Anda di halaman 1dari 15

Laboratorium Telinga, Hidung, Tenggorokan Referat

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

Kolesteatoma

Disusun Oleh:
Anis Purwanti
Aviciena Bin Iskandar

Pembimbing:
dr. Moriko, M.Kes, Sp.THT KL

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Telinga, Hidung, Tenggorokan
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

2016

0
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kolesteatoma telah diakui selama puluhan tahun sebagai lesi destruktif dasar
tengkorak yang bisa mengikis dan menghancurkan struktur penting dalam tulang temporal.
Kolesteatoma berpotensi untuk menyebabkan komplikasi pada sistem saraf pusat (misalnya,
abses otak,meningitis) membuat lesi ini bersifat fatal.1
Kolesteatoma pertama kali dijelaskan pada tahun 1829 oleh Cruveilhier, tetapi
dinamakan pertama kali oleh Muller pada tahun 1858. Sepanjang paruhawal abad ke-20,
kolesteatoma dikelola dengan eksteriorasi. Sel pneumatisasi mastoid dieksenterasi, dinding
posterior kanalis akustikus eksternus dihilangkan, dan membuka saluran telinga sehingga
menghasilkan rongga yang diperbesar untuk menjamin pertukaran udara yang memadai dan
untuk memudahkan melakukan inspeksi visual.1
Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). 2
yang biasanya terjadi pada telinga tengah, mastoid dan epitimpani. 3 Berdasarkan terjadinya
kolesteatom dapat dibagi dua jenis yaitu kolesteatom kongenital dan kolesteatom akuisital yang
terbentuk setelah anak lahir.2
Kolesteatoma dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya sehingga mendestuksi
tulang sekitarnya yang dapat menimbulkan komplikasi seperti labirinitis, meningitis dan abses
otak.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).
Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma bertambah besar. Istilah
kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johannes Muller pada tahun 1838 karena disangka
kolesteatoma merupakan suatu tumor, yang kemudian ternyata bukan. Beberapa istilah lain
yang diperkenalkan oleh para ahli antara lain: keratoma (Schucknecht), squamos epiteliosis
(Birrel, 1958), kolesteatosis (Birrel, 1958), epidermoid kolesteatoma (Friedman, 1959), kista
epidermoid (Ferlito, 1970), epidermosis (Sumarkin, 1988).1
Kolesteatoma terdiri dari epitel skuamosa yang terperangkap di dalam basis cranii. Epitel
skuamosa yang terperangkap di dalam tulang temporal, telinga tengah, atau tulang mastoid
hanya dapat memperluas diri dengan mengorbankan tulang yang mengelilinginya. Akibatnya,
komplikasi yang terkait dengan semakin membesarnya kolesteatoma adalah termasuk
cedera dari struktur-struktur yang terdapat di dalam tulang temporal. Kadang-kadang,
kolesteatomas juga dapat keluar dari batas-batas tulang temporal dan basis cranii.
Komplikasi ekstrarempotal dapat terjadi di leher, sistem saraf pusat, atau keduanya.
Kolesteatomas kadang-kadang menjadi cukup besar untuk mendistorsi otak normal dan
menghasilkan disfungsi otak akibat desakan massa.1

2.2 Epidemiologi

Insiden kolesteatoma dilaporkan 3: 100.000 pada anak dan 9,2: 100.000 pada dewasa.
Laki-laki lebih dominan dari perempuan dengan perbandingan 1,4: 1. Insidens tertinggi
kolesteatoma pada telinga tengah dijumpai pada usia kurang dari 50 tahun, dan insidens
kolesteatom pada telinga luar umumnya dijumpai pada usia 40-70 tahun. Prefalensi tertinggi
dijumpai pada ras kulit putih dan jarang ditemukan pada ras Asia, Indian Amerika, dan populasi
Eskimo di Alaska.4

