Anda di halaman 1dari 66

BAB 3

PENDEKATAN DAN
METODA
PELAKSANAAN

3.1 Penjelasan Umum


Pendekatan dilaksanakan dalam rangka proses pelaksanaan pekerjaan, yang dilakukan
untuk mendukung pencapaian hasil atau keluaran yang optimal. Secara garis besar pola
pendekatan yang dilakukan dapat diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) aspek tinjauan, yaitu :
(a) pendekatan administrasi dan (b) pendekatan teknik.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam upaya kelancaran proses pekerjaan dan
pencapaian hasil yang optimal, maka sebagai tahap awal perlu dilakukan pendekatan
administrasi dengan menyusun beberapa pola yang terkait dengan (1) struktur organisasi
pelaksana; (2) spesifikasi tenaga pelaksana; (3) tugas dan tanggung jawab personil; (4)
tahapan dan jadwal pelaksanaan pekerjaan; (5) sistem koordinasi pelaksanaan.
Sedangkan terkait dengan aspek teknik, bentuk pendekatan teknik lebih mengarah pada
tahapan kegiatan secara umum, yang tersusun dalam lingkup (1) kegiatan studi identifikasi;
(2) kegiatan desain air baku.
Metoda Pelaksanaan secara umum dilakukan dalam 2 (dua) sistem yang berbeda, yang
diklasifikasikan sebagai (1) sistem identifikasi dan eksploitasi sumber air; dan ditindaklanjuti
dengan (2) sistem konservasi air. Sedangkan secara detail, metoda pelaksanaan akan
dikaitkan dengan penjelasan rinci terkait tahapan dan lingkup kegiatan yang akan
dilaksanakan, sesuai norma atau standar yang ada.

3.2 Pendekatan Administrasi


Pendekatan administrasi merupakan proses pendekatan dasar, yang disiapkan dan
diterapkan oleh penyedia jasa, dalam kaitannya dengan proses pelaksanaan
pekerjaan. Sesuai dengan tingkat kebutuhan, maka proses pendekatan
administrasi dapat dijabarkan sebagai berikut.
(1) Struktur Organisasi Pelaksana
Struktur organisasi pelaksana disusun sebagai upaya mempermudah sinergi kerja
antar sesama personil pelaksana, yang terdiri dari Ketua Team dan Tenaga Ahli beserta
staf pendukungnya, dengan pengguna jasa yang tercakup dalam satu kesatuan
struktural di bawah koordinasi Kepala Satuan Kerja Balai Wilayah Sungai Nusa
Tenggara II, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum.
Pembahasan struktur organisasi pelaksana akan dilakukan pada substansi program

| 3-1
LAPORAN PENDAHULUAN

kerja, yang akan dilengkapi dengan posisi bidang keahlian serta hubungan kerja antar
personil.
(2) Spesifikasi Tenaga Pelaksana
Spesifikasi tenaga pelaksana merupakan rincian persyaratan dan kriteria untuk masing-
masing tenaga pelaksana yang dibutuhkan. Sesuai arahan dalam kerangka acuan
kerja (KAK), penyedia jasa telah menyiapkan personil pelaksana dengan spesifikasi
yang mendekati atau lebih dari kriteria yang disyaratkan. Hal ini menjadi perhatian
penting, mengingat kompetensi dan pengalaman tenaga ahli yang memenuhi kriteria,
secara prinsip dapat menjamin
(3) Tugas dan Tanggung Jawab Personil
Sejalan dengan lingkup kegiatan dan ketersediaan personil, perlu dilakukan pembagian
tugas dan tanggung jawa dari masing-masing tenaga ahli, sesuai dengan bidang
keahliannya, serta sinergi diantara masing-masing tenaga ahli.
Pembagian tugas dan tanggung jawab, juga akan dilengkapi dengan jadwal penugasan
personil yang akan terlibat dalam pekerjaan ini, sesuai dengan rentang waktu
penugasannya.
(4) Tahapan dan Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
Dengan mengacu pada lingkup pekerjaan dan target keluaran yang harus dihasilkan,
akan disiapkan tahapan dan pelaksanaan, yang lebih lanjut akan digunakan sebagai
dasar dalam penyusunan jadwal pelaksanaan. Masing-masing kegiatan akan dirinci
sesuai dengan kebutuhan pencapaian hasil kegiatan, dan lebih lanjut dengan
memasukkan unsur kapasitas kerja serta pendekatan volume pekerjaan, dapat
diestimasi kebutuhan waktu pelaksanaan untuk masing-masing kegiatan.
(5) Sistem Koordinasi Pelaksanaan
Direksi Perusahaan dengan Ketua Team pelaksana pekerjaan, akan selalu melakukan
koordinasi selama proses pelaksanaan pekerjaan, dengan Pejabat Pembuat Komitmen
Kegiatan Perencanaan dan Program, Satker Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II,
melalui Direksi Teknik dan Pembantu Direksi yang telah ditunjuk. Untuk kelancaran
proses pekerjaan, secara berkala akan dilakukan konsultasi, asistensi, dan diskusi
dengan Tim Direksi Teknik, terhadap tiap substansi kerja maupun permasalahan yang
timbul di lapangan maupun studio.
Sesuai arahan Pejab Pembuat Komitmen Kegiatan Perencanaan dan Program, pihak
penyedia jasa diharapkan menyiapkan Buku Asistensi Kegiatan, sebagai bentuk catatan
serta kesepakatan bersama, antara Tim Konsultan dengan Direksi Teknik.

3.3 Pendekatan Teknik


Secara umum pendekatan teknik yang akan digunakan dalam mendukung proses
pelaksanaan Studi Identifikasi dan Desain Air Baku di Pulau Timor dan Alor, dapat dijabarkan
sebagai berikut.
LAPORAN PENDAHULUAN

3.3.1 Kegiatan Studi Identifikasi


a. Pengumpulan Data Sekunder dan Laporan Studi
Data-data yang perlu dikumpulan pada tahap awal maupun lanjutan, antara lain
terdiri dari:

(1) Peta Rupa Bumi dengan skala 1:25.000, lengkap dengan peta land system dan
land suitability, peta land use, peta topografi dengan jaringan sungainya, peta
administrasi, dan peta pendukung lainnya;

(2) Peta Geologi dan Hidrologi, untuk kawasan Pulau Rote Ndao;

(3) Data Sumber Air dan Debit Eksisting, pada sumber air potensial;

(4) Data Hidroklimatologi;

(5) Data BPS, terkait dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur , Pulau Timor dan Alor,
dan Kecamatan dalam angka, sesuai dengan data tahun terakhir, dengan
mengutamakan data series;

(6) Laporan dari hasil studi terdahulu, yang terkait dengan substansi air baku
terutama di wilayah studi, Kabupaten Rote Ndau.
Pengumpulan data sekunder dan laporan studi bertujuan untuk mengetahui kondisi
global wilayah pengambangan saat ini. Lebih lanjut berdasarkan data yang telah
diperoleh, akan diupayakan kelengkapannya pada tahap kegiatan survey identifikasi
lapangan, untuk pelaksanaan penambahan data, klarifikasi serta verifikasi terhadap
data-data yang ada.
b. Kajian Peta dan Data
Data-data yang perlu dikumpulan pada tahap awal maupun lanjutan, antara lain
terdiri dari:
(1) Land Use (Tata Guna Lahan) Wilayah pengembangan dengan memperhatikan
terhadap penggunaan lahan, kemampuan lahan, dan kemiringan lahan.
(2) Sumber air melalui parameter ketersediaan air permukaan (available
discharge), banjir, hujan (durasi/intensitas), sedimentasi, dan keseimbangan air.
(3) Kondisi sosial ekonomi dengan memperhatikan pada aspek kependudukan,
kepemilikan lahan, kegiatan ekonomi masyarakat, pendapatan petani,
kelembagaan masyarakat, teknologi desa, dan fasilitas/prasarana desa.
(4) Kajian analisa spasial dalam GIS untuk memberikan model basis data potensi
air baku dalam sistem spasial, dan model hidrologi spasial.
c. Hasil kajian yang diharapkan adalah informasi tentang:
(1) Pemanfaatan lahan saat ini secara global (sawah, tegalan, pekarangan,
perumahan, perkebunan, dan kehutanan).
(2) Komuditas tanaman yang diusahakan (mayoritas, sedang, minoritas).
(3) Ketersediaan debit air, debit rata-rata, debit aliran rendah, debit banjir
rancangan, sedimentasi dan kebutuhan air.
(4) Kelayakan tanah fondasi untuk konstruksi desain air baku.
(5) Jumlah penduduk, jenis kelamin, penduduk produktif, kelembagaan,
pendapatan petani, pendidikan dan faktor lingkungan.
LAPORAN PENDAHULUAN

(6) Sistem basis data spasial yang interatif dapat memberikan informasi dan
mendukung pengambilan keputusan pengelola air baku di wilayah studi.
d. Identifikasi Lokasi Berpotensi
Berdasarkan hasil kajian data/peta tersebut di atas selanjutnya dilakukan pengkajian
secara khusus wilayah yang bisa dikembangkan dan memenuhi syarat
pengembangan menjadi lahan ber-irigasi. Kemudian dilakukan identifikasi melalui
peta terhadap sebaran lokasi/areal pengembangan irigasi (Ha) termasuk
desa/kecamatan di masing-masing sub wilayah aliran. Di dalam identifikasi tersebut
perlu dipikirkan mengenai lokasi rencana desain air baku yang dipilih sebagai proyek
desain rencana teknis, skema jaringan distribusi air, bangunan struktur penyadap
atau tangkapan sumber mata air, bangunan struktur pengolahan kualitas air bila
diperlukan, dan perhitungan water balance/keseimbangan air.

3.3.2 Kegiatan Desain Air Baku


a. Seleksi Lokasi Penetapan Eksploitasi Sumber Air
Berdasarkan hasil identifikasi ini selanjutnya, bersama-sama dengan direksi
pekerjaan, dipilih lokasi yang akan dirancang detail desain air baku sebagai proyek
desain rencana teknis untuk memenuhi kebutuhan air baku di suatu daerah yang
ditentukan.

b. Survei dan Pengukuran Lapangan


Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang diperlukan dalam analisa
detail desain jaringan air baku yang hendak dirancang. Hal ini meliputi survey
lapangan untuk menentukan detail desain penyadapan sumber air, pengumpulan
sumber air, pengaliran dan distribusi air. Survei ini didukung oleh tenaga ahli
hidrologi, geodesi, mesin untuk melihat kemungkinan dibutuhkannya sistem
pemompaan. Kegiatan ini dilengkapi dengan suatu Pra-Rencana Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Kontrak (pra-RK3K).

c. Kegiatan Analisa Detail Desain Air Baku


Kegiatan ini meliputi analisa hidrologi, analisa hidrolika, analisa stabilitas dan struktur
bangunan, penggambaran dan analisa perkiraan biaya konstruksi. Dalam kegiatan ini
didukung oleh tenaga ahli terkait antara lain ahli hidrologi, teknik sipil hidrolika dan
pengairan, ahli mesin untuk sistem pemompaan, dan bangunan air/cost estimate.

3.4 Metoda Pelaksanaan


Metodologi umum dalam kegiatan studi identifikasi dan desain air baku di Pulau Timor dan
Alor, dilaksanakan dalam 2 (dua) kelompok metodologi yang digunakan setelah didapatkan
data yang diperlukan, dikategorikan sebagai kajian dan analisa sistem identifikasi dan
eksploitasi sumber air dengan kajian dan analisa sistem konservasi air.
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Sistem Identifikasi dan Eksploitasi Sumber Air


Kajian dan analisa sistem ini meliputi kajian dan analisis untuk menemukan peta daerah
kekurangan air dari analisis neraca air yang dilakukan terhdap analisis peta sumber air
eksisting dan kebutuhan air dari pemetaan konsumen air. Bila dari hasil pemetaan
daerah kekurangan air ditemukan bahwa tercukupi, maka dapat dilanjutkan kajian sistem
operasi dan pemeliharaan. Bila tidak tercukupi maka dilanjutkan dengan kajian dan
analisis potensi pengembangan sumber air untuk menemukan letak sumber air yang
dapat dieksploitasi guna memenuhi kebutuhan air baku. Selanjutnya dilakukan analisis
desain teknis instalasi perpipaan dan simulasi jaringan pipa dengan menggunakan model
WaterCad, untuk dapat merencanakan sistem operasi dan pemeliharaan.

2. Sistem Konservasi Air


Kajian dan analisis sistem konservasi air dilakukan terhadap hasil kajian GIS pemetaan
daerah cekungan dengan menggunakan model hidrologi spasial yang dapat membantu
untuk menemukan debit banjir maupun debit andalan. Dari analisis ini dapat ditemukan
pemetaan daerah penampungan air sebagai upaya konservasi air dalam sistem kolam
lahan, embung, jebakan air ataupun waduk.

Penyusunan Studi Identifikasi dan Desain Air Baku di Pulau Timor dan Alor
dimana jaringannya akan berada pada suatu kawasan sepanjang sungai untuk menyuplai
bagi kebutuhan di pedesaan, mengingat kebutuhan air yang direncanakan harus bisa
melayani berbagai kepentingan yang berbeda. Sebagai contoh dalam Studi Identifikasi
dan Desain Air Baku di Pulau Timor dan Alor dan sekitarnya terdapat sejumlah
aktifitas yang memerlukan air baku seperti misalnya penggunaan air untuk keperluan
kebutuhan air minum/rumah tangga, pariwisata, Pertanian dan lain-lain.
Beberapa kendala yang yang dapat membatasinya pemanfatan potensi air untuk kebutuhan
air baku antara lain adalah berupa kondisi topografi, geologi, hidrologi, batasan wilayah
administrasi, potensi sumber daya air dan prasarana dan sarana air bersih.
Salah satu masukan utama yang diperlukan dalam melakukan suatu Desain Rinci
Penyediaan Air Baku pada suatu kawasan, adalah informasi mengenai ketersedian sumber
air baku baik ditinjau dari aspek kualitas, kuantitas maupun kontinuitas dan kondisi
pemanfaatan dan prasarana air bersih yang ada. Secara umum ketersediaan air (water
availability) pada suatu kawasan akan dikontrol oleh :
Kondisi Fisik, Iklim, curah hujan, Geologi, topografi/morfologi
Kondisi Sosial Ekonomi (Budidaya Manusia) Tataguna lahan, pola pemanfaatan sumber
air/pola konsumsi air
Oleh karena itu pada tahap awal pekerjaan ini, Konsultan akan melakukan pengumpulan
data dan survey lapangan kondisi fisik dan sosial ekonomi, dengan cakupan seperti
disebutkan diatas. Data lapangan dan data sekunder dianalisa untuk mendapatkan keluaran
berupa; alternatif-alternatif pemanfaatan sumber air yang dapat digunakan sebagai sumber
air baku, ketersediaan sumber air baku beserta kualitas dari air tersebut bagi sistem
penyediaan air bersih yang akan direncanakan.
LAPORAN PENDAHULUAN

Selanjutnya Konsultan akan melakukan studi optimasi alternatif sumber baku yang akan
digunakan berdasarkan hasil analisa data kebutuhan air untuk berbagai periode.
Desain awal sarana dan prasarana sistem penyediaan air bersih disusun berdasarkan :
masukan hasil kajian aspek kualitas dan kuatitas sumber air yang akan digunakan, tingkat
kebutuhan air, hasil observasi dan identifikasi peta lokasi.
Selanjutnya Kelayakan dikaji berdasarkan masukan : Biaya Pelaksanaan Kontruksi, Analisa
IRR, CBR, Sensitivitas serta hasil studi tarif air.
Kerangka berfikir yang digunakan sebagai pendekatan dalam melakukan studi ini
diperlihatikan pada Gambar 3.1. terkait metoda pelaksanaan, sedangkan penjabaran rinci
disajikan pada Gambar 3.2 tentang bagan alir pelaksanaan pekerjaan.

