Saat ini lingkungan hidup menjadi salah satu isu utama dalam wacana semua tingkat,
baik nasional maupun internasional. Hal ini tidak lepas dari timbulnya kesadaran bahwa
fenomena perubahan alam yang banyak menimbulkan bencana ini juga disumbang oleh
perilaku manusia. Kesadaran bahwa manusia adalah makhluk ekologis yang juga masuk
dalam jaringan ekosistem yang luas membuat manusia harus selalu mempertimbangkan
faktor lingkungan dalam setiap kegiatan maupun pembangunan.
Dalam kesempatan kali ini ,saya dkk membuat sebuah makalah yang singkat dan sederhana
ini yang bertemakan etika lingkungan hidup.kami harap makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Makalah kami buat dari berbagai sumber buku maupun internet,jika memang ada kekurang
pada makalah ini kami minta maaf dan diharapkan pembaca dapat mengkritik makalah ini.
Selanjutnya ,silahkan baca makalah ini dengan seksama.terima kasih
I.PENDAHULUAN
1.1 . LATAR BELAKANG
Sebagian besar manusia saat ini sudah tidak peduli lagi dengan sesama dan lingkungannya
karena merasa berkelimpahan. Setelah sejarah panjang inovasi teknologi dan eksploitasi
sumberdaya alam, manusia lalu mengalami kritis keterbatasan. Disisi lain, kekuatan yang
dimiliki manusia sebenarnya justru merusak, bahkan membunuh manusia sendiri lewat
kerusakan ekologik. Pada situasi seperti ini, manusia pada dasarnya sudah mulai kehilangan
orientasi dan harapan hidup.
Risiko berupa pudarnya orientasi dan harapan hidup yang mungkin telah dicanangkan,
dipersiapkan dan diusahakan selama proses kehidupannya melalui penciptaan bentuk-bentuk
peradaban yang digunakan untuk memanfaatkan dan mengolah sumber daya alam guna
keberlangsungan hidup spesies manusia itu sendiri. Manusia lantas terlena dengan potensi dan
kekuatannya sendiri dalam merengkuh kenikmatan fasilitas yang diberikan alam dan melupakan
satu sisi dalam dirinya sendiri yang sesungguhnya merupakan kelemahan dan sekaligus menjadi
kekuatannya, yaitu sikap mental.
Atas dasar itu dalam pendidikan lingkungan setiap persoalan selalu dibahas dalam kaitannya
dengan pembangunan dalam meningkatkan kualitas hidup (manusia) secara keseluruhan.
Pendidikan etika lingkungan, terutama yang menekankan pada paham ekosentrisme, sangat
penting untuk dilakukan dan dan diberikan pada generasi muda. Mengingat merekalah yang
kelak akan meneruskan mengelolah alam semesta ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian dan Definisi Etika Lingkungan
Etika (Bertens, 1993) berasal dari kata Yunani ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat.
