Anda di halaman 1dari 61

BAB II STUDI

PUSTAKA

2.1 KONSEP-KONSEP DASAR PEMBERIAN PRATEGANG

Beton prategang pada dasarnya adalah beton di mana tegangan-tegangan

internal dengan besar serta distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa

sehingga tegangan-tegangan yang diakibatkan oleh beban-beban luar dilawan

sampai suatu tingkat yang diinginkan. Pada batang beton bertulang, prategang

pada umumnya diberikan dengan menarik baja tulangannya.

Kekuatan tarik beton polos hanyalah merupakan suatu fraksi saja dari

kekuatan tekannya dan masalah kurang sempurnanya kekuatan tarik ini ternyata

menjadi faktor pendorong dalam pengembangan material komposit yang dikenal

sebagai beton bertulang.

Timbulnya retak-retak awal pada beton bertulang yang disebabkan oleh

ketidakcocokan (non compatibility) dalam regangan-regangan baja dan beton

barangkali merupakan titik awal dikembangkannya suatu material baru seperti

beton prategang. Penerapan tegangan tekan permanen pada suatu material

seperti beton, yang kuat menahan tekanan tetapi lemah dalam menahan tarikan,

akan meningkatkan kekuatan tarik yang nyata dari material tersebut, sebab

penerapan tegangan tarik yang berikutnya pertama-tama harus meniadakan

prategang tekanan. Dalam tahun 1904, Freyssinet mencoba memasukkan gaya

- gaya yang bekerja secara permanen pada beton untuk melawan gaya-gaya

elastik yang ditimbulkan oleh beban dan gagasan ini kemudian telah

dikembangkan dengan sebutan prategang.


2.2 MATERIAL UNTUK BETON PRATEGANG

2.2.1 Beton

Beton, khususnya beton mutu tinggi, adalah komponen utama dari semua

elemen beton prategang. Dengan demikian, kekuatan dan daya tahan jangka

panjang beton prategang harus diperoleh dengan menggunakan jaminan kualitas

dan kontrol kualitas yang memadai pada tahap produksinya.

Kekuatan tekan kubus 28 hari minimum yang ditentukan di dalam

2 2
peraturan I.S. adalah 40 N/mm untuk batang pratarik dan 30 N/mm untuk batang

pascatarik. Perbandingan standar kekuatan silinder terhadap kekuatan kubus

dianggap sebesar 0,8 bila tidak tersedia data percobaan yang relevan. Kadar

3
semen minimum sebesar 300 sampai 360 kg/m telah ditetapkan terutama untuk

memenuhi persyaratan daya tahan. Untuk mengamankan terhadap susut yang

berlebihan, peraturan B.S. menetapkan bahwa kadar semen dalam campuran

3
sebaiknya tidak melebihi 530 kg/m .

Tegangan beton sesaat sesudah penyaluran gaya prategang (sebelum

terjadinya kehilangan tegangan sebagai fungsi waktu) tidak boleh melampaui nilai

sebagai berikut :

1. Tegangan serat tekan terluar 0,6 fci

2. Tegangan serat tarik terluar 1 f ' ci


4

3. Tegangan serat tarik terluar pada ujung-ujung komponen struktur di

atas perletakan sederhana 1


2 f ' ci

Bila tegangan tarik terhitung melampaui nilai tersebut diatas, maka harus

dipasang tulangan tambahan (non-prategang atau prategang) dalam daerah tarik

untuk memikul gaya tarik total dalam beton, yang dihitung berdasarkan asumsi

suatu penampang utuh yang belum retak.


Tegangan beton pada kondisi beban layan (sesudah memperhitungkan

semua kehilangan prategang yang mungkin terjadi) tidak boleh melampaui nilai

berikut:

1. Tegangan serat tekan terluar akibat pengaruh prategang, beban mati

dan beban hidup tetap 0,45fc

2. Tegangan serat tekan terluar akibat pengaruh prategang, beban mati

dan beban hidup total 0,65fc

3. Tegangan serat tarik terluar dalam daerah tarik yang ada pada awalnya

mengalami tekan 1 f 'c


2

Karena kurva tegangan-regangan yang terlihat dalam Gambar 2.1

berbantuk kurvilinier pada taraf pembebanan yang sangat awal, maka modulus

elastisitas Young dapat diterapkan hanya pada tangen dari kurva di titik asal.

Kemiringan garis lurus yang menghubungkan titik asal dengan tegangan tertentu

(sekitar 0,4 fc) merupakan modulus elastisitas tekan beton. Nilai ini, yang disebut

modulus elastisitas dalam perhitungan desain, memenuhi asumsi praktis bahwa

regangan yang terjadi selama pembebanan pada dasarnya dapat dianggap elastic

(dapat pulih kembali seluruhnya jika belum dihilangkan), dan bahwa regangan

selanjutnya akibat bekerjanya beban disebut rangkak.


3 3
Untuk nilai wc diantara 1500 kg/m dan 2500 kg/m , nilai modulus

1,5
elastisitas beton Ec dapat diambil sebesar (wc) 0,043 f ' c (dalam Mpa). Untuk

beton normal Ec dapat diambil sebesar (4700) f 'c .


Gambar 2.1 Kurva tegangan-regangan untuk berbagai kekuatan beton

Karena pada umumnya pemberian tegangan pada suatu elemen dilakukan

sebelum beton kekuatan 28 hari, perlu ditentukan kuat tekan beton fci pada taraf

prategang, begitu pula modulus beton Ec pada bebagai taraf riwayat pembebanan

elemen tersebut. Rumus umum untuk menghitung kuat tekan sebagai fungsi dari

waktu adalah

(2.1)

Di mana fc = kuat tekan 28 hari

t = waktu (hari)

= faktor yang bergantung pada tipe semen dan kondisi

perawatan
= 4,00 untuk semen tipe I yang dirawat basah dan 2,30 untuk

semen tipe III yang dirawat basah

= 1,00 untuk semen tipe I yang dirawat uap dan 2,30 untuk

semen tipe III yang dirawat uap

= faktor yang bergantung pada parameter-parameter yang

sama dengan , dengan nilai masing-masing 0,85; 0,92;

0,95 dan 0,98

Dengan demikian, untuk semen tipe I yang dirawat basah,

(2.2)

Rangkak, atau aliran material lateral, adalah peningkatan regangan

terhadap waktu akibat beban yang terus menerus bekerja. Deformasi awal akibat

beban adalah regangan elastis, sementara regangan tambahan akibat beban awal

yang sama yang terus bekerja adalah regangan rangkak.

Gambar 2.2 mengilustrasikan pertambahan regangan rangkak terhadap

waktu, dan seperti pada kasus susut, terlihat bahwa laju rangkak berkurang

terhadap waktu. Rangkak tidak dapat diamati secara langsung dan hanya dapat

ditentukan dengan mengurangkan regangan elastis dan regangan susut dari

deformasi total. Meskipun susut dan rangkak merupakan fenomena yang tidak

independen, dapat diasumsikan bahwa superposisi regangan berlaku, sehingga

Regangan total (t) = regangan elastis (e) + rangkak (c) + susut (sh)
Regangan,
ct (rangkak)

Ee E (regangan ekastis)

Waktu, t

Gambar 2.2 Kurva regangan-waktu

Pada dasarnya, ada dua jenis susut: susut plastis dan susut pengeringan.

Susut plastis terjadi selama beberapa jam pertama sesudah pengecoran beton segar

di cetakan. Susut pengeringan terjadi sesudah beton mongering dan sebagian

besar proses hidrasi kimiawi di pasta semen telah terjadi. Gambar 2.3

menunjukkan peningkatan regangan susut sh terhadap waktu. Kelajuannya

berkurang terhadap waktu karena beton yang lebih tua lebih tahan terhadap

tengangan dan ini berarti beton tersebut mengalami lebih sedikit susut,

sedemikian sehingga regangan susut menjadi hamir asimtotis terhadap waktu.


Regangan, SH

Waktu, t

Gambar 2.3 Kurva susut-waktu.


Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya susut pengeringan adalah:

1. Agregat. Agregat beraksi menahan susut pasta semen. Beton dengan modulus

elastisitas tinggi atau dengan permukaan kasar lebih dapat menahan proses

susut.

2. Rasio air/semen. Semakin tinggi rasio air/semen, semakin tinggi pula efek

susut.

3. Ukuran elemen beton. Baik laju maupun besar total susut berkurang apabila

volume elemen beton semakin besar. Namun, durasi susut akan lebih lama

untuk komponen struktur yang lebih besar karena lebih banya waktu yang

dibutuhkan dalam pengeringan untuk mencapai daerah dalam.

4. Kondisi kelembaban di sekitar. Kelembaban relatif pada lingkungan sekitar

sangat mempengaruhi besarnya susut. Temperatur lingkungan juga merupakan

faktor.

5. Banyaknya penulangan. Beton bertulang menyusut lebih sedikit dibandingkan

dengan beton polos.

6. Bahan tambahan. Efek ini bervariasi bergantung pada jenis bahan tambahan.

7. Jenis semen. Semen yang cepat mongering akan susut lebih banyak

dibandingkan jenis-jenis lainnya.

8. Karbonasi. Susut karbonasi disebabkan oleh reaksi antara karbondioksida

(CO2) yang ada di atmosfir dan yang ada di pasta semen.

Branson merekomendasika hubungan regangan susut sebagai fungsi dari

waktu untuk kondisi kelembaban standar (RH 40 persen):

(a) Untuk beton yang diolah basah pada sembarang waktu t sesudah 7

hari,
(2.3)

-6
Di mana sh,u = 800 x 10 in./in. jika tidak ada data setempat

(b) Untuk beton yang diolah uap sesudah berumur 1 sampai 3 hari,

(2.4)

Untuk kelembaban yang tidak standar, faktor koreksi harus diterpkan,

(a) Untuk 40 < H 80 persen,

kSH = 1,40 0,010H (2.5)

(b) Untuk 80 < H 100 persen,

kSH = 3,00 0,30H (2.6)

2.2.2 Baja Prategang

Baja prategang dapat berbentuk kawat-kawat tunggal, strands yang terdiri

atas beberapa kawat yang dipuntir membentuk elemen tunggal dan batang-batang

bermutu tinggi. Tiga jenis yang umum digunakan adalah:

Kawat-kawat relaksasi rendah atau stress-relieved tak berlapisan.