3.4.1 Jenis Kegiatan dan Tahapan Studi


Sesuai dengan yang dijelaskan dalam TOR, studi ini terbagi kedalam delapan jenis kegiatan
sebagai berikut :
1. Pekerjaan Persiapan
2. Pengumpulan dan Analisis serta Evaluasi Data Sekunder dan Orientasi Lapangan
3. Survey Lapangan (Topografi dan Hidrologi/Hidrometri)
4. Analisa Data Hidrologi dan Hidrometri
5. Analisis dan Rencana Lay-Out Trase Pipa dan Daerah layanan /System Planning
6. Perencanaan Rinci (Teknis Detail dan penggambaran)
7. Pelaporan

Secara garis besar ke-7 jenis kegiatan tersebut terdistribusi kedalam 7 tahapan kegiatan,
yaitu :
Pekerjaan Persiapan
Pekerjaan Inventarisasi Data dan Evaluasinya
Pekerjaan Pengukuran
Pekerjaan Perencanaan dan Detail Desain
Rencana Anggaran Biaya
Penyusunan Laporan
LAPORAN PENDAHULUAN

Gambar 3.1 - Metoda Pelaksanaan

Gambar 3.2 - Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan


LAPORAN PENDAHULUAN

3.4.2 Tahap Persiapan


Sasaran utama kegiatan konsultan pada tahapan ini adalah untuk menentukan program
rencana kerja dan penugasan personil yang akan terlibat pada pekerjaan ini. Rincian
tahapan kerja yang tercakup dalam pekerjaan ini dapat dilihat pada uraian berikut ini.

A. Pengurusan Administrasi
Meliputi pengurusan surat-menyurat dan dokumen sehubungan dengan pelaksanaan
pekerjaan. Jenis surat yang diperlukan pada tahap ini berupa surat tugas konsultan dan
surat pengantar dari pihak Direksi maupun Konsultan, yang ditujukan untuk instansi terkait
dan berwenang di wilayah studi. Pelaksanaan pengurusan administrasi dimaksudkan untuk
memudahkan kelancaran pekerjaan, terutama berkaitan dengan pengumpulan data dan
pekerjaan di lapangan.

B. Koordinasi Dengan Instansi Terkait


Sebelum memulai kegiatan pekerjaan di lapangan, Konsultan melakukan koordinasi dengan
instansi pemberi tugas untuk menyamakan persepsi tentang maksud, tujuan dan sasaran
pakerjaan serta sebagai perkenalan dengan staf instansi/Pemda yang ditunjuk oleh instansi
pemberi tugas untuk turut terlibat dalam pekerjaan ini.

C. Studi Pustaka
Studi Pustaka, berupa studi kepustakaan terhadap semua kegiatan dan investigasi di bidang
sumber daya air yang terdahulu. Studi kepustakaan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi
karakteristik daerah, permasalahan yang dihadapi serta potensi pengembangan dan
perlindungan sumber daya airnya. Hasil studi ini dijadikan panduan untuk menentukan
sasaran program kunjungan lapangan pendahuluan serta sebagai masukan dalam
penyusunan rencana kerja secara menyeluruh dan terpadu.

D. Penyusunan Rencana Kerja


Berdasarkan hasil kajian sebelumnya, ditetapkan rencana kerja lebih rinci, sesuai dengan
lingkup pekerjaan yang diminta. Rencana kerja tersebut meliputi tahapan pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan tujuan dan lingkup pekerjaan, durasi waktu pelaksanaan, dan
kondisi lapangan.

E. Penyusunan Rencana Kerja


Berdasarkan hasil kajian sebelumnya, ditetapkan rencana kerja lebih rinci, sesuai dengan
lingkup pekerjaan yang diminta. Rencana kerja tersebut meliputi tahapan pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan tujuan dan lingkup pekerjaan, durasi waktu pelaksanaan, dan
kondisi lapangan.

F. Penyusunan Laporan Pendahuluan dan Diskusi


LAPORAN PENDAHULUAN

Laporan Pendahuluan merupakan bentuk laporan tahap awal, yang akan menjelaskan
kesiapan pihak konsultan dalam pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan, yang
dituangkan dalam bentuk metodologi dan rencana kerja. Disamping itu, pada laporan ini juga
sudah disajikan hasil penelaahan data sekunder tahap awal, yang dituangkan dalam bentuk
konsep penilaian sesuai dengan spesifikasinya. Setelah Laporan Pendahuluan selesai
disusun, dilakukan Diskusi Laporan Pendahuluan dengan mengundang instansi yang terkait
untuk memperoleh masukan untuk lebih melengkapi Laporan dan Rencana Kerja yang
disusun.

3.4.3 Tahapan Pengumpulan Data Sekunder dan Orientasi Lapangan

A. Pengumpulan Data Sekunder


Salah satu tahapan penting dalam Studi Identifikasi dan Desain Air Baku di Pulau
Timor dan Alor adalah studi neraca air dan analisa sumber air baku.
Kegiatan pengumpulan data sekunder akan dilakukan dengan mengumpulkan laporan
perencanaan, hasil studi, kebijakan, yang terkait dengan permasalah air baku di sekitar
lokasi pekerjaan serta peta yang tersedia dari berbagai instansi Pemerintah atau swasta
terkait. Pengumpulan data terdiri atas data-data yang bersifat data dasar diantaranya peta
topografi yang akan dipakai sebagai dasar perhitungan besaran-besaran yang menyangkut
luasan, arah dan posisi.
Data sekunder lainnya didapatkan dengan melakukan koordinasi terhadap instansi terkait,
seperti Bappeda, BPN, Dinas Kehutanan, BMG, Departemen Pertanian, Kabupaten Rote-
Ndao , Dinas Perikanan, Dinas Pengairan dan Instansi Terkait lainnya. Data-data yang
dikumpulkan antara lain adalah :
a) Peta Topografi skala 1: 50.000
b) Peta Geologi
c) Peta Geohidrologi
d) Peta kesesuaian lahan skala 1 : 50.000
e) Peta Tata Guna Lahan
f) Data Kualitas Air
g) Data Hidrologi dan Klimatologi
h) Data Agronomi
i) Data Lingkungan
j) Data Potensi Air Tanah
k) Data Potensi Air Permukaan
Disamping data-data tersebut di atas juga dikumpulkan data :
a. Data Sistem Penyedian Air Bersih Eksisting.
Meliputi fasilitas jaringan penyediaan air bersih eksisting, cakupan pelayanan, produksi
air, harga air serta kendala yang dijumpai dalam pengoperasian dan pemeliharaannya.
b. Data Sosial Ekonomi & Kependudukan.
Meliputi data jumlah dan distribusi penduduk disetiap kecamatan, fasilitas infrastrukstur,
perekonomian penduduk, pola penggunaan lahan, sarana & prasarana penyediaan air
LAPORAN PENDAHULUAN

baku dan lain-lain. Data didasarkan kepada data statistik kecamatan yang diperoleh dari
Kantor Kecamatan dan Biro Pusat Statistik. Data ini berguna untuk proyeksi kebutuhan
air pada setiap kelurahan/Pekon, kecamatan yang ada saat ini serta proyeksinya di masa
mendatang.
c. Data & Peta Tata Guna Tanah, RTRW & RUTR.
Informasi pola penggunaan lahan eksisting selain didasarkan kepada data penggunaan
tanah dari kantor kecamatan juga dikonfirmasikan dengan peta tata guna tanah yang
diperoleh dari Badan Pertanahan Nasional. Sedangkan rencana pemanfaatan lahan
dimasa mendatang didasarkan kepada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Bappeda
Propinsi NTT serta Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Bappeda Kabupaten Rote-Ndao
Data ini berguna untuk memproyeksikan kebutuhan air dan arah daerah pelayanan.
d. Data Kegiatan Perekonomian.
Meliputi data yang erat kaitannya dengan pertanian (irigasi), perikanan, industri dan lain-
lain. Data ini juga berguna dalam memproyeksikan kebutuhan air untuk berbagai
keperluan diluar kebutuhan rumah tangga.

B. Orientasi Lapangan
Orientasi Lapangan atau Survei Pendahuluan, dilakukan untuk melakukan konfirmasi data
terdahulu dengan kenyataan kondisi lapangan yang sesungguhnya dan identifikasi
permasalahan air baku yang ada dilapangan. Orientasi lapangan meliputi aspek : kelayakan
peta dasar, kondisi fisik & sosial ekonomi serta gambaran umum potensi sumber air baku
dan sarana air bersih eksisting. Hasil kunjungan lapangan ini dijadikan masukan dalam
menyusun rencana kerja pelaksanaan survey dan metoda kerja yang akan dilaksanakan.
Sejalan dengan itu dilakukan pula identifikasi hal-hal berikut :
a. Identifikasi Prasarana dan Sarana Air Baku
Kegiatan Inventariasasi Prasarana dan Sarana Air Baku merupakan upaya peninjauan
lapangan untuk identifikasi data lapangan tentang kondisi prasarana dan sarana air yang
mencakup kondisi, kapasitas, kinerja saat ini serta permasalahannya.. Kegiatan ini
melakukan verifikasi terhadap data-data yang telah dikumpulkan terhadap kondisi yang
ada di lapangan.

b. Inventarisasi Sumber Air Baku ( Sumber air ) - Long Storage - Pipa


Kegiatan inventarisasi dan identifikasi sumber air baku di Kabupaten Rote-Ndao
dilakukan dengan cara mengunjungi lokasi-lokasi yang mungkin untuk dimanfaatkan
dalam pemenuhan akan kebutuhan akan air baku masyarakat dan pertanian. Disamping
kegiatan inventarisasi tersebut juga dilakukan pengamatan kualitas air secara visual dan
debit air dengan melakukan pengukuran debit air. Hal lain yang diamati/dicatat adalah
letak dan elevasi sumber air, pola pemanfaatan disekitar sumber air, serta serta
pengambilan contoh air pada lokasi yang mewakili atau pada lokasi yang mempunyai
potensi untuk dikembangkan.
Inventarisasi Saluran dan Bangunan
Kegiatan inventarisasi dimaksudkan untuk mendapatkan data langsung dari lapangan,
mengenai dimensi jenis, kondisi maupun elevasi bangunan maupun saluran dilapangan.
Cara yang harus dilakukan oleh konsultan adalah menerjunkan tim ke lapangan untuk
LAPORAN PENDAHULUAN

mencatat dan menggambar bangunan maupun saturan yang ada yang rencananya akan
dilalui jaringan pipa transmisi yang pertu dicatat dan digambar meliputi dimensi, elevasi
maupun kondisinya (rusak, baik) dan selanjutnya akan disusun Daftar Usulan
Pekerjaan dan skala prioritasnya kegiatan inventarisasi dan identifikasi sumber air baku
di Kabupaten Rote-Ndao.

3.4.4 Survey Lapangan


A. Survey Topografi
Kegiatan survey Topografi ini adalah pendataan secara rinci terhadap lokasi rencana sarana
dan prasarana air baku. Pengukuran dilakukan pada daerah/lokasi terpilih dari hasil
Identifikasi Lapangan yang dilakukan.
Adapun tujuan kegiatan ini dilakukan untuk menyiapkan data topografi yang rinci.
Lingkup pekerjaan ini secara garis besar terdiri dari:
a. Pemasangan Bench Mark.
b. Pengukuran tampang memanjang
c. Pengukuran tampang melintang
d. Pengukuran situasi trace saluran/Jalur Pipa
e. Pengukuran situasi untuk lokasi tapak bangunan.
f. Pencatatan, reduksi dan pemrosesan hasil pengamatan di lapangan.
g. Penggambaran.

Pelaksanaan kegiatan ini dapat diuraikan dalam rincian kegiatan sebagai berikut:

A.1. Titik Referensi


Titik referensi untuk awal pengukuran adalah titik-titik yang sudah diketahui koordinatnya dan
tingginya seperti titik Triangulasi atau titik Dopler atau titik- titik yang telah dipasang pada
studi terdahulu sebagai acuan titik awal dari pengukuran, atau titik lainnya yang disetujui
oleh Direksi.

A.2. Orientasi Lapangan


Kegiatan di lokasi dimulai dengan persiapan pengukuran, dengan lingkup kegiatan yang
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Koordinasi dengan instansi daerah terkait mengenai rencana areal pengukuran, dan
metode kerja pengukuran yang akan dilaksanakan;
b) Meninjau areal yang akan diukur.
c) Menyiapkan base camp, tenaga lokal dan sarana transportasi lapangan;
d) Bersama-sama dengan pengawas/Direksi Lapangan menentukan titik awal pengukuran,
batas pengukuran dan lokasi BM.
LAPORAN PENDAHULUAN

A.3. Kerangka Dasar Pemetaan.


Kerangka dasar merupakan jalur patok dasar pengukuran (BM) yang akan digunakan
sebagai pengikatan titik awal atau akhir pengukuran selanjutnya, seperti ray situasi, trace
saluran. Kerangka ini ditempatkan pada batas areal pengukuran agar dapat berfungsi
sebagai batas areal pengukuran.
Pelaksanaan survey direncanakan dengan membagi areal menjadi dua saja mengingat
bahwa areal pengukurannya cukup kecil.

A.4. Pengukuran Poligon


A.4.1 Sistem dan Referensi
a) Sistem pengukuran sudut dilakukan dengan cara centering tidak paksaan.
b) Titik referensi koordinat diambil dari BM yang ada berdekatan dengan lokasi
pekerjaan/atas petunjuk Direksi.
c) Setiap 25 kali berdiri alat ukur, harus dilakukan pengamatan Azimuth Matahari.
d) Orientasi arah awal dengan cara pengamatan matahari yang memakai prisma Reoulof
atau yang setara.
e) Cara perhitungan yang digunakan adalah dengan proyeksi UTM dengan referensi
Ellepsiode Bessel 1841.
f) Alat untuk mengukur sudut harus menggunakan Theodolith T2 Wild atau yang setara.
g) Alat untuk mengukur jarak akan menggunakan metban baja.

A.4.2 Ketelitian Yang Harus Dicapai


a) Salah penutup sudut poligon adalah 10 detik N, dimana N adalah jumlah sudut yang
terukur dalam rangkain poligon tersebut.
b) Kesalahan penutup jarak linier setelah dilakukan perataan harus lebih kecil 1 : 7.500.
c) Hasil perhitungan koordinat diperoleh dari analisa kwadrat terkecil.
d) Pembacaan sudut setiap titik polygon harus dilakukan sedikitnya 4 kali, sedangkan
pembacaan jarak untuk setiap sisi poligon sedikitnya 3 kali.

