Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Saat ini lingkungan hidup menjadi salah satu isu utama dalam wacana semua tingkat,
baik nasional maupun internasional. Hal ini tidak lepas dari timbulnya kesadaran bahwa
fenomena perubahan alam yang banyak menimbulkan bencana ini juga disumbang oleh
perilaku manusia. Kesadaran bahwa manusia adalah makhluk ekologis yang juga masuk
dalam jaringan ekosistem yang luas membuat manusia harus selalu mempertimbangkan
faktor lingkungan dalam setiap kegiatan maupun pembangunan.
Dalam kesempatan kali ini ,saya dkk membuat sebuah makalah yang singkat dan sederhana
ini yang bertemakan etika lingkungan hidup.kami harap makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Makalah kami buat dari berbagai sumber buku maupun internet,jika memang ada kekurang
pada makalah ini kami minta maaf dan diharapkan pembaca dapat mengkritik makalah ini.
Selanjutnya ,silahkan baca makalah ini dengan seksama.terima kasih

I.PENDAHULUAN
1.1 . LATAR BELAKANG
Sebagian besar manusia saat ini sudah tidak peduli lagi dengan sesama dan lingkungannya
karena merasa berkelimpahan. Setelah sejarah panjang inovasi teknologi dan eksploitasi
sumberdaya alam, manusia lalu mengalami kritis keterbatasan. Disisi lain, kekuatan yang
dimiliki manusia sebenarnya justru merusak, bahkan membunuh manusia sendiri lewat
kerusakan ekologik. Pada situasi seperti ini, manusia pada dasarnya sudah mulai kehilangan
orientasi dan harapan hidup.
Risiko berupa pudarnya orientasi dan harapan hidup yang mungkin telah dicanangkan,
dipersiapkan dan diusahakan selama proses kehidupannya melalui penciptaan bentuk-bentuk
peradaban yang digunakan untuk memanfaatkan dan mengolah sumber daya alam guna
keberlangsungan hidup spesies manusia itu sendiri. Manusia lantas terlena dengan potensi dan
kekuatannya sendiri dalam merengkuh kenikmatan fasilitas yang diberikan alam dan melupakan
satu sisi dalam dirinya sendiri yang sesungguhnya merupakan kelemahan dan sekaligus menjadi
kekuatannya, yaitu sikap mental.
Atas dasar itu dalam pendidikan lingkungan setiap persoalan selalu dibahas dalam kaitannya
dengan pembangunan dalam meningkatkan kualitas hidup (manusia) secara keseluruhan.
Pendidikan etika lingkungan, terutama yang menekankan pada paham ekosentrisme, sangat
penting untuk dilakukan dan dan diberikan pada generasi muda. Mengingat merekalah yang
kelak akan meneruskan mengelolah alam semesta ini.

BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian dan Definisi Etika Lingkungan
Etika (Bertens, 1993) berasal dari kata Yunani ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat.
Etika identik dengan kata moral yang berasal dari kata latin mos,yang dalam bentuk jamaknya
mores yang juga berarti adat atau cara hidup.Etika dan moral artinya sama,namum dalam
pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan
yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang
ada.Suseno (1987) membedakan ajaran moral dan etika.Ajaran moral adalah ajaran wejangan,
khotbah,peraturan lisan atau tulisan tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak
agar menjadi manusia yang baik.Sumber langsung ajaran moral adalah berbagai orang dalam
kedudukan agama,dan tulisan para bijak.Etika merupakan pemikiran kritis dan mendasar tentang
ajaran dan pandangan moral.Etika lingkungan hidup merupakan petunjuk atau arah perilaku
praktis manusia dalam mengusahakan teruwujudnya moral dan upaya untuk mengendalikan alam
agar tetap berada pada batas kelestarian. Etika lingkungan hidup juga berbicara mengenai relasi
di antara semua kehidupan alam semesta,yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai
dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk lain atau dengan alam secara
keseluruhan.Keraf (2005) memberikan suatu pengertian tentang etika lingkungan hidup adalah
berbagai prinsip moral lingkungan.Etika lingkungan tidak hanya dipahami dalam pengertian
yang sama dengan pengertian moralitas.Etika lingkungan hidup lebih dipahami sebagai
sebuah kritik atas etika yang selama ini dianut oleh manusia,yang dibatasi pada komunitas
sosial manusia. Etika lingkungan hidup menuntut agar etika dan moralitas tersebut diberlakukan
juga bagi komunitas biotis dan komunitas ekologis.Etika lingkungan hidup juga dipahami
sebagai refleksi kritis atas norma-norma dan prinsip atau nilai moral yang selama ini dikenal
dalam komunitas manusia untuk diterapkan secara lebih luas dalam komunitas biotis dan
komunitas ekologis.Etika lingkungan hidup juga dipahami sebagai refleksi kritis tentang apa
yang harus dilakukan manusia dalam menghadapi pilihan-pilihan moral yang terkait dengan
isu lingkungan hidup.Termasuk juga apa yang harus diputuskan manusia manusia dalam
membuat pilihan moral dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang berdampak pada
lingkungan hidup.Etika lingkungan hidup merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis
manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan.Dengan etika lingkungan kita
manusia tidak saja mengimbangi hak dengan kewajiban terhadap lingkungan, tetapi etika
lingkungan hidup juga membatasi perilaku,tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan
berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kelentingan lingkungan hidup. Jadi etika
lingkungan hidup juga berbicara mengenai relasi di antara semua kehidupan alam
semesta,yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara
manusia dengan mahkluk lain atau dengan alam secara keseluruhan, termasuk di dalamnya
berbagai kebijakan yang mempunyai dampak langsung atau tidak langsung terhadap
alam.Untuk menuju kepada etika lingkungan hidup tersebut, diperlukan pemahaman tentang
perubahan paradigma terhadap lingkungan hidup itu sendiri.

