Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PCD

IMUNISASI

DISUSUN OLEH:
Nama NIM
Erni Setyawati 1720333697
Farell Anugrah 1720333698
Haris Indra Jaya 1720333699
Khoiril Liana 1720333700

PROGRAM PROFESI APOTEKER ANGKATAN XXXIII


UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Imunisasi sebagai salah satu pencegahan upaya preventif yang berdampak positif
terhadap kesehatan masyarakat harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh dan
sesuai standar sehingga mampu memutus mata rantai penularan penyakit serta menimbulkan
dan meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit (Depkes 2005).
Pemberian imunisasi pada anak bertujuan agar tubuh kebal terhadap penyakit tertentu.
Kekebalan tubuh juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tingginya kadar antibodi
pada saat dilakukan imunisasi, potensi antigen yang disuntikkan, waktu antara pemberian
imunisasi. Mengingat antigen yang disuntikkan, waktu antara pemberian imunisasi.
Mengingat efektif dan tidaknya imunisasi tersebut akan tergantung dari faktor yang
mempengaruhi sehingga kekeblan tubuh dapat diharapkan pada diri anak. Imunisasi
bertujuan untuk mencegah penyakit berbahaya (Hidayat 2005).
Angka infeksi pada bayi dan anak-anak usia di bawah lima tahun di Indonesia relatif
tinggi. Bahkan, beberapa penyakit infeksi seperti diare dan pneumonia bisa menyebabkan
kematian pada anak. Sehat bukan berarti hanya bebas dari penyakit atau hanya sehat fisik,
mental atau sosial. Anak sehat berarti mereka mempunyai kemampuan memperoleh potensi
tertinggi di dalam hidupnya. Masalah perinatal dan infeksi masih menjadi masalah utama
kesehatan anak di Indonesia, saat ini imunisasi bisa mencegah beberapa penyakit infeksi
menyebabkan kematian dan kecacatan, dan penyebaran infeksi.
Program imunisasi telah dilakukan sejak lama dan di hampir seluruh negara di dunia
dengan pola pemberian dan jadwal imunisasi disesuaikan dengan pola epidemiologi penyakit,
imunisasi merangsang sistem imunologi tubuh membentuk antibodi spesifik sehingga dapat
melindungi tubuh dari serangan penyakit. Imunisasi merupakan bentuk tanggung jawab orang
tua untuk kesehatan anaknya, saat ini di Indonesia ada lima imunisasi yang wajib diberikan
sesuai program imunisasi pemerintah yaitu polio, BCG, hepatitis B, DPT dan campak.
Adapun jenis imunisasi yang dianjurkan untuk bayi dan balita meliputi MMR, Hib, tifoid,
hepatitis A, varisela dan pneumokokus.
Namun ada beberapa kendala dalam imunisasi bayi antara lain, negara-negara
berkembang sangat tertinggal dalam imunisasi karena sulitnya menjangkau populasi yang
tidak dapat terakses dan yang menolak imunisasi. Kendala lain adalah, adanya persepsi
negatif terhadap imunisasi, kegagalan vaksin baru, dan keraguan tentang keamanan
imunisasi. Pemberian vaksin merupakan upaya preventif untuk mencegah beberapa penyakit
infeksi berat yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan, mencegah penyebaran
penyakit, sehingga suatu saat penyakit tersebut terbasmi. Imunisasi tidak hanya penting untuk
mencegah infeksi bagi bayi atau anak-anak. Pemberian vaksin juga terbukti efektif mencegah
penyebaran dan penularan bakteri atau virus ke anak-anak lain dan orang dewasa di
lingkungan sekitar sehingga wabah penyakit berat yang mematikan bisa dihindari.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemberian imunisasi yang tepat ?
2. Bagaimana pentingnya imunisasi bagi anak ?
3. Apa sajakah program imunisasi yang dianjurkan oleh pemerintah?

