Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Vertebra

Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tidak beraturan yang membentuk
punggung yang mudah digerakkan. Terdapat 33 tulang vertebra pada manusia yakni 7 tulang
cervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang lumbal, 5 tulang sacral, dan 4 tulang
membentuk tulang ekor (coccyx). Vertebra terdiri atas dua bagian yakni bagian anterior yang
terdiri dari badan tulang atau corpus vertebrae, dan bagian posterior yang terdiri dari arcus
vertebrae.2

Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramen magnum sampai
konus medullaris di Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis berlanjut menjadi Kauda
Equina (di Bokong). Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yaitu arteri spinalis
dan arteri radikularis. Arteri spinalis dibagi menjadi arteri spinalis anterior dan posterior yang
berasal dari arteri vertebralis, sedangkan arteri radikularis dibagi menjadi arteri radikularis
posterior dan anterior yang dikenal juga ramus vertebromedularis arteria interkostalis.
Medula Spinalis disuplai oleh arteri spinalis anterior dan arteri spinalis posterior. Nervus
spinalis yang berasal dari medula spinalis melewati suatu lubang di vertebra yang disebut
foramen dan membawa informasi dari medula spinalis sampai ke bagian tubuh dan dari tubuh
ke otak.2

2.2 Fisiologi Sistem Saraf

Susunan neuromuskular terdiri dari Upper motor neuron (UMN) dan lower motor
neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang
menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik cerebrum sampai inti-inti motorik
di saraf kranial di batang otak sampai cornu anterior medulla spinalis. Berdasarkan perbedaan
anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam susunan piramidal dan susunan
ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan traktus
kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya untuk gerakan-gerakan otot kepala dan leher,
sedangkan traktus kortikospinal fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan anggota
gerak. Sedangkan lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-saraf
motorik yang berasal dari cornu anterior medulla spinalis sampai ke efektor dilanjutkan ke
berbagai otot dalam tubuh.2

Dari otak medula spinalis turun ke bawah kira-kira setinggi L1-L2 dan dilindungi oleh
cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari berjuta-juta saraf yang
mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke ekstremitas, badan, oragan-organ tubuh dan
kembali ke otak. Otak dan medula spinalis merupakan sistem saraf pusat dan yang
menghubungkan saraf-saraf medula spinalis ke tubuh adalah sistem saraf perifer. Medula
spinalis terdiri atas traktus ascenden (yang membawa informasi di tubuh menuju ke otak
seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden (yang membawa
informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh).2

Motorneuron dengan aksonnya merupakan satu-satunya saluran bagi impuls motorik


yang dapat menggerakkan serabut otot. Bilamana terjadi kerusakan pada motorneuron, maka
serabut otot yang tergabung dalam unit motoriknya tidak dapat berkontraksi, meskipun
impuls motorik masih dapat disampaikan oleh sistem pyramidal dan ekstrapiramidal kepada
tujuannya.2

2.2.1 Upper Motor Neuron

UMN dibagi menjadi 2 sistem, yaitu:

1. Sistem Piramidal :Serabut-serabut eferen berupa akson-akson neuron di girus


precentralis turun ke neuron-neuron yang menyusun inti saraf otak motorik,
terbagi menjadi 2 :
Di brain stem melalui traktus kortikobulbaris yang berfungsi untuk gerakan
otot-otot kepala serta leher.
Di kornu anterior medula spinalis melalui traktus kortikospinalis mempersarafi
sel-sel motorik batang otak secara bilateral, kecuali nervus VII dan XII yang
berfungsi untuk menyalurkan impuls motorik untuk gerakan-gerakan tangkas
otot-otot tubuh dan anggota gerak.

Kelainan traktus piramidalis setinggi :


Hemisfer : Hemiparese tipikal (gangguan ekstremitas sesisi dengan
nervus cranialis dan kontralateral terhadap lesi).
Batang otak : Hemiparesis alternans (gangguan ekstremitas kontralateral
terhadap lesi dan nervus cranialisnya).
Medulla spinalis : Tetraparese atau paraparese

2. Sistem Ekstrapiramidal
Dimulai dari serebral korteks, basal ganglia, subkortikal nukleus secara tidak
langsung ke spinal cord. Inti-inti yang menyusun ekstrapiramidal antara lain:
1. Korteks motorik tambahan (area 4s, 6, 8).
2. Ganglia basalis (Nucleus kaudatus, Putamen, Globus pallidus, substansia
nigra), Korpus subtalamikum (Luysii), Nucleus ventrolateralis Talami.
3. Nucleus ruber & substansia retikularis batang otak.
4. Cerebellum

Berfungsi untuk gerak otot dasar dan pembagian tonus secara harmonis,
mengendalikan aktifitas piramidal. Gangguan pada ekstrapiramidal seperti kekakuan,
rigiditas, ataksia, tremor, balismus, khorea, atetose.

