Anda di halaman 1dari 5

Nama : Dea Haykalsani Harahap

NIM : 03011065

ABSES

Definisi

Abses adalah rongga patologis yang berisi pus yang merupakan hasil dari reaksi
inflamasi pertahanan tubuh seperti makrofag, leukosit, netrofil dan bakteri. Abses biasanya
didahului dengan reksi inflamasi, tanda-tanda inflamasi antara lain : kalor, dolor, rubor, tumor
dan functio lesa. Abses adalah pengumpulan eksudat purulen yang terjebak di dalam jaringan
yang kemudian membentuk rongga yang secara anatomis sebelumnya tidak ada dengan
jaringan fibrotik disekitarnya sebagai respon tubuh terhadap adanya infeksi.

Etiologi

Penyebab utama terjadinya abses yaitu adanya benda asing yang diikuti bakteri
pyogenic. (Staphylococcus Sp., Escheriscia coli, Streptococcus haemoliticus Sp.,
Pseudomonas, Mycobacteria, Pasteurella multocida, Coryne bacteria, Achinomicetes) dan
juga bakteri yang bersifat obligat anaerob (Bakteriodes Sp., Clostridium, Peptostreptokokkus
fasobakterium).

Klinis
Terbentuk indurasi disertai reaksi inflamasi disekitarnya yang lama-kelamaan
terbentuk masa kistik dengan temperatur yang lebih hangat dibandingkan jaringan sehat. Pada
palpasi akan didapatkan adanya fluktuasi sebagai akibat banyaknya
eksudat yang terbetuk.
Gejala sistemik yang terjadi bisa timbul demam yang berulang. Gejalanya bisa
timbul:
adanya massa
nyeri
teraba hangat
pembengkakan
kemerahan
Jika masih ragu, lakukan aspirasi dengan spuit berjarum besar di daerah yang paling
fluktuatif.
Pada pemeriksaan laboratorium bisa menunjukan penigkatan leukosit.

Terapi

Terapi utama adalah drainase sebagai kontrol sumber infeksi (source control).
Drainase dilakukan dengan menginsisi bagian yang paling fluktuatif dan dinding yang paling
tipis. Adakalanya terbetuk septa-septa dalam satu abses sehingga diperlukan multiple insisi.
Pemberian antibiotik idealnya adalah sesuai dengan tes kultur dan resistensi, namun
mengingat hasil kultur setidaknya membutuhkan waktu 3 hari, maka diberikan antibiotik
broad spectrum sesuai pola kuman penyebab terbanyak dan pola resistensi yang berbeda di
setiap daerah.

Teknik Operasi
1. Tindakan aseptik dan antiseptik, jika abses setelah pecah, maka mulai painting dari
arah luar kedalam (bagian yang kotor diusap terakhir).
2. Drepping (menentukan pola dan lokasi insisi)
3. Anestesi dengan chlor ethyl topical
4. Siapkan kasa dan neerbeken untuk menampung eksudat
5. Insisi dengan pisau no 11, kemudian lebarkan dengan klem
6. Tekan sampai pus/eksudat minimal
7. Lakukan debridement jaringan nekrotik dengan kuret atau kasa.
8. Irigasi dengan NaCl 0,9 % sampai jernih
9. Bilas dengan H2O2
10. Cuci dengan antisetik povidon iodine (betadin), chlorhexidin (savlon) dll
11. Jika kemungkinan eksudat masih ada atau diperkirakan masih produktif sebaiknya
dipasang drain (dengan penroos drain atau potongan karet hand scoen steril)
12. Rawat sebagai luka terbuka (tidak dijahit)

Dengan mengutamakan pemeriksaan kultur dan sensitifitas, pemberian terapi


antibiotika ditunjukkan pada jenis bakteri mana yang lebih banyak muncul. Penisilin dan
sefalosporin (generasi pertama kedua atau ketiga) biasanya merupakan obat pilihan. Penisilin
dalam dosis tinggi sebagai obat pilihan diberikan dengan mempertimbangkan kontra indikasi
seperti alergi atau timbulnya kemungkinan adanya reaksi koagulasi organisme.
Penisilin dapat digunakan pada penderita abses yang diperkirakan disebabkan oleh
kuman staphylococcus. Metronidazol merupakan antimikroba yang sangat baik untuk infeksi
anaerob. Tetrasiklin merupakan antibiotika alternatif yang sangat baik bagi orang dewasa,
meskipun klindamisin saat ini dipertimbangkan sebagai antibiotik pilihan untuk menangani
bakteri yang memproduksi beta laktamase.
Antibiotik yang diberikan penisilin 600.000 1.200.000 unit atau
ampisilin/amoksisilin 3 4 x 250 500 mg atau sefalosporine 3 4 x 250 500 mg,
metronidazol 3 4 x 250 500 mg.
DIFTERI

Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan oleh
karena toxin dari bakteri dengan ditandai pembentukan pseudomembran pada kulit atau
mukosa dan penyebarannya melalui udara. Penyebab penyakit ini adalah Corynebacterium
diphteriae, dimana manusia merupakan salah satu reservoir bakteri ini.
Corynebacterium diphtheriae merupakan makhluk anaerobik fakultatif dan gram
positif, ditandai dengan tidak berkapsul, tidak berspora, dan tak bergerak. Di alam, bakteri ini
terdapat dalam saluran pernapasan, dalam luka-luka, pada kulit orang yang terinfeksi, atau
orang normal yang membawa bakteri. Bakteri yang berada dalam tubuh akan mengeluarkan
toksin yang aktivitasnya menimbulkan penyakit difteri.

Pada difteri tonsil dan faring, nyeri tenggorok merupakan gejala awal yang umum,
tetapi hanya setengah penderita menderita disfagia, serak, malaise atau nyeri kepala. Dalam 1
2 hari kemudian timbul membran yang melekat berwarna putih kelabu, injeksi faring ringan
disertai pembentukan membran tonsil unilateral atau bilateral yang meluas secara berbeda
beda mengenai uvula, pallatum molle, orofaring posterior, hipofaring dan daerah glotis.
Edema jaringan lunak dibawahnya dan pembesaran lomfonodi dapat menyebabkan gambaran
bull neck.
Penentuan kuman diphtheria dengan sediaan langsung kurang dapat dipercaya. Cara
yang lebih akurat adalah dengan identifikasi secara fluorescent antibody technique, namun
untuk ini diperlukan seorang ahli. Cara Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat membantu
menegakkan diagnosis difteri dengan cepat, namun pemeriksaan ini mahal dan masih
memerlukan penjajagan lebih lanjut untuk penggunaan secara luas. Diagnosis tonsilitis difteri
ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan preparat langsung kuman yang
diambil dari permukaan bawah membran semu dan didapatkan kuman Corynebacterum
diphteriae.

Melakukan swab tenggorok


Tekan lidah dengan penekan lidah
Masukan swab steril kedalam mulut tanpa menyentuh dinding rongga mulut
Usapkan swab pada dinding belakang faring dan permukaan tonsil
Masukan swab kedalam tabung steril. Bila mempunyai media transport,
tusukan swab kedalam media semisolid tersebut
Pembuatan sediaan

Bersihkan obyek glass dengan kapas. Bebaskan dari lemak dengan cara melewatkan
di atas lampu spiritus sampai terlihat uap air menghilang. Tunggu sampai dingin (3 menit).
Tetesi sedikit formalin. Ambil spesimen kapas lidi dari usapan tenggorok, usapkan merata
pada obyek glass yang ada formalin secara melingkar 1-1,5 cm. Tunggu sampai cukup kering.

Fiksasi

Lakukan fiksasi dengan cara melewatkan sediaan di atas lampu spiritus (jarak api
dengan obyek glass 10-15 cm) beberapa kali, sampai sediaan menjadi kering tetapi tidak
sampai terlalu panas agar bentuk dan susunan bakteri tidak rusak karena panas. Pada tahap ini
sediaan siap dicat.

Pengecatan

Genangi sediaan dengan campuran cat Neisser A dan Neisser B (perbandingan 2:1)
selama 0,5 menit
Cuci dengan Neisser C dengan posisi preparat miring sampai cat Neisser A dan B
hilang.
Genangi dengan cat Neisser C selama 3 menit.
Buang larutan cat tanpa dicuci.
Keringkan dengan menghisap cat menggunakan kertas saring.
Biarkan dalam udara kamar dengan posisi miring sampai kering.

Interpretasi Hasil

Bakteri golongan Diphterie, poolkarrelnya ungu kehitaman dengan badan bakteri


berwarna coklat atau kekuningan biasanya ditemukan dengan berbagai susunan yang
menyerupai huruf V, L atau Y. Hasil pengecatan Neisser hanya bersifat diagnosa sementara,
untuk kepastian diagnosa dilakukan kultur dan tes virulensi baik secara invivo maupun
invitro. Kultur Corynebacterium diphteriae. Spesimen ditanam pada media Loffler Serum,
inkubasi 37C selama 24 jam

Anda mungkin juga menyukai