C. Tujuan
1. Mengetahui bagaimana pemberian imunisasi yang tepat
2. Mengenalkan pentingnya imunisasi bagi anak
3. Mengenalkan program imunisasi yang dianjurkan oleh pemerintah

BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
Imunisasi sebagai salah satu pencegahan upaya preventif yang berdampak positif
terhadap kesehatan masyarakat harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh dan
sesuai standar sehingga mampu memutus mata rantai penularan penyakit serta menimbulkan
dan meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit (Depkes 2005).
Pemberian imunisasi pada anak bertujuan agar tubuh kebal terhadap penyakit tertentu.
Kekebalan tubuh dapat dimiliki secara pasif maupun aktif. Keduanya dapat diperoleh secara
alami maupun buatan. Kekebalan pasif yang didapatkan secara alami adalah kekebalan yang
didapatkan transplasenta, yaitu antibodi diberikan ibu kandung secara pasif melalu plasenta
kepada janin yang dikandungnya. Sedangkan, kekebalan pasif (buatan) adalah pemberian
antibodi yang sudah disiapkan dan dimasukkan ke dalam tubuh anak.
Kekebalan aktif dapat diperoleh secara alami maupun buatan. Kekebalan tubuh
(alami) didapatkan apabila anak terjangkit suatu penyakit, yang berarti masuknya antigen
yang akan merangsang tubuh anak membentuk antibodi sendiri secara aktif dan menjadi
kebal karenanya. Sedangkan, kekebalan aktif (buatan) adalah pemberian vaksin yang
merangsang tubuh manusia secara aktif membentuk antibodi dan kebal secara spesifik
terhadap antigen yang diberikan.
Istilah imunisasi dan vaksinasi seringkali diartikan sama. Imunisasi pasif adalah suatu
pemindahan atau transfer antibodi secara pasif. Vaksinasi adalah imunisasi aktif dengan
pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibodi) oleh
sistem imun di dalam tubuh.

2. Manfaat Imunisasi
Adapun manfaat yang didapat dari vaksinasi, yaitu : pertahanan tubuh yang terbentuk
oleh beberapa vaksin akan dibawa seumur hidup, cost-effective karena murah dan efektif dan
tidak berbahaya (reaksi serius sangat jarang terjadi, jauh lebih jarang daripada komplikasi
yang timbul apabila terserang penyakit tersebut secara alami).
Angka kesakitan yang menurun, akan menurun pula biaya pengobatan dan perawatan di
rumah sakit. Mencegah seorang anak dari penyakit infeksi yang berbahaya, berarti akan
meningkatkan kualitas hidup anak dan meningkatkan daya produktivitas di kemudian hari.

3. Respon Imun
Sistem imun merupakan jaringan kerja kompleks dan interaksi berbagai sel tubuh yang
pada dasarnya bertujuan untuk mengenal dan membedakan antigen, serta mengeliminasi
antigen yang dianggap asing. Secara garis besar respon imun dibedakan menjadi respon imun
non-spesifik dan respon imun spesifik. Respon imun non-spesifik tidak ditujukan terhadap
antigen tertentu sedangkan respon imun spesifik ditujukan khusus untuk struktur antigen
tertentu dan tidak dapat bereaksi terhadap struktur antigen lain.
Respon imun non-spesifik (non-adaptif, innate immunity) diperankan oleh sel
makrofag, sel dendrit, neutrofil, dan polimorfonuklear lainnya, sel natural killer, sel-sel
jaringan tubuh (epitel, endotel, sel makrofag jaringan, fibroblast, keratinosit), serta berbagai
produk seperti sitokin, interferon, kemokin, CRP, komplemen, dan lain-lain. Respon imun
non-spesifik dapat teraktivasi dalam beberapa menit atau jam setelah infeksi dan pajanan
antigen dan kemudian akan mengaktivasi sistem imun spesifik dalam hitungan waktu lebih
lama.

Dikutip dari Abbas, Lichtman, & Pillai : Basic Immunology: Functions and Disorders of
Immune System www.studentconsult.com2