2
2.3 Patogenesis Dan Klasifikasi Kolesteatom

Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis kolesteatoma, antara
lain adalah: teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi dan teori implantasi. Teori tersebut
akan lebih mudah dipahami bila diperhatikan definisi kolesteatoma menurut Gray (1964)
yang mengatakan: kolesteatoma adalah epitel kulit yang berada pada tempat yang salah.
Epitel kulit liang telinga merupakan suatu daerah cul-de-sac sehingga apabila terdapat
serumen padat di liang telinga dalam waktu yang lama, maka dari epitel kulit yang berada
medial dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma.2

Tabel 1. Klasifikasi kolesteatom berdasarkan patogenesis4

Lokasi terbanyak Riwayat penyakit Keadaan membrane timpani


(jika pada telinga tengah)
Congenital (2%) Dapat dimana saja (-) intak
pada tulang temporal
Acquired Telinga tengah Penyakit pada telinga Dapat intak sampai
yang berulang perforasi
- Primer (80%)
-Sekunder (18%)

Kolesteatoma dapat dibagi atas dua jenis menurut etiologinya :

1.Kolesteatoma kongenital

Kolesteatoma kongenital terbentuk sebagai akibat dari epitel skuamosa terperangkap


di dalam tulang temporal selama embriogenesis, ditemukan pada telinga dengan membran
tympani utuh tanpa ada tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatoma biasanya di mesotimpanum
anterior, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle. Kolesteatoma di
cerebellopontin angle sering ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli bedah saraf.2

3
Gambar 1. Kolesteatoma kongenital. Tampak massa putih di belakang membran tympani 1

Penderita sering tidak memiliki riwayat otitis media supuratif kronis yang berulang,
riwayat pembedahan otologi sebelumnya, atau perforasi membran timpani. Kolesteatoma
kongenital paling sering diidentifikasi pada anak usia dini (6 bulan 5 tahun). Saat
berkembang, kolesteatom dapat menghalangi tuba estachius dan menyebabkan cairan telinga
tengah kronis dan gangguan pendengaran konduktif. Kolesteatom juga dapat meluas ke
posterior hingga meliputi tulang-tulang pendengaran dan, dengan mekanisme ini,
menyebabkan tuli konduktif.1

2. Kolesteatoma akuisital, jenis ini terbagi dua :

a. Kolesteatoma akuisital primer

Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membrana tymphani.


Kolesteatoma timbul akibat proses invaginasi dari membran tymphani pars flaksida karena
adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba (Teori Invaginasi).2

Gambar 2. Kolesteatoma pada daerah atik. Merupakan kolesteatoma akuisital primer pada stadium paling
awal2

4
Kolesteatoma akuisital primer timbul sebagai akibat dari retraksi membran timpani.
Kolesteatoma akuisital primer klasik berawal dari retraksi pars flaksida di bagian medial
membran timpani yang terlalu dalam sehingga mencapai epitimpanum. Saat proses ini
berlanjut, dinding lateral dari epitympanum (disebut juga skutum) secara perlahan terkikis,
menghasilkan defek pada dinding lateral epitympanum yang perlahan meluas. Membran
timpani terus yang mengalami retraksi di bagian medial sampai melewati pangkal dari
tulang-tulang pendengaran hingga ke epitympanum posterior. Destruksi tulang-tulang
pendengaran umum terjadi.1
Jika kolesteatoma meluas ke posterior sampai ke aditus ad antrum dan tulang mastoid
itu sendiri, erosi tegmen mastoid dengan eksposur dura dan/atau erosi kanalis semisirkularis
lateralis dapat terjadi dan mengakibatkan ketulian dan vertigo. Kolesteatoma akuisital primer
tipe kedua terjadi apabila kuadran posterior dari membran timpani mengalami retraksi ke
bagian posterior telinga tengah. Apabila retraksi meluas ke medial dan posterior, epitel skuamosa
akan menyelubungi bangunan-atas stapes dan membran tympani terteraik hingga ke dalam sinus
timpani. Kolesteatoma primer yang berasal dari membran timpani posterior cenderung
mengakibatkan eksposur saraf wajah (dan kadang-kadang kelumpuhan) dan kehancuran
struktur stapes.1

b. Kolesteatoma akuisital sekunder

Merupakan kolesteatoma yang terbentuk setelah adanya perforasi membran tympani.