A.4.3 Poligon Utama


a) Alat yang dipergunakan adalah theodolite T2 Wild atau alat lainnya yang sejenis dan
ukuran jaraknya dipakai meetband baja .
b) Poligon utama diukur dengan metode kring dimana harus dipenuhi syarat geometrisnya
(pada batas toleransi yang diberikan), dan dikontrol dengan pengamatan matahari.
c) Pemberian koreksi.
Untuk mengoreksi sudut digunakan :

1) Metode Dell (perataan biasa)


2) Metode Bersyarat
Koreksi setiap sudut : f.a(N-1),
dimana :
LAPORAN PENDAHULUAN

f.a = salah penutup sudut


N = jumlah titik poligon
Untuk mengoreksi absis dan ordinat digunakan jarak sebanding dengan jarak yang
bersangkutan atau :
Koreksi = f. x / D x (Dij),
dimana :
f.x. = salah penutup absis/ordinat
D = jumlah jarak
Di = jarak yang ke i
Koreksi sudut antara dua kontrol azimuth 20 "
Koreksi setiap titik poligon maksimum 8 "
Salah penutup koordinat maksimum 1 : 2.000
Jarak tiap sisi poligon diukur dengan ketelitian 1 : 5.000

A.5. Pengukuran Sipat Datar (Waterpass)


A.5.1 Sistem dan Referensi
a) Semua titik poligon utama dan cabang akan dilakukan pengukuran sifat datar.
b) Pengukurannya dilakukan secara pulang pergi dan kontrol ukuran beda tinggi diambil
dari data double stand.
c) Pembacaan benang akan dibaca tiga benang dengan urutan pembacaan benang adalah
(bt-ba-bb) dan memenuhi 2 bt = ba+bb.
d) Jumlah jarak kemuka diusahakan sama dengan jumlah jarak kebelakang.
e) Jumlah slaag harus genap.
f) Toleransi kesalahan penutup max. 10D Km (mm), dimana : D = Jumlah jarak sifat datar
dalam Km.
g) Bentuk rangkaian pengukuran sifat datar (water pass) adalah tertutup.
h) Untuk mendapatkan data vertikal harus dilakukan pengukuran beda tinggi pergi-pulang
pada setiap seksi.
i) Jarak tiap seksi maksimum 4 Km.
j) Pembacaan rambu harus lengkap yaitu benang atas, tengah dam bawah, dan setiap
slag harus dilakukan dua kali berdiri posisi alat
k) Jarak antara instrument terhadap rambu muka dan belakang maksimum 60 m.
l) Rambu harus dilengkapi dengan nivo dengan landasan dari plat besi yang mempunyai
permukaan lengkung setengah lingkaran.
m) Titik referensi tinggi diambil dari BM yang telah diukur sebelumnya dan sebagai titik
awalnya.
n) BM tersebut adalah BM yang juga digunakan sebagai titik awal pengukuran poligon.

A.5.2 Ketelitian Yang Harus Dicapai


LAPORAN PENDAHULUAN

a) Salah penutup tinggi dari hasil pengukuran pulang-pergi harus lebih kecil dari 8,4 mm D,
dimana D adalah jarak optis dalam Km.
b) Hasil perhitungan tinggi diperoleh dari analisa kwadrat terkecil.
c) Pencatatan data yang salah harus dicoret tidak boleh didobel atau di Tip Ex, kemudian
bacaan yang benar ditulis diatasnya dengan ballpoint warna hitam.
d) Pada formulir data harus ditulis dengan lengkap : nomor halaman, jenis & nomor alat,
nama surveyor, tanggal pengukuran, lokasi dan sebagainya.
e) Penentuan BM sebagai referensi tinggi, kemudian akan ditunjukkan oleh direksi.

A.6. Pengukuran Penampang Memanjang


a) Alat yang dipergunakan untuk survey pengukuran ini adalah Theodolite T0 dan Level
b) Pengukuran tampang panjang meliputi pada pekerjaan di Saluran Induk, Saluran
Sekunder, Saluran Pembuang dan trace jalur pipa utama di areal pompanisasi.
c) Tampang memanjang saluran harus dibuat pada interval maksimal 100 m
d) Setiap 50 m disepanjang saluran dipasang patok dari kayu dengan ukuran 5x7x60 cm
atau kayu bundar dengan ganis tengah 7 cm.
e) Pengukuran tampang memanjang harus diikat dengan BM (terkoreksi) yang ada di
sepanjang saluran.
f) Leveling harus diakhiri pada bangunan terakhir sedang untuk saluran pembuang diakhiri
dititik tempat masuknya pembuang tersebut kedalam pembuang induk atau sungai.
g) Semua tanda tanda muka air pada bangunan atau saluran (biasanya berwarna coklat)
agar diidentifikasikan untuk memberikan informasi dalam menentukan muka air yang
tepat untuk pekerjaan desain hidraulik.

A.7. Pengukuran Profil Melintang


Pengukuran ini dimaksudkan untuk mendapatkan bentuk penampang memanjang dan
melintang saluran dengan sasaran tinggi dan detil lapangan.
a) Pelaksanaan pengukuran akan dilakukan oleh beberapa tim pengukuran yang dilakukan
secara simultan sesuai waktu yang tersedia.
b) Alat ukur yang akan digunakan adalah sipat datar otomatis untuk profil memanjang dan
melintang sedang To digunakan untuk mengukur profil melintang saluran apabila
keadaan medannya curam.
c) Pengambilan titik detail untuk profil memanjang setiap interval 100 m pada saluruan yang
lurus dan 50-25 m pada saluran menikung (akan dikoordinasikan dilapangan);
d) Pengukuran profil melintang dilakukan setiap 100 m jarak memanjang pada bagian yang
lurus dan diperbanyak pada bagian tikungan (akan dikoordinasikan lebih lanjut
dilapangan), kerapatan titik maksimum 2 m.
e) Jika terdapat patahan, kerusakan lain ataupun penyadapan/bobolan yang di legalkan
maka harus ditambah profil khusus untuk kepentingan volume pekerjaan.
f) Khusus untuk saluran drainase gendong sepanjang saluran harus diperlakukan sebagai
bagian dan tampang melintang saluran dan levelnya diplot bersama sama dengan
tampang saluran dalam gambar yang sama (*).
g) Penentuan trace sungai/saluran dilakukan dengan pengukuran poligon terikat sempurna
(diikat pada Poligon Utama).
LAPORAN PENDAHULUAN

h) Batas pengukuran profil melintang adalah 10 m dari tepi talud luar baik saluran pembawa
maupun saluran pembuang terkecuali yang diminta pada (*) diatas.
i) Sket dari pengukuran harus dibuat dengan rapi dan jelas untuk memudahkan
penggambaran.

A.8. Pengukuran Situasi Trase Saluran/Pipa


Pengukuran detail situasi dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan pada Standar
Perencanaan Irigasi PT-02. Pengukuran ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran
topografi daerah saluran dengan sasaran tinggi dan posisi detail lapangan.
a) Pelaksanaan pengukuran akan dilakukan oleh beberapa team pengukuran yang akan
bekerja secara simultan sesuai dengan jangka waktu pelaksanaan yang tersedia.
b) Titik detail ditentukan dengan pengukuran ray dan rincikan, dimana ujung-ujung ray
diikatkan pada kerangka dasar (BM)
c) Route pengukuran akan disesuaikan dengan rencana trase saluran yang ada sesuai
dengan pengukuran yang pernah dilakukan.
d) Alat yang akan digunakan adalah Theodolit TO dan Waterpass N12, NAK1, NAK2, atau
sejenis dan sederajat.
e) Menetapkan dan memasang BM baru dari beton apabila jarak antara BM lebih dari 2000
m. Untuk bangunan-bangunan yang telah ada, cukup dengan memasang baut pada as
bangunan dipuncak tembok pengiring atau sayap, atau patok paralon yang dicor semen.
f) Mengukur kembali ketinggian semua patok BM yang ada dan dipasang baru dan
koordinat (x,y,z). Pelaksanaan pengukuran BM sebagai berikut :
BM baru dipasang jika BM yang ada tidak memenuhi syarat per 500 Ha untuk skala 1
: 5000 dan 250 Ha untuk skala 1 : 2000.
Sistem penomoran BM mengikuti penomoran yang sudah ada.
Ukuran, bentuk dan type BM yang dipasang harus mengikuti standard irigasi.

g) Membuat daftar (register) BM lama baru yang menunjukan letak dan koordinat (x,y,z)
pada peta.
A.9. Pengukuran Situasi Untuk Lokasi Tapak Bangunan
a) Setiap bentuk perubahan bangunan harus diukur pada titik detail terkecil dan digambar
pada skala 1: 100.
b) Pengukuran ketinggian (elevasi) pada bangunan sebagai berikut :
Dasar saluran di hulu dan hilir bangunan
lantai hulu dan lantai hilir bangunan
Elevasi ambang
Puncak tanggul
Puncak dan gelagar bawah jembatan
Dasar mulut gorong-gorong
Dasar Pintu
c) Pengukuran situasi ini dilakukan pada bangunan bangunan yang dianggap penting
kanena hal tersebut diperlukan untuk dihitung volumenya yang nantinya dipergunakan
sebagai back-up data pada pekerjaan usulan nantinya
LAPORAN PENDAHULUAN

d) Pengukuran lapangan (site survey) secara lengkap akan dilakukan pada lokasi baru
yang diusulkan
e) Ketentuan-ketentuan untuk pengukuran sebagai berikut :
Potongan melintang tegak lurus as/trase saluran
Pengukuran jarak saluran pada belokan yang tajam akan dilakukan menggunakan
pita ukur lewat as saluran , bukan jarak optis/bidik
f) Batasan pengukuran situasi ditentukan 100 x 100 m untuk bangunan besar di Saluran
Induk dan 50x50 untuk bangunan kecil di Saluran Sekunder yang diukur dari as
bangunan/saluran.

A.10. Pengukuran dan Pengamatan Azimut Matahari


Sebagai kontrol hitungan akan dilakukan pengamatan matahari dengan jarak setiap 5 km
atau pada titik tertentu yang dianggap perlu. Pengamatan akan menggunakan alat
Theodolite T2 dilengkapi dengan prisma roeloef dimana untuk perhitungan dipakai tabel
deklinasi matahari untuk tahun yang bersangkutan, untuk menggelimir kesalahan akibat
kekasaran dalam penentuan lintang tempat, maka pengukuran pengamatan matahari
dilakukan pada pagi dan sore hari.

A.11. Pemasangan Bench Mark (BM)


Secara umum kegiatan ini meliputi pekerjaan :
a) Pemasangan patok beton tambahan apabila BM (Bench Mark) yang ada pada setiap
bangunan rusak/hilang (setiap bangunan yang ada mempunyai BM).
b) Mengukur kembali semua ketinggian patok BM yang ada dan mengikatkan pada BM
yang baru (x,y,z). Pelaksanaan pengukuran harus mengikuti Standar Perencanaan
Irigasi PT-02 (lihat bagian Pengukuran Trace Saluran)
c) Membuat daftar(register) BM lama dan baru serta membuat peta lokasi posisi
ketinggiannya (x,y,z) serta sket peta lokasinya.
d) Lokasi dan elevasi BM sebagai titik referensi, harus dicantumkan dalam daftar BM.
e) Setiap perbedaan dalam elevasi dan koordinat BM lama dan baru harus dijelaskan
dalam Bab laporan mengenai survey dalam laporan akhir.
Pemasangan Bench Mark (BM) besar/kecil dan patok kayu, mengikuti ketetapan sebagai
berikut :
a) Ukuran BM besar adalah 20 x 20 x 100 cm dan ditimbun tanah, dengan tinggi patok
yang muncul di atas permukaan adalah 20 cm
b) Ukuran BM kecil tanda azimuth, adalah 10 x 10 x 100 cm
c) BM besar dipasang pada setiap jarak 1000 meter sepanjang jalur poligon utama dan
cabang, atau setiap luas areal 500 ha serta di setiap titik simpul
d) BM kecil dipasang diantara 2 buah BM besar dan juga pada setiap bangunan
e) BM dipasang sebelum pelaksanaan pengukuran detail, dan ditempatkan pada lokasi
yang aman, tanah dasar yang kokoh dan stabil, serta mudah dicari
f) Setiap Bench Mark (BM) dan patok diberi nomor yang teratur, dibuat deskripsinya, yang
dilengkapi dengan foto berwarna serta sketsa lokasi.
LAPORAN PENDAHULUAN

g) Patok CP dibuat dari kayu dengan ukuran 5 x 7 x 60 cm, dan ditanam 30 cm kedalam
tanah.
Pembuatan BM beton harus mengikuti spesifikasi yang dituangkan dalam Standar
Perencanaan Irigasi PT-02 (lihat bagian Pengukuran Trace Saluran). Pemberian tanda
pengenal pada BM harus mendapat persetujuan tertulis dan Direksi Pekerjaan. Konsultan
harus bertanggung jawab terhadap pemasangan BM baru.
Pen kuningan
6 cm

Pelat marmer 12 x 12 Pipa pralon PVC 6 cm

Nomor titik

Tulangan tiang 10
Dicor beton
Sengkang 5-15

Dicor beton

Beton 1:2:3

20

Pasir dipadatkan

40

Benchmark Control Point

Gambar 3.3 - Konstruksi BM dan CP

A.12. Pencatatan, Reduksi dan Pemrosesan Hasil Pengamatan di Lapangan


Keseluruhan pelaksanaan tata cara pengukuran mengacu pada Standar Perencanaan Irigasi
PT-02 . Pencatatan, reduksi dan proses hasil (Gambar) harus memperhatikan berbagai hal
sebagai berikut :
a) Perhitungan harus disertai sketsa arah pengukuran agar memudahkan pemeriksaan.
b) Station pengamat matahari harus tercantum pada sketsa.
c) Hitungan poligon dan waterpass kerangka utama harus dilakukan dengan perataan
Bowditch, Metode Dell atau perataan kwadrat kecil.
d) Pada gambar sketsa kerangka utama harus dicantumkan hasil hitungan.
Salah penutup sudut poligon.
Salah linier poligon beserta harga toleransinya.
Salah penutup waterpass beserta harga toleransinya.
Perhitungan dilakukan dalam sistem proyeksi yang sudah ada sesuai dengan data
referensi / awal pengukuran.
e) Perhitungan dilakukan dengan sistem proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM)
atau sistem proyeksi yang sudah ada, sesuai dengan data referensi/awal pengukuran.
f) Ketelitian peta / gambar.
Semua tanda silang untuk grid koordinat tidak boleh mempunyai kesalahan lebih dari
0,3 mm diukur dari titik kontrol horizontal terdekat.
Titik kontrol vertikal, posisi horizontalnya tidak boleh mempunyai kesalahan lebih dari
0,6 mm diukur dari garis atau titik kontrol horizontal terdekat.
LAPORAN PENDAHULUAN

90 % (sembilan puluh persen) dari bangunan penting seperti bendung, dam,


jembatan, saluran, dan sungai tidak mempunyai kesalahan lebih dari 0,6 mm diukur
dari garis grid atau titik kontrol horizontal terdekat. Sisanya 5 % tidak boleh
mempunyai kesalahan lebih dari 1,2 mm.
Pada sambungan lebar peta satu dengan yang lain, garis kontur, bangunan, saluran
sungai harus tepat tersambung.