Respon imun terhadap mikroorganisme bermula pada jaringan non-limfoid dengan


pemeran utama makrofag dan sel dendrite. Aktivasi sel dendrit merupakan pencetus awal
yang menginisiasi respon imun primer. Selain mengikat antigen dengan reseptor permukaan
sel, sel dendrit juga secara aktif melakukan pinositosis dan menangkap antigen soluble.
Ikatan antara antigen dengan salah satu atau beberapa reseptor sel dendrit menginisiasi tiga
langkah awal respon imun yaitu pemrosesan antigen (antigen processing), migrasi sel dendrit
ke kelenjar limfe, dan maturasi sel dendrit.
Apabila antigen dapat dieliminasi oleh innate immunity, maka respon imun spesifik
tidak perlu terlibat lebih jauh. Sinyal sistem imun non-spesifik tetap disampaikan kepada
sistem imun spesifik sehingga pada infeksi berikutnya dapat member respon anamnestik yang
bersifat protektif.
Sel dendrit bersama antigen akan menghasilkan sitokin dan kemokin serta influks sel
inflamasi. Sel dendrit tersebut akan migrasi ke kelenjar limfoid dan berinteraksi dengan sel
limfosit T dan sel limfosit B serta memulai respon imun spesifik. Sel T efektor dan antibodi
akan meninggalkan kelenjar limfoid, sebagian akan berada di sirkulasi dan akan ke tempat
inflamasi.

4. Respon imun terhadap Vaksin


Respon terhadap dosis pertama vaksin inaktif lebih bersifat sebagai pembentukan
respon imun awal (priming) yang menjadi dasar pembentukan imunitas protektif. Dosis
berikutnya pada vaksinasi primer merupakan vaksinasi ulang yang membentuk tingkat
antibodi protektif. Vaksinasi ulang diberikan saat respon imun terhadap dosis pertama atau
dosis sebelumnya pada vaksinasi primer mulai menurun, pada umumnya 4-6 minggu setelah
dosis sebelumnya. Tergantung dari karakteristik antigen vaksin inaktif, maka vaksin
penguatan perlu diberikan satu atau beberapa kali untuk mencapai tingkat kekebalan protektif
primer. Sedangkan, vaksin hidup umumnya diberikan satu kali sebagai vaksinasi primer dan
tidak memerlukan vaksinasi ulang.

