempit. Penggantian
proksi dianggap lebih tepat dibandingkan mengelompokkan lagi perusahaan
ke dalam subsektornya.
Dalam penelitian ini, peluang pertumbuhan diukur dengan menggunakan
rasio pertumbuhan penjualan perusahaan yang mengacu pada penelitian
Arfan dan Antasari (2008). Rasio pertumbuhan penjualan dianggap lebih
mewakili kondisi fundamental perusahaan dibandingkan rasio nilai pasar
ekuitas terhadap nilai buku ekuitas yang cenderung dipengaruhi oleh kondisi
pasar. Rasio penjualan juga dianggap lebih menggambarkan peluang
pertumbuhan untuk perusahaan yang memproduksi barang (Naimah dan
Utama, 2006).
Imroatussolihah (2013) mengukur risiko dengan menggunakan deviasi
standar. Deviasi standar hanya mengukur penyimpangan return pasar saja
dan belum menggambarkan risiko secara keseluruhan. Pada penelitian ini,
risiko diukur dengan beta akuntansi yang mengacu pada penelitian Brown
dan Ball (1969) dalam Jogiyanto (2009) dengan melibatkan perubahan laba
akuntansi dan perubahan indeks laba pasar secara bersamaan. Sehingga
diharapkan dapat menggambarkan risiko yang sebenarnya akan dihadapi
internal perusahaan maupun akibat kondisi pasar.
Sampel dalam penelitian ini menggunakan perusahaan high profile yang
terdaftar di BEI tahun 2012-2014. Perusahaan yang termasuk dalam tipe
industri high profile menurut Dirgantari (2002) adalah perusahaan yang
termasuk dalam sektor industri primer dan sekunder yaitu perusahaan yang
memproduksi barang. Pemilihan perusahaan high profile sebagai sampel
karena berdasarkan karakteristiknya perusahaan high profile lebih banyak
mendapat perhatian dari masyarakat akibat kegiatan operasional
perusahaan yang mengolah bahan baku menjadi produk setengah jadi atau
produk jadi dan menghasilkan residu yang kemungkinan dapat menimbulkan
kerusakan lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apakah persistensi laba mempunyai pengaruh pada kualitas laba ?
b. Apakah peluang pertumbuhan mempunyai pengaruh pada kualitas
laba ?
c. Apakah ukuran perusahaan mempunyai pengaruh pada kualitas laba ?
d. Apakah kualitas tanggung jawab sosial perusahaan mempunyai
pengaruh pada kualitas laba ?
e. Apakah struktur modal mempunyai pengaruh pada kualitas laba ?

1.3. Tujuan Penelitian


a. Menganalisis pengaruh persistensi laba terhadap kualitas laba
b. Menganalisis pengaruh peluang pertumbuhan terhadap kualitas laba
c. Menganalisis pengaruh ukuran perusahaan terhadap kualitas laba
d. Menganalisis pengaruh tanggung jawab sosial perusahaan terhadap
kualitas laba
e. Menganalisis struktur modal laba terhadap kualitas laba

1.4. Manfaat Penelitian


a. Bagipemodal, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
bahan pertimbangan untuk mengambil kebijakan dalam melakukan
investasi.
b. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat djadikan
literature bagi penelitian serupa di masa yang akan datang.
c. Bagi peneliti, sebagai sarana penerapan ilmu pengetahuan dan
tambahan wawasan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori


2.1.1. Kualitas Laba
Kualitas laba, dalam akuntansi, merujuk kepada kemasukakalan
seluruh laba yang dilaporkan Knechel, Salterio, dan Ballou (2007) dalam
Rinawati (2011). Kualitas laba adalah penilaian sejauh mana laba sebuah
perusahaan itu dapat diperoleh berulang-ulang, dapat dikendalikan, dan
laik bank (memenuhi syarat untuk mengajukan kredit/pinjaman pada
bank), di antara faktor-faktor lainnya. Kualitas laba mengakui fakta bahwa
dampak ekonomi transaksi yang terjadi akan beragam diantara
perusahaan sebagai fungsi dari karakter dasar bisnis mereka, dan secara
beragam dirumuskan sebagai tingkat laba yang menunjukkan apakah
dampak ekonomi pokoknya lebih baik dalam memperkirakan arus kas
atau juga dapat diramalkan. Kualitas laba merupakan suatu ukuran untuk
mencocokkan apakah laba yang dihasilkan sama dengan apa yang sudah
direncanakan sebelumnya. Kualitas laba semakin tinggi jika mendekati
perencanaan awal atau melebihi target dari rencana awal. Kualitas laba
rendah jika dalam menyajikan laba tidak sesuai dengan laba sebenarnnya
sehingga informasi yang di dapat dari laporan laba menjadi bias dan
dampaknya menyesatkan kreditor dan investor dalam mengambil
keputusan (Rinawati, 2011). Kualitas laba, menurut Schipper dan Vincent
(2003) dalam Sutopo (2009), menunjukkan tingkat kedekatan laba yang
dilaporkan dengan Hicksian income, (yang merupakan laba ekonomik)
yaitu jumlah yang dapat dikonsumsi dalam satu periode dengan menjaga
agar kemampuan perusahaan pada awal dan akhir periode tetap sama.
Menurut Schipper dan Vincent, kualitas laba akuntansi ditunjukkan oleh
kedekatan atau korelasi antara laba akuntansi dan laba ekonomik
(Suwardjono, 2005, hlm. 463). Dalam literatur penelitian akuntansi,
terdapat berbagai pengertian kualitas laba dalam perspektif
kebermanfaatan pada pengambilan keputusan (decision usefulness).
Schipper dan Vincent (2003) dalam Sutopo (2009) mengelompokkan
konstruk kualitas laba dan pengukurannya berdasarkan cara menentukan
kualitas laba, yaitu berdasarkan: sifat runtun-waktu dari laba, karakteristik
kualitatif dalam rerangka konseptual, hubungan laba-kas-akrual, dan
keputusan implementasi. Empat kelompok penentuan kualitas laba ini
dapat diikhtisarkan sebagai berikut. Pertama, berdasarkan sifat runtun-
waktu laba, kualitas laba meliputi: persistensi, prediktabilitas (kemampuan
prediksi), dan variabilitas. Atas dasar persistensi, laba yang berkualitas
adalah laba yang persisten yaitu laba yang berkelanjutan, lebih bersifat
permanen dan tidak bersifat transitori. Persistensi sebagai kualitas laba
ini ditentukan berdasarkan perspektif kemanfaatannya dalam
pengambilan keputusan khususnya dalam penilaian ekuitas. Kemampuan
prediksi menunjukkan kapasitas laba dalam memprediksi butir informasi
tertentu, misalnya laba di masa datang. Dalam hal ini, laba yang
berkualitas tinggi adalah laba yang mempunyai kemampuan tinggi dalam
memprediksi laba di masa datang. Berdasarkan konstruk variabilitas, laba
berkualitas tinggi adalah laba yang mempunyai variabilitas relatif rendah
atau laba yang smooth.
Kedua, kualitas laba didasarkan pada hubungan laba-kas-akrual
yang dapat diukur dengan berbagai ukuran, yaitu: rasio kas operasi
dengan laba, perubahan akrual total, estimasi abnormal/discretionary
accruals (akrual abnormal/ DA), dan estimasi hubungan akrual-kas.
Dengan menggunakan ukuran rasio kas operasi dengan laba, kualitas
laba ditunjukkan oleh kedekatan laba dengan aliran kas operasi. Laba
yang semakin dekat dengan aliran kas operasi mengindikasikan laba
yang semakin berkualitas. Dengan menggunakan ukuran perubahan
akrual total, laba yang berkualitas adalah laba yang mempunyai
perubahan akrual total kecil. Pengukuran ini mengasumsikan bahwa
perubahan total akrual disebabkan oleh perubahan discretionary accruals.
Estimasi discretionary accruals dapat diukur secara langsung untuk
menentukan kualitas laba. Semakin kecil discretionary accruals semakin
tinggi kualitas laba dan sebaliknya. Selanjutnya, keeratan hubungan
antara akrual dan aliran kas juga dapat digunakan untuk mengukur
kualitas laba. Semakin erat hubungan antara akrual dan aliran kas,
semakin tinggi kualitas laba.
Ketiga, kualitas laba dapat didasarkan pada Konsep Kualitatif
Rerangka Konseptual (Financial Accounting Standards Board, FASB,
1978). Laba yang berkualitas adalah laba yang bermanfaat dalam
pengambilan keputusan yaitu yang memiliki karakteristik relevansi,
reliabilitas, dan komparabilitas /konsistensi. Pengukuran masing-masing
kriteria kualitas tersebut secara terpisah sulit atau tidak dapat dilakukan.
Oleh sebab itu, dalam penelitian empiris koefisien regresi harga dan
return saham pada laba (dan ukuran-ukuran terkait yang lain misalnya
aliran kas) diinterpretasi sebagai ukuran kualitas laba berdasarkan
karakteristik relevansi dan reliabilitas.
Keempat, kualitas laba berdasarkan keputusan implementasi meliputi
dua pendekatan. Dalam pendekatan pertama, kualitas laba berhubungan
negatif dengan banyaknya pertimbangan, estimasi, dan prediksi yang
diperlukan oleh penyusun laporan keuangan. Semakin banyak estimasi
yang diperlukan oleh penyusun laporan keuangan dalam
mengimplementasi standar pelaporan, semakin rendah kualitas laba, dan
sebaliknya. Dalam pendekatan kedua, kualitas laba berhubungan negatif
dengan besarnya keuntungan yang diambil oleh manajemen dalam
menggunakan pertimbangan agar menyimpang dari tujuan standar
(manajemen laba). Manajemen laba yang semakin besar mengindikasi
kualitas laba yang semakin rendah, dan sebaliknya.
2.1.2. Persistensi Laba
Menurut Jaswadi (2003) dalam Yunita dkk. (2008), persistensi laba
adalah properti laba yang menjelaskan kemampuan perusahaan untuk
mempertahankan jumlah laba yang diperoleh saat ini sampai masa
sekarang. Persistensi laba diukur dengan menggunakan koefisien regresi
dari regresi antara laba periode sekarang dengan laba periode yang akan
datang (Mulyani dkk., 2007).
2.1.3. Peluang Pertumbuhan
Peluang pertumbuhan yang dihadapi perusahaan di waktu yang akan
datang menurut Suaryana (2005, dalam Zubaidi dkk, 2011) merupakan
suatu prospek baik yang dapat mendatangkan laba bagi perusahaan.
Laba suatu perusahaan dari tahun ke tahun dapat meningkat atau
menurun. Peningkatan laba yang stabil dari suatu perusahaan
menunjukkan bahwa pertumbuhan laba perusahaan baik. Jika semakin
besar kesempatan bertumbuh perusahaan maka semakin tinggi
kesempatan perusahaan mendapatkan atau menambah laba yang
diperoleh di masa mendatang. Peluang pertumbuhan diukur dengan rasio
pertumbuhan penjualan produk
2.1.4. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan suatu skala dimana dapat
diklasifikasikan besar kecilnya perusahaaan menurut berbagai cara
antara lain dengan ukuran penjualan, total aset, dan kapitalisasi pasar
(Basyaib, 2007 dalam Diantimala, 2008). Ukuran perusahaan diproksikan
dengan nilai logaritma total aset (Susanto, 2012).
2.1.5. Kualitas CSR (Corporate Social Responsibility)
Tanggung jawab sosial perusahaan dianggap berkualitas apabila
perusahaan tersebut senantiasa melaksanakan tanggung jawab sosial
dan mengungkapkannya ke dalam sustainability reporting yang
penilaiannya mencakup tiga komponen utama yaitu ekonomi, lingkungan
hidup dan sosial yang mencakup hak asasi manusia, praktik
ketenagakerjaan, lingkungan kerja, tanggung jawab produk, dan
masyarakat (Djuitaningsih dan Marsyah, 2012). Kualitas tanggung jawab
sosial perusahaan dalam penelitian ini diukur menggunakan variabel
dummy. Perusahaan yang berturut-turut memperoleh penghargaan ISRA
diberi nilai 1sedangkan yang tidak 0.
2.1.6. Struktur Modal
Struktur modal adalah hasil atau akibat dari keputusan pendanaan
(financial decision) yang pada intinya memilih apakah menggunakan
utang atau ekuitas untuk mendanai aktivitas operasional perusahaan
(Putri, 2011). Struktur modal diproksikan dengan Debt to Equity Ratio
(Imroatussolihah, 2013).
2.2. Penelitian Terdahulu
a. Penelitian Palupi (2006) menyimpulkan bahwa persistensi laba
berkorelasi positif dengan earnings response coefficient. Pernyataan
tersebut dikuatkan oleh penelitian Mulyani dkk. (2007) dengan hasil
yang konsisten dengan Ambarwati (2008).
b. Naimah dan Utama (2006) juga menyatakan pertumbuhan
perusahaan berpengaruh positif terhadap koefisien respon laba yang
diperkuat dengan penelitian Arfan dan Antasari (2008) yang
menyatakan pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif dengan
koefisien respon laba dengan proksi pertumbuhan penjualan.
c. Penelitian Diantimala (2008) yang menyatakan ukuran perusahaan
berpengaruh negatif terhadap ERC.
d. Penelitian Sayekti dan Sensi (2007) dan Eriana (2010) yang
menyatakan pengungkapan tanggung jawab sosial memiliki
pengaruh negatif terhadap ERC.
e. Penelitian Imroatussolihah (2013) yang menyatakan DER
berpengaruh negatif terhadap ERC.
2.3. Kerangka Pemikiran

Persistensi Laba

Peluang
Pertumbuhan

Ukuran Perusahaan
KualitasModal
Struktur CSR
Kualitas Laba

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan high profile yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pada penelitian ini digunakan metode
purposive sampling yang berarti penentuan sampel berdasarkan kriteria-
kriteria tertentu, sebagai berikut :
1. Perusahaan kategori high profile yang terdaftar di BEI tahun 2009-
2012.
2. Mempublikasikan laporan tahunan berturut-turut tahun 2008-2012.
3. Memiliki laba dan ekuitas positif dari tahun ke tahun.
4. Memiliki data lengkap terkait dengan variabel yang diteliti.
3.2. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
studi kepustakaan, yaitu data diperoleh dari beberapa literatur yang
berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti, penelusuran data ini
dilakukan dengan cara:
a. Penelusuran secara manual untuk data dalam format kertas hasil
cetakan. Data yang disajikan dalam format kertas hasil cetakan yang
antara lain berupa jurnal, buku, skripsi dan thesis.
b. Penelusuran dengan menggunakan komputer untuk data dalam
format elektronik. Data yang disajikan dalam format elektronik ini
antara lain berupa laporan keuangan, Indonesian Capital Market
Directory (ICMD) katalog perpustakaan, laporan-laporan BEI, dan
situs internet lainnya.
3.3. Analisis Data
Analisis data dengan regresi linier berganda. Sebelum dilakukan
berbagai pengujian disajikan terlebih dahulu statistik deskriptif dari
berbagai variabel yang digunakan, dilanjutkan dengan uji asumsi klasik,
uji kebaikan model, dan uji hipotesis.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Sri ,2008, Earnings Response Coefficient, Jurnal Akuntabilitas, Vol.


7, No. 2, hal.128134.

Arfan, Muhammad dan Ira Antasari 2008, Pengaruh Ukuran, Pertumbuhan, dan
Profitabilitas Perusahaan terhadap Koefisien Respon Laba pada
Emiten Manufaktur di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Telaah & Riset
Akuntansi, Vol.1, No. 1, hal.5056.

Deswira, Tita 2013, Pengaruh Likuiditas, Struktur Modal dan Ukuran Perusahaan
terhadap Risiko Investasi Saham yang Terdaftar di Jakarta Islamic
Index, Universitas Negeri Padang, Tesis-Tidak Dipublikasikan.

Ikatan Akuntansi Indonesia. 2010, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan


No.1, Salemba Empat, Jakarta

Imroatussolihah, Ely, 2013, Pengaruh Risiko, Leverage, Peluang Pertumbuhan,


Persistensi Laba dan Kualitas Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
terhadap Earning Response Coefficient pada Perusahaan High
Profile, Jurnal Ilmiah Manajemen. Vol. 1 No. 1, hal.7587.
Naimah, Zahroh, dan Sidharta Utama, 2006, Pengaruh Ukuran Perusahaan,
Pertumbuhan Laba, dan Profitabilitas Perusahaan terhadap Koefisien
Respon Laba dan Koefisien Respon Nilai Buku Ekuitas :Studi pada
Perusahaan Manufaktur di Bursa efek Jakarta, Simposium Nasional
Akuntansi IX, Padang

Palupi, Margaretta Jati, 2006, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Koefisien Respon Laba : Bukti Empiris pada Bursa Efek Jakarta,
Jurnal Ekubank, Audit, Simposium Nasional Akuntansi XIII,
Purwokerto

Sayekti, Yosefa, dan Wondabio L. Sensi, 2007, Pengaruh CSR Disclosure


terhadap Earnings Response Coefficient, Simposium Nasional
Akuntansi X, Makasar

Anda mungkin juga menyukai