A.13. Analisa Data Topografi dan Pemetaan


A.13.1 Perhitungan dan Analisis Data
1. Hitungan Kerangka Horizontal
Dalam rangka penyelenggaraan Kerangka Dasar Peta, dalam hal ini Kerangka Dasar
Horizontal/posisi horizontal (X,Y) digunakan metoda poligon. Dalam pengukuran
poligon ada dua unsur penting yang perlu diperhatikan yaitu Jarak dan Sudut Jurusan
yang akan diuraikan berikut .

a) Perhitungan Koordinat Titik Poligon

Prinsip dasar hitungan koordinat titik-titik poligon dapat dilihat pada uraian di bawah.
Koordinat titik B dihitung dari Koordinat A yang telah diketahui:
Hitungan Koordinat
XP X A dAP SinAP

YP YA dAP CosAP
LAPORAN PENDAHULUAN

Dalam Hal ini:


XA, YA = Koordinat titik yang akan ditentukan
dAP SinAP = Selisih absis (D XAP) definitif (telah diberi koreksi)
dAP CosAP = Selisih ordinat (D YAP) definitif (telah diberi koreksi)
dAP = Jarak datar AP definitif
aAP = Azimuth AP definitif

Untuk menghitung azimuth poligon dari titik yang diketahui digunakan rumus
sebagai berikut:

12 1A 1

AP A 1 1 180
23 21 1 12 2 180

AP A 1 2 2 180
34 32 3 23 3 180

AP A 1 2 3 3 180

4B 43 4 34 4 180

43 A 1 2 3 4 4 180

Secara garis besar bentuk geometri poligon dibagi menjadi Poligon Tertutup (loop)
dan Poligon Terbuka, apabila dalam hitungan syarat geometri tidak terpenuhi maka
akan timbul kesalahan penutup sudut yang harus dikoreksikan ke masing-masing
sudut yang akan diuraikan sebagai berikut.
Koordinat titik kerangka dasar dihitung dengan perataan metoda Bowdith. Rumus-
rumus yang merupakan syarat geometrik poligon adalah meliputi:

(a) Sarat Geometriks Sudut



dimana:
= Sudut Jurusan
= Sudut Ukuran
n = Bilangan Kelipatan
f = Salah penutup sudut

(b) Syarat Geometriks Absis


LAPORAN PENDAHULUAN

m
X Akhir X Awal X i 0
i 1

dimana:
i = Jarak vektor antara dua titik yang berurutan
di = Jumlah jarak
X = Absis
X = Elemen vektor pada sumbu absis
m = Banyak titik ukur

(c) Koreksi Ordinat


di
KY fY
di

dimana:
d1 = Jarak vektor antara dua titik yang berurutan
di = Jumlah jarak
Y = Ordinat
Y = Elemen vektor pada sumbu ordinat
m = Banyak titik ukur
Untuk mengetahui ketelitian jarak linier-(SL) ditentukan berdasarkan besarnya
kesalahan linier jarak (KL)

SL fX 2
fY 2
KL
fX 2
fY 2 1 : 5.000
D

b) Pengamatan Azimuth Astronomis

Untuk menghitung azimuth matahari didasarkan pada rumus-rumus sebagai berikut


Sin Sin .Sinm
Cos M
Cos.Cos.m
dimana:
M = azimuth matahari
= deklinasi matahari dari almanak matahari
m = sudut miring ke matahari
= lintang pengamat (hasil interpolasi peta topografi)
LAPORAN PENDAHULUAN

Dalam perhitungan azimuth matahari harga sudut miring (m) atau sudut Zenith (Z)
yang dimasukkan adalah harga definitif sebagai berikut:
dimana:

Z d Z u r 1 d p i atau
2

m d mu r 1 d p i
2
Zd = sudut zenith definitif
md = sudut miring definitif
Zu = sudut zenith hasil ukuran
mu = sudut zenith hasil ukuran
r = koreksi refraksi
1/2d = koreksi semidiameter
p = koreksi paralax
I = salah indeks alat ukur

2. Hitungan Kerangka Vertikal


Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan
pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi (BM).

a) Syarat Geometris
H Akhir H Awal H FH


T 8 D mm

b) Hitungan Beda Tinggi


H 12 Btb Btm

c) Hitungan Tinggi Titik


H 2 H 1 H 12 KH
dimana:
H = Tinggi titik
H = Beda tinggi
Btb = Benang tengah belakang
Btm = Benang tengah muka
FH = Salah penutup beda tinggi
LAPORAN PENDAHULUAN

KH = Koreksi beda tinggi


d
FH
d
T = Toleransi kesalahan penutup sudut
D = Jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal (kilo meter)

3. Perhitungan Situasi Detail


Pengukuran situasi detail dilakukan dengan cara Tachymetri dengan menggunakan alat
ukur theodolite kompas (TO). Dengan cara ini diperoleh data-data sebagai berikut:
Azimuth magnetis
Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah)
Sudut zenith atau sudut miring
Tinggi alat ukur

Berdasarkan besaran-besaran tersebut diatas selanjutnya melalui proses hitungan,


diperoleh Jarak datar dan beda tinggi antara dua titik yang telah diketahui koordinatnya
(X, Y, Z).
Untuk menentukan tinggi titik B dari tinggi A yang telah diketahui koordinat (X, Y, Z),
digunakan rumus sebagai berikut:
Untuk menghitung jarak datar (Dd)
TB T A H

1
H 100 Ba Bb Sin 2m TA Bt
2
Dd = DOCos2m
Dd = 100(Ba-Bb)Cos 2 m
Dimana:
TA = Titik tinggi A yang telah diketahui
TB = Titik tinggi B yang akan ditentukan
H = Beda tinggi antara titik A dan B
Ba = Bacaan benang diafragma atas
Bb = Bacaan benang diafragma bawah
Bt = Bacaan benang diafragma tengah
TA = Tinggi alat
Dd = Jarak optis [100(Ba-Bb)]
m = sudut miring
Mengingat akan banyaknya titik-titik detail yang diukur, serta terbatasnya kemampuan
jarak yang dapat diukur dengan alat tersebut, maka akan diperlukan titik-titik bantu yang
membentuk jaringan poligon kompas terikat sempurna. Sebagai konsekuensinya pada
jalur poligon kompas akan terjadi perbedaan arah orientasi utara magnetis dengan arah
orientasi utara peta sehingga sebelum dilakukan hitungan, data azimuth magnetis diberi
LAPORAN PENDAHULUAN

koreksi Boussole supaya menjadi azimuth geografis. Hubungan matematik koreksi


boussole (C) adalah:
C=ag-am
dimana:
G = Azimuth geografis
M = Azimuth Magnetis
Pada pelaksanaannya kerapatan titik detail akan sangat tergantung pada skala peta
yang akan dibuat, selain itu keadaan tanah yang mempunyai perbedaan tinggi yang
ekstrim dilakukan pengukuran lebih rapat.

A.13.2 Penggambaran
a) Pengambaran diatas kertas kalkir ukuran A-1 (594 x 841 mm)
b) Penggambanar tampang memanjang dan situasi trace saluran digambar dalam satu
lembar kalkir dengan ketentuan:
(a) Situasi trace saluran skala 1: 2.000.
(b) Potongan memanjang:
Horisontal : Skala 1 : 2.000
Vertikal : Skala 1: 100 (untuk daerah datar)
Skala 1: 200 (untuk daerah curam atau bervariasi)
c) Draft penggambaran harus dilakukan diatas kertas milimeter yang diperiksa dan
disetujui oleh Direksi Pekerjaan dan dinyatakan secara tertulis.
d) Semua penggambaran harus mengacu pada Standar Perencanaan Irigasi KP-07.

A.13.3 Bentuk Hasil Penggambaran


a) Gambar draft dilakukan di atas kertas milimeter yang telah disetujui oleh pihak Direksi,
dengan garis silang untuk grid dibuat setiap 10 cm
b) Semua Bench Mark (BM) dan titik referensi harus digambar pada peta, dan dilengkapi
dengan data elevasi dan koordinat
c) Pemberian angka kontur harus jelas terlihat, dengan interval 2,5 meter digambar lebih
tebal
d) Legenda pada gambar harus sesuai dengan apa yang ada di lapangan, dan penarikan
kontur/jalur data sungai, bukit harus ada data elevasinya. Titik pengikat/referensi peta
harus tercantum pada peta, dan ditulis dibawah legenda.
e) Garis sambungan (overlap) pada peta sebesar 5 cm
f) Gambar peta topografi skala 1:2000 digambar di atas kertas kalkir , dengan ukuran A1
g) Lembar peta harus diberi nomor urut yang jelas dan teratur, serta format gambar peta
harus sesuai dengan ketentuan dari Direksi Pekerjaan
h) Sehubungan dengan ketelitian peta, ditetapkan batasan sebagai berikut :
Semua tanda silang untuk grid koordinat tidak boleh mempunyai kesalahan lebih dari
0,3 mm, diukur dari titik kontrol horisontal terdekat
Titik kontrol vertikal, posisi horisontalnya tidak boleh mempunyai kesalahan lebih dari
0,60 mm, diukur dari garis atau titik kontrol horisontal terdekat
LAPORAN PENDAHULUAN

95% dari bangunan penting, seperti bendung, dam, jembatan, saluran, dan sungai,
tidak mempunyai kesalahan lebih dari 0,60 mm, diukur dari grid atau titik kontrol
horisontal terdekat. Sisanya 5%, tidak boleh mempunyai kesalahan lebih dari 1,20
mm
Pada sambungan gambar, lebar peta satu dengan yang lain, garis kontur, bangunan,
saluran, dan sungai, harus tepat tersambung.

A.13.4 Produk Kegiatan


Laporan disajikan dalam bentuk naskah ataupun gambar peta dan laporan ini harus
disampaikan secara terpisah (volume penunjang) dengan laporan akhir.
a) Buku sketsa lapangan untuk bangunan dan saluran usulan (untuk rehabilitasi)
b) Gambar inventarisasi kondisi saluran dan bangunan usulan (untuk rehabilitasi) + foto
lapangan (beserta negatifnya).
c) Buku pengukuran tampang memanjang,tampang melintang poligon dan situasi trace
serta situasi bangunan
d) Buku diskripsi BM
e) Pengambaran hasil pengukuran:
Tampang memanjang saluran dengan denah situasi trace saluran
Tampang melintang.

B. Survey Sosio Ekonomi


Kegiatan survei sosio ekonomi meliputi pelaksanaan pengumpulan data sekunder sosio agro
ekonomi, untuk memberi gambaran kondisi sosial agro ekonomi yang ada dalam wilayah
studi.
Metode pengumpulan data sekunder dilakukan dengan beberapa pola pendekatan yang
terdiri atas :
a) Pengumpulan langsung dari instansi terkait, dalam hal ini BAPPEDA Tingkat I
Kabupaten Rote-Ndao , Biro Pusat Statistik (BPS) DATI , BPS Kabupaten Rote-Ndao
dan Kantor pemerintah daerah tingkat kecamatan, Pekon/desa , serta instansi terkait
lainnya.
b) Penyebaran kuisioner yang memuat daftar pertanyaan untuk disebarkan pada
masyarakat dalam wilayah studi. Daftar pertanyaan yang dibuat harus memuat semua
aspek yang diperlukan, untuk menujang perencanaan. Pola penyebaran kuisioner harus
diatur sedemikian rupa, sehingga semua kondisi sosio agro ekonomi wilayah studi dapat
terwakili dengan baik.
c) Pekerjaan Lapangan
(a) Mengadakan survey inventarisasi perkembangan sosial penduduk.
Pengumpulan data sekunder untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh
tentang aspek-aspek demografi seperti jumlah serta perkembangan penduduk
(jumlah jiwa/KK, kelahiran, kematian dan lain-lain).
Perkembangan masyarakat di dalam keterampilan petani, kesejahteraan petani,
dan organisasi-organisasi kemasyarakatan yang ada beserta sarana yang
tersedia.
LAPORAN PENDAHULUAN

Status tanah yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan pemukiman secara
umum serta keadaan fasilitas umum yang tersedia.
(b) Mengadakan survey inventarisasi keadaan agronomi
Masalah banjir, kekeringan dan pengaruhnya terhadap produksi pertanian.
Inventarisasi jenis-jenis tanaman yang diusahakan dan produksinya,
perkembangan usaha tani, cara bercocok tanam, pola tanam yang ada, cara
pengelolaan air serta kemungkinan penggunaan peralatan pertanian.
Memberikan saran-saran tentang kemungkinan penyempurnaan budi daya
pertanian yang ada untuk dapat meningkatkan produksi pertanian sekaligus
pendapatan petani.
Penggambaran tata guna tanah sekarang dan informasi pemanfaatannya
(c) Mengadakan survey dan inventarisasi keadaan ekonomi masyarakat
Penelitian mengenai luas dan pola usaha tani serta perkembangannya
Tingkat pendapatan petani dan pengeluarannya
Penelitian tentang hambatan-hambatan yang dihadapi para petani dalam rangka
peningkatan dan perluasan usaha tani.
Masalah tranportasi dan pemasaran hasil.

3.4.5 Analisa Data


A. Analisis Hidrologi dan Hidrometri
Perkiraan kuantitatif dari suatu sumber daya air didasarkan pada data hidrologi dan
meteorologi yang merupakan inti dari nilai semua studi, rancang bangun dan konstruksi dari
pengembangan suatu satuan wilayah sungai. Oleh karena itu kecukupan dan kehandalan
data tersebut sangat penting.
Data iklim yang dikumpulkan meliputi data hujan dan klimatologi. Mengingat lokasi usulan
yang relatif cukup dekat dipandang dari kriteria areal yang dianggap memiliki karakteristik
hujan yang sama dengan yang tercatat pada suatu stasiun hujan tertentu, maka setelah
menghitung jarak dari tiap-tiap lokasi terhadap stasiun hujan yang ada dengan memakai
Metode Thiesen.
Data Hujan : Data curah hujan yang dikumpulkan adalah curah hujan bulanan, curah
hujan tersebar dalam 1 (satu) hari tiap tahun dan lamanya (jam) hujan. Data curah hujan
bulanan digunakan untuk memperkirakan debit rata-rata bulanan, sedangkan curah
hujan tersebar dalam 1 (satu) hari tiap tahun digunakan untuk memperkirakan
kemungkinan terjadinya banjir. Data curah hujan bulanan dikumpulkan dari buku data
yang disebut "Pemeriksaan Hujan" yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi dan
Geofisika (BMG) dan dari berbagai laporan. Mengingat sering terdapatnya data-data
yang hilang, perlu dilakukan pengisian data hujan dari pos hujan disekitarnya dengan
memakai metode rasional. Setelah dilakukan pengisian data hujan yang hilang
Data Klimatologi : Data iklim dari kajian meteorologi dikumpulkan juga, disamping data
curah hujan dari publikasi meteorologi yaitu "Data Klimatologi" di Indonesia. Data iklim ini
selanjutnya akan digunakan untuk menghitung Evaporasi Potensial yang diperlukan
dalam simulasi hujan limpasan. Stasiun iklim yang berada di daerah studi dikumpulkan
dari data yang dipublikasi oleh BMG.
LAPORAN PENDAHULUAN

A.1. Analisa Evapotranspirasi


Penguapan yang terjadi dalam suatu wilayah, tidak hanya terjadi pada permukaan tanah
saja tetapi juga pada tumbuh-tumbuhan. Penguapan pada tumbuh-tumbuhan ini dapat
berupa penguapan langsung, yaitu penguapan air yang jatuh ke permukaan daun, atau
penguapan melalui jaringan, yaitu air yang diserap oleh akar dan dibawa ke seluruh jaringan
tanaman termasuk daun-daunan. Sebagian dari air yang sampai ke permukaan daun ini juga
diuapkan kembali.
Dalam studi ini, besarnya penguapan dihitung sebagai besarnya evapotranspirasi, yang
merupakan jumlah penguapan melalui permukaan tanah, tanaman maupun melalui jaringan
tanaman. Besarnya evapotranspirasi yang ada di daerah studi dapat dilihat di lampiran data
evapotranspirasi. Perhitungan evapotranspirasi dilakukan dengan menggunakan program
CROPWAT dari FAO.

