Anda di halaman 1dari 36

IDENTITAS

Nama : Ny. J Umur : 25 Tahun Jenis Kelamin :


Perempuan Agama : Islam Pekerjaan : swasta

Alamat : Kenongo3/8 Lemah Ireng Bawen Kab. Semarang

Masuk RS : 18 Januari 2014

No. CM : 062136-2014

ANAMNESIS ( 18 JULI 2014)

Auto anamnesa dari pasien dan alloanamnesa dari keluarga pasien

Keluhan Utama:

Kelemahan keempat anggota gerak

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan kelemahan keempat anggota gerak sejak kurang
lebih satu bulan sebelum masuk rumah sakit, timbul perlahan-lahan, semakin lama
semakin parah. Tidak ada faktor memperberat maupun memperingan. Pasien juga
mengaku sulit untuk menolehkan kepala ke kiri dan kanan. Sebelumnya terdapat
kelemahan pada tangan kanan pasien 5 bulan sebelum masur rumah sakit yang
timbul mendadak yang perlahan-lahan menyebar ke keempat anggota gerak
Pasien sempat berobat alternative dan diberikan obat seperti jamu, namun keluhan
tidak membaik, lalu dibawa ke RS Kensaras. Pasien disarankan untuk rawat jalan
dan dilakukan pemeriksaan penunjang x-foto shoulder joint, MRI leher, dan ct-
scan kepala. Selama pengobatan di rs kensaras keluhan tidak membaik dan
keluhan semakin parah hingga kelemahan menjadi di seluruh anggota gerak tubuh.
Pasien juga mengaku tangan, kaki, dan lidah sering kedutan dan sulit untuk
berbicara secara sempurna sejak satu minggu

sebelum masuk rumah sakit.

Tidak ada keluhan BAB dan BAK. BAB dan BAK dilakukan di tempat tidur dengan
menggunakan pispot. Nafsu makan pasien berkurang dan pasien merasa semakin
lama semakin kurus. Mual disangkal, muntah disangkal, batuk lama disangkal, baal
pada anggota tubuh disangkal, demam disangkal, pasien mengaku sedikit sesak
sejak 2 hari yang lalu, riwayat nyeri kepala dan pusing berputar sebelum dan
sesudah trauma disangkal, Pasien mengaku tidak suka mengangkat beban berat
maupun olahraga berat.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat nyeri kepala disangkal

Riwayat tekanan darah tinggi disangkal

Riwayat sakit kencing manis disangkal

Riwayat stroke disangkal

Riwayat sakit jantung disangkal

Riwayat kejang disangkal

Riwayat stress emosi disangkal

Riwayat keganasan atau tumor disangkal

Pasien mengaku pernah jatuh dari sepeda kurang lebih 6 bulan yang lalu dan bahu
kanan dan leher kanannya terbentur sehingga mengakibatkan luka dan kelemahan
sementara pada tangan kanannya, tetapi kelemahan membaik sendiri 1 minggu
setelah kecelakaan. Riwayat nyeri kepala, pusing berputar, demam, dan kejang
saat dan setelah jatuh dari sepeda disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Disangkal adanya sakit yang serupa

Riwayat hipertensi, kejang, stroke, dan keganasan disangkal

Riwayat Penggunaan Obat

Riwayat penggunaan obat dari pengobatan rawat jalan di RS Ken Saras dan riwayat
minum jamu-jamuan dari alternative (+), sekarang sedang tidak mengkonsumsi
obat-obatan apapun

Anamnesis Sistem:

Sistem serebrospinal : Kelemahan keempat anggota gerak tubuh

Sistem kardiovaskuler : tidak ada keluhan

Sistem respirasi : tidak ada keluhan Sistem gastrointestinal :


tidak ada keluhan Sistem musculoskeletal : tidak ada keluhan Sistem
integumentum : tidak ada keluhan Sistem urogenital : tidak
ada keluhan

Resume Anamnesis:

Seorang pasien usia 48 tahun, datang ke IGD RSUD ambarawa dengan keluhan
kelemahan keempat anggota gerak sejak kurang lebih satu bulan yang lalu, timbul
perlahan- lahan, semakin lama semakin parah.. Pasien mengaku pernah jatuh dari
sepeda kurang lebih 6 bulan yang lalu dan bahu kanan dan leher kanannya
terbentur sehingga mengakibatkan luka dan kelemahan sementara pada tangan
kanannya, tetapi kelemahan membaik sendiri 1 minggu setelah kecelakaan.
Namun 5 bulan yang lalu kelemahan pada tangan kanan muncul kembali, onset
mendadak tanpa sebab, lama kelamaan kelemahan meliputi keempat anggota
gerak tubuh. Pasien juga mengaku tangan, kaki, dan lidah sering kedutan dan sulit
untuk berbicara secara sempurna sejak satu minggu yang lalu.

DISKUSI I

Susunan neuromuskular terdiri dari Upper motor neuron (UMN) dan lower motor
neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf
motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-
inti motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior. Sedangkan lower
motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang berasal
dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam
tubuh seseorang (Baehr, Mathias. 2010)

Kelemahan/kelumpuhan yang mengenai keempat anggota gerak disebut dengan


tetraparese. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang
belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan
sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit otot. Kerusakan
diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada
keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai (Baehr, Mathias. 2010).