B. Paradigma Lingkungan Hidup


Paradigma adalah pandangan dasar yang dianut oleh para ahli pada kurun waktu tertentu,
yang diakui kebenarannya, dan didukung oleh sebagian besar komunitas, serta berpengaruh
terhadap perkembangan ilmu dan kehidupan.Harvey dan Holly (1981) mengutip batasan
pengertian paradigma yang dikemukakan oleh Kuhn dalam The Structure of Scientific
Revolution (1970) yang mengartikan paradigma sebagai keseluruhan kumpulan (konstelasi)
kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, cara-cara (teknik) mempelajari, menjelaskan,cakupan
dan sasaran kajian,dan sebagainya yang dianut oleh warga suatu komunitas tertentu Sejalan
dengan perkembangan kebutuhan manusia,filsafat dan ilmu juga berkembang semakin kritis
dalam melihat dan mengkaji hubungan manusia dengan alam. Bersamaan dengan itu,ada
perubahan dalam melihat hubungan manusia dengan alam.
Sikap dan perilaku seseorang terhadap sesuatu sangat ditentukan oleh bagaimana pandangan
seseorang terhadap sesuatu itu. Manusia memilki pandangan tertentu terhadap alam, dimana
pandangan itu telah menjadi landasan bagi tindakan dan perilaku manusia terhadap alam.
Pandangan tersebut dibagidalam tiga teori utama, yang dikenal sebagai Shallow Environmental
Ethics, Intermediate Environmental Ethics, and Deep Environmental Ethics. Ketigateori ini
dikenal juga sebagai Antroposentrisme,Biosentrisme,dan Ekosentrisme.
a.Antroposentrisme
Dinamakan berdasar kata antropos = manusia, adalah suatu pandanganyang menempatkan
manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Karena pusat pemikiran adalah manusia, maka
kebijakan terhadap alam harus diarahkan untuk mengabdi pada kepentingan manusia. Alam
dilihat hanya sebagai objek, alat dansarana bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Dengan
demikian alam dilihat tidak memiliki nilai dalam dirinya sendiri. Alam dipandang dan
diperlakukan hanyasebagai alat bagi pencapaian tujuan manusia. Namun, dalam sikapnya yang
dianggap semena-mena terhadap alam, pandangan ini juga peduli terhadap alam. Manusia
membutuhkan lingkunganhidup yang baik, maka demi kepentingan hidupnya, manusia memiliki
kewajibanmemeliharan dan melestarikan alamlingkungannya. Kalaupun manusia bersifat peduli
terhadap alam, hal itu dilakukan semata-mata demi menjamin kebutuhandan kepentingan hidup
manusia, dan bukan atas pertimbangan bahwa alammempunyi nilai pada dirinya sendiri. Teori ini
jelas bersifat egoistis, karena hanya mengutamakan kepentingan manusia. Itulah sebabnya teori
ini dianggap sebagaisebuah etika lingkungan yang dangkal dan sempit (Shallow
EnvironmentalEthics).