2.2.2 Lower Motor Neuron

Merupakan neuron-neuron yang menyalurkan impuls motorik dari cornu anterior


medulla spinalis ke sel otot. Tiap motorneuron menjulurkan 1 akson yang bercabang-cabang
dan tiap cabangnya menpersarafi serabut otot. Otot untuk gerakan tangkas terdiri dari banyak
unit motorik yang kecil-kecil, sedangkan otot untuk gerakan sederhana terdiri dari kesatuan
motorik besar berjumlah sedikit.

Pola impuls motoric dari lintasan pyramidal menyalurkan impuls ke system output
striatal extrapiramidal, fungsinya untuk menghambat --motoneuron. Bila hubungan antara
UMN dan LMN diputus, motoneuron masih bisa menggerakkan otot, akan tetapi gerakannya
tidak sesuai dan cenderung reflektorik. Namun bila motoneuronnya yang rusak, impuls tetap
disampaikan, namun otot yang terhubungan tidak bisa digerakkan sehingga menimbulkan
atrofi otot

Gangguan Medulla Spinalis


A. Cedera Traumatik
Terjadi ketika benturan fisik eksternal seperti yang diakibatkan oleh
kecelakaan, jatuh atau kekerasan yang dapat merusak medula spinalis.
Cord Injury Medicine, cedera medula spinalis traumatik mencakup fraktur,
dislokasi dan kontusio dari kolum vertebra.

B. Cedera Non Traumatik
Terjadi akibat penyakit, infeksi atau tumor mengakibatkan kerusakan pada
medula spinalis.
Faktor penyebab dari cedera medula spinalis mencakup penyakit motor
neuron, myelopati spondilotik, penyakit infeksius dan inflamatori, penyakit
neoplastik, penyakit vaskuler, kondisi toksik dan metabolik dan gangguan
kongenital dan perkembangan.

2.3. DEFINISI

Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang keduanya merupakan


parese dari keempat ekstremitas.Tetra dari bahasa yunani sedangkanquadra dari bahasa
latin. Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang disebabkan oleh penyakit atau trauma
pada manusia yang menyebabkan hilangnya sebagianfungsi motorik pada keempat anggota
gerak, dengan kelumpuhan/kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan
tungkai. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang belakang pada
tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer,
kerusakan neuromuscular atau penyakit otot. Kerusakan diketahui karena adanya lesi yang
menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan
tungkai. Penyebab khas pada kerusakan ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau
sport injury) atau karena penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau spina bifida).

Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan kemampuan dalam


mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual, pengosongan saluran kemih dan rektum,
sistem pernafasan atau fungsi otonom. Selanjutnya, dapat terjadi penurunan/ kehilangan
fungsi sensorik. adapun manifestasinya seperti kekakuan, penurunan sensorik, dan nyeri
neuropatik. Walaupun pada tetraparese itu terjadi kelumpuhan pada keempat anggota gerak
tapi terkadang tungkai dan lengan masih dapat digunakan atau jari-jari tangan yang tidak
dapat memegang kuat suatu benda tapi jari-jari tersebut masih bisa digerakkan, atau tidak
bisa menggerakkan tangan tapi lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini semua tergantung
dari luas tidaknya kerusakan.
2.4 EPIDEMIOLOGI

Tetraparese salah satunya disebabkan karena adanya cedera pada medula spinalis.
Menurut Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The National Spinal Cord Injury Data
Research Centre) memperkirakan ada 10.000 kasus baru cedera medula spinalis setiap
tahunnya di Amerika Serikat. Angka insidensi paralisis komplet akibat kecelakaan
diperkirakan 20 per 100.000 penduduk, dengan angka tetraparese 200.000 per tahunnya.
Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama cedera medula spinalis.2

Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan inkomplet berdasarkan ada
atau tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Pembagian ini penting untuk
meramalkan prognosis dan penanganan selanjutnya.3.4

2.5 ETIOLOGI

Berikut ini adalah penyebab umum dari tetraparase, yaitu :

a. Trauma dengan lesi komplit atau inkomplit

b. Infeksi seperti Guillain-Barre Syndrome, acute myelitis, polymielitis

c. Kompresi spinal cord

d. Gangguan metabolisme tubuh.