A.2. Analisa Curah Hujan Rencana


Berdasarkan data hidrologi yang berhasil dikumpulkan, dilakukan analisis data hujan untuk
mendapatkan data curah hujan rencana. Data hujan yang berhasil dikumpulkan adalah data
hujan harian maksimum pada stasiun wilayah DPS yang distudi. Jika di DPS tersebut
terdapat lebih dari satu stasiun hujan (minimal tiga stasiun), maka kemudian hasil yang
didapat dari metode tersebut digunakan Metode Thiesen.
Cara perhitungan adalah sebagai berikut :
An .Rn
RDPS
An

dimana :
RDPS : Curah Hujan Daerah Pengaliran Sungai
An : Luas Daerah Pengaruh Stasiun i
Rn : Curah Hujan Maksimum Stasiun i
Perhitungan curah hujan maksimum dilakukan dengan menggunakan Metode Gumbell ,
Metoda Log Pearson III dan Metoda Log Normal 2 Parameter .
A.2.1 Metoda Gumbel
Persamaan yang digunakan adalah :

X T X K T .S X

SX

X xi 2

n 1

6
0.5772 ln ln
T
KT
T 1
dimana :
LAPORAN PENDAHULUAN

XT : curah hujan maksimum dalam periode ulang T

X : curah hujan rata-rata


KT : Koefisien dispersi
Sx : Standar Deviasi
T : Periode Ulang
Dengan memasukkan nilai-nilai tersebut, maka didapat harga curah hujan maksimum untuk
beberapa periode ulang yang diperlukan.

A.2.2 Metoda Log Pearson III


Curah hujan rencana dihitung menurut ketentuan Standard Perencanaan Irigasi, dengan
menggunakan Distribusi Log Pearson III, yang formulanya adalah sebagai berikut :

LogX TR LogX k * log X

Sedangkan untuk mencari besarnya masing-masing koefisien diatas adalah sebagai berikut :
LogX
LogX
n

Slog X

LogX LogX 2

n 1

G

n LogX LogX 3

n 1. n 2. S LogX 3
dimana :
X = Curah hujan (mm)

X = Curah hujan rata-rata


TR = Perioda ulang
k = faktor frekuensi tertentu f(G,TR) lihat tabel
G = Koefisien kemencengan
n = Jumlah data

A.2.3 Metoda Log Normal 2 Parameter


Persamaan : log XTR = log + k.Slogx
S log x
Cv
log x

(log x log x ) i
2

(n 1)
Slogx =
LAPORAN PENDAHULUAN

log x i

log x = n
dimana :
XTR = besarnya curah hujan dengan periode ulang t
n = jumlah data

log x = curah hujan harian maksimum rata-rata dalam harga logaritmik


k = faktor frekuensi dari Log Normal 2 parameter, sebagai fungsi dari koefisien
variasi, Cv dan periode ulang t (dari tabel )
Slogx = standard deviasi dari rangkaian data dalam harga logaritmiknya
Cv = koefisien variasi dari log normal w parameter
Dengan memasukkan data-data curah hujan yang ada ke dalam persamaan-persamaan
tersebut akan diperoleh data curah hujan rencana untuk periode ulang yang dicari.

A.2.4 Uji Kesesuaian


Uji kesesuaian Smirnov-Kolmogorov ini digunakan untuk menguji simpangan secara
mendatar. Uji ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a) Data curah hujan harian dan 3 harian diurutkan dari kecil ke besar. Menghitung besarnya
harga probabilitas dengan persamaan Weibull.
b) Dari grafik pengeplotan data curah hujan di kertas didapat perbedaan maksimum antara
distribusi teoritis dan empiris yang disebut dengan Dhit, Harga Dhit tersebut kemudian
dibandingkan dengan Dcr yang didapat dari Tabel 3.1 untuk suatu derajat tertentu (a),
dimana untuk bangunan-bangunan air harga a diambil 5 %.
c) Bila harga Dhit < Dcr , maka dapat disimpulkan bahwa penyimpangan yang terjadi masih
dalam batas-batas yang diijinkan.

Tabel 3.1 - Nilai kritis (Dcr) dari Smirnov-Kolmogorov

n
0.20 0.10 0.05 0.01
5 0.45 0.51 0.56 0.67
10 0.32 0.37 0.41 0.49
15 0.27 0.30 0.34 0.40
20 0.23 0.26 0.29 0.36
25 0.21 0.24 0.27 0.32
30 0.19 0.22 0.24 0.29
35 0.18 0.20 0.23 0.27
40 0.17 0.19 0.21 0.25
45 0.16 0.18 0.20 0.24
50 0.15 0.17 0.19 0.23
1,07 1,22 1,36 1,63
n > 50
n n n n
LAPORAN PENDAHULUAN

A.3. Perhitungan dan Analisis Debit Air


Untuk merencanakan suatu bangunan air seperti bendung atau bendungan sangat
diperlukan data hidrologi sebagai data dasar. Setelah data dasar yang tersedia diolah
ataupun dianalisa, masih diperlukan suatu faktor keamanan yang mengarah pada suatu
perencanaan yang lebih sempurna, khususnya pada penggunaan data hidrologi tadi. Faktor
keamanan tersebut dikenal dengan istilah statistik yaitu kemungkinan kejadian tahun
berulang. Dari data dasar yang diperoleh dapat terlibat satu seri kejadian ekstrim yang
melalui proses statistik didapat batasan-batasan sesuai dengan tahun berulangnya, yang
selanjutnya diambil sebagai pegangan dalam perencanaan bangunan tersebut.

A.3.1 Perhitungan Debit Banjir Rencana


Perioda ulang dari banjir yang akan dihitung adalah banjir dengan perioda ulang 10, 25 100
tahun sampai Kemungkinan Banjir Terbesar (PMF). Dimensi dari bangunan pelimpah akan
didisain agar dapat melewatkan banjir rencana tersebut. Dari hasil yang didapat dari analisis
curah hujan, kemudian dihitung debit banjirnya dengan menggunakan Metode Sintetik Unit
Hidrograph. Perhitungan yang digunakan dalam studi ini adalah perhitungan unit hidrograph
cara Snyder yang digabungkan dengan pembuatan lengkung hidrograph menurut cara
Alexseyev. Selain itu akan dilakukan pengecekan hasil perhitungan hidrograph dengan
metoda Nakayasu. Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :

(1) Syntetic unit Hidrograph menurut Snyder


Perhitungan banjir rencana dengan metoda Hidrograph satuan sintetik dapat dilakukan
jika "Time of rise to peak" dan peak discharge" unit hidrograph.
LAPORAN PENDAHULUAN

Prosesnya adalah sebagai berikut :


a) Menentukan lag-time.
Tp = 1 ,1 - 1,4 (L. Lg)0,3 dalam jam
dimana :
tp = Lag-time dari titik berat hujan effective selama tR ke puncak Unit
hidrograph dalam jam.
L = jarak dari stasiun ke batas teratas dari daerah pengaliran dalam km.
Lg = jarak dari stasiun ke titik berat dari daerah pengaliran dalam km

b) Lama hujan effektif tp

tp Qp
te
tp

5.5
Jika te > tR, maka tp perlu dikoreksi, menjadi :
tp1 = tp + 0,25 (tR - te)

Tp
c) Rise to peak :
Tp = tp + 0,5 tR
Peak discharge untuk hujan eff. 25,4 mm (1 inch) pada daerah aliran seluas A km 2,
dalam m3/det :
25.4
qp. .A
Qp = 1000 m3/det
Dari harga-harga tersebut dapat dibentuk unit hidrograph sintetik untuk lokasi
genangan.

(2) Bentuk Unit Hydrograph


Pembuatan lengkung hidrograph menurut cara Alexseyev didasarkan pada fungsi
sebagai berikut :

Y 10 a 1 x 2
x (1)
dimana
Q t
Y Y
QP ..(1a) , t P ..(1b), a f x ..(1c)

Sedangkan :
QP TP

W , W = 1000h.A
LAPORAN PENDAHULUAN

dimana :
h = excess rain (run-off) dalam mm.
A = luas daerah pengaliran dalam km2.
Tp = rise to peak dalam detik.
Setelah didapat bentuk unit hidrographnya, maka dilakukan perhitungan debit banjir
akibat hujan rencana yang dihitung dengan Metoda Gumbel atau Metoda Log-Person III.
Untuk perencanaan, maka hujan rencana yang dihitung didistribusikan menurut
distribusi yang direkomendasikan oleh SCS. Dengan distribusi hujan tersebut maka
dengan melakukan superposisi terhadap pengaruh dari hujan tiap-tiap jam diperoleh
Hidrograph banjir daerah genangan.

A.3.2 Analisa Debit Aliran Rendah (Low Flow Analisys)


Estimasi tentang besarnya ketersediaan air atau debit aliran sungai yang bisa diandalkan
adalah sangat penting di dalam perencanaan sumber daya air. Data debit tersebut seringkali
tidak tersedia dalam jumlah yang memadai sehingga digunakan model hidrologi yang dapat
memperkirakan besarnya runoff berdasarkan data hujan. Berapa banyak air yang tersedia
sebagai air masuk kegenangan (inflow) harus dinyatakan dalam peta debit runtut waktu
(time-series) untuk periode waktu yang cukup panjang (lebih dari 20 tahun).
Dari data-data hujan dan evapotranspirasi maka dapat diperkirakan besarnya debit sungai
yang akan dibendung. Dalam studi ini akan digunakan simulasi model hujan-limpasan
( rainfall-runoff model ) untuk menentukan debit aliran sungai berdasarkan dari data curah
hujan di lokasi yang bersangkutan. Selanjutnya analisis probabilistik akan dilakukan
terhadap debit aliran sungai hasil simulasi Model Rainfall-Runoff.
Model Rainfall-Rainoff yang digunakan di sini adalah Model Nreca. Model ini pertama kali
dikembangkan oleh Crawford pada tahun 1985, yang bertujuan untuk memperkirakan
besarnya debit aliran sungai akibat hujan yang jatuh di Daerah Pengaliran Sungainya (DPS).
Dari konsep model yang lengkap disusun struktur model rainfall-runoff yang lebih sederhana
dapat dilihat pada skema dibawah. Keadaan ini dilakukan sesuai dengan data-data yang
bisa didapat, serta tingkat ketelitian yang diperlukan.
Berdasarkan dari data-data hidrologi, klimatologi dan lain-lain yang tersedia di wilayah lokasi
studi, dibuat struktur model rainfall-runoff yang akan dipakai didalam laporan ini. Dari konsep
model yang lengkap disusun struktur model rainfall-runoff yang lebih sederhana dapat dilihat
pada skema dibawah. Keadaan ini dilakukan sesuai dengan data-data yang bisa didapat,
serta tingkat ketelitian yang diperlukan.
Secara umum, struktur model rainfall-runoff yang dipakai mengikuti tahapan-tahapan
sebagai berikut :
a) Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah, sebagian akan meresap kedalam tanah
(infiltrasi), sebagian akan menguap atau diserap oleh tanaman/vegetasi dan sisanya kan
langsung mengalir di permukaan tanah (direct runoff). Penentuan besarnya prosentase
untuk masing-masing aliran tersebut didasarkan pada data lapangan.
LAPORAN PENDAHULUAN

b) Pada lapisan tanah di bawah top soil, terjadi keseimbangan lengas tanah (soil moisture
storage). Tanah pada lapisan ini dapat digolongkan ke dalam 2 macam kondisi yang
berbeda, yaitu :
Tanah tidak jenuh, dengan kandungan lengas tanah (SM) tertentu dan kapasitas
batasnya (SM CAP).
Tanah jenuh, dengan FW dan FW CAP.
Besarnya SM cap dan FW cap tergantung dari karakteristik tanah, tingkat kepadatan
tanah, struktur lapisan tanah dan lain-lainnya. Apabila jumlah air yang meresap ke
dalam tanah melebihi SM cap/FM cap, maka air tersebut akan mengalir di bawah
permukaan tanah sebagai interflow.

c) Pada lapisan tanah bawah, terjadi keseimbangan air tanah didalam aquifer (ground
water storage) yang terjadi karena perkolasi (aliran masuk dari lapisan atas),
karakteristik lapisan tanah/batuan dari aquifer dan gradient hidraulik. Aliran air yang
muncul pada keseimbangan ini adalah aliran dasar (base-flow).

Dalam studi ini simulasi model rainfall-runoff, akan dicoba metoda Nreca dan Rain-Run, yang
mana dalam tahap pertama, parameter-parameter dari model ditentukan berdasarkan
kondisi yang ada di lapangan, seperti misalnya :
a) Topografi medan/lereng dari daerah aliran sungai
b) Tata guna lahan dan luas tiap bagiannya
c) Jenis tanah top soil dan vegetasi permukaan
d) Jenis tanah lapisan atas, karakteristik tanah, lengas tanah dan kapasitas lapangan
e) Struktur lapisan tanah/batuan
f) Porositas tanah dan batuan
g) Tebal lapisan aquifer

Kemudian debit aliran hasil model dikalibrasi dengan data dari debit pengamatan. Disini,
revisi-revisi dilakukan, sehingga debit aliran hasil model bisa mendekati debit aliran hasil
pengamatan. Sesudah itu dipilih model beserta parameter-parameternya yang paling sesuai
untuk suatu daerah aliran tertentu dan diberlakukan untuk menghitung debit aliran yang
terjadi akibat hujan bulanan. HUJ AN

Dalam metoda ini terdiri dari beberapa elemen yang akan digunakan sebagai input model,
PERMUKAAN C. runoff
seperti akan diterangkan dibawah
EVAPOTRANS ini
TANAH
DI RECT RUNOFF

a) Daerah lapisan tanah yang mempunyai kelengasan (soil moisture) tertentu, dengan
kapasitasnya SMCAP.
I NFI LTRASI STREAM
FLOW
b) Evapotranspirasi aktual (EACT) ditunjukkan sebagai fungsi dari RAIN/EPOT dan
SMOLD/SMNOM, dimana SMNOM adalah parameter dari model. Crawford
menganjurkan
M.A.T untuk mengambil
SOIL harga SMNOM sebesar (100mm
SM.Cap + 0.2 * hujan
I NTERFLOW
MOISTURE FW.Cap
seragam). STORAGE

PERKOLASI

GROUND WATER K.base RIVER


BASE FLOW FLOW
STORAGE
LAPORAN PENDAHULUAN

Gambar 3.4 - Struktur Model Rainfall-Runoff

EACT RAIN SMOLD 0.5SMOLD


1 0 .5
EPOT EPOT SMNOM SMNOM

dimana :
OLD : adalah akhir dari setiap langkah waktu
SMOLD RAIN
2.0 1 .0
jika SMNOM atau EPOT , maka EACT EOPT

c) Infiltrasi air (RECH) dari permukaan ke lapisan dibawahnya, dapat didefinisikan sebagai
berikut :
RECH = ESM * KRECH
sedangkan hubungan secara grafis yang diberikan untuk ESM dapat dirumuskan
sebagai berikut :
SMOLD
SM 0.5 1 tgh 2 2 * RAIN EACT
SMNOM
d) Sedangkan limpasan langsungnya didefinisikan sebagai
QDIR = ESM - RECH
LAPORAN PENDAHULUAN

d) Simpanan air tanah dinyatakan sebagai GW dengan kapasitas penyimpanannya tidak


dibatasi.
e) Aliran dasar (base flow) didefinisikan sebagai :
QBASE = (GWOLD + RECH) * KBASE
dimana GWOLD adalah kandungan air tanah pada saat dimulainya langkah waktu.
Kontribusi dari RECH ditingkat pertama diperkirakan dari ekspresi eksak untuk reservoir
air tanah linier.