Strands relaksasi rendah atau stress-relieved strands tak berlapisan.

Batang-batang baja mutu tinggi tak berlapisan.

Kawat-kawat stress-relieved adalah kawat-kawat tunggal yang ditarik-

dingin yang sesuai dengan standar ASTM A 421; stress-relieved strands

mengikuti standar ASTM A 416. Strands terbuat dari tujuh kawat dengan

memutir enam diantaranya pada pitch sebesar 12 sampai 16 kali diameter di

sekeliling kawat lurus yang sedikit lebih besar. Pelepasan tegangan dilakukan

sesudah kawat-kawat dijalun menjadi strand. Besaran geometris kawat dan strand

sebagaimana disyaratkan dalam ASTM masing-masing tercantum di dalam Tabel

2.1 dan 2.2.


Tabel 2.1 Kawat-kawat untuk Beton Prategang

Kuat tarik minimum Tegangan minimum


(psi) Pada ekstensi 1% (psi)
Diameter
Tipe BA Tipe WA Tipe BA Tipe WA
Nominal (in.)
0,192 250.000 212.500
0,196 240.000 250.000 204.000 212.500
0,250 240.000 240.000 204.000 204.000
0,276 235.000 235.000 199.750 199.750
Sumber: Post-Tensioning Institute

Tabel 2.2 Strand Standar Tujuh Kawat untuk Beton Prategang

Diameter Kuat patah Luas baja nominal Berat nominal Beban minimum
Nominal Strand Strand Strand Pada ekstensi 1%
2 *
Strand (in.) (min. lb) (in. ) (lb/1000 ft) (lb)
MUTU 250
1/4(0,250) 9.000 0,036 122 7.650
5/16(0,313) 14.500 0,058 197 12.300
3/8(0,375) 20.000 0,080 272 17.000
7/16(0,438) 27.000 0,108 367 23.000
(0,500) 36.000 0,144 490 30.600
3/5(0,600) 54.000 0,216 737 45.900
MUTU 270
3/8(0,375) 23.000 0,085 290 19.550
7/16(0,438) 31.000 0,115 390 26.350
(0,500) 41.000 0,153 520 35.100
3/5(0,600) 58.600 0,217 740 49.800
*
100.000 psi = 689,5 MPa
2 2
0,1 in = 2,54 mm, 1 in. = 645 mm
Berat: kalikan dengan 1,49 untuk mendapatkan berat dalam kg per 1000 m.
1000 lb = 4448 N
Sumber: Post-Tensioning Institute

Untuk memaksimumkan luas baja strand 7 kawat untuk suatu diameter

nominal, kawat standar dapat dibentuk menjadi strand yang dipadatkan seperti
terlihat dalam Gambar 2.4(b); ini berbeda dengan strand 7 kawat standar yang

terlihat dalam Gambar 2.4(a).

(a) (b)

Gambar 2.4 Strands prategang 7 kawat standard dan dipadatkan. (a) Penampang

strand standar. (b) Penampang strand yang dipadatkan.

Relaksasi baja dalam baja prategang adalah kehilangan prategang apabila

kawat-kawat atau strand mengalami regangan yang pada dasarnya konstan. Ini

identik dengan rangkak pada beton, dengan perbedaan bahwa rangkak adalah

perubahan rengangan, sedangkan relaksasi baja adalah kehilangan tegangan pada

baja. Sesudah pemberaian tegangan, kehilangan tegangan akibat relaksasi pada

kawat dan strands yang tegangannya dilepaskan dapat dihitung dengan

menggunakan rumus:

(2.7)

Di mana t adalah waktu dalam jam, dengan ketentuan fp/fpy 0,55 dan fpy 0,85

fpu untuk stress-relieved strand dan 0,90 untuk strand berelaksasi rendah. Juga, fpi

= 0,82 fpy segera setelah transfer tetapi fpi 0,74 fpu untuk pratarik, dan 0,70 fpu

untuk pascatarik. Pada umumnya, fpi 0,70 fpu.


2.3 SISTEM PRATEGANG DAN PENGANGKERAN

2.3.1 Pemberian Pratarik

Baja pratarik diberi pratarik terhadap pengangkeran indipenden sebelum

pengecoran beton di sekitarnya. Penjangkaran seperti ini ditumpu oleh bulkheads

yang stabil dan besar untuk memikul gaya terpusat yang sangat besar yang

diberikan pada masing-masing tendon. Sebutan pratarik berarti pemberian

pratarik pada baja prategang, bukan pada baloknya. Dengan demikian, balok

pratarik adalah balok prategang di mana tendon prategang yang ditarik sesudah

balok dicor dan mencapai sebagian besar dari kuat betonya. Pemberian pratarik

biasanya dilakukan di lokasi pembuatan balok pracetak, di mana landasan (bed)

pracetak berupa slab beton bertulang yang panjang dicor di atas tanah dengan

bulkheads angker vertical atau dinding di ujung-ujungnya. Strand baja

diregangkan dan diangker ke dinding vertikal, yang didesain untuk menahan gaya

prategang eksentrisitas besar. Pemberian prategang dapat dilakukan dengan

member prategang pada strand secara individual, atau semua strand pada satu

operasi pendongkrakan.

Untuk profil tendon harped, landasan untuk memberikan prategang berupa

alat pemegang seperti terlihat dalam Gambar 2.5. Karena landasan dapat

mempunyai panjang ratusan feet, maka elemen prategang pracetak dapat

dihasilkan pada satu operasi, dan strand prategang yang diekspos di antaranya

dapat dipotong setelah beton mengeras. Pemberian pratarik pada beberapa elemen

di satu landasan ditunjukkan secara skematis dalam Gambar 2.6.

Dalam pelaksanaan pratarik, strand dan kawat-kawat tunggal diangker

dengan menggunakan beberapa sistem yang telah dipaten. Salah satunya, sistem

chuck oleh Supreme Products, digunakan untuk menjangkarkan tendon pada


sistem pascatarik. Mekanisme penjepitan sistem ini diilustrasikan dalam Gambar

2.7(c). Sistem pengangkeran lain beserta sambungan daktil ditunjukkan dalam

Gambar 2.7(d), (e), dan (f).

Gambar 2.5 Angker hold-down untuk tendon prategang harping.

Gambar 2.6 Skema landasan (bed) pemberian prategang


2.3.2 Pemberian Pascatarik

Di dalam pemberian pascatarik, strand, kawat-kawat, atau batang-batang

ditarik sesudah beton mengeras. Strand diletakkan di dalam saluran longitudinal

di dalam elemen beton pracetak. Gaya prategang ditransfer melalui penjangkaran

ujung seperti chucks dari Supreme Products seperti terlihat dalam Gambar 2.7.

Tendon berupa strand tidak boleh dilekatkan atau disuntik sebelum terjadinya

prategang penuh.

Gambar 2.7 (a) Angker strand, (b) Angker strand tunggal, (c) Chuck angker dari
Supreme Products.
Gambar 2.7 (lanjutan)(d) Pengangkeran ganda, pengikat, dan sambungan daktil,
(e) Pengikat, (f) Sambungan daktil Dywidag (DDC) untuk sambungan balok-
kolom daktil pada daerah gempa

2.3.3 Material Penyuntikan

Untuk memberikan proteksi permanen pada baja pascatarik dan untuk

mengembangkan lekatan antara baja pratengang dan beton di sekitarnya, saluran

prategang harus diisi bahan suntikan semen yang sesuai dalam proses penyuntikan

di bawah tekanan.
2.3.4 Saluran

1. Cetakan

(a) Formed Ducts. Saluran yang dibuat dengan menggunakan lapisan tipis

yang tetap di tempat. Harus berupa bahan yang tidak memungkinkan

tembusnya pasta semen. Saluran tersebut harus mentransfer tegangan

lekatan yang dibutuhkan dan harus dapat mempertahankan bentuknya pada

saat memikul berat beton. Saluran logam harus berupa logam besi, yang

dapat saja digalvanisasi.

(b) Cored Ducts. Saluran seperti ini harus dibentuk tanpa adanya tekanan yang

dapat mencegah aliran suntikan. Semua material pembentuk saluran jenis

ini harus disingkirkan.

2. Celah atau Bukaan Suntikan. Semua saluran harus mempunyai bukaan

untuk suntikan di kedua ujung. Untuk kabel draped, semua titik yang tinggi

harus mempunyai celah suntikan kecuali di lokasi dengan kelengkungan kecil,

seperti pada slab menerus. Celah suntikan atau lubang buangan harus

digunakan di titik-titik rendah jika tendon akan diletakkan, diberi tegangan

dan disuntikan pada cuaca beku. Semua celah atau bukaan suntikan harus

dapat mencegah bocornya suntikan.

3. Ukuran Saluran. Untuk tendon yang terdiri dari kawat, batang atau strands,

luas saluran harus sedikitnya dua kali luas neto baja prategang. Untuk tendon

yang terdiri atas satu kawat, batang, atau strand, diameter saluran harus

sedikitnya in. lebih besar dari pada diameter normal kawat, batang, atau

strand.

4. Peletakan Saluran. Sesudah saluran diletakkan, dan pencetakan selesai, harus

dilakukan pemeriksaan untuk menyelidiki kerusakan saluran yang mungkin


ada. Saluran harus dikencangkan dengan baik pada jarak-jarak yang cukup

dekat untuk mencegah peralihan selama pengecoran beton. Semua lubang atau

bukaan di saluran harus diperbaiki sebelum pengecoran beton. Celah atau

bukaan untuk penyuntikan harus diangkerk dengan baik pada selubung dan

pada baja tulangan atau cetakan, untuk mencegah peralihan selama operasi

pengecoran beton.

2.3.5 Proses Penyuntikan

1. Saluran dengan dinding beton (cored ducts) harus disemprot untuk menjamin

bahwa beton dapat dibasahi dengan baik.

2. Semua celah-titik-tinggi dan suntikan harus terbuka pada saat penyuntikan

dimulai. Suntikan harus dapat mengalir dari celah pertama setelah pipa

masukan sampai air pembersih residual atau udara yang terperangkap telah

dikeluarkan, pada saat mana celah tersebut harus ditutup. Celah-celah lainnya

harus ditutup secara berurutan dengan cara yang sama. Proses pemompaan

pada masukan tendon tidak boleh melebihi 250 psi.

