Filsafat pendidikan merupakan hasil pilir manusia tentang realitas, pengetahuan, dan
nilai, khususnya yang berkaitan dengan praktek pelaksanaan pendidikan. Selain pengertian
tersebut terdapat juga beberapa pengertian filsafat pendidikan yang dikemukakan beberapa ahli :
memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan
mendidik ialah usaha merealisasi nilai-nilai dan cita-cita itu didalam kehidupan dan
filsafat, dimulai dengan generasi muda, untuk membimbing rakyat membina nilai-nilai
(emotional) menuju kearah tabiat manusia, maka filsafat juga dapat diartikan sebagai
pada dasarnya, bukan alat sosial semata untuk mengalihkan cara hidup secara
menyeluruh kepada setiap generasi, akan tetapi ia juga menjadi agen (lembaga) yang
melayani hati nurani masyarakat dalam perjuangan mencapai hari depan lebih baik (Van
Cleve Morris, Becamingan Education, P.57 dalam buku Filsafat Pendidikan Islam, Prof
pendidikan terdapapat berbagai aliran sesuai dengan aliran yang ada dalam filsafat. Berikut ini
yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang
nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara
fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato,
oleh indera manusia adalah bayangan dari ide tersebut. Bagi kelompok ideallis alam ini ada
tujuannya yang bersifat spiritual. Hukum-hukum alam dianggap sesuai dengan kebutuhan watak
intelektual dan moral manusia. Mereka juga berpendapat bahwa terdapat suatu harmoni yang
mendasar antara manusia dengan alam. Manusia memang bagian dari proses alam, tetapi ia juga
bersifat spiritual, karena manusia memiliki akal, jiwa, budi, dan nurani.
Aliran ideallisme kenyataan tidak terpisahkan dengan alam dan lingkungan sehingga
Pertama : Yang nampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam
lingkungan ini seperti ada yang datang dan ada yang pergi, ada yang hidup dan ada yang mati,
demikian seterusnya.
Kedua : adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (ideall),
gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian
kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang nampak karena ideal merupakan
ideal, duania ideal merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata
seperti yang nampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan
yang paling akhir dari ideall adalah archa yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang
disebut dengan dunia ideal dengan tuhan, arce sifatnya kekal dan sedikitpun tidak mengalami.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma lebih
berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi kehidupan manusia, roh itu pada dasarnya
dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut dengan penjelmaan
dari roh atau sukma. Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikirian yang
keadaanya secara metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan
tersebut untuk menemukan hakikatyang mutlak dan murni pada kehidupan manusia, demikian
juga hasil adavtasi individu dengan individu lainnya oleh karena itu adanya hubungan rohani
Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir mereka dengan pandangan
yang fundamental bahwa realitas yang tinggi adalah alam pikiran (Ali, 1991), sehingga rohani
dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksanaan dari paham ini. Sebagaimana Phidom
difungsikan disini adalah jiwa atau sukma, dengan demikian duniapun terbagi menjadi dua yaitu
dunia nyata dengan dunia tidak nyata, dunia kelihatan dengan dunia tidak kelihatan, dan bagian
ini menjadi sasaan studi bagi aliran filsafat idealisme (Van der Viej, 1988).
tradisi, sebab mereka mempunyai pandangan bahwa nilai-nilai kehidupan itu memiliki tingkat
yang lebih tinggi dari sekadar nilai kelompok individu. Ini menunjukkan bahwa kekuatan
(bathin) yang perlu dikembangkan, juga harus diwujudkan atau dijejalkan ke dalam diri peserta
didik (Uyoh, 2003). Pendidikan bukan menjejalkan pengetahuan dari luar ke dalam diri
dan pengalaman dalam diri seseorang. Bangunlah atau ciptakanlah kesempatan atau kondisi agar
pada pengalaman inderawi ataupun gagasan yang tebangun dari dalam. Dengan demikian
realisme dapat dikatakan sebagai bentuk penolakan terhadap gagasan ekstrim idealisme dan
empirisme. Dalam membangun ilmu pengetahuan, realisme memberikan teori dengan metode
induksi empiris. Gagasan utama dari realisme dalam konteks pemerolehan pengetahuan adalah
bahwa pengetahuan didapatkan dari dual hal, yaitu observasi dan pengembangan pemikiran baru
dari observasi yang dilakukan. Dalam konteks ini, ilmuwan dapat saja menganalisa kategori
fenomena-fenomena yang secara teoritis eksis walaupun tidak dapat diobservasi secara langsung.
Realisme menurut Kattsoff (1996: 126) menarik garis pemisah yang tajam antara yang
mengetahui dan yang diketahui, dan pada umumnya cenderung kea rah dualism atau monism
materialistik. Seorang pengikut materialism mengatakan bahwa jiwa dan materi sepenuhnya
sama. Jika demikian halnya, sudah tentu dapat jugasama-sama dikatakanjiwa adalah
materimateri adalah jiwa. Jika orang mengatakan jiwa adalah materi dank arena materi tidak
tidak mungkin mengandung maksud, maka juga jiwa tidak mungkin mengandung maksud. Jika
materi adalah jiwa, maka alam semesta dapat dipahamkan sebagai sesuatu yang mengandung
mengenai bang sesuatu ialah menentukan apakah gagasan itu benar-benar memberikan
pengetahuan kepada kita mengenai barang sesuatu itu sendiri ataukah tidak dengan mengadakan
pembedaan antara apakah sesuatu itu yang senyatanya dengan bagaimanakah tampaknya barang
sesuatu itu.
Salah satu tokoh atau penganut realisme yang sangat terkenal adalah Johan Amos
berusaha untuk mencapai tujuan hidup berupa, pertama keselamatan dan kebahagian hidup yang
abadi dan kedua adalah kehidupan dunia yang sejahtera dan damai. Tujuan yang pertama
merupakan tujuan yang menyatu dalam hidup yang merupakan kualitas hidup itu sendiri yang
menuju kesempurnaan, sedngkan tujuan yang kedua adalah kehidupan yang sejahtera dan damai
yang menuntun hidup kekehidupan keselamatan dan kebahagian hidup yang abadi. Comenius
dengan bukunya Didactica Magna (Didaktik Besar) dan Orbis Sensualtum Pictus (Dunia
berpikir ilmiah, yaitu metode induktif. Oleh karena itu dalam pembelajaran sangat ditekankan
dengan penggunaan metode peragaan atau metode peragaan merupakan suatu keharusan dalam
suatu proses belajar mengajar, sehingga beliau dijuluki sebagai bapak Keperagaan Dalam
Belajar Mengajar.
Beberapa prinsip belajar yang dikemukakan oleh Comenius (Sadulloh,2003) adalah;
a. Pelajaran harus didasarkan pada minat peserta didik.
b. Setiap mata pelajaran harus memiliki out-line.
c. Pada pertemuan awal atau permulaan pembelajaran, guru harus menyampaikan
informasi tentang garis-garis besar pembelajaran yang akan dipelajari peserta didik.
d. Kelas harus diperkaya dengan gambar-gambar, peta, affirmasi, foto, hasil karya
peserta didik dan sejenisnya yang berkaitan dengan kegiatan proses belajar
pelajaran sebelumnya sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh dan mengikuti
memberikan suatu pertanyaan bahwa segala sesuatu yang ada di semua ala mini ialah yang dapat
peristiwanya. Menurut Jalaluddin dan Idi (2002:53) maka realita semesta ini pastilah
sebagaimana yang kita lihat yang Nampak dihadapan kita. Yaitu sebagaimana dikemukakan
Noor Syam, (1986:162-163) semuanya adalah materi, serba zat, serba benda, manusia
merupakan makhluk ilmiah yang tidak punya perbedaan dengan alam semesta demikian juga
wujudnya yang merupakan makrokosmos, dan tingkah laku manusia pada prosesnya sejalan
dengan sifat dan gerakan alamiah dan gerakan peristiwa alamiah yang terkait dengan benda dan
menjadi bagian dari hukum alam, karenanya gerakannya ialah suatu bagian dari pada hukum
alam semesta dan merupakan suatu pola mekanisme atau perjalanan menurut aturan yang
mengikat dan terkait karena pada kenyataanya manusia tunduk dan terlibat dengan peristiwa
hokum alam karena adanya hukum sebab akibat (kausalitas), hokum yang obyektif, dimana
manusia bergerak oleh karena menerima akibatr sesuatu, olehnya reaksi yang ditimbulkan
mengutamakan benda dan segala berawal dari benda demikian juga yang nyata hanya dunia
materi. Segala kenyataan ada itu berdasarkan zat-zat atau unsur dan jiwa, roh, sukma (idea:
idealisme) oleh aliran materialisme dianggap pula sejenis materi, tetapi mempunyai sifat yang
berbeda dibandingkan dengan sifat materi karena jiwa, roh, sukma itu mempunyai naluri untuk
bergerak dengan sendiri, sedangkan mempunyai gerakan yang terbatas sehigga tidak bebas dan
kaku,
Karl Marx, memberikan pandangan sesuatu bahwa kenyataan yang ada adalah dunia
materi, dan di dalam suatu susunan kehidupan yaitu masyarakat, pada muatannya terdapat
berupa kesadaran-kesadaran yang menumbauhkan ide serta teori serta pandangan yang
semuanya adalah suatu gambaran yang nyata, sebabnya faktor yang mempunyai peran untuk
melahirkannya, yaitu adanya pendorong atau daya yang dikatakan materi atau benda, dan pada
perinsipnya kecenderungan manusia untuk membuat dan bertindak yang disebabkan oleh faktor
monistis, yaitu menganggug-agunggkan materi atau kebendaan (Suryadipura, 1994: 130) pada
kenyataanya isi pemikiran Hobbes banyak diihami oleh proses alami, karena filsafatnya banyak
mempunyai jalan tersendiri, bahwa alam dan manusia merupakan mesin, tetapi manusia disebut
mesin otomatis karena ia mampunyai gerakan didorong oleh materi, dimana ia mamberikan
suatu alasan yang masuk akal bahwa jiwa tanpa adanya badan tidak mungkin ada, sedangkan
badan tanpa adanya jiwa masih dapat begerak dan bertindak (Ahmadi 1995:116). Demikian juga
pendapat Herbert Spencer (1820-1903), dimana manusia merupakan bagian dimensi alam, hidup
dan berkembang, sedangkan materi itu berkembang menurut hukum-hukum tertentu yang
realitas dapat dikembangkan pada sifat-sifat yang sedang mengalami perubahan gerak dalam
lainnya ditinjau dari dasar fenomena materi yang dihubungkan secara kausal
(sebab akibat).
b. Apa yang dikatakan jiwa (mind) dan segala kegiatannya (berpikir, memahami )
adalah merupakan suatu gerakan yang kompleks dari otak, system urat saraf, atau
symbol subyektif manusia untuk situasi atau hubungan fisik yang berbeda.
Pendidikan, dalam hal ini proses belajar dan mengajar, merupakan kondisionalisasi
lingkungan yakni perilaku akan dapat muncul pada diri peserta didik melalui pembiasaan, seperti
misalnya percobaan Pavlov akan seekor anjing dengan makanan dan air liur yang disertaidengan
lonceng atau dengan bel. Setiap menyajikan makanan pada anjing selalu disertai dengan bunyi
bel, dilakukan beberapa kali, dan pada suatu ketika, sesuai dengan waktu penyajian makanan
yang sebelumnya dilakukannya, bel dibunyikan tanpa ada makanan air liur anjing keluar. Hal ini
merupakan pembiasaan, perilaku anjing yakni air liur keluar hanya dengan bel tanpa disertai
makanan. Yang dimaksud denganperilaku adalah hal-hal yang berubah, dapat diamati dan dapat
diukur. Hal ini mengandung makna bahwa dalam proses pendidikan (Proses pembelajaran)
penting keterampilan dan pengetahuan akademis yang empiris sebagai hasil kajian sains serta
perilaku social sebagai hasil belajar. Disamping itu didalam pendidikan sangat diperlukan adanya
penguatan yang akan mengingatkan hubungan antara stimulasi dan respon, aksi dan reaksi.
4. Filsafat Pendidikan Pragmatisme.
Pragmatism berasal dari kata pagma yang berarti praktik atau aku berbuat. Hal ini
mengandung arti bahwa makna dari segala sesuatu tergantung dari hubungannya dengan apa
jawab yanga sama terhadap realitas. Realitas adalah apa yang dapat dialami dan diamati secara
indera. Peserta didik harus selalu berhubungan dengan individu-individu lainnya, karena dalam
hubungan yang demikian mereka akan bertumbuh dan berkembang. Mereka akan mempelajari
hidup dalam kominitas individu, bekerja sama, dan menyesuaikan dirinya secara cerdas terhadap
dari luar, dan juga bukan merupakan suatu pemerkahan kekuatan-kekuatan laten dengan
sendirinya, melainkan merupakan suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman-
pengalaman individu, yang berarti bahwa setiap manusia selalu belajar dari pengalamannya.
Menurut John Dewey (Sadulloh, 2003), pendidikan perlu didasarkan pada tiga pokok
pemikiran, yakni:
a. Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup.
b. Pendidikan sebagai pertumbuhan.
c. Pendidikan sebagai fungsi sosial.
a. Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup.
Hidup selalu berubah menuju pembaharuan hidup, Karena itu pendidikan adalah
merupakan kebutuhan untuk hidup. Pendidikan berfungsi sebagai alat dan sebagai pembaharuan
hidup.
b. Pendidikan sebagai pertumbuhan.
Menurut John Deway (Sadulloh, 2003), pertumbuhan merupakan suatu perubahan
tindakan yang berlangsusng terus menerus untuk mencapai hasil selanjutnya. Pertumbuhan juga
merupakan proses pematangan oleh karena peserta didik memiliki potensi berupa kapasitas
untuk berkembang atau bertumbuh menjadi sesuatu dengan adanya pengaruh lingkungan.
c. Pendidikan sebagai fungsi sosial.
Menurut John Dewey (Sadulloh, 2003), lingkungan merupakan syarat bagi
pertumbuhan, dan fungsi pendidikan merupakan salah satu proses membimbing dan
mengembangkan.
Sekolah sebagai suatu lingkungan pendidikan dan sekaligus sebagai alat transmisi,
berkembang.
2. Membimbing dan mengarahkan kebiasaan masyarakat yang ada sesuai dengan yang
diharapkan.
3. Menciptakan suatu lingkungan yang lebih luas, dan lebih baik lagi yang
merasakan adanya suatu masalah yang harus diselesaikan sehingga timbul minat
untuk menyelesaikannya.
3. Guru harus mengenal peserta didik dan dapat membangkitkan minat mereka dalam
pembelajaran.
4. Guru harus menciptakan interaksi pembelajaran yang dapat menimbulkan kerjasama
antara peserta didik dengan peserta didik, peserta didik dengan guru dan sebaliknya.
Dalam pembelajaran, guru harus member kesempatan kepada peserta didik untuk
manuasi ada di dunia (Sadulloh, 2003). Cara berada manusia berbeda dengan cara beradanya
benda-benda materi. Cara beradana manusia adalah hidup bersama dengan manusia lainnya, ada
kerjasama dan komunikasi dan dengan penuh kesadaran, sedangkan benda-benda materi
keberadaanya berdasarkan ketidak sadaran akan dirinya sendiri dan tidak dapat berkomunikasi
realitas.
Sikun Pribadi, 1971 (Sadulloh, 2003), mengemukakan bahwa eksistensialisme dengan
pendidikan sangat berhubungan erat, karena keduanya sama-sama membahas masalah yang
samayakni manusia, hubungan antara manusia, hidup, hakikat kepribadian, dan kebebasan.
Pendidikan, proses, pembelajaran, harus berlangsung sesuai dengan minat dan
pebutuhan peserta didik, tidak ada pemaksan penguasaan pengetahuan, sikap dan keterampilan,
melainkan ditawarkan.
6. Filsafat Pendidikan Progresivisme.
Filsafat pendidikan progresivisme bukan merupakan aliran filsafat yang berdiri sendiri,
melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran
ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa
mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang
keterampilan. Oleh karena itu, peserta didik bukan dipersiapkan untuk menghidupi kehidupan
masa kini, melainkan mereka harus dipersiapkan menghadapi kehidupan masa yang akan datang.
Yang penting adalah bahwa guru atau pendidik harus memfasilitasi peserata didik agar
memiliki kesempatan yang luas untuk bekerja sama atau kooperatif di dalam kelompok,
memecahkan masalah yang dipandang penting oleh kelompok bukan oleh guru, dalam
berikut:
a. Minat-minat peserta didik sebagai dasar menentukan muatan kurikulum, bukan
psikomotor.
c. Pembelajaran harus aktif.
d. Pendidikan bertujuan untuk membina peserta didik berpikir rasional sehingga
seperti: kunjungan lapangan, proyek kelompok kecil, simulasi, bermain peran, eksplorasi
internet, dan aktifitas lainnya yang dapat menimbuilkan pengalaman yang berharga pada peserta
ketidak pastian, dan ketidak teraturan terutama dalam tatanan kehidupan moral, intelektual dan
sosio-kultural. Untuk memperbaiki keadaan ini adalah dengan kembali kepada nilai-nilai atau
prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat pada zaman dulu dan pada
abad pertengahan. Ciri utama perenialisme memandang bahwa keadaan sekarang adalah sebagai
zaman yang membututhkan usaha untuk mengamankan lapangan moral, intelektual dan
lingkungan sosial kultural yang lain. Ibarat kapal yanga akan berlayar, memerlukan pangkalan
Berikut ini ada beberapa prinsip pendidikan perenialisme (Sadulloh, 2003), sebagai berikut:
a. Pada hakekatnya masnusia adalah sama di manapun dan kapan pun ia berada, yang
menyangkut sejarah, filsafat, seni, kehidupan sosial terutama politik dan ekonomi.
8. Filsafat Pendidikan Esensialisme.
Penganup faham ini berpendafat bahwa betul-betul ada hal-hal yang esensial dari
pengalaman peserta didik yang memiliki nilai esensial dan perlu dipertahankan. Esensi (Essence)
ialah hakikat barang sesuatu yang khusus sebagai sifat terdalam dari sesuatu sebagai satuan yang
konseptual dan akali. Esensi (essentia) adalah apa yang membuat sesuatu menjadi apa adanya.
Peserta didik dipandang sebagai manusia yang memiliki kemampuan yang dapat
berkembang dengan baik apabila dilibatkan secara aktif dan dengan penuh semangat dan
motivasi dalam aktivitas pembelajaran. Dalam diri peserta didik perlu ditanamkan dan dibina
disiplin, kerja keras dan rasa hormat. Pendidikan disekolah harus bersifat logis dan praktis guna
dapat mempersiapkan mereka hidup dalam masyarakat. Dengan demikian tujuan pendidikan
suatu anggapan bahwa kaum progresifisme hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan
masalah social, ekonomi, dan politik yang dihadapi manusia bukan hanya nasional, regional,
akan tetapi juga secara global. Peserta didik juga harus dibekali dengan kemampuan untuk dapat
mengisi nilai-nilai dasar budaya masa kini, selaras dengan yang mendasar kekuatan-
dan cara bagaimana guru dilatih, sebaiknya harus ditinjau kembali dan disesuaikan
dengan teori kebutuhan tentang sifat dasar manusia secara rasional dan ilmiah.