Etika identik dengan kata moral yang berasal dari kata latin mos,yang dalam bentuk jamaknya
mores yang juga berarti adat atau cara hidup.Etika dan moral artinya sama,namum dalam
pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan
yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang
ada.Suseno (1987) membedakan ajaran moral dan etika.Ajaran moral adalah ajaran wejangan,
khotbah,peraturan lisan atau tulisan tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak
agar menjadi manusia yang baik.Sumber langsung ajaran moral adalah berbagai orang dalam
kedudukan agama,dan tulisan para bijak.Etika merupakan pemikiran kritis dan mendasar tentang
ajaran dan pandangan moral.Etika lingkungan hidup merupakan petunjuk atau arah perilaku
praktis manusia dalam mengusahakan teruwujudnya moral dan upaya untuk mengendalikan alam
agar tetap berada pada batas kelestarian. Etika lingkungan hidup juga berbicara mengenai relasi
di antara semua kehidupan alam semesta,yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai
dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk lain atau dengan alam secara
keseluruhan.Keraf (2005) memberikan suatu pengertian tentang etika lingkungan hidup adalah
berbagai prinsip moral lingkungan.Etika lingkungan tidak hanya dipahami dalam pengertian
yang sama dengan pengertian moralitas.Etika lingkungan hidup lebih dipahami sebagai
sebuah kritik atas etika yang selama ini dianut oleh manusia,yang dibatasi pada komunitas
sosial manusia. Etika lingkungan hidup menuntut agar etika dan moralitas tersebut diberlakukan
juga bagi komunitas biotis dan komunitas ekologis.Etika lingkungan hidup juga dipahami
sebagai refleksi kritis atas norma-norma dan prinsip atau nilai moral yang selama ini dikenal
dalam komunitas manusia untuk diterapkan secara lebih luas dalam komunitas biotis dan
komunitas ekologis.Etika lingkungan hidup juga dipahami sebagai refleksi kritis tentang apa
yang harus dilakukan manusia dalam menghadapi pilihan-pilihan moral yang terkait dengan
isu lingkungan hidup.Termasuk juga apa yang harus diputuskan manusia manusia dalam
membuat pilihan moral dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang berdampak pada
lingkungan hidup.Etika lingkungan hidup merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis
manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan.Dengan etika lingkungan kita
manusia tidak saja mengimbangi hak dengan kewajiban terhadap lingkungan, tetapi etika
lingkungan hidup juga membatasi perilaku,tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan
berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kelentingan lingkungan hidup. Jadi etika
lingkungan hidup juga berbicara mengenai relasi di antara semua kehidupan alam
semesta,yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara
manusia dengan mahkluk lain atau dengan alam secara keseluruhan, termasuk di dalamnya
berbagai kebijakan yang mempunyai dampak langsung atau tidak langsung terhadap
alam.Untuk menuju kepada etika lingkungan hidup tersebut, diperlukan pemahaman tentang
perubahan paradigma terhadap lingkungan hidup itu sendiri.
b.Biosentrisme
Adalah suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai yangmempunyai nilai dalam
dirinya sendiri, lepas dari kepentingan manusia. Dengandemikian, biosentrisme menolak teori
antroposentrisme yang menyatakan bahwahanya manusialah yang mempunyai nilai dalam
dirinya sendiri. Teori biosentrisme berpandangan bahwa makhluk hidup bukan hanya manusia
saja.Pandangam biosentrisme mendasarkan kehidupan sebagai pusat perhatian.Maka, kehidupan
setiap makhluk dibumi ini patut dihargai, sehingga harusdilindungi dan diselamatkan.
Biosentrisme melihat alam dan seluruh isinyamemilki harkat dan nilai dalam dirinya sendiri.
Alam memiliki nilai justru karenaada kehidupan yang terkandung didalamnya. Manusia hanya
dilihat sebagai salahsatu bagian saja dari seluruh kehidupan yang ada dimuka bumi, dan
bukanlahmerupakan pusat dari seluruh alam semesta. Maka secara biologis, manusia tidak ada
bedanya dengan makhluk hidup lainnya.
c.Ekosentrisme
Pandangan ini didasarkan pada pemahaman bahwa secara ekologis, baik makhluk hidup
maupun benda-benda abiotik saling terkait satu sama lain. Air disungai, yang termasuk abiotik,
sangat menentukan bagi kehidupan yang adadidalamnya. Udara, walaupun tidak termasuk
makhluk hidup, namun sangatmenentukan bagi kelangsungan seluruh makhluk hidup. Jadi,
ekosentrisme selainsejalan dengan biosentrisme (dimana kedua-duanya sama-sama menentang
teoriantroposentrisme) juga mencakup komunitas yang lebih luas, yakni komunitasekologis
seluruhnya.