3. Bahan suntikan harus dipompa melalui saluran dan secara terus menerus ke

luar di pipa buangan sampai tidak terlihat lagi ada air atau udara yang keluar.

Waktu keluar suntikan tidak boleh kurang dari waktu pemberian bahan

suntikan. Untuk menjamin bahwa tendon tetap terisi dengan bahan suntikan,

maka keluaran dan/atau masukan harus ditutup. Tutup yang dibutuhkan tidak

boleh lepas atau dibuka sampai bahan suntikan mengering.

4. Apabila aliran searah dari bahan suntikan tidak dapat dipertahankan, maka

suntikan harus segera dikuras dari saluran dengan air.


o
5. Pada temperature di bawah 32 F, saluran harus dijaga bebas air untuk

menghindari kerusakan akibat pembekuan.


o
6. Temperatur beton tidak boleh 35 F atau lebih tinggi dari temperatur pada saat

penyuntikan sampai kubus suntikan yang berukuran 2 in. mencapai kuat tekan

sebesar 800 psi.


o
7. Bahan suntikan tidak boleh melebihi 90 F selama pencampuran atau

pemompaan jika perlu, pencampuran air harus didinginkan.

2.4 KEHILANGAN PRATEGANG

Pratengang efektif pada beton mengalami pengurangan secara berangsur-

angsur sejak dari tahap transfer akibat berbagai sebab. Secara umum ini

dinyatakan sebagai kehilangan prategang.

Penentuan secara tepat besarnya semua kehilangan tersebut-khususnya

yang bergantung pada waktu-sulit dilakukan karena kehilangan tersebut

bergantung pada berbagai faktor yang saling berkaitan. Metode-metode empiris

untuk memperkiraan kehilangan berbeda-beda menurut peraturan atau

rekomendasi, seperti metode Prestressed Concrete Institute, cara komite gabungan

ACI-ASCE, cara lump-sum ASSHTO, cara Comit Eurointernationale du Bton

(CEB), dan FIP (Federation Internationale de la Prcontrainte). Derajat kerumitan

masing-masing metode bergantung pada pendekatan yang dipilih dan catatan

praktek yang telah diterima.

Perkiraan kehilangan yang sangat teliti tidak saja dihindari melainkan juga

tidak dijamin karena adanya faktor-faktror yang saling berkaitan yang

mempengaruhi perkiraan tersebut. Dengan demikian, perkiraan lump-sum

kehilangan lebih realistis, khususnya dalam desain rutin dan kondisi rata-rata
lainnya. Kehilangan lump-sum seperti dirangkum di dalam Tabel 2.3 yang dikutip

dari AASHTO dan Tabel 2.4 yang dikutip dari PTI. Kehilangan yang

dicantumkan meliputi perpendekan elastis, relaksasi baja pratengan, rangkak dan

susut, dan tabel tersebut berlaku hanya untuk kondisi pembebanan standar,

kondisi lingkungan, prosedur, konstruksi, kontrol kualitas dan beton normal, dan

pentingnya serta besarnya system. Analisis lebih rinci harus dilakukan jika

kondisi-kondisi standar tidak terpenuhi.

Tabel 2.3 Kehilangan lump-sum dari AASHTO

Kehilangan total

Jenis baja f'c = 4000 psi f'c = 5000 psi


2 2
pratengang (27,6 N/mm ) (34,5 N/mm )
2
Strand pratarik 45.000 psi (310 N/mm )
* 2 2
Kawat atau strand pascatarik 32.000 psi (221 N/mm ) 33.000 psi (228 N/mm )
2 2
Batang 22.000 psi (152 N/mm ) 23.000 psi (159 N/mm )
*
Kehilangan karena gesekan tidak termasuk. Kehilangan seperti ini harus dihitung
dengan mengikuti Subbab 6.5 spesifikasi AASHTO

Tabel 2.4 Perkiraan Kehilangan Prategang Untuk Pascatarik

Kehilangan prategang, psi

Bahan tendon pascatarik Slab Balok dan joists

Strand 270K stress-relieved dan 30.000 psi (207 N/mm2) 35.000 psi (241 N/mm )
2

kawat 240K stress-relieved


2 2
Batang 20.000 psi (138 N/mm ) 25.000 psi (172 N/mm )
2 2
Strand 270K relaksasi rendah 15.000 psi (103 N/mm ) 20.000 psi (138 N/mm )

Catatan: Tabel perkiraan kehilangan prategang dimaksudkan untuk memberikan basis industri
pascatarik yang umum untuk menentukan persyaratan tendon di proyek-proyek di mana besar
kehilangan prategang tidak ditetapkan oleh perencana. Nilai-nilai kehilangan ini didasarkan atas
penggunaan beton berbobot normal dan atas nilai rata-rata dari kuat beton, level prategang dan
kondisi pengeksposan. Nilai aktual kehilangan dapat sangat bervariasi di atats atau di bawah
nilai
di tabel ini, jika beton mengalami tegangan pada kekuatan rendah, jika beton mengalami
prategang tinggi, atau jika kondisi ekposnya sangat kering atau sangat basah. Nilai di tabel
ini tidak mencakup kehilangan akibat friksi.
Sumber: Post-Tensioning Institute.

Rangkuman sumber-sumber untuk mendapatkan nilai kehilangan

prategang dan tahapan terjadinya dicantumkan dalam Tabel 2.5, di mana subskrip

i menunjukkan awal dan subskrip j menunjukkan taraf pembebanan sesudah

pendongkrakan. Dari tabel ini, kehilangan total pratengang dapat dihitung untuk

komponen struktur pascatarik sebagai berikut:

fpT = fpA + fpF + fpES + fpR + fpCR + fpSH (2.8)

Di mana fpES hanya berlaku apabila tendon didongkrak secara sekuensial, dan

bukan secara simultan.

Dalam hal pascatarik, perhitungan kehilangan akibat relaksasi dimulai

antara waktu transfer t1 = ttr dan akhir selang waktu t2 yang sedang ditinjau, jadi

fpi = fpJ - fpA - fpF (2.9)

Tabel 2.5 Jenis-jenis Kehilangan Prategang

Tahap terjadinya Kehilangan tegangan tendon

Jenis kehilangan Komponen struktur Komponen struktur Selama selang Total atau selama
prategang pratarik pascatarik waktu (ti, tj) hidup

Perpendekan elastis beton Saat transfer Saat pendongkrakan fpES


(ES)

Relaksasi tendon (R) Sebelum dan sesudah Sesudah transfer fpR (ti, tj) fpR
transfer

Rangkak beton (CR) Sesudah transfer Sesudah transfer f pC (ti, tj) f pCR

Susut beton (SH) Sesudah transfer Sesudah transfer fpS (ti, tj) f pSH

Friksi (F) Saat pendongkrakan f pF

Kehilangan karena Saat transfer fpA


pengangkeran (A)

Total Hidup Hidup f pT (ti, tj) f pT


2.4.1 Perpendekan Elastis Beton (ES)

Beton memendek pada saat gaya prategang bekerja padanya. Karena

tendon yang melekat pada beton di sekitarnya secara simultan juga memendek,

maka tendon tersebut akan kehilangan sebagian dari gaya prategang yang

dipikulnya.

Untuk elemen pascatarik, kehilangan akibat perpendekan elastis bervariasi

dari nol jika semua tendon didongkrak secara simultan, hingga setengah dari nilai

yang dihitung pada kasus pratarik dengan beberapa pendongkrak sekuensial

digunakan, seperti pendongkrakan dua tendin sekaligus. Jika n adalah banyaknya

tendon atau pasangan tendon yang ditarik secara sekuensial, maka:

(2.10)

Yang mana j menunjukkan nomor operasi pendongkrakan. Perhatikan bahwa

tendon yang ditarik terakhir tidak mengalami kehilangan akibat perpendekan

elastis, sedangkan tendon yang ditarik pertama mengalami banyak kehilangan

yang maksimum.

2.4.2 Relaksasi Tegangan Baja (R)

Tendon stress-relieved mengalami kehilangan pada gaya prategang

sebagai akibat dari perpanjangan konstan terhadap waktu. Besar pengurangan

prategang bergantung tidak hanya pada durasi gaya prategang yang ditahan,

melainkan juga pada rasio antara prategang awal dan kuat leleh baja pratengang

fpi/fpy. Kehilangan tegangan seperti ini disebut relaksasi tegangan. Peraturan ACI

318-99 membatasi tegangan tarik di tendon prategang sebagai berikut:


(a) Untuk tegangan akibat gaya pendongkrakan tendon, fpJ = 0,94 fpy,

tetapi tidak lebih besar dari pada yang terkecil di antara 0,80 fpu dan

nilai maksimum yang disarankan oleh pembuat tendon dan angker.

(b) Segera setelah transfer prategang, fpi = 0,82 fpy, tetapi tidak lebih besar

dari pada 0,74 fpu.

(c) Pada tendon pascatarik, di pengakeran dan perangkai segera setelah

transfer gaya = 0,70 fpu.

Nilai fpy dapat dihitung dari

Batang prategang: fpy = 0,80 fpu

Tendon stress-relieved, fpy = 0,85 fpu

Tendon relaksasi rendah, fpy = 0,90 fpu

Jika fpR adalah tegangan prategang yang tersisa pada baja sesudah relaksasi, maka

rumus berikut dapat digunakan untuk mendapatkan fpR untuk baja stress-relieved:

(2.11)

Di dalam rumus tersebut, t dinyatakan dalam jam dan log t mempunyai basis 10,

fpi/fpy melebihi 0,55, dan t = t2 t1. Juga, untuk baja relaksasi rendah, penyebut di

dalam suku log dalam persamaan tersebut dibagi dengan 45, bukan 10. Plot

persamaan 2.11 ditunjukkan dalam Gambar 2.6.

Gambar 2.8 Hubungan tegangan-relaksasi pada stress-relieved strands.


Pendekatan untuk suku (log t2 log t1) dalam Persamaan 2.11 dapat

dilakukan sedemikian hingga log t = log (t2 t1) tanpa kehilangan ketelitian yang

berari. Dalam hal ini, kehilangan karena relaksasi tegangan menjadi:

(2.12)

Di mana fpi adalah tegangan awal di baja yang dialami elemen beton.

Jika analisis kehilangan dengan cara langkah demi langkah dibutuhkan,

maka inkremen kehilangan pada suatu tahap dapat didefinisikan sebagai:

(2.13)

Di mana t1 adalah waktu pada awal suatu interval dan t2 adalah waktu di akhir

interval, yang keduanya dihitung dari saat pendongkrakan.

