Anda di halaman 1dari 48

erasal dari kata Ocean (samudera) dan graphy (gambaran) ilmu yang mempelajari

tentang lautan

IOseanografi atau sering juga disebut marine science adalah cabang dari ilmu bumi
ILingkup dari oseanografi ini sangat luas. Terdiri dari sistem biologi, fisika dan kimia
yang terjadi di laut, geologi dasar laut, hidrologi, meteorologi dan geografi
ISejarah ilmu oseanografi sangat panjang dan dimulai pada masa pra-sejarah dimana
manusia mulai memanfaatkan laut
Peneliti laut pertama adalah para pedagang seperti pedagang Polynesia (4000 SM),
pedagang India dan Arab yang mencatat pengetahuan pelayaran mereka tentang arus
dan angin terutama di samudera Hindia
Penelitian yang lebih modern dipelopori oleh para pelaut Eropa yang menemukan
daerah-daerah baru (dunia baru) seperti Bartholomew Dias (14871488), Christopher
Columbus (14921494), Vasco da Gama (14971499),, Ferdinand Magellan (1519
1522) dll. Mereka mencatat pengetahuan yang mereka dapat selama melakukan
pelayaran (terutama di samudera Pasifik dan Atlantik)
Penelitian ilmiah dilakukan setelahnya James Cook (17281779) dengan Endeavour,
Resolution, dan Adventure, Charles Darwin (18091882) dengan the Beagle, Sir James
Clark Ross dan Sir John Ross yang melakukan penelitian di Artik and Antartik
Dalam perkembangannya Oseanografi sangat tergantung kepada riset atau penelitian.
Ada beberapa era perkembangan Oseanografi.

1.Era Oseanografi permukaan(1873), mengumpulkan data laut seperti angin, arus,


gelombang, suhu dari permukaan (di atas kapal)
2.Era eskplorasi laut dalam (1873-1914), data yang dikumpulkan termasuk data dari
kedalaman tertentu
3.Era Sistem survey nasional(1925-1940), penelitian oseanografi dilakukan di area
kekuasaan negara masing-masing (biasanya daerah jajahan/kolonial)
4.Era metode baru (1947-1956), penggunaan alat-alat baru yang lebih canggih dan
survey dilakukan dalam waktu yang lama
5.Era kerjasama internasional (1957-1978), ditandai mulai ada kerjasama beberapa
negara untuk meniliti tentang laut
6.Era Satelit (1978-1955), penelitian oseanografi mulai dilakukan secara global dengan
menggunakan satelit
7.Era ilmu sistem bumi (1955- ), penelitian sudah mencakup semua proses yang terjadi
di dunia dan interaksinya dengan lautan (Stewart 2008)
Perkembangan Oseanografi di Indonesia
Sebagai negara dengan potensi laut yang luar biasa, penelitian kelautan di Indonesia
sudah dimulai dari zaman penjajahan
Tahun 1904 KONINGBENSER mendirikan laboratorium perikanan di Jakarta.
Pada tahun 1919 diubah menjadi lab. Biologi laut
Tahun 1970 menjadi Lembaga Oseanologi Nasional
Penelitian oseanografi di zaman sekarang ini dilakukan oleh berbagai lembaga sesuai
kebutuhannya masing-masing
LIPI, Bakosurtanal, DKP, Universitas
Posted in Pengantar Oseanografi | Leave a comment
HOME
BLOG
PROFIL
DAFTAR ISI
BERITA IPTEK
ANIMASI FLASH

Go

Jelajah IPTEK
Jelajah IPTEK - Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

IPTEK
Ilmu
Teknologi
Teknologi Tepat Guna
Ilmu Kelautan (Oseanografi)
Studi Ilmu Bumi
Astronomi
Teknik

Rabu, 29 Juli 2015 ~ Jam: 11:50:56 WIB

Makalah Ilmu Kelautan (Oseanografi)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Study tentang kelautan merupakan salah satu wahana untuk lebih


memperdalam ilmu lingkungan karena besarnya peran serta laut
terhadap siklus dan dinamika lingkungan hidup. Laut merupakan
sumber kontribusi terbesar dalam tata system hidrologi. Namun, tidak
hanya sampai pada batasan itu karena laut memiliki keunikan
dibandingkan dengan sumber air lain yaitu komponen dasar penyusun
air laut berupa zat-zat kimia mikro maupun makro. Oleh karena itu
perlu suatu kajian tentang laut, komponen penyusunnya, dan
pergeseran stabilitas kelautan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu oceanografi?

2. Bagaimana model komposisi air laut?

3. Bagaimana sumber energi mempengaruhi reaksi kimia di lautan?

4. Apa saja proses yang terjadi di lautan?

5.Apa komponen yang terdapat di lautan?

6. Bagaimana pengaruh zat pencemar terhadap keseimbangan laut?

C.Tujuan Penulisan

1.Mengetahui apa itu oceanografi?

2. Mengetahui bagaimana model komposisi air laut?

3. Mengetahui bagaimana sumber energi mempengaruhi reaksi kimia


di lautan?
4. Mengetahui apa saja proses yang terjadi di lautan?

5.Mengetahui apa komponen yang terdapat di lautan?

6. Mengetahui bagaimana pengaruh zat pencemar terhadap


keseimbangan laut?

BAB II

ISI

A. Pengertian Oseanografi

Osean yang berarti lautan atau samudra adalah subdivisi dari massa
air yang luas terletak diantara kontinen-kontinen. Bagian yang lebih
kecil dari Osean disebut Sea Dalam bahasa latin Oceanus, sedangkan
secara harfiah, oseanografi berasal dari bahasa yunani Oceanos yang
berarti laut, dan ghrapos yang berarti gambaran atau deskripsi.
Oseanografi dapat didefinikan secara sederhana sebagai ilmu yang
mempelajari lautan dan aspek- aspek yang ada di dalamnya. Danau,
sungai, air tanah, uap air di atmosfer, samudera merupakan bagian
besar dari muka bumi yang dikenal sebagai Hidrosphere

Dengan kata lain Oceanografi itu ialah Scientific study dan explorasi
lautan dan laut-laut serta semua aspek-aspek dan fenomenanya.
Termasuk sedimen,batuan yang membentuk dasar laut, interaksi antara
laut dengan atmosfer, pergerakan air, serta faktor-faktor tenaga yang
menyebabkan adanya gerakan tersebut baik tenaga dari dalam
maupun tenaga dari luar, kehidupan organisma, susunan kimia air laut,
serta asal mula terjadinya lautan dan laut-laut purbakala. Oleh karena
itu oceanografi dikatakan sebagai suatu disiplin ilmu mengenai laut
yang terdiri dari beberapa cabang ilmu pengetahuan seperti ilmu
geologi, meteorology, biologi, kimia fisis, geofisika, geokimia, gerakan
mekanis dan aspek-aspek teoritis yang harus menggunakan ilmu pasti.

Cakupan oseanografi yaitu organisme lsut dan dinamika fluida, tektonik


lempeng dan geologi dasar laut, dan aliran berbagai zat kimia dan sifat
fisik di dalam samudra dan pada batas- batasnya, juga mengenai
samudra dan memahami proses di dalamnya, seperti proses biologi,
kimia, geologi, meteorology, dan fisika.

Sahala Hutabarat dan Stewart M.Evans (1985: 1), oseanografi dibagi


menjadi empat cabang ilmu, yaitu :

1. Fisika Oseanografi

Fisika oseanografi yaitu ilmu yang mempelajari hubungan antara sifat-


sifat fisika yang terjadi dalam lautan sendiri dan yang terjadi antara
lautan dengan atmosfer dan daratan termasuk kejadian-kejadian
seperti terjadinya tenaga pembangkit pasang dan
gelombang,arus,temperatur air laut, iklim dan sistem arus yang
terdapat di lautan.

2. Geologi Oseanografi

Yaitu yang mempelajari lantai samudra atau litosfer di bawah laut. Ilmu
geologi penting artinya bagi kita dalam mempelajari asal terbentuknya
lautan, termasuk di dalamnya penelitian tentang lapisan kerak bumi,
gunung berapi dan terjadinya gempa bumi. Geologi oseanografi juga
menjelaskan struktur dari bebatuan dan bentuk- bentuk fisik dari lautan
tersebut, misalnya adanya palung laut, lembah laut, lubuk laut, lembah,
dll serta memelajari terjadinya patahan- patahan yang menyebabkan
gempa bumi di laut.

3. Kimia Oseanografi

Kimia oseanografi yaitu ilmu yang berhubungan dengan reaksi-reaksi


kimia yang terjadi di dalam dan di dasar laut dan juga menganalisa
sifat-sifat dari air laut itu sendiri.

Misalnya kadar garam yang terdapat dalam air laut, zat- zat kimia yang
mencemari, dll. Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut
adalah klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%),
kalsium (1%), potasium (1%) dan sisanya (kurang dari 1%) teridiri dari
bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan florida. Tiga sumber
utama garam-garaman di laut adalah pelapukan batuan di darat, gas-
gas vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang hidrotermal (hydrothermal
vents) di laut dalam.

4. Biologi Oseanografi

Biologi oseanografi adalah cabang ilmu oseanografi yang sering


dinamakan Biologi Laut yang mempelajari semua organisme yang
hidup di lautan termasuk binatang-binatang yang berukuran sangat
kecil (plankton) sampai yang berukuran besar dan tumbuh-tumbuhan
air laut.
Di lautanpun juga terdapat kehidupan seperti di daerah terestial,
misalnya fitoplankton, zooplankton, terumbu karang, nekton, bentos,
dan lain- lain.

Dari uraian di atas, Oseanografi juga merupakan ilmu lingkungan yang


menerangkan semua proses di dalam osean dan interelasi antara
osean dengan tanah,udara dan semesta alam sehingga dalam
mempelajarinya selain di dalam laborarotium biota juga perlu pergi ke
laut dengan kapal-kapal expedisi melihat dan menyelidiki secara nyata.

B. Batas-Batas Pantai

Daerah peralihan antara daratan dan lautan sering ditandai dengan


adanya suatu perubahan kedalaman yang berangsur angsur. Di sini
dapat dikenal dan dibedakan adanya tiga buah daerah.
Paparan Benua ( Continental Shelf )

Adalah suatu daerah yang mempunyai lereng yang landai


( kemiringannya kira kira sebesar 0,4% ) dan berbatasan langsung
dengan daerah daratan. Daerah ini biasanya mempunyai lebar antara
50 sampai 70 kilometer dan kedalaman maksimum dari lautan yang
ada di atasnya tidak lebih besar di antara 100 sampai 200 meter
(bergantung kelandaian sekitar pantai ;paparan lebar pada daerah
landai, paparan sempit pada daerah perbukitan). Dasar tertutup
endapan tebal dari silt,pasir dan lumpur dari sungai.