A.3.3 Analisa Kebutuhan Air


Tujuan dari pembangunan bendung adalah untuk memberikan supply kebutuhan air untuk
daerah irigasi dan air baku untuk pemukiman. Untuk itu perlu dilakukan
survey/pengumpulan data sekunder untuk memperoleh gambaran kondisi pemanfaatan air
pada saat studi dilaksanakan dan sistem atau aplikasi teknologinya serta pemperoleh
gambaran luasan daerah irigasi, sistem irigasi, daerah pemukiman yang dapat disuplai.
Manfaat setelah dibangunnya bendung dengan memberikan informasi daerah layanan, luas
dan volume air yang dibutuhkan untuk keperluan tersebut di atas.
Perkiraan kebutuhan air untuk masing-masing komponen dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
(a) Analisa Kebutuhan Air untuk Pertanian
Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam tahapan studi ini antara lain adalah,
pengumpulan data areal sawah saat ini, rencana pengembangan irigasi, pemakaian air
irigasi, pola tanam, jadwal tanam, kondisi tanah, hujan efektif dan data lain untuk
menghitung kebutuhan air irigasi. Telaah mengenai kebutuhan air telah dilakukan untuk
mendapatkan hasil padi yang optimal di daerah irigasi. Untuk memperkirakan kebutuhan
air tanaman diperlukan data berikut ini :
a) Evapotranspirasi
b) Kebutuhan bersih air di sawah
c) Efisiensi irigasi
d) Hujan Efektif
Evapotranspirasi dihitung dengan menggunakan cara modifikasi Penman. Luas jaringan
irigasi yang ada ini akan dimanfaatkan secara terus menerus. Dari luas tersebut, belum
seluruhnya mempunyai jaringan irigasi. Namun dalam perhitungan ini, kita tidak
menghitung kebutuhan air irigasi ini berdasar luas sawah yang mempunyai saluran
pengairan saja, karena walaupun belum mempunyai saluran pengairan, juga
memerlukan pemberian air.

(b) Kebutuhan Air untuk Air Bersih


Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam studi ini antara lain adalah Pengumpulan data
jumlah penduduk masa kini dan proyeksinya masa mendatang. Proyeksi kebutuhan air
domestik dapat diasumsikan bergantung pada jumlah penduduk dan rencana
LAPORAN PENDAHULUAN

pembangunan industri. Berdasarkan data penduduk pada tahun-tahun yang lalu maka
dapat dihitung laju pertambahan penduduknya pertahun berdasarkan rumus sebagai
berikut :
P(t2 = P(t1)*(1+r)(t2-t1)
dimana :
P(t1) = jumlah penduduk pada tahun t1
P(t2) = jumlah penduduk pada tahun t2
r = laju pertambahan penduduk per-tahun
Setelah didapat angka laju pertambahan penduduk pada tahun-tahun terakhir, maka
dilakukan proyeksi perkiraan jumlah penduduk 25 tahun kedepan dan proyeksi
kebutuhan air baku penduduk dan industri sesuai dengan standar dari Cipta Karya.
Menurut standar Cipta Karya kebutuhan untuk minum, masak dan mencuci makanan
adalah 20-30 liter/orang/hari, ditambah untuk pembersihan, cuci, dan mandi.
Berdasarkan hal diatas maka diambil besar kebutuhan air adalah 100 liter/orang/hari.
Hasil dari analisa kebutuhan air diatas adalah kurva kebutuhan (demmand curve) untuk
lokasi bendungan. Informasi ini selanjutnya akan sangat diperlukan untuk menentukan
kapasitas reservoar yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan sebesar itu.

3.4.6 Perencanaan Teknis


A. Umum
Konsep dasar dari Studi Identifikasi dan Desain Air Baku di Pulau Timor dan Alor,
diilusterasikan seperti yang disajikan pada Gambar 3.5. Sesuai penjelasan tersebut, secara
prinsip dapat digambarkan bahwa air baku dapat berasal dari sumber air yang tanpa atau
harus melalui proses pengolahan (water treatment) terlebih dahulu.
Berdasarkan acuan normatif yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun
2005 tentang SPAM, dijelaskan bahwa secara prinsip terdapat 3 (tiga) potensi sumber air
baku, yang terdiri dari : (a) air permukaan, (b) air tanah, dan (c) air hujan. Sedangkan untuk
pola pemanfaatan air baku, perlu ditinjau 2 (dua) aspek tinjauan, yaitu ketersediaan (supply
side) dan kebutuhan (demand side).
LAPORAN PENDAHULUAN

Gambar 3.5 - Diagram Konsep Dasar Identifikasi Air Baku

Tinjauan dari aspek ketersediaan, sumber air baku dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua)
kelompok, yaitu: 1) sumber air yang sudah ada (eksisting), seperti embung/danau maupun
mata air, dan 2) sumber air yang potensial untuk dikembangkan mencakup air permukaan
(sungai, run off), air tanah (sumur gali, aquifer), dan air hujan. Secara prinsip dalam kegiatan
ini akan dilakukan identifikasi potensi ketersediaan air baku, dalam upaya untuk
memanfaatkan secara optimal. Dalam pola pemanfaatan potensi ketersediaan air baku,
perlu dikaji aspek penting yang terkait di dalamnya, yaitu mencakup kontinuitas, kuantitas,
dan kualitas (3K).
Berdasarkan aspek kebutuhan (demand side), secara prinsip air baku diperhitungkan untuk
beberapa aspek, yang terdiri dari: 1) untuk mencukupi kebutuhan pertanian, yang terdiri dari
padi dan non padi, termasuk ternak, 2) untuk mencukupi kebutuhan domestik, perkotaan
(municipal) dan industri (DMI), serta 3) perhitungan untuk aspek kehilangan air (water loss).
Dalam rangka mendukung perencanaan teknis, akan dilakukan analisa neraca air yang
menganalisis tingkat kebutuhan air baku dan ketersediaan air baku secara seimbang.
Sehubungan dengan hal tersebut, akan dibuat analisis dan strategi penyusunan program air
baku yang sesuai dengan kondisi dan potensi wilayah, dengan mempertimbangkan aspek
sosial ekonomi, pembiayaan serta penerapan teknologi yang sesuai dan optimal.
A Analisa Proyeksi Perkembangan Wilayah
LAPORAN PENDAHULUAN

Studi ini pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui arah pemanfaatan ruang dimasa
mendatang untuk berbagai kebutuhan, seperti pengembangan daerah industri, perkotaan
(permukiman), daerah wisata, lokasi pertambangan dan lain-lain. Studi ini terutama
didasarkan kepada konsep kebijakan pengembangan pemerintah daerah berupa RTRW-
Pemda TK II Kabupaten Rote-Ndao dan RUTR Pemda Kabupaten Rote-Ndao
Selain itu perlu dilakukan proyeksi jumlah penduduk pada masa yang akan datang, yang
selanjutnya antara lain akan menentukan jumlah kebutuhan air baku. Perhitungan nilai rata-
rata pertumbuhan penduduk wilayah studi dihitung dengan formula sebagai berikut.
PT = P0 ( 1 + r )T

dimana :
PT = Jumlah penduduk pada tahun ke T
P0 = Jumlah penduduk pada tahun dasar T0
r = Pertumbuhan penduduk rata-rata ( %)
T = Selisih Waktu (tahun) dengan tahun dasar perhitungan.
Dalam studi perhitungan pertumbuhan penduduk rata-rata dihitung berdasarkan data
pertumbuhan penduduk mulai tahum 2011 s/d 2030 (20 tahun). Proyeksi perkembangan
penduduk selanjutnya dihitung berdasarkan tahun dasar (base year) tahun 2000 dan prediksi
jangka pendek tahun 2015, prediksi jangka menengah 2020 dan jangka panjang 2030.
Hasil studi ini selanjutnya dijadikan masukan dalam memprediksi kebutuhan air dimasa
mendatang untuk setiap jenis kegiatan pada setiap demand cluster.

C. Studi Neraca Air


Salah satu tahapan penting dalam penyusunan Detail Desain Air Baku di Kabupaten
Kepulauan Rote-Ndao dan Sekitarnya adalah studi neraca air. Studi ini pada dasarnya
merupakan analisa kesetimbangan antar kebutuhan air (demand system) dan ketersediaan
air (supply system) sesuai dengan prediksi atas waktu.
Mengingat daerah studi terdiri dari atas beberapa DAS beserta sub DAS-nya serta demand
cluster bergantung terhadap perubahan RUTR, maka analisa neraca air dikelompokan
berdasarkan water disdtrict dan demand cluster. Dimana demand cluster mengacu kepada
arah perkembangan RTRW Propinsi NTT dan RUTR KABUPATEN KEPULAUAN ROTE-
NDAO Propinsi NTT pada kurun waktu yang ditetapkan (tahun 2015, 2020, 2025 dan 2033),
sehingga dapat dikelompokkan juga water district sesuai dengan perkembangan demand
cluster.
Untuk dapat melakukan analisa neraca air diperlukan data dan informasi mengenai potensi
air baku eksisting secara alami (Air tanah maupun air permukaan), pola pemanfaatan air
baku eksisting serta kebutuhan air saat ini dan proyeksi kebutuhan air dimasa mendatang
seperti diuraikan dalam sub-bab berikut ini.
D. Proyeksi Kebutuhan Air
LAPORAN PENDAHULUAN

Analisa pemakaian air saat ini serta prediksi proyeksi pemakaian air pada masa kurun waktu
berikutnya pada dasarnya dilakukan untuk menghasilkan besaran kebutuhan air untuk
berbagai penggunaan air misalnya perkotaan, irigasi, air minum, perikanan, industri untuk
setiap demand cluster.

D.1. Kebutuhan Air untuk Domestik, Perkotaan dan Industri


Proyeksi kebutuhan air akan diperhitungkan untuk sektor domestik, perkotaan (municipal),
dan industri (DMI), sebagai sektor penting dalam layanan air baku. Pola konsumsi air pada
daerah studi secara garis besar terbagi 2 yaitu konsumsi air untuk pedesaan dan untuk
perkotaan. Besarnya konsumsi air untuk pedesaan (bukan daerah rawa) menurut standar
WHO adalah 60 liter/orang/hari, sedangkan untuk perkotaan didasarkan kepada data rata-
rata konsumsi air penduduk Kabupaten Kepulauan Rote-Ndao Propinsi NTT yang diperoleh
dari PDAM.
Sebagai bahan pembanding pada Tabel 3.2. disajikan proyeksi konsumsi air per-kapita
berdasarkan pada National Water Resources Policy oleh FAO dan pada tinjauan ulang
terhadap pertimbangan target suplesi air yang akan datang oleh Directorate of Water Supply
(DAB), Directorate General of Human Settlements.

Tabel 3.2 - Proyeksi Konsumsi Air per Kapita


Unit = lit/kapita/hari
Kategori ukuran perkotaan 2011-2015 2015-2020 2020-2025
Perkotaan >1.000.000 250 270 280
Perkotaan<1.000.000 150 170 180
Pedesaan 30 38 40
Sumber : perhitungan JICA-FIDP

Pada wilayah studi, terdapat sejumlah kota kecamatan yang yang perlu diproyeksikan
jumlah penduduknya pada tahun 2025 untuk mengetahui berapa kebutuhan air domestik
pada kedua kotamadya tersebut. Berdasarkan data penduduk pada tahun-tahun yang lalu
maka dapat dihitung laju pertambahan penduduknya pertahun seperti telah dijelaskan
sebelumnya.
Total kebutuhan air DMI diestimasi dengan mengalikan populasi hasil proyeksi dengan laju
komsumsi air per kapita, sebagaimana ditunjukkan dalam rumus berikut.
Q(DMI) = 365 Hari x {(q(U)/1000) x P(U) x (q(r)/1000) x P(r)}
di mana :
Q(DMI) = kebutuhan air DMI (m3/tahun)
q(U) = Konsumsi air untuk daerah perkotaan (lit/kapita/hari)
q(r) = Konsumsi air untuk daerah pedesaan (lit/kapita/hari)
P(U) = Populasi perkotaan
LAPORAN PENDAHULUAN

P(r) = Populasi pedesaan

E. Analisa Neraca Air Bulanan


Neraca air sesuai proyeksinya dalam kurun waktu tertentu dihitung pada setiap pasangan
demand cluster-water district berikut neraca totalnya, untuk berbagai kondisi ketersediaan air
yaitu pada tahun normal (debit rata-rata), tahun kering lima tahunan (Q80%), dan tahun
kering sepuluh tahunan (Q90) dan dapat diprediksi kondisi neraca air pada masa yang akan
datang. Hasil pemetaan ruang, data sosio-ekonomi, data debit sungai, sampel sedimen,
lokasi bangunan air, kebutuhan air, ketersediaan air, neraca air dan masalah-masalah di
Daerah Aliran Sungai diatas.

F. Pengembangan Prasarana dan Sarana Air Bersih


Kegiatan yang dilakukan konsultan selama tahapan ini terdiri dari : studi optimasi sumber
daya air, studi penyiapan badan pengelola air, studi tarif air, serta penyusunan skenario
pengembangan prasarana dan sarana air bersih.
Tahapan ini dimaksudkan untuk memadukan semua hasil pada tahapan-tahapan
sebelumnya, untuk menentukan pemanfaatan air yang tersedia secara optimal. Analisa akan
dilakukan untuk mengkaji kondisi saat ini, perkiraan jangka pendek dan perkiraan jangka
panjang. Tinjauan dari tahap kegiatan ini adalah tersusunnya suatu rekomendasi usulan
pengembangan Prasarana dan Sarana Dasar Pengairan berupa upaya pengembangan,
perlindungan, pengelolaan dan pengendalian dengan mengoptimalkan skenario
pengembangan dan rencana alokasi air atau batasan keseimbangan neraca air.
Dalam tahap ini penggunaan model simulasi wilayah sungai akan memegang peran yang
sangat penting. Fungsi dan model simulasi wilayah sungai ini adalah untuk mensimulasikan
kondisi tata air pada jaringan skematis daerah pengaliran mengingat kebutuhan air untuk
berbagai pengguna air, aturan operasi waduk serta bendung, skematis daerah pengaliran
sungai, dan mengalokasikan pembagian air sesuai prioritas yang telah ditentukan dan air
yang tersedia.

G. Skenario Pengembangan Prasarana dan Sarana Air Baku


Penyusunan Skenario Pengembangan Prasarana dan Sarana Air Baku adalah sangat
penting. Hal ini akan dirasakan untuk jangka panjang, karena merupakan arahan dalam
pengembangan pemanfaatan dan pelestarian sumber daya air. Skenario ini didasarkan pada
kaitan antara perkembangan kebutuhan dan kapasitas yang ada (Supply-Demand analysis).
Tujuan Penyusunan Skenario Pengembangan Prasarana dan Sarana Air Bersih adalah
mengidentifikasi dan merumuskan pemecahan yang efektif berdasarkan informasi yang
terkait yang tersedia, menganalisa kelayakannya secara umum, dan menyajikannya dalam
suatu bentuk yang dapat ditindaklanjuti oleh pihak lain yang berkepentingan. Rencana
tersebut merupakan alat perencanaan dan koordinasi kunci dalam upaya pengembangan
dan pemanfaatan sumber daya air yang ada. Rencana tersebut harus memiliki konsep yang
jelas dan dapat diterima oleh banyak pihak. Diharapkan dengan adanya studi ini adalah :
LAPORAN PENDAHULUAN

a) Tercapainya optimasi pemanfaatan sumber daya alam berupa lahan dan air dengan
memperhatikan kelestarian lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan.
b) Terehabilitasikannya secara selektif daerah/kawasan lindung yang telah dibudidayakan
dan atau kawasan kritis (rawan banjir dan kritis air) atau dengan kata lain meningkatnya
sistem pengelolaan lingkungan.
c) Terciptanya interaksi antar pusat-pusat pertumbuhan dan pusat pertumbuhan dengan
wilayah belakangnya (conurbation) dengan dukungan prasarana dan sarana air bersih.