2.4.3 Kehilangan yang Disebabkan oleh Rangkak (CR)

Penelitian eksperimental yang dilakukan selama setengah abad yang lalu

mengindikasikan bahwa aliran di material terjadi di sepanjang waktu apabila ada

beban atau tegangan. Deformasi atau aliran lateral akibat tegangan longitudinal

disebut rangkak (creep). Perlu ditekankan bahwa tegangan rangkak dan

kehilangan tegangan hanya terjadi akibat beban yang terus menerus selama

riwayat pembebanan suatu elemen struktural.

Deformasi atau regangan yang berasal dari perilaku yang bergantung pada

waktu ini merupakan fungsi dari besarnya beban yang bekerja, lamanya, serta

sifat beton yang meliputi proporsi campurannya, kondisi perawatannya, umur

elemen pada saat dibebani pertama kali, dan kondisi lingkungan. Karena

hubungan tegangan-regangan akibat rangkak pada dasarnya linier, maka regangan


rangkak CR dan rengangan elastis EL dapat dihubungkan linier sedemikan

hingga koefisien rangkak Cu dapat didefinisikan sebagai:




(2.14)

Dengan demikian, koefisien rangkak pada waktu sembarang t dalam hari dapat

didefinisikan sebagai:

(2.15)

Nilai Cu bervariasi di antara 2 dan 4 dengan rata-rata 2,35 untuk rangkak

ultimit. Kehilangan prategang di komponen struktur prategang akibat rangkak

dapat didefinisikan untuk komponen struktur bonded.

(2.16)

Di mana fcs adalah tegangan di beton pada level pusat berat tendon prategang.

Pada umumnya, kehilangan ini merupakan fungsi dari tegangan di tendon pada

penampang yang sedang ditinjau. Pada komponen struktur pascatarik nonbonded,

pada dasarnya kehilangan dapat dipandang seragam di sepanjang bentangnya.

Dengan demikian, nilai rata-rata untuk tegangan beton di antara titik-titik

angker dapat digunakan untuk menghitung rangkak di komponen struktur

pascatarik.

Rumus komite ACI-ASCE untuk menghitung kehilangan akibat rangkak

pada dasarnya sama dengan Persamaan 2.16

(2.17)

atau

(2.18)
Di mana KCR = 2,0 untuk komponen struktur pratarik

= 1,60 untuk komponen struktur pascatarik (keduanya untuk beton

normal)

= tegangan di beton pada level pusat berat baja segera setelah

transfer

= tegangan di beton pada level pusat berat baja akibat semua

beban mati tambahan yang bekerja setelah prategang diberikan

n = rasio modulus

Perhatikan bahwa KCR harus dikurangi 20 persen untuk beton ringan.

2.4.4 Kehilangan yang Disebabkan oleh Susut (SH)

Seperti halnya pada rangkak beton, besarnya susut beton dipengaruhi oleh

beberapa faktor. Faktor-faktro tersebut meliputi proporsi campuran, tipe agregat,

tipe semen, waktu perawatan, waktu antara akhir perawatan eksternal dan

pemberian prategang, ukuran komponen struktur dan kondisi lingkungan. Ukuran

dan betuk komponen struktur juga mempengaruhi susut. Kira-kira 80 persen dari

susut terjadi pada tahun pertama. Nilai rata-rata regangan susut ultimit pada

beton
-6
yang dirawat basah maupun yang dirawat uap dilaporkan sebesar 780 x 10 in./in.

di dalam ACI 209 R-92 Report. Nilai rata-rata ini dipengaruhi oleh panjang

perawatan basah awal, kelembaban relative sekitar, rasio volume-permukaan,

temperatur dan komposisi beton. Untuk memperhitungkan pengaruh-pengaruh

tersebut, nilai rata-rata regangan susut harus dikalikan dengan faktor koreksi SH

sebagai berikut
-6
SH = 780 x 10 SH (2.19)
Komponen-komponen dari SH adalah faktor-faktor untuk berbagai kondisi

lingkungan dan ditabulasikan di dalam ACI Commiittee Report R435-95,

subbab 2.

Untuk kondisi standar, Prestressed Concrete Institute menetapkan nilai

-6
rata-rata untuk regangan susut ultimit nominal (SH)u = 820 x 10 in./in.

(mm/mm). jika SH adalah regangan susut sesudah menyesuaikan untuk

kelembaban relative pada rasio volume-permukaan V/S, kehilangan prategang

pada komponen struktur pratarik adalah:

fpSH = SH x Eps (2.20)

Untuk komponen struktur pascatarik, kehilangan prategang akibat susut agak

lebih kecil karena sebagian susut telah terjadi sebelum pemberian pascatarik. Jika

kelembaban relatif diambil sebagai nilai persen dan efek rasio V/S ditinjau, rumus

umum Prestressed Concrete Institute untuk menghitung kehilangan prategang

akibat susut menjadi

(2.21)

Di mana KSH = 1,0 untuk komponen struktur pratarik. Tabel 2.6 memberikan nilai

KSH untuk komponen struktur pascatarik.

Tabel 2.6 Nilai KSH untuk Komponen Struktur Pascatarik

Waktu dari
akhir perawatan
basah hingga
pemberian
prategang, hari 1 3 5 7 10 20 30 60

KSH 0,92 0,85 0,80 0,77 0,73 0,64 0,58 0,45


Sumber: Perstressed Concrete Institute
Penyesuaian kehilangan susut untuk kondisi standar sebagai fungsi dari

waktu t dalam hari sesudah 7 hari untuk perawatan basah dan 3 hari untuk

perawatan uap dapat diperoleh dari rumus-rumus berikut

(a) Perawatan basah, sesudah 7 hari

(2.22)

Di mana (SH)u adalah regangan susut ulitimit, t = waktu dalam hari

sesudah susut ditinjau.

(b) Perawatan uap, sesudah 1 sampai 3 hari

(2.23)

Perlu diperhatikan bahwa memisahkan perhitungan rangkak tersebut

merupakan hal yang lazim dilakukan di dalam praktek. Juga, variasi secara

signifikan terjadi di dalam nilai susut dan rangkak akibat variasi dalam besarn

komponen material dari berbagai sumber, meskipun produknya adalah yang

diproduksi di lapangan, seperti balok pratarik. Jadi, disarankan untuk

mendapatkan informasi dari pengujian aktaul, khususnya pada produk-produk

manufaktur, kasus-kasus rasio bentan/tinggi besar dan/atau pembebanan sangat

besar.

2.4.5 Kehilangan yang Disebabkan Friksi (F)

Kehilangan prategang terjadi pada komponen struktur pascatarik akibat

adanya gesekan antara tendon dan beton di sekelilingnya. Besarnya kehilangan ini

merupakan fungsi dari alinyemen tendon, yang disebut efek kelengkungan, dan

deviasi local di dalam alinyemen tendon, yang disebut efek wobble. Besarnya

koefisien kehilangan sering dihitung dengan teliti dalam menyiapkan gambar

kerja dengan memvariasikan tipe tendon dan ketepatan alinyemen saluran. Efek
kelengkungan dapat ditetapkan terlebih dahulu, sedangkan efek wobble

merupakan hasil dari penyimpangan alinyemen yang tak sengaja atau yang tak

dapat dihindari, karena saluran tidak dapat secara sempurna diletakkan.

Perlu diperhatikan bahwa kehilangan tegangan friksional maksimum

terjadi di ujung balok jika pendongkrakan dilakukan dari satu ujung. Dengan

demikian, kehilangan akibat adanya gesekan bervariasi secara linier di sepanjang

bentang balok dan dapat diinterpolasikan untuk lokasi tertentu jika dikehendaki

perhitungan yang lebih teliti.

Efek Kelengkungan

Pada saat tendon ditarik dengan gaya F1 di ujung pendongkrakan, tendon tersebut

mengalami gesekan dengan saluran di sekitarnya sedemikian hingga tegangan di

tendon akan bervariasi dari bidang pendongkrakan ke jarak L di sepanjang

bentang seperti terlihat dalam Gambar 2.9. jika panjang tendon yang sangat kecil

dibuta sebagai diagram benda bebas seperti terlihat dalam Gambar 2.10, maka

dengan mengasumsikan bahwa adalah koefisien gesekan antara tendon dan

salurannya akibat efek kelengkungan, maka

dF1 = -F1d

atau

(2.24)

Dengan mengintergrasikan kedua sisi persamaan di atas

LogeF1 = - (2.25a)

Jika = L/R, maka


- -(L/R)
F2 = F1 e = F1 e (2.25b)
Gambar 2.9 Distribusi tegangan akibat gaya gesekan di tendon

Gambar 2.10 Kehilangan akibat friksi kelengkungan. (a) Alinyemen tendon. (b)
Gaya-gaya di segmen yang amat kecil di mana F1 ada di ujung pendongkrakan.
(c) Poligon gaya dengan mengasumsikan bahwa F1 = F2 di segmen kecil dalam
(b).

Efek Wobble

Misalkan bahwa K adalah koefisien gesek antar tendon dan beton di sekitarnya

akibat efek wobble atau efek panjang. Kehilangan gesekan yang diakibatkan oleh

ketidaksempurnaan dalam alinyemen di seluruh panjang tendon, tak perduli

apakah alinyemennya lurus atau draped. Kemudian, dengan menggunakan


prinsip-prinsip yang sama dengan yang telah digunakan dalam menurunkan

Persamaan 2.25,

LogeF1 = -KL (2.26)

atau
-KL
F2 = F1e (2.27)

Dengan menggabungkan efek wobble dengan efek kelengungan, maka

--KL
F2 = F1e

Atau, jika dinyatakan dalam tegangan,


--KL
f2 = f1e (2.28)

Jadi, kehilangan tegangan fpF akibat gesekan dapat dinyatakan dengan

fpF = f1 f2 = (1 ---KL
) (2.29)
e

Dengan mengasumsikan bahwa gaya prategang antara bagian awal dari porsi yang

melengkung dan ujungnya kecil (kira-kira 15 persen), maka adalah cukup akurat

untuk menggunkan tarik awal untuk seluruh kelengkungan dalam Persamaan 2.29.

Jadi, Persamaan 2.29 dapat disederhanakan menjadi

fpF = -f1( + KL) (2.30)

Di mana L dinyatakan dalam feet.