Kolesteatom terbentuk sebagai akibat masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari
pinggir perforasi membran tympani ke telinga tengah (Teori Migrasi) atau terjadi akibat
metaplasi mukosa kavum tymphani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama ( Teori
Implantasi).2
Kolesteatoma akuisital sekunder terjadi sebagai akibat langsung dari beberapa jenis
cedera pada membran timpani. Cedera ini dapat berupa perforasi yang timbul sebagai akibat
dari otitis media akut atau trauma, atau mungkin karena manipulasi bedah pada gendang telinga.
Suatu prosedur yang sederhana seperti insersi tympanostomy tube dapat mengimplan epitel
skuamosa ke telinga tengah, yang akhirnya menghasilkan kolesteatoma. Perforasi marginal
di bagian posterior adalah yang paling mungkin menyebabkan pembentukan kolesteatoma.

5
Retraksi yang mendalam dapat menghasilkan pembentukan kolesteatoma jika retraksi
menjadi cukup dalam sehingga menjebak epitel deskuamasi.1
Kolesteatoma merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan kuman
(infeksi), yang paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Sebaliknya infeksi
dapat memicu respons imun lokal yang mengakibatkan produksi berbagai mediator inflamasi dan
berbagai sitokin. Sitokin yang diidentifikasi terdapat pada matriks kolesteatoma adalah
interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor- (TNF-),tumor growth
factor (TGF). Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatoma bersifat
hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis.2
Massa kolesteatoma ini akan menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta
menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat
oleh karena pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Proses nekrosis tulang ini
mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirintitis, meningitis, dan abses otak.2

2.4 Mekanisme Destruksi Tulang Oleh Kolesteatom

Destruksi tulang pada telinga tengah dan kapsula otic dapat ditemukan intraoperatif pada
pasien kolesteatoma. Kolesteatom dapat mendekstruksi tulang dengan beberapa cara yaitu stress
mekanik (penekanan) dan sekresi enzim oleh jaringan granulasi.5,6
Destruksi tulang oleh kolesteatoma biasanya pada ossicular chain, terlebih pada incus,
telah ditemukan pada 80% pasien dengan fistula labirin, terutama dilateral kanalis semicular,
telah ditemukan pada 10% pasien dengan kolesteatoma.5
Destruksi tulang oleh kolesteatoma biasa terjadi pada scutum dan ossicular chains.
Beberapa penelitian mengusulkan bahwa destruksi tulang diakibatkan faktor mekanik. Sebagai
contoh, produksi yang berlebihan dan akumulasi dari keratin debris pada telinga tengah dan
kavitas mastoid meningkatkan tekanan pada telinga tengah dan mastoid, yang mana
mengakibatkan berkurangnya suplai darah pada telinga tengah dan kavitas mastoid dan
menyebabkan dekstruksi tulang. Beberapa factor humoral dapat menstimulasi dan memegang
peranan penting pada pathogenesis dekstruksi tulang oleh kolesteatoma, seperti endotoksin yang
diproduksi bakteri, EGF (epithelial growth factor) dan reseptornya serta TNF (tumor necrosis
factor yang disekresikan oleh sel epitel pada kolesteatoma. Inflamasi pada subepitel sering
dijumpai pada pasien kolesteatoma. Sel yang mengalami inflamasi dapat memproduksi protein,
asam fosfat, osteoclast activating factors dan kolagenase, yang mana dapat meresobsi tulang.5,6