Tetraparese dapat dijumpai pada beberapa keadaan

A. Penyakit infeksi :

1. Mielitis transversa
Dapat menyebabkan satu sampai dua segmen medula spinalis yang rusak sekaligus.
Istilah mielitis tidak hanya digunakan jika medula spinalis mengalami peradangan, namun
juga jika lesinya mengalami peradangan dan disebabkan oleh proses patologik yang
mempunyai hubungan dengan infeksi. Serabut-serabut asenden dan desenden panjang dapat
terputus oleh salah satu lesi yang tersebar luas, sehingga dapat menimbulkan kelumpuhan
parsial dan defisit sensorik yang tidak masif di seluruh tubuh atau yang dikenal dengan istilah
tetraparese.

2. Poliomielitis

Merupakan peradangan pada daerah medula spinalis yang mengenai substantia grisea.
Jika lesi mengenai medula spinalis setinggi servikal atas maka dapat menyebabkan
kelemahan pada anggota gerak atas dan bawah.

B. Polineuropati

Merupakan kelainan fungsi yang berkesinambungan pada beberapa saraf perifer di


seluruh tubuh. Kekurangan gizi dan kelainan metabolik juga bisa menyebabkan
polineuropati. Kekurangan vitamin B bisa mengenai saraf perifer di seluruh tubuh, penyakit
yang bisa menyebabkan polineuropati kronik (menahun) adalah diabetes, gagal ginjal dan
kekurangan gizi (malnutrisi) yang berat. Polineuropati kronik cenderung berkembang secara
lambat (sampai beberapa bulan atau tahun).

Kelainan pada saraf perifer dijumpai sebagai berikut : tiga sampai empat hari pertama
pembengkakan dan menjadi irreguler dari selubung myelin. Hari ke lima terjadi desintegrasi
myelin dan pembengkakan aksis silinder. Pada hari ke sembilan timbul limfosit, hari ke
sebelas timbul fagosit dan pada hari ketiga belas proliferasi Schwan sel. Kesemutan, mati
rasa, nyeri terbakar dan ketidakmampuan untuk merasakan getaran atau posisi lengan,
tungkai dan sendi merupakan gejala utama dari polineuropati kronik. Nyeri seringkali
bertambah buruk di malam hari dan bisa timbul jika menyentuh daerah yang peka atau karena
perubahan suhu. Ketidakmampuan untuk merasakan posisi sendi menyebabkan
ketidakstabilan ketika berdiri dan berjalan. Pada akhirnya akan terjadi kelemahan otot dan
atrofi (penyusutan otot). Kelumpuhan biasanya timbul sesudah tidak ada panas, kelumpuhan
otot biasanya bilateral dan simetris dengan tipe "lower motor neuron dengan penyebaran
kelumpuhan yang bersifat ascending yaitu mulai dari ekstrimitas bawah yang menjalar ke
ekstrimitas atas, tetapi bisa pula descending yaitu mulai dari ekstrimitas atas yang turun ke
ekstrimitas bawah.

C. Sindrom Guillain Barre (SGB)

Adalah suatu kelainan sistem saraf akut dan difus yang mengenai radiks spinalis dan
saraf perifer, dan kadang-kadang juga saraf kranialis, yang biasanya timbul setelah suatu
infeksi. Manifestasi klinis utama dari SGB adalah suatu kelumpuhan yang simetris tipe lower
motor neuron dari otot-otot ekstremitas.

Manifestasi klinis utama adalah kelumpuhan otot-otot ekstremitas tipe lower motor
neuron. Pada sebagian besar penderita kelumpuhan dimulai dari kedua ekstremitas bawah
kemudian menyebar secara asenden ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis.
Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian
menyebar ke badan dan saraf kranialis.

Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti oleh hiporefleksia atau arefleksia.
Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian proksimal lebih berat dari bagian distal, tapi
dapat juga sama beratnya, atau bagian distal lebih berat dari bagian proksimal.

D . Miastenia Grafis

Miastenia grafis adalah penyakit neuromuskular yang menyebabkan otot skelet


menjadi lemah dan mudah lelah. Kelelahan atau kelemahan ini disebabkan karena sirkulasi
antibodi yang memblok acetylcholine receptors pada post sinaptik neuromuscular junction,
stimulasi penghambatan ini berpengaruh pada. neurotransmiter asetilkolin. Manifestasi
klinisnya dapat berupa kelemahan pada otot yang mengatur pergerakan mata, kelemahan otot
pada lengan dan tungkai, perubahan ekspresi wajah, disfagia, dan disartria .

E. Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)

Penyakit Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) adalah suatu kelainan yang progresif
dari sistem saraf yang banyak terjadi pada orang dewasa dengan penyakit motoneuron.
Kondisi tersebut menyebabkan degenerasi saraf motorik bagian atas (brain) dan saraf motorik
bagian bawah (spinal cord) dengan kombinasi tanda upper motor neuron (UMN) dan lower
motor neuron (LMN).

2.6 KLASIFIKASI

Tetraparese dapat disebabkan oleh karena kerusakan Upper Motor Neuron (UMN)
atau kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan atau kelemahan yang terjadi pada
kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena adanya lesi di medula spinalis.
Kerusakan terjadi karena tekanan dari vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini berbeda
dengan lesi pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang berjalan dari anterior
medula spinalis sampai ke otot.4

Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakan topisnya, yaitu :

a. Tetraparese spastik
Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron
(UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni.

b. Tetraparese flaksid
Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron
(LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni.

2.7 MANIFESTASI KLINIS

2.7.1 Kelumpuhan UMN

Dicirikan oleh tanda-tanda kelumpuhan UMN, yakni sebagai berikut :

A. Tonus otot meninggi atau hipertonia


Gejala tersebut terjadi karena hilangnya pengaruh inhibisi korteks motorik
tambahan terhadap inti-inti intrinsik medulla spinalis. Hipertonia merupakan ciri
khas dari disfungsi komponen ekstrapiramidal susunan UMN. Hipertonia yang
mengiringi kelumpuhan UMN tidak melibatkan semua otot skeletal, tergantung
pada jumlah serabut penghantar impuls pyramidal dan ekstrapiramidal yang
terkena.

B. Hiperefleksia
Hiperefleksia merupakan keadaan setelah impuls inhibisi dari susunan pyramidal
dan ektrapiramidal tidak dapat disampaikan ke motoneuron.

C. .Klonus
Tanda ini adalah gerak otot reflektorik, yang bangkit secara berulang-ulang selama
perangsangan masih berlangsung

D. Refleks patologi
Pada kerusakan UMN sering ditemukan reflex patologik, yang tidak ditemukan
pada orang normal.

E. Tidak ada atrofi pada otot-otot yang lumpuh


Rusaknya motoneuron dapat menyebabkan rusaknya serabut-serabut otot yang
tercakup dalam kesatuan motorik sehingga otot-otot yang terkena menjadi kecil
(atrofi). Dalam hal kerusakan serabut-serabut otot penghantar impuls motorik
UMN, tidak melibatkan motoneuron.

Tanda-tanda kelumpuhan UMN dapat ditemukan sebagian atau seluruhnya setelah


terjadinya lesi UMN.

2.7.2 Kelumpuhan LMN

Lesi paralitik di susunan LMN merupakan suatu lesi yang merusak motortoneuron,
akson, motor end plate, atau otot skeletal, sehingga tidak terdapat gerakan apapun, walaupun
impuls motorik tiba di motoneuron.

tanda-tanda kelumpuhan LMN yakni :

1. Seluruh gerakan, baik yang volunter maupun yang reflector tidak dapat
dibangkitkan. Ini berarti bahwa kelumpuhan disertai oleh hilangnya reflex tendon
dan tidak adanya reflex patologis
2. Tonus otot menghilang
3. Atrofi otot cepat terjadi

2.8 DIAGNOSIS

a. Anamnesis

Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Anamnesis dapat
menentukan lokasi lesi, misalnya lesi di medulla spinalis (nyeri leher yang menjalar ke kedua
anggota ekstremitas superior) yang merupakan keadaan klinis yang sering ditemukan.
Gambaran kelumpuhan akibat lesi paralitik di susunan pyramidal komponen UMN susunan
neuromuscular berbeda sekali dengan lesi komponen LMN. Adapun tanda-tanda kelumpuhan
UMN yaitu : tonus otot meninggi (hipertoni), hiperefleksia, sering ditemukan klonus kaki,
refleks patologik dan tidak adanya atrofi pada otot yang lumpuh. Kelumpuhan tipe LMN
memiliki tanda-tanda seperti seluruh gerakan, baik yang voluntar maupun yang reflektori
tidak dapat dibangkitkan. Ini berarti bahwa kelumpuhan disertai dengan hilangnya refleks
tendon, tidak adanya refleks patologik, tonus otot menghilang dan atrofi otot cepat terjadi.

b. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis

Pada kasus ini, tujuan pemeriksaan adalah untuk mendeteksi pola kelemahan yang
berhubungan dengan otot. Proses yang lebih difus dapat mengenai banyak saraf atau otot
secara simultan, misalnya penyakit metabolik atau inflamasi yang dapat menyebabkan
kelemahan generalisata. Untuk pemeriksaan otot dapat dipilih bagian otot yang penting,
walaupun dapat juga dilakukan semua pemeriksaan otot gerak lain. Pemilihan otot yang
diperiksa berdasarkan anamnesis atau bagian dari pemeriksaan fisik dimana kelemahan otot
dapat dilihat.