Karena rasio tinggi balok terhadap bentangnya kecil, maka panjang

proyeksi tendaon dapat digunakan untuk menghitung . Dengan mengasumsikan

bahwa kelengkungan tendon sesuai dengan busur lingkaran, maka sudut pusat di

sepanjang segmen yang melengkung di dalam Gambar 2.11 besarnya dua kali

kemiringan di ujung segmen. Jadi,


Jika

y m dan /2 = 4y/x

maka

= 8y/x radian (2.31)

Tabel 2.7 memberikan nilai-nilai desain untuk koefisien gesek kelengkungan

dan koefisien gesek panjang atau wobble K yang dikutip dari ACI 318

Commentary.

Gambar 2.11 Evaluasi pendekatan sudut pusat tendon.

Tabel 2.7 Koefisien Gesek Kelengkungan dan Wobble

Koefisien wobble, Koefisien


Jenis Tendon K per foot kelengkungan,

Tendon di selubung metal fleksibel

Tendon kawat 0,0010-0,0015 0,15-0,25

Strand 7 kawat 0,0005-0,0020 0,15-0,25

Batang mutu tinggi 0,0001-0,0006 0,08-0,30

Tendon di saluran metal yang rigid

Strand 7 kawat 0,0002 0,15-0,25

Tendon yang dilapisi mastic

Tendon kawat dan Strand 7 kawat 0,0010-0,0020 0,05-0,15

Tendon yang dilumasi dahulu

Tendon kawat dan Strand 7 kawat 0,0003-0,0020 0,05-0,15


Sumber: Prestressed Concrete Institute
2.4.6 Kehilangan Karena Dudukan Angker (A)

Kehilangan karena dudukan angker pada komponen struktur pascatarik

diakibatkan adanya blok-blok pada angker pada saat gaya pendongkrakan

ditransfer ke angker. Kehilangan ini juga terjadi pada landasan cetakan prategang

pada komponen struktur pratarik akibat dilakukannya penyesuaian pada saat gaya

prategang ditransfer ke landasan. Cara mudah untuk mengatasi kehilangan ini

adalah dengan memberikan kelebihan tegangan. Pada umumnya besarnya

kehilangan karena dudukan angker bervariasi antara in dan 3/8 in. (6,35 mm

dan 9,53 mm) untuk angker dengan dua blok. Besar pemberian kelebihan

tegangan yang dibutuhkan bergantung pada system pengangkeran yang digunakan

karena system mempunyai kebutuhan penyesuaian sendiri-sendiri, dan

pembuatnya diharapkan mensuplai data mengenai gelincir yang dapat terjadi

akibat penyesuaian angker. Jika A adalah besar gelincir, L adalah panjang

tendon, dan Eps adalah modulus kawat prategang, maka kehilangan prategang

akibat gelincir angker menjadi

(2.32)

2.4.7 Perubahan Prategang Akibat Lentur Pada Suatu Komponen Struktur

(DfPb)

Pada saat melentur akibat prategang atau beban eksternal, suatu balok menjadi

cembung atau cekung bergantung pada bebanya, seperti terlihat dalam Gambar

2.12. apabila regangan tekan satuan di beton sepanjang level tendon adalah c,

maka perubahan prategang di baja yang berkaitan dengan itu adalah

fpB = cEps
Di mana Es adalah modulus elastisitas baja. Perhatikan bahwa kehilangan akibat

lentur tidak perlu diperhitungkan jika level tegangan prategang diukur sesudah

suatu balok melentur, sebagaimana yang biasa terjadi.

Gambar 2.12 Perubahan pada bentuk longitudinal balok. (a) Akibat pemberian

prategang. (b) Akibat beban eksternal.

2.4.8 Kehilangan Total Untuk Desain

Di dalam desain batang beton prategang sudah menjadi kebiasaan untuk

mengasumsikan kehilangan tegangan total sebagai persentase dari tegangan awal

serta memasukkannya dalam perhitungan desain. Oleh karena kehilangan

prategang tergantung dari beberapa faktor, seperti misalnya sifat-sifat beton dan

baja, metode perawatan, tingkat prategang, serta metode pemberian prategang,

adalah sulit untuk menyama-ratakan jumlah kehilangan prategang total yang pasti.

Namun, nilai-nilai yang khas dari kehilangan tegangan total yang dapat dijumpai

dalam kondisi-kondisi kerja normal sebagai yang dianjurkan oleh T. Y. Lin

seperti terlihat dalam Tabel 2.8.


Tabel 2.8 Persentase Kehilangan Tegangan yang dianjurkan oleh T.Y. Lin

Tipe kehilangan Persentase kehilangan tegangan

Pratarik Pascatarik

Perpendekan elastis dan 3 1


lenturan beton

Rangkak beton 6 5

Susut beton 7 6

Rangkak pada baja 2 3

Jumlah 18 15

Dalam rekomendasi ini dianggap bahwa telah dilakukan pemberian

tegangan berlebihan secara sementara untuk mengurangi relaksasi, dan untuk

mengimbangi kehilangan-kehilangan gesekan dan angkur.

Kalau fpe = tegangan efektif pada tendon setelah kehilangan

fpi = tegangan pada tendon pada saat transfer

= faktor reduksi untuk kehilangan prategang

Nilai-nilai pada umumnya diambil sama dengan 0,85 untuk batang pratarik dan

0,80 untuk pascatarik.

2.5 SISTEM LANTAI BETON PRATEGANG DUA-ARAH

2.5.1 Tinjauan Metode

System lantai pemikul biasanya terbuat dari beton bertulang yang dicor

ditempat. Pelat dan slab dua-arah merupakan panel-panel yang rasio dimensional

panjang terhadap lebarnya lebih kecil dari 2. Analisis dan desain sistem-sistem

slab lantai berangka yang ditunjukkan dalam Gambar 2.13 mencakup lebih dari
satu aspek dari sistem-sistem tersebut. Pemberian prategang biasanya adalah

pascatarik sesuadah plat dua-arah tersebut dicor.

Gambar 2.13 Sistem-sistem lantai aksi dua-arah. (a) Lantai pelat datar dua-arah.

(b) Lantai slab dua-arah di atas balok-lantai. (c) Lantai slab waffle.

Analisis perilaku slab yang mengalami lentur hingga tahun 1940-an dan

awal tahun 1950-an mengikuti teori klasik elastisitas, khususnya di Amerika


Serikat. Teori defleksi-kecil pada plat, mengasumsikan bahwa materialnya

homogeny dan isotropis, merupakan dasar rekomendasi standar ACI dengan tabel

koefisien momen. Penelitian-penelitian, terutama oleh Westergaard, yang secara

empiric memungkinkan adanya redistribusi momen secara terbatas, mendasari apa

yang ada di dalam standar tersebut. Dengan demikian, solusi elastis, yang bahkan

dapat menjadi lebih rumit untuk kondisi batas dan beton sederhana di mana belum

ada computer, mengharuskan adanya kondisi idealisasi yang melewati batas-batas

ekonomis.

Pada tahun 1943, johansen mengemukakan teori garis-leleh untuk

mengevaluasi kapasitas kolaps pada slab. Sejak saat itu, penelitian mendalam

mengenai perilaku ultimit slab beton bertulang telah dilakukan. Penelitian oleh

banyak ahli, seperti Ockleston, Mansfield, Rzhanitsyn, Powell, Wood, Sawczuk,

Gamble-Sozen-Siess, dan Park, banyak member kontribusi di dalam pemahaman

perilaku kondisi batas slab dan plat pada saat gagal demikian pula pada taraf

beban yang masih bias memberikan daya layan.

Metode portal ekivalen merupakan metode terpenting yang dibahas karena

terbatasnya metode desain langsung di dalam penggunaanya pada system lantai

prategang dua-arah dan dibutuhkannya penentuan kekakuan yang teliti di joints

slab-kolom di dalam proses desain.

2.5.2 Perilaku Dari Pelat Dan Slab Dua-Arah

2.5.2.1 Aksi Dua-Arah

Tinjaulah suatu panel persegi-panjang tunggal yang ditumpu di keempat

sisinya oleh tumpuan kaku seperti dinding geser atau balok kaku. Kita ingin

menvisualisasi perilaku fisik panel akibat beban gravitasi. Panel tersebut

akan
berdefleksi seperti bentuk piring akibat beban eksternal tersbut, dan pojok-

pojoknya akan terangkat apabila panel tersebut tidak dicor secara monolitik

dengan tumpuannya. Kontur yang ditunjukkan pada Gambar 2.14(a) menunjukkan

bahwa kelengkungan dan, oleh karena itu, momen di daerah tengah C lebih besar

di dalam arah pendek y di mana konturnya lebih curam dibandingkan dengan yang

ada pada arah panjang x.

Evaluasi uraian momen dalam arah x dan y sangat rumit karena perilaku

plat tersebut yang sangat statis tak tentu. Kasus sederhana yaitu panel (a) pada

Gambar 2.14 dijelaskan dengan mengambil jalur AB dan DE di tengah-bentang,

seperti pada bagian (b), sedemikian hingga defleksi di kedua jalur di titik pusat C

sama.

Gambar 2.14 Defleksi dari panel dan jalur. (a) Kontur kelengkungan dan defleksi

pada panel lantai. (b) Central slips dalam panel slab dua-arah.
Defleksi dari suatu balok yang ditumpu sederhana dan dibebani secara
4 4
seragam adalah 5wl /384EI, dengan kata lain = kwl , di mana k adalah suatu
4
konstanta. Apabila tebal kedua jalur sama, maka defleksi jalur AB adalah kwABL

4
dan defleksi jalur DE adalah kwDES , dengan wAB dan wDE adalah bagian dari

intensitas beban total w yang ditransfer masing-masing ke jalur AB dan DE, jadi w

= wAB + wDE. Dengan menyamakan defleksi dari kedua jalur di titik tengah C, kita

dapatkan

dan

Terlihat dari kedua persamaan di atas bahwa bentang S, yang merupakan bagian

dari jalur DE, yang lebih pendek memikul porsi beban yang lebih besar. Jadi,

bentang yang lebih pendek pada panel slab yang terletak di atas tumpuan kaku

mengalami momen yang lebih besar. Hal ini sesuai dengan pembahasan mengenai

kecuraman kontur-kelengkungan pada Gambar 2.14(a).