6
Meskipun hiperproliferasi adalah kunci karakteristik pada kolesteatoma, proliferasi dari
epitel kolesteatoma tidak sebesar pada sel kanker dan lebih seperti program kematian sel dan
perubahan akhir sel epitel. Apoptosis yang merupakan regulasi dengan menginduksi dan faktor
inhibitor. FasL, Fas dan TNF menginduksi aktifasi apoptosis tetapi juga menghambat proses
apoptosis. FasL selain menginduksi apoptosis juga menginaktifasi osteoblas, sehingga terjadilah
resobsi tulang.5,6
Untuk dapat lebih jelas mengenai mekanisme destruksi tulang oleh kolesteatoma dapat
dilihat pada bagan dibawah ini:

Gambar 3. Mekanisme dekstuksi tulang oleh kolesteatoma7

Mekanisme awal dekstruksi tulang oleh kolesteatoma diawali penekanan akibat


akumulasi keratin dan produksi buangan lainnya menyebabkan stress mekanik. Stress mekanik
menginduksi produksi MIF (Macrofage Migration Inhibitory Factor). MIF menginduksi MMPs
(Matriks Metalloproteinase). MMPs bekerja pada angiogenesis dan proliferasi sel. Degradasi
matriks ekstraseluler adalah dasar untuk pembentukan kolesteatoma dan ini akibat induksi yang
diaktifasi oleh MMPs. MMps berperan dalam dekstruksi tulang dan degradasi ECM. Pada waktu
yang sama MIF juga meningkatkan produksi factor pro-inflamasi termasuk sitokin dan kemokin

7
oleh sel makrofag. Khususnya IL-1, 6 dan TNF memegang peranan pada dekstruksi tulang.
Selain itu osteoklas dan osteoblas diaktifasi oleh sitokin dan kemokin lewat MIF. Jadi
kemungkinan MIF memegang adalah factor peranan kunci pada mekanisme dekstruksi tulang
oleh kolesteatom.7

2.5 Presentasi Klinis

Gejala khas dari kolesteatoma adalah otorrhea tanpa rasa nyeri, yang terus-menerus atau
sering berulang. Ketika kolesteatoma terinfeksi, kemungkinan besar infeksi tersebut sulit
dihilangkan. Karena kolesteatoma tidak memiliki suplai darah (vaskularisasi), maka
antibiotik sistemik tidak dapat sampai ke pusat infeksi pada kolesteatoma. Antibiotik topikal
biasanya dapat diletakkan mengelilingi kolesteatoma sehingga menekan infeksi dan
menembus beberapa milimeter menuju pusatnya, akan tetapi, pada kolestatoma terinfeksi
yang besar biasanya resisten terhadap semua jenis terapi antimikroba. Akibatnya, otorrhea
akan tetap timbul ataupun berulang meskipun dengan pengobatan antibiotik yang agresif.1,3,8
Gangguan pendengaran juga merupakan gejala yang umum pada kolesteatoma.
Kolesteatoma yang besar akan mengisi ruang telinga tengah dengan epitel deskuamasi
dengan atau tanpa sekret mukopurulen sehingga menyebabkan kerusakan osikular yang
akhirnya menyebabkan terjadinya tuli konduktif yang berat.1,3
Pusing adalah gejala umum relatif pada kolesteatoma, tetapi tidak akan terjadi apabila
tidak ada fistula labirin akibat erosi tulang atau jika kolesteatoma mendesak langsung pada
stapes footplate. Pusing adalah gejala yang mengkhawatirkan karena merupakan pertanda
dari perkembangan komplikasi yang lebih serius.1
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang paling umum dari kolesteatoma adalah drainase dan
jaringan granulasi di liang telinga dan telinga tengah tidak responsif terhadap terapi
antimikroba. Suatu perforasi membran timpani ditemukan pada lebih dari 90% kasus.
Kolesteatoma kongenital merupakan pengecualian, karena seringkali gendang telinga tetap
utuh sampai komponen telinga tengah cukup besar. Kolesteatoma yang berasal dari
implantasi epitel skuamosa kadangkala bermanifestasi sebelum adanya gangguan pada
membran tympani. Akan tetapi, pada kasus-kasus seperti ini, (kolesteatoma kongenital,
kolesteatoma implantasi) pada akhirnya kolesteatoma tetap saja akan menyebabkan perforasi
pada membran tympani.1,3
Seringkali satu-satunya temuan pada pemeriksaan fisik adalah sebuah kanalis
akustikus eksternus yang penuh terisi pus mukopurulen dan jaringan granulasi. Kadangkala
8
menghilangkan infeksi dan perbaikan jaringan granulasi baik dengan antibiotik sistemik
maupun tetes antibiotik ototopikal sangat sulit dilakukan. Apabila terapi ototopikal berhasil,
maka akan tampak retraksi pada membran tympani pada pars flaksida atau kuadaran
posterior.1,3
Pada kasus yang amat jarang, kolesteatoma diidentifikasi berdasarkan salah satu
komlikasinya, hal ini kadangkala ditemukan pada anak-anak. Infeksi yang terkait dengan
kolesteatoma dapat menembus korteks mastoid inferior dan bermanifestasi sebagai abses di
leher. Kadangkala, kolesteatoma bermanifestasi pertama kali dengan tanda-tanda dan gejala
komplikasi pada susunan saraf pusat, yaitu: trombosis sinus sigmoid, abses epidural, atau
meningitis.1,2,3