Lereng Benua ( Continental Slope )

Lereng benua mempunyai lereng yang lebih terjal dari paparan benua
di mana kemiringannya bevariasi antara 3% dan 6%. Lerengan curam
dicirikan perubahan cepat terhadap kedalaman dari 200 m ke 3000 m.
Permukaan banyak batuan sedikit endapan karena kecuraman.
Submarine canyons berasosiasi dengan keberadaan system sungai
pada masa lalu dan dengan turbidity current.

Tanjakan Benua ( Continental Rise )

Daerah ini merupakan daerah yang mempunyai lereng yang kemudian


perlahan lahan menjadi datar pada dasar laut. Lerengan landai
terbentuk dari akumulasi endapan. Endapan berasan dari turbidity
current, longsoran bawah laut, dan proses bawaan lainnya. Ciri dari
Lautan Atlantik dan India.

Dasar Palung ( Ocean Basin Floor)

Kedalaman antara 4000 6000 m (30 % dari luasan muka bumi).


Biasanya berupa hamparan luas (abyssal plain). Terdapat perbukitan
abyssal (abyssal hills tinggi < 1000 m). Gunung laut (seamount) yang
dapat muncul ke permukaan menjadi pulau yang berasosiasi dengan
pulau karang (reefs). Guyot (gunung laut dengan puncak datar yang
tenggelam antara 1000 1700 m).

Pada mulanya dipercaya bahwa permukaan dasar lautan itu adalah


datar dan tidak mempunyai bentuk, tetapi ilmu ilmu modern sekarang
telah membuktikan bahwa topografi mereka adalah kompleks seperti
daratan. Bentuk bentuk itu adalah sebagai berikut :

Ridge dan Rise

Ini adalah suatu bentuk proses peninggian yang terdapat di atas lautan
(sea floor) yang hampir serupa dengan adanya gunung gunung di
daratan. Pada prinsipnya tidak ada perbedaan antara ridge dan rise.
Hanya dapat dibedakan dari letak kemiringan lereng lerengnya saja.
Ridge lerengnya lebih bersifat terjal dari rise.

Trench
Bagian laut yang terdalam adalah berbentuk seperti saluran yang
seolah olah terpisah sangat dalam yang terdapat diperbatasan antara
benua dengan kepulauan. Biasanya mempunyai kedalaman yang
sangat besar. Sebagai contoh sebagian dari Jawa Trench mempunyai
kedalaman sebesar 7.700 meter.

Abyssal Plain ( Daratan Abisal )

Daerah ini relatif terbagi rata dari permukaan bumi yang terdapat di
bagian sisi yang mengarah ke daratan dari sistem mid oceanic ridge.

Continental Island ( Pulau Pulau Benua )

Beberapa pulau seperti Greenland dan Madagaskar menurut


geologinya merupakan bagian dari massa tanah daratan benua besar
yang kemudian terpisah. Daerah daerah ini lapisan kerak buminya
terdiri dari batu batuan esi ( granitic ) yabg jenisnya sama dengan
yang terdapat di daratan benua.

Island Arc (Kumpulan Pulau pulau )

Kumpulan pulau pulau seperti Kepulauan Indonesi juga mempnyai


perbatasan dengan benua, tetepi mereka mempunyai asal yang
berbeda. Kepulauan ini terdiri dari batu batuan vulkanik dan sisa
sisa sendimen pada bagian permukaan kulit lautan.

Mid-Oceanik volcanic Island (Pulau pulau vulkanik yang terdapat di


tengah tengah lautan )
Daerah ini terdiri dari banyak pulau pulau kecil, khususnya terdapat di
Lautan Pasifik, dimana letak mereka sangat jauh dari massa daratan.

Atol Atol

Daerah ini terdiri dari kumpulan pulau pulau yang sebagian


tebggelam di bawah permukaan air. Batu batuan yang terdapat disini
ditandai oleh adanya terumbu karang yang terbentuk seperti cincin
yang mengelilingi sebuah lagon yang dangkal.

Seamount dan Guyot

Mereka adalah gunung gunung berapi yang muncul dari dasar lantai
lautan, tetapi tidak dapat mencapai sampai ke permukaakn lut.
Seamount mempunyai lereng yang curam dan berpuncak runcing dan
kemungkinan mempunyai tinggi sampai 1 kilometer atau lebih. Guyot
mempunyai bentuk yang serupa dengan seamount tetepi bagian
puncaknya datar.

C. Sumber Energi Untuk Reaksi Kimia

Reaksi kimia berada di laut, seperti pada kesetimbangan kimia.


Kesetimbangan ini membawa masukan energy dari dua sumber :
matahari dan energy dari dalam bumi. Energi matahari, dari
fotosintesis, memungkinkan perubahan oleh tanaman laut oleh materi
organik dan perubahan karang (silica) yang mengadakan
kesetimbangan dalam air laut. Sebagai tambahan, hewan laut
berfotosintesis menghasilkan materi organic dan juga perubahan
struktur kimia. Sebagai akibat di antara tanaman dan aktivitas hewan.
Permukaan air menjadi dalam, dengan kedalaman dan sisa organic
menjadi kaya beberapa elemen dalam uji coba untuk kesetimbangan
kimia. Aktivitas fotosintesis dari konsentrasi permukaan air (dari
permukaan laut sampai 200 m) karena kekurangan penetrasi dari
cahaya matahari untuk kedalaman yang dalam (sintesis dari materi
organic dalam daerah yang gelap oleh organism laut yang tidak
berfotosintesis yang berada di dekat pusat vulkanik dan tengah laut
juga terjadi, tetapi dalam laju yang ekstrim.

Sumber energy utama yang lain dalam kesetimbangan kimia pada laut
adalah panas bumi. Contoh sumber panas bumi adalah energy
vulkanik. Mineral di dalam laut yang bersifat basa akan membentuk
magma yang sangat panas. Apabila itu tidak berinterajsi dengan air laut
maka akan terjadi kestabilan. Reaksi mungkin dapat terjadi pada
temperature yang tinggi ataupun yang rendah, temperature dasar laut
reaksi antara basa dengan air akan semakin cepat dengan kenaikan
temperature.

Energi matahari dan panas bumi juga mempunyai efek tidak langsung
pada komposisi laut. Energi matahari membantu penguapan air laut,
pengangkutan uap air ke benua, dan pembentukan air hujan, yang
kemudian jatuh ke benua untuk membentuk air tanah, groundwater,
danau dan sungai. Sementara itu, energi dalam bumi, yang
menunjukkan pengangkatan tektonis dan volcanis, menyebabkan
pembentukan batu karang pada kedalaman untuk diangkat ke dalam
zona kerusakan karena iklim pada benua itu. batu karang tidak stabil
dan bereaksi dengan air tanah dan groundwaters lewat mediasi
dari( digunakan proses fotosintesis) tumbuhan hijau, untuk
menyempurnakan pembentukan dari pelarutan unsur-unsur dan
mineral baru. Mineral berbentuk kasar pada kesetimbangan dengan
perairan kontinental tetapi tidak penting pada kesetimbangan dengan
air laut,yang mana mempunyai suatu komposisi yang berbeda. sebagai
konsekwensi, secara terestrial membentuk produk kerusakan karena
iklim ( larutan dan suspensi padat) dibawa dari sungai ke samudra, di
mana mereka mengalami berbagai reaksi kimia dengan air laut.
Sebagai tambahan, berbagai bahan kimia yang tidak stabil dan mineral
metamorphic yang diatur untuk melepaskan kerusakan karena iklim
kimia juga ditambahkan ke samudra dan mungkin juga mengalami
reaksi kimia. proses yang berlangsung pada benua sebagai jawaban
atas matahari dan masukan energi dalam bumi dapat mempengaruhi
komposisi air laut juga.

D. Proses Utama Pada Modifikasi Air Laut

- Proses Biologi

Reaksi kimia di dalam samudra terjalin dengan proses hidup sebagai


kendali utama pada konsentrasi unsur air laut berikut:
Ca2+,HCO3-,SO42-,H4SiO4,CO2,O2,NO3-, dan Orthophosphate.
Biogeochemistry berhubungan laut dan perannya di dalam cycles,
konsultan dunia Berger et al. ( 1989) dan Wollast et Al. ( 1993).]
aktivitas biologis juga betul-betul mempengaruhi jejak-jejak
elements,sebagai contoh: copper dan nikel ( Boyle Et Al. 1997;Sclater
et al.1976). Tiga proses prinsip dapat dikenali: (1) sintesis jaringan/tisu
lembut atau organik, (2) pembusukan (dekomposisi) senyawa organik
yang telah mati oleh bakteri , dan (3) pengeluaran bagian yang keras.

- Reaksi vulkanis-air laut


Aktivitas volkanis di dalam samudra itu luas dan produknya terdiri dari
arus lahar basalt kapal selam. Produk vulkanik yang berlimpah ini
meliputi gelas/kaca volkanis, pyroxenes, zat kapur plagioclase, dan
olivine, semua dari air laut yang secara kimiawi tidak stabil. Sebagai
hasil ketidakstabilan dan distribusi tersebar luas, unsur ini bereaksi
dengan air laut, mengubah komposisinya dan mineral baru diproduksi
di berbagai temperatur lingkungan, baik temperature tinggi maupun
temperature rendah. Bersama dengan itu proses biological (termasuk
sungai), reaksi vulkanis-air laut mendasari dua mekanisme komposisi
samudra modern diciptakan dan dirawat.

- Interaksi dengan Detrital Padat

Detrital Material memindahkan mineral silikat besar dalam samudra


dan sungai, terutama tanah liat yang tidak berhubungan dengan
keseimbangan air laut. Oleh karena itu, ketika mereka memasuki
lautan, reaksi kimia berlangsung. Reaksi melibatkan keseluruhan
mineral silikat, atau hanya permukaan nya. Pada kasus terdahulu kita
mempunyai pembentukan baru, biasanya lebih kation-kaya mineral dari
kaum tua detrital satu, dan proses menyerupai kerusakan karena iklim,
dikenal sebagai membalikkan kerusakan karena iklim ( Mackenzie dan
Garrels 1960). Kemudian karena kelambanan reaksi, hanya perubahan
kimia yang menyertakan jenis pada permukaan mineral berlangsung,
dan proses ini dikenal sebagai adsorption-desorption atau, jika ion
adalah involved,ion pertukaran. Bersamaan dengan itu, kerusakan
disebabkan karena iklim, Adsorpsi-Desorpsi dan Pertukaran Ion
meliputi semua reaksi utama antar runtuhan silikat pada sungai dan air
laut.
E. Kadar Bahan Kimia dalam Bentuk Elemen Tunggal

Air laut umumnya terdiri dari beberapa elemen ion, Chloride, Sodium
( Natrium ), Sulfate, Magnesium, Potassium ( Kalium ), Calcium,
Bicarbonate, Silica, Phosphorus, Nitrogen. Kumpulan ion-ion ini
umumnya dikenal sebagai salinitas. Sifat air laut yang cukup penting
dalam menentukan produktivitas perairan adalah viskositas
(kepekatan) yang sangat dipengaruhi oleh salinitas dan suhu. Air laut
yang mempunyai suhu tinggi dan salinitas rendah akan mempunyai
viskositas yang rendah. Apabila air laut mempunyai suhu rendah dan
salinitas tinggi maka viskositas menjadi sangat pekat. Rata-rata
konsentrasi garam-garam terlarut di air laut berkisar 3.5%, namun
konsentrasi tersebut tergantung pada lokasi dan laju evaporasi (Brown
et al 1989 dan Millero, 1996). Konsentrasi ion utama terlarut bervariasi
dari stu lokasi ke lokasi lain, namun secara proporsi relatifnya konstan
(Brown et al 1989 dan Pichard and Emery, 1990). Air laut sudah banyak
digunakan untuk mengairi tanaman yang toleran terhadap salinitas
(halophytes) pada daerah-daerah dekat pantai (Pasternak et al 1985).
Mengingat tingginya kandungan kation, air laut dapat digunakan
sebagai salah satu sumber hara bagi tanaman termasuk tanaman yang
sensitive terhadap kadar garam yang tinggi (glycophyte plants).

