PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.
Dengan kata lain manusia tidak dapat hidup sendiri dan manusia satu dan yang
lainnya saling ketergantungan, serta hidup secara berkelompok membentuk suatu
masyarakat yang memiliki cara hidup dan kebiasaannya sendiri. Cara hidup dan
kebiasaan masyarakat tersebut kemudian melahirkan suatu kebudayaan yang dapat
membentuk nilai seseorang.
Kebudayaan itu sendiri dapat didefinisikan sebagai hasil cipta, rasa dan karsa
manusia. Suatu kebudayaan dapat digunakan sebagai media untuk menciptakan
manusia yang beretika dan berestetika. Manusia yang beretika akan menghasilkan
budaya yang beretika dan berestetika pula. Etika berbudaya mengandung tuntutan
bahwa budaya yang diciptakan haruslah mengandung niali-nilai etik yang bersifat
universal. Meskipun demikian suatu budaya yang dihasilkan tentunya memenuhi
nilai-nilai etik, atau tidak bergantung dari paham atau ideologi yang diyakini oleh
masyarakat. Sedangkan estetika dapat dikatakan sebagi teori tentang seni, atau nilai
estetika berkaitan dengan nilai-nilai mengenain indah dan atau jelek. Estetika sendiri
berifat subyektif, sehingga tidak bisa dipaksakan. Tetapi yang penting menghargai
keindahan budaya yang dihasilkan oleh orang lain.
Etika dan estetika dalam suatu kebudayaan diperlukan untuk menjaga nilai-
nilai kebaikan, kejujuran, sopan-santun, pergaulan, dan rasa keindahan. Dengan
adanya nilai-nilai etika dan estetika dalam suatu kebudayaan tentunya suatu
masyarakat dapat menjadi lebih baik dan teratur.
1
negatifnya. Selain itu karena budaya asing terkadang dianggap lebih baik, dan lebih
modern maka seringkali budaya dari luar terutama budaya barat lebih dikenal dari
pada kebudayaan bangsa sendiri, Belum lagi budaya lokal dan tradisional masyarakat
Indonesia yang juga mulai tersingkir dengan budaya metropolitan di ibu kota. Selain
itu juga sering terjadi benturan antara nilai keagamaan dengan budaya yang masuk
dari luar tersebut. Maka diperlukan sebuah solusi mengenai permasalahan yang
timbul dari pengaruh budaya luar tersebut.
Oleh sebab itu penulis membuat sebuah makalah pribadi yang khusus
membahas mengenai bagaimana caranya membentuk manusia yang beretika baik dan
berestetika tinggi , kemudian membahas kemungkinan yang terjadi terhadap nilai rasa
yang dimiliki manusia akibat adaanya gempuran dari arus globalisasi.
B. Rumusan Masalah
2
4. Untuk mengetahui bagaimana problematika kebudayaan berpengaruh
terhadap sikap etika dan estetika seseorang ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Nilai
Menurut Surip (2014: 78) teori nilai merupakan kerangka ketiga dalam tiga
kerangka besar filsafat: teori pengalaman, teori hakikat dan teori nilai. Teori nilai
mencakup dua hal yaitu tentang etika dan estetika. Tatapi sebelum kita membahas
lebih dalam mengenai kedua hal tersebut, ada baiknya kita mengenal apa itu nilai
sendiri.
Nilai artinya harga. Sesuatu mempunyai nilai bagi seseorang karna dia
berharga bagi dirinya. Menurut Wattimera (dalam Surip, 2014: 78) tidak ada
3
perbedaan antara ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai, antara ilmu pengetahuan
dnegan filsafat, antara yang subjek dengan yang objek, dan antara refleksi faktual
dengan normative.
Kata etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos. Secara etimologis, etika
adalah ajaran tentang baik buruk, yang diterima umum tentang sikap perbuatan,
kewajiban dan sebagainya. Etika bisa disamakan artinya dengan moral (mores dalam
bahasa latin), akhlak atau kesusilaan. Etika berkaitan dengan masalah nilai, karena
etika pada pokoknya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat
nilai susila, atau tidak susila, baik dan buruk perbuatan manusia. Menurut KBBI
(Kamus Besar Bahasa Indonesia) (1989) etika merupakan kumpulan asas atau nilai
yang berkenaan dengan akhlaq; nilai mengenai nilai benar dan salah, yang dianut
suatu golongan atau masyarakat.
Namun, etika memiliki makna yang bervariasi. Menurut Bertens (2001: 37)
menyebutkan ada tiga jenis makna etika sebagai berikut :
a. Etika dalam arti nilai-nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau kelompok orang dalam mengatur tingkah laku.
b. Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral (yang dimaksud disini adalah
kode etik)
c. Etika dalam arti ilmu ajaran tentang yang baik dan yang buruk.
Etika sebagai nilai dan norma etik atau moral berhubungan dengan makna
etika yang pertama. Nilai-nilai etik adalah nilai tentang baik buruk kelakuan manusia.
Nilai etik diwujudkan ke dalam norma etik, norma moral, atau norma kesusilaan yang
terwujud dalam kebudayaan.
4
terorganisir. Norma ini dapat melengkapi ketidakseimbangan hidup pribadi dan
mencegah kegelisahan diri sendiri.
Norma etik ditujukan kepada umat manusia agar terbentuk kebaikan akhlak
pribadi guna penyempurnaan manusia dan melarang manusia melakukan perbuatan
jahat. Membunuh, berzina, mencuri, dan sebagainya tidak hanya dilarang oleh norma
kepercayaan atau keagamaan saja, tetapi dirasakan juga sebagai bertentangan dengan
(norma) kesusilaan dalam setiap hati nurani manusia. Norma etik hanya membebani
manusia dengan kewajiban-kewajiban saja.
Asal atau sumber norma etik adalah dari manusia sendiri yang bersifat otonom
dan tidak ditujukan kepada sikap lahir, tetapi ditujukan kepada sikap batin manusia.
Batinnya sendirilah yang mengancam perbuatan yang melanggar norma kesusilaan
dengan sanksi itu. Kalau terjadi pelanggaran norma etik, misalnya pencurian atau
penipuan, maka timbullah dalam nurani si pelanggar itu rasa penyasalan, rasa malu,
takut dan merasa bersalah.
Norma etik atau norma moral menjadi acuan manusia dalam berperilaku.
Dengan norma etik, manusia bisa membedakan mana perilaku yang baik dan mana
perilaku yang buruk. Norma etik menjadi semacam das sollen untuk berperilaku baik.
Manusia yang beretika berarti perilaku manusia itu baik sesuai dengan norma-norma
etik.
Budaya atau kebudayaan adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Manusia
yang beretika akan menghasilkan budaya yang memiliki nilai-nilai etik pula. Etika
5
berbudaya menganut tuntutan/keharusan bahwa budaya yang diciptakan manusia
mengandung nilai-nilai etik yang kurang lebih bersifat universal atau diterima
sebagian besar orang. Budaya yang memiliki nilai-nilai etik adalah budaya yang
mampu menjaga, mempertahankan, bahkan mampu meningkatkan harkat dan
martabat manusia itu sendiri. Sebaliknya, budaya tidak beretika adalah kebudayaan
yang akan merendahkan atau bahkan menghancurkan martabat kemanusiaan.
Contoh;
6
a. Etika Perangai dan Moral
1) Etika Perangai
a) berbusana adat
b) pergaulan muda-mudi
c) perkawinan semenda
d) upacara adat
2) Etika Moral
Etika moral berkenaan dengan kebiasaan berperilaku yang baik dan benar
berdasarkan kodrat manusia. Apabila etika ini dilanggar timbullah kejahatan, yaitu
perbuatan yang tidak baik dan tidak benar. Kebiasaan ini berasal dari kodrat manusia
yang disebut moral.
7
c) Menghormati orangtua dan guru
Dalam kehidupan masyarakat kita mengenal etika pribadi dan etika social.
Untuk mengetahui etika pribadi dan etika social diberikan contoh sebagai berikut:
1) Etika Pribadi
8
2) Etika Sosial
Menurut Surip (2014: 92) estetika dapat dikatakan sebagai teori keindahan
atau seni. Estetika berkaitan dengan nilai indah dan tidak indah. Nilai estetika berarti
nilai tentang keindahan. Keindahan dapat diberimakna secara luas, secara sempit, dan
estetik murni.
a. Secara luas
Secaraa luas, keindahan mengandung ide kebaikan. Bahwa segala
sesuatu yang baik termasuk yang abstrak maupun yang nyata yang mengandung
ide kebaikan adalah indah. Keindahan dalam arti luas meliputi banyak hal,
seperti watak yang indah, hukum yang indah,ilmu yang indah dan kebijakan
yang indah. Indah dalam arti luas mencakup hampir seluruh yang ada, apakah
merupakan hasil seni, alam, moral dan intelektual.
b. Secara sempit
Secara sempit, indah yang terbatas pada lingkup persepsi penglihatan
(bentuk dan warna ).
c. Secara estetik murni
Secara estetik murni, menyangkut pengalaman seseorang dalam
hubungan dengan segala sesuatu yang diresapinya melalui penglihatan,
pendengaran, perabaan dan perasaan yang semuanya dapat menimbulkan
persepsi(anggapan).
9
Menurut Surip (2014: 92) jika estetika dibandingkan dengan etik, maka etika
berkaitan dengan nilai tentang baik buruk, sedangkan estetika berkaitan dengan hal
yang baik-jelek. Sesuatu yang estetika berarti memenuhi bentuk keindahan (secara
estetik murni maupun sempit, baik dalam bentuk kata, warna , garis ataupun nada).
Budaya yang estetik berarti budaya itu meliputi keindahan.
Apabila nilai etik bersifat relatif universal, dalam arti bisa diterima banyak
orang, namun nilai estetik sangat subjektif dan partikular. Sesuatu yang indah bagi
seseorang belum tentu indah bagi orang lain. Misalnya dua orang memandang sebuah
lukisan. Orang pertama akan mengakui akan keindahan dalam lukisan tersebut,
namun bisa jadi orang kedua tidak menemukan keindahan dalam lukisan tersebut.
Oleh karena itu subjektif, nilai estetik tidak boleh dipaksakan pada orang lain.
Kita bisa memaksa seseorang untuk mengakui sebuah keindahan lukisan sebagai
pandangan kita. Nilai estetik lebih bersifat kepada perasaan ,bukan pernyataan.
Namun sekali lagi, bahwa suatu produk budaya yang dipandang indah oleh
masyarakat pemiliknya belum tentu indah bagi masyarakat budaya lain. Contohnya,
budaya, suku-suku bangsa Indonesia. Tarian suatu suku berikut penari dan
pakaiannya mungkin dilihat tidak ada nilai estetikanya , bahkan dipandang aneh oleh
masyarakat suku lain, demikian pula sebaliknya.
Oleh karena itu, estetika berbudaya tidak semata-mata dalam berbudaya harus
memenuhi nilai-nilai keindahan. Lebih dari itu, estetika berbudaya menyiratkan
perlunya manusia (individu atau masyarakat) untuk menghargai keindahan budaya
10
yang dihasilkan manusia lainnya. Keindahan adalah subjektif, tetapi kita dapat
melepaskan subjektivitas kita untuk melihat adanya estetika dari budaya lain. Estetika
berbudaya yang demikian akan mampu memecah sekat-sekat kebekuan,
ketidakpercayaan, kecurigaan, dan rasa inferioritas antarbudaya.
C. Memanusiakan Manusia
Menurut Herimanto (2008:107) manusia tidak hanya sebatas menjadi homo,
tetapi harus meningkatkan diri menjadi human. Manusia harus memiliki prinsip,
nilai,dan rasa kemanusiaan,tetapi binatang tidak bisa dikatakan memiliki peri
kebinatangan. Hal ini karena binatang tidak memiliki akal budi, sedangkan manusia
memiliki akal budi yang bisa memunculkan rasa atau perikemanusiaan.
Perikemanusiaan inilah yang mendorong perilaku baik sebagai manusia.
11
kolonialisme adalah contoh perilaku suatu bangsa menindas bangsa lain. Penjajahan
tidak sesuai dengan peri kemanusiaan.
D. Problematika Kebudayaan
12
mengalami dinamika seiring dengan dinamika pergaulan hidup manusia sebagai
pemilik kebudayaan. Berkaitan dengan hal tersebut kita mengenal adanya pewarisan
kebudayaan, perubahan kebudayaan, dan penyebaran kebudayaan.
1. Pewarisan Kebudayaan
Dalam hal pewarisan budaya bisa muncul masalah antara lain: sesuai atau
tidaknya budaya warisan tersebut dengan dinamika masyarakat sekarang, penolakan
generasi penerima terhadap warisan budaya tersebut dan munculnya budaya baru
yang tidak lagi sesuai dengan budaya warisan.
Dalam suatu kasus, ditemukan generasi muda menolak budaya yanng hendak
diwariskan oleh generasi pendahulunya. Budaya itu dianggap tidak lagi sesuai
dengan kepentingan hidup generasi tersebut,bahkan dianggap bertolak belakang
dengan nilai-nilai budaya baru yang diterima sekarang ini.
2. Perubahan Kebudayaan
13
Perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi sebagai akibat adanya
ketidaksesuaian diantara unsur-unsur budaya yang saling berbeda sehingga terjadi
keadaan yang fungsinya tidak serasi bagi kehidupan. Perubahan kebudayaan
mencakup banyak aspek, baik bentuk, sifat perubahan, dampak perubahan, dan
mekanisme yang dilaluinya.Perubahan kebudayaan didalamnya mencakup
perkembangan kebudayaan.
3. Penyebaran Kebudayaan
Pertama, aspek atau unsur budaya selalu masuk tidak secara keseluruhan,
melainkan individual.Kebudayaan Barat yang masuk ke dunia Timur pada abad ke-19
tidak masuk secara keseluruhan. Dunia Timur tidak mengambil budaya Barat secara
keseluruhan, tetapi unsur tertentu yaitu teknologi.Teknologi merupakan unsur yang
paling mudah diserap.Industrialisasi di Negara-negara Timur merupakan pengaruh
dari kebudayaan Barat.
14
Kedua, kekuatan menembus suatu budaya berbanding terbalik dengan nilainya.
Makin tinggi dan dalam aspek budayanya, makin sulit untuk diterima. Contoh religi
adalah lapis dalam dari budaya. Religi orang Barat (Kristen) sulit diterima oleh orang
Timur dibanding teknologinya. Alasannya, religi merupakan lapisan budaya yang
paling dalam dan tinggi, sedangkan teknologi merupakan lapis luar dari budaya.
Ketiga, jika satu unsur budaya masuk maka akan menarik unsur yang lain. Unsur
teknologi asing yang diadopsi akan membawa masuk pula nilai budaya asing melalui
orang-orang asing yang bekerja di industry teknologi tersebut.
Keempat, aspek atau unsur budaya yang di tanah asalnya tidak berbahaya, bisa
menjadi berbahaya bagi masyarakat yang didatangi.Dalam hal ini, Toynee
memberikan contoh nasionalisme.Nasionalisme sebagai hasil evolusi sosial budaya
dan menjadi sebab tumbuhnya negara-negara nasional di Eropa abad ke-19 justru
memecah belah sistem kenegaraan di dunia Timur seperti kesultanan dan kekhalifaan
di Timur Tengah.
15
berlainan latar belakang ras, suku, bangsa, dan kebudayaan. Pada umumnya, asimilasi
menghasilkan kebudayaan baru.
16
BAB III
PENUTUP
A.Simpulan
Kata etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos. Secara etimologis, etika
adalah ajaran tentang baik buruk, yang diterima umum tentang sikap perbuatan,
kewajiban dan sebagainya. Etika bisa disamakan artinya dengan moral (mores dalam
bahasa latin), akhlak atau kesusilaan. Etika berkaitan dengan masalah nilai, karena
etika pada pokoknya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat
nilai susila, atau tidak susila, baik dan buruk perbuatan manusia.
Budaya atau kebudayaan adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Manusia
yang beretika akan menghasilkan budaya yang memiliki nilai-nilai etik. Budaya yang
memiliki nilai-nilai etik adalah budaya yang mampu menjaga, mempertahankan,
bahkan mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia itu sendiri. Sebaliknya,
budaya tidak beretika adalah kebudayaan yang akan merendahkan atau bahkan
menghancurkan martabat kemanusiaan.
Estetika dapat dikatakan sebagai teori keindahan atau seni. Estetika berkaitan
dengan nilai indah dan tidak indah. Nilai estetika berarti nilai tentang keindahan.
estetika berbudaya tidak semata-mata dalam berbudaya harus memenuhi nilai-nilai
keindahan. Lebih dari itu, estetika berbudaya menyiratkan perlunya manusia
(individu atau masyarakat) untuk menghargai keindahan budaya yang dihasilkan
manusia lainnya. Keindahan adalah subjektif, tetapi kita dapat melepaskan
subjektivitas kita untuk melihat adanya estetika dari budaya lain. Estetika berbudaya
yang demikian akan mampu memecah sekat-sekat kebekuan, ketidakpercayaan,
kecurigaan, dan rasa inferioritas antarbudaya.
17
B. Saran
Diharapkan para mahasiswa dapat memiliki etika dan estetika dalam
berbudaya. Serta dapat memanusiakan manusia atau menghargai harkat dan derajat
orang lain sebagai manusia.
18
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K. 2001. Etika. Seri Filsafat Atma Jaya: 15. Jakarta: Gramedia.
Herimanto, dkk. 2008. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta Timur: PT Bumi
Aksara.
Surip, Muhammad. 2014. Berpikir Kritis Analisis Kajian Filsafat Ilmu. Jakarta:
Halaman Moeka.
Salim, Asbar. 2014. Mata Kuliah Ilmu Sosial dan Budaya (Online),
(.http://asbarsalim009.blogspot.com/2014/04/mata-kuliah-ilmu-sosial-dan-
budaya.html), diakses 2 Desember 2015.
19