Lesi UMN berhubungan dengan pola kelemahan yang khas, tidak seperti lesi LMN,
Lesi UMN lebih berhubungan dengan gerakan volunter. Tes koordinasi anggota gerak juga
dapat memberikan informasi mengenai lokasi lesi. Pemeriksaan refleks tendon juga
merupakan metode langsung untuk menilai refleks regang secara klinis. Kerusakan LMN
akan menyebabkan penurunan atau menghilangnya refleks ini sedangkan lesi UMN akan
meningkatkan refleks ini. Kegunaan utama pemeriksaan reflex tendon adalah untuk
menentukan lokasi lesi terutama lesi di medulla spinalis
c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboraturium

Pada pemeriksaan darah rutin dapat dilihat nilai dari jumlah leukosit yang dapat
menunjukan adanya tanda-tanda infeksi yang merupakan petanda adanya lesi akibat infeksi.
Pemeriksaan kimia darah untuk mengetahui elektrolit tubuh juga merupakan pemeriksaan
yang penting untuk menilai lesi. Kelumpuhan keempat anggota gerak yang bersifat LMN,
mutlak motorik dianggap kelumpuhan miogenik. Patofisiologi nya masih kurang jelas, tetapi
secara klinis terbukti mempunyai hubungan yang erat dengan ion kalium. Dikenal 3 macam
paralisis periodic. Yang pertama ialah paralisis periodik hipokalemik familial, kedua yaitu
paralisis periodic hiperkalemik familial dan yang ketiga adalah paralisis periodik
normokalemik. Perbedaan yang ditonjolkan oleh klasifikasi tersebut berdasarkan kadar
kalium dalam serum. Pada jenis hipokalemik familial, paralisis bangkit pada waktu pagi hari
atau setelah beristirahat atau setelah bekerja, atau setelah makan makanan tinggi karbohidrat.
Paralisis dapat berlangsung beberapa jam bahkan sampai beberapa hari. Kadar kalium
dibawah 3 mEq/L . pada jenis hiperkalemik, kelumpuhan keempat anggota gerak bangkit
selalu setelah bekerja. Sebagian dengan miotonia atau sebagian tidak, paralisis biasanya tidak
berlangsung lama dan kadar kalium dalam serum lebih dari 4,2 mEq/L. Jenis normokalemik
sering menimbulkan kesukaran, baik dalam diagnosis maupun terapi. Serangan paralisis nya
sering bersifat total dan berlangsung lama. Pemberian kalium dapat memperburuk keadaan.

Pemeriksaan Radiologis

Selain anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboraturium yang


mengarahkan ke diagnosis tetraparese tipe lower maupun upper motor neuron, maka
diperlukan pemeriksaan radiologi untuk menyingkirkan penyebab yang lain. Pemeriksaan
rontgen thoraco-lumbal juga dapat membantu menegakkan diagnosis.

2.9 PENATALAKSANAAN

Terapi Farmakologi

Tujuan pengobatan adalah mengobati gejala simptom dan memperbaiki keadaan


umum penderita. Pencegahan sebaiknya disesuaikan dengan faktor pencetusnya, Bila faktor
pencetusnya karena gangguan elektrolit, maka pemberian cairan elektrolit yang sesuai selama
serangan dapat mengurangi gejala. Pengobatan yang dianjurkan adalah pemberian kalium per
oral, jika keadaan berat mungkin dibutuhkan pemberian kalium intra vena. Penderita
mendapat pengobatan pencegahan dengan menghindari faktor-faktor pencetus dan pemberian
preparat kalium peroral.

Terapi non farmakologi

Rehabilitasi secara komprehensif dengan melakukan fisioterapi yang dilakukan


setelah onset terbukti meningkatkan fungsi saraf motorik dengan tetraparese

2.10 PROGNOSIS

Sekitar 60-70% pasien dengan tetraparalisis dapat sembuh tanpa cacat. Faktor-faktor
lain diduga berhubungan dengan prognosis pasien. Pasien yang berusia 50 tahun atau lebih
tua memiliki sekitar 30% pemulihan tanpa adanya kecacatan. Pasien yang lebih muda
memiliki pemulihan tanpa adanya kecacatan lebih besar.

Anda mungkin juga menyukai