b.Biosentrisme
Adalah suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai yangmempunyai nilai dalam
dirinya sendiri, lepas dari kepentingan manusia. Dengandemikian, biosentrisme menolak teori
antroposentrisme yang menyatakan bahwahanya manusialah yang mempunyai nilai dalam
dirinya sendiri. Teori biosentrisme berpandangan bahwa makhluk hidup bukan hanya manusia
saja.Pandangam biosentrisme mendasarkan kehidupan sebagai pusat perhatian.Maka, kehidupan
setiap makhluk dibumi ini patut dihargai, sehingga harusdilindungi dan diselamatkan.
Biosentrisme melihat alam dan seluruh isinyamemilki harkat dan nilai dalam dirinya sendiri.
Alam memiliki nilai justru karenaada kehidupan yang terkandung didalamnya. Manusia hanya
dilihat sebagai salahsatu bagian saja dari seluruh kehidupan yang ada dimuka bumi, dan
bukanlahmerupakan pusat dari seluruh alam semesta. Maka secara biologis, manusia tidak ada
bedanya dengan makhluk hidup lainnya.
c.Ekosentrisme
Pandangan ini didasarkan pada pemahaman bahwa secara ekologis, baik makhluk hidup
maupun benda-benda abiotik saling terkait satu sama lain. Air disungai, yang termasuk abiotik,
sangat menentukan bagi kehidupan yang adadidalamnya. Udara, walaupun tidak termasuk
makhluk hidup, namun sangatmenentukan bagi kelangsungan seluruh makhluk hidup. Jadi,
ekosentrisme selainsejalan dengan biosentrisme (dimana kedua-duanya sama-sama menentang
teoriantroposentrisme) juga mencakup komunitas yang lebih luas, yakni komunitasekologis
seluruhnya.
Ekosentrisme disebut juga Deep Environtmental Ethics. Deep ecolog menganut prinsip
biospheric egolitarian-ism, yaitu pengakuan bahwa seluruhorganisme dan makhluk hidup adalah
anggota yang sama statusnya dari suatukeseluruhan yang terkait. Sehingga mempunyai suatu
martabat yang sama. Inimenyangkut suatu pengakuan bahwa hak untuk hidup dan berkembang
untuk semua makhluk (baik hayati maupun non-hayati) adalah sebuah hak universal yang tidak
bisa diabaikan
C.Teori teori etika lingkungan
Hasil analisis kita sampai sekarang adalah bhwa hanya manusia mempunyai tanggung jawab
moral terhadap lingkungan. Walaupun manusia termasuk alam dan sepenuhnya dapat dianggap
sebagai bagian alam , namun hanya dialah yang sanggup melampaui status alaminya dengan
memikul tanggung jawab. Isi tanggung jawabnya dalam konteks ekonomi dan bisnis adalah
melestarikan lingkungan hidup atau memamfaatkan sumber daya alam demikian rupa sehingga
kualitas lingkungan tidak dikurangi, tetapi bermutu sama seperti sebelumnya. Kegiatan
ekonomisnya harus harus memugkinkan pembangunan berkelanjutan. Di sini kita mencari dasar
etika untuk tanggung jawab manusia itu. Seperti sering terjadi, dasar etika itu disajikan oleh
beberapa pendekatan yang berbeda.
Hak dan deontologi
Dalam sebuah artikel terkenal yang untuk pertama kali terbit pada tahun 1974, William T.
Blackstone mengajukan pikiran bahwa setiap manusia berhak atas lingkungan berkualitas yang
memungkinkan dia untuk hidup dengan baik. Lingkungan yang berkualitas tidak saja merupakan
sesuatu yang sangat diharapkan, tetapi juga sesuatu yang harus direalisasikan karena menjadi hak
setiap manusia. Dalam konteks ekonomi pasar bebas, setiap orang berhak untuk memakai
miliknya guna menghasilkan keuntungan. Tetapi hak atas lingkungan yang berkualitas bisa saja
mengalahkan hak seseorang untuk memakai miliknya dengan bebas. Jika perusahaan memiliki
tanah sendiri, ia tidak boleh membuang limbah beracun di situ, karena dengan itu ia mencemari
lingkungan hidup yang tidak pernah menjadi milik pribadi begitu saja.
Jika kita bisa menyetujui hak atas lingkungan berkualitas ini pada taraf teori, maka pada taraf
praktek masih tinggal banyak kesulitan. Tidak menjadi jelas sejauh mana hak atas milik pribadi
atau hak atas usaha ekonomis harus dibatasi.
Dalam konteks hak dan lingkungan hidup kerap kali diperdebakan lagi pertanyaan apakah kita
harus mengakui adanya hak untuk generasi-generasi yang akan datang dan malah binatang atau
barangkali malah pohon dan mahluk hidup lainnya? Masalah kontoroversial ini ditanggapi oleh
para ahli etika dengan cara yang berbeda. Ada etikawan yang amat yakin tentang adanya hak
untuk generasi-generasi yang akan dating dan malah untuk binatang. Etikawan lain menolak
dengan tegas hak-hak serupa itu. Istilah hak dipakai dalam arti kiasan saja, bila orang berbicara
tentang hak generasi-generasi yang akan dating dan hak binatang. Hak dalam arti sebenarnya
selalu mengandaikan subyek yang rasional dan bebas, jadi manusia yang hidup. Hanya saja,
dengan menyangkal adanya hak-hak ini, kita tidak menyangkal adanya hak-hak ini, kita tidak
menyangkal adanya kewajiban untuk mewariskan lingkungan hidup berkualitas kepada generasi-
generasi yang akan dating dan kewajiban untuk memelihara keanekaan hayati. Walaupun sering
kewajiban dengan pihak satu sepadan dengan hak dari pihak lain, di sini tidak demikian. Sumber
bagi kewajiban kita di sini adalah tanggung jawabkita terhadap generasi-generasi sesudah kita
dan keanekaan hayati bukan hak-hak mereka.
Utilitarisme
Teori utilitarisme dapat dipakai juga guna menyediakan dasar moral bagi tanggung jawab
kita untuk melestarikan lingkungan hidup. Malah utilitarisme bias menunjuk jalan keluar dari
beberapa kesulitan yang dalam hal ini ditimbulkan oleh pandangan hak. Menurut utilitarisme,
suatu perbuatan adalah baik, kalau membawa kesenangan paling besar atau kalau dengan kata
lain kalau memaksimalkan manfaat. Kiranya sudah jelas, pelestarian lingkungan hidup
membawa keadaan paling menguntungkan untuk seluruh umat manusia, termasuk juga generasi-
generasi yang akan datang. Jika kelompok terbatas misalnya, para pemegang hak pengusahaan
hutan (HPH) mengekploitasi alam dengan seenaknya dan dengan demikian memperoleh untung
banyak, hal itu justru bias mengakibatkan kondisi yang membawa penderitaan besar bagi banyak
orang. Jika kita tidak menjalankan pembangunan berkelanjutan, kita akan merugikan semua
generasi sesudah kita. Perhitungan ekonomis tidak boleh dibatasi pada keuntungan kelompok
kecil atau saat sekarang saja.
Dalam perspektif utilitarisme, sudah menjadi jelas bahwa lingkungan hidup tidak lagi boleh
diperlakukan sebagai suatu eksternalitas ekonomis. Perhitungan cost-benefit pada dasarnya
menjalankan suatu pendekatan utilitaristis, tetapi kalau begitu dampak ekonomis atas lingkungan
hidup harus dimasukkan di dalamny. Jika dampak atas lingkungan tidak diperhitungkan dalam
biaya manfaat, pendekatan itu menjadi tidak etis, apalagi jika kerusakan lingkungan dibebankan
pada orang lain.
Keadilan
Pendasaran bagi tanggung jawab untuk melestarikan lingkungan hidup, dapat dicari juga
dalam tuntutan etis untuk mewujudkan keadilan. Kalau begitu, keadilan di sini harus dipahami
sebagai keadilan distributive, artinya keadilan yang mewajibkan kita untuk membagi dengan
adil. Sebagaimana sudah kita lihat, lingkungan hidup pun menyangkut soal kelangkaan dank
arena itu harus dibagi dengan adil. Perlu dianggap tidak adil, bila kita tidak memanfaatkan alam
demikian rupa, sehingga orang lain misalnya generasi-generasi yang akan datang tidak lagi bisa
memakai alam untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan baik. Hal ini dapat dijelaskan dengan
pelbagai cara. Di bawah ini kami menyajikan tiga cara, tetapi tidak mustahil tidak ada cara lain
lagi untuk mengaitkan keadilan dengan masalah lingkungan hidup.
a. Persamaan
Jika bisnis tidak melestarikan lingkungan, akibatnya untuk semua orang tidak sama. Dengan
cara mengeksploitasi alam ini para pemilik perusahaan termasuk pemegang saham justru akan
maju, tetapi orang kurang mampu akan dirugikan. Dalam studi-studi ekonomi, sudah sering
dikemukakan bahwa akibat buruk dalam kerusakan lingkungan hidup terutama dirasakan oleh
orang miskin. Hal seperti ini harus dinilai tidak adil, karena menurut keadilan distributive semua
orang harus diperlakukan dengan sama jika tidak ada alasan relevan untuk memperlakukan
mereka dengan cara berbeda. Lingkungan hidup harus dilestarikan, karena hanya cara memakai
sumber daya alam itulah memajukan persamaan (equality), sedangkan cara memanfaatkan alam
yang merusak lingkungan mengakibatkan ketidaksamaan, karena membawa penderitaan
tambahan khususnya untuk orang kurang mampu.
b. Prinsip Penghematan Adil
Dalam rangka pembahasannya tentang keadilan distributive, John Rawls pun berbicara
tentang masalah lingkungan hidup, tetapi ia mengaitkannya buan dengan keadaan sekarang,
melainkan dengan generasi-generasi yang akan datang. Kita akan tidak berlaku adil bila kita
mewariskan lingkungan yang rusak kepada generasi-generasi sesudah kita. Oleh itu kita harus
menghemat dalam memakai sumber daya alam, sehingga masih tesisa cukup untuk generasi
mendatang. Keadilan hanya menuntut bahwa kita meninggalkan sumber-sumber energi
alternative bagi generasi-generasi sesudah kita, tetapi prinsip penghematan adil lebih mendesak
untuk diterapkan pada integritas alam. Kita wajib mewariskan lingkungan hidup yang utuh
kepada generasi-generasi mendatang, agar mereka bias hidup pantas seperti kita sekarang ini.
c. Keadilan Sosial
Masalah lingkungan hidup dapat disoroti juga dari sudut keadilan social. Pelaksanaan
keadilan individual semata-mata tergantung pada kemauan baik atau buruk dari individu tertentu.
Secara tradisisonal keadilan social hamper selalu dikaitkan dengan kondisi kaum buruh dalam
industrialisasi abad ke-19 dan ke-20. Pelaksanaan keadilan di bidang kesempatan kerja,
pendidikan, pelayanan kesehatan dan sebagainya. Hal yang sejenis berlaku juga dalam konteks
lingkungan hidup. Jika di Eropa satu perusahaan memutuskan untuk tidak lagi membuang
limbah industrinya ke dalam laut utara, kualitas air laut dan keadaan flora dan faunanya hampir
tidak terpengaruhi, selama terdapat ribuan perusahaan di kawasan itu yang tetap mencemari laut
dengan membuang limbahnya.
Kini sudah tampak beberapa gejala yang menunjukkan bagaimana lingkungan hidup memang
mulai disadari sebagai suatu masalah keadilan social yang berdimensi global. Di mana-mana ada
Lembaga Swadaya Masyarakat yang aktif di bidang lingkungan hidup. Di beberapa Negara di
Eropa Barat malah ada partai politik yang memiliki sebagian program pokok memperjuangkan
kualitas lingkungan hidup. Walaupun di bidang lingkungan hidup sebagai masalah keadilan
social para individu masing-masing tidak berdaya, itu tidak berarti bahwa manusia perorangan
sebaiknya diam saja. Keadilan social dalam konteks lingkungan hidup barangkali lebih mua
terwujud dengan kesadaran atau kerja sama semua individu, ketimbang keadilan social pada taraf
perburuan, karena pertentangan kelas dan kepentingan pribadi di sini tidak begitu tajam. Masalah
lingkungan hidup menyangkut masa depan kita semua. Jika ada kesadaran umum, bersama-sama
akan dicapai banyak kemajuan