2.6 Pemeriksaan pencitraan

CT scan merupakan modalitas pencitraan pilihan karena CT scan dapat mendeteksi


cacat tulang yang halus sekalipun. Namun, CT scan tidak selalu bisa membedakan antara
jaringan granulasi dan kolesteatoma. Densitas kolesteatoma dengan cairan serebrospinal
hampir sama, yaitu kurang-lebih -2 sampai +10 Hounsfield Unit, sehingga efek dari desakan
massa itu sendirilah yang lebih penting dalam mendiagnosis kolesteatoma.4,10
Gaurano (2004) telah menunjukkan bahwa perluasan antrum mastoid dapat dilihat
pada 92% dari kolesteatoma telinga tengah dan 92% pulalah hasil CT scan yang membuktikan
erosi halus tulang-tulang pendengaran.4

Defek yang dapat dideteksi dengan menggunakan CT scan adalah sebagai berikut4:

a. Erosi skutum

b. Fistula labirin

c. Cacat di tegmen d. keterlibatan tulang-tulang pendengaran

e. Erosi tulang-tulang pendengaran atau diskontinuitas

f. Anomali atau invasi dari saluran tuba

9
Gambar 3. Kolesteatoma (arrow) pada EAC. Lokasi tipikal pada dinding bawah EAC dan tampak lesi pada fragmen
tulang kecil.4

MRI digunakan apabila ada masalah sangat spesifik yang diperkirakan dapat
melibatkan jaringan lunak sekitarnya. Masalah-masalah ini termasuk yang berikut:4,8

a. Keterlibatan atau invasi dural

b. Abses epidural atau subdural

c. Herniasi otak ke rongga mastoid

d. Peradangan pada labirin membran atau saraf fasialis

e. Trombosis sinus sigmoid

2.7 Penatalaksanaan

A. Non surgical

Terapi goal standard pada kolesteatoma ialah dengan menghilangkan aktfitas inflamasi
dan infeksi pada telinga.. Terapi medis bukanlah pengobatan yang sesuai untuk
kolesteatoma. Pasien yang menolak pembedahan atau karena kondisi medis yang tidak
memungkinkan untuk anestesi umum harus membersihkan telinga mereka secara teratur.
Pembersihan secara teratur dapat membantu mengontrol infeksi dan dapat memperlambat
pertumbuhan kolesteatom, tapi tidak dapat menghentikan ekspansi lebih lanjut dan tidak
menghilangkan risiko komplikasi. Terapi antimikroba yang utama adalah terapi topikal, akan
tetapi terapi sistemik juga dapat membantu sebagai terapi tambahan.9,10