H. Desain Bangunan
H.1. Bangunan Pengambilan (Intake)
Dalam merencanakan suatu bangunan intake tentu tidak terlepas dari penggunaan/fungsi
peruntukan bendungan itu sendiri, sehingga dibangunlah pintu intake. Perhitungan pintu
intake ini dimaksudkan untu menentukan macam intake serta dimensi dari pintu itu sendiri.
Saluran pembawa didesain dengan menggunakan rumus Manning, dengan bentuk
penampang trapesium.
Q =V.A
V = 1/n . R2/3. I1/2
R = A/P
Dimana :
Q = Debit saluran (m3/dt)
V = Kecepatan aliran (m/dt)
A = Luas Penampang Basah (m2)
P = Keliling Penampang Basah (m)
n = Koefisien kekasaran Manning
b = Lebar dasar saluran (m)
h = Tinggi air rencana (m)
I = Kemiringan dasar saluran
W = Tinggi jagaan (m)

H.2. Desain Bangunan Penampung (Storage)


Perancanaan suatu tampungan air harus memperhatikan kemampuan dalam mensuplai air
dalam setiap waktu. Ukuran dan lokasi penempatan fasilitas bangunan tampungan,
penggunaan ukuran pipa yang ekonomis untuk sistem distribusi, mengurangi tekanan dari
variasi tekanan dalam sistem, akan membuat suatu pengoperasian fasilitas produksi layak
diatas batas rata-rata daripada kebutuhan puncak (higher peak) kebutuhan air, atau dapat
memenuhi pengoperasian fasilitas produksi sesuai jadwal dengan baik.

H.2.1 Tipe Tampungan


Penampungan air dapat dilakukan di bawah tanah, di atas tanah atau dengan tangki
bertekanan. Dalam hal ini dalam memilih suatu tampungan yang akan digunakan dengan
LAPORAN PENDAHULUAN

berbagai kegunaan perlu memperhatikan dimana lokasi penampungan, besaran volume


yang akan ditampung, topografi, iklim, luas area distribusi dan jumlah konsumen serta faktor
ekonomi.
a) Tampungan bawah tanah dan tampungan di atas tanah
Tampungan jenis ini biasanya digunakan untuk kapasitas tampungan menengah
(intermediate storage), tetapi bisa juga digunakan distribusi dimana kondisi topografi
lokasi dapat dimanfaatkan sedemikian rupa. Tampungan jenis ini biasanya dengan
konstruksi beton atau baja. Pilihan ini biasanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi.

b) Tampungan berelevasi/tinggi (Elevated Tanks)


Tampungan jenis ini biasanya dikonstruksi dari baja dan digunakan untuk maksud
distribusi, meskipun untuk bangunan pengolahan yang besar dengan menggunakan
filter penyaring mungkin digunakan untuk suplai air. Tangki tampungan berelevasi
(lokasi bawah tanah atau diatas tanah dengan elevasi secukupnya) dapat mensuplai
air untuk distribusi dengan aliran gravitasi.
Untuk tipe ini diperlukan perencanaan pompa dan tangki penampung yang terhubung
langsung (tetapi bebas) dengan sistem distribusi. Selama perioda kebutuhan yang
tinggi, air di suplai dari pompa dan tangki tampungan. Ketika kebutuhan dibawah rata-
rata pemompaan, tampungan secara perlahan terisi sementara sampai pada batas
elevasi muka air tertinggi dimana pompa akan berhenti beroperasi. Air akan disuplai
oleh tangki penampung selama masih diatas batas terendah muka air dan pompa akan
beroperasi kembali. Pengoperasian pompa dapat dilakukan dengan cara manual
maupun secara otomatis. Jika pompa dan tangki penampung berada pada lokasi yang
pantas/cocok (biasanya berada disekitar area pelayanan), kehilangan friksi pada pipa
dapat ditekan menjadi kecil, tetap selama periode kebutuhan yang tinggi. Tipe
tampungan jenis ini dalam pengoperasiannya kurang fleksibel dari tipe tampungan
sebelumnya, tetapi dapat menjamin untuk memenuhi kebutuhan untuk beberapa
sistem distribusi air skala kecil.

c) Tampungan Air-Angin (Hydropneumatik Tanks)


Type tampungan jenis ini sangat biasa digunakan untuk distribusi air pada sistem
distribusi air kecil, khususnya tergambar pada sumber air tanah. Penggunaan
tampungan dengan tangki bertekanan ini secara aktual biasanya sangat kecil dalam
perbandingan dalam volume nominal dari tangki sekitar 10 sampai 40 % dari volume
yang ada. Terlebih dari indikasi situasi dimana semua tekanan yang di suplai dari
pompa dan perencanaan yang terakhir dengan memasukkan kompressor udara untuk
tambahan tekanan.
Dalam operasinya, Pompa pensuplai air untuk tangki, akan memberikan respon berupa
sinyal dari desain sistem kontrol untuk menjaga tekanan dalam tangki antara elevasi
batas atas dan batas bawah muka air. Ketika air masuk dan elevasi muka air di tangki
naik, udara yang ada di udara akan mengalami kompressi hingga air yang ada di
dalam tampungan mengalami tekanan. Ketika tekanan telah mencapai nilai batas,
Sistem kontrol otomatis akan me-nonaktifkan operasi pompa.
LAPORAN PENDAHULUAN

Beberapa pembuatan tanki Air-Angin supply dengan pembagian yang fleksibel antara
udara dan kompartemen air diarahkan sebagai diapragma atau kantung tangki.
Pemisahan secara fisik ini antara udara dan air untuk membuat permasalahan menjadi
kecil dengan angkutan air dan pengudaraan.
Type tampungan ini sangat ideal untuk beberapa jenis sistem distribusi air skala kecil,
akan tetapi sepraktis peralatan, ukuran pompa harus sesuai dengan kebutuhan
puncak permintaan itu sendiri, karena itu tidak layak untuk menyediakan tampungan
yang terbatas untuk merespon kebutuhan rata-rata permintaan yang cukup tinggi.
Kadang-kadang tipe tampungan ini digunakan dalam ruang bawah tanah atau berada
di atas tanah, sebagai contoh dimana sumber yang dihasilkan rendah dibandingkan
dengan rata-rata kebutuhan puncak, atau secara ekonomis memungkinkan, atau
sesuai dengan pengoperasian fasilitas pengolahan air. Tampungan jenis ini hampir
tidak pernah di gunakan bersama dengan jenis tampungan berelevasi/tinggi.

H.2.2 Volume Tampungan


Volume tampungan untuk distribusi biasanya ditetapkan dari pertimbangan dan kombinasi
dari beberapa factor termasuk hambatan suplai akibat percabangan, perkiraan daya tahan
perbaikan frekuansi dari komponen pengontrol sistem (misal pompa), perkiraan waktu yang
dibutuhkan dalam perbaikan, kemampuan dalam mengatasi ketersediaan air dalam kondisi
darurat, keperluan badan pengelola, ekonomi dan beberapa tipe analisis inflow/outflow.
Untuk sistem skala kecil masalah ekonomi dan perhatian pada pengaturan yang
berhubungan pada penetapan desain volume tampungan.
a) Tampungan tanpa tekanan
Jenis tampungan ini sangat layak digunakan untuk tangki tinggi (lokasi di bawah
permukaan atau tangki di atas permukaan tanah dengan elevasi yang cukup) untuk
tampungan untuk distribusi, sangat praktis dalam penyediaan cadangan untuk kondisi
darurat. Untuk kondisi waktu tunggu yang cukup lama, dimana bila terjadi perbaikan
pompa, maupun peralatan yang lain, ataupun sumber listrik yang padam selama 2-3 hari,
volume yang ada tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan yang ada.

b) Tampungan Air-Udara (bertekanan)


Secara umum aturan dalam penentuan besaran volume tampungan dari tangki
penampung tipe ini harus kira-kira 10 kali kapasitas pompa pengisi per menit. Mengikuti
pernyataan tersebut mungkin untuk ukuran tangki sedemikian rupa digunakan
pendekatan :
V = Q.T/(1+(Pmin/Pmax))
dimana
V = volume yang dibutuhkan (liter)
Q = desain debit rata-rata (liter/detik)
T = waktu tampungan yang dibutuhkan untuk Q rata-rata (menit)
LAPORAN PENDAHULUAN

Pmin = Tekanan untuk operasi tampungan minimum (atm),(kPa)


Pmax = Tekanan untuk operasi tampungan maksimum (atm),(kPa)

Untuk jam maksimum kecepatan aliran digunakan untuk Q , T dengan jarak 15 20


menit, dan pompa di desain untuk memenuhi kebutuhan maksimum yang sesaat
tersebut.

H.2.3 Desain Bangunan Tampungan


Desain struktur tangki penampung dapat dikonstruksi dengan beton bertulang, beton
prestressed, besi/baja atau dengan material lain yang layak, yang disesuaikan dengan
fungsi tangki, factor ekonomi dan ketersediaan badan pengelola.
1. Syarat umum
a) Posisi lokasi dari bangunan penampung harus diletakkan pada lokasi yang aman dan
terjaga dari kontaminasi, penguapan, limpasan air, banjir, intrusi air tanah atau debit
banjir dari saluran drainase/limbah.
b) Bangunan penampung harus dipisahkan antara air yang telah diolah dan yang belum
diolah.
c) Bangunan harus diamankan/dilindungi dari semua akses untuk masuknya binatang,
burung, serangga dan lain-lain.
d) Pipa pelimpas harus di desain untuk bangunan penampung yang tidak bertekanan
dan dialirakan pada daerah yang tidak mengganggu bangunan penampung dari
bahaya erosi lahan akibat limpasan air buangan.
e) Jalan akses menuju tangki penampungan perlu dibuat untuk kebutuhan pembersihan
dan pemeliharaan.
f) Dibuat ketentuan/peraturan yang mengatur keamanan secara umum dalam
menjaga, menghalangi kontaminasi ke bangunan penampungan.

2. Desain elevasi dasar dan elevasi tampungan


a) Dalam merencanakan elevasi dasar dan elevasi tangki tampungan harus
menyediakan ruang dan sarana untuk; tangga interior dan eksterior, alat indikator
tinggi air, tempat sampel air, dan area perluasan maksimum yang mungkin serta
pengaman terhadap kemungkinan pengrusakan .
b) Desain yang praktis dari elevasi operasi muka air di dalam tangki tampungan tidak
lebih dari kisaran 6 atau 8 m selama pengoperasian normal.
c) Untuk sistem peSemarang dalam tangki, katup harus di rencanakan sedemikian rupa
sehingga tangki aman/terisolasi dan saluran pipa yang komplit sehingga tidak ada
kehilangan tekanan dalam sistem distribusi.

H.3. Sistem Distribusi


LAPORAN PENDAHULUAN

Maksud dari sistem distribusi air adalah untuk memberikan air dengan kualitas yang baik ke
konsumen pengguna dalam jumlah yang cukup dan aliran yang kontinu. Dalam mendesain
sistem distribusi air ada beberapa hal penting yang berpengaruh dalam keberhasilan suatu
desain.

1. Desain aliran dan tekanan


Sistem distribusi air harus layak dalam pengiriman debit aliran dalam jumlah maksimum
dan aman terhadap tekanan aliran.
2. Ukuran Saluran
Ukuran saluran biasanya diseleksi sesuai dengan kecepatan pengaliran sesuai dengan
desain debit aliran.
3. Layout Sistem
Layout system distribusi harus didesain sedemikian rupa sesuai dengan kondisi
topografi dan daerah layanan sehingga seluruh sistem jaringan dapat berfungsi penuh
dan kemungkinan rencana pengembangan. Layout system distribusi sangat dipengaruhi
oleh desain ukuran pipa dan kemampuan debit aliran.
4. Analisis Hidrolis
Dalam melakukan analisa hidrolis sangat dipengaruhi oleh kondisi topografi untuk
mengestimasi variasi operasi tekanan di berbagai lokasi dalam sistem. Dalam analisa
hidrolis ini akan dihitung parameter-parameter untuk desain jaringan yaitu :
a) Kehilangan akibat gesekan
b) Kecepatan aliran
c) Sistem distribusi
d) Kehilangan minor
e) Tumbukan air
LAPORAN PENDAHULUAN

5. Bahan/Material Pipa
Bahan/material pipa sangat berperan penting dalam berlangsungnya suatu distribusi air.
Dengan jaringan pipa kualitas baik sesuai dengan standar desain yang disarankan
distribusi air tidak akan bermasalah. Sering terjadi suatu sistem distribusi mengalami
hambatan diakibatkan jaringan pipa distribusi pecah akibat bahan/material pipa tidak
mampu untuk menahan tekanan air dalam pipa.

6. Asesoris jaringan
Asesoris ini dapat berupa, hidran untuk pemadam kebakaran, hidran umum, katup
kontrol, katup pembilas, dan lain-lain.

H.4. Desain Perpipaan


Perpipaan merupakan bagian penting dalam sistem distribusi air. Dalam perencanaannya
pipa akan didesain dengan kondisi aliran maksimum/penuh dengan waktu kebutuhan debit
puncak. Perhitungan hidrolis pipa dilakukan dengan antisipasi tekanan hidrolis yang tinggi ke
tekanan hidrolis yang rendah.
Dalam mendesain dimensi jaringan pipa diperhitungkan hal-hal sebagai berikut :
1. Kecepatan Aliran
Perhitungan kecepatan aliran dalam pipa dilakukan dengan menggunakan persamaan
Hazen-Williams, yaitu :
V = 0.85 C. R0.63. S0.54
Dimana :
V = kecapatan aliran (m/dt)
C = Koefisien kekasaran interior pipa
R = Jari-jari hidrolik pipa (m)
S = Dimensi kemiringan energi
Untuk aliran penuh dalam pipa, yang sering terjadi dalam pipa maka jari-jari hidrolisnya
adalah
R = D/48 (feet)
Dimana :
D = diameter pipa (inchi)
Dimensi kemiringan dari garis energinya menjadi :
S = h/L
Dimana :
h = Kehilangan tekanan akibat gesekan pada pipa
L = Panjang pipa
LAPORAN PENDAHULUAN

2. Kehilangan Tinggi tekan


Ada beberapa formula dalam menghitung besaran kehilangan tinggi tekan dalam pipa
untuk kondisi aliran penuh yaitu :
(a) Rumus Hanzen Williams
HL= 4.727 C-1.852.d-4.871. L
Dimana :
HL = kehilangan tinggi tekan
C = Koefisien kekasaran pipa
d = diameter pipa (feet)
L = panjang pipa (feet)
(b) Rumus Darcy - Weisbach
HL= 0.0252 f(,d,q)d-5. L
Dimana :
HL = kehilangan tinggi tekan
f = faktor gesekan (tergantung pada ,d,dan q)
= Koefisien kekasaran Darcy -Weisbach
d = diameter pipa (feet)
L = panjang pipa (feet)
q = debit rata-rata (cfs)
(c) Rumus Chezy - Manning
HL= 4.66 n2. d-5.33. L
Dimana :
HL = kehilangan tinggi tekan
d = diameter pipa (feet)
L = panjang pipa (feet)
n = Koefisien kekasaran Manning.

