Anda di halaman 1dari 9

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA

PADA REMAJA PUTRI DI SMA X TAHUN 2017

PROPOSAL

oleh :

RIA PUSPITA

213113002
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI 2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Anemia pada remaja merupakan masalah kesehatan masyarakat,

karena prevalensinya di atas 20%. Beberapa penelitian menemukan

prevalensi anemia tinggi pada remaja, antara lain hasil penilitian yang

dilakukan Saidin, Permaesih, dan Leginem yaitu masing-masing

mendapatkan 41%, 25%, dan 88%. Anemia pada remaja adalah suatu

keadaan kadar haemoglobin dalam darah lebih rendah dari nilai normal.

Nilai batas ambang untuk anemia menurut WHO adalah untuk umur 5-11

tahun <11,5 g/L, 11-14 tahun 2,0 g/L, remaja diatas 15 tahun untuk anak

perempuan < 12,0 g/L dan anak laki-laki < 3,0 g/L (Permaesih & Herman,

2014).
Remaja laki-laki maupun perempuan dalam masa pertumbuhan

membutuhkan energi, protein dan zat-zat gizi lainnya yang lebih banyak

dibandingkan dengan kelompok umur lain. Pematangan seksual pada

remaja menyebabkan kebutuhan zat besi meningkat. Kebutuhan zat besi

remaja perempuan lebih tinggi dibanding remaja laki-laki, karena

dibutuhkan untuk mengganti zat besi yang hilang pada saat menstruasi

(Permaesih & Herman, 2014).


Anemia gizi besi pada remaja putri merupakan masalah yang

umum dijumpai terutama di negara-negara berkembang seperti halnya di

Indonesia, prevalensi anemia pada ramaja putri menurut Depkes RI pada

tahun 2007 masih cukup tinggi yaitu sebesar 28%, angka ini tergolong

masalah kesehatan masyarakat karena prevalensinya 40 . Data

1
2

SKRT juga menyatakan bahwa prevalensi anemia defisiensi gizi

pada remaja putri cenderung naik dan yang tertinggi 57,1 %,

dibandingkan dengan kelompok usia lain pada balita 40,5 %, ibu hamil

50,1 % dan ibu nifas 45,1%. Hasil RISKESDAS tahun 2007 juga

menunjukkan angka kejadian anemia gizi Besi sebesar 19,7 % terjadi

pada perempuan dewasa ( 15 tahun ) (Listiana, 2016).


Menurut data Riskesdas tahun 2013, prevalensi anemia di

Indonesia yaitu sebesar 21,7% dengan proporsi 20,6% di perkotaan dan

22,8% di pedesaan. Sedangkan berdasarkan kelompok umur, penderita

anemia berumur 5-14 tahun sebesar 26,4% dan sebesar 18,4% pada

kelompok umur 15-24 tahun (al, 2015)


Dampak anemia gizi besi pada remaja adalah menurunnya

produktivitas kerfja ataupun kemampuan akademis diseolah, karena tidak

adanya gairah belajar dan konsentrasi belajar. Anemia gizi besi juga

dapat mengganggu pertumbuhan dimana tinggi dan berat badan menjadi

tidak sempurna, menurunkan day tahan tubuh sehingga mudah terserang

penyakit (Listiana, 2016) .


Anemia dapat mempengaruhi tingkat kesegaran jasmani

seseorang. Penelitian yang dilakukan Permaesih menemukan 25%

remaja di Bandung mempunyai kesegaran jasmani kurang dari normal,

sementara penelitian Kristanti menunjukkan hasil yang sama pada remaja

di Jakarta. Keadaan ini berpengaruh terhadapan konsentrasi dan prestasi

belajar serta mempengaruhi produktivitas kerja di kalangan remaja

(Permaesih & Herman, 2014)


Penelitian yang dilakukan Rahmawati dkk pada tahun 2008

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola

menstruasi dengan angka kejadian anemia pada remaja putri di SMK


3

Negeri Boyolali ditunjukkan dengan nilai Value 0,0000 (Rahmawati &

Alfiah, 2013). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Fauziah pada

tahun 2011 menyebutkan bahwa ada hubungan antara siklus menstruasi

dengan kejadian anemia pada remaja dengan nilai =0,025 dan kama

menstruasi dengan kejadian anemia pada remaja putri di SMA Informatika

Ciamis dengan nilai =0,026 (Fauziah, 2013). Nursari (2009)

memaparkanbahwa menstruasi yang tidak normal merupakan salah satu

faktor penentu kejadian anemia yang dialamai remaja putri di SMP Negeri

18 Kota Bogor (Nursari, 2009). Menurut penelitian prastiak tahun 2011

menyimpulkan ada hubungan negatif antara lama menstruasi dengan

kadar hemoglobin. Artinya semakin lama menstruasi akan semakin

rendah kadar hemoglobin (=0,0000) (Prastika, 2011).


Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati tahun 2011 membahas

mengenai adanya hubungan antara umur, konsumsi energi, protein,

vitamin C, zat besi, kebiasaan minum teh, kebiasaan sarapan pagi, status

gizi dan pendidikan ibu dengan kejadian anemia pada remaja di SMA 2

Kota Bandar Lampung (Kalsum & Halim, 2016).


Penelitian yang membahas mengenai konsumsi protein yang

dilakukan oleh Sri Syatrian dan Astrina Aryani pada tahun 2009 di salah

satu SMP di Kota Makassar menunjukkan hasil bahwa siswa dengan

konsumsi protein cukup dan terkena anemia sebanyak 23,8% dan siswi

yang konsumsi protein kurang dan menderita anemia sebanyak 82,8%.

