ULKUS KORNEA
I.2 Etiologi
Faktor penyebabnya antara lain:
a. Kelainan pada bulu mata (trikiasis) dan sistem air mata (insufisiensi air
mata, sumbatan saluran lakrimal), dan sebagainya.
b. Faktor eksternal, yaitu : luka pada kornea (erosio kornea), karena
trauma, penggunaan lensa kontak, luka bakar pada daerah muka.
c. Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh : oedema kornea kronik,
exposure-keratitis (pada lagophtalmus, bius umum, koma) ; keratitis
karena defisiensi vitamin A, keratitis neuroparalitik, keratitis
superfisialis virus.
d. Kelainan-kelainan sistemik; malnutrisi, alkoholisme, sindrom Stevens-
Jhonson, sindrom defisiensi imun. bat-obatan yang menurunkan
mekaniseme imun, misalnya : kortikosteroid, IUD, anestetik lokal dan
golongan imunosupresif1.
Secara etiologik ulkus kornea dapat disebabkan oleh :
a. Bakteri : Kuman yang murni dapat menyebabkan ulkus kornea adalah
streptokok pneumoniae, sedangkan bakteri lain menimulkan ulkus
kornea melalui faktor-faktor pencetus diatas.
b. Virus : herpes simplek, zooster, vaksinia, variola
c. Jamur : golongan kandida, fusarium, aspergilus, sefalosporium
d. Reaksi hipersensifitas : Reaksi terhadap stapilokokus (ulkus marginal),
TBC (keratokonjungtivitis flikten), alergen tak diketahui (ulkus cincin)
(Sidarta Ilyas, 1998, 57-60).
I.4 Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab
susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan
cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam
bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan
yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea,
dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila
letaknya di daerah pupil. Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada
waktu peradangan tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang
mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan
sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai
makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang
terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru
terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang
tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas
dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan
timbullah ulkus kornea. Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka
kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat
menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan
adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan
menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang
meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada
ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan
timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. Penyakit ini bersifat progresif,
regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel leukosit dan limfosit
dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu
melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka
akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali,
tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka
akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya
sikatrik.
I.6 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
I.6.1 Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
I.6.2 Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan
panopthalmitis
I.6.3 Prolaps iris
I.6.4 Sikatrik kornea
I.6.5 Katarak
I.6.6 Glaukoma sekunder
I.7 Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes
mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan
mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila
mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak
terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
I.7.1 Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
a. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
b. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
c. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering
mungkin dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang
bersih
d. Berikan analgetik jika nyeri
II.3Perencanaan
Diagnosa 1 : Gangguan persepsi sensori penglihatan
II.3.1 Tujuan: Pasien mampu beradaptasi dengan perubahan
Kriteria hasil:
1) Pasien menerima dan mengatasi sesuai dengan keterbatasan
penglihatan
2) Menggunakan penglihatan yang ada atau indra lainnya secara
adekuat
II.3.2 Intervensi:
1) Perkenalkan pasien dengan lingkungannya
2) Beritahu pasien untuk mengoptimalkan alat indera lainnya yang
tidak mengalami gangguan
3) Kunjungi dengan sering untuk menentukan kebutuhan dan
menghilangkan ansietas
4) Libatkan orang terdekat dalam perawatan dan aktivitas
5) Kurangi bising dan berikan istirahat yang seimbang
Diagnosa 2 : Nyeri akut
II.3.3 Tujuan: Pain level, pain control, comfort level
Kriteria hasil:
1) Pasien mampu mengontrol nyeri
2) Pasien melaporkan nyeri berkurang
3) Pasien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
II.3.4 Intervensi:
1) Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai resep
2) Berikan kompres dingin sesuai permintaan untuk trauma tumpul
3) Kurangi tingkat pencahayaan
4) Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya kuat
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Ed. III. Jakarta: Media
Aeuscualpius.
Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi
Ke 2. Jakarta: Penerbit Sagung Seto.
Vaughan D G, Asbury T, Riordan P. 2000: 220. Oftalmologi Umum. 14th Ed. Alih
bahasa: Tambajong J, Pendit BU. Jakarta: Widya Medika.
( ) (
)