Tabel 1. Rata-rata konsentrasi ion pada air laut (Brown et al 1989)


Ion Parts per thousand by
weight
Chloride, Cl- 18.98
Sodium, Na+ 10.556
Sulphate, SO42- 2.649
Magnesium, Mg2+ 1.272
Calcium, Ca2+ 0.400
Potassium, K+ 0.380
Bicarbonate, HCO3- 0.140
Bromide, Br- 0.065
Borate, H2BO3- 0.026
Srontium, Sr2+ 0.013
Fluoride, F- 0.001

Tabel 2. Perbedaan kandungan garam dan ion utama antara air


laut dan air sungai
NAMA UNSUR % jumlah berat seluruh gram
AIR LAUT AIR SUNGAI
Klorida 55,04 5,68
Natrium 30,61 5,79
Sulfat 7,68 12,14
Magnesium 3,69 3,41
Kalsium 1,16 20,29
Kalium 1,10 2,12
Bikarbonat 0,41 -
Karbonat - 35,15
Brom 0,19 -
Asam borak 0,07 -
Strontium 0,04 -
Flour 0,00 -
Silika - 11,67
Oksida - 2,75
Nitrat - 0,90

Chloride (Klorida)

Klorida adalah ion yang terbentuk sewaktu unsur klor mendapatkan


satu elektron untuk membentuk suatu anion (ion bermuatan negatif)
Cl. Garam dari asam hidroklorida HCl mengandung ion klorida;
contohnya adalah garam meja, yang adalah natrium klorida dengan
formula kimia NaCl. Dalam air, senyawa ini terpecah menjadi ion Na+
dan Cl.

Klorida adalah merupakan anion pembentuk Natrium Klorida yang


menyebabkan rasa asin dalam air bersih.
Ciri yang paling khas pada air laut yang diketahui oleh semua orang
adalah rasanya yang asin. Ini disebabkan karena di dalam air laut
terlarut bermacam-macam garam, yang paling utama adalah garam
natrium korida (NaCl) yang sering pula disebut garam dapur. Selain
garam-garam korida, di dalam air laut terdapat pula garam-garam
magnesium, kalsium, kalium dan sebagainya. Dalam literatur
oseanologi dikenal istilah salinitas (acapkali pula disebut kadar garam
atau kegaraman) yang maksudnya ialah jumlah berat semua garam
(dalam garam) yang terlarutdalam satu liter air, biasanya dinyatakan
dengan satuan 0/00 (per mil, gram per liter).

Ada berbagai cara menentukan salinitas, baik secara kimia maupun


fisika. Secara kimia untuk menentukan nilai salinitas dilakukan dengan
cara menghitung jumlah kadar klor dalam sample air laut. Hal ini
dilakukan karena sangat susah untuk menentukan salinitas senyawa
terlarut secara keseluruhan. Oleh sebab itu hanya dilakukan
peninjauan pada komponen terbesar yaitu klorida (Cl). Kandungan
klorida ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion
klorida pada satu kilogram air laut jika semua halogen digantikan oleh
klorida. Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi titrasi untuk
menentukan kandungan klorida.

Selanjutnya hubungan antara salinitas dan klorida ditentukan melalui


suatu rangkaian pengukuran dasar laboratorium berdasarkan pada
sampel air laut di seluruh dunia dan dinyatakan sebagai: S (o/oo) =
0.03 +1.805 Cl (o/oo) (1902) Lambang o/oo (dibaca per mil) adalah
bagian per seribu. Kandungan garam 3,5% sebanding dengan 35o/oo
atau 35 gram garam di dalam satu kilogram air laut.

Salinitas wilayah estuarine di daerah tropis umumnya cukup rendah


karena banyaknya muara sungai yang mengalir, dan adanya curah
hujan yang cukup tinggi sepanjang tahun. Oleh karena daerah
estuarine merupakan daerah yang salinitasnya selalu berubah-ubah,
maka organisme yang dapat hidup umumnya organisme yang dapat
tahan terhadap perubahan salinitas yang besar. Dengan demikian
ditinjau dari salinitasnya daerah estuarine ini merupakan lingkungan
yang khas sebagai tempat berlindung bagi organisme yang masih
muda (larva).

Estuaria adalah perairan muara sungai semi tertutup yang


berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas
tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Estuaria dapat terjadi pada
lembah-lembah sungai yang tergenang air laut, baik karena permukaan
laut yang naik (misalnya pada zaman es mencair) atau pun karena
turunnya sebagian daratan oleh sebab-sebab tektonis. Estuaria juga
dapat terbentuk pada muara-muara sungai yang sebagian terlindungi
oleh beting pasir atau lumpur.

Sodium ( Natrium )

Natrium atau sodium adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang
memiliki simbol Na dan nomor atom 11. Natrium adalah logam reaktif
yang lunak, keperakan, dan seperti lilin, yang termasuk ke logam alkali
yang banyak terdapat dalam senyawa alam (terutama halite). Dia
sangat reaktif, apinya berwarna kuning, beroksidasi dalam udara, dan
bereaksi kuat dengan air, sehingga harus disimpan dalam minyak.
Karena sangat reaktif, natrium hampir tidak pernah ditemukan dalam
bentuk unsur murni.

Seperti logam alkali lainnya, natrium adalah unsur reaktif yang lunak,
ringan, dan putih keperakan, yang tak pernah berwujud sebagai unsur
murni di alam. Natrium mengapung di air, menguraikannya menjadi gas
hidrogen dan ion hidroksida. Jika digerus menjadi bubuk, natrium akan
meledak dalam air secara spontan. Namun, biasanya ia tidak meledak
di udara bersuhu di bawah 388 K.

Efek buruk tingginya konsentrasi Na di tanah terhadap pertumbuhan


tanaman dapat dibedakan atas 3 kelompok:

a) terhambatnya serapan air karena rendahnya potensi osmotik (Lea-


Cox dan Syverstsen 1993)

b) terganggunya metabolisme disebabkan tingginya konsentrasi Na


pada jaringan tanaman (Cramer et al 1990)

c) terhambatnya absorpsi kation lainnya (Cachorro et al 1994). Menurut


toleransinya terhadap salinitas, tanaman dibedakan atas halophytic dan
glycophytic. Halophytic adalah tanaman yang toleran terhadap
tingginya salinitas karena kemampuannya menyerap air dengan
mempertahankan potensi osmotik yang tinggi melalui akumulasi ion-ion
anorganik (Bradley dan Morris 1991), sebaliknya tanaman yang
tergolong glycophytic sensitif terhadap salinitas yang tinggi.

Sodium dikenal sebagai unsur tambahan yang menguntungkan dan


untuk beberapa jenis tanaman ia dapat menggantikan sebagian fungsi
Kalium (Marschner 1995). Menurut Wild dan Jones (1996) pengaruh
Natrium akan sangat besar bila pasokan Kalium bagi tanaman tidak
mencukupi. Lebih lanjut dikatakan Mills dan Jones (1996) bahwa unsur
ini dapat mengurangi pengaruh yang ditimbulkan oleh kekurangan
Kalium tapi tidak dapat menggantikan fungsi Kalium sepenuhnya.
Sulfate ( Sulfat )

Asam sulfat, H2SO4, merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat.


Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat
mempunyai banyak kegunaan dan merupakan salah satu produk
utama industri kimia. Produksi dunia asam sulfat pada tahun 2001
adalah 165 juta ton, dengan nilai perdagangan seharga US$8 juta.
Kegunaan utamanya termasuk pemrosesan bijih mineral, sintesis
kimia, pemrosesan air limbah dan pengilangan minyak.

Asam sulfat murni yang tidak diencerkan tidak dapat ditemukan secara
alami di bumi oleh karena sifatnya yang higroskopis. Walaupun
demikian, asam sulfat merupakan komponen utama hujan asam, yang
terjadi karena oksidasi sulfur dioksida di atmosfer dengan keberadaan
air (oksidasi asam sulfit). Sulfur dioksida adalah produk sampingan
utama dari pembakaran bahan bakar seperti batu bara dan minyak
yang mengandung sulfur (belerang). Asam sulfat terbentuk secara
alami melalui oksidasi mineral sulfida, misalnya besi sulfida. Air yang
dihasilkan dari oksidasi ini sangat asam dan disebut sebagai air asam
tambang. Air asam ini mampu melarutkan logam-logam yang ada
dalam bijih sulfida, yang akan menghasilkan uap berwarna cerah yang
beracun.

H2SO4 anhidrat adalah cairan yang sangat polar. Walaupun asam ini
memiliki viskositas yang cukup tinggi, konduktivitas efektif ion H3SO4+
dan HSO4 tinggi dikarenakan mekanisme ulang alik proton intra
molekul, menjadikan asam sulfat sebagai konduktor yang baik. Ia juga
merupakan pelarut yang baik untuk banyak reaksi.

Magnesium
Magnesium adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
simbol Mg dan nomor atom 12 serta berat atom 24,31. Magnesium
adalah elemen terbanyak kedelapan yang membentuk 2% berat kulit
bumi, serta merupakan unsur terlarut ketiga terbanyak pada air laut.
Logam alkali tanah ini terutama digunakan sebagai zat campuran untuk
membuat campuran alumunium-magnesium yang sering disebut
"magnalium" atau "magnelium".

Di samping itu sulfat, magnesium (Mg), calsium (Ca) dan kalium (K)
juga terdapat dalam konsentrasi yang cukup tinggi dibandingkan unsur
lainnya. Tingginya kandungan nutrien yang terdapat pada air laut,
khususnya unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman seperti Mg, Ca dan
K memberi petunjuk bahwa air laut dapat menjadi salah satu sumber
alternatif nutrien bagi tanaman.