10
Antibiotik oral bersama pembersihan telinga atau bersama dengan tetes telinga lebih baik
hasilnya daripada masing-masing diberikan tersendiri. Diperlukan antibiotik pada setiap fase
aktif dan dapat disesuaikan dengan kuman penyebab. Antibiotik sistemik pertama dapat langsung
dipilih yang sesuai dengan keadaan klinis, penampilan sekret yang keluar serta riwayat
pengobatan sebelumnya. Sekret hijau kebiruan menandakan Pseudomonas, sekret kuning
pekat seringkali disebabkan oleh Staphylococcus, sekret berbau busuk seringkali disebabkan
oleh golongan anaerob.3
Kotrimokasazol, Siprofloksasin atau ampisilin-sulbaktam dapat dipakai apabila curiga
Pseudomonas sebagai kuman penyebab. Bila ada kecurigaan terhadap kuman anaerob, dapat
dipakai metronidazol, klindamisin, atau kloramfenikol. Bila sukar mentukan kuman
penyebab, dapat dipakai campuran trimetoprim-sulfametoksazol atau amoksisillin-klavulanat.
Antibitotik topikal yang aman dipakai adalah golongan quinolon. Karena efek samping
terhadap pertumbuhan tulang usia anak belum dapat disingkirkan, penggunaan ofloksasin
harus sangat hati-hati pada anak kurang dari 12 tahun.3
Pembersihan liang telinga dapat menggunakan larutan antiseptik seperti Asam Asetat 1-
2%, hidrogen peroksisa 3%, povidon-iodine 5%, atau larutan garam fisiologis. Larutan
harus dihangatkan dulu sesuai dengan suhu tubuh agar tidak mengiritasi labirin setelah itu
dikeringkan dengan lidi kapas.3

B. Terapi Pembedahan

Tindakan definitive harus mencapai tujuan akhir pengobatan. Tujuan primer untuk
mecapai telinga kering dan amam. Pada dasarnya menghindari proses penyebab erosi tulang,
yaitu inflamasi kronik, dan infeksi. Tujuan akhir, mengeluarkan semua jaringan kolesteatoma.
Jika gagal akan menyebabkan rekurens. Jika pasien memiliki beberapa episode kekambuhan dari
kolesteatoma dan keinginan untuk menghindari operasi masa depan, teknik canal wall down
adalah yang paling sesuai. Beberapa pasien tidak dapat menerima tindakan canal-wall
down.Pasien tersebut dapat diobati dengan tertutup (canal wall-up), asalkan mereka
memahami bahwa penyakit lebih mungkin kambuh dan mereka mungkin membutuhkan
beberapa serial prosedur pembedahan.3

Tabel 2. Prosedur pembedahan pada kolesteatoma3

Prosedur Hasil akhir Keuntungan setelah Kerugian setelah

11
pembedahan pembedahan
Timpanoplasty (canal Liang telinga dengan Resiko rendah untuk Beresiko kekambuhan
wall up with membrane timpani otorea kolesteatom pars
mastoidektomy) flasid
Atticotomy Liang telinga dengan Resiko menengah Beresiko kekambuhan
membrane timpani untuk otorea kolesteatom pars
dan defek pada flasid
epitimpani
Modifikasi Liang telinga dengan Resiko kecil untuk Resiko yang
mastoidektomy membrane timpani resiko kekambuhan signifikan untuk
radikal (canal wall kolesteatom pars kejadian otorea
down) flasid
mastoidektomy Liang telinga tanpa Resiko kecil untuk Resiko yang
radikal (canal wall membrane timpani resiko kekambuhan signifikan untuk
down) kolesteatom pars kejadian otorea dan
flasid dan pars tensa gangguan
pendengaran

2.8 Prognosis1,4,10

Mengeliminasi kolesteatoma hampir selalu berhasil, namun mungkin memerlukan


beberapa kali pembedahan. Karena pada umumnya pembedahan berhasil, komplikasi dari
pertumbuhan tidak terkendali dari kolesteatoma sekarang ini jarang terjadi.
Timpanoplasti dinding runtuh menjanjikan tingkat kekambuhan yang sangat rendah
dari kolesteatoma. Pembedahan ulang pada kolesteatoma terjadi pada 5% kasus, yang cukup
menguntungkan bila dibandingkan tingkat kekambuhan timpanoplasti dinding utuh yang 20-
40%.
Meskipun demikian, karena rantai osikular dan/atau membran tympani tidak selalu
dapat sepenuhnya direstorasi kembali normal, maka kolesteatoma tetaplah menjadi penyebab
umum relatif tuli konduktif permanen.