3. Kehilangan Tinggi Tekan Minor


Kehilangan tinggi tekan minor yang terjadi merupakan kasus pada sambungan pipa
maupun percabangan. Ini sangat penting diperhitungkan dengan memperhatikan desain
jaringan pipa yang ada agar akurasi perhitungan lebih teliti. Besaran kehilangan tinggi
tekan minor biasanya dipengaruhi oleh koefisien kekasaran yang bergantung pada
kualitas bahan produk . Rumus untuk menghitung kehilangan tinggi tekan minor adalah :

hL = K (v2/2g)
LAPORAN PENDAHULUAN

Dimana :
hL = kehilangan tinggi tekan minor
K = Koefisien kehilangan
v = Kecapatan aliran (m/dt)
g = gaya gravitasi (m/dt2)

3.4.7 Perhitungan Stabilitas dan Daya Dukung Tanah

A Perhitungan Stabilitas Lereng


Tujuan dari analisis stabilitas lereng adalah untuk menentukan faktor keamanan dari
permukaan yang berpotensi runtuh. Faktor keamanan didefinisikan sebagai perbandingan
antara gaya menahan dan gaya yang mendorong dimana kedua gaya ini bekerja sepanjang
permukaan runtuh.
Untuk menentukan faktor keamanan dari permukaan runtuh cylindrical , sejumlah besar
lingkaran harus dicoba hingga didapat faktor keamanan yang paling kritis. Gambar di bawah
ini memeperlihatkan sebuah lingkaran yang digunakan untuk menentukan faktor keamanan.
Massa gelincir dibagi dalam h irisan. Irisan ke-I memeliki berat Wi, panjang permukaan
runtuh Li, sudut kemiringan I, dan gaya normal Ni. Menurut teori Mohr Coulomb, gaya
yang menahan irisan I adalah Cli + Ni tan , sehingga faktor keamanan dapat ditentukan
sebagai berikut :
n Wi

[Cli Ni tan ]
F i 1
n
.....(1) Wi sin i

(Wi Sini )
i 1
Li

i Ni

Ada dua metode untuk menganalisis


kemantapan lereng yaitu analisis tegangan total dan analisis tegangan efektif. Analisis
tegangan total didasarkan pada kekuatan geser undrained yang mana biasa digunakan
untuk kemantapan lereng dalam jangka waktu singkat atau selama masa konstruksi. Sedang
analisis tegangan efektif didasarkan pada kekuatan geser drained yang biasanya digunakan
untuk menganalisis kemantapan lereng dalam jangka panjang.

Dalam menganalisis tegangan efektif, ada tiga kasus yang perlu dipertimbangkan, yaitu
steady state, seepage, rapid drawdown, dan gempa. Kasus steady state seepage adalah
kondisi normal. Rapid drawdown biasanya situasi yang terkritis dalam desain bendungan.
Aliran bawah pada lereng dikontrol oleh steady state seepage, tetapi aliran atas lereng
dikontrol oleh rapid drawn down.
Gambar di bawah ini menunjukan permukaan phreatic di bawah rapid drawn down
sepanjang garis putus-putus dan permukaan kedua lereng.
Dalam kasus gempa, gaya gempa horizontal dikerjakan pada pusat irisan. Gaya gempa
adalah sama dengan Cs.Wi, dimana Cs adalah koefisien gempa yang nilainya tergantung
letak geografis.
LAPORAN PENDAHULUAN

Dari pembahasan di atas, dengan metoda normal akan didapat faktor keamanan.
n

[cbi Sec i (hi . hi ) Cos i tan ]


F i 1
n
......(2)
(Wi Sini Cs Wi ai / R)
a
bi

i 1
Wi

Cs Wi
dimana Wi = g.hi.bi
i
Metode yang lebih populer, yaitu yang akan
digunakan dalam perhitungan adalah Metode Bishop. Dalam metode ini, gaya pada setiap
irisan dianggap horizontal.
Ini secara tidak langsung menyatakan bahwa tak ada irisan antara dua irisan. Gaya geser
pada permukaan runtuh diperoleh dengan membagi kekuatan geser terhadap faktor
keamanan. Dengan menjumlahkan gaya-gaya dalam arah vertikal sama dengan nol
didapat :
(c bi sec i Ni tan ) Sin i hi. b i 0
Ni Cos i gw.hiwbi
F
Atau

b i ( hi w. hiw) (c bi tan i ) / F
Ni Cos i ( Sin i tan ) / F
.........(3)

dengan memasukan persamaan (3) ke persamaan (2) maka didapat :


n
Cb bi ( hi w. hiw) tn
Cos
i 1 i ( Sin i tan ) / F
F n
.........(4)
i 1
(Wi Sin i Cs. Wi .a i / R )

Dalam bentuk perbandingan tekanan pori, persamaan (4) dapat ditulis :


n
Cbi (1 .u ) hi. bi tan

i 1 Cos i ( Sin i tan ) / F
F n
..........(5)

i 1
(Wi Sin i Cs. Wi .a i / R )

I th slice Mobilisasi shear stress

Neutral Force

.wh.iw.bi.Sec i

(Cbi.secI + Ni tan I)/F


i
Ni

Ni Cos i

Gaya yang bekerja pada Bidang Longsor.


LAPORAN PENDAHULUAN

Dimana :
W = berat segment
S = gaya tangensial yang bekerja pada bidang gelincir
P = gaya normal yang bekerja pada bidang gelincir
X = gaya vertikal yang bekerja pada segmen
E = gaya horisontal yang bekerja pada segmen
L = lebar bidang gelincir per segmen
b = lebar segmen
= sudut yang dibentuk oleh garis vertikal dengan garis yang melalui pusat
lingkaran dan pertengahan bidang gelincir per segmen
c = kohesi tanah
= sudut geser dalam
= tekanan air pori
FK = faktor keamanan
Untuk melakukan perhitungan ini lereng dibagi dalam beberapa segmen dan selanjutnya
dilakukan tinjauan terhadap salah satu segmen seperti pada gambar di atas.
Gaya yang menyebabkan kelongsoran adalah berupa momen penggerak segmen sebesar
W x X. Momen penggerak seluruhnya diperoleh dengan menjumlahkan momen dari setiap
segmen.

B Daya Dukung Tanah


Daya dukung ultimate pondasi dangkal pada kedalaman Df di bawah permukaan tanah
dapat digunakan rumus Meyerhoff (1963) sebagai berikut di bawah ini.

B.1. Berdasarkan Data Uji Laboratorium


1
qult cN c Fcs Fcd Fci qN q Fqs Fqd Fqi BN Fs Fd Fi
2 (1)
Dimana :
qult = daya dukung ultimate tanah pondasi dangkal.
c = kohesi tanah
q = tegangan efektif pada level alas pondasi = g . Df
= berat isi tanah
Df = kedalaman alas pondasi.
B = lebar atau diameter pondasi
Fcs, Fqs, F s = faktor bentuk, Tabel 3.3.
Fcd, Fqd, F d = faktor kedalaman, Tabel 3.3.
Fci, Fqi, F I = faktor kemiringan beban, Tabel 3.3.
Nq, Nc, N = faktor daya dukung, dihitung berdasarkan Persamaan (2), (3) dan
(4).
Nq yang diusulkan oleh Reissner (1924) :
LAPORAN PENDAHULUAN


N q tan 2 45 e tan
2 (2)
Nq yang diusulkan oleh Prandtl (1921) :
N c ( N q 1) cot
.. (3)
Ng yang diusulkan oleh Caquot & Kerisel (1953) dan Vesic (1973) :
N 2( N q 1) tan
.. (4)
Daya dukung ijin tanah pondasi dangkal :
qall = qult / SF . (5)
dimana :
qall = daya dukung ijin tanah pondasi dangkal.
SF = faktor keamanan = 3

B.2. Berdasarkan Data Penetration Test


Meyerhof menyarankan formulasi untuk menentukan tegangan ijin (qall) dari tahanan konus
(qc) agar tidak melebihi settlement ijin 25 mm. Rumus ini berdasarkan pada kurva Terzaghi
dan Peck.
a). Untuk pondasi setempat atau menerus dengan lebar dasar B > 1.2 m :
qc 1
q all (1 )
50 B (kg/cm2) .. . (6)
dimana qc = tahanan konus Hand Sondir dalam satuan kg/cm2.
b). Untuk pondasi setempat atau menerus dengan lebar dasar B < 1.2 m :
qc
q all
30 (kg/cm2) .. (7)
dimana qc = tahanan konus Hand Sondir dalam satuan kg/cm2 dan B dalam meter.
LAPORAN PENDAHULUAN

Tabel 3.3 - Faktor bentuk, kedalaman dan kemiringan beban.


Factor Relationship Source
Shapea B Nq De Beer
Fcs 1 . (1970)
L Nc
B
Fqs 1 tan
L
B
Fs 1 0.4
L where L = length of the foundation
(L > B)
Depth b
Condition (a) : Df/B 1 Hansen
Df (1970)
Fcd 1 0.4
B
Df
Fqd 1 2 tan .(1 sin ) 2
B
Fd 1

Condition (b) : Df/B > 1


Df
Fcd 1 (0.4) tan 1
B
Df
Fqd 1 2 tan .(1 sin ) 2 . tan 1
B
Fd 1
Inclination 2 Meyerhof
o
Fci Fqi 1 o (1963) ;
90 Hanna and
2 Meyerhof
(1981)
Fi 1

where = inclination of the load on the foundation
with respect to the vertical.
a These shape factors are empirical relation based on extensive laboratory tests.
b The factor tan-1 (Df/B) is in radians.
Sumber : Braja M. Das, "Principles and Foundation Engineering", Second edition.

Dimana :
qall = daya dukung yang diijinkan = qult / SF
qall = daya dukung yang diijinkan = (qult / SF) x 2 Pondasi yang luas.
SF = faktor keamanan
qult = daya dukung tanah ultimate di permukaan tanah (Df = 0)
qc = tahanan ujung conus
c = kohesi
z = kedalaman pondasi
B = lebar pondasi
LAPORAN PENDAHULUAN

C. Penurunan Tapak Bangunan (Settlement)


Settlement bangunan yang diperhitungkan terdiri dari penurunan elastis dan penurunan
konsolidasi.
Penurunan elastis menggunakan rumus Janbu (1956) sebagai berikut :
ui .uo .q.B
Si
E . (8)
dimana :
Si = penurunan elastis
ui, uo = dapat dilihat pada grafik (Bjerrum, Kjaernslis).
q = tekanan uniform
B = lebar pondasi
E = modulus elastisitas tanah
Kemudian penurunan konsolidasi pada suatu lapisan yang kompresibel dihitung dengan
rumus Thomlinson :
n
2.H i . poi poi pi
Sc ln
i 1 3.qc poi (9)
dimana :
qc = tahanan konus dari test penetrasi
Hi = tinggi lapisan tanah yang ke-i
poi = tekanan tanah awal yang ke-i
Dpi = tegangan dalam tanah akibat beban tanggul/beban pada lapisan yang ke-I
yang dihitung dengan Persamaan (4.10) berikut ini.

q ab b
pi ( 1 2 ) 1
a a ..(10)
q = tegangan kontak pada dasar bendung.
a, b, a1 dan a2 dapat dilihat dalam gambar berikut :

Tanggul Tanah (separuh)


a b

z
1 2

pi

Gambar 3.6 - Perhitungan tegangan dalam tanah akibat beban berbentuk trapesium.
LAPORAN PENDAHULUAN

Total penurunan (St) dapat dihitung dengan :


St = Si +Sc .. (11)

3.4.8 Pembuatan Gambar Pra Desain

Gambar Desain Rinci Penyediaan Air Baku akan disusun berdasarkan dokumen standar dari
Direktorat Jendral Pengairan.

Lingkup pekerjaan meliputi pembuatan :


a) Gambar situasi topografi daerah intake.
b) Gambar lay-out rencana jaringan air baku
c) Gambar desain bangunan intake, meliputi bentuk dan ukuran
d) Gambar desain bangunan perpipaan.
e) Gambar desain bangunan pendukung
f) Gambar struktur bangunan.

3.4.9 Perhitungan Volume Pekerjaan dan Rencana Anggaran Biaya


Biaya proyek bangunan hasil desain rinci untuk penyediaan air baku merupakan biaya yang
diperlukan untuk seluruh pekerjaan secara keseluruhan dilaksanakan dengan sistem
kontraktual. Biaya proyek dihitung dengan menggunakan harga finansial atau harga berlaku
(Current Price.) sesuai dengan program pelaksanaan pekerjaan dan dalam mata uang lokal
(Local Currency). Biaya tersebut juga disebut sebagai Biaya Finansial (Financial Cost).
Susunan biaya proyek terdiri dari komponen-komponen biaya sebagai berikut:
a) Biaya Dasar Konstruksi
b) Biaya pemeliharaan Fasilitas dan Peralatan O&P
c) Biaya dasar penggantian
d) Biaya Jasa Layanan Rekayasa
e) Biaya Administrasi
f) Biaya Tak Terduga
Kenaikan biaya yang disebabkan oleh faktor inflasi harus diperhitungkan berdasarkan jadwal
penggunaan dana sesuai dengan jadwal pelaksanaan pekerjaan. Sedangkan biaya ekonomi
proyek digunakan untuk keperluan evaluasi proyek berdasarkan pada harga intenasional,
yang dalam hal ini dihitung dengan mengalikan faktor konversi dari biaya finansial.
Prosedur dalam perhitungan estimasi RAB untuk pembangunan bendungan ini mengikuti
tahapan sebagai berikut :
a)
Survey harga dasar (basic price) bahan, tenaga, dilokasi bendungan
b)
Menghitung estimasi volume pekerjaan sesuai jenis/item pekerjaan
c)
Merencanakan metode pelaksanaan yang mudah dan menguntungkan serta menyusun
jadwal waktu pelaksanaan pekerjaan.
LAPORAN PENDAHULUAN

d)
Membuat analisa harga satuan sesuai metoda pelaksanaan sebanyak item pekerjaan yang
ada.
Menyusun estimasi rencana anggaran biaya (Bill of Quantities) dengan format sesuai arahan
Direksi. Proses perhitungan rencana anggaran biaya (RAB) secara umum dapat dilihat pada
Gambar 3-7.
Estimasi anggaran biaya didasarkan pada lima komponen biaya yaitu : biaya bahan-bahan,
buruh, peralatan, overhead, dan keuntungan yang dilakukan pada tiap-tiap jenis pekerjaan.
Dalam perhitungan anggaran biaya tersebut, biaya asuransi dan pajak tenaga buruh sudah
termasuk dalam harga buruh, biaya asuransi alat berat dan asuransi operator sudah
termasuk dalam sewa alat berat, biaya tenaga buruh dan alat dihitung berdasarkan jumlah
jam kerja.

GAMBAR Daftar J enis-J enis


RENCANA Pekerjaan

Daftar Volume
Pekerjaan

Daftar Daftar Daftar Tabel Daftar Tabel


Bahan Koefisien Upah Koefisien Alat Koefisien

Harga Harga Harga Sewa


Bahan Upah /Beli Alat

Harga Satuan Tiap


J enis Pekerjaan

Rencana Anggaran Biaya


perkelompok Pekerjaan

RAB TOTAL

Gambar 3.7 - Proses perhitungan Anggaran Biaya

3.4.10 Analisa Kelayakan Ekonomi


Dalam suatu perencanaan pembangunan suatu konstruksi yang berkaitan dengan
kepentingan umum, sebelum pembangunan tersebut dilaksanakan perlu dianalisa terlebih
dahulu kelayakan pembangunannya. Analisa kelayakan perlu dilaksanakan agar konstruksi
LAPORAN PENDAHULUAN

yang dibangun dapat berfungsi dengan optimal dan biaya yang dikeluarkan tidak terbuang
secara percuma.
Adapun analisa kelayakan yang umum ditinjau dalam suatu pembangunan konstