Anda di halaman 1dari 12

.

1
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
Peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan adalah UU No. 6 tahun 1983, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9
tahun 1994, dengan UU No. 16 tahun 2000, terakhir dengan UU No. 28 tahun 2007. Undang-
undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dilandasi falsafah Pancasila dan
UUD 1945. UU No. 28 tahun 2007 pada dasarnya mengatur hak dan kewajiban Wajib Pajak,
wewenang dan kewajiban aparat pemungut pajak, serta sanksi perpajakan.
Sistem perpajakan yang dianut di Indonesia adalah self assesment, yaitu Wajib Pajak
diberikan kepercayaan untuk mendaftarkan diri, menghitung pajak yang terutang, menyetornya,
serta melaporkan penghitungan dan penyetoran pajak tersebut, sedangkan fungsi Direktorat
Jenderal pajak adalah melakukan pengawasan atas sistem self assesment tersebut agar Wajib
Pajak melaksanakannya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan. Penghitungan
pajak yang terutang diatur dalam undang-undang material perpajakan sebagaimana tersebut
dalam UU PPh dan UU PPN. Sementara itu pendaftaran, penyetoran, dan pelaporan pajak, serta
wewenang Direktorat Jenderal pajak diatur dalam undang-undang formal perpajakan
sebagaimana tercantum dalam UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan UU
No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut UU
KUP), yang mengatur tentang hak dan kewajiban Wajib Pajak serta wewenang Direktorat
Jenderal Pajak, termasuk sanksi perpajakan apabila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban
perpajakan
Pendaftaran Untuk Mendapatkan NPWP

Berdasarkan sistem self assessment setiap WP wajib mendaftarkan diri ke Kantor


Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi
Perpajakan (KP4) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
WP, untuk diberikan NPWP.

Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak
secara terpisah, karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki
secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai tempat usaha berbeda
dengan tempat tinggal, selain wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah
kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.

Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, bila
sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun, wajib mendaftarkan diri paling lambat
pada akhir bulan berikutnya.

WP Orang Pribadi lainnya yang memerlukan NPWP dapat mengajukan permohonan


untuk memperoleh NPWP.

Tatacara Pendaftaran NPWP

Untuk mendapatkan NPWP Wajib Pajak (WP) mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan
secara langsung atau melalui pos ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan
Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dengan melampirkan:

1 Untuk WP Orang Pribadi Non-Usahawan: Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi


penduduk Indonesia atau foto kopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari
instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing.

2 Untuk WP Orang Pribadi Usahawan :

1 Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat
keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau
Kepala Desa bagi orang asing;

2 Surat Keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari instansi yang
berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa.

3 Untuk WP Badan :
1 Fotokopi akte pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan
penunjukkan dari kantor pusat bagi BUT;

2 Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat
keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau
Kepala Desa bagi orang asing, dari salah seorang pengurus aktif;

3 Surat Keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang berwenang minimal
Lurah atau Kepala Desa.

4 Untuk Bendaharawan sebagai Pemungut/ Pemotong:

1 Fotokopi KTP bendaharawan;

2 Fotokopi surat penunjukkan sebagai bendaharawan.

5 Untuk Joint Operation sebagai wajib pajak Pemotong/pemungut:

1 Fotokopi perjanjian kerja sama sebagai joint operation;

2 Fotokopi NPWP masing-masing anggota joint operation;

3 Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat
keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau
Kepala Desa bagi orang asing, dari salah seorang pengurus joint operation.

1 Wajib Pajak dengan status cabang, orang pribadi pengusaha tertentu atau wanita kawin
tidak pisah harta harus melampirkan foto kopi surat keterangan terdaftar.

2 Apabila permohonan ditandatangani orang lain harus dilengkapi dengan surat kuasa
khusus.

2.2
Prosedur pembayaran pajak
Pelaporan Pajak

Minggu, 15 April 2012 - 02:30

Sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Perpajakan, Surat Pemberitahuan (SPT)


mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu
Surat Pemberitahuan berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan Pajak baik yang
dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang
dilakukan oleh pihak pemotong/pemungut, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran
dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan Pajak yang telah dilakukan.

Sehingga Surat Pemberitahuan mempunyai makna yang cukup penting baik bagi Wajib Pajak
maupun aparatur Pajak. Pelaporan Pajak disampaikan ke KPP atau KP2KP dimana Wajib Pajak
terdaftar. SPT dapat dibedakan sebagai berikut:

1. SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukanPelaporan atas pembayaran Pajak
bulanan.
Ada beberapa SPT Masa yaitu: PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 25,
PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPN dan PPnBM, serta Pemungut PPN

2. SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untukPelaporan tahunan.


Ada beberapa jenis SPT Tahunan: Wajib Pajak Badan dan Wajib Pajak Orang Pribadi

Saat ini khusus untuk SPT Masa PPN sudah dapat disampaikan secara elektronik melalui
aplikasi e-Filing. Penyampaian SPT Tahunan PPh juga dapat dilakukan secara online melalui
aplikasi e-SPT.

KeterlambatanPelaporan untuk SPT Masa PPN dikenakan denda sebesar Rp 500.000,- (lima
ratus ribu rupiah), dan untuk SPT Masa lainnya dikenakan denda sebesar Rp 100.000,- (seratus
ribu rupiah). Sedangkan untuk keterlambatan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi khususnya mulai
Tahun Pajak 2008 dikenakan denda sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah), dan SPT Tahunan
PPh Badan dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah).

Berikut batas waktu pembayaran danPelaporan untuk kewajiban perpajakan bulanan:

No Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran Batas WaktuPelaporan


Masa
1 PPh Pasal 4 ayat (2) Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
2 PPh Pasal 15 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
3 PPh Pasal 21/26 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
4 PPh Pasal 23/26 Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
PPh Pasal 25 (angsuran Pajak) untuk
5 Tgl. 15 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
Wajib Pajak orang pribadi dan badan
PPh Pasal 25 (angsuran Pajak) untuk
Wajib Pajak kriteria tertentu yang Tgl.20 setelah berakhirnya
6 Akhir masa Pajak terakhir
diperbolehkan melaporkan beberapa Masa Pajak terakhir
Masa Pajak dalam satu SPT Masa
Hari kerja terakhir minggu
PPh Pasal 22, PPN & PPn BM oleh
7 1 hari setelah dipungut berikutnya (melapor
Bea Cukai
secara mingguan)
PPh Pasal 22 - Bendahara Pada hari yang sama saat
8 Tgl. 14 bulan berikut
Pemerintah penyerahan barang
Sebelum Delivery Order
9 PPh Pasal 22 - Pertamina
dibayar
10 PPh Pasal 22 - Pemungut tertentu Tgl. 10 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
Akhir bulan berikutnya
Akhir bulan berikutnya
setelah berakhirnya Masa
11 PPN dan PPn BM - PKP setelah berakhirnya Masa
Pajak dan sebelum SPT
Pajak
Masa PPN disampaikan
12 PPN dan PPn BM - Bendaharawan Tgl. 7 bulan berikut Tgl. 14 bulan berikut
No Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran Batas WaktuPelaporan
Masa
PPN & PPn BM - Pemungut Non
13 Tgl. 15 bulan berikut Tgl. 20 bulan berikut
Bendahara
PPh Pasal 4 ayat (2), Pasal 15,21,23,
Sesuai batas waktu per SPT Tgl.20 setelah berakhirnya
14 PPN dan PPnBM Untuk Wajib Pajak
Masa Masa Pajak terakhir
Kriteria Tertentu

Berikut batas waktu pembayaran danPelaporan untuk kewajiban perpajakan tahunan:

No Jenis SPT Batas Waktu Pembayaran Batas WaktuPelaporan


Tahunan
PPh - Orang Sebelum SPT Tahunan PPh akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun
1
Pribadi disampaikan atau bagian tahun Pajak
Sebelum SPT Tahunan PPh akhir bulan keempat setelah berakhirnya tahun
2 PPh - Badan
disampaikan atau bagian tahun Pajak
6 (enam) bulan sejak tanggal
3 PBB ----
diterimanya SPPT
2.3

Dasar dasar penagihan pajak


Dasar yang dipakai dalam melakukan penagihan pajak adalah Surat Tagihan Pajak, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat
Ketetapan Pembetulan, Surat Ketetapan Keberatan, dan Putusan Banding,
Pada dasarnya besarnya utang pajak dihitung sendiri oleh Wajib Pajak. Apabila terdapat
kekeliruan atau kesalahan dalam penghitungan pajak terhutang tersebut, maka Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan . Dalam hal tagihan pajak
tersebut tidak dibayar pada tanggal jatuh tempo, penagihannya dapat dilakukan dengan
Surat Paksa.
1. Surat Tagihan Pajak (STP);
2. Surat Ketetapan Pajak (SKP);
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
4. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKPBT);
5. Surat Keputusan Pembetulan;
6. Surat Keputusan Keberatan;
7. Putusan Banding;
8. Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD);
9. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB);
10. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT);
11. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
(SKBKB);
12. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
Tambahan (SKBKBT);
13. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB);
14. Surat ketetapan sejenis yang memuat besarnya jumlah utang pajak.

Sanksi-sanksi Perpajakan Yang Diatur Dalam KUP

Sanksi-sanksi di bidang perpajakan sebagaimana yang diatur dalam ketentuan umum dan tata
cara perpajakan (KUP) dapat berupa :
1 Sanksi administrasi
2 Sanksi Pidana
3 Sanksi administrasi terdiri;
a sanksi administrasi berupa bunga
b sanksi administrasi berupa denda
c sanksi administrasi berupa kenaikan

Sanksi administrasi berupa bunga.


Sanksi administrasi yang dikenakan berupa bunga dihitung dalam bentuk persentase tertentu
pada umumnya sebesar 2% (dua persen) sebulan. Untuk lebih jelas diberikan contoh sebagai
berikut :
1 Dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar
dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggal pembayaran karena wajib
pajak membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar.
2 Pemerintah memberikan bunga 2% (dua persen) sebulan atas kelambatan pembayaran kelebihan
pembayaran pajak kepada Wajib Pajak.
3 Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak dibayar
atau kurang dibayar, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKB ditambah sanksi
administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan, paling lama dua puluh empat bulan,
dihitung saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak bagian tahun pajak atau tahun pajak
sampai diterbitkannya Surat Keputusan Pajak Kurang Bayar.

Sanksi Administrasi Berupa Denda

Sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak berupa denda adalah dihitung dalam
bentuk jumlah uangnya atau dalam persentase.

Untuk lebih jelasnya diberikan contoh sebagai berikut :


1 Apabila SPT tidak disampaikan atau disampaikan melewati batas waktu yang telah ditentukan
dalam undang-undang maka di kenakan sanksi administrasi berupa denda, untuk SPT masa
sebesar Rp 25.000,- dan untuk SPT tahunan sebesar Rp 50.000,-
2 Surat Tagihan Pajak (STP) dapat diterbitkan apabila pengusaha tidak melaporkan kegiatan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP). Terhadap PKP tersebut
dikanakan sanksi administrasi berupa denda 2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
3 Surat tagihan pajak dapat diterbitkan apabila pengusaha tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi
membuat faktur pajak atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak dikenakan sanksi
administrasi berupa benda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.

Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan

Sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak berupa kenaikan adalah terhitung dalam
bentuk persentase yang besarnya 50% atau lebih. Untuk lebih jelas diberi contoh sebagai berikut;
1 Jumlah pajak dalam surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) sebagai mana
dimaksud pada pasal 13 ayat (1) huruf b, huruf c dan huruf d undang-undang KUP
ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar.
a 50% dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu
tahun pajak.
b 100% dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau
kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan dan dipotong atau dipungut
tetapi tidak atau kurang disetorkan.
c 100% dari pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas
barang mewah yang tidak atau kurang dibayar.
2 Surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan dapat diterbitkan dalam jangka waktu sepuluh
tahun, apabila ditemukan data baru dan/atau data semula belum terungkap yang menyebabkan
penambahan jumlah pajak yang terutang, ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

Sanksi Pidana Terdiri dari :


a alpa
b sengaja
c pengulangan
d percobaan

Sanksi pidana karena alpa

Barang siapa karena kealpaannya tiak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,
diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan denda setingginya dua kali
jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Sanksi pidana dengan sengaja.

Barang siapa dengan sengaja :


1 Tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP), atau nomor pengukuhan pengusaha kena pajak (NPPKP), atau
2 Tidak menyampaikan SPT; atau
3 Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
4 Memperlihatkan pembukuan pencatatan atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-
olah benar, atau
5 Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan dan meminjamkan
buku catatan atau dokumen lainnya; atau.
6 Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara diancam dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun
dan dengan setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang
dibayar.

Sanksi Pidana Karena Melakukan Pengulangan.

Apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun
terhitung sejak selesai menjalani pidana penjara yang dijatuhkan terhadapnya karena dilakukan
dengan sengaja, maka ancaman pidana yang dikenakan lagi terhadapnya dilipat dua.
Hal ini dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana di
bidang perpajakan.

Sanksi Pidana Karena Melakukan Percobaan

Barang siapa melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana penyalahgunaan atau
menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak (NPPKP), atau menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak
benar atau tidak lengkap dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan
kompensasi pajak, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun dan denda
setinggi-tingginya 4 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi yang dilakukan
oleh Wajib Pajak. Percobaan untuk melakukan tindak pidana di bidang perpajakan tertentu
sebagai delik yang berdiri sendiri, karena tidak selesainya kejahatan tersebut bukan atas kemauan
mereka.

Daluwarsa Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, setelah lampau waktu 10 tahun sejak saat
terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya
tahun pajak yang bersangkutan.

Sanksi Pidana di Bidang Perpajakan Bagi Aparat Negara

Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan segala sesuatu yang
diketahui/ diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak karena jabatannya, diancam dengan pidana
kurungan selama-lamanya 1 tahun dan denda.
Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya merahasiakan segala sesuatu yang
diketahui/diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak karena jabatannya, diancam dengan pidana
selama-lamanya 2 tahun dan denda.
Tuntutan pidana bagi aparat negara terhadap pelanggaran kewajiban merahasiakan segala sesuatu
yang diketahui atau yang diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak karena jabatannya adalah
merupakan delik aduan atau dijadikan tindak pidana pengaduan.
Sanksi Pidana di Bidang Perpajakan Bagi Pihak Ketiga

Barang siapa yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi
keterangan atau bukti yang tidak benar termasuk yang menyuruh atau menganjurkan atau
membantu melakukannya diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan denda.

Barang siapa dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 3 tahun dan denda

Anda mungkin juga menyukai