D.Dasar Etika Dalam Mewujudkan Kesadaran Masyarakat


Tingkat kesadaran lingkungan mengidentifikasi bahwa awalnya pemikiran etika lingkungan
itu muncul karena adanya krisis lingkungan yang sebab utamanya adalah gaya hidup manusia
dan perkembangan peradabannya. Pola hidup konsumtif, tanpa memperhitungkan bagaimana
ketersediaan/ daya dukung lingkungan serta didukung pengangkatan-pengangkatan teknologi
membuahkan perilaku eksploitasi. Namun, sering berjalannya waktu, manusia mulai menghadapi
masalah persaingan mendapatkan sumber daya alam yang ironisnya justru semakin berkurang
dan tingkat daya dukungnya pun mulai menurun. Masalah ini lah yang memaksa manusia untuk
melihat kembali bagaimana kedudukan, fungsi dan interaksinya dengan alam semesta yang
melahirkan gagasan kesadaran dan etika lingkungan.
Dasar-dasar pemikiran/pendekatan etika lingkungan, yaitu:
1.Dasar pendekatan ekologis, mengenalkan suatu pemahaman adanya keterkaitan yang luas atas
kehidupan yang luas atas kehidupan dimana tindakan manusia pada masa lalu, sekarang, dan
yang kan datang, akan memberi dampak yang tak dapat di perkirakan. Kita tidak bisa melakukan
hanya satu hal atas alam, kita tidak juga bisa sepenuhnya memahami bagaimana alam bekerja,
pun kita tidak akan pernah bisa mengelak bahwa apa yang kita lakukan pasti memberi dampak
pada organisme lain, sekarang atau akan datang.
2.Dasar pendekatan humanisme, setara dengan pendekatan ekologis, dasar pendekatan ini
menekankan pada pentingnya tanggung jawab kita untuk hak dan kesejahteraan manusia lain atas
sumber daya alam.
3.Dasar pendekatan teologis, merupak dasar dari keduan pendekatan sebelumnya, bersumber
pada agama yang nilai-nilai luhur dan mulia ajarannya menunjukkan bagaiman alam sebenarnya
diciptakan dan bagaimana kedudukan dan fungsi manusia serta interaksi yang selayaknya terjalin
antara alam dan manusia
kesadaran-kesadaran lingkungan selayaknya ada bagi kepentingan keberlanjutan bumi dan
sumber daya alam, yaitu:
1.Manusia bukanlah sumber utama dari segala nilai
2.Keberadaan alam dan segala sumber dayanya bukanlah untuk manusia semata, tetapi untuk
seluruh spesies organisme yang ada
didalamnya. 3.Tujuan kehidupan manusia
dibumi bukan hanya memproduksi dan mengonsumsi, tetapi sekaligus mengkonservasi dan
memperbarui sumber daya alam. 4.Meningkatkan kualitas hidup,
sebagaiman dasar ketiga diatas, harus pula menjadi tujuan kehidupan.
5.Sumber daya alam itu sangat terbatas
dan harus dihargai sertadiperbaharui. 6.Hubungan antara manusia dengan
alam sebaiknya kesetaraan antara manusia dan alam, sebuah hubungan dengan organisme hidup
dalam kerja sama ekologik. 7.Kita harus memelihara
stabilitas ekologik dengan mempertahankan dan meningkatkan keanekaragaman biologis dan
budaya. 8.Fungsi utama negara adalah
mencanangkan dan pengawasan pemberdayaan sumber daya alam, melindungi individu dan
kelompok masyarakat dari eksploitasi dan perusakan lingkungan. 9.Manusia hendaknya
saling berbagi dan mengasihi, tidak individualis dan mendominasi. 10.Setiap manusia di pelanet
bumi adalah unik dan memilii hak berbagai atas sumber daya alam.
11.Tidak satu pun individu
manusia, pihak industri atau negara berhak untuk meningkatkan haknya atau sumber daya alam.

E.Prinsip-prinsip yang relevan untuk lingkungan hidup


Etika lingkungan hidup yang menuntut manusia untuk berinteraksi dalam alam
semesta.Dengan ini bisa dikemukakan bahwa krisis lingkungan global yang kita alami saat ini
sebenarnya bersumber pada kesalahan pemahaman atau cara pandang manusia mengenai dirinya,
alam, dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem. Manusia keliru memandang dan keliru
menempatkan diri dalam konteks alam semesta seluruhnya. Dan inilah awal dari semua bencana
lingkungan hidup yang kita alami sekarang. Oleh karena itu, pembenahan harus pulamenyangkut
pembenahan cara pandang dan perilaku manusia dalam berinteraksi baik dengan alam maupun
dengan manusia lain dalam keseluruhan ekosistem.
Kesalahan cara pandang ini bersumber dari etika antroposentrisme, yang memandang bahwa
manusia sebagai pusat alam semesta, dan hanya manusia yang mempunya nilai, sementara alam
dan segala isinya sekedar alat bagi pemuasan kebutuhan dan kepentingan hidup manusia.
Manusia dianggap berada diluar,diatas dan terpisah dari alam. Bahkan, manusia dipahami
sebagai penguasa atas alam yang boleh melakukan apa saja. Cara pandang seperti ini melahirkan
sikap dan perilaku eksploitatif tanpa kepedulian sama sekali terhadap alam dan segala isinya
yang dianggap tidak mempunyai nilai pada diri sendiri.Oleh karena itu, dapat disampaikan
beberapa prinsip yang relevan untuk lingkungan hidup. Prinsip-prinsip ini yang di latar belakangi
oleh krisis ekologi yang bersumber pada cara pandang dan perilaku manusia.
Prinsip etika lingkungan hidup dirumuskan dengan tujuan untuk dapat dipakai sebagai
pegangan dan tuntutan bagi perilaku manusia dalam berhadapan dengan alam. Keraf
memberikan minimal ada Sembilan prinsip dalam etika lingkungan hidup, yaitu:

1.Prinsip sikap hormat terhadap alam (Respect for Nature)


Dari ketiga teori lingkungan hidup, ketiganya sama-sama mengakui bahwa alam perlu
dihormati. Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian
dari alam semesta seluruhnya. Dengan kata lain,alam mempunyai hak untuk dihormati, tidak saja
karena kehidupan manusia bergantung pada alam, tetapi terutama karena kenyataan bahwa
manusia adalah satu kesatuan dari alam.

2.Prinsip Tanggung JAwab (Moral Responsibility for Nature)


Setiap bagian dan benda dialam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengan tujuannya masing-
masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentingan manusia atau tidak.Oleh karena itu,
manusia sebagai bagian dari alam semesta bertanggung jawab pula untuk menjaganya. Prinsip
ini menuntut manusia untuk mengambil usaha, kebijakan dan tindakan bersama secara nyata
untuk menjaga alam semesta dengan segala isinya. Itu berarti kelestarian dan kerusakan alam
semesta merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia. Wujud konkretnya, semua
orang harus bisa bekerja sama, bahu-membahu untuk menjaga dan melestarikan alam, dan
mencegah serta memulihkan kerusakan alam dan segala isinya. Hal ini juga akan terwujud dalam
bentuk mengingatkan, melarang dan menghukum siapa saja yang secara sengaja ataupun tidak
sengaja merusak dan membahayakan keberadaan alam.
3.Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)
Terkait dengan kedua prinsip tersebut yakni prinsip solidaritas. Prinsip ini terbentuk dari
kenyataan bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta.Oleh karena itu, manusia mempunyai
kedudukan yang sejajar dengan alam,maka akan membangkitkan perasaan solider, perasaan
sepenanggungan dengan alam dan dengan sesama makhluk hidup lain. Manusia lalu bias
merasakan apa yang dirasakan oleh makhluk hidup lain. Manusia bias merasakan sedih dan sakit
ketika berhadapan dengan kenyataan memilukan betapa rusak dan punahnya makhluk hidup
tertentu. Ia ikut merasa apa yang terjadi dalam alam, karena ia merasa satu dengan alam.Prinsip
ini lalu mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan dan semua kehidupan yang ada di
alam semesta. Prinsip ini juga mencegah manusia untuk tidak merusak dan mencemari alam dan
seluruh kehidupan didalamnya, sama seperti manusia tidak akan merusak kehidupannya serta
merusak rumah tangganya sendiri.Prinsip ini berfungsi sebagai pengendali moral, yakni untuk
mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas keseimbangan kehidupan. Prinsip ini juga
mendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang pro-alam, pro-lingkungan, atau
menentang setiap tindakan yang merusak alam. Khususnyamendorong manusia untuk mengutuk
dan menentak pengrusakan alam dan kehidupan didalamnya. Hal ini semata-mata karena mereka
merasa sakit sama seperti yang dialami oleh alam yang rusak.