BAB III

KESIMPULAN

12
Dari semua penjabaran mengenai kolesteatoma, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :

1. Banyak teori yang berusaha menjelaskan mengenai terbentuknya kolesteatoma, tetapi


untuk dapat memahami mekanisme dekstruksi tulang oleh kolesteatoma sangat penting
untuk memiliki pengetahuan dasar yang memadai mengenai karakteristik anatomi
dan fungsional dari telinga tengah untuk mencapai penatalaksanaan yang memuaskan
pada kasus kolesteatoma
a. Patogenesis dekstruksi tulang oleh kolesteatom masih perlu digali untuk dapat
mengantisipasi proses ini serta menentukan tindakan yang tepat dalam
penatalaksanaan kasus kolesteato agar dicapai tujuan akhir terapi.
b. Penatalaksanaan yang paling sesuai adalah pembedahan dengan tujuan untuk
mengeradikasi penyakit dan untuk mencapai kondisi telinga yang kering dan
aman dari infeksi berulang.
c. Pendekatan secara bedah harus disesuaikan pada masing-masing pasien sesuai
dengan keadaan umum dan luasnya penyebaran kolesteatoma itu sendiri.
d. Harus diperhatikan komplikasi pasca-pembedahan yang mengancam nyawa
ataupun menyebabkan kondisi serius terhadap pasien seperti cedera nervus
fasialis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Roland PS. Middle Ear, Cholesteatoma. Emedicine. June 29, 2009 (cited January 24,
2016). Available at http://emedicine.medscape.com/article/860080-overview.

13
2. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI; 2008
3. Lalwani, AK. Current diagnosis and treatment otolaryngology heah and neck surgery.
Edition 2. Mc Graw Hill
4. Barath K, Huber AM, Stampfli P, Varga Z, Kollias S. Neuroradiology of cholesteatomas.
AJNR. Feb 2011.
5. Lin CD, Jeng FC, Cheng YK, Lin TY, Chow KC, Tsai MH. Morphological changes in
tempotal bone and the expression of fas ligand in patients with cholesteatoma. Available
at http://www.ohio.edu/people/jeng/pdf/Lin 2004, morphological changes in tempotal
bone and the expression of fas ligand in patients with cholesteatoma.pdf
6. Olszewska E, Olszewska S, Kluczyk MB, Zwierz K. Role of N-acetyl--D-
hexosaminidase in cholesteatoma tissue. Acta Biochimica Polonica. Vol 54. 2007.
Available from: http://www.actabp-pl/pdf/2_2007/365.pdf
7. Kanemaru S, Kikkawa Y, Omori K, Ito J. Bone destructive mechanisms of cholesteatoma.
Diakses dari http://taimuihonghue21.files.wordpress.com/2010/10/21268_ftp.pdf
8. Adams GL, Boies LR, Higler PA. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997
9. DeSouza CE, Menezes CO, DeSouza RA, Ogale SB, Morris MM, Desai AP. Profile of
congenital cholesteatomas of the petrous apex. J Postgrad Med [serial online] 1989 [cited
2009 Sep 5];35:93. Available from: http://www.jpgmonline.com/text.asp?
1989/35/2/93/5702
10. Waizel S. Temporal Bone, Aquired Cholesteatoma. Emedicine. May 1, 2007
Available at http://emedicine.medscape.com/article/384879-overview

14

Anda mungkin juga menyukai