5. Macam macam Imunisasi :


1. Imunisasi BCG : Ketahanan terhadap penyakit TB (Tuberkulosis) berkaitan dengan
keberadaan virus tubercle bacii yang hidup didalam darah. Sehingga untuk memiliki
kekebalan aktif, dimasukkan jenis basil tak berbahaya ini ke dalam tubuh (vaksinasi
BCG atau Bacillus Celmette-Guerin). Tempat penyuntikan pada lengan kanan atas.
Kontraindikasi : Anak yang sakit kulit atau infeksi kulit ditempat penyuntikan dan
anak yang telah menderita penyakit TBC.
Efek samping :
Reaksi normal
1. Setelah 2-3 minggu pada tempat penyuntikan akan terjadi
pembengkakan kecil berwarna merah kemudian akan menjadi luka
dengan diameter 10 mm.
2. Hal ini perlu diberitahukan kepada ibu agar tidak memberikan apapun
pada luka tersebut dan diberikan atau bila ditutup dengan menggunakan
kain kasa kering dan bersih.
3. Luka tersebut akan sembuh sendiri dan meninggalkan jaringan parut
(scar) dengan diametr 5-7 mm.
Reaksi berat
1. Kadang-kadang terjadi peradangan setempat yang agak berat/abses
yang lebih luas.
2. Pembengkakan pada kelenjar limfe pada leher atau ketiak.
2. Imunisasi Hepatitis B : Imunisasi ini merupakan langkah efektif untuk mencegah
masuknya VHB, yaitu virus penyebab penyakit hepatitis B. Hepatitis B dapat
menyebabkan sirosis atau pengerutan hati, bahkan lebih buruk lagi mengakibatkan
kanker hati.Tempat penyuntikan di paha bagian luar. Kontraindikasi tidak ada. Efek
samping pada umumnya tidak ada.
3. Imunisasi Polio : Imunisasi polio akan memberikan kekebalan terhadap serangan
virus polio. Penyakit akibat virus ini dapat menyebabkan kelumpuhan. Cara
pemberian diteteskan langsung kedalam mulut 2 tetes. Kontraindikasi, anak
menderita diare berat dan anak sakit panas. Efek samping hampir tidak ada, bila ada
hanya berupa kelumpuhan pada anggota gerak dan tertular kasus polio orang
dewasa. Kekebalan yang diperoleh dari vaksinasi polio adalah 45-100%.
4. Imunisasi DTP : Dengan pemberian imunisasi DTP, diharapkan penyakit difteri,
tetanus, dan pentusis, menyingkir jauh dari tubuh si kecil. Tempat penyuntikan di
pahabagian luar. Kontra indikasi, panas diatas 38 C dan reaksi berlebihan setelah
pemberian imunisasi DPT sebelumnya seperti panas tinggi dengan kejang, penurunan
kesadaran dan syok.
Efek samping :
Reaksi lokal
1. Terjadi pembengkakan dan rasa nyeri pada tempat penyuntikan disertai
demam ringan selama 1-2 hari.
2. Pada keadaan pertama (reaksi lokal) ibu tidak perlu panic sebab
panas akan sembuh dan itu berarti kekebalan sudah dimiliki oleh bayi.
Reaksi Umum
1. Demam tinggi, kejang dan syok berat.
2. Pada keadaan kedua (reaksi umum atau reaksi yang lebih berat)
sebaiknya ibu konsultasi pada bidan atau dokter.
5. Imunisasi Campak : Sebenarnya bayi sudah mendapatkan kekebalan campak dari
ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun
sehingga butuh antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Penyakit ini
disebabkan oleh virus Morbili.
6. Imunisasi HIB (Haemophillus influenza tipe b) : Penyakit HIB bisa dicegah melalui
imunisasi HIB. Imunisasi HIB tidak dapat melindungi anak-anak dari t penyakit yang
disebabkan oleh bakteria/ virus yang lain. Anak-anak mungkin boleh mendapat lain
jenis jangkitan radang paru-paru, radang selaput otak atau selesma. Semua bayi
berumur 2, 3 dan 5 bulan perlu diberi imunisasi HIB. Imunisasi HIB diberikan
sebanyak 3 dos. Umur Dos: 2 bulan Dos 1, 3 bulan Dos 2, 5 bulan Dos 3.
7. Imunisasi Rotavirus : Rotavirus merupakan penyakit yang banyak menyerang anak-
anak dan menyebabkan kematian. Studi terbaru mengungkapkan vaksin rotavirus
terbukti efektif dan memberikan perlindungan yang luas. Baru-baru ini sebuah vaksin
rotavirus diperkenalkan dan telah terbukti sangat efektif serta memiliki beberapa
manfaat yang tidak terduga. Hal ini karena vaksin tersebut memberikan perlindungan
yang lebih luas bagi anak yang menerima vaksin dan orang-orang disekitarnya. Para
peneliti yang mengevaluasi vaksin tersebut menyimpulkan vaksin ini efektif karena
terbukti menurunkan pasien rawat inap akibat diare di rumah sakit sebanyak 50%.
Penurunan ini terjadi hanya setelah 2 tahun program imunisasi dimulai.
8. Imunisasi Pnemokokus : Vaksin pneeumokokus konjungat merupakan vaksin kedua
yang digunakan untuk mencegah radang selaput otak (HIB adalah yang pertama).
Dulu vaksin ini hanya dianjurkan untuk dewasa berusia 65 tahun atau lebih dan tidak
digunakan pada anak karena tipe vaksin yang terdahulu (polisakarida) tidak bagus
digunakan pada anak. Vaksin ini memberikan kekebalan terhadap 7 strain bakteri
pneumokokus penyebab terbanyak infeksi serius pada anak. Vaksin ini baru dapat
mencegah infeksi telinga tengah, meningitis, pneumonia (radang paru), dan
bakteremia akibat bakteri pneumokokus. Bayi harus mendapatkan vaksin ini
sebanyak 4 dosis yang diberikan pada usia 2, 4, 6 dan 12 15 bulan. Anak yang
berusia lebih tua tidak memerlukan pengulangan dosis sebanyak ini. Konfirmasi
dengan dokter anak jika anak mulai mendapatkan vaksin pada usia yang lebih tua.
Untuk anak berusia lebih dari 5 tahun yang ingin diberikan imunisasi dapat diberikan
vaksin pneumokokus polisakarida. Vaksin pneumokokus dapat diberikan bersamaan
dengan vaksin lainnya
9. Imunisasi influenza : Imunisasi influenza untuk pencegahan influenza musiman.
Influenza (flu) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza. Ada berbagai
jenis virus flu, dimana mereka sering ditularkan melalui batuk dan bersin. Gejala
influenza yaitu demam, nyeri otot, batuk, sakit kepala dan kelelahan yang ekstrim.
Flu biasanya berlangsung selama antara 2 dan 7 hari dan biasanya membaik secara
spontan. Kebanyakan orang bisa sembuh sepenuhnya, tetapi komplikasi seperti
infeksi dada atau pneumonia, berkembang di beberapa kasus.