2.5.2.2 Efek Kekakuan Relatif

Sebagai alternative, kita dapat meninjau sebuah panel slab yang ditumpu

oleh tumpuan-tumpuan yang fleksibel seperti balok dan kolom, atau plat-plat

datar yang ditumpu oleh kolom-kolom. Pada kasus-kasus tersebut, distribusi

momen di arah pendek dan arah panjang lebih rumit. Kerumitan tersebut

disebabkan kenyataan bahwa derajat kekakuan dari tumpuan fleksibel

menentukan intensitas kecuraman dari kontur kelengkungan pada Gambar 2.14(a),

baik dalam arah x maupun dalam arah y dan juga menentukan redistribusi momen.
Rasio antara kekakuan tumpuan-balok dan kekakuan slab dapat

menyebabkan kelengkungan dan momen di arah panjang lebih besar daripada di

arah pendek, karena lantai secara keseluruhan seperti plat ortotropik yang

ditumpu di atas kolom-kolom tanpa balok. Apabila bentang panjang L yang

terdapat pada system lantai berupa panel slab tanpa balok semacam itu jauh lebih

besar daripada bentang pendek S, maka momen maksimum di pusat suatu panel

plat akan mendekati momen di tengah suatu jalur yang dibebani terbagi rata

dengan bentang L yang dijepit di kedua ujungnya.

Ringkasan, apabila slab semakin fleksibel dan mempunyai tulangan yang

semakin banyak, maka redistribusi momen baik di arah pendek maupun di arah

panjangnya bergantung pada kekakuan relative dari tumpuan dan panel tersebut.

Kelebihan tegangan di satu daerah dapat berkurang dengan adanya redistribusi

momen ke daerah yang bertegangan lebih kecil.

2.5.3 Metode Portal Ekivalen

Pembahasan berikut ini mengenai metode analisis portal ekivalen untuk

sistem dua-arah meninjau cara Standar ACI dalam hal evaluasi dan distribusi

momen total pada panel slab dua-arah. Standar tersebut mengasumsikan bahwa

panel-panel vertical melintas melalui suatu gedung bertingkat-banyak yang

memiliki denah persegi panjang di sepanjang garis AB dan CD di dalam Gambar

2.15 di antara kolom-kolomnya. Suatu portal rigid akan diperoleh di dalam arah x.

dengan cara yang sama, bidang-bidang vertical EF dan HG akan menghasilkan

portal rigid dalam arah y. solusi dari rangka ideal yang terdiri atas balok atau slab

ekivalen horizontal dan kolom vetikal tersebut memungkinkan desai slab sebagai

bagian balok dari portal tersebut. Jadi, metode portal ekivalen memandang portal
ideal tersebut dengan cara sama seperti memandang portal aktual, yang berarti

bahwa metode ini lebih eksak dan mempunyai batasan yang lebih sedikit

dibandingkan dengan metode desain langsung. Pada dasarnya, metode ini meliputi

distribusi momen penuh dengan lebih banyak siklus apabila dibandingkan dengan

metode desain langsung, yang meliputi hanya pendekatan distribusi momen satu-

siklus.

Gambar 2.15 Denah lantai dengan portal ekivalen (daerah yang diarsir dalam arah
x).

Berikut ini adalah batasan-batasan pada metode desain langsung:

1. Ada paling sedikit tiga bentang pada masing-masing arah.

2. Rasio antara bentang panjang dan bentang pendek di dalam sebuah panel

tidak boleh melebihi 2,0.

3. Panjang bentang yang bersebelahan di setiap arah tidak boleh berbeda

melebihi sepertiga dari panjang bentang yang lebih panjang.

4. Kolom dapat menyimpang sejauh maksimum 10 persen dari bentang di

dalam arah penyimpangan dari masing-masing sumbu di antara as kolom

yang bersebelahan.
5. Beban yang ada hanyalah beban gravitasi dari terbagi rata di atas seluruh

panel. Beban hidup tidak boleh melebihi tiga kali beban mati.

6. Apabila panel ditumpu oleh balok di semua sisi, maka kekakukan relatif

balok pada dua-arah yang saling tegak lurus tidak boleh lebih kecil dari

0,2 atau lebih besar dari 5,0.

Karena adanya batasan-batasan tersebut, untuk slab-slab lantai beton prategang,

kita harus menggunakan metode portal ekivalen.

Pada dasarnya ada empat langkah utama dalam desain panel lantai:

1. Tentukan momen static total di masing-masing arah yang saling tegak

lurus.

2. Distribusikan momen total untuk desain penampang terhadap momen

negatif dan positif.

3. Distribusikan momen negatif dan positif ke jalur kolom dan jalur tengah

dan ke balok panel, apabila ada. Jalur kolom mempunyai lebar 25 persen

dari lebar portal ekivalen di masing-masing sisi as kolom, dan

keseimbangan di dalam lebar portal ekivalen adalah jalur tengah.

4. Selaraskan ukuran dan distribusi dari penulangan ini pada kedua-arah yang

saling tegak lurus tersebut.

Dengan demikian, penentuan nilai dari momen yang didistribusikan menjadi

tujuan utama. Tinjaulah panel interior tipikal yang mempunyai dimensi as l1

dalam arah dari momen yang sedang ditinjau dan dimensi l2 dalam arah yang

tegak lurus l1, seperti terlihat dalam Gambar 2.16. bentang bersih ln diukur dari

muka ke muka kolom, kepala kolom, atau dinding. Nilainya tidak boleh lebih

kecil dari 0,65l1, dan tumpuan-tumpuan berbentuk lingkaran dipandang sebagai


tumpuan bujur sangkar yang luas penampang sama. Momen statik totalnya adalah

2
M0 = wl /8. Di dalam panel slab dua-arah sebagai komponen dua dimensi,

idealisasi struktur dengan arah x dan sekali lagi dalam arah orthogonal y. apabila

suatu diagram benda-bebas dari panel interior tipikal seperti terlihat dalam

Gambar 2.17(a) ditinjau, kondisi simetri mereduksi geser dan momen puntir

menjadi sama dengan nol di sepanjang tepi segmen potongan. Apabila tidak ada

kekangan di kedua ujung A dan B, maka panel tersebut dapat dipandang sebagai

hanya ditumpu dalam arah bentang ln. apabila kita melakukan pemotongan di

tengah-bentang, seperti terlihat dalam Gambar 2.17(b), dan meninjau setegah

panelnya sebagai diagram benda-bebas, maka momen M0 di tengah-bentang

adalah

Gambar 2.16 Jalur kolom dan jalur tengah dari portal ekivalen (arah y).
(2.33)

Gambar 2.17 Momen sederhana M0 bereaksi pada panel slab dua-arah interior
arah x. (a) Momen pada panel. (b) Diagram benda-bebas.

Karena adanya kekangan di tumpuan, maka M0 di dalam arah x akan terdistribusi

ke tumpuan-tumpuan dan tengah-bentangnya sedemikian rupa sehingga

M0 = MC + (MA + MB) (2.34)

Distribusi tersebut akan bergantung pada derajat kekakuan tumpuan. Dengan cara

yang sama, M0 pada arah y tentunya adalah jumlah dari momen-momen di tengah-

bentang dan rata-rata dari momen-momen di kedua tumpuan dalam arah tersebut.

Dalam arah orthogonal, Persamaan 2.34 menjadi



M0 = MC + (MA + MB)

Di mana M0 , MA , MB , dan MC masing-masing tegak lurus M0, MA, MB, dan MC.

Juga, dengan cara seperti Persamaan 2.33,

(2.35)

Intensitas beban W pada kondisi beban-kerja di dalam slab beton prategang

tersebut adalah Ww per luas satuan.


2.5.4 Penyeimbang Beban Dua-Arah

Penyeimbang beban merepresentasikan gaya-gaya yang mengimbangi

beban gravitasi eksternal. Gaya-gaya ini dihasilkan oleh komponen transversal

dari gaya prategang longitudinal pada suatu tendon yang berbentuh parabolic atau

harped. Beban w di dalam Persamaan 2.34 sampai 2.35 menunjukkan intensitas

beban transversal eksternal ke bawah, yang dapat berupa intensitas beban-kerja

ww atau intensitas beban terfaktor wu. intensitas beban ke atas di slab akibat

komponen transversal dari gaya prategang, akan mengurangi efek dari ww dan

dapat dipilih sedemikian hingga tepat mengimbangi intensitas beban ke bawah

tertentu. Pada kondisi seperti ini, slab dua-arah tersebut tidak mengalami lentur

maupun punter, dan analisisnya menjadi jauh lebih sederhana.

Penyeimbang dua-arah pada slab dua-arah berbeda dengan penyeimbang

beban satu-arah pada balok. Beban penyeimbang yang dihasilkan oleh tendon

dalam satu-arah memperbesar atau memperkecil beban penyeimbang yang

dihasilkan oleh tendon pada arah tegak lurus. Jadi, gaya prategang dan profil

tendon di dalam kedua-arah saling tegak lurus sepenuhnya saling berkait, selalu

mempertahankan prinsip-prinsip dasar statika. Keuntungan terbesar dari

penyeimbangan beban adalah pada pendesainan lantai prategang struktural

sedemikian hingga komponen gaya prategang ke atas menimbulkan suatu

distribusi intensitas beban di masing-masing arah yang ekivalen dengan intensitas

beban eksternal ke bawah. Desain seperti ini disebut desain seimbang yang

seutuhnya. Setiap penyimpangan dari kondisi yang seimbang ini harus dianalisis

sebagai beban yang bekerja di slab tersebut tanpa dipengaruhi oleh komponen

prategang ke-atas transversalnya.


Gambar 2.18 Beban penyeimbang dalam panel prategang dua-arah. (a) Tampak
tiga dimensi. (b) Penampang L-L dalam arah panjang. (c) Penampang S-S dalam
arah pendek.

Apabila suatu slab dua-arah yang terletak di atas tumpuan kaku seperti

dinding diberi pratengang pada kedua-arah orthogonal yang memiliki bentang

arah-pendek LS dan bentang arah-panjang LL, seperti terlihat dalam Gambar 2.18,

maka intensitas dari beban penyeimbang ke atas yang dibutuhkan untuk

menghasilkan beban-beban desain seimbang dapat dihitung dengan rumus,

dan

Dengan PS dan PL adalah gaya-gaya prategang efektif sesudah semua kehilangan,

masing-masing dalam arah pendek LS dan panjang LL, per lebar satuan slab, dan

eS dan eL adalah eksentrisitas maksimum tendon prategang. Beban penyeimbang

total per lebar satuannya menjadi

(2.36)

Penyeimbang akan memilih level Wseimbang dan menentukan nilai gaya

prategang PS dan PL berdasarkan rumus di atas. Ada banyak kombinasi dari PS


dan PL yang dapat memenuhi persamaan statika 2.36. seandainya panel slab

tersebut ditumpu di atas balok, atau seandainya panel-panel sederhana tersebut

ditumpu oleh dinding, maka desain yang paling ekonomis tentunya adalah

memberikan beban W hanya di arah pendek saja, atau beban W di masing-

masing arah untuk kasus panel slab berbentuk bujur sangkar. Panel slab yang

dibebani oleh Wseimbang dan mengalami tegangan akibat gaya prategang PS dan PL

akan mengalami distribusi tegangan seragam PS/h dan PL/h di masing-masing

arah, dengan h adalah tebal slab. Panel slab akan betul-betul datar, tanpa adanya

defleksi atau lawan-lendut. Setiap deviasi pada beban yang bekerja dari Wseimbang

akan membutuhkan penggunaan teori elastis biasa untuk melakukan analisis plat

dua-arah.

Karena slab dua-arah pascatarik prategang biasanya berupa plat datar yang

ditumpu langsung di atas kolom, maka semua bebannya harus dipikul dalam

kedua-arah dengan menggunakan salah satu dari antara tendon terlekat atau

tendon yang terdistribusi seragam, dengan pemusatan tendon di jalur kolom dari

panel plat dua-arah.

Distribusi tegangan yang seragam dan defleksi/lawan-lawan lendut nol

bukan merupakan keharusan di dalam mendesain sistem lantai. Seandainya

merupakan keharusan, maka penyeimbang beban tentunya bukan selalu

merupakan cara yang paling ekonomis untuk menentukan gaya-gaya prategang.

Sebagai gantinya, perencana sering menggunakan beban seimbang parsial

Wseimbang < WD + WL untuk sistem lantai banyak-panel. Apabila intensitas beban

Ww < WD + WL lebih besar daripada beban seimbang Wseimbang dari Persamaan

2.36, maka akan mendapatkan momen satuan MS dan ML masing-masing untuk


S

dan L.
Tegangan satuan di beton di arah pendek dan panjang akibat pembebanan

tak seimbang diperoleh dengan menambahkan tekanan seragam akibat

pembebanan seimbang dan tegangan lentur di beton yang ditimbulkan oleh

momen lentur MS dan ML yang berasal dari beban tak seimbang Ww Mseimbang.

Tegangan beton yang dihasilkan di serat atas dan bawah di masing-masing arah

dinyatakan sebagai berikut:

Arah pendek

Arah panjang

Di dalam persamaan-persamaan di atas, subskrip t menunjukkan atas (top) dari

slab dan subskrip b menunjukkan bawah (bottom) dari slab, c = h/2, lebar b = 12

in., dan

dan

Adalah gaya prategang satuan. Koefisien momen beban-kerja untuk mengevaluasi

MS dan ML dapat diperoleh dari bagan di dalam Gambar 2.19 untuk setiap kondisi

batas.
Gambar 2.19 Koefisien beban-kerja dalam slab dan pelat aksi dua-arah.
Gambar 2.20 Koefisien momen beban-ultimit dalam slab dan pelat aksi dua-arah.
Koefisien momen lentur di sana adalah untuk momen lentur positif dan negative

maksimum, dengan x2 dan x2 yang berlaku masing-masing untuk +M dan M,

di bentang pendek Lx. dengan cara sama, y2 dan y2 berlaku untuk masing-

masing momen lentur positif dan negative maksimum di bentang panjang Ly.

dengan cara yang hampir sama, bagan di dalam Gambar 2.20 memberikan metode

cepat untuk mengevaluasi koefisien momen lentur ultimit pada plat beton aksi-

dua-arah menerus.

2.5.5 Kuat Lentur Pelat Prategang

Momen desai untuk komponen-struktur terlekat prategang statis tak-tentu

dapat ditentukan dengan cara menggabungkan momen portal terdistribusi Mu

akibat beban mati dan hidup terfaktor, dengan momen sekunder MS di portal yang

ditimbulkan oleh tendon. Untuk nilai intensitas beban-kerja, hanya beban neto

Mnet sajalah yang harus ditinjau di dalam perhitungan momen terfaktor ujung-

jepitm sedangkan Wseimbang harus ditinjau untuk analisis kuat lentur.

Momen ujung-jepit Mu untuk distribusi momen

Apabila M1 = Pe e = Fe adalah momen primer, Mseimbang adalah momen seimbang

akibat Wseimbang, MS = Mseimbang terdistribusi, M1 adalah momen sekunder, dan

adalah momen ujung-jepit terfaktor akibat intensitas beban terfaktor Wu, maka

momen ultimit desainnya paling tidak akan sebesar

Mu Desain = terdistribusi - MS

Dan kuat momen yang tersedia adalah

Redistribusi inelastic dari momen akibat kontinuitas akan diberikan pada kuat

momen yang tersedia Mn di tumpuan ke arah momen perlu Mn di tengah-bentang.


Apabila tendon terlekat digunakan di tumpuan dengan baja nonprategang

minimum yang digunakan sesuai dengan Persamaan 2.37 dan 2.38, maka momen

negatif yang dihitung dengan menggunakan teori elastis untuk suatu kondisi

pembebanan dapat ditingkatkan atau dikecilkan sebesar tidak lebih dari persentase

yang dinyatakan dengan faktor redistribusi momen inelastis

Momen negatif termodifikasi ini harus digunakan di dalam menghitung momen di

penampang-penampang di tengah-bentang, yaitu momen positif, untuk kondisi

pembebanan yang sama. Redistribusi momen inelastis dari momen negatif dapat

dilakukan hanya jika penampang di mana momen tersebut direduksi didesain

sedemikian rupa sehingga atau tidak lebih besar

daripada 0,241.

2.5.6 Pembatasan Tegangan Beton Terhadap Lentur

Nilai-nilai berikut ini merupakan tegangan tarik maksimum yang diizinkan

di dalam elemen prategang untuk berbagai daerah momen.

1. Daerah momen negatif dengan penambahan penulangan non

prategang 6

2. Daerah momen negatif tanpa penambahan penulangan non prategang

3. Daerah momen positif dengan penambahan penulangan non prategang

4. Daerah momen positf tanpa penambahan penulangan non prategang 0


5. Tegangan tekan dalam beton (Dalam kondisi tertentu 0,60 fc) fc =

0,45fc

2.5.7 Penulangan

Luas minimum dari penulangan terlekat, kecuali jika disyaratkan oleh

Persamaan 2.38 di bawah ini, adalah

As = 0,004 A (2.37a) Dengan A

2
adalah luas dalam in. dari bagian penampang di antara muka tarik lentur dan

pusat berat dari penampang bruto. Pada daerah momen-positif di mana

tegangan tarik hitung di beton pada kondisi beban-kerja melebihi 2 , luas

minimum penulangan terlekat harus dihitung dari

(2.37b)

Dengan Nc adalah gaya tarik di beton akibat beban mati plus hidup tak terfaktor,

dan fy = 60.000 psi. Di daerah momen-negatif di tumpuan kolom, luas minimum

penulangan terlekat di masing-masing arah harus ditentukan dari

As = 0,00075hL (2.38)

Di mana L = panjang bentang di arah yang sejajar dengan penulangan yang

sedang ditinjau dan

h = tebal slab.

Penulangan yang diperoleh dari Persamaan 2.38 harus didistribusikan di dalam

lebar jalur slab di antara garis-garis yang terletak 1,5h di luar kedua muka kolom.

Sedikitnya emapt tulangan atau kawat harus digunakan di kedua-arah.

Panjang minimum penulangan terlekat di daerah positif harus sepertiga

bentang bersih, yang terpusat di daerah momen-positif. Panjang minimum

penulangan terlekat di daerah negative adalah seperenam dari bentang bersih di


masing-masing sisi tumpuan, yang diletakkan di serat atas. Tengangan fps di

penulangan pada kuat nominal, ditentukan dari persyaratan berikut.

Tendon terlekat. Untuk tendon terlekat,

2.39

Di mana = = fy/fc

dan p = 0,40 untuk fpy/fpu 0,85.

= 0,28 untuk fpy/fpu 0,90.

Apabila penulangan tekan ditinjau, maka suku di dalam

Persamaan 2.39 harus diambil tidak boleh lebih kecil dari sekitar 0,17, dan d

tidak dapat melebihi 0,15dp.

Tendon Tak Terlekat. Untuk tendon tak terlekat dengan rasio bentang-

tinggi 35,

Di mana fps fpy fpe + 400.

Untuk tendon tak terlekat dengan rasio bentang-tinggi > 35,

Di mana fpy fpe + 200.

2.5.8 Geser

Penulangan Tumpuan Kolom di Plat Datar. Kekakuan geser nominal

yang diberikan oleh beton di pertemuan kolom pada slab pretegang dua-arah

dinyatakan dengan

(2.40a)
Atau kuat geser unit nominalnya adalah

(2.40b)

Di mana b0 = keliling penampang geser kritis pada jarak d/2 dari muka tumpuan

fc = nilai rata-rata tegangan tekan efektif di beton akibat beban

eksternal untuk kedua-arah orthogonal yang dihitung di pusat

penampang sesudah semua kehilangan prategang (diberi notasi fpc

di dalam standar ACI)

Vp = komponen vertical dari semua gaya prategang efektif yang

melintasi penampang kritis

= terkecil di antara nilai 3,5 atau (sd/b0 + 1,5), dengan s adalah 40

untuk kolom interior, 30 untuk kolom tepi, dan 20 untuk kolom

pojok.

Dalam slab dengan tendon terdistribusi, suku Vp dapat diabaikan; jika tidak maka

kita perlu menggunakan kelengkungan terbaik actual dari geometri tendon di

dalam perhitungan agar kita bias mengetahui geser yang dipikul oleh tendon yang

melintasi penampang kritis. Menurut standar ACI 318, tidak ada bagian dari

penampang kolom yang lebih dekat ke tepi diskontiniu daripada empat kali tebal

slab, fc di dalam Persamaan 2.40 tidak dapat melebihi 5000 psi, dan di masing-

masing arah tidak dapat kurang dari 125 psi dan tidak dapat lebih dari 500 psi.

Apabila persyaratan di atas tidak terpengaruhi, maka Vc harus dihitung dari

yang terkecil di antara nilai-nilai yang diperoleh dari rumus-rumus berikut

(i) (2.41 a)

(ii) (2.41b)

(iii) (2.41c)
Di mana c = rasio antara sisi panjang dan pendek dari kolom atau daerah beban

terpusat.

Persamaan 2.41(a) dan (b) adalah hasil dari pengujian yang menunjukkan

bahwa apabila rasio b0/d meningkat, maka kuat geser nominal yang tersedia Vc

berkurang sehingga dalam hal ini Persamaan 2.41(c) tidak menentukan karena

tidak aman.

Tumpuan Tepi Menerus. Untuk beban yang terdistribusi dan tumpuan

tepi yang menerus seperti balok atau dinding, apabila prategang efektif tidak lebih

kecil dari 40 persen dari kuat tarik penulangan, tegangan geser izin maksimum

adalah

Dengan bw diambil sebagai lebar jalur dan Vud/Mu terletak pada jarak dp/2 dari

muka tumpuan, dp 0,80h.

Nilai di semua persamaan di atas harus dikalikan dengan faktor =

1,0 untuk beton berbobot normal, = 0,85 untuk beton ringan-pasir, dan = 0,75

untuk seluruh beton ringan.

Koefisien Gaya Geser. Gaya geser maksimum di tepi suatu panel slab dua-

arah yang memikul beban terdistribusi terbagi rata dan ditumpu di sepanjang

kelilingnya dapat didekati sebagai berikut

V = 1/3wLs (tepi pendek)

V = kwLs/(2k + 1) (tepi panjang)

Di mana k adalah rasio antara bentang panjang LL dan bentang pendek LS. Nilai

yang sama dapat digunakan untuk panel yang dijepit atau menerus di keempat

tepinya. Untuk kondisi lain, distribusi gaya-gaya geser, di mana tegangan yang
ditimbulkannya jarang kritis, harus disesuaikan berdasarkan kenyataan bahwa

gaya geser sedikit lebih besar di tepi menerus dibandingkan di tepi yang ditumpu

sederhana.

2.6 SISTEM LANTAI BETON BERTULANG DUA-ARAH

2.6.1 Tinjauan Metode

Metode dan Perilaku lentur pelat dan slab beton bertulang dua-arah sama

seperti yang dijelaskan pada subbab 2.5

2.6.2 Momen Desain Positif Dan Negatif Rencana

Dari Gambar 2.21(a), faktor momen negatif rencana pada bentang interior

adalah 0,65 dan faktor momen positif rencana adalah 0,35 dari momen statis

rencana M0. Untuk bentang ujung dari suatu panel lantai plat, faktor M0 diberikan

pada Tabel 2.9

Tabel 2.9 Faktor-Faktor Momen untuk Mendistribusikan M0 pada Bentang


Eksterior

Tepi eksterior yang tidak Slab dengan Slab tanpa balok di Tepi
ditahan balok di antara tumpuan eksterior
antara interior ditahan
semua penuh
tumpuan Tanpa Dengan
balok tepi balok tepi

Momen rencana 0,75 0,70 0,70 0,70 0,65


negatif interior

Momen positif 0,65 0,57 0,52 0,50 0,35


rencana

Momen rencana 0 0,16 0,26 0,30 0,65


negatif eksterior
Gambar 2.21 Distribusi momen statis rencana M0 ke momen negatif dan positif.
(a) koefisien momen untuk bentang banyak. (b) luas slab yang dipakai
menghitung M0.

2.6.3 Metode Rencana Pada Jalur Kolom

Jalur kolom adalah jalur di mana lebar pada kedua sisi kolom sama dengan

terkecil di antara 0,25l2 dan 0,25l1, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.16.

ke dalam jalur ini termasuk juga balok, apabila ada. Jalur tengah adalah jalur

desain yang dibatasi oleh jalur kolom pada panel yang sedang ditinjau.
Panel Interior

Jalur kolom harus direncanakan untuk dapat memikul momen negatif interior

akibat sebagian (dalam persen) dari momen negatif rencana interior sebagai

berikut:

l2/l1 0,5 1,0 2,0

1 (l2/l1) = 0 75 75 75

1 (l2/l1) 1 90 75 45

Yang untuk harga diantaranya dapat diambil interpolasi linier.

1 pada tabel ini adalah dalam arah bentang l1. Untuk slab dua arah yang

terletak pada balok, 1 ini adalah perbandingan antara kekakuan lentur panel slab

yang mempunyai lebar yang dibatasi oleh garis-garis tengah panel yang

bersebelahan, dengan kekakuan masing-masing balok (apabila ada), yaitu 1 =

Ecb/EcsIs, di mana Ecb, dan Ecs berturut-turut adalah harga modulus untuk baja dan

beton, dan Ib dan Is beturut-turut adalah momen inersia belok dan plat. Momen

rencana pada balok di antara perletakan harus direncanakan untuk memikul 85%

dari momen jalur kolom apabila 1 (l2/l1) 1,0. Untuk harga 1 (l2/l1) di antara 1,0

dan 0, dapat dibuat interpolasi linier antara 85% dan 0%.

Panel Eksterior

Jalur kolom harus direncanakan untuk dapat memikul momen negatif eksterior

yang merupakan sebagian (dalam persen) dari momen negatif eksterior rencana

total sebagai berikut:


l2/l1) 0,5 1,0 2,0

t = 0 100 100 100


1 (l2/l1) = 0
t 2,5 75 75 75

t = 0 100 100 100


1 (l2/l1) 1
t 2,5 90 75 45

Yang untuk harga di antaranya dapat diambil interpolasi linier. t adalah

perbandingan antara kekakuan torsi balok tepi dengan kekakuan lentur slab

sepanjang jarak antara as tumpuan.

Momen Positif

Jalur kolom harus direncanakan untuk dapat memikul momen positif yang

merupakan sebagian (dalam persen) dari momen positif rencana total sebagai

berikut:

l2/l1 0,5 1,0 2,0

1 (l2/l1) = 0 60 60 60

1 (l2/l1) 1 90 75 45

Yang untuk harga diantaranya dapat diambil interpolasi linier.

2.6.4 Efek Pola Pembebanan Terhadap Pertambahan Momen Positif

Peraturan ACI mengizinkan momen positif diperbesar sampai 33%, yang

merupakan hasil redistribusi momen pada sistem slab banyak bentang dari daerah

momen negatif yang besar di tumpuan ke daerah dengan momen positif yang kecil

pada lapangan. Akan tetapi, peraturan ini juga mengsyaratkan bahwa apabila

perbandingan antara beban hidup dengan beban mati melebihi 0,5, maka angka

kekakuan c harus lebih besar atau sama dengan angka kekakuan minimum min

yang dicantumkan pada Tabel 2.10.


Apabila c lebih kecil daripada min, maka momen positif rencana pada

bentang-bentang panel yang dipikul kolom tersebut harus dikalikan dengan faktor

s yang lebih besar daripada 1,0, yaitu:

*
Tabel 2.10 Harga min

Perbandingan Kekakuan balok relatif,


a
l2/l1 0 0,5 1,0 2,0 4,0
2,0 0,5-2,0 0 0 0 0 0
0,5 0,6 0 0 0 0
0,8 0,7 0 0 0 0
1,0 1,0 0,7 0,1 0 0 0
1,25 0,8 0,4 0 0 0
2,0 1,2 0,5 0,2 0 0
0,5 1,3 0,3 0 0 0
0,8 1,5 0,5 0,2 0 0
0,5 1,0 1,6 0,6 0,2 0 0
1,25 1,9 1,0 0,5 0 0
2,0 4,9 1,6 0,8 0,3 0
0,5 1,8 0,5 0,1 0 0
0,8 2,0 0,9 0,3 0 0
0,33 1,0 2,3 0,9 0,4 0 0
1,25 2,8 1,5 0,8 0,2 0
2,0 13,0 2,6 1,2 1,5 0,3
2.6.5 Kekuatan Geser

Perilaku geser plat dan slab dua arah merupakan masalah tegangan tiga dimensi.

Bidang kegagalan geser kritisnya adalah keliling daerah yang dibebani, yang

lokasinya terletak pada jarak yang memberikan keliling geser minimum b0.

Berdasarkan penelitian analitis maupun eksperimental, bidang geser ini tidak akan

lebih dekat daripada d/2 dari beban terpusat atau daerah reaksi.

Apabila tidak menggunakan penulangan geser yang khusus, maka

kekuatan geser nominal Vc dari penampang, seperti yang ditentukan oleh ACI,

adalah:

(2.42)

Di mana c adalah perbandingan antara sisi yang panjang dengan sisi yang pendek

dari daerah beban, dan b0 adalah keliling penampang kritis. Jelaslah dari

Persamaan 2.42 bahwa kekuatan geser yang dihasilkan oleh beton sederhana

0,5
dianggap melebihi 4(fc) , harga ini hamper sama dengan dua kali kekuatan geser

pada elemen struktur satu arah, seperti balok dan slab satu arah.

Apabila ada penulangan geser yang khusus, maka kekuatan geser nominal
0,5
maksimum Vn tidak boleh melebihi 6(fc) b0d, dan harga Vc yang digunakan tidak

0,5
melebihi 2(fc) b0d.

2.6.6 Menghitung Defleksi

Dalam membahas persoalan lendutan pelat persegi panjang yang memiliki

dua tepi yang saling berhadapan dan ditumpu secara sederhana, M. Levy

menyarankan untuk mengambil bentuk penyelesaian suatu deret.


Di mana Ym hanyalah merupakan fungsi y saja. Dari tabel 2.11, terlihat

bahwa bila b/a bertambah besar, maka lendutan maksimum dan momen

maksimum pelat dengan cepat mendekati nilai-nilai yang dihitung untuk lajur

yang dibebani secara merata atau untuk suatu pelat yang dilenturkan menjadi

suatu permukaan silindris yang diperoleh dengan membuat b/a = .

Tabel 2.11. Faktor-faktor bilangan , , , , n untuk pelat persegi panjang yang


ditumpu secara sederhana dan dibebani secara merata = 0,3.

Dimana,

Anda mungkin juga menyukai