Tetraparese berdasarkan topisnya dibagi menjadi dua, yaitu : Tetrapares spastik


yang terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron (UMN), sehingga
menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni dan tetraparese flaksid yang
terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron (LMN), sehingga
menyebabkan penurunan tonus atot

atau hipotoni. Tetraparese dapat disebabkan karena adanya kerusakan pada


susunan neuromuskular, yaitu adanya lesi. Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan
inkomplit. Lesi komplit dapat menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik
secara total dari bagian dibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya
terjadi kelumpuhan otot ringan (parese) dan atau mungkin disertai kerusakan
sensorik (Mardjono, Mahar. 2006).

Kerusakan susunan neuromuskular dapat terjadi akibat kerusakan pada upper


motor neuron (UMN) atau kerusakan pada lower motor neuron (LMN) atau
kerusakan pada keduanya. Kerusakan pada upper motor neuron (UMN) dapat
disebabkan adanya lesi medula spinalis setinggi servikal atas. Sedangkan kerusakan
pada lower motor neuron (LMN) dapat mengenai motoneuron, radiks dan saraf
perifer, maupun pada otot itu sendiri. Pada beberapa keadaan dapat kita jumpai
tetraparese misalnya pada penyakit infeksi (misalnya mielitis transversa,
poliomielitis), Sindrom Guillain Barre (SGB), Polineuropati, Miastenia Grafis, multiple
sclerosis, atau Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) (Mardjono, Mahar. 2006).

Pada kasus ini, pasien dicurigai adanya gangguan/lesi daerah cervical, dilihat dari
riwayat trauma daerah leher yang dialami pasien, atau adanya penekanan medulla
spinalis akibat keganasan pada daerah cervical yang mengakibatkan tetraparese,
dilihat dari onsetnya yang progresif semakin lama semakin parah. Pasien juga
dicurigai mengalami penyakit motor neuron desease, dilihat dari kelemahan yang
semakin lama semakin parah, dimulai dari anggota gerak kanan lalu menjalar ke
seluruh anggota gerak tubuh, tanpa diikuti keluhan sensorik seperti baal pada
anggota tubuh, namun untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan
pemeriksaan fisik dan penunjang lebih lanjut.

DIAGNOSIS SEMENTARA

Diagnosis Klinik : Tetraparese spastik atau flasid

Diagnosis topik : Lesi UMN atau LMN Diagnosis etiologik :

Trauma cervicalis

Neoplasma medulla spinalis daerah cervical

Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS).

Multiple Sclerosis

PEMERIKSAAN (18 Juli 2014)

Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, kesan status gizi cukup

Kesadaran compos mentis, GCS: E4V5M6

Tanda Vital : TD : 160/127 mmHg R : 24x/menit

N : 90x/mnt S : 36,3,0C

Kulit : Turgor kulit baik

Kepala : Normocephal, rambut hitam, distribusi merata, tidak


mudah dicabut

Mata : Edema palpebra -/-, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik


-/-, pupil isokor diameter 3/3 mm, reflek cahaya Normal/Normal, reflek kornea
Normal/Normal

Telinga : Bentuk normal, simetris, serumen -/-

Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/-

Mulut : Bibir kering, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang

Leher : Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak


ada deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening, kaku kuduk
(-), meningeal sign (-)

Dada : Pulmo :
I : Normochest, dinding dada simetris

P : Fremitus taktil kanan=kiri, ekspansi dinding dada simetris

P : Sonor di kedua lapang paru

A : Vesikuler (Normal/Normal), ronkhi (-/-), wheezing (-/-) Cor :

I : Tidak tampak ictus cordis

P : Iktus cordis teraba

P : Batas atas ICS III linea parasternal sinistra Batas kiri ICS V linea midklavicula
sinistra Batas kanan ICS IV linea stemalis dextra

A : BJ I dan II reguler, Gallop (-), Murmur (-) Abdomen : I : Datar, supel

P : Dinding perut supel, turgor kulit baik, hepar dan lien tidak teraba
membesar, tidak ada nyeri tekan abdomen

P : Timpani

A : Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), atrofi otot (+) ekstermitas dextra
sinistra superior inferior, capillary refill <2detik, akral hangat (+)
Status Psikiatrik

Tingkah Laku : Normal Perasaan Hati : Normal Orientasi


: Normal Kecerdasan : Normal Daya Ingat : Normal

Status Neurologis

Sikap Tubuh : Lurus dan simetri

Gerakan Abnormal : (-)

Kepala : Normocephal

Saraf otak :

NERVUS CRANIALIS Kanan Kiri

N.I Daya Penghidu Normal/Normal

N.II Daya Penglihatan Normal/Normal

Penglihatan Warna Normal/Normal

Lapang Pandang Normal/Normal

N.III Ptosis -/-

Gerakan mata ke medial Normal/Normal

Gerakan mata ke atas Normal/Normal

Gerakan mata ke bawah Normal/Normal

Ukuran Pupil + (3 mm) + (3mm)

Reflek cahaya Langsung + +


Reflek cahaya konsensuil + +

Strabismus divergen -/-

N.IV Gerakan mata ke lateral bawah +/+

Strabismus konvergen -/-

Menggigit Normal/Normal

Membuka mulut Normal/Normal

N.V Sensibilitas muka Normal/Normal

Reflek kornea + +

Trismus -/-

N.VI Gerakan mata ke lateral bawah +/+

Strabismus konvergen -/-

N.VII Kedipan mata Normal/Normal

Tabel 1. Pemeriksaan Nervus Kranialis

Lipatan nasolabial Simetris/simetris

Sudut mulut Simetris/simetris

Mengerutkan dahi Normal/Normal

Menutup mata Normal/Normal

Meringis Normal/Normal

Menggembungkan pipi Normal/Normal

Daya kecap lidah 2/3 depan Normal/Normal

N.VIII Mendengar suara berbisik+/+

Mendengar detik arloji +/+

Tes Rinne Tidak dilakukan

Tes Schawabach Tidak dilakukan

Tes Weber Tidak dilakukan


N.IX Arkus Faring Normal/Normal

Daya kecap lidah 1/3 belakang Normal/Normal

Reflek muntah +

Sengau +

Tersedak +

N.X Denyut nadi 90x/mnt regular

Arkus Faring Simetris/simetris

Bersuara Normal/Normal

Menelan Normal/Normal

N.XI Memalingkan kepala -/-

Sikap bahu Normal/Normal

Mengangkat bahu -/-

Trofi otot bahu atrofi/atrofi

N.XII Sikap Lidah Normal/Normal

Artikulasi Normal/Normal

Tremor Lidah

Menjulurkan Lidah Normal/Normal

Trofi otot lidah Eutrofi/Eutrofi

Fasikulasi Lidah +

T T 1111 1111

G K

T T 1111 1111

+ +
TN RF

+ +

atr atr

atr atr

+1 +1 + +

RF RP

+1 +1 + +

Cl S + +

+ +

Sensibilitas : (+) normal

Fungsi Vegetatif : BAB dan BAK normal

Refleks Patologis : Babinsky (+/+), Chaddock (+/+), Gordon (+/+), Oppenheim


(+/+), Gonda (+/+), Schaefer (+/+), Hoffman Trommer (+/+).

PEMERIKSAAN PENUNJANG CT-Scan Kepala (14 April 2014)


KESAN :

Tak tampak gambaran SOL, infark, atau intracranial hemorarhge pada saat ini.

MRI CERVICAL (14 April 2014)

KESAN :

Tak tampak kompresi korpus vertebralis, tak tampak perubahan intensitas

Intensitas signal medulla spinalis baik, homogen, tak tampak gambaran


kontusio medulla spinalis regio cervicalis

Penebalan ringan lig. Longitudinalis posterior setinggi V.C 4-5

Discus C5-6 tampak lebih sempit dan menunjukkan tanda desiccation disc, namun
tak tampak gambaran protrusion diskus maupun penyempitan foramen neuralis
kanan kiri

X-Foto Cervical AP/Lateral/Oblique (25 April 2014)

Kesan :

Alligment Lurus

Tak tampak fraktur pada vertebrae cervical yang terlihat.

X-Foto Shoulder Joint (14 April 2014)

Kesan :

Tak tampak fraktur tulang maupun dislokasi sendi


Hasil EEG (21 April 2014)

Kesan : Hasil perekaman eeg saat ini tidak didapatkan gelombang epileptogenic dan
tidak ditemukan perlambatan abnormal

DISKUSI II

Dari hasil pemeriksaan fisik neurologis ditemukan adanya tetraparesis spastik (lesi
UMN), dilihat dari kekakuan pada otot dan reflex patologis yang ada pada keempat
anggota gerak pasien, dan juga terdapat tanda tetraparesis flasid (lesi LMN) dilihat
dari adanya atrofi pada otot keempat anggota gerak, tanpa diikuti kelainan pada
sensorik. Ini merupakan tanda khas dari penyakit Amyotrophic lateral sclerosis
(ALS) dimana susunan somatosensorik sama sekali tidak terganggu, dan
manifestasinya terdiri atas gangguan gerakan, yang memperlihatkan tanda-tanda
kelumpuhan UMN dan LMN secara bersamaan. ALS adalah penyakit
neurodegeneratif yang serius yang menyebabkan kelemahan otot, kecacatan, dan
akhirnya menyebabkan kematian yang dikarenakan oleh degenerasi dari motor
neuron di korteks motorik primer, batang otak dan medula spinalis, ALS juga dikenal
sebagai motor neuron disease (MND). (Armon, Camel. 2011).

Dari pemeriksaan penunjang meliputi rontgen shoulder joint, cervical, MRI cervical,
CT-scan kepala, ditemukan semua dalam batas normal. Ini dapat menghilangkan
kecurigaan terhadap tetraparesis akibat trauma cervical atau neoplasma medulla
spinalis. Multiple sclerosis juga dapat dilemahkan, karena pada multiple sclerosis
ditemukan gangguan pada system sensorik, motoric, otonom, trias charcot
(disratria, ataxia, tremor), dan beberapa gangguan pada nervus cranialis seperti
gangguan pada N.III dan N.V, dan pada ct-scan kepala ditemukan lesi hiperdens
daerah kortikal yang menyerupai gambaran tumor otak akibat edema dan
inflamasi akibat proses demielinasi (Luzzi, Christopher. 2014)

ALS dapat didefinisikan sebagai gangguan neurodegenerative ditandai dengan


kelumpuhan otot progresif mencerminkan degenerasi MNS di korteks motorik
primer, batang otak, dan sumsum tulang belakang, yang menyebabkan hilangnya
kontrol saraf dari otot-otot volunter, sehingga degenerasi dan atrofi otot.
Akhirnya otot-otot pernapasan yang terpengaruh yang menyebabkan kematian
dari ketidakmampuan untuk napas. Amyotrophy mengacu pada atrofi serat otot,
menyebabkan kelemahan otot yang terkena dan fasikulasi. Sklerosis lateral
mengacu pada pengerasan saluran kortikospinalis anterior dan lateral sebagai MNS
di daerah-daerah yang menurun fungsinya dan digantikan oleh gliosis (V. Silani et
al. 2011)

Etiologi ALS (Sterit, Lonart, 2006) :

ALS karena kelaian genetic (familial)

Disebabkan oleh cacat genetik pada superoksida dismutase, enzim antioksidan


yang terus menerus menghilangkan radikal bebas yang sangat beracun,
superoksida.

Penyebab ALS sporadis tidak diketahui. Beberapa hipotesis telah diusulkan


termasuk:

o Toksisitas Glutamat

o Stres Oksidatif

o Disfungsi mitokondria

o Penyakit autoimun

o Penyakit Infeksi

o Paparan bahan kimia beracun

o Logam berat seperti timbal, merkuri, aluminium, dan mangan


Tanda dan Gejala

Gejala ALS bervariasi dari satu orang ke orang lain sesuai dengan kelompok otot
yang dipengaruhi oleh penyakit. Tersandung, menjatuhkan barang, kelelahan
abnormal pada lengan dan / atau kaki, meracau bicara, kesulitan dalam
berbicara keras, tak terkendali tertawa atau menangis, dan kram otot dan
berkedut semua gejala ALS. ALS biasanya dimulai pertama di tangan dan akan
menyebabkan masalah dalam berpakaian, mandi, atau tugas- tugas sederhana
lainnya. Ini bisa berkembang menjadi lebih pada satu sisi tubuh dan
umumnya berjalan ke tangan atau kaki. Jika mulai pada kaki, berjalan akan menjadi
sulit. ALS juga dapat mulai di tenggorokan, menyebabkan kesulitan menelan.
Orang yang menderita ALS tidak kehilangan kemampuan mereka untuk melihat,
mendengar, menyentuh, mencium, atau rasa. kandung kemih dan otot-otot mata
orang tersebut tidak terpengaruh, tidak pula dorongan seksual dan fungsi. Penyakit
tidak mempengaruhi pikiran seseorang (Sterit, Lonart, 2006).

Tanda LMN harus jelas untuk diagnosis yang valid. Fasikulasi mungkin terlihat pada
lidah meskipun tanpa disartia. Jika terdapat kelemahan dan otot batang tubuh yang
mengecil fasikulasi biasanya sudah mulai terlihat.refleks tendon mungkin
meningkat atau menurun. Kombinasi dari reflex yang berlebihan degan tanda
Hoffman pada tangan dengan lemah dan otot yang fasikulasi sebenarnya
merupakan tanda yang patognomonik dari ALS. Tanda tegas kelainan umn adalah
babinsky dan klonus. Kelainan berjalan yang spastic dapat terlihat tanpa tanda lmn
pada kaki, kelemahan pada kaki mungkin tidak ditemukan, tetapi inkoordinasi
terbukti dengan kecanggungan dan kejanggalan dalam penampilan ketika bergerak.
Kematian

diakibatkan karena kegagalan pernapasan, pneumonitis aspirasi, atau emboli


pulmo setelah immobilitas yang panjang (V. Silani et al. 2011)

Tabel 2. Gejala-gejala ALS (Armon, Camel. 2011)

Disfungsi UMN Disfungsi LMN Gejala emosional

Kontraktur

Disartria
Disfagia

Dispneu

Spastisitas.

Hiperrefleks

Adanya reflek patologis.

Hilangnya ketangkasan dengan kekuatan normal

Kelemahan otot

Fasikulasi.

Atrofi.

Kram otot

Hiporefleks

flasid

Foot drop
Kesulitan bernafas.