Ekosentrisme disebut juga Deep Environtmental Ethics. Deep ecolog menganut prinsip
biospheric egolitarian-ism, yaitu pengakuan bahwa seluruhorganisme dan makhluk hidup adalah
anggota yang sama statusnya dari suatukeseluruhan yang terkait. Sehingga mempunyai suatu
martabat yang sama. Inimenyangkut suatu pengakuan bahwa hak untuk hidup dan berkembang
untuk semua makhluk (baik hayati maupun non-hayati) adalah sebuah hak universal yang tidak
bisa diabaikan
C.Teori teori etika lingkungan
Hasil analisis kita sampai sekarang adalah bhwa hanya manusia mempunyai tanggung jawab
moral terhadap lingkungan. Walaupun manusia termasuk alam dan sepenuhnya dapat dianggap
sebagai bagian alam , namun hanya dialah yang sanggup melampaui status alaminya dengan
memikul tanggung jawab. Isi tanggung jawabnya dalam konteks ekonomi dan bisnis adalah
melestarikan lingkungan hidup atau memamfaatkan sumber daya alam demikian rupa sehingga
kualitas lingkungan tidak dikurangi, tetapi bermutu sama seperti sebelumnya. Kegiatan
ekonomisnya harus harus memugkinkan pembangunan berkelanjutan. Di sini kita mencari dasar
etika untuk tanggung jawab manusia itu. Seperti sering terjadi, dasar etika itu disajikan oleh
beberapa pendekatan yang berbeda.
Hak dan deontologi
Dalam sebuah artikel terkenal yang untuk pertama kali terbit pada tahun 1974, William T.
Blackstone mengajukan pikiran bahwa setiap manusia berhak atas lingkungan berkualitas yang
memungkinkan dia untuk hidup dengan baik. Lingkungan yang berkualitas tidak saja merupakan
sesuatu yang sangat diharapkan, tetapi juga sesuatu yang harus direalisasikan karena menjadi hak
setiap manusia. Dalam konteks ekonomi pasar bebas, setiap orang berhak untuk memakai
miliknya guna menghasilkan keuntungan. Tetapi hak atas lingkungan yang berkualitas bisa saja
mengalahkan hak seseorang untuk memakai miliknya dengan bebas. Jika perusahaan memiliki
tanah sendiri, ia tidak boleh membuang limbah beracun di situ, karena dengan itu ia mencemari
lingkungan hidup yang tidak pernah menjadi milik pribadi begitu saja.
Jika kita bisa menyetujui hak atas lingkungan berkualitas ini pada taraf teori, maka pada taraf
praktek masih tinggal banyak kesulitan. Tidak menjadi jelas sejauh mana hak atas milik pribadi
atau hak atas usaha ekonomis harus dibatasi.
Dalam konteks hak dan lingkungan hidup kerap kali diperdebakan lagi pertanyaan apakah kita
harus mengakui adanya hak untuk generasi-generasi yang akan datang dan malah binatang atau
barangkali malah pohon dan mahluk hidup lainnya? Masalah kontoroversial ini ditanggapi oleh
para ahli etika dengan cara yang berbeda. Ada etikawan yang amat yakin tentang adanya hak
untuk generasi-generasi yang akan dating dan malah untuk binatang. Etikawan lain menolak
dengan tegas hak-hak serupa itu. Istilah hak dipakai dalam arti kiasan saja, bila orang berbicara
tentang hak generasi-generasi yang akan dating dan hak binatang. Hak dalam arti sebenarnya
selalu mengandaikan subyek yang rasional dan bebas, jadi manusia yang hidup. Hanya saja,
dengan menyangkal adanya hak-hak ini, kita tidak menyangkal adanya hak-hak ini, kita tidak
menyangkal adanya kewajiban untuk mewariskan lingkungan hidup berkualitas kepada generasi-
generasi yang akan dating dan kewajiban untuk memelihara keanekaan hayati. Walaupun sering
kewajiban dengan pihak satu sepadan dengan hak dari pihak lain, di sini tidak demikian. Sumber
bagi kewajiban kita di sini adalah tanggung jawabkita terhadap generasi-generasi sesudah kita
dan keanekaan hayati bukan hak-hak mereka.
Utilitarisme
Teori utilitarisme dapat dipakai juga guna menyediakan dasar moral bagi tanggung jawab
kita untuk melestarikan lingkungan hidup. Malah utilitarisme bias menunjuk jalan keluar dari
beberapa kesulitan yang dalam hal ini ditimbulkan oleh pandangan hak. Menurut utilitarisme,
suatu perbuatan adalah baik, kalau membawa kesenangan paling besar atau kalau dengan kata
lain kalau memaksimalkan manfaat. Kiranya sudah jelas, pelestarian lingkungan hidup
membawa keadaan paling menguntungkan untuk seluruh umat manusia, termasuk juga generasi-
generasi yang akan datang. Jika kelompok terbatas misalnya, para pemegang hak pengusahaan
hutan (HPH) mengekploitasi alam dengan seenaknya dan dengan demikian memperoleh untung
banyak, hal itu justru bias mengakibatkan kondisi yang membawa penderitaan besar bagi banyak
orang. Jika kita tidak menjalankan pembangunan berkelanjutan, kita akan merugikan semua
generasi sesudah kita. Perhitungan ekonomis tidak boleh dibatasi pada keuntungan kelompok
kecil atau saat sekarang saja.
Dalam perspektif utilitarisme, sudah menjadi jelas bahwa lingkungan hidup tidak lagi boleh
diperlakukan sebagai suatu eksternalitas ekonomis. Perhitungan cost-benefit pada dasarnya
menjalankan suatu pendekatan utilitaristis, tetapi kalau begitu dampak ekonomis atas lingkungan
hidup harus dimasukkan di dalamny. Jika dampak atas lingkungan tidak diperhitungkan dalam
biaya manfaat, pendekatan itu menjadi tidak etis, apalagi jika kerusakan lingkungan dibebankan
pada orang lain.
Keadilan
Pendasaran bagi tanggung jawab untuk melestarikan lingkungan hidup, dapat dicari juga
dalam tuntutan etis untuk mewujudkan keadilan. Kalau begitu, keadilan di sini harus dipahami
sebagai keadilan distributive, artinya keadilan yang mewajibkan kita untuk membagi dengan
adil. Sebagaimana sudah kita lihat, lingkungan hidup pun menyangkut soal kelangkaan dank
arena itu harus dibagi dengan adil. Perlu dianggap tidak adil, bila kita tidak memanfaatkan alam
demikian rupa, sehingga orang lain misalnya generasi-generasi yang akan datang tidak lagi bisa
memakai alam untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan baik. Hal ini dapat dijelaskan dengan
pelbagai cara. Di bawah ini kami menyajikan tiga cara, tetapi tidak mustahil tidak ada cara lain
lagi untuk mengaitkan keadilan dengan masalah lingkungan hidup.
a. Persamaan
Jika bisnis tidak melestarikan lingkungan, akibatnya untuk semua orang tidak sama. Dengan
cara mengeksploitasi alam ini para pemilik perusahaan termasuk pemegang saham justru akan
maju, tetapi orang kurang mampu akan dirugikan. Dalam studi-studi ekonomi, sudah sering
dikemukakan bahwa akibat buruk dalam kerusakan lingkungan hidup terutama dirasakan oleh
orang miskin. Hal seperti ini harus dinilai tidak adil, karena menurut keadilan distributive semua
orang harus diperlakukan dengan sama jika tidak ada alasan relevan untuk memperlakukan
mereka dengan cara berbeda. Lingkungan hidup harus dilestarikan, karena hanya cara memakai
sumber daya alam itulah memajukan persamaan (equality), sedangkan cara memanfaatkan alam
yang merusak lingkungan mengakibatkan ketidaksamaan, karena membawa penderitaan
tambahan khususnya untuk orang kurang mampu.
b. Prinsip Penghematan Adil
Dalam rangka pembahasannya tentang keadilan distributive, John Rawls pun berbicara
tentang masalah lingkungan hidup, tetapi ia mengaitkannya buan dengan keadaan sekarang,
melainkan dengan generasi-generasi yang akan datang. Kita akan tidak berlaku adil bila kita
mewariskan lingkungan yang rusak kepada generasi-generasi sesudah kita. Oleh itu kita harus
menghemat dalam memakai sumber daya alam, sehingga masih tesisa cukup untuk generasi
mendatang. Keadilan hanya menuntut bahwa kita meninggalkan sumber-sumber energi
alternative bagi generasi-generasi sesudah kita, tetapi prinsip penghematan adil lebih mendesak
untuk diterapkan pada integritas alam. Kita wajib mewariskan lingkungan hidup yang utuh
kepada generasi-generasi mendatang, agar mereka bias hidup pantas seperti kita sekarang ini.
c. Keadilan Sosial
Masalah lingkungan hidup dapat disoroti juga dari sudut keadilan social. Pelaksanaan
keadilan individual semata-mata tergantung pada kemauan baik atau buruk dari individu tertentu.