Potassium ( Kalium )

Kalium adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki
lambang K dan nomor atom 19. Kalium berbentuk logam lunak
berwarna putih keperakan dan termasuk golongan alkali tanah. Secara
alami, kalium ditemukan sebagai senyawa dengan unsur lain dalam air
laut atau mineral lainnya. Kalium teroksidasi dengan sangat cepat
dengan udara, sangat reaktif terutama dalam air, dan secara kimiawi
memiliki sifat yang mirip dengan natrium. Dalam bahasa Inggris, Kalium
sering disebut Potassium.

Kalium adalah unsur yang mudah larut, oleh karenanya unsur ini yang
terakhir mengalami presipitasi setelah kalsium, karbonat, kalsium sulfat
dan natrium sulfat. Ketika 90.5% larutan air laut telah terevaporasi,
larutan yang masih tinggal mengandung kalium chlorid dan magnesium
chlorid (Brown et al., 1989; Millero, 1996). Pilson (1998) menerangkan
bahwa sejumlah kalsium karbonat dihasilkan ketika tiga perempat dari
1000 mL air laut telah terevaporasi. Selanjutnya gypsum terbentuk
sampai volume air laut tingal 10 12% dari volume awal, diikuti dengan
terbentuknya natrium chlorid, terbentuk di bagian atas gypsum. Setelah
volume air laut tinggal 3 4% dari volume awal maka terbentuk 21 g
NaCl, 0.1 g CaCO3 dan 1.7 g gypsum. Air laut yang tersisa sekitar 30
mL mengandung Mg, Na, K, SO4, Cl dan Br. Larutan ini disebut bitterns
karena tingginya konsentrasi Mg yang mengakibatkan rasa pahit.
Dalam skala besar, pada tahun 1986 China telah mengembangkan
cara modern dalam menghasilkan KCl dari larutan garam dengan
kapasitas 1 juta ton KCL di Qinghai Potash (ASIAFAB, 1999).

Potasium klorat atau kalium klorat yang memiliki rumus kimia KCL
seperti bahan klorat lain adalah bahan oksidator umum yang ditemui di
laboratorium kimia. Bahan ini merupakan oksidator yang relatif kuat.
Kalium klorat diproduksi dalam skala besar untuk industri kembang api
korek api, peledak, dan antiseptik. Sebagian besar piroteknik dan
bahan peledak berdaya ledak rendah, beroperasi berdasarkan proses
reaksi antara "bahan bakar" dan oksigen untuk menghasilkan panas,
suara, atau gas.

Sebagai contoh : Aktivitas penangkapan berlebih dan praktek


perikanan merusak menggunakan potasium sianida dan bom ikan
menjadi ancaman utama populasi kima atau kerang laut raksasa
(tridacna). Sedikitnya tiga spesies di Kabupaten Maluku Tenggara,
Provinsi Maluku Utara, terancam hilang. Tingginya angka kematian
bibit kima itu disebabkan salinitas dan ph (tingkat keasaman) air yang
tinggi dan kadar oksigen rendah. Kedua pendukung hidrologi itu sudah
terganggu akibat pencemaran laut.
Nitrogen

Variasi musiman dari nitrit, nitrat dan ammonia terjadi pada lapisan
permukaan laut sebagai hasil dari aktifitas biologi. Perubahan
konsentrasi Nitrogen secara musiman sebagian besar terjadi di
perairan dangkal daerah lintang sedang atau lintang tinggi. Saat musim
semi, terjadi peningkatan intesitas cahaya dan durasi (lama
penyinaran) yang menyebabkan peningkatan populasi fitoplankton. Hal
ini menimbulkan perpindahan Nitrogen anorganik terlarut dari daerah
eufotik. Populasi fitoplankton kemudian dimangsa oleh zooplankton dan
ikan. Nitrogen kemudian dikembalikan ke perairan dalam bentuk
excrete (kotoran), urine (amoniak dan urea) atau partikel feses yang
akan didekomposisi oleh bakteri sebelum dikembalikan ke perairan.
Pada musim semi, proses percampuran vertical (vertical mixing)
memiliki konstribusi mengangkat nutrien dari perairan bawah ke zona
eufotik. Akibatnya populasi fitoplankton bertambah dengan cepat dan
mulai menurun saat terbentuk zona termoklin yang menghalangi suplai
Nitrogen ke lapisan permukaan. Nutrien yang dominan pada waktu ini
adalah amoniak yang diekskresikan oleh Zooplankton dan selanjutnya
dimanfaatkan oleh algae dalam proses fotosintesis. Pada beberapa
lokasi, terjadi penurunan konsentrasi Nitrogen terlarut hingga mencapai
taraf yang dapat mematikan organisme. Ekskresi Nitrogen oleh
zooplankton mencapai tingkat maksimum saat populasi fitoplankton
jarang. Hal ini terjadi karena kemungkinan pemanfaatan protein
sebagai sumber energi menurun saat makanan (fitoplankton)
berlimpah. Saat organisme mati atau dikonsumsi dan dikeluarkan
dalam bentuk feses oleh zooplankton, maka bakteri akan melakukan
regenerasi Nitrogen.Regenerasi nitrat seringkali menyebabkan
blooming algae pada akhir musim panas. Konsentrasi nitrat akan
meningkat hingga mencapai titik maksimum pada musim gugur dan
kemudian menurun. Nitrifikasi akan selesai saat bulan Januari saat
permukaan mendingin dan badai membongkar lapisan termoklin,
menyebabkan nirat dapat terdistribusi kembali ke kolom air dan dasar
perairan. Kondisi yang berbeda terjadi pada daerah perairan yang
memiliki up-welling yang membawa nutrient dari perairan bawah ke
lapisan permukaan. Kondisi perairan di daerah up-welling sangat subur
dan mendukung kehidupan fitoplankton yang melimpah. Dengan
demikian nutrient bukan merupakan faktor pembatas di daerah ini.
Perubahan konsentrasi nutrient di lautan terbuka yang jauh dari
daratan juga dipengaruhi oleh produktifitas fitoplankton dan hanya
terbatas di lapisan permukaan. Namun, proses regenerative terjadi di
seluruh kolom perairan. Organisme mati dan detritus organik akan
diuraikan oleh bakteri saat tenggelam dari permukaan air. Partikel
organik akan tenggelam dengan lambat karena ukuran partikel
mengalami penyusutan dan densitas air laut yang lebih tinggi pada
perairan yang lebih dalam. Oksidasi partikel menyebabkan
berpindahnya oksigen dari dalam air, demikian pula dengan
karbondioksida dan ion nitrat yang menjadi produk akhir dari oksidasi
senyawa organik akan terakumulasi di daerah perairan yang lebih
dalam. Konsentrasi nitrogen di seluruh samudera di dunia memiliki
konsentrasi yang konstan mulai dari kedalaman di daerah pertengahan
hingga dasar perairan.

Manfaat Nitrogen dalam air laut umumnya terlarut dalam bentuk nitrat
(NO3), nitrit (NO2) dan Amoniak (NH4). Bentuk-bentuk senyawa dari
nitrogen tersebut diabsorbsi oleh organisme laut untuk memenuhi
kebutuhan akan nitrogen sebagai salah satu komponen utama
pembentukan asam amino yang menjadi cikal bakal terbentuknya
protein. Nitrogen penting untuk membangun jaringan tubuh.
Fosfor

Fosforus dalam air kebanyakan dijumpai dalam bentuk ortho-phospat


(organik) yaitu : H2PO4 , H2PO4 2- dan PO4 3-. Konsentrasinya
didalam air dipengaruhi oleh PH dan SUHU. Jika PH : 8,0 dan Suhu 20
derajat Celcius, maka konsentrasi H2PO4 87%, H2PO4 2- 12% dan
PO4 3- 1% .

Kandungan fosfat didalam air umumnya < 0,1 ppm dan fosforus 0,03
ppm. Jika kandungan fosforus > 0,6 ppm maka air sudah dikatakan
RUSAK. Perbandingan Nitrogen dan fosforus yang dibutuhkan oleh
Phytoplankton adalah 10 : 1.

Di perairan dangkal daerah temperate, variasi musiman ditemukan


pada fosfat dan konsentrasi fosfor organik terlarut. Pada musim dingin,
sebagian besar fosfor berada dalam bentuk orthofosfat. Namun, hal ini
akan menurun dengan cepat pada bulan maret saat fosfat digunakan
oleh fitoplankton. Zooplankton dan ikan akan memakan fitoplankton
dan mengembalikan fosfat ke dalam perairan melalui feses/buangan
metabolisme dalam bentuk fosfat dan fosfor organik terlarut. Pada
bulan mei-Juni, konsentrasi fosfat akan menurun di daerah eufotik
sehingga konsentrasi fosfor organik terlarut lebih dominan. Setelah
fitoplankton mengalami blooming, regenerasi fosfat dari fitoplankton,
detritus dan fosfor organik terlarut akan kembali meningkat dengan
cepat.

Senyawa Fosfor seperti ATP (adenosine tri-fosfat) dan ko-enzim


nukleotida, memiliki peran yang penting dalam fotosintesis dan proses
lainnya dalam tumbuhan. Fitoplankton umumnya memenuhi kebutuhan
fosfor melalui asimilasi secara langsung dalam bentuk ortho-fosfat.
Absorbsi dan konversi menjadi senyawa fosfor organik terjadi saat
kondisi gelap

Silika

Menurut Annonymous (2007), Silikon (Latin: silicium) adalah


merupakan unsur kimia dalam jadual berkala yang mempunyai simbol
Si dan nomor atom 14. Silikon adalah sejenis metaloid tetravalen yang
kurang reaktif dibandingkan dengan analog kimianya, karbon. Ia
merupakan unsur kedua paling berlimpah di dalam kerak Bumi, yaitu
mencapai hampir 25.7%. Dalam bentuk aslinya, silikon berwarna
kelabu gelap dengan kilauan logam.

Silikon (Si) merupakan salah satu unsur yang terdapat ada kerak bumi
secara berlimpah. Di alam silikon tidak ditemukan dalam bentuk
elemen bebas, melainkan berikatan dengan oksigen dan elemen lain.
Silikon banyak ditemukan dalam bentuk silika (SiO2).

Menurut Effendi (2003), silika bersifat tidak larut dalam air maupun
asam dan biasanya berada dalam bentuk koloid. Silika terdapat pada
hampir semua batuan dan mudah mengalami pelapukan. Sumber alami
silika adalah mineral kuarsa dan feldspar. Sumber antropogenik silika
relatif sangat kecil. Pada perairan alami, silikon biasanya terdapat
dalam bentuk asam silika. Perairan tawar alami memiliki kadar silika
kurang dari 5 mg/liter. Perairan sungai dan danau memiliki kadar silika
antara 5-25 mg/liter (Cole, 1988). Pada air tanah dalam, kadar silika
dapat mencapai 65 mg/liter. Pada perairan yang melewati batuan
vulkanik, kadar silka dapat mencapai 100 mg/l. Pada perairan payau
dan laut, kadar silika berkisar 4.000 mg/liter.
Silikon terlarut di daerah perairan pantai umumnya cukup tinggi karena
efek run-off dari daratan. Pada musim semi, ledakan populasi
fitoplankton dengan cepat menyebabkan menurunnya konsentrasi
silikon. Regenerasi silikon akan dimulai kembali pada musim panas
saat pertumbuhan fitoplankton menjadi lambat dan terus berlanjut
hingga mencapai puncaknya pada awal musim dingin. Pada beberapa
daerah, ledakan populasi fitoplankton pada musim gugur dapat
menyebabkan terhambatnya regenerasi silikon untuk sementara waktu.
Konsentrasi silikon terlarut di permukaan laut umumnya rendah, kecuali
di daerah yang mengalami up-welling. Pada lapisan yang lebih dalam,
ditemukan peningkatan yang tajam dari konsentrasi silikon. Pola
distribusi silikon berbeda dari satu samudera ke samudera lainnya dan
ditentukan oleh pola sirkulasi air dan oleh suplai silikon terlarut dari
Antartik dan dari diatom terlarut yang jatuh dari permukaan. Proses
absorbsi oleh organisme juga berpengaruh terhadap pola distribusi
silikon.

Silikon termasuk salah satu unsur yang esensial bagi makhluk hidup.
Beberapa alge, terutama diatom (Bacillariophyta), membutuhkan silica
untuk membentuk frustule (dinding sel). Biota perairan tawar : misalnya
sponge, menggunakan silica untuk membentuk spikul. Keberadaan
silika pada perairan tidak menimbulkan masalah karena tidak bersifat
toksik bagi makhluk hidup. Akan tetapi, pada perairan diperuntukkan
bagi keperluan industri, keberadaan silika dapat menimbulkan masalah
pada pipa karena dapat membentuk deposit silika (Effendi, 2003).

Bikarbonat

Saat ini konsentrasi Karbondioksida (CO2) di atmosfer sudah hampir


mencapai 380 ppm, 80 ppm diatas nilai maksimum konsentrasi di
atmosfer pada 740.000 tahun sebelumnya. Sepanjang abad ke 20 hal
ini telah berdampak pada naiknya suhu global di laut dengan rata-rata
0,74C, kadar pH laut menjadi jauh lebih asam dan hal ini juga
menyebabkan konsentrasi ion carbonat dilaut menjadi 210 mol kg-1,
angka ini jauh lebih rendah dari 420.000 tahun yang lalu.

Dampak yang terjadi akibat adanya pengasaman dilaut akibat pH


menjadi lebih rendah adalah berkaitan dengan proses terserapnya CO2
kedalam laut yang juga akan berpengaruh terhadap proses
pembentukan kapur pada karang, seperti ditunjukan pada gambar
dibawah

Hampir 25% sumber CO2 selama ini berasal dari aktivitas manusia
seperti industri dan transportasi yang hampir sebagian besar telah
terserap di lautan. CO2 yang telah terserap tersebut bergabung dengan
air laut sehingga menghasilkan senyawa asam karbonat (HCO3-) dan
ion Hidrogen (H-) yang selanjutnya juga akan berikatan dengan ion
karbonat dilaut (CO32-) sehingga menghasilkan asam karbonat juga,
oleh karena itu semakin tinggi konsentrasi CO2 maka semakin tinggi
juga konsentrasi asam karbonat dilaut yang akan menyebabkan laut
menjadi lebih asam (Ascidification) dan juga dapat mengurangi ion
karbonat dilaut yang seharusnya digunakan dalam proses pengkapuran
dilaut (Calcification) seperti pada karang.

Berkurangnya konsentrasi senyawa karbonat dalam pembentukan


kalsium karbonat (CaCO3) dilaut sangat berpengaruh terhadap proses
pengkapuran karang, menurut Hoegh,et al, 2007 ada 3 mekanisme
karang dalam menerima respon terhadap hal tersebut, yaitu :

- karang akan mengurangi tingkat pertumbuhan dan densitas


skeletalnya dari koloni karang,

- karang kemungkinan tetap mempertahan tingkat pertumbuhannya


dengan mengurangi densitas skeletalnya,

- karang tetap mempertahankan pertumbuhan dan densitas skeletalnya


dengan memfokuskan energi untuk proses pengkapuran (calcification)
tetapi efek sampingnya adalah mengurangi proses reproduksinya
sehingga dapat menyebabkan berkurangnya jumlah larva yang
dikeluarkan karang.

Dampak yang dirasakan bagi kita sendiri dalam jangka panjang akibat
pengasaman laut tersebut adalah berkurangnya hasil perikanan laut
akibat tingginya tingkat kematian juvenil ikan karang dikarenakan
kurangnya tempat berlindung dikarang akibat lambatnya pertumbuhan
karang.

Hal yang jelas harus kita lakukan saat ini adalah dengan mengurangi
emisi CO2 dan dan mengurangi limbah rumah tangga maupun industri
yang dapat mempengaruhi kualitas air dilautan yang jangka
panjangnya dapat meningkatkan pertumbuhan alga yang menjadi
kompetitor karang dilaut (YG).
Kalsium

Kalsium adalah unsur kimia dalam jadual berkala yang bersimbolkan


Ca dan mempunyai nombor atom 20. Kalsium logam alkali bumi kelabu
yang lembut yang digunakan sebagai agen penurun dalam penyarian
torium, zirkonium dan uranium. Kalsium adalah unsur kelima paling
berlimpah dalam kerak Bumi. Ia amatlah penting bagi organisme hidup,
terutamanya dalam fisiologi sel, dan merupakan unsur paling biasa
dalam kebanyakan hewan. Kalsium penting untuk pengecutan otot,
pengaktifan oosit, membentuk tulang dan gigi yang kuat, pembekuan
darah, penghantaran impuls saraf, pengawalaturan degupan jantung,
dan keseimbangan bendalir dalam sel.

Kalsium dijumpai dalam sistem tanah biasanya dalam bentuk batu


kapur, gipsum dan fluorit. Stalagmit dan stalaktit mengandungi kalsium
karbonat. Oleh sebab ia merupakan zat makro dalam diet manusia,
amalan pemuliharaan tanah selalunya mengambil kira keseimbangan
lestari kepekatan kalsium dalam tanah.

Calcium merupakan nutrisi didalam air yang membuat jumlah


Karbonate dan Bikarbonate menjadi seimbang. Semakin banyak jumlah
Calcium yang terdapat dalam air, maka jumlah family plankton akan
semakin banyak. Juga karena Calcium didalam air, akan menghasilkan
bikarbonat yang menambah jumlah Carbondioksida ( CO2 ) untuk
proses fotosintesis. Jumlah Calcium didalam air menunjukkan bagus
atau tidaknya sumber air tersebut. Jika Calsium < 10 ppm kurang baik.
10 ~ 25 ppm baik, dan > 25 ppm lebih baik lagi.

Jenis plankton yang dijumpai dalam air yang banyak mengandung


Calcium adalah : Microcystis sp., Chreoeoccus sp., Anabaena sp.,
Pediastrum sp., Staurastrum sp., Coscinodiscus sp., Melosira sp. Ada
juga beberapa jenis plankton yang dijumpai pada air yang unsur
Calcium rendah yaitu : Ankistradesmus sp., Dinobryon sp., dan
Closterium sp. Plankton yang dapat digunakan sebagai penunjuk
kualitas air, untuk menentukan rendahnya kadar Calcium dan
Magnesium adalah Cosmarium sp.

F. Pencemaran Laut

Pencemaran laut merupakan salah satu problema yang cukup menyita


para ilmuwan sejak revolusi industri. Meningkatnya konsumsi bahan-
bahan kimia yang akan menjadi toksik di dalam lingkungan hidup
ditengarai sebagai salah satu factor penyebab pencemaran laut. Pada
prinsipnya pencemaran laut terjadi karena komposisi komponen-
komponen alami di lautan terganggu. Pencemaran laut secara garis
besar dibagi menjadi lima kelompok berdasarkan zat pencemarnya.

Pencemaran Minyak.

Minyak merupakan sumber pencemaran laut yang besar. Rata-rata


pencemaran laut akibat tumpahan minyak menyumbang 30 juta ton
minyak per tahun di seluruh dunia (David A. Rose,1977)

Minyak yang terapung amat berbahaya bagi kehidupan laut karena


minyak merupakan senyawa karbon yang sulit untuk terdegradasi.
Tumpahan minyak akan terbawa arus dan angin menuju tempat yang
lebih jauh sehingga pencemaran minyak di lautan sangat mudah
meluas.

Pembersihan akibat tumpahan minyak dapat dilakukan dengan


detergen atau bioremidiasi dengan mikroorganisme pemakan minyak.
Remidiasi dengan detergen akan menimbulkan masalah baru karena
membahayakan organisme microbial.

Contoh pencemaran minyak

Tenggelamnya kapal tanker Torrey Canyon di perairan Inggris pada


tahun 1967

Tumpahnya minyak Exxon Valdez di Selat Prince William, Alaska


pada 24 Maret 1989. Sebanyak 10,8 juta gallon (257.000 barel) minyak
tumpah dan mencemari 1.300 mil (2.100 km) garis pantai Alaska.
Menyebar hingga 740 km dari Semenanjung Alaska ke Chignik ( 1,5
juta gallon dibersihkan, sisanya tenggelam).

Bocornya kilang minyak Montara milik Australia di Provinsi Nusa


Tenggara Timur. Keenam kabupaten yang terkena dampak
pencemaran yaitu Kupang, Rote Ndao, Timor Tengah Selatan, Belu,
Alor dan Ende pada Agustus 2009. M encemari pertanian rumput laut.

Pencemaran Logam Berat.

Beberapa logam berat merupakan komponen penting yang dibutuhkan


oleh biota laut dalan konsentrasi yang sangat kecil. Contohnya adalah
besi dalam pembentukan oksidasi enzim sitokrom dan hemoglobin,
tembaga untuk pigmen haemocyanin. Namun, logam berat akan
menjadi racun apabila berada pada konsentrasi yang tinggi. Misalnya
cadmium, timah hitam, merkuri, dsb. Ambang batas merkuri 0,5 ppm.
Pada kasus minamata

Tempat K onsentrasi
Rambut penderita minamata 705 ppm
Warga sehat 191 ppm
Warga di luar minamata 4,42 ppm
Air seni penderita 30-120
gamma
Ikan dan kerang 20-40 ppm

(Harada Masazumi, 2005)

Pencemaran limbah domestic, industri dan pertanian

Pestisida bersifat persisten terhadap degradasi kimia dan microbial


serta bersifat lipofilik.

DDT, Aldrin, Dieldrin merupakan senyawa kimia berbahaya yang


sangat sulit terdegradasi di lingkungan dan tingginya tingkat toxicnya.

Pemakaian DDT sudah mulai dilarang kecuali untuk penggunaan


pencegahan nyamuk penyebab malaria.

Contoh efek toksik DDT menyebabkan senyawa kimia berbahaya


teakumulasi pada ikan dan kerang. Ketika ikan dikonsumsi oleh burung
maka saat burung itu bertelur, telur yang dihasilkan memiliki cangkang
yang lebih tipis dan mengurangi reproduksinya.

Aktivitas fotosintesis fitoplankton terganggu dengan adanya DDT


sebesar 10 ppb.

Pencemaran lain adalah pencemaran sampah plastic dan polistirena


yang menutupi permukaan laut. Pada tahun 1972 di Laut Sargasso, AS
terjadi ledakan konsentrasi plastic dan polistirena hingga 12.080
partikel per km2. selain akan menutupi permukaan laut, plastic juga
mengandung PCB (polyclhorinated byphenils)yang berbahaya seperti
pestisida.
(David A. Rose, 1977)

Pencemaran Zat Radioaktif dan Thermal.

Pencemaran zat radioaktif berasal dari atmosfer. Atmosfer


menyumbang zat radioaktif melalui siklus hidrologi dimana zat
radioaktif di atmosfer dapat berasal dari uji coba senjata nuklir atau
bom.

Pencemaran thermal juga berasal dari sir pembuatan senjata nuklir


yang dialirkan melalui kanal atau sungai. Suhu biasanya ada di
lingkungan lebih tinggi hingga 20-30 F. tingginya suhu ini akan
mengancam biota laut dengan mengganggu aktivitas metabolismenya
serta dapat menurunkan kadar oksigen dan kelarutan oksigen.

(Mukhlis Akhadi, 2009 )

Bioakumulasi adalah proses pengambilan dan retensi polutan oleh


makhluk hidup dari lingkungan. Macam bioakumulasi :

a. BIOKONSENTRASI : Pergerakan senyawa polutan langsung dari


medium(massa air)ke makhluk hidup melalui jaringan.

b. BIOMAGNIFIKASI : Proses perpindahan polutan dari satu tingkat


trofik ke tingkat trofik lain dan menunjukkan kadar polutan dalam
makhluk hidup menurut tingkat trofiknya.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan.Andi: Yogyakarta

Akhadi, Mukhlis. 2009. Ekologi Energi.Graha Ilmu:Yogyakarta

Berner, Elizabet Kay. 1996. Global environment: Water, Air, ang


Geological Chemical Cycles. New Jersey : Prentice Hall

Hutabarat, SAhala. 1985. Pengantar Oceanografi.Jakarta:UI Press

Masazumi, Harada.2005. Tragedi Minamata.Media Kajian Sulawesi:


Makasar

Rosse, David A.1977. Introduction Oceanography. Englewood


Clifft:Prentice Hall

http://ataplaut.wordpress.com/2009/01/10/co2-dilautan/

http://dhamadharma.wordpress.com/2010/02/11/minor-elemen-di-laut/

http://forum.o-fish.com/viewtopic.php?f=5&t=8076

http://hidayat-idien.blogspot.com/2007/06/tugas-siklus-silikon.html

http://moszablinkers182.blogspot.com/2010/03/hand-out-
oseanografi.html
Rating: 5

Diposkan oleh Jelajah IPTEK - Reviewer: Jelajah IPTEK - ItemReviewed: Makalah Ilmu Kelautan
(Oseanografi) 00.55

.
1 komentar:
Romi Andrian
Said

saya suka.....

27 Januari 2013 11.58

Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting LamaBeranda

Back to Top
Copyright 2012 Jelajah IPTEK . All rights reserved | Theme Design and Template Created by Dakwah Syariah Copyright

protection | Powered by Blogger


Herianti

OSEANOGRAFI
awal kehidupan bermula di laut

HOME

TENTANG OSEANOGRAFI

LINKS

KAMUS OSEANOGRAFI

Fotobioreaktor untuk menyerap CO2


21012010
Di postingan sebelumnya saya pernah sedikit bercerita tentang percobaan yang tengah
kami lakukan di Balai Teknologi Lingkungan Puspiptek Serpong. Alhamdulillah, kegiatan
percobaan yang telah kami lakukan nampaknya cukup berhasil meskipun masih ada banyak
perbaikan yang harus dilakukan.

Secara umum, percobaan pertama fotobioreaktor telah memberikan hasil dan indikasi yang
positif akan kemampuan fitoplankton dalam mereduksi kandungan CO 2 yang diinjeksikan ke
dalam fotobioreaktor. Fitoplankton jenis Chaetoceros gracilis terbukti mampu beradaptasi
dengan pH yang lebih rendah dari kondisi inokulasinya. Namun demikian, karena percobaan
ini masih dalam tahap awal, maka percobaan-percobaan selanjutnya serta penyempurnaan-
penyempurnaan masih perlu dilakukan agar dapat dihasilkan data yang lebih baik sehingga
tujuan dari penelitian ini dapat dicapai.

Hasil penelitian ini pun sudah kami presentasikan di Pertemuan Ilmiah Tahunan V Ikatan
Sarjana Oseanologi Indonesia dengan tema Kontribusi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kelautan dalam Memenuhi Kebutuhan Energi Terbaharukan, Pangan dan Obat-obatan di
Indonesia, ITB, 11 November 2008. Makalah yang kami sajikan di pertemuan ilmiah ini
kami beri judul: Teknologi penyerapan Karbondioksida dengan kultur fitoplankton pada
fotobioreaktor. Selain itu, kegiatan ini juga telah kami publikasikan di Jurnal Teknologi
Lingkungan (terakreditasi LIPI dan DIKTI) Edisi Khusus Hari Lingkungan Hidup Juni 2009
dengan judul: Penerapan teknologi fotobioreaktor mikroalga jenis air-lift untuk menyerap
emisi CO2.

Tahun 2009, kami telah melanjutkan penelitian ini dengan desain forobioreaktor yang
berbeda serta sumber gas CO2 yang berasal dari genset dan alhamdulillah berhasil dengan
baik. Selain dengan fotobioreaktor, kami juga melakukan percobaan penyerapan CO2
dengan menggunakan kolam mikroalga. Publikasi ilmiah untuk kegiatan ini sedang kami
siapkan saat ini dan mudah-mudahan dapat segera dipublikasikan.

Tahun 2010 ini rencananya kami akan menerapkan fotobioreaktor dan kolam mikroalga ini di
industri untuk menyerap emisi CO2 dari cerobong asap. Alhamdulillah sudah ada industri
yang berkenan menerima kami untuk berkegiatan di sana. Menarik bukan?

Comments : 3 Comments

Categories : artikel, info


Dampak Perubahan Iklim pada Laut
19012010
Pada tanggal 4 Januari 2010 yang lalu, BPPT kedatangan tamu penting dari Amerika Serikat,
yaitu Dr. Jane Lubchenco, Wakil Menteri Perdagangan AS untuk Kelautan dan Atmosfer, yang
juga Kepala Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA). Dalam kunjungan
tersebut, beliau sempat memberikan pemaparan dalam acara General Lecturer on Ocean
Science & Technology dengan judulImpacts of Climate Change on Oceans. Dalam
pemaparannya ini, beliau menyampaikan tentang beberapa kecenderungan yang terjadi
saat ini di laut global, yaitu: laut mengalami penghangatan, laut menjadi lebih asam, dan
semakin berkurangnya sumberdaya laut dan terganggunya ekosistem laut yang disebabkan
oleh penangkapan ikan berlebih (overfishing), polusi (terutama polusi nutrien), hilangnya
habitat yang rentan di pesisir, serta perubahan iklim dan pengasaman laut.

Menurut beliau, sejak tahun 1980-an yang merupakan puncak produksi penangkapan ikan
tertinggi, jumlah tangkapan ikan secara global telah mengalami penurunan (Myers dan
Worm, 2003), dimana 25% dari perikanan global telah berkurang secara signifikan (FAO,
2005) dan 90% dari seluruh ikan besar telah sirna (Myers dan Worm, 2003). Semuanya itu,
kembali lagi, tidak terlepas dari 4 faktor utama, yaitu penangkapan ikan berlebih
(overfishing), polusi (terutama polusi nutrien), hilangnya habitat yang rentan di pesisir, serta
perubahan iklim dan pengasaman laut.

Seiring dengan semakin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer bumi, para ahli
memperkirakan bahwa akan terjadi pula kenaikan suhu dan muka air laut serta
kemungkinan terjadinya perubahan sirkulasi air laut. Mengacu kepada hasil penelitian
Levitus et al. (2000) yang menyatakan bahwa kandungan bahang di laut mengalami
kenaikan di pertengahan kedua abad ke-20, beliau menyatakan bahwa hal ini akan
berdampak pada terjadinya pemutihan terumbu karang (coral bleaching), melelehnya es di
Samudera Arktik, dan punahnya beberapa spesies ikan.

Yang cukup mengejutkan, menurut beliau, perubahan iklim ternyata telah mengubah
dinamika upwelling di pantai. Jika pada tahun 1950-1999 jarang ditemukan adanya hipoksia
dan anoksia (berkurangnya konsentrasi oksigen terlarut dalam kolom air), maka sejak
tahun 2000 hingga 2005 telah terjadi peningkatan jumlah kejadian hipoksia. Bahkan di
tahun 2006 ditemukan terjadinya anoksia di inner-shelf.

Comments : Leave a Comment

Categories : artikel, info, tokoh

Pelayaran WOC 2009


19012010
Sebetulnya ini kegiatan tahun lalu, hanya saja karena banyaknya kesibukan di kantor, baru
sempat dimuat di blog oseanografi saat ini.

Ceritanya, dalam rangka memeriahkan dan menyukseskan perhelatan akbar World Ocean
Conference (WOC) 2009 di Manado, Sulawesi Utara tanggal 11-15 Mei 2009 yang lalu, Kapal
Riset Baruna Jaya IV milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)melakukan
pelayaran ke Manado dan mengadakan acara Open Ship di Teluk Manado. Dalam pelayaran
ini dilakukan pula kegiatan pengambilan sampel air untuk analisis nutrien, klorofil-a, pH,
alkalinitas, dan karbon anorganik terlarut (dissolved inorganic carbon, DIC) serta
pengukuran konduktivitas-temperatur-kedalaman (conductivity-temperature-depth, CTD)
dan arus laut serta survei ikan laut dalam. Selain untuk memeriahkan dan menyukseskan
acara WOC 2009, kegiatan ini ditujukan pula untuk memberikan pelatihan kepada para
mahasiwa dan dosen ilmu kelautan dan perikanan.

Pelayaran yang diawali acara pelepasan oleh Sekretaris Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat Prof. Dr. Indroyono Soesilo di Pelabuhan Tanjung Priok tanggal 28 April
ini diikuti oleh beberapa mahasiswa (dan dosen) dari Institut Teknologi Bandung (ITB),
Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Syah Kuala (UNSYIAH), Universitas Diponegoro
(UNDIP), Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT), serta Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran Jakarta
(STIP). Pokoknya ramai deh! Lintasan yang diambil adalah Tanjung Priok-Laut Jawa-Selat
Makassar bagian selatan-Laut Banda-Laut Maluku-Teluk Manado.

Nah di pelayaran ini, sembari menunggu tiba di tempat pengambilan data, diadakan pula
pelatihan dan presentasi oleh para narasumber dan tim peneliti dari Balai Teknologi Survey
Kelautan (dulu UPT Baruna Jaya). Kebetulan di pelayaran ini saya juga ikut sebagai
narasumber sekaligus saintis untuk survey CO2 di laut (cerita tentang kegiatan pengukuran
CO2 di laut nanti akan saya tuliskan dalam postingan terpisah deh, janji!).

Berikut adalah materi yang diberikan selama pelayaran:

1. Dasar keselamatan dalam pelayaran, pengenalan kapal, dan peralatan survei.

2. Pengenalan teknologi dan peralatan survei.

3. Teknologi survey oseanografi dan penerapannya.

4. Praktikum pengambilan data dan sampel air laut beserta cara mengolah dan
menganalisisnya di laboratorium.

5. Pengenalan teknologi survei batimetri dengan multibeam.

6. Penerapan teknologi penginderaan jauh untuk perikanan laut.

7. Teori dan praktek penangkapan ikan dengan menggunakan trawl dan identifikasi
jenis serta preparasi sampel ikan.

Alhamdulillah, selama pelayaran kondisi laut sangat tenang, mulus banget bak jalan tol.
Yang jelas, tidak ada yang mengalami mabok laut, nafsu makan juga bagus. Akibatnya,
selesai pelayaran berat badan bertambah. Apalagi, suplai makanan di kapal betul-betul non
stop, selalu ada makanan yang siap untuk dikunyah.

Berlayar itu memang menyenangkan, asal kondisi laut bersahabat.

Comments : 1 Comment

Categories : artikel, info

Biogeokimia Laut dan Perubahan Global


2122008
*tulisan ini juga dimuat di blogonesia*

Untuk yang sedang belajar tentang perubahan global (global change), bisa jadi serial ilmu
pengetahuan IGBP (International Geosphere-Biosphere Programme )Science No.2 dengan
judul Marine Biogeochemistry and Global Change yang coba saya terjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia ini dapat sedikit memberikan gambaran tentang peran laut dalam
perubahan global.Dokumen ini sendiri merupakan ringkasan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh JGOFS (Joint Global Ocean Flux Study) sejak tahun 1988 hingga 2000.

Sekedar gambaran sebelum mengunduh, dalam Kata Pengantarnya Hugh Ducklow sebagai
Ketua Komite Pengarah Ilmiah JGOFS menuliskan:

Saat ini para peneliti, pemerintah, pengambil keputusan, ekonom, dan pemimpin industri
tengah terlibat dalam proses untuk mencoba mendesain program internasional besar, yang
kadang kala berliku, untuk memahami, meramalkan, menanggulangi, dan bahkan mengatur
perubahan iklim. Bagaimanakah negara maju dan negara berkembang berpadu untuk
menemukan cara mengurangi emisi sekaligus mengatur siklus karbon dalam rangka
memperlambat atau menghentikan pertumbuhan karbon dioksida (CO2) atmosferik yang
dapat diterima secara politis? Keputusan semacam ini akan bergantung pada peningkatan
pemahaman tentang biogeokimia planet.
Kita tahu bahwa laut dan biosfer darat mengambil sekitar 40% karbon yang pertahunnya
ditambahkan ke atmosfer akibat penggunaan bahan bakar fosil. Kita juga telah tahu dari
pemodelan dan penelitian inti es dan iklim di masa lalu bahwa laut memiliki potensi
menyerap lebih banyak CO2 dari atmosfer. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
JGOFS dan WOCE (World Ocean Circulation Experiment) pada dekade yang lalu telah banyak
diketahui proses-proses fisis dan biogeokimia yang bertanggung jawab dalam penyerapan
karbon, dan kita pun telah mengetahui secara umum kawasan dan tahun dimana laut
menyerap CO2 atau melepaskannya ke atmosfer.

Apa yang tidak kita ketahui secara terperinci adalah bagaimana sistem laut yang setimbang
dengan sempurna dalam pertukaran CO2 ini telah berubah dengan meningkatnya CO2 di
atmosfer. Contohnya, apakah biologi laut telah berubah pada beberapa dekade terakhir ini?
Lebih dari itu, kita pun belum dapat meramalkan dengan tingkat kepastian tertentu
bagaimana siklus karbon laut akan berubah dengan hangatnya iklim di abad mendatang.
Bagaimana biologi laut akan merespon perubahan-perubahan dalam percampuran laut dan
angin? Kita baru saja mulai mendesain dan menyebarkan sebuah sistem pemantauan
karbon global yang memungkinkan kita memantau denyut planet ini di tahun-tahun
mendatang.

Buku ringkas dengan banyak gambar ini dibagi menjadi 10 bagian yaitu: Kata Pengantar,
Gambaran Ilmiah, Mengapa Mempelajari Laut?, Peran Laut dalam Siklus Karbon Global,
Komponen dalam Siklus Karbon di Laut, Mengkaji Perubahan terhadap Waktu, Model dan
Peramalan, Tantangan untuk Masa Depan, Tentang JGOFS, dan Bacaan Lebih Lanjut.

Terjemahan ini merupakan proyek pribadi, sekedar mengisi waktu luang selama di kantor.
Saya harapkan bantuan koreksi terhadap terjemahan Bahasa Indonesia yang mungkin
kurang tepat dalam terjemahan edisi pertama ini. Klik di sini untuk mengunduh terjemahan
(ukuran file 2,3MB) dan klik di sini untuk versi aslinya (ukuran 2,81MB). Oh ya, dalam versi
terjemahan ini, tata letak halaman sengaja saya buat mirip dengan aslinya, tetapi saya
sendiri belum mencoba menghubungi pihak IGBP untuk memberitahukan versi terjemahan
ini atau meminta ijin untuk membaginya kepada publik. hehehe

Comments : 1 Comment

Categories : artikel

Beberapa publikasi yang


mungkin berguna
27082008
Wah, sudah lama juga nggak ngupdate blog ini. Kebetulan hari ini sempat nengokin blog ini
gara-gara dapat e-mail dari Dr Richard Downer, BODC Webmaster dari British
Oceanographic Data Centre yang menginformasikan alamat baru untuk data General
Bathymetric Chart of the Oceans (GEBCO) yang ada di
halaman https://oseanografi.wordpress.com/links/.

Lucunya, e-mail dari dia ini ditujukan ke alamat e-mail saya tetapi untuk blog orang lain,
yaitu http://masantos.wordpress.com/link-oseanografi/ yang kebetulan isi dari halaman ini
memang sekedar copy-paste dari halaman links di blog saya (apa kata dunia, hare gene
bisanya cuma copy-paste aja?).

Oh iya, sekalian ngupdate link GEBCO, saya juga ingin berbagi beberapa tulisan yang telah
saya buat selama mulai menetap di Indonesia sekembalinya dari Hamburg. Berikut judul
dan link ke file pdf-nya, mudah-mudahan ada manfaatnya

1. Model pasang surut tidak linear dengan metode asimilasi data variasional, ukuran
file 961 kB, makalah yang saya presentasikan di Seminar Nasional Kelautan dan
Perikanan di Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian UGM dengan tema
Inovasi Riset untuk Meningkatkan Nilai Tambah Produk Perikanan dan Kelautan, yang
berlangsung hari Sabtu, 26 Juli 2008. Sedikit cerita tentang acara seminarnya bisa
dilihat di sini.

2. Modul Pengenalan Data Oseanografi, ukuran file 89 kB, sedikit membahas tentang
sejarah survey (pengumpulan data) oseanografi di Indonesia dan sumber-sumber data,
baik yang ada di lembaga penelitian di Indonesia maupun yang tersedia online dan
gratis dari lembaga-lembaga penelitian di luar negeri. Sederhana sekali, hanya sekedar
memberikan gambaran umum.

3. Modul OTPS, ukuran file 282 kB, berisi penjelasan mengenai cara menggunakan
perangkat lunak OTPS (OSU Tidal Prediction Software), bersifat sangat teknis, sebagian
besar isinya saya terjemahkan langsung dari petunjuk yang ada dalam paket OTPS
yang bisa diunduh dari situsnya Oregon State University.

4. Modul Membaca NetCDF, ukuran file 420 kB, juga bersifat sangat teknis, ditulis
berdasarkan pengalaman saya menggunakan salah satu NetCDF toolbox-nya Matlab
untuk membaca data reanalisis dari NCEP (National Centre for Environmental
Prediction).

Comments : 1 Comment

Categories : artikel

Berapa Jumlah Sampah di Teluk Jakarta?


4012007
Dalam hal penangan sampah kadang kita cenderung untuk tidak perduli, yang terpenting
buat kita adalah mengenyahkannya sejauh mungkin dari depan hidung kita

Seberapa banyakkah sampah yang menyebar dan tertumpuk di Teluk Jakarta saat ini?
Sejauh ini, setahu saya, belum ada studi yang benar-benar membahas masalah ini secara
serius. Saya telah mencoba untuk mencari data penyebaran sampah di Teluk Jakarta yang
bersumber dari beberapa muara sungai yang ada, tetapi ternyata sangat sulit untuk
mendapatkannya.

Di media massa versi online, ada banyak berita yang mengabarkan tentang banyaknya
sampah di Teluk Jakarta, tapi hanya beberapa yang menyebutkan jumlahnya dalam angka,
sementara sisanya hanya mengatakan bahwa di Teluk Jakarta banyak sampah. Sayangnya,
angka-angka yang disebutkan oleh beberapa media massa tersebut malah justru membuat
saya bertambah bingung karena berbeda-beda, bahkan ada yang ekstrim dan
sepertinya ngawur.

Timeasia dalam beritanya tanggal 2 Oktober 2006 mengatakan bahwa sekitar 70% atau
1200 meter kubik (setara dengan 288 ton) sampah di Jakarta di buang ke sungai-sungai
setiap harinya, dimana sebagian besar adalah ke Muara Angke. Sayangnya, dalam berita itu
tidak disebutkan dari mana angka itu didapatkan. Dalam berita lain di Kompas 19 Juni 2006,
Bupati Kepulauan Seribu mengatakan bahwa volume sampah di Teluk Jakarta mencapai 300
meter kubik per hari (setara dengan 72 ton), seperempat dari apa yang dibeberkan oleh
Timeasia. Apakah mungkin dalam waktu hanya sekitar 3 bulan, jumlah sampah yang masuk
ke Teluk Jakarta meningkat sebegitu drastisnya, dari 300 ke 1200 meter kubik per hari?
Sepertinya mustahil, saya lebih percaya bahwa data yang diberikan oleh mereka kurang
akurat dua-duanya.

Selanjutnya, dalam berita di Suara Karya Online tanggal 13 Mei 2006, Poltak U. Sitinjak,
Direktur PT. Asiana Technologies Lestary, sebuah perusahaan yang memroduksi mesin
penjaring sampah, mengatakan bahwa sampah yang dialirkan oleh Sungai Ciliwung, Banjir
Kanal Barat, Kali Sunter, dan Kali Pesanggrahan berton-ton jumlahnya, tanpa dirinci lebih
lanjut berapa ton persisnya. Ini jelas membingungkan, karena 1 kilo pun bisa kita konversi
ke dalam ton menjadi 0,001 ton. Di lain berita, Kompas 11 Oktober 2004 yang dimuat
dalam FishyForum menyebutkan bahwa jumlah sampah yang dibuang ke 13 sungai yang
bermuara di Teluk Jakarta adalah 7000 ton/hari. Angka ini jelas sangat ekstrim (dan bisa
jadi ngawur), karena menurut BPLHD Jakarta, total produksi sampah domestik di DKI Jakarta
sekitar 6000 ton/hari, dimana sekitar 85% dari jumlah tersebut mampu diangkut ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) sementara 15% sisanya tercecer di selokan, sungai, lahan kosong,
dan jalan-jalan. Data lain dari WALHI juga menyebutkan angka produksi sampah yang
hampir sama dengan data BPLHD tersebut. Sementara itu, dalam berita di Liputan 6
SCTV 14 Mei 2006 disebutkan bahwa beban sampah yang masuk ke Teluk Jakarta sekitar
500 ribu ton/tahun atau setara dengan 1370 ton/hari. Menurut Wakil Kepala Dinas
Kebersihan Provinsi DKI Jakarta, I. Malik, dalam seminar Pengendalian Pencemaran Laut di
Kepulauan Seribu di Jakarta, Rabu (13/12/2006), hingga kini volume sampah yang masuk
ke Teluk Jakarta mencapai 600 meter kubik (atau setara dengan 144 ton) per hari
(sumber: ANTARA).

Dari sini, kita bisa melihat bahwa data sampah yang dibuang ke Teluk Jakarta sangat
simpang siur dan cukup membingungkan. Mana yang benar dari data itu, kita tidak tahu
pasti.

Dalam berita lain di Tempointeraktif tertanggal 26 April 2005, Kepala Sub Dinas Kebersihan
Bagian Teknik Operasional DKI Jakarta mengatakan bahwa masalah sampah di Teluk Jakarta
sampai saat ini belum ada pemecahannya, bahkan lembaga mana yang harus bertanggung
jawab pun masih tidak jelas. Sebuah pernyataan yang ajaib untuk kota bakal
megapolitan nan modern dan megah bernama Jakarta. Lebih jauh beliau juga mengatakan
bahwa sampah-sampah yang ada di Teluk Jakarta itu kemungkinan besar berasal dari
daerah lain. Nah kalau yang ini sih bisa disebut sebagai komentar cuci tangan.

Ketika masih menjadi mahasiswa dan melaksanakan kerja praktek di Muara Karang sekitar
tahun 1993, selama seminggu lebih saya tinggal di penginapan kumuh dekat
perkampungan nelayan. Menurut pengalaman dan pengamatan saya, sebagian besar
nelayan memang terbiasa untuk membuang sampah-sampah yang ada (seperti tas plastik,
pembungkus nasi, botol minuman, bahkan oli bekas) secara sembarangan ke sungai atau
laut. Akibatnya, di tempat dimana perahu-perahu mereka biasa ditambatkan biasanya
penuh dengan sampah. Belum lagi, sebagian besar rumah yang berada di sana pun
membuang sampahnya ke lahan kosong yang ada di sekitar mereka, yang bila datang air
pasang akan melayang kemana-mana, dan akan terseret ke laut ketika air laut kembali
surut.

Di tahun 1999, ketika saya punya penelitian di Kepulauan Seribu dan sering mondar-mandir
dari dermaga Ancol ke Pulau Kelapa, sampah memang cukup mudah untuk bisa kita
temukan di pinggir pantai di Teluk Jakarta, terutama sampah plastik. Di Pulau Kelapa sendiri,
salah satu pulau di Kepulauan Seribu dengan jumlah penduduk yang cukup padat, sampah
juga cukup banyak bertebaran di mana-mana. Tidak hanya itu, di saatsunrise atau sunset,
banyak penduduk di pulau itu (lelaki perempuan) yang asyik nongkrong di tepi pelabuhan
untuk buang air besar. Sebenarnya ada fasilitas Mandi, Cuci, Kakus (MCK) yang sudah
dibangun oleh pemerintah di sana, tetapi menjadi terbengkalai karena jarang ada penduduk
yang mau menggunakannya. Belum lagi tumpahan minyak berwarna hitam yang kerap kali
nampak di permukaan air yang tidak jelas dari mana sumbernya, yang oleh sebagian besar
warga dianggap biasa-biasa saja.

Dari fakta yang ada ini, jelaslah bahwa masalah utama yang menyebabkan banyaknya
sampah yang dibuang sembarangan adalah karena kebiasaan buruk dan ketidakperdulian
warganya sendiri. Dan hal itu tidak hanya ditemukan di Jakarta saja tetapi juga di Kepulauan
Seribu (bahkan mungkin di seluruh Indonesia, kalau kita mau membahasnya dalam skala
nasional). Artinya, bisa jadi sampah yang banyak ditemukan di Kepulauan Seribu, yang jarak
terdekatnya dengan Jakarta sekitar 15 km itu, bukan hanya dari sungai yang bermuara di
Teluk Jakarta saja, tetapi juga dari sampah yang dibuang masyarakat yang tinggal di
Kepulauan Seribu.

Nah sekarang, bagaimana mengatasinya? Sebetulnya mudah saja, tapi ya tergantung niat
juga sih. Buat saja program yang terencana dengan baik dan harus dijalankan dengan
konsisten dan terus menerus, alias bukan hanya sekedar pilot project atau proyek
percontohan yang konyol dan seringkali hanya jadi trend sesaat yang lazim terjadi di
Indonesia. Long life program gitu loh maksud saya! Nah, cuman yang susah ya bikin
programnya itu, apalagi kalau gak ada duitnya, mendingan pergi studi banding aja terus
yang sudah jelas ada alokasi dananya

Comments : 9 Comments

Categories : artikel

Penyimpangan Posisi
1112006

Pada postingan sebelumnya saya sudah menyinggung tentang


datum peta yang kata teman saya adalah sumber masalah dari bergesernya posisi stasiun
pengamatan dari survey yang dia lakukan. Setelah menulis postingan tersebut, rasa
penasaran saya semakin bertambah: saya ingin tahu seberapa jauh sebenarnya
penyimpangan yang terjadi kalau hasil pengukuran posisi geodetis dari GPS dengan datum
WGS84 ditransformasikan ke Bessel 1841. Rasa penasaran ini muncul setelah saya mencoba
menggambarkan garis pantai hasil translasi/transformasi kawan saya itu (akibat
ketidakcocokan posisi geodetik ketika melakukan survey di lapangan) dan posisi stasiun
pengamatannya, serta meng-overlay-nya dengan garis pantai full resolution dari GSHHS
(Global Self-consistant Hierarchical High-resolution Shorelines). garis pantai yang berwarna
biru adalah hasil translasi garis pantai yang dilakukan teman saya, sementara warna hijau
menunjukkan garis pantai dari GSHHS. Kotak merah menunjukkan posisi stasiun
pengamatan.

Hasilnya tentu saja mengejutkan, karena penyimpangan yang


terjadi sangat besar. Apakah benar penyimpangan yang terjadi bisa sebesar itu? Tentu saja
ini menjadi pertanyaan yang menarik untuk dilihat lebih jauh. Saya pun mencoba membuat
program untuk mentransformasikan posisi geodetik dari datum WGS84 ke Bessel 1841
berdasarkan rumus yang ada di website Peter H. Dana yang sudah saya sebutkan dalam
tulisan sebelumnya. Selanjutnya, setelah melakukan pengujian untuk meyakinkan bahwa
program yang saya buat sudah benar, saya mencoba untuk melihat berdasarkan lintang
pergeseran yang terjadi dari posisi geodetik dengan datum yang berbeda itu (pergeseran
posisi bujur relatif sangat kecil). Saya dapatkan bahwa pergeseran terbesar terjadi di lintang
menengah (lihat gambar).

Untuk lebih meyakinkan lagi, saya pun menggunakan software lain yang tersedia bebas di
dunia maya yaitu Geotrans. Secara umum hasilnya hampir sama saja. Adapun untuk daerah
dekat ekuator penyimpangan yang terjadi maksimum hanya sekitar 1 atau sekitar 30 meter
saja.

Dari hasil utak-atik seperti itu, timbul pertanyaan: kenapa hasil survey kawan saya itu
memberikan posisi geodetik yang jauh berbeda (hingga ratusan meter)? Apakah hal ini
terjadi karena kesalahan GPS yang digunakan? Masalahnya, ketika coba dioverlay dengan
data garis pantai dari Dishidros TNI AL pun hasilnya hampir sama dengan gambar di atas.
Ada yang bisa menjelaskan?

Comments : Leave a Comment

Categories : artikel

July 2015
M T W T F S S
Jan
1 2 3 4 5
6 7 8 9 10 11 12
13 14 15 16 17 18 19
20 21 22 23 24 25 26
27 28 29 30 31
CATEGORIES

artikel

info

tips

tokoh

Recent Posts
Fotobioreaktor untuk menyerap CO2

E-book gratis dari the National Academies Press

Dampak Perubahan Iklim pada Laut

Pelayaran WOC 2009

Biogeokimia Laut dan Perubahan Global

ARCHIVES

January 2010

December 2008

September 2008

August 2008

January 2007
November 2006

October 2006

September 2006

August 2006

January 2006

August 2005

July 2005

OCEANLINK

census of marine life

lautanku

NASA oceanography

oceanography resources

WORDPRESS

wordpress.com

wordpress.org

BLOG STATS

66,350 hits

OSEANOGRAFI
Create a free website or blog at WordPress.com. The Freshy Theme.
Follow

Follow OSEANOGRAFI

Get every new post delivered to your Inbox.

Sign me up

Build a website with WordPress.com


s

Anda mungkin juga menyukai