Disusun Untuk :
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kewarnegaraan
( Dosen Pengampu :Bpk. Joko Wasisto)
Disusun oleh :
Mukhamad Afif Deny Reza (21030111060099)
Kelas : 2011 B
1
hukum dilakukan dengan menyempurnakan kembali fungsi dan peranan
organisasi lembaga hukum, profesi serta badan peradilan, membina sikap
perilaku, kemampuan dan keterampilan aparatur negara terutama para penegak
dan pelaksanaan hukum.
Supremasi hukum hanya akan berarti bila ada penegakan hukum,dan
penegakan hukum hanya akan mempunyai nilai evaluatif jika disertai dengan
pemberlakuan hukum yang responsif. Artinya superioritas hukum akan terjelma
dengan suatu penegakan hukum yang bersendikan dengan prinsip persamaan di
hadapan hukum (equality before the law) dengan dilandasi nilai dan rasa keadilan.
Selain itu juga, eksistensi hukum pada hakikatnya untuk mengatur
hubungan hukum dalam pergaulan masyarakat, baik antara orang-seorang, orang
yang satu dengan orang yang lain, antara orang dengan negara dan mengatur
hubungan antara lembaga-lembaga negara yang ada. Sehingga, dapat dikatakan
juga hukum itu merupakan sosial control (control social) dan juga berfungsi
sebagai alat perubahan sosial (social engenering). Fungsi hukum tersebut tidak
akan tercipta dan akan menghambat terciptanya keadilan ekonomi maupun
keadilan politik, apabila hukum itu didalam kekuasaan tidak dipergunakan,
dipatuhi dan dilaksanakan secara baik dan benar maka kekuasaan itupun akan
cenderung digunakan secara tidak benar. Dengan demikian, tepatlah bahwa
hukum sebenarnya merupakan appleit science yang berfungsi sebagai instrumen
pengendalian sosial dalam human relation, baik sebagai pengendali pemegang
kekuasaan dalam menjalankan roda pemerintahan maupun orang seorang dalam
hubungan kemasyarakatan, maka penegakan hukum merupakan kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaedah-kaedah atau
pandangan-pandangan menilai yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak
sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan social
engineering, memelihara dan mempertahankan (social control) kedamaian
pergaulan hidup.
2
.BAB II
PERMASALAHAN
3
BAB III
PEMBAHASAN
4
2.2 Pengertian Supremasi Hukum
Negara berdasar atas hukum menempatkan hukum sebagai hal yang
tertinggi (supreme) sehingga ada istilah supremasi hukum. Supremasi hukum
harus tidak boleh mengabaikan tiga (3) ide dasar hukum, yaitu keadilan,
kemanfaatan, dan kepastian.
Pengertian supremasi hukum sendiri adalah upaya untuk memberikan
jaminan terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya
setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa
kecuali. Hal ini juga termuat dalam UUD 45 pasal 27 ayat 1, yang berbunyi
segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajid menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya(UUD 1945).
Upaya penegakan hukum ada kaitannya dengan tercapainya supremasi
hukum. Penegakan hukum yang dapat dilakukan dengan baik dan efektif
merupakan salah satu tolak ukur untuk keberhasilan suatu negara dalam upaya
mengangkat harkat dan martabat bangsanya di bidang hukum terutama dalam
memberikan perlindungan hukum terhadap warganya. Sebaliknya pengakan
hukum yang tidak berjalan sebagaimana mestinya merupakan indikator bahwa
negara yang bersangkutan belum sepenuhnya mampu memberikan
perlindungan hukum kepada warganya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penegakan hukum dapat dibedakan dalam dua hal, yaitu faktor-faktor yang
terdapat di dalam sistem hukum dan faktor-faktor di luar sistem hukum (Joko
Budi, 2007: 32).
2.3 Supremasi Hukum di Era Global
Supremasi hukum merupakan suatu upaya untuk memberikan jaminan
terciptanya keadilan. Keadilan yang dimaksud adalah keadilan yang netral,
artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan yang sama tanpa
terkecuali. Sesuai dengan pasal 1 ayat 3 Undang Undang dasar 1945
amandemen bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, namun hal tersebut
hanya sekedar topeng untuk negara yang subur dan makur ini. Karena
banyaknya kasus kasus pelanggaran hukum di Indonesia yang sudah berlarut
larut tidak terselesaikan. Celakanya lagi, sebelum kasus yang satu
5
terselesaikan, muncul lagi kasus pelanggaran hukum yang lainnya yang tidak
kalah heboh dengan kasus yang sebelumnya. Selain itu, lemahnya penegakan
hukum di indonesia membuat para pelanggar hukum menjadi lebih leluasa
untuk mengulang terus menerus. Hal tersebut adalah PR bagi pemerintah,
supaya hukum di indonesia dapat ditegakan dengan baik. Orang dapat
menganggap lain atas istilah krisis penegakan hukum itu dan memberi tekanan
kepada faktor faktor yang telah menentukan isis sesungguhnya dari hukum.
Namun untuk mencapai supremasi hukum yang kita harapkan bukan
faktor hukum saja, namun faktor aparat penegak hukum juga sangat
berpengaruh dalam penegakan supremasi hukum di indonesia. Orang mulai
tidak percaya terhadap hukum dan proses hukum ketika hukum itu sendiri
masih belum bisa memberikan perlindungan terhadap masyarakat. Survey
membuktikan bahwa sampai saat ini, pengadilan sebagai institusi pencari
keadilan ternyata belum dapat memberikan kepuasan terhadap masyarakat
bawah. Contohnya pada kasus pelanggaran lalu lintas, seseorang yang
melanggar lalu lintas tidak takut terhadap petugas kepolisian yang
memberhentikan dan memberikan sanksi kepada seseorang pelanggar tersebut.
Karena pelanggar sudah dapat memastikan kalau hukuman itu dapat ditukar
dengan uang, sehingga meskipun sudah di sanksi beberapa kali, pelanggar lalu
lintas tidak takut terhadap petugas kepolisian. Ketika disuruh sidang di
pengadilan pun, pelanggar tidak takut juga. Karena sebelum proses
persidangan di mulai, banyak calo-calo yang menawarkan jasa sidang untuk
mengambil SIM (surat izin mengemudi) dengan harga berkisar 70.000
100.000 bahkan lebih sehingga persoalan sidang sudah beres. Hal tersebut
menunjukan sangat lemahnya penegakan hukum di indonesia. Bukti lain adalah
para koruptor yang korupsi milyaran bakan triliunan rupiah masih dapat
berkeliaran dengan bebas, bolak-balik keluar negeri, dapat hiburan kemana saja
bisa dilakukan. Bahkan ada yang sudah diputus oleh hukuman penjara pun
masih bisa melakukan aktifitas sehari-harinya. Sedangkan jika kita lihat
kebawah seperti pencuri, jambret, perampok kecil-kecilan yang terpaksa
mereka lakukan untuk memenuhu kebutuhan keluarganya dan
mempertahankan hidupnya harus dihajar dan dianiaya dalam proses penyidikan
6
kepolisian. Dan memang ini adalah proses pelanggaran dan kejahatan hukum,
tapi kalau dibandingkan dengan penjahat kelas kakap (koruptor) yang hanya
dapat dilakukan orang diatas dapat begitu saja lepas dari jeratan hukum. Dan
ini adalah faktor aparat penegak hukumnya yang belum mampu menegakan
supremasi hukum. Kepolisian sebagai aparat yang berhubungan langsung
dengan masyarakat dan mempunyai tugas sebagai pelindung dan pengayom,
menjadi tugas yang disampingkannya.
Kasus mafia pajak oleh mantan pegawai pajak yang juga terdakwa
kasus korupsi dan juga pemberian keterangan palsu, Gayus HP Tambunan yang
sampai saat ini masih berlarut larut, dan belum juga tuntas sampai saat ini.
Hal tersebut sangat mencerminkan lemahnya hukum di Indonesia, yang telah
terbukti ketika Gayus dapat tengan mudah keluar dari tahanan dan jalan jalan
nonton tenis ke bali . Bahkan baru baru ini gayus telah terbukti jalan jalan
lagi ke china, kuala lumpur dan singapura, dia berangkat ke luar negeri
bersama-sama dengan isterinya, dan sampai saat ini motif dari kasus
kepergiannya itu belum terungkap oleh tim penyidik. Gayus pergi dengan
menggunakan paspor palsu atas nama sony laksono, paspor tersebut dibuat
oleh calo yang sampai saat ini belum terungkap oleh hukum. Salah satu
kejanggalan yang ditemukan dalam paspor sony laksono terdapat dalam
fotonya, seharusnya ketika difoto dilarang menggunakan kacamata. Namun
paspor sony laksono menggunakan kaca mata. Hal yang menguatkannya bahwa
foto yang terdapat dalam paspor tersebut mirip dengan gayus ketika ia terbukti
jalan jalan nonton tenis ke Bali dengan atribut wig dan kacamata yang
dikenakannya, sehingga itu dapat meyakinkan pihak kepolisian. Meskipun
telah terbentuknya pimpinan KPK baru dan juga kejaksaan baru namun sampai
saat ini kasus mafia pajak tersebut belum menemukan solusi dan hukum yang
tegas.
Bukan hanya kasus korupsi Gayus HP Tambunan, belum lama ini
pemerintah telah melantik Terdakwa menjadi walikota. Padahal Jefferson
Rumajar (terdakwa yang dilantik jadi walikota), sedang berada dalam lembaga
pemasyarakatan Cipinang, Jakarta. Hal ini sangat ironi, karena pemerintah
tetap melakukan pelantikan terhadap walikota tersebut. Saat Jefferson terpilih
7
kembali, status dia sedang tersangka kasus korupsi dana anggaran pendapatan
dan belanja daerah (APBD) tahun 2006 2008. Kasus ini telah membuktikan
lemahnya bangsa indonesia ini, yang telah memilih pemimpin yang sedang
mengalami tersangka tersebut. Bangsa indonesia ini masih belum mengetahui
hak dan kewajibannya, hal tersebut telah terbukti dengan memilih pemimpin
yang terbukti dalam kasus korupsi.
Namun bukan hanya rakyatnya saja, ironisnya lagi pemerintah tetap
melakukan pelantikan terhadap walikota Tomohon, sulawesi utara itu.
Sekarang kita lihat penjara atau lembaga pemasyarakatan, sampai saat ini
penjara dan rumah tahanan masi belum juga berubah. Masih banyak
permasalahan permasalahan dan kasus yang terdapat di penjara dan rumah
tahanan di indonesia. Kasus kasus yang muncul dari dulu sampai sekarang
sama saja, misalnya seperti kelebihan kapasitas, penemuan fasilitas mewah,
hingga penggunaan telepon selurer di penjara. Para koruptor yang sudah
menghuni rumah tahanan dan penjara pernah ditemukan fasilitas fasilitas
mewah, sehingga menimbulkan kecemburuan sosial terhadap masyarakat yang
lain yang terdapat dalam kalangan menengah kebawah. Misalnya saja kasus
yang masih segar di ingatan kita yaitu kasus narapidana wanita Artalyta
Suryani dan Limarita dalam kasus suap di BLBI dan narkoba di Rumah
tahanan (Rutan) wanita kelas II A pondok bambu, Jakarta Timur beberapa
waktu lalu. Mereka telah difasilitasi petugas LP dengan menyulap rutan
layaknya sebuah hotel layaknya hutan berbintang lima. Di dalam rutan itu
terdapat ruang karaoke, meja kerja khusus, AC, TV layar datar dan BlackBerry.
Kasus Artalyta Suryani tu sebagai salah satu bentuk kasus pelanggaran yang
terjadi di lembaga pemasyarakatan yang harus segera di benahi dan di perbaiki
oleh pemerintah. Pemerintah harusnya memantau dan memperhatikan lembaga
pemasyarakatan yang ada di tanah air ini, karena selain dari kasus kasus
pelanggaran yang terjadi itu ternyata lembaga pemasyarakatan di indonesia ini
dianggap sebagai penjara yang menakutkan. Hal tersebut terbukti dari
banyaknya para nara pidana yang meninggal dunia yaitu sebanyak 813 orang
sepanjang tahun 2006-2009 di sejumlah LP di tanah air. Salah satu penyebab
utama dari napi yang meninggal itu karena sempitnya ruangan yang dihuni
8
oleh 5 orang, kemudian langkanya air bersih dan tidak bermutunya menu
makanan, dan tidak adanya layanan kesehatan yang memadai.
Dan itu semua adalah fakta yang terjadi di Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Selain kasus-kasus pelanggaran hukum di atas, masih banyak lagi
pelanggaran-pelanggaran lain yang sudah menginjak-injak dan berkedok atas
dasar hukum. Hukum di Indonesia perlu ada perubahan. Dan disinilah upaya-
upaya segenap warga Negara dalam penegakan hukum yang ada di Indonesia.
Hukum bukan sekedar tameng yang diguakan untuk bersembunyi. Tapi, hukum
itu sendiri adalah sebuah norma yang harus dipatuhi dan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuannya. Selain itu, sebagai warga Negara juga harus melakukan
pengendalian terhadap hukum itu sendiri, bukan sebagai penonton, tetapi juga
sebagai pelaku dalam hukum, tidak peduli ia masyarakat menengah kebawah,
keatas, anak-anak, mahasiswa, dan segenap aspek dn lapisan masyarakat juga
harus mengerti tentang hukum dan menjunjung tinggi nilai hukum.
Jadi, perlunya sosialisasi dan pemberian pengertian dari pemerintah agar
masyarakat mengerti hukum. Selain itu juga sebagai warga Negara, haruslah
pandai-pandai memilih perwakilan di dalam kelembagaan Negara.
Warga Negara tidak memandang dari segi apapun dalam memilih wakil
rakyat. Tapi haruslah dengan hati nurani dan dipercaya. Tidak peduli ia kaya
atau tidak, tampan dan sebagainya, tapi ia mengerti hukum dan menjung tinggi
nilai-nilai yang ada dalam hukum itu sendiri. Perubahan dalam supremasi
hukum, harus dimulai dari diri sendiri. Begitu juga denga pemerintah.
Pemerintah harus tegas dalam menegakkan keadilan dan kesetaraan dimata
hukum. Tidak pandang bulu dalam mengatasi masalah. Harus ada control yang
jelas dari pemerintah kepada para penegak hukum dan aparatur Negara.
Bukan hanya di dalam pemerintahan pusat saja, tapi juga di dalam
pemerintahan yang dalam arti luas. Lembaga peradilan, sebagai penegak
hukum, harus melaksanakan tugasnya dengan baik. Adili dengan seadil-
adilnya. Tidak ada pengadilan secara sepihak. Tegas dalam mengambil suatu
keputusan dan mampu memberikan pelayananan yang baik kepada masyarakat.
Dalam mengambil keputusan juga harus benar-benar dengan kebijaksanaan
yang tinggi.
9
Supremasi hukum di era global saat ini banyak terjadi permasalahan
yang harus dibenahi agar kedepannya penegakan hukum dapat berfungsi sesuai
dengan fungsinya. Oleh karena itu, yang dapat dilakukan oleh pemerintahan
dalam penegakan hukum di Indonesia adalah dengan giat dan gemar dalam
sosialisasi hukum di dalam masyarakat.
2.4 Menciptakan Supremasi Hukum yang Ideal
Sejak Indonesia merdeka hingga pemerintahan sekarang masih banyak
terdapat kekurangan-kekurangan maupun penyelewengan hukum dalam
mewujudkan negara hukum di Indonesia. Ini berarti bahwa supremasi hukum
belum tercipta di Negara Indonesia. Penegakan hukum sangat perlu yaitu untuk
diarahkan pada pola pencegahan segala pelanggaran hukum baik yang
dilakukan oleh individu dalam masyarakat ataupun badan hukum. Bukti-bukti
nyata yang terjadi dalam pemerintakan Indonesia, justru pelanggaran hukum
banyak dilakukan oleh kalangan atas, seperti kehakiman, kepolisian dan
pejabat-pejabat. Kasus-kasus seperti korupsi, penyuapan dan bermacam
pelanggaran hukum masih sering terjadi. Artinya, Indonesia adalah negara
hukum yang belum sukses mewujudkan supremasi hukum.
Intregitas kepemimpinan kepolisian, kejaksaan dan mahkamah agung
turut pula dipertanyakan, karena sebagai lembaga penegak hukum juga ternyata
dominan dengan nuansa politik. Ada kemungkinan niatan yang dilandasi
politik akan berujung pada bupaya penegakan hukum, atas produk hukum yang
kemudian tak sekedar kertas bertinta emas tapi pengejawantahan kehidupan
ketertiban hukum agar terpelihara integritas sosial yang melingkupi
masyarakat, pasar dan negara. Bila ini tak terjawab dengan memuaskan, maka
akan menimbulkan rasa miris bagi siapapun yang mengetahui kondisi
ini. Tetapi semuanya hanya tinggal mimpi untuk menerapkan supremasi hukum
di tengah hembusan demokrasi yang didengungkan negara ini, ataukah masih
menyisakan harapan bagi terwujudnya negara hukum.
Keberadaan hukum merupakan posisi yang unik dan dapat memberikan
dampak bagi lingkungan sekitar, terutama bagi dinamisasi kehidupan
masyarakat, antara hukum dengan masyarakat, penjahat dengan pejabat, orang
10
baik-baik, atasan dan bawahan, seharusnya tidak ada tirai pembatas. Oleh
karena itu, sifat hukum harus dogmatis dan universal.
Beberapa poin penting untuk bisa mencapai supremasi hukum,
bergantung pada bagaimana pelaksanaan hukum itu sendiri. Ada beberapa
pendapat tentang tujuan hukum yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk
mencapai supremasi hukum yang ideal.
Teori etis, mengatakan bahwa hukum itu semata-mata menghendaki
keadilan. Isi hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis kita
mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil.
Geny, mengatakan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk
mencapai keadilan. Sebagai unsur keadilan, ada kepentingan daya guna dan
kemanfaatan (Budiyanto, 2004: 54).
Beberapa pendapat di atas menyatakan bahwa tujuan hukum adalah
menciptakan keadilan, maka dengan terciptanya keadilan ini maka supremasi
hukum dapat terwujud. Namun, dengan banyaknya penyelewengan hukum di
Indonesia dapat dikatakan bahwa penerapan keadilan belum terwujud.
Untuk dapat mencapai keadilan hukum, maka penegakan hukum sangat
perlu. Hukum dan perundang-undangan harus berkeadilan, ditegakkan dan
dipatuhi secara utuh terutama aturan hukum tentang HAM (Sunarso, 2008 :
150).
Dengan adanya praktik politik, maka hal ini juga berpengaruh pada
keadaan hukum di Indonesia. Pada konfigurasi politik tertentu melahirkan
produk hukum dengan karakter tertentu, yakni konfigurasi politik yang
demokratis senantiasa melahirkan produk hukum yang berkarakter responsif,
sedangkan konfigurasi politik yang otoriter melahirkan produk hukum yang
berkarakter konservatif. Karakter responsif maupun konservatif salah satunya
ditandai dalam pembuatan produk hukum yang responsif menyerap aspirasi
masyarakat seluas-luasnya (parsitipatif), sedangkan produk hukum yang
konservatif lebih didominasi lembaga-lembaga negara terutama pihak eksekutif
(sentralistis). (Moh.Mahfud, 1999: 295)
Hukum harus mampu mencerna segala perubahan secara tenang dan
baik-baik. Globalisasi, dunia tanpa pembatas, skenario elit politik, suksesi,
11
korupsi, kolusi, nepotisme, supremasi hukum, demokratisasi, HAM,
disintergrasi bangsa dan intrik-intrik politik, semuanya harus dihadapi oleh
hukum. Hukum harus mampu secara langsung berhadapan dengan perilaku
yang muncul tersebut. Sehingga hukum berfungsi sebagai alat kontrol
masyarakat dengan segala perundang-undangan yang berlaku dan harus ditaati
masyarakat. Dalam menghadapi perubahan perilaku masyarakat, maka hukum
harus dengan cepat beradaptasi dalam perubahan tersebut. Jika terjadi
keterasingan masyarakat terhadap hukum maka citra terhadap hukum akan
menurun, sebagai konsekuensi, maka sangat diperlukan hukum yang selalu
mengikuti konsep, orientasi dan masalah-masalah yang setiap saat bisa berubah
secara cepat. Dengan kata lain, supremasi hukum jangan dijadikan hanya
sebagai simbol dalam suatu pemerintahan. Hukum tidak hanya merupakan
unsur tekstual saja, yang dipandang dari kaca mata Undang-undang. Namun,
hukum merupakan unsur kontekstual yang dapat dilihat dari perspektif yang
lebih luas. Dalam suasana perubahan yang serba cepat ini, perwujudan
supremasi hukum akan memenuhi lebih banyak para pelaksana hukum yang
mampu bertanggung jawab, berdedikasi dan bermoral serta mempunyai
intelektual tinggi yang mampu mengatasi berbagai permasalahan.
(http://bataviase.co.id/content/mmbangun-supremasi-hukum)
Hal itulah yang menjadi poin agar supremasi hukum dapat mencapai
standar ideal, unsur-unsur penegak hukum yang seperti itulah yang dibutuhkan
untuk menghadapi segala permasalahan agar supremasi hukum dapat terwujud
dengan cepat.
BAB IV
PENUTUP
12
4.1 Kesimpulan
Supremasi hukum adalah upaya untuk memberikan jaminan terciptanya
keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki
kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali. The rule of law yang
diartikan sebagai pemerintah oleh hukum, bukan oleh manusia, bukan hukumnya
yang memerintah, karena hukum itu hanyalah keadah atau pedoman dan sekaligus
sarana atau alat, tetapi ada manusia yang harus menjalankannya secara konsisten
berdasarkan hukum, dan tidak sekehendak atau sewenang-wenang. Hukum itu
diciptakan atau direkayasa oleh manusia, terutama hukum tertulis. Setelah hukum
itu tercipta maka manusia harus tunduk pada hukum. Tapi kenyataannya dalam
kasus-kasus penegakan hukum di Indonesia, hukum hanya berlaku bagi mereka
yang memiliki kekuasaan dan uang. Hukum dijadikan sebagai benteng bagi para
penguasa dalam melakukan tindak criminal. Belum adanya kepastian hukum yang
menjamin adanya keadilan dan kesetaraan hukum bagi semua warga Negara
Indonesia.
Untuk mencapai Supremasi yang ideal maka diperlukan penegakan
hukum yaitu diarahkan pada pola pencegahan segala pelanggaran hukum baik
yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat ataupun badan hukum. Guna
perwujudan supremasi hukum yang memenuhi lebih banyak para pelaksana
hukum yang mampu bertanggung jawab, berdedikasi dan bermoral serta
mempunyai intelektual tinggi yang mampu mengatasi berbagai permasalahan.
4.2 Saran
1. Dalam penegakan supremasi hukum di Indonesia, perlu adanya tatanan hukum
yang baik guna menegakkan hukum demi keadilan dan kesetaraan di mata
hukum sesuai dengan undang-undang.
2. Menindak secara tegas bagi para pelanggar hukum di semua kalangan, baik
yang ada di masyarakat, maupun di kalangan pejabat.
3. Diharapkan seluruh komponen masyarakat di Indonesia dapat memahami arti
serta perlunya hukum serta menerapkan hukum yang berlaku sehingga dapat
ditegakkannya supremasi hukum yang bertujuan keadilan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Ajat M Fajar. 100 Hari SBY-Boediono, Supremasi Hukum Masih Lemah. diambil
pada tanggal 6 Maret 2010, dari
13
http://news.okezone.com/read/2010/01/27/39/298164/100-hari-sby-boediono-
supremasi-hukum-masih-lemah
Anang Usman. Supremasi Hukum, Kenyataan yang Sulit Terwujud. Diambil pada
tanggal 1 Januari 2014, dari
http://forum.polwiltabessurabaya.net/viewtopic.php
Budiyanto. 2004. Kewarganegaraan untuk SMA kelas X. Jakarta : Erlangga.
Campbell, The Contribution of Legal Studies: 184
Diakses pada hari Kamis tanggal 2 Januari 2014 dari
http://tanyasaja.detik.com/pertanyaan/12580-apa-pengertian-supremasi-
hukum.
Diakses pada hari Kamis tanggal 2 Januari 2014 dari
http://bataviase.co.id/content/mmbangun-supremasi-hukum
Diakses pada hari Kamis tanggal 2 Januari 2014 dari
http://persma.com/baca/2009/10/26/matinyasupremasi-hukum-di-tangan-
demokrasi.html
F. Sugeng Istanto, Supremasi Hukum Dalam Sistem Pemerintahan Negara
Joko Budi Santoso. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMK Kelas X.
Jakarta : Yudhistira.
Journal.umi.ac.id/pdfs/Supremasi_Hukum_dan_Penegakan_Hukum.pdf
Kusumohamidjojo, Budiono. 1999. Ketertiban yang Adil, Problematik Filsafat
Hukum. Jakarta : Grasindo.
Muchsan, 2000, Supremasi Hukum Dalam Negara Hukum, disampaikan pada
KULIAH PERDANA program Magister Hukum Bisnis dan Hukum
Kenegaraan, Program Magister Hukum Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.
Moh. Mahfud. 1999. Pergulatan politik dan Hukum di Indonesia. Yogyakarta :
Gama media.
Pengantar Hukum, Bab I: 1
Sudikno Mertokusumo, Upaya Meningkatkan Supremasi Hukum, Justitia Et Pax.
Sunarso, dkk. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan tinggi.
Yogyakarta : UNY press.
Tim Redaksi Pustaka Setia. 2010. UUD 1945. Pustaka Setia. Bandung
Undang-Undang Dasar 1945, Justitia Et Pax.
Winarno. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di Perguruan
Tinggi. Jakarta : Bumi Aksara.
14