Secara tradisisonal keadilan social hamper selalu dikaitkan dengan kondisi kaum buruh dalam
industrialisasi abad ke-19 dan ke-20. Pelaksanaan keadilan di bidang kesempatan kerja,
pendidikan, pelayanan kesehatan dan sebagainya. Hal yang sejenis berlaku juga dalam konteks
lingkungan hidup. Jika di Eropa satu perusahaan memutuskan untuk tidak lagi membuang
limbah industrinya ke dalam laut utara, kualitas air laut dan keadaan flora dan faunanya hampir
tidak terpengaruhi, selama terdapat ribuan perusahaan di kawasan itu yang tetap mencemari laut
dengan membuang limbahnya.
Kini sudah tampak beberapa gejala yang menunjukkan bagaimana lingkungan hidup memang
mulai disadari sebagai suatu masalah keadilan social yang berdimensi global. Di mana-mana ada
Lembaga Swadaya Masyarakat yang aktif di bidang lingkungan hidup. Di beberapa Negara di
Eropa Barat malah ada partai politik yang memiliki sebagian program pokok memperjuangkan
kualitas lingkungan hidup. Walaupun di bidang lingkungan hidup sebagai masalah keadilan
social para individu masing-masing tidak berdaya, itu tidak berarti bahwa manusia perorangan
sebaiknya diam saja. Keadilan social dalam konteks lingkungan hidup barangkali lebih mua
terwujud dengan kesadaran atau kerja sama semua individu, ketimbang keadilan social pada taraf
perburuan, karena pertentangan kelas dan kepentingan pribadi di sini tidak begitu tajam. Masalah
lingkungan hidup menyangkut masa depan kita semua. Jika ada kesadaran umum, bersama-sama
akan dicapai banyak kemajuan
4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam (Caring for Nature)
Prinsip ini juga muncul dari kenyataan bahwa sesama anggota komunitas ekologis
mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan dirawat.Prinsip kasih sayang dan
kepedulian adalah prinsip tanpa mengharapkan balasan yang tidak didasarkan atas kepentingan
pribadi tetapi semata-mata karena kepentingan alam. Semakin mencintai dan peduli kepada
alam, manusia semakin berkembang menjadi manusia yang matang, sebagai pribadi yang
identitasnya kuat. Manusia semakin tumbuh berkembang bersama alam, dengan segala watak
dan kepribadian yang tenang, damai, penuh kasih sayang, luas wawasannya seluas alam.
5. Prinsip tidak merugikan ( No Harm)
Berdasarkan keempat prinsip moral tersebut, prinsip moral lainnya yang relevan adalah
prinsip no harm. Artinya, karena manusia memiliki kewajiban moral dan tanggung jawab
terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan mau merugikan alam secara tidak perlu. Dengan
mendasarkan diri pada biosentrisme dan ekosentrisme, manusia berkewajiban moral untuk
melindungi kehidupan dialam semesta ini.Sebagaimana juga dikatakan oleh Peter Singer,
manusia diperkenankan untuk memanfaatkan segala isi alam semesta, termasuk binatang dan
tumbuhan, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal itu dilakukan dengan bijaksana untuk tetap
menghargai hak binatang dan tumbuhan untuk hidup dan hanya dilakukan sejauh memenuhi
kebutuhan hidup manusia yang paling vital. Jadi, pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang
bersifat kemewahan dan di luar batas-batas yang wajar ditentang karena dianggap merugikan
kepentingan makhluk hidup lain (binatang dan tumbuhan).Dengan kata lain, kewajiban dan
tanggung jawab moral bisa dinyatakan dalam bentuk maksimal dengan melakukan tindakan
merawat (care),melindungi, menjaga dan melestarikan alam. Sebaliknya, kewajiban dantanggung
jawab moral yang sama bisa mengambil bentuk minimal dengan tidak melakukan tindakan yang
merugikan alam semesta dan segala isinya :tidak menyakiti binatang, tidak meyebabkan
musnahnya spesies tertentu, tidak menyebebkan keanekaragaman hayati di hutan terbakar, tidak
membuang limbah seenaknya, dan sebagainya.
6.Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras Dengan Alam
Yang dimaksudkan dengan prinsip moral hidup sederhana dan selaras dengan alam adalah
kualitas, cara hidup yang baik. Yang ditekankan adalah tidak rakus dan tamak dalam
mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak- banyaknya.Prinsip ini penting, karena krisis
ekologis sejauh ini terjadi karena pandangan antroposentrisme yang hanya melihat alam sebagai
objek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia. Selain itu, pola dan gaya hidup
manusia modern konsumtif, tamak dan rakus. Tentu saja tidak berarti bahwa manusia tidak boleh
memanfaatkan alam untuk kepentingannya. Kalau manusia memahami dirinya sebagai bagian
integral dari alam, ia harus memanfaatkan alam itu secara secukupnya. Ini berarti, pola
konsumtif dan produksi manusia modern harus dibatasi. Harus ada titik batas yang bias ditolerir
oleh alam
7.Prinsip keadilan
Prinsip keadilan sangat berbeda dengan prinsip-prinsip sebelumnya, Prinsip keadilan lebih
ditekankan pada bagaimana manusia harus berperilaku adil terhadap yang lain dalam keterkaitan
dengan alam semesta juga tentang sistem social yang harus diatur agar berdampak positif bagi
kelestarian lingkungan hidup. Prinsip keadilan terutama berbicara tentang peluang dan akses
yang sama bagi semua anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan
sumbar daya alam, dan dalam ikut menikmati pemanfaatannya.
8. Prinsip demokrasi
Demokrasi justru memberi tempat seluas-luasnya bagi perbedaan, keanekaragaman, dan
pluralitas. Oleh karena itu setiap orang yang peduli dengan lingkungan adalah orang yang
demokratis, sebaliknya orang yang demokratis sangat mungkin bahwa dia seorang pemperhati
lingkungan. Pemperhati lingkungan dapat berupa multikulturalisme, diverivikasi pola tanam,
diversivikasi pola makan, dan sebagainya.
9.Prinsip integrasi moral
Prinsip ini terutama ditujukan untuk pejabat, misalnya orang yang diberi kepercayaan untuk
melakukan analissi mengenai dampak lingkungan merupakan orang-orang yang memiliki
dedikasi moral yang tinggi karena diharapkan dapat menggunakan akses kepercayaan yang
diberikan dalam melaksanakan tugasnya dan tidak merugikan ingkungan hidup fisik dan non
fisik atau manusia.
Kesembilan prinsip etika lingkungan hidup tersebut diharapkan dapat menjadi lingkungan
hidup.
F.Perilaku Manusia terhadap Lingkungan Hidup
Perilaku manusia terhadap lingkungan hidup telah dapat dilihat secara nyata sejak manusia
belum berperadaban, awal adanya peradaban,dan sampai sekarang pada saat peradaban itu
menjadi modern dan semakin canggih setelah didukung oleh ilmu dan teknologi.Ironisnya
perilaku manusia terhadap lingkungan hidup tidak semakin arif tetapi sebaliknya.Kekeringan dan
kelaparan berawal dari pertumbuhan penduduk yang tinggi,penggundulan hutan,erosi tanah yang
meluas,dan kurangnya dukungan terhadap bidang pertanian,bencana longsor,banjir,terjadi
berbagai ledakan bom,adalah beberapa contoh kelalaian manusia terhadap lingkungan.