6. Ada 9 jenis imunisasi yang diberikan pada bayi sebelum usia 1 tahun

Umur Vaksin Keterangan

Saat lahi Hepatitis B-1 HB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir,
r
dilanjutkan pada umur 1 dan 6 bulan.

Apabila status HbsAg-B ibu positif, dalam

waktu 12 jam setelah lahir diberikan HBlg 0,5 ml

bersamaan dengan vaksin HB-1.

Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan

ternyata dalam perjalanan

selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif

maka masih dapat diberikan HBlg 0,5 ml

sebelum bayi berumur 7 hari.


Polio -0 Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama.

Untuk bayi yang lahir di RB/RS polio oral

diberikan saat bayi dipulangkan

(untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain)

1 bulan Hepatitis B-2 Hb-2 diberikan pada umur 1 bulan,

interval HB-1 dan HB-2 adalah 1 bulan.

0-2 bula BCG BCG dapat diberikan sejak lahir.


n
Apabila BCG akan diberikan pada umur > 3 bulan

sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu

dan BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.

2 bulan DTP-1 DTP-1 diberikan pada umur lebih dari 6 minggu,

dapat dipergunakan DTwp atau DTap.

DTP-1 diberikan secara kombinasi dengan Hib-1 (PRP-T)

HIB-1 HIB-1 diberikan mulai umur 2 bulan dengan interval

2 bulan. HIB-1 dapat diberikan secara terpisah

atau dikombinasikan dengan DTP-1.

Polio-1 Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1

4 bulan DTP-2 DTP-2 (DTwp atau DTap) dapat diberikan secara terpisah

atau dikombinasikan dengan Hib-2 (PRP-T).

HIB-2 HIB-2 dapat diberikan terpisah

atau dikombinasikan dengan DTP-2


Polio-2 Polio-2 diberikan bersamaan dengan DTP-2

6 bulan DTP-3 DTP-3 dapat diberikan terpisah atau

dikombinasikan dengan HIB-3 (PRP-T).

HIB-3 Apabila mempergunakan HIB-OMP, Hib-3

pada umur 6 bulan tidak perlu diberikan.

Polio-3 Polio-3 diberikan bersamaan dengan DTP-3

Hepatitis B-3 HB-3 diberikan umur 6 bulan.

Untuk mendapatkan respons imun optimal,

interval HB-2 dan HB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan.

9 bulan Campak-1 Campak-1 diberikan pada umur 9 bulan, campak-2 merupak


an program BIAS

pada SD kelas 1, umur 6 tahun.

Apabila telah mendapatkan MMR pada umur 15 bulan,

campak-2 tidak perlu diberikan.

7. Jadwal Imunisasi
8. Dampak Imunisasi Tidak Lengkap
1) Penyakit Akan Mudah Menyerang
Jika anak hanya mendapatkan Imunisasi yang seperlunya seperti DTP dan HIB, bukan
berarti anak kebal terhadap penyakit menular secara umum. Penyakit berbahaya seperti
Hepatitis A, Hepatitis B, Campak bahkan Polio akan sangat mudah dan beresiko menyerang
anak. Jadi kekebalannya sama dengan kekebalan anak yang tidak di Imunisasi.
2) Mudah Tertular Orang yang Sakit
Anak tidak memiliki sistem kekebalan tubuh yang optimal maka akan sangat mudah
terserang penyakit. Adanya imunisasi sangat penting untuk mempertahankan dan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh anak dalam berbagai penyakit. Dalam
mempertahankan sistem imun anak, imunisasi tidak boleh dilakukan hanya beberapa atau
satu jenis imunisasi saja karena masing-masing vaksin memiliki fungsinya sendiri-sendiri.
3) Ada Efek Samping
Vaksin sengaja diberikan secara bertahap karena mengikuti kemampuan dari bayi
untuk menerima vaksin tersebut. Beberapa vaksin awal bersifat aman untuk jangka waktu
tertentu setelah itu akan menimbulkan efek samping. Karena itu ada bentuk vaksin-2, vaksin-
3, vaksin-4 dan seterusnya, karena selain memperpanjang usia vaksin dapat juga berguna
untuk menghilangkan efek samping dari vaksin yang ada sebelumnya. Ini merupakan salah
satu bahaya jika anak tidak diberikan imunisasi yang lengkap, yang sering tidak ketahui oleh
para orang tua.