Itu berarti bahwa seseorang remaja yang kekurangan protein beresiko

3,48 lebih besar untuk mengalami anemia daripada remaja yang tidak

mengalami kekurangan protein. Hasil penelitian ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukakan sebelumnya di Kabupaten Pacitan tahun


4

2012 bahwa tingkat konsumsi protein 13951,1 % AKG yang secara

statistik berhubungan bermakna dengan status anemia ( = 0,014). Dan

juga hasil penelitain ini sesuai dengan hasil penelitain sebelumnya yang

dilakukan di Kecamatan Ngrambe Kabupaten Ngawi pada tahun 2010,

yang menemukan tingkat konsumsi protein pada remaja putri di

Kecamatan Ngrambe sebanyak 82,6 %yang menunjukkan bahwa ada

hubungan bermakna ankatar konsumsi protein dengan status gizi besio

dengan nilai =0,019 (Syatriani & Aryani, 2014)


Penelitian yang dilakukan Syatrian dan Ariyani di salah satu SMP

di Kota Makassar pada tahun 2014 didapatkan bahwa konsumis vitamin

C berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja karena dari 45

siswi yang diteliti 17 diantaranya menkonsumsi vitamin C yang cukup dan

28 siswi lain yang kurang konsumsi vitamin C dengan nilai =0,014 hasil

ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gani K di SLTP Negeri 3

kota kendari pada tahun 2010 didapatkan hasil konsumsi vitamin C

berhubungan dengan kejadian anemia karena dari 65 siswi terdapat 40

siswi yang konsumsi vitamin C cukup dan 25 lainnya mengkonsumsi

vitamin C kurang dengan nilai =0,005 (Syatriani & Aryani, 2014).


Studi pendahuluan ....................
Dari beberapa uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi anemia defisiensi zat besi pada remaja

putri di SMA X tahun 2017 adalah siklus menstruasi, kebiasaan sarapan

pagi, konsumsi protein,dan konsumsi vitamin C.


Dari penelitian tersebut peneliti menyarankan agara perlu

diadakannya kerja samsa antara tenaga kesehatan dengan dinas

pendidikan dalam mensosialisasikan dan memberikan informasi dan

pendidikan kesehatan tentang anemia gizi besi. Kemudian bagi


5

puskesmas hendaknya melakukan pendistribusian tablet tambah darah

serta pendeteksian dini anemia gizi besi dengan pengukuran kadar

hemoglobin secara berskala ke sekolah-sekolah.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti

membuat rumusan masalah sebagai berikut : Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Di SMA X


C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi

kejadian anemia pada remaja di SMA X.


2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran siklus menstruasi, kebiasaan

sarapan pagi, konsumsi protein, konsumsi vitamin C, dan

kejadian anema pada remaja di SMA X.


b. Untuk mengetahui hubungan siklus menstruasi dengan kejadian

anemia pada remaja di SMA X.


c. Untuk mengetahui hubungan kebiasaan sarapan pagi dengan

kejadian anemia pada remaja di SMA X.


d. Untuk mengetahui hubungan konsumsi protein dengan kejadian

anemia pada remaja di SMA X.


e. Untuk mengetahui hubungan konsumsi vitamin C dengan

kejadian anemia pada remaja di SMA X.


6

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu

keperawatan khususnya ilmu epidemologi penyakit tidak menular

dalam lingkup pencegahan dan penanggulangan penyakit Anemia

Gizi Besi.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu

epidemologi dalam menentukan besar resiko tingginya Anemia

Gizi Besi
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Dinas Kesehatan Kota Cimahi
Sebagai data dasar melakukan evaluasi pelaksanaan program

pencegahan dan penanggulang anemia gizi besi pada remaja

putri di Kota Cimahi


b. Bagi Sekolah Menengah Atas Negeri X Kota Cimahi
Disarankan agar penanggulangan anemia gizi besi pada remaja

putri di SMAN X Kota Cimahi perlu mendapat prioritas, antara lain

dalam program perbaikan gizi dan penyuluhan mengenai anemia

gizi besi di institusi sekolah yang dilakukan oleh pemerintah

melalui program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

DAFTAR PUSTAKA
7

al, H. Z. (2015). Persepsi Tedntang Anemia Gizi Pada Remaja Putri


Penderita Anemia Di SMAN 10 Makassar.

Fauziah, D. (2013). Hubungan Antara Pola Menstruasi Dan Konsumsi


Zat Besi Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Di SMA
Informatika Ciamis. Jurnal UNSIL .

Kalsum, U., & Halim, R. (2016). Kebiasaan Sarapan Pagi Berhubungan


Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Di SMA Negeri 8 Muaro Jambi.
Jurnal Penelitian Universits Jambi Seri Sains .

Listiana, A. (2016). Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Kejadian Anemia Gizi pada Remaja Putri Di SMKN Terbanggi Besar
Lampung Tengah. Jurnal Kesehatan Volume VII, Nomer 3 , 456 - 469.

Nursari, D. (2009). Gambaran Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Di


SMP Negeri 18 Kota Bogor. Jurnal UINJKT .

Permaesih, D., & Herman, S. (2014). Factors Influencing Anemia Among


Addolescents. Bul. Panel. Kesehatan, Vol. 33 No. 4 , 163-171.

Prastika, D. (2011). Hubungan Lama Menstruasi Terhadap Kadar


Hemoglobin Pada Remaja Siswi SMAN 1 Wonosari.

Rahmawati, & Alfiah. (2013). Hubungan Pola Menstruasi Dengan


Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di SMK Negeri 1 Boyolali. Boyolali:
Akbid Estu Utomo Boyolali.

Syatriani, S., & Aryani, A. (2014). Konsumsi Makanan Dan Kejadian


Anemia Pada Siswi Salah Satu SMP Di Kota Makassar. Gizi Kesehatan
Masyarakat .

Anda mungkin juga menyukai