Sebenarnya kemajuan ilmu dan teknologi diciptakan manusia untuk membantu memecahkan
masalah tetapi sebaliknya malapetaka menjadi semakin banyak dan kompleks, oleh karena itu
dianjurkan untuk dapat berperilaku menjadi ilmuwan dan alamiah melalui amal yang ilmiah.
Sekecil apapun perilaku manusia terhadap lingkungan hidupnya harus segera diperbuat untuk
bumi yang lebih baik,bumi adalah warisan nenek moyang yang harus dijaga dan diwariskan
terhadap anak cucu kita sebagai generasi penerus pembangunan yang berwawasan lingkungan
berkelanjutan.Lingkungan hidup terbagi menjadi tiga yaitu lingkungan alam fisik
(tanah,air,udara) dan biologis (tumbuhan - hewan), Lingkungan buatan (sarana prasarana),dan
lingkungan manusia (hubungan sesama manusia). Perilaku manusia terhadap lingkungan yang
tepat antara lain tidak merusak tanah,tidak menggunakan air secara berlebih,tidak membuang
sampah sembarangan.Dalam rangka usaha manusia untuk menjaga lingkungan hidup,telah
banyak bermunculan perilaku nyata berupa gerakan-gerakan peduli lingkungan hidup baik
bersifat individu,kelompok,swasta,maupun pemerintah. Tapi yang terpenting dari itu semua
adalah bentuk konkrit yang harus dilakukan oleh semua pihak dalam berinteraksi dengan
lingkungan hidup.
Pasal 78
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 tidak membebaskan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana.
Pasal 79
Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf d dilakukan apabila penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah.
Pasal 80
(1) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf b berupa:
a. penghentian sementara kegiatan
produksi b. pemindahan sarana
produksi c. penutupan
saluran pembuangan air limbah atau emisi d.
pembongkaran
e. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan
pelanggaran f. penghentian sementara seluruh kegiatan;
atau g. tindakan lain yang bertujuan
untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.
(2) Pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran
yang dilakukan menimbulkan:
a. ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan
hidup; b. dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera
dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya ,
dan/atau c.
kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran
dan/atau perusakannya.
Pasal 81
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah
dapat dikenai denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.
Pasal 82
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang untuk memaksa penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup yang dilakukannya.
(2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang atau dapat menunjuk pihak ketiga untuk
melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup yang dilakukannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 83
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
a.Teori-teori etika Lingkunga Hidup meliputi antroposentrisme, biosentrisme, ekosentrisme
b.Dasar etika Dalam Mewujudkan Kesadaran Masyarakat meliputi Dasar pendekatan ekologis,
dasar pendekatan humanisme, dan dasar pendekatan teologis
c.Prinsip-prinsip yang relevan dalam lingkungan hidup yaitu Prinsip sikap hormat terhadap alam
(Respect for Nature), Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility for Nature), Solidaritas
Kosmis (Cosmic Solidarity), . Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulain terhadap Alam (Caring for
Nature), Prinsip No Harm, Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras Dengan Alam.
d.Penerapan etika lingkungan hidup bisa meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan
lingkungan masyarakat.
e.Paradigma adalah pandangan dasar yang dianut oleh para ahli pada kurun waktu tertentu, yang
diakui kebenarannya, dan didukung oleh sebagian besar komunitas, serta berpengaruh terhadap
perkembangan ilmu dan kehidupan
3.2. SARAN
Guna menjamin kelangsungan hidup kita dan generasi mendatang diharapkan agar tetap
memiliki kehidupan dan lingkungan dalam suasana yang baik dan menyenangkan, banyak hal
yang dilakukan untuk menjamin kelangsungan hidup alam semesta, setidaknya kita harus
merubah sikap dalam memandang dan memperlakukan alam sebagai hal bukan sebagai sumber
kekayaan yang siap dieksploitasi, kapan dan dimana saja.oleh karena itu kita harus menjaga alam
ini dengan sebaik baiknya agar kelak anak cucu kita dapat merasakan kekayaan dan kelestarian
alam ini
DAFTAR PUSTAKA
blulukz.blogspot.com
google.com
buku pendidikan lingkungan hidup