4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam (Caring for Nature)
Prinsip ini juga muncul dari kenyataan bahwa sesama anggota komunitas ekologis
mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan dirawat.Prinsip kasih sayang dan
kepedulian adalah prinsip tanpa mengharapkan balasan yang tidak didasarkan atas kepentingan
pribadi tetapi semata-mata karena kepentingan alam. Semakin mencintai dan peduli kepada
alam, manusia semakin berkembang menjadi manusia yang matang, sebagai pribadi yang
identitasnya kuat. Manusia semakin tumbuh berkembang bersama alam, dengan segala watak
dan kepribadian yang tenang, damai, penuh kasih sayang, luas wawasannya seluas alam.
5. Prinsip tidak merugikan ( No Harm)
Berdasarkan keempat prinsip moral tersebut, prinsip moral lainnya yang relevan adalah
prinsip no harm. Artinya, karena manusia memiliki kewajiban moral dan tanggung jawab
terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan mau merugikan alam secara tidak perlu. Dengan
mendasarkan diri pada biosentrisme dan ekosentrisme, manusia berkewajiban moral untuk
melindungi kehidupan dialam semesta ini.Sebagaimana juga dikatakan oleh Peter Singer,
manusia diperkenankan untuk memanfaatkan segala isi alam semesta, termasuk binatang dan
tumbuhan, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal itu dilakukan dengan bijaksana untuk tetap
menghargai hak binatang dan tumbuhan untuk hidup dan hanya dilakukan sejauh memenuhi
kebutuhan hidup manusia yang paling vital. Jadi, pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang
bersifat kemewahan dan di luar batas-batas yang wajar ditentang karena dianggap merugikan
kepentingan makhluk hidup lain (binatang dan tumbuhan).Dengan kata lain, kewajiban dan
tanggung jawab moral bisa dinyatakan dalam bentuk maksimal dengan melakukan tindakan
merawat (care),melindungi, menjaga dan melestarikan alam. Sebaliknya, kewajiban dantanggung
jawab moral yang sama bisa mengambil bentuk minimal dengan tidak melakukan tindakan yang
merugikan alam semesta dan segala isinya :tidak menyakiti binatang, tidak meyebabkan
musnahnya spesies tertentu, tidak menyebebkan keanekaragaman hayati di hutan terbakar, tidak
membuang limbah seenaknya, dan sebagainya.
6.Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras Dengan Alam
Yang dimaksudkan dengan prinsip moral hidup sederhana dan selaras dengan alam adalah
kualitas, cara hidup yang baik. Yang ditekankan adalah tidak rakus dan tamak dalam
mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak- banyaknya.Prinsip ini penting, karena krisis
ekologis sejauh ini terjadi karena pandangan antroposentrisme yang hanya melihat alam sebagai
objek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia. Selain itu, pola dan gaya hidup
manusia modern konsumtif, tamak dan rakus. Tentu saja tidak berarti bahwa manusia tidak boleh
memanfaatkan alam untuk kepentingannya. Kalau manusia memahami dirinya sebagai bagian
integral dari alam, ia harus memanfaatkan alam itu secara secukupnya. Ini berarti, pola
konsumtif dan produksi manusia modern harus dibatasi. Harus ada titik batas yang bias ditolerir
oleh alam
7.Prinsip keadilan
Prinsip keadilan sangat berbeda dengan prinsip-prinsip sebelumnya, Prinsip keadilan lebih
ditekankan pada bagaimana manusia harus berperilaku adil terhadap yang lain dalam keterkaitan
dengan alam semesta juga tentang sistem social yang harus diatur agar berdampak positif bagi
kelestarian lingkungan hidup. Prinsip keadilan terutama berbicara tentang peluang dan akses
yang sama bagi semua anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan
sumbar daya alam, dan dalam ikut menikmati pemanfaatannya.
8. Prinsip demokrasi
Demokrasi justru memberi tempat seluas-luasnya bagi perbedaan, keanekaragaman, dan
pluralitas. Oleh karena itu setiap orang yang peduli dengan lingkungan adalah orang yang
demokratis, sebaliknya orang yang demokratis sangat mungkin bahwa dia seorang pemperhati
lingkungan. Pemperhati lingkungan dapat berupa multikulturalisme, diverivikasi pola tanam,
diversivikasi pola makan, dan sebagainya.
9.Prinsip integrasi moral
Prinsip ini terutama ditujukan untuk pejabat, misalnya orang yang diberi kepercayaan untuk
melakukan analissi mengenai dampak lingkungan merupakan orang-orang yang memiliki
dedikasi moral yang tinggi karena diharapkan dapat menggunakan akses kepercayaan yang
diberikan dalam melaksanakan tugasnya dan tidak merugikan ingkungan hidup fisik dan non
fisik atau manusia.
Kesembilan prinsip etika lingkungan hidup tersebut diharapkan dapat menjadi lingkungan
hidup.
F.Perilaku Manusia terhadap Lingkungan Hidup
Perilaku manusia terhadap lingkungan hidup telah dapat dilihat secara nyata sejak manusia
belum berperadaban, awal adanya peradaban,dan sampai sekarang pada saat peradaban itu
menjadi modern dan semakin canggih setelah didukung oleh ilmu dan teknologi.Ironisnya
perilaku manusia terhadap lingkungan hidup tidak semakin arif tetapi sebaliknya.Kekeringan dan
kelaparan berawal dari pertumbuhan penduduk yang tinggi,penggundulan hutan,erosi tanah yang
meluas,dan kurangnya dukungan terhadap bidang pertanian,bencana longsor,banjir,terjadi
berbagai ledakan bom,adalah beberapa contoh kelalaian manusia terhadap lingkungan.
Sebenarnya kemajuan ilmu dan teknologi diciptakan manusia untuk membantu memecahkan
masalah tetapi sebaliknya malapetaka menjadi semakin banyak dan kompleks, oleh karena itu
dianjurkan untuk dapat berperilaku menjadi ilmuwan dan alamiah melalui amal yang ilmiah.
Sekecil apapun perilaku manusia terhadap lingkungan hidupnya harus segera diperbuat untuk
bumi yang lebih baik,bumi adalah warisan nenek moyang yang harus dijaga dan diwariskan
terhadap anak cucu kita sebagai generasi penerus pembangunan yang berwawasan lingkungan
berkelanjutan.Lingkungan hidup terbagi menjadi tiga yaitu lingkungan alam fisik
(tanah,air,udara) dan biologis (tumbuhan - hewan), Lingkungan buatan (sarana prasarana),dan
lingkungan manusia (hubungan sesama manusia). Perilaku manusia terhadap lingkungan yang
tepat antara lain tidak merusak tanah,tidak menggunakan air secara berlebih,tidak membuang
sampah sembarangan.Dalam rangka usaha manusia untuk menjaga lingkungan hidup,telah
banyak bermunculan perilaku nyata berupa gerakan-gerakan peduli lingkungan hidup baik
bersifat individu,kelompok,swasta,maupun pemerintah. Tapi yang terpenting dari itu semua
adalah bentuk konkrit yang harus dilakukan oleh semua pihak dalam berinteraksi dengan
lingkungan hidup.

G.Etika Keutamaan dan Etika Kewajiban


Dalam mencari dan memahami etika lingkungan hidup perlu diperhatikan dua macam etika,
yaitu etika keutamaan dan etika kewajiban. Manakah dari keduanya yang lebih baik atau lebih
etis dijadikan sebagai pola etika lingkungan hidup?
a. Etika Keutamaan
Etika keutamaan tidak berhubungan dengan benar atau salahnya tindakan manusia menurut
prinsip-prinsip moral tertentu, melainkan dengan baik dan buruknya perilaku atau watak manusia
(B. Williams, 1985:1). Etika ini bertujuan mengarahkan manusia kepada pengenalan akan tujuan
hidupnya sendiri. Maksudnya, tujuan hidup akan dicapai melalui keutamaan berupa keluhuran
watak dan kualitas budi pekerti yang dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Fokus perhatian
utama etika keutamaan ini adalah watak dan mutu pribadi setiap manusia, dan bukan pada
apakah orang sudah melaksanakan semua kewajiban yang ditentukan baginya. Penganjur etika
ini adalah Aristoteles. Menurutnya keutamaan arete-lah yang menjadi keunggulan atau
keberhasilan dalam menjalankan fungsi khas sesuatu.
Berdasarkan etika itu, maka dalam konteks lingkungan hidup, manusia mempunyai keutamaan,
bila ia mampu memelihara, mengelola dan melestarikan lingkungan hidupnya dengan baik.
Sarana pencegahan pencemaran atau pengelolaan limbah dikatakan mempunyai arete, jika dapat
bekerja dengan semestinya dalam mencegah atau menanggulangi pencemaran (rupanya di sini
tidak hanya manusia yang butuh etika, melainkan juga sarana atau alat?), bahkan juga norma
hukum lingkungan dikatakan mempunyai keutamaan, jika dapat berfungsi dengan baik dalam
penegakkannya. Jadi baik atau buruknya lingkungan hidup kita tergantung pada mutu manusia
atau kualitas pribadi yang unggul. Yang terutama paling ditekankan oleh Aristoteles itu adalah
manusia bukan sekedar alat atau bahkan ajaran moral. Bagaimana ini semua dapat dicapai,
menurut Aristoteles orang harus mewujudkan kemungkinan-kemungkinan manusia yang positif,
termasuk membuat sarana menjadi berfungsi secara baik.
Etika keutamaan tersebut juga menuntut dimensi yang lain. Selain praksis keutamaan dengan
mewujudkan yang paling baik bagi lingkungan hidup, juga dibutuhkan rasionalitas manusia dan
dimensi spritual. Yang dimaksud adalah bahwa orang perlu menjamin fungsi manusiawi
pengelolaan lingkungan hidup menurut kehendak-Nya, sebab Dialah Pencipta yang memelihara,
bukan perusak (Pierre Leroy, 1966: 13-14).
b.Etika Kewajiban
Etika ini disebut etika peraturan atau etika normatif (K. Bertens, 2000: 17), yaitu etika yang
mengacu kepada kewajiban moral yang mengikat manusia secara mutlak. Baik buruknya
perilaku atau benar dan salahnya tindakan secara moral diukur (dinilai) dari sesuai tidaknya
dengan prinsip moral yang wajib dipatuhi tanpa syarat. Fokus perhatian etika ini diletakkan pada
ajaran atau prinsip-prinsip moral tindakan (J. Sudarminta, Basis, 1991:163). Maka, etika ini
berhubungan dengan pertanyaan: apa yang harus atau wajib dilakukan, yang boleh dan tidak
boleh dilakukan. Karena itu pengetahuan atau pengenalan akan ajaran-ajaran moral penting
untuk etika ini. Sifatnya lalu menjadi praktis, dapat diharapkan bagi suatu perilaku atau untuk
persoalan-persoalan konkret (etika terapan/ applied ethics). Sekedar contoh untuk bidang
lingkungan hidup: jangan mencemari sungai, laut, dll; buanglah sampah pada tempatnya;
peliharalah lingkungan hidup; tidak boleh membuang limbah melebihi ketentuan BML, dan
seterusnya.
Menurut Imanuel Kant, tokoh utama etika ini, tindakan seseorang adalah baik menurut ajaran
moral, bukan karena tindakan itu dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, melainkan demi
memenuhi kewajiban semata-mata tanpa maksud yang lain. Namun yang sulit adalah usaha
untuk mengetahui motivasi apa yang mendorong orang melakukan kewajibannya itu. Boleh jadi,
orang melakukannya supaya mendapat hadiah atau sekedar takut akan hukuman, bukan karena ia
punya keunggulan perilaku untuk itu, oleh Kohlberg disebut prakonvensional (Bertens: 2000:
81).

H.Unsur Etika atau Moral Lingkungan


Beberapa unsur etika atau moral lingkungan yang perlu dipertimbangkan (H. Rhiti: 1996:11-
18) adalah sebagai berikut:
a.Pertama, etika lingkungan hidup sebaiknya etika keutamaan atau kewajiban? Etika keutamaan
itu perlu karena yang kita butuhkan adalah manusia-manusia yang punya keunggulan perilaku.
Sementara itu etika kewajiban, dalam arti pelaksanaan kewajiban moral, tidak bisa diabaikan
begitu saja. Idealnya ialah, bahwa pelaksanaan keutamaan manusia Indonesia, bukan hanya demi
kewajiban semata-mata, apalagi sesuai kewajiban. Rumusan-rumusan moral itu di satu pihak
memang penting, namun di lain pihak yang lebih penting lagi ialah bahwa orang mengikutinya
karena keunggulan perilaku.
b.Kedua, bila etika lingkungan hidup adalah etika normatif plus etika terapan, maka ada faktor
lain yang mesti ikut dipertimbangkan, yaitu sikap awal orang terhadap lingkungan hidup,
informasi, termasuk kerja sama multidisipliner dan norma-norma moral lingkungan hidup yang
sudah diterima masyaraakat (ingat akan berbagai) kearifan lingkungan hidup dalam masyarakat
kita, yang dapat dikatakan sebagai moral lingkungan hidup (Bertens, 2000:295-300). Dari sini
pula muncul pertanyaan apakah perlu disusun semacam kode etik pengelolaan lingkungan
hidup?
c.Ketiga, etika lingkungan hidup tidak bertujuan menciptakan apa yang disebut sebagai eco-
fascism (fasis lingkungan, pinjam istilah Ton Dietz, 1996). Artinya, dengan dan atas nama etika
seolah-olah lingkungan hidup adalah demi lingkungan hidup itu sendiri. Dengan risiko apapun
lingkungan hidup perlu dilindungi. Dari segi etika yang bertujuan melindungi lingkungan dari
semua malapetaka bikinan manusia, hal itu tentu saja baik. Namun buruk secara etis, bila
akibatnya membuat manusia tidak dapat menggunakan lingkungan hidup itu lagi karena serba
dilarang. Etika lingkungan tidak hanya mengijinkan suatu perbuatan yang secara moral baik,
melainkan juga melarang setiap akibat buruknya terhadap manusia.
d.Keempat, ciri-ciri etika lingkungan hidup yang perlu diperhatikan adalah sikap dasar
menguasai secara berpartisipasi, menggunakan sambil memlihara, belajar menghormati
lingkungan hidup dan kehidupan, kebebasan dan tanggung jawab berdasarkan hati nurani yang
bersih, baik untuk generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang. Yang juga penting
adalah soal oreintasi dalam pembangunan, yakni tidak hanya bersifat homosentri, yang sering
tidak memperhitungkan ecological externalities, melainkan juga ekosentris. Pembangunan tidak
hanya mementingkan manusia, melainkan kesatuan antara manusia dengan keseluruhan
ekosistem atau kosmos.
Nilai-nilai etika lingkungan sangat mudah dipahami oleh segenap lapisan masyarakat, melalui
penerapan konsep lingkungan hidup melalui pendidikan formal yang terintegrasi dengan mata
pelajaran lain misalnya PPKn, Pendidikan Agama, Pendidikan Biologi, Pendidikan Geografi
serta mata pelajaran lainnya yang relevan. Kementerian Pendidikan Nasional melalui Biro
Perencanaan ke Luar Negeri merupakan institusi pemerintah yang sangat apresiasi dalam
menjaga kualitas lingkungan hidup, melalui peningkatan sumber daya manusia. Hal ini
dilakukan agar tercipta intelektual-intelektual muda yang lebih bermartabat, bersaing dan
berdaya guna dalam menyongsong era globalisasi transformasi, menuju Indonesia yang lebih
baik, adil dan makmur.

I.Penerapan Etika Lingkungan Hidup


Sikap ramah terhadap lingkungan hidup harus bisa menjadi sesatu kebiasaan yangdilakukan
oleh setiap manusia dalam menjalankan kehidupan baik dalam lingkungankeluarga, sekolah, dan
lingkungan masyarakat.
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam membudayakan sikap tersebut antara lain,dengana
a.Lingkungan Keluarga
lingkungan keluarga adalah salah satu tempat yang sangat efektif menanamkannilai-nilai etika
lingkungan.
Hal itu dapat dilakukan dengan :
1. Menanam pohon dan memelihara bunga di pekarangan rumah. Setiap orangtua memberi
tanggung jawab kepada anak-anak secara rutin untukmerawatnya dengan menyiram dan
memberi pupuk.
2. membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya. Secara bergantian,setiap anggota
keluarga mempunyai kebiasaan untuk menjaga kebersihandan merasa malu jika membuang
sapah sembarang tempat.
3.Memberikan tanggung jawab kepada anggota keluarga untuk menyapurumah dan pekarangan
rumah secara rutin.
b)lingkungan Sekolah
Kesadaran mengenai etika lingkungan hidup dapat dilakukan di lingkungan sekolahdengan
memberikan pelajaran mengenai lingkungan hidup dan etika lingkungan,melalui kegiatan
ekstrakulikuler sebagi wujud kegiatan yang konkret denganmengarahkan pada pembentukan
sikap yang berwawasan lingkungan seperti:
1.Pembahasan atau diskusi mengenai isu lingkungan
hidup 2. Pengelolaan
sampah 3.Penanaman
Pohon 4.penyuluhan
kepada siswa 5.
Kegiatan piket, dan jumsih (jumat bersih)
c) Lingkungan Masyarakat
Pada lingkungan masyarakat , kebiasaan yang berdasarkan pada etika lingkungan dapat
ditetapkan melalui :
1.Membuangan sampah secara berkala ke tempat pembuangan sampah
2.Kesiadaan untuk memisahkan antara sampah organic dan sampah nonorganic
3.Melakukan kegiatan gotong royong atau kerja bakti secara berkala dilingkungan tempat
tinggal
4.Menggunakan kembali dan mendaur ulang bahan-bahan yang masihdiperbaharui

J.Undang-Undang Tentang Etika Lingkungan Hidup


Undang-undang tentang lingkungan hidup terdapat pada UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.
Pada bab X dibahas tentang hak, kewajiban, dan larangan tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Bagian pertama membahas tentang hak,kemudian bagian kedua
membahas tentang kewajiban yaitu:
Pasal 67
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 68
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan
berkewajiban: a. memberikan informasi yang terkait dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat
waktu; b. menjaga keberlanjutan fungsi
lingkungan hidup c. menaati ketentuan
tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup.

Bagian ketiga menjelaskan tentang larangan yaitu:


Pasal 69
Setiap orang dilarang:
a. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup.
b. memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia; c. memasukkan
limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan
hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. memasukkan
limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; e.
membuang limbah ke media lingkungan hidup;
f. membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan
hidup; g. melepaskan produk rekayasa genetic ke
media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin
lingkungan h. melakukan pembukaan lahan
dengan cara membakar; i. menyusun amdal tanpa
memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/atau j. memberikan
informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan
keterangan yang tidak benar.
Pada bab XII dibahas tentang pengawasan dan sanksi administratif. Pada bagian pertama dibahas
tentang pengawasannya. Kemudian pada bagian kedua dibahas tentang sanksi administratif
yaitu:
Pasal 76
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin
lingkungan.
(2) Sanksi administratif terdiri atas:
a. teguran tertulis;
b. paksaan
pemerintah;
c. pembekuan izin lingkungan;
atau d. pencabutan
izin lingkungan.
Pasal 77
Menteri dapat menerapkan sanksi administrative terhadap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan jika Pemerintah menganggap pemerintah daerah secara sengaja tidak menerapkan
sanksi administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.

Pasal 78
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 tidak membebaskan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana.
Pasal 79
Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf d dilakukan apabila penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah.
Pasal 80
(1) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf b berupa:
a. penghentian sementara kegiatan
produksi b. pemindahan sarana
produksi c. penutupan
saluran pembuangan air limbah atau emisi d.
pembongkaran
e. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan
pelanggaran f. penghentian sementara seluruh kegiatan;
atau g. tindakan lain yang bertujuan
untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.
(2) Pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran
yang dilakukan menimbulkan:
a. ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan
hidup; b. dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera
dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya ,
dan/atau c.
kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran
dan/atau perusakannya.
Pasal 81
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah
dapat dikenai denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.
Pasal 82
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang untuk memaksa penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup yang dilakukannya.
(2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang atau dapat menunjuk pihak ketiga untuk
melakukan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup yang dilakukannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 83
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
a.Teori-teori etika Lingkunga Hidup meliputi antroposentrisme, biosentrisme, ekosentrisme
b.Dasar etika Dalam Mewujudkan Kesadaran Masyarakat meliputi Dasar pendekatan ekologis,
dasar pendekatan humanisme, dan dasar pendekatan teologis
c.Prinsip-prinsip yang relevan dalam lingkungan hidup yaitu Prinsip sikap hormat terhadap alam
(Respect for Nature), Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility for Nature), Solidaritas
Kosmis (Cosmic Solidarity), . Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulain terhadap Alam (Caring for
Nature), Prinsip No Harm, Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras Dengan Alam.
d.Penerapan etika lingkungan hidup bisa meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan
lingkungan masyarakat.
e.Paradigma adalah pandangan dasar yang dianut oleh para ahli pada kurun waktu tertentu, yang
diakui kebenarannya, dan didukung oleh sebagian besar komunitas, serta berpengaruh terhadap
perkembangan ilmu dan kehidupan

3.2. SARAN
Guna menjamin kelangsungan hidup kita dan generasi mendatang diharapkan agar tetap
memiliki kehidupan dan lingkungan dalam suasana yang baik dan menyenangkan, banyak hal
yang dilakukan untuk menjamin kelangsungan hidup alam semesta, setidaknya kita harus
merubah sikap dalam memandang dan memperlakukan alam sebagai hal bukan sebagai sumber
kekayaan yang siap dieksploitasi, kapan dan dimana saja.oleh karena itu kita harus menjaga alam
ini dengan sebaik baiknya agar kelak anak cucu kita dapat merasakan kekayaan dan kelestarian
alam ini

DAFTAR PUSTAKA
blulukz.blogspot.com
google.com
buku pendidikan lingkungan hidup

Anda mungkin juga menyukai