9. Efek Samping Imunisasi


Imunisasi kadang mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda yang membuktikan
bahwa vaksin benar-benar bekerja secara tepat. Efek samping yang biasa terjadi adalah :
1. BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah di tempat
suntikan. Setelah 23 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan
kemudian menjadi luka dengan garis tengah 10 mm. Luka akan sembuh sendiri
dengan meninggalkan luka parut kecil.
2. DPT: Kebanyakan bayi menderita panas pada sore hari setelah imunisasi DPT,
tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa
nyeri, sakit, merah atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya
dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, dan akan sembuh sendiri. Bila
gejala tersebut tidak timbul, tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak
memberikan perlindungan, dan imunisasi tidak perlu diulang.
3. Polio: Jarang timbuk efek samping.
4. Campak: Anak mungkin panas, kadang disertai kemerahan 410 hari sesudah
penyuntikan
5. Hepatitis B : belum pernah dilaporkan adanya efek samping.

10. Pemberian Imunisasi Dan Kemasan Vaksin


Vaksin dapat dikemas dalam bentuk tunggal maupun kombinasi. Contoh kemasan
vaksin tunggal : BCG, Polio, Hepatitis B, Hib, campak. Contoh kemasan vaksin kombinasi :
DPT (Diptheri, Pertusis, Tetanus), MMR (campak, gondong, campak jerman), tetravaccine
(kombinasi DPT dan polio suntik). Beberapa vaksin yang dikemas tunggal dapat diberikan
bersama-sama, aman dan proteksinya memuaskan, misalnya:
1) Vaksin BCG bersama cacar
2) Vaksin BCG bersama polio
3) Vaksin BCG bersama Hepatitis B
4) Vaksin DPT bersama BCG
5) Vaksin DPT bersama polio
6) Vaksin DPT bersama hepatitis B
7) Vaksin DPT bersama polio dan campak
8) Vaksin DPT bersama MMR
9) Vaksin campak bersama polio

1. Vaksin BCG
Vaksin BCG mengandung kuman BCG yang masih hidup namun telah dilemahkan.
Penyimpanan : Lemari es, suhu 2-8 C
Dosis : 0,05 ml
Kemasan : Ampul dengan bahan pelarut 4 ml (NaCl Faali)
Masa kadaluarsa : Satu tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat dilihat pada label).
Reaksi imunisasi : Biasanya tidak demam Efek samping :jarang dijumpai, bisa terjadi
pembengkakan kelenjar getah bening setempat yang terbatas dan biasanya menyem-buh
sendiri walaupun lambat.
Kontraindikasi : Tidak ada larangan, kecuali pada anak yang berpenyakit TBC atau uji
mantoux positif dan adanya penyakit kulit berat/menahun.

2. Vaksin DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus)


Di Indonesia ada 3 jenis kemasan : kemasan tunggal khusus tetanus, kombinasi DT
(diphteri tetanus) dan kombinasi DPT. Vaksin diphteri terbuat dari toksin kuman diphteri
yang telah dilemahkan (toksoid), biasanya diolah dan dikemas bersama-sama dengan vaksin
tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis dalam bentuk
vaksin DPT. Vaksin tetanus yang digunakan untuk imunisasi aktif ialah toksoid tetanus, yaitu
toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan. Ada tiga kemasan
vaksin tetanus yaitu tunggal, kombinasi dengan diphteri dan kombinasi dengan diphteri dan
pertusis. Vaksin pertusis terbuat dari kuman Bordetella pertusis yang telah dimatikan.
Penyimpanan : Lemari es, suhu 2-8 C
Dosis : 0.5 ml, tiga kali suntikan, interval minimal 4 mg
Kemasan : Vial 5 ml
Masa kadaluarsa : Dua tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat dilihat pada label)
Reaksi imunisasi : Demam ringan, pembengkakan dan nyeri di tempat suntikan selama 1-2
hari.
Efek samping : Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti lemas, demam, kemerahan pada
tempat suntikan. Kadang-kadang terdapat efek samping yang lebih berat, seperti demam
tinggi atau kejang, yang biasanya disebabkan unsur pertusisnya.
Kontraindikasi : Anak yang sakit parah, anak yang menderita penyakit kejang demam
kompleks, anak yang diduga menderita batuk rejan, anak yang menderita penyakit gangguan
kekebalan. Batuk, pilek, demam atau diare yang ringan bukan merupakan kotraindikasi yang
mutlak, disesuaikan dengan pertimbangan dokter.

3. Vaksin Poliomielitis
Terdapat 2 jenis vaksin dalam peredaran, yang masing-masing mengandung virus
polio tipe I, II dan III; yaitu
(1) vaksin yang mengandung virus polio yang sudah dimatikan (salk), biasa diberikan dengan
cara injeksi
(2) vaksin yang mengandung virus polio yang hidup tapi dilemahkan (sabin), cara pemberian
per oral dalam bentuk pil atau cairan (OPV) lebih banyak dipakai di Indonesia.
Penyimpanan : OPV : Freezer, suhu -20 C
Dosis : 2 tetes mulut
Kemasan : vial, disertai pipet tetes
Masa kadaluarsa : OPV : dua tahun pada suhu -20C
Reaksi imunisasi : biasanya tidak ada, mungkin pada bayi ada berak-berak ringan
Efek samping : hampir tidak ada, bila ada berupa kelumpuhan anggota gerak seperti polio
sebenarnya.
Kontra Indikasi : diare berat, sakit parah, gangguan kekebalan.

4. Vaksin Campak
Mengandung vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Kemasan untuk program
imunisasi dasar berbentuk kemasan kering tunggal. Namun ada vaksin dengan kemasan
kering kombinasi dengan vaksin gondong/ mumps dan rubella (campak jerman) disebut
MMR.
Penyimpanan : Freezer, suhu -20 C
Dosis : Setelah dilarutkan, diberikan 0.5 ml
Kemasan : Vial berisi 10 dosis vaksin yang dibekukeringkan, beserta pelarut 5 ml (aquadest)
Masa kadaluarsa :2 tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat dilihat pada label)
Reaksi imunisasi :biasanya tidak terdapat reaksi. Mungkin terjadi demam ringan dan sedikit
bercak merah pada pipi di bawah telinga pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan, atau
pembengkakan pada tempat penyuntikan.
Efek samping :sangat jarang, mungkin dapat terjadi kejang ringan dan tidak berbahaya pada
hari ke 10-12 setelah penyuntikan. Dapat terjadi radang otak 30 hari setelah penyuntikan tapi
angka kejadiannya sangat rendah.
Kontraindikasi : Sakit parah, penderita TBC tanpa pengobatan, kurang gizi dalam derajat
berat, gangguan kekebalan, penyakit keganasan. Dihindari pula pemberian pada ibu hamil.

5. Vaksin Hepatitis B
Imunisasi aktif dilakukan dengan suntikan 3 kali dengan jarak waktu satu bulan antara
suntikan 1 dan 2, lima bulan antara suntikan 2 dan 3. Namun cara pemberian imunisasi
tersebut dapat berbeda tergantung pabrik pembuat vaksin. Vaksin hepatitis B dapat diberikan
pada ibu hamil dengan aman dan tidak membahayakan janin, bahkan akan membekali janin
dengan kekebalan sampai berumur beberapa bulan setelah lahir.
Reaksi imunisasi : Nyeri pada tempat suntikan, yang mungkin disertai rasa panas atau
pembengkakan. Akan menghilang dalam 2 hari.
Dosis : 0.5 ml sebanyak 3 kali pemberian
Kemasan : HB PID
Efek samping : Selama 10 tahun belum dilaporkan ada efek samping yang berarti
Kontraindikasi : Anak yang sakit berat.

6. Vaksin DPT/ HB (COMBO)


Mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan dan
pertusis yang inaktifasi serta vaksin Hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus yang
mengandung HbsAg murni dan bersifat non infectious.
Dosis :0.5 ml sebanyak 3 kali
Kemasan : Vial 5 ml
Efek samping : Gejala yang bersifat sementara seoerti lemas, demam, pembengkakan dan
kemerahan daerah suntikan. Kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas,
meracau yang terjadi 24 jam setelah imunisasi. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan
biasanya hilang dalam 2 hari.
Kontraindikasi : Gejala keabnormalan otak pada bayi baru lahir atau gejala serius
keabnormalan pada saraf yang merupakan kontraindikasi pertusis, hipersensitif terhadap
komponen vaksin, penderia infeksi berat yang disertai kejang.

E. Pengelolaan Vaksin
Vaksin harus dikelola dengan baik, baik dalam penyimpanan maupun saat transportasi
ke tempat lain, supaya tetap memiliki potensi yang baik (imunogenisitas tinggi). Perlu
diketahui, bahwa vaksin adalah produk biologis yang sentitif terhadap perubahan suhu. Ada
vaksin yang sensitif terhadap panas misalnya vaksin polio, campak dan BCG. Ada vaksin
yang sensitif terhadap pembekuan misalnya vaksin heparitis B, DPT, TT dan DT. Namun
secara umum, semua vaksin akan rusak bila terpapar suhu panas, namun vaksin polio,
campak dan BCG akan lebih mudah rusak pada paparan panas bila dibanding vaksin hepatitis
B, DPT, DT dan TT. Setiap unit pelayanan diharuskan memiliki tempat penyimpanan vaksin.
Demikian juga dalam pendistribusiannya penting untuk diperhatikan. Faktor yang dapat
merusak vaksin antara lain sinar matahari, suhu dan kelembaban.
Efektifitas vaksin di Indonesia selalu dimonitor oleh badan POM dengan mengambil
sampel secara acak, atau dengan alat Vaccine Vial Monitor/ VVM, yaitu sejenis stiker yang
ditempelkan pada botol vaksin. Bila vaksin rusak maka VVM akan berubah warna, namun
karena mahal, belum semua vaksin ditempel VVM.

BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah :
1. Imunisasi sebagai salah satu pencegahan yang berdampak positif terhadap kesehatan
masyarakat harus dilaksanakan secara terus menerus, menyeluruh dan sesuai standar
sehingga mampu memutus mata rantai penularan penyakit serta menimbulkan dan
meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit.
2. Manfaat yang diberikan yaitu : pertahanan tubuh yang terbentuk oleh beberapa
vaksin, mennurunkan angka kesakitan, mencegah seorang anak dari penyakit infeksi
yang berbahaya, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup anak.
3. Terdapat Macam macam Imunisasi yaitu Imunisasi BCG, Imunisasi Hepatitis B,
Imunisasi Polio, Imunisasi DTP, Imunisasi Campak, Imunisasi HIB (Haemophillus
influenza tipe b), Imunisasi Rotavirus, Imunisasi Pnemokokus, Imunisasi influenza.
4. Ada 9 jenis imunisasi yang diberikan pada bayi sebelum usia 1 tahun dan terdapat
BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah).
5. Dampak Imunisasi Tidak Lengkap yaitu Penyakit Akan Mudah Menyerang dan
Mudah Tertular Orang yang Sakit.
6. Imunisasi kadang mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda yang membuktikan
bahwa vaksin benar-benar bekerja secara tepat. Efek samping yang biasa terjadi
adalah : pembengkakan kecil dan merah di tempat suntikan, panas, nyeri.

2. Saran
- Sebaiknya orang tua memberikan anaknya imunisasi secara rutin. Supaya anak-
anak tidak terkena dampak efek samping yang buruk pada anak.

Daftar Pustaka

1. Abbas, A.K., Lichtman, A.H., Pillai, S. 2014. Basic Immunology: Functions and
Disorders of Immune System. 4th Edition. Philadelpia : Elsevier.
2. Ranuh, IG.N.G., Suyitno, H., Hadinegoro, S.R.S., et al. 2014. Pedoman Imunisasi di
Indonesia Edisi Kelima. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. Depkes RI. 2005. Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta: Depkes RI.
4. Dinkes, 2002, Buku Kesehatan Ibu Dan Anak. Jakarta.
5. Hidayat, 2005, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1, Penerbit Salemba Medika,
Jakarta.
6. Huliana, A. Md.Keb, 2003, Perawatan Ibu Pasca Melahirkan. Puspa Swara, Jakarta.
7. Kurniasih, dkk, 2006, Panduan Imunisasi, PT. Gramedia, Jakarta.
8. Notoatmodjo, 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rhineka Cipta, Jakarta.
9. Probandari, A.N., Handayani, S., Laksono, N.J.D.N. 2013. Keterampilan Imunisasi.
Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai