ABSTRAK
Tanaman gadung (Dioscorea hispida Dennst) merupakan perdu memanjat yang
tingginya antara 5-10 meter. Batangnya bulat, berbulu serta berduri yang
tersebar pada batang dan daun. Daunnya adalah daun majemuk yang terdiri dari
tiga helai atau lebih, berbentuk jantung dan berurat seperti jala. Bunga
tumbuhan ini terletak pada ketiak daun, tersusun dalam bulir dan berbulu. Pada
pangkal batang tumbuhan gadung terdapat umbi yang besar dan kaku yang
terletak didalam tanah. Kulit umbi berwarna gading atau coklat muda dan
daging umbinya berwarna kuning atau putih gading. Perbanyakan tumbuhan ini
dengan menggunakan umbinya. Kandungan kimia pada tumbuhan ini yaitu
dioscorine (racun), saponin, antidotum, besi, kalsium, lemak, garam, fosfat,
protein dan vitamin B1. Gadung juga mengandung sianida (HCN) yang
merupakan senyawa racun berbahaya dan salah satu zat goitrogenik alami di
dalam bahan makanan. Asam sianida yang terkandung dalam umbi gadung
dapatmengganggu bioavailabilitas nutrient di dalam tubuh. Air rendaman umbi
gadung (Dioscorea hispida Dennst) dalam bentuk larutan biopestisida dapat
mengendalikan hama tanaman padi yaitu belalang (Locusta migratoria). Larutan
biopestisida umbi gadung efektif dapat membunuh belalang dengan waktu mati
belalang rata-rata pada jam ke-5, dengan perbandingan kontrol positif pestisida
pasaran Dursban EC 200 rata-rata pada jam ke-2, dan pada kontrol negatif air
rata-rata pada jam ke-50. Selain efektif membunuh hama belalang, umbi gadung
juga dapat mengendalikan hewan pengerat tanaman (rodentisida). Umbi gadung
mengandung bahan yang mempunyai efek penekanan kelahiran (aborsi atau
kontrasepsi) yang mengandung steroid, dan efek penekanan populasi yang
biasanya mengandung alkaloid.
Kata Kunci : umbi gadung, biopestisida, sianida, Dioscorea hispida Dennst
PENDAHULUAN
GAMBARAN KHUSUS
Ekstrak yang dibuat berasal dari bagian umbi. Umbi gadung yang diperoleh
dari lapangan dikupas dan dicacah kemudian dikering anginkan. Cacahan umbi
gadung yang telah kering diblender sampai menjadi tepung. Setelah menjadi
tepung, diambil sekitar 5 kg serbuk kering umbi gadung dimaserasi berulang kali
dengan 15 L metanol (MeOH) sampai semua komponen terekstraksi. Ekstrak
MeOH disaring dan dipekatkan dengan penguap putar vakum sampai diperoleh
ekstrak kental MeOH, kemudian dipartisi dengan 240 ml n-heksana. Kedua
ekstrak yang diperoleh diuapkan sampai kental, kemudian diuji aktivitasnya
terhadap Epilachna sparsa. Ekstrak yang paling toksik dilanjutkan untuk
dipisahkan dan dimurnikan dengan teknik kromatografi kolom menggunakan
silika gel GF254 dan fase gerak metanol-kloroform (6:5), dan KLT preparatif
dengan fase gerak metanol-kloroform (3:2). Tiap fraksi hasil pemisahan
kromatografi kolom maupun KLT preparatif diuji aktivitas antimakan dan fraksi
yang paling aktif diidentifikasi golongan senyawanya menggunakan uji fitokimia
dan analisis fisikokimia menggunakan alat spektrofotometer UV-vis dan
Inframerah. (Santi 2010)
Menurut penelitian Afidah (2014), pembuatan filtrat dilakukan dengan cara
memblender umbi gadung, daun sirsak, dan herba anting-anting yang sudah
dipotong dan ditimbang masing-masing sebanyak 50 gram kemudian dimasukkan
toples, ditambah 50 ml air dan diaduk dengan spatula, merendamnya selama 7
hari kemudian disaring dengan kain mori. Penyiapan larva uji dilakukan dengan
tidak memberi makan larva selama 2 jam agar larva menjadi lapar. Pengujian
terhadap larva dengan cara daun sawi yang telah disiapkan disemprotkan filtrat
kombinasi umbi gadung, daun sirsak, dan herba anting-anting sebanyak 0,15 ml.
Jarak semrot dari botol vial perlakuan, yaitu 10 cm. Kemudian larva uji diletakkan
diatas daun yang telah disemprot. Tahap pengamatan dilakukan dengan
menghitung jumlah larva yang mati dengan ciri-ciri tubuh larva kering dan
mengkerut, berwarna coklat kehitaman serta tidak bergerak jika disentuh dengan
kuas. Pengamatan dilakukan setiap 24 jam sekali selama 7 hari. Kemudian
presentase mortalitas larva dihitung. Data yang diperoleh selanjutnya
ditransformasikan ke Arcsin, lalu dilakukan uji normalitas dan dilanjutkan dengan
analisis Anava Satu Arah serta uji Beda Nyata Terkecil (BNT).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh kombinasi
filtrat umbi gadung, daun sirsak, dan herba anting-anting terhadap mortalitas larva
ordo Lepidoptera, diperoleh data presentase mortalitas dari 10 larva uji per
ulangan selama 7 hari. Data presentase mortalitas yang diperoleh kemudian
ditransformasikan dengan Arcsin. Persentase mortalitas larva ordo Lepidoptera
yang telah ditransformasikan dengan Arcsin setelah itu diuji normalitas. Data
yang telah diuji normalitasnya tersebut kemudian dianalisis menggunakan
Analisis Varians (ANAVA) satu arah dengan program SPSS 16.0, hasilnya
menunjukkan bahwa kombinasi filtrat umbi gadung, daun sirsak dan herba anting-
anting berpengaruh terhadap mortalitas Larva Ordo Lepidoptera.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa kombinasi filtrat umbi
gadung, daun sirsak dan herba anting-anting dapat mempengaruhi mortalitas larva
ordo Lepidoptera karena metabolit sekunder yang terdapat pada kombinasi filtrat
umbi gadung, daun sirsak dan herba anting-anting masuk ke dalam tubuh
serangga melalui kutikula dan makanan larva yang terpapar insektisida nabati.
Larva yang mengalami kematian tersebut memiliki kriteria tubuh larva kering dan
mengkerut, berwarna coklat kehitaman serta tidak begerak serta tidak bergerak
jika disentuh dengan kuas. Beberapa metabolit sekunder yang terdapat pada filtrat
umbi gadung, daun sirsak dan herba anting-anting antara lain dioskorin,
acetogenin, saponin, flavonoid, tannin. (Afidah et al 2014)
Pembuatan ekstrak umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) secara
sederhana dapat dibuat dengan cara menumbuk/ memblender kg umbi gadung
sampai halus. Lalu disaring dengan kain halus. Setelah itu ditambahkan dengan
air 10 liter air. Aduk hingga merata. Semprot pada seluruh bagian tanaman yang
terserang pada pagi atau sore hari. (penggunaan nematisida)
Pembuatan biopestisida dengan cara laboratorium yang berorientasi pada
industri, membutuhkan biaya tinggi sehingga produk pestisida nabati menjadi
mahal, bahkan kadang lebih mahal daripada pestisida sintesis. Oleh karena itu
pembuatan dan penggunaan pestisida nabati dianjurkan dan diarahkan kepada cara
sederhana, terutama untuk luasan terbatas dan dalam jangka waktu penyimpanan
yang juga terbatas.pembuatan pestisida nabati dapat dilakukan dengan berbagai
cara, yaitu:
1. Penggerusan, penumbukan, pembakaran atau pengepresan untuk
menghasilkan produk berupa tepung, abu atau pasta.
2. Perendaman untuk produk ekstrak
3. Ekstraksi dengan menggunakan bahan kimia pelarut disertai perlakuan
khusus oleh tenaga yang terampil dan dengan peralatan yang khusus.
(Asmaliyah et al 2010)
DAFTAR PUSTAKA