Tertawa dan

menangis involunter

Depresi

Klasifikasi

Klasifikasi Motor Neuron Desease (MND) (Armon, Camel. 2011) :

Amyotrophic lateral sclerosis(ALS)

Primary lateral sclerosis(PLS)

Progressive muscular atrophy(PMA)

Keterlibatan batang otak (Bulbar)

Pseudobulbar palsy

Progressive bulbar palsy

Tabel 3. Perbedaan gejala pada tiap-tiap tipe MND

Tipe Degenerasi UMN Degenerasi LMN

ALS (+) (+)

PLS (+) (-)

PMA (-) (+)

Progresif bulbar palsy (-) (+), pada bagian bulbar


Pseudobulbar palsy(+), pada bagian bulbar (-)

Sedangkan pada ALS sendiri terdapat 2 tipe (Uma, Devi. 2007) : A. Familial

ALS familial ditandai dengan adanya riwayat dalam keluarga dan atau analisis
genetic gen yang cacat yang telah terbukti berhubungan dengan penyakit. ALS
familial terdiri 5-10% dari ALS total

B. Sporadik

90-95% sisanya yang tidak diketahui penyebabnya sehingga disebut sebagai


sporadik

Diagnosis (Armon, Camel. 2011) :

Tabel 4. El Escorial Federasi Dunia Neurology Kriteria Untuk Diagnosis ALS

Diagnosis ALS membutuhkan kehadiran

Tanda-tanda degenerasi lower motor neuron (LMN) dengan pemeriksaan klinis,


elektrofisiologi atau neuropathologic.

Tanda-tanda degenerasi upper motor neuron (UMN) dengan pemeriksaan klinis, dan

Tanda-tanda penyebaran yang progresif dalam wilayah atau ke daerah lain,


bersama-sama dengan tidak adanya

Bukti elektrofisiologi proses penyakit lain yang mungkin menjelaskan tanda- tanda
LMN dan / atau degenerasi UMN, dan

Neuroimaging bukti proses penyakit lain yang mungkin menjelaskan tanda- tanda
klinis dan tanda elektrofisiologi

Kategori diagnostik klinis pasti pada kriteria klinis saja

Pasti ALS
Tanda UMN dan LMN sedikitnya pada tiga bagian tubuh

B. Kemungkinan besar ALS

Tanda UMN dan LMN setidaknya pada 2 bagian tubuh, dengan beberapa tanda UMN
pada bagian rostral terhadap tanda LMN

C. Kemungkinan besar ALS Didukung Laboratorium

Tanda klini disfungsi UMN da LMN hanya pada satu bagian tubuh. Selain itu ada
pada elektromiografi terdapat tanda degenerasi yang aktif dan kronis pada minimal
2 ekstremitas

Kemungkinan ALS

Tanda klinis dari disfungsi UMN dan LMN ditemukan secara bersamaan

pada satu bagian, atau tanda UMN ditemukan pada 2 atau lebih bagian tubuh.

Tanda UMN : Klonus, tanda babinsky, tidak ada refleks kulit perut, hypertonia,
kehilangan ketngkasan

Tanda LMN : atrofi, kelemahan. Jika hanya fasciculation: pencarian dengan EMG

untuk denervasi aktif

Bagian saraf: bulbar, leher rahim, dada dan lumbosakral

Dapat juga menggunakan kriteria lain dari World Federation of Neurology (WFN),
dimana harus terdapat (Sathasivam S. 2010) :

Bukti adanya lesi UMN

Bukti adanya lesi LMN

Bukti adanya progresifitas

Dalam menggunakan kriteria WFN, ada 4 regio yang harus diketahui:


o Bulbar : Otot wajah, mulut, tenggorokan.

o Cervical : Otot belakang kepala, leher, bahu, pundak, ekstrimitas atas.

o Thoracic : Otot dada dan abdomen, dan bagian tengah dari otot spinal.

o Lumbosacral : Otot belakang bagian pundak bawah, paha, dan ekstrimitas bawah

DIAGNOSIS AKHIR

Diagnosis Klinik : Tetraparesis spastik dan flasid

Diagnosis topik : Traktus kortikospinal dan kornu anterior

Diagnosis etiologik : Suspek ALS

TERAPI

Pada penderita ini diberikan terapi :

Farmakologis

Inj. Citicolin 2500 mg

Inj. Piracetam 3xIII gr

Inj. Dexamethasone 4xI gr

Inj. Sohobion 11 amp


Inj. Meticobalamin 11 amp

Inj. Ranitidine 21 amp

P.o. amlodipine 110 mg

Non Farmakologis

Tirah baring

Pemasangan NGT dan DC

DISKUSI III

Inj. Ranitidin 21 amp

Ranitidine adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja


histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam
lambung. Pada pemberian i.m./i.v. kadar dalam serum yang diperlukan untuk
menghambat 50% perangsangan sekresi asam lambung adalah 3694 mg/mL.
Kadar tersebut bertahan selama 68 jam. Ranitidine diabsorpsi 50% setelah
pemberian oral. Konsentrasi puncak plasma dicapai 23 jam setelah pemberian
dosis 150 mg. Absorpsi tidak dipengaruhi secara nyata oleh makanan dan
antasida. Waktu paruh 2

3 jam pada pemberian oral, Ranitidine diekskresi melalui urin.

Inj. Sohobion 11 amp

Sohobion merupakan vitamin neurotropik atau B complex terdiri dari vitamin B1 100
mg, B6 100 mg, B12 5000 mcg. Indikasi pemberian adalah untuk defisiensi vitamin
B1, B6, B12 seperti pada neuralgia dan neuritis perifer.

Inj. Piracetam 3xIII gr

Piracetam berperan meningkatkan energi (ATP) otak, meningkatkan aktifitas


adenylat kinase (AK) yang merupakan kunci metabolisme energi dimana mengubah
ADP menjadi ATP dan AMP, meningkatkan sintesis dan pertukaran cytochrome b5
yang merupakan komponen kunci dalam rantai transport elektron dimana energi
ATP diproduksi di mitokondria (James, 2004).
Inj. Citicolin 2500 mg

Citicolin berperan untuk perbaikan membran sel saraf melalui peningkatan sintesis
phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik yang rusak melalui potensiasi
dari produksi asetilkolin.

Inj. Dexamethasone 4xI gr

Deksametason merupakan salah satu golongan kortikosteroid. Kortikosteroid dapat


mempengaruhi susunan saraf pusat secara tidak langsung melalui metabolisme

karbohidrat, sistem sirkulasi dan keseimbangan elektrolit. Secara mikroskopik, obat


ini menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler
, migrasi leukosit dan aktivitas fagositosis.

Amlodipin per oral 1x10mg tab

Amlodipin adalah obat hipertensi yang bersifat menghambat kanal calcium


pembuluh darah (calcium channel blocker).

PLANNING

Amyotrophic lateral sclerosis sulit untuk didiagnosa sejak awal karena hal itu
mungkin tampak mirip dengan beberapa penyakit neurologis lainnya. Tes untuk
mengesampingkan kondisi lain mungkin termasuk. Pemeriksaan tambahan yang
dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis ALS antara lain (Wijesekera, Lokesh C.
2009) :

Elektrofisiologi

Terutama untuk mndeteksi adanya lesi LMN pada daerah yang terlibat. Dan untuk
menyingkirkan proses penyakit lainnya. Sangat penting untuk diingat bahwa
pemeriksaan fisik neurofisiologi yang digunakan untuk mendiagnosis ALS dan
kelainan neurofisiologi yang sugestif saja tidak cukup untuk mendiagnosis tanpa
dukungan klinis.
a. Konduksi saraf motorik dan sensorik

Konduksi saraf diperlukan untuk mendiagnosis terutama untuk mendefinisikan dan


mengecualikan gangguan lain dari saraf perifer, neuromuscular junction, dan otot
yang dapat meniru atau mengacaukan diagnosis ALS.

Elektromiografi konvensional

Konsentris jarum elektromiografi (EMG) memberikan bukti disfungsi LMN yang


diperlukan untuk mendukung diagnosis ALS, dan harus ditemukan dalam setidaknya
dua dari empat daerah SSP: otak (bulbar / neuron motor tengkorak), leher rahim,
toraks, atau lumbosakral sumsum tulang belakang (kornu anterior motor neuron).
Untuk daerah batang otak itu sudah cukup untuk menunjukkan perubahan dalam
satu EMG otot (misalnya lidah, otot-otot wajah, otot rahang). Untuk wilayah
sumsum tulang belakang, dada itu sudah cukup untuk menunjukkan perubahan
EMG baik dalam otot paraspinal pada atau di bawah tingkat T6 atau di otot perut.
Untuk daerah leher rahim dan sumsum tulang belakang lumbosakral setidaknya
dua otot dipersarafi oleh akar yang berbeda dan saraf perifer harus menunjukkan
perubahan EMG.

Kriteria El-Escorial yang telah direvisi mengharuskan bahwa kedua bukti denervasi
aktif atau sedang berlangsung dan denervasi parsial kronis diperlukan untuk
diagnosis ALS, meskipun proporsi relatif bervariasi dari otot ke otot.

Tanda-tanda denervasi aktif terdiri dari:

1.potensi fibrilasi

gelombang positif tajam

c. Transkranial magnetic stimulasi dan pusat konduksi motorik

Stimulasi magnetik transkranial (TMS) memungkinkan evaluasi non-invasif jalur


motor kortikospinalis, dan memungkinkan deteksi lesi UMN pada pasien yang tidak
memiliki tanda-tanda UMN. Motor amplitudo, ambang batas kortikal, waktu konduksi
motorik pusat dan periode diam dapat dengan mudah dievaluasi dengan
menggunakan metode ini. Tengah konduksi motorik waktu (CMCT) sering sedikit
lama untuk otot- otot setidaknya satu ekstremitas pada pasien ALS.

Elektromiografi kuantitatif

Motor unit angka estimasi (Mune) adalah teknik elektrofisiologi khusus yang dapat
memberikan perkiraan kuantitatif dari jumlah akson yang mempersarafi otot atau
kelompok otot. Mune terdiri dari sejumlah metode yang berbeda (incremental, titik
rangsangan ganda, lonjakan-dipicu rata-rata, F-gelombang, dan metode statistik),
dengan masing-masing memiliki keunggulan spesifik dan keterbatasan. Meskipun
kurangnya metode tunggal yang sempurna untuk melakukan Mune, mungkin
memiliki nilai dalam penilaian hilangnya secara progresif akson motorik dalam ALS,
dan mungkin memiliki penggunaan sebagai ukuran titik akhir dalam uji klinis

Neuroimaging

Dilakukan MRI kepala/tulang belakang untuk menyingkirkan lesi structural


dandiagnosis lain pada pasien yang dicurigai ALS (tumor,spondylitis, siringomielia,
strokebilateral, dan MS).

Biopsi otot dan neuropatologi

terutama dilakukan pada pasien dengan presentasi klinis yang tidak khas,
terutama dengan lesi UMN yang tidak jelas. Biosi digunakan untuk menyingkirkan
adanyamiopati, seperti inclusion body myositis.

Pemeriksaan lab lainnya

Ada beberapa pemeriksaan lain yang dapat dianggap wajib dalam


pemeriksaan dari pasien ALS. Tes laboratorium klinis yang mungkin abnormal
dalam kasus dinyatakan khas ALS meliputi:

Otot enzim (kreatin kinase serum [yang tidak biasa di atas sepuluh kali batas atas
normal], ALT, AST, LDH)

serum kreatinin (terkait dengan hilangnya massa otot rangka

Hypochloremia, bikarbonat meningkat (terkait dengan gangguan


pernapasan lanjutan)
Pada pasien belum terdiagnosis secara pasti ALS, namun jika sudah terdiagosis
secara pasti, direncanakan pemberian obat sesuai dengan kausa penyebab ALS,
beberapa diantaranya yaitu (Sterit, Ronald. 2006)

a. Antagonis Glutamat :

Riluzole, Lamotrigine, dextrometrophan, gabapentin, rantai asam amino b.


Antioksidan

Vitamin E, Asetilsistein, Selegiline, Creatine, Selenium, KoEnzim Q10 c.


Neutrotropik factor

Derivat factor neutrotropik, insulin like growth factor, d. Imumomodulator

Gangliosides, interfero, plasmaaresis, intravena immunoglobulin e. Anti viral

Amantadine, tilorone

Fisioterapi (Sterit, Ronald. 2006)

a) Physical terapi

Salah satu efek samping dari penyakit ini adalah spasme atau kontraksi otot yang
tidak terkontrol. Terapi fisik tidak dapat mengembalikan fungsi otot normal, tetapi
dapat membantu dalam mencegah kontraksi yang menyakitkan otot dan kekuatan
otot dalam mempertahankan normal dan fungsi.

b) Terapi bicara

Terapi wicara juga dapat membantu dalam mempertahankan kemampuan


seseorang untuk berbicara. Terapi menelan juga penting, untuk membantu masalah
menelan ketika makan dan minum. Perawatan ini membantu mencegah tersedak.
Disarankan kepada pasien pasien mengatur posisi kepala dan posisi lidah.

c) Terapi okupasi

Agar pasien dapat melakukan aktifitas / kerja sehari-hari lebih mudah tanpa
bantuan orang lain.

d) Terapi pernapasan

Ketika kemampuan untuk bernapas menurun, seorang terapis pernafasan yang


dibutuhkan untuk mengukur pernapasan kapasitas. Tes ini harus dilakukan secara
teratur. Untuk membuat bernapas lebih mudah, pasien tidak boleh berbaring
setelah makan. Pasien tidak boleh makan makanan terlalu banyak, karena mereka
dapat meningkatkan tekanan perut dan mencegah perkembangan diafragma. Ketika
tidur, kepala harus ditinggikan 15 sampai 30 derajat supaya organ-organ perut
menjauh dari diafragma. Ketika kapasitas pernapasan turun di bawah 70%, bantuan
pernapasan noninvasif harus disediakan.

FOLLOW UP

Tabel Follow Up Tanda Vital

Tanda

Vital

18/07/14

19/07/14

TD 160/120 130/80

N 132 94

R 24 28

S 37,0 36,5

Tabel Follow Up Subjek (S)

S 18/07/14 19/07/14

Kelemahan keempat

anggota gerak tubuh


+1

+1

Sesak napas + +

Tabel Follow Up Objektif (O)

O 18/07/14 19/07/14

GCS E4V5M6 E4V5M6

Babinsky +/+ +/+

Chaddock +/+ +/+

Gordon +/+ +/+

Oppenheim +/+ +/+

Hoffman Tromner +/+ +/+

Gonda+/+ +/+

Schaefer

+/+

+/+

Tabel Follow Up Assessment (A)

A Amyotropic Lateral Sclerosis

Tabel. Follow Up Planing (P)


P 18/07/14 19/07/14

Inj. Citicolin 2500 mg

Inj. Piracetam 3xIII gr

Inj. Dexamethasone 4xI gr

Inj. Sohobion 11 amp

Inj. Meticobalamin 11 amp

Inj. Ranitidine 21 amp

P.o. amlodipine 110 mg

PROGNOSIS

ALS adalah penyakit yang fatal. Hidup rata-rata adalah 3 tahun dari onset klinis
kelemahan, namun bisa lebih cepat. Kelangsungan hidup yang lebih panjang tidak
langka. Sekitar 15% dari pasien dengan ALS hidup 5 tahun setelah diagnosis,
dan sekitar 5% bertahan selama lebih dari 10 tahun. Kelangsungan hidup jangka
panjang dikaitkan dengan usia yang lebih muda saat onset, laki-laki, dan anggota
tubuh daripada bulbar onset gejala.1

Prognosis pada penderita ini adalah sebagai berikut :

Death : Dubia ad malam Disease : Dubia ad malam


Disability : Dubia ad malam Discomfort : Dubia ad malam
Dissatisfaction : Dubia ad malam Distitutional : Dubia ad malam
Pada pukul 02.00 tanggal 20 juli 2014, pasien sangat mengeluh sulit untuk
bernapas dan sangat sesak, GCS E4V5M6, lalu diberikan O2 masker 10 lpm.

Pada pukul 03.00 pasien apneu dengan tanda vital (-), RC -/-, RK -/-. Pasien
dinyatakan meninggal dengan dugaan gagal napas akibat komplikasi dari penyakit
pasien.

Komplikasi tersering pada penyakit ALS adalah komplikasi pernapasan. Hal ini
terjadi terutama dari ketidakmampuan pasien untuk bernapas karena kelemahan
otot pernafasan. Pada pasien dengan kelemahan bulbar, aspirasi sekresi atau
makanan dapat terjadi dan pneumonia, karena itu, manajemen pernafasan
diperlukan dalam perawatan komprehensif pasien dengan ALS (Lechtzin, Noah.
2006).

MINI REFERAT PERBEDAAN DIAGNOSIS BANDING PADA LAPORAN KASUS

Trauma Cervical

Neoplasma

Multiple

Sclerosis (MS)

Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) Primary Lateral Sclerosis (PLS) Progressive


Muscular Atrophy (PMA)

Pseudobulbar

Palsy

Progressive

Bulbar Palsy
Gang. Motorik

(+) / (-)

(+) / (-)

(+)

(+)

(+)

(+)

(+) pada otot bulbar (+)pada otot bulbar

Gang. Sensorik (+) / (-) (+) / (-) (+) (-) (-) (-) (-) (-)

Gang. Otonom

(+) / (-)

(+) / (-)

(+) bladder, bowel, sexual disfunction

(-)
(-)

(-)

(-)

(-)

Reflek fisiologis

Meningkat (UMN)/ Menurun (LMN) Meningkat (UMN)/ Menurun (LMN)

Meningkat

Hiperrefleks/

hiporefleks

hiperrefleks

hiporefleks

Hiperrefleks

hiporefleks

Reflek patologis
UMN (+) LMN (-) UMN (+) LMN (-)

(+)

(+)

(+)

(-)

(+)

(-)

Penyebab

Trauma tajam

Trauma tumpul

Factor genetic

Infeksi viral

Low VIt.D

Factor genetic Penyakit Infeksi paparan bahan kimia,

Stress oksidatif Penyakit Autoimun logam berat


Toksisitas glutamate Disfungsi mitokondria

Imaging

Fraktur, kompresi diskus, pergeseran alligment tulang cervical

Gambaran coin lession

Lesi hiperdens daerah kortikal / medulla spinalis pada CT scan

Normal

Prognosis

Setinggi

C1-4 Malam

C5-6)

Dubia et Bonam

Dubia et Malam

>30% pasien MS mengalami cacat fisik 20-25 tahun setelah onset dimulai

Malam
Dubia et malam

Dubia et malam

Malam

Malam

Lesi N.Cranialis yang terkena

Jika terkena batang otak :

N.VII, IX, X, XI, dan XII

(+) / (-) Tergantung letak keganasan

N. II, III, IV, V (paling sering), VI, VII, XII

N. IX, X, XI, XII

(-)

(-)

N. IX, X, XI, XII

23
DAFTAR PUSTAKA

Ammar Al-Chalabi, 1999. Genetic risk factors in amyotrophic lateral sclerosis


www.ammar.co.uk/phdam.pdf [cited : July 22, 2014]

Baehr, Mathias. Diagnosis Topik Neurologis Duus. Jakarta: ECG. 2010

Carmel Armon. 2011. Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) in Physical Medicine and
Rehabilitation Available at http://emedicine.medscape.com/article/1170097-
overview. [cited : July 22, 2014]

Devi Uma. 2007. Motor neuron disease. api.ning.com//motorneurondisease. pdf.

[cited : July 22, 2014]

Mahar mardjono, Priguna S. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian rakyat.

2006

Noah Lechtzin . 2006. Respiratory Effects of Amyotrophic Lateral Sclerosis Problems


and Solutions www.rcjournal.com/contents//08.06.0871. [cited : July 22, 2014]

Ronald Sterit . 2006. Amyotrophic lateral sclerosis. www.naturdoctor.com/Chapters/


/ALS.pdf. [cited : July 22, 2014]

Sathasivam S. 2010. Motor neurone disease: clinical features, diagnosis, diagnostic


pitfalls and prognostic markers. smj.sma.org.sg/5105/5105ra1.pdf. [cited : July 22,

2014]

Anda mungkin juga menyukai