Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum lokasi penelitian


a. Gambaran umum UPT Puskesmas sukoharjo
Wilayah kerja UPT Puskesmas Sukoharjo terdiri dari satu kecamatan

dengan 16 desa. Dari jumlah penduduk sebanyak 47.009 jiwa dan luas

wilayah puskesmas sukoharjo adalah 72,95 KM, Maka kepadatan

penduduk rata-rata adalah 619,34/km. jarak tempuh ke kabupaten kurang

lebih 8 Km, dengan waktu tempuh selama 30 menit dengan mengunakan

kendaraan empat roda atau dua roda.


Batas wilayah kerja UPT Puskesmas Sukoharjo adalah sebagai berikut :
1. Sebelah utara berbatasan dengan desa Bandung Baru Kec. Adiluwih
2. Sebelah selatan berbatasan dengan desa Podosari kec. Pringsewu
3. Sebelah barat berbatasan dengan desa Sukamulya kec.Banyumas
4. Sebelah timur berbatasan dengan desa Roworejo kec.Negri Katon
UPT puskesmas sukoharjo mempunyai wilayah kerja 16 desa/pekon

dan 6 pustu yang terdiri dari :


1. Pustu sukoharjo 1 : wilayah kerja 2 desa
2. Pustu pandan sari : wilayah kerja 2 desa
3. Pustu sukoharjo IV : wilayah kerja 1 desa
4. Pustu waringin sari barat : wilayah kerja 1 desa
5. Pustu sinar baru : wilayah kerja 2 desa
6. Pustu pangung rejo : wilayah kerja 2 desa
b. Keadaan sumberdaya tenaga kesehatan
Jumlah tenaga kesehatan di puskesmas tahun 2016 berjumlah 38 orang

PNS, 13 orang bidan PTT,1 1 orang dokter PTT, 5 orang tenaga honorer, 7

orang TKS untuk keadaan ketenagaan dapat dilihat dalam table.


Tabel 4.1
Tenaga Kesehatan Di Puskesmas Sukoharjo Tahun 2016

NO Jenis Ketenagaan JUMLAH Status Pegawai


PUSKESMAS INDUK
1 Dokter 2 1 PNS/ 1 PTT
2 Dokter Gigi 1 PNS
3 S1 SKM 2 PNS
4 S1 Gizi 1 PNS
5 PERAWAT KESEHATAN
39

a. S1 Keperawatan 3 2 PNS/1 TKS


b. D3 keperawatan 10 6 PNS/4 TKS
c. SPK 2 PNS
6 Bidan
a. D4 Kebidanan 4 PNS
b. Kebidanan 9 7 PNS/ 2 TKS
7 D3 keperawatan Gigi 2 PNS
8 Sanitarian(D3 Kesling) 1 PNS
9 Tenaga Laboratorium( D3 1 PNS

Analisis Kesehatan)
10 Pengelola Obat (D3 Farmasi) 1 PNS
11 Lain-Lain
a. supir ambulance 1 Honorer
b. cleaning servis 1 Honorer
c. penjaga malam 1 Honorer
d. tukang cuci 1 Honorer
e. tenaga administrasi 1 TKS
II PUSKESMAS PEMBANTU
1 D3 4 PNS
2 SPK 2 PNS
III Bidan Desa
1 D3 Kebidanan 13 PTT

B. Hasil Penelitian Dan Analisa


a. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi

frekuensi dari variabel independent (status Imunisasi BCG) dan variabel

dependent (kejadian tuberkulosis BTA (+) di Puskesmas Sukoharjo tahun

2016. Gambaran distribusi frekuensi variabel-variabel tersebut disajikan

dalam bentuk tabel sebagai berikut :

Tabel 4.2.
Distribusi Frekuensi Status Imunisasi BCG
Di Puskesmas sukoharjo tahun 2016

Status imunisasi BCG jumlah persentase

Ada jaringan parut 127 87,6


40

Tidak ada jaringan 18 12,4


parut
jumlah 145 100

Berdasarkan tabel 4.2. berdasarkan table distrubusi frekuensi status

imunisasi BCG dipuskesmas sukoharjo tahun2016. Terlihat bahwa dari

145 orang sampel terdapat 18 orang (12.4 %) tidak ada jaringan parut

dan 127 orang (87,6 %) ada jaringan parut.

Tabel 4.3.
Distribusi Frekuensi Kejadian Tuberkulosis
Di Puskesmas sukoharjo tahun 2016

Keajadian jumlah persentase


tuberculosis
Tuberculosis BTA (+) 32 22,1

Tuberculosis BTA (-) 113 77,9

jumlah 145 100

Berdasarkan tabel 4.3. berdasarkan table distribusi frekuensi

kejadian tuberculosis di puskesmas sukoharjo tahun 2016 . Terlihat

bahwa dari 145 orang sampel terdapat 32 orang (22,1 %) suspect TB

dengan BTA (+).

b. Analisis Bivariat
Digunakan untuk melihat hubungan status imunisasi BCG dengan

kejadian tuberkulosis BTA (+) di Puskesmas Sukoharjo.

Tabel 4.4.
41

Hubungan Status imunisasi BCG dengan Kejadian Tuberkulosis


BTA (+) di Puskesmas Sukoharjo

Kejadian TBC OR P
Satatus TBC BTA (+) TBC BTA (-) Total (95% Value
imunisasi CI)
BCG n % n % n %
Tidak ada 18 100 ,0 0 18 18,0
jaringan parut 9,071 0,000
(5,535
Ada jaringan 14 11,0 113 89,0 127 100
parut 14,868
Jumlah 32 22,1 113 77,9 145 100 )

Tabel 4.4. di atas menunjukkan tabulasi silang antara status imunisasi

BCG dengan kejadian tuberkulosis BTA (+). Ternyata dari 18 pasien tidak

mempunyai jaringan parut semuanya TB dengan BTA (+), dari 127 pasien

ada jaringan parut ternyata 14 pasien TB dengan BTA (+) dan 113 pasien

suspect BTA dengan BTA (-), karena ada satu cells frekuensi ekspektasi

atau harapan nilainya < 5 maka digunakan uji Fishers Exact Test.

Hasil uji Fisher's Exact Test didapat nilai p = 0,000 < = 0,05, maka

Ho ditolak dan Ha diterima berarti terdapat hubungan kejadian

tuberkulosis BTA (+) antara kasus suspect tidak ada jaringan parut dan

kasus suspect ada jaringan parut. Kesimpulannya ada hubungan yang

signifikan antara status vaksin BCG dengan kejadian tuberkulosis BTA (+)

pada pasien dewasa suspect TB yang berobat di Puskesmas Sukoharjo.

Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 9,071. Artinya pasien yang

tidak mempunyai jaringan parut mempunyai 9,07 peluang terkena

tuberculosis dibandingkan orang yang mempunyai jaringan parut.


42

C. Pembahasan
a) Status Vaksinasi BCG
Berdasarkan tabel 4.2. terlihat bahwa dari 145 orang sampel terdapat 18

orang (12,4 %) tidak ada jaringan parut. Berdasarkan hasil penelitian dari

18 orang (12,4%) tidak ada jaringan parut di sini menunjukan dalam

pemberian imunisasi tidak tepat dari cara, waktu pemberian, tempat

penyuntikan, cara penyuntikan dan penyimpanan vaksin serta pengecekan

kembali masa kadaluarsa vaksin karena adanya tanda parut BCG

menunjukkan bahwa sudah diimunisasi BCG, tetapi tidak semua yang

sudah diimunisasi BCG akan terdapat tanda parut BCG karena bila

vaksinasi BCG yang diberikan sudah kadaluarsa, salah dalam pemberian

imunisasi atau pemberian imunisasi pada saat tubuh anak sedang lemah

misalnya sedang sakit, maka kekebalan tidak akan terbentuk dan

scar/jaringan parut BCG tidak akan ada yang berarti pemberian imunisasi

tersebut gagal.
Menurut Maryunani, (2010). Pada bayi yang mendapatkan vaksin

BCG yang berhasil lebih penting dari pada tidak mendapatkan imunisasi

BCG, sedangkan pada kejadian tuberkulosis faktor resikonya yang lebih

utama adalah imunosupresi,malnutrisi, status imunisasi, faktor kontak

dengan penderita tuberkulosis dan penyakit lain.


Maryunani, (2010) mengatakan bahwa pemberian imunisasi BCG

bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit

tuberkulosis (TB), vaksin BCG mengandung kuman BCG (Bacillus

Calmette Guerin) yang masih hidup. Jenis kuman TB ini telah dilemahkan.

Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan sebelum usia 2 bulan dan


43

lebih dari satu bulan. imunisasi BCG cukup diberikan satu kali saja. Pada

anak yang berumur lebih dari 2 bulan, dianjurkan untuk melakukan uji

Mantoux jika positif, anak tersebut selayaknya tidak mendapatkan

imunisasi BCG.
Proses terjadinya penyakit infeksi dipengaruhi oleh faktor imunitas

seseorang. Balita merupakan kelompok rentan untuk menderita

tuberkulosis, oleh karena itu perlu diberikan perlindungan terhadap infeksi

tuberkulosis yang berupa vaksinasi BCG dan diberikan sebelum bayi

berusia 2 bulan. Bila anak divaksinasi setelah berusia 2 bulan, maka perlu

dilakukan pemeriksaan lebih dahulu dengan Mantoux test. Jika

pemeriksaan membuktikan bahwa anak tidak menderita tuberkulosis,

vaksinasi BCG bisa diberikan sesegera mungkin, tetapi bila anak sudah

terinfeksi maka vaksinasi BCG tidak boleh diberikan (Maryunani, 2010).


Menurut penelitian Universal Child Imunization (UCI) Imunisasi BCG

di Indonesia termasuk program pemerintah dengan target Nasional

sebanyak (80%), pada tahun 2006 pada bayi yang dilakukan imunisasi

BCG sebesar 6,076% dari jumlah bayi yaitu, ini merupakan masih di

bawah target (80%).


Petunjuk Pedoman Pengalaman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis Departemen Kesehatan (2002), menyebutkan bahwa selain

cakupan imunisasi, penderita tuberkulosis dengan BTA positif kontak

serumah atau kontak dengan anak kemungkinan anak tersebut berisiko

terinfeksi lebih besar.


Asumsi peneliti dari penelitian di atas dan dari teori yang terkait disini

membuktikan masih ada masyarakat yang belum mendapatkan imunisasi


44

BCG atau dalam pemberian imunisasi belum tepat pada sasaran yang

direncanakan UCI tahun 2006 sebanyak 14,248 orang bayi .untuk warga

masyarakat yang mempunyai bayi hendaknya dihimbau untuk selalu

melakukan imunisasi wajib pada bayinya dan pada masyarakat pedalaman

yang belum terjamah oleh tenaga kesehatan hendaknya kita sebagai tenaga

kesehatan menguupayakan untuk melakukan kunjungan dalam pemberian

pendidikan kesehatan dan pemberian imunisai serta pengobatan.

b) Tuberkulosis
Berdasarkan tabel 4.2 terlihat bahwa dari 145 orang sampel terdapat 32

orang (22,1%) mengalami TB dengan BTA (+). Hal ini menunjukkan

bahwa masih ada TB menular.


Daya penularan dari seseorang ditentukan oleh banyaknya kuman TB

yang dikeluarkan dari paru dan tingginya derajat positif hasil pemeriksaan

dahak. Penderita TB menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet

(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan hidup

di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Setelah kuman masuk ke

dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan, kuman TB dapat

menyebar dari paru ke organ lainnya, melalui sistem peredaran darah,

sistem saluran limfe dan saluran nafas. Seseorang terinfeksi TB ditentukan

oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara

tersebut.
Menurut Tabrani,(2010). Penularan kuman terjadi melalui udara dan

diperlukan hubungan yang intim untuk penularanya. Selain itu jumlah

kuman yang terdapat pada saat batuk adalah lebih banyak pada

tuberculosis laring dibandingkan dengan tuberculosis pada orang lainya.


45

Tuberculosis yang mempunyai kaverna dan tuberculosis yang belum

mendapat pengobatan mempunyai angka penularan yang tinggi,


Menurut Profil Kesehatan Kabupaten Pringsewu, (2012). Di Povinsi

Lampung, angka kesembuhan penderita TB Paru BTA positif yaitu 88,5%

pada tahun 2011. Semua kasus BTA sebanyak 7241 , terdeteksi kasus BTA

positif sebanyak 5139 kasus (Profil Kesehatan Provisi Lampung,

2012).Tahun 2008, di Provinsi Lampung terjadi pemekaran Kabupaten

dari Kabupaten Tanggamus mengalami pemekaran menjadi Kabupaten

Pringsewu. Pembentukan Kabupaten baru, mempengaruhi berbagai sistem.

Salah satunya sistem pelayanan kesehatan.


Asumsi peneliti dari pengamatan yang dihasilkan dari penelitian di

Puskesmas Sukoharjo, tingginya angka penderita TB memungkinkan dapat

disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor lingkungan, faktor

pengetahuan masyarakat dalam hal mengenal penyakit TB di masyarakat.

untuk warga masyarakat hendaknya waspada pada penyakit tuberculosis

dan sebagai tenaga kesehatan hendaknya kita melakukan pendidikan

kesehatan pada masyarakat Penderita TB di Puskesmas Sukoharjo terjadi

pada kelompok usia produktif, karena pada usia ini lebih banyak

menghabiskan waktu di luar rumah untuk bekerja.


c) Hubungan Status Imunisasi BCG dengan Kejadian TBC BTA (+)

Berdasarkan hasil uji chi square didapat nilai p (exact.sig) = 0,000 <

= 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima berarti didapat perbedaan

kejadian tuberkulosis antara tidak ada jaringan parut dan ada jaringan

parut. Kesimpulannya ada hubungan yang signifikan antara status


46

vaksinasi BCG dengan kejadian tuberkulosis pada pasien dewasa yang

berobat di Puskesmas Sukoharjo.


Tabel 4.4. di atas menunjukkan tabulasi silang antara status imunisasi

BCG dengan kejadian tuberkulosis BTA (+). Ternyata dari 18 pasien tidak

mempunyai jaringan parut semuanya TB dengan BTA (+), dari 127 pasien

ada jaringan parut ternyata 14 pasien TB dengan BTA (+) dan 113 pasien

suspect BTA dengan BTA (-), karena ada satu cells frekuensi ekspektasi

atau harapan nilainya < 5 maka digunakan uji Fishers Exact Test.
Menurut Maryunani, (2010). Pada bayi yang mendapatkan vaksin

BCG yang berhasil lebih penting dari pada tidak mendapatkan imunisasi

BCG, sedangkan pada kejadian tuberkulosis faktor resikonya yang lebih

utama adalah imunosupresi, malnutrisi, status imunisasi, faktor kontak

dengan penderita tuberkulosis dan penyakit lain.


Maryunani, (2010) mengatakan bahwa pemberian imunisasi BCG

bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit

tuberkulosis (TB), vaksin BCG mengandung kuman BCG (Bacillus

Calmette Guerin) yang masih hidup. Jenis kuman TB ini telah dilemahkan.

Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan sebelum usia 2 bulan dan

lebih dari satu bulan. imunisasi BCG cukup diberikan satu kali saja. Pada

anak yang berumur lebih dari 2 bulan, dianjurkan untuk melakukan uji

Mantoux jika positif, anak tersebut selayaknya tidak mendapatkan

imunisasi BCG.
Menurut Tabrani,(2010). Penularan kuman terjadi melalui udara dan

diperlukan hubungan yang intim untuk penularanya. Selain itu jumlah

kuman yang terdapat pada saat batuk adalah lebih banyak pada
47

tuberculosis laring dibandingkan dengan tuberculosis pada orang lainya.

Tuberculosis yang mempunyai kaverna dan tuberculosis yang belum

mendapat pengobatan mempunyai angka penularan yang tinggi, Vaksin ini

dibuat dengan cara melemahkan patogen manusia tujuannya adalah

mengurangi virulensinya dengan tetap mempertahankan antigen yang

diinginkan. Cara ini pertama kali dilakukan oleh Calmette dan Guerin

dengan Mycobacterium tuberculosis strain bovin (M. bovis). Dengan

Mycobacterium tuberkulosis strain bovin (M. bovis) dengan bakteri ini

berubah menjadi tidak virulen dan dikenal dengan BCG (Bacillus

Calmette-Guerin).
Menurut Profil Kesehatan Provisi Lampung, (2012). Di Povinsi

Lampung, angka kesembuhan penderita TB Paru BTA positif yaitu 88,5%

pada tahun 2011. Semua kasus BTA sebanyak 7241 , terdeteksi kasus BTA

positif sebanyak 5139 kasus.


Hubungan imunisasi BCG dengan kejadian meningitis tuberkulosa dan

tuberkulosis primer menunjukkan perbedaan yang bermakna secara

statistik. Sebagian besar penderita meningitis tuberkulosa belum mendapat

imunisasi BCG (75%), sebaliknya hanya 37,5% penderita tuberkulosis

primer yang belum mendapat imunisasi BCG (Saroso Sukanti, 2005).


Asumsi peneliti dari uraian penelitian di atas menunjukan bahwa masih

banyak kejadian tuberculosis yang dapat menular, dalam penelitian ini

menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara status imunisasi

dengan kejadian tuberculosis hendaknya kepada orang tua yang

mempunyai balita selalu membawa anaknya untuk melakukan imunisasi

sesuai jadwal dan kepada masyarakat wilayah kerja UPT Puskesmas


48

sukoharjo harus lebih waspada pada penularan penyakit tuberculosis yang

dapat menular melalui udara dan percikan dahak dari penderita

tuberculosis untuk petugas kesehatan hendaknya memberikan pendidikan

kesehatan tentang penyakit tuberculosis dan untuk meningkatkan kualitas

mutu pelayanan dalam pemberian imunisasi kususnya pada imunisasi

BCG. Petugas kesehatan yang akan melakukan pemberian vaksin harus

lebih terlatih dan terampil dalam melakukan penyuntikan vaksin pada bayi

harus diperhatikan pada cara penyuntikan dan di pastikan harus benar-

benar masuk dalam tubuh bayi, selain itu juga harus mengetahui waktu

pemberian vaksin,tempat,dan cara penyimpanan serta pengecekan kembali

vaksin yang akan di gunakan apakah masih dapat digunakan atau tidak.
49

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dengan judul hubungan status vaksinasi Bacillus

Calmette Guerin (BCG) dengan kejadian tuberkulosis BTA (+) pada kasus

pasien dewasa yang berobat di Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu tahun

2009.
1. Sebagian besar responden 18 (12,4%) yang mengalami Tuberculosis

dengan BTA (+) tidak mempunyai jaringan parut .


2. Sebagian besar responden 32 (22,1%) mengalami tuberculosis dengan

BTA (+)
3. Ada hubungan yang signifikan antara status imunisasi BCG dengan

kejadian tuberkulosis BTA (+) di Puskesmas sukoharjo tahun 2016,

Dengan nilai P Value = 0,000 < 0,05 dan OR = 9,071.


B. Saran
1. Bagi Tempat Penelitian
Penulis menyarankan untuk petugas kesehatan khususnya dalam

pemberian faksin kita harus mengingat kembali tentang pengecekan vaksin

sebelum diberikan kepada pasien, waktu pemberian, tempat dan cara

pemberian imunisasi dengan benar, serta penyimpanan vaksin harus

terhindar dari sinar matahari secara langsung.

2. Bagi Institusi Pendidikan


Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh mahasiswa

STIKes Aisyah Pringsewu khususnya jurusan keperawatan sebagai


50

referensi untuk menambah informasi dan meningkatkan pengetahuan

mengenai status vaksinasi BCG dengan kejadian tuberkulosis.


3. Bagi Peneliti dan Lain
Kepada peneliti lain dapat melakukan penelitian lebih lanjut

mengenal faktor lain yang mengakibatkan kejadian tuberkulosis seperti

gizi buruk, kontak serumah, jenis kelamin, HIV, ventilasi rumah serta

dapat meneliti dengan menggunakan metode lain dalam waktu yang

berbeda.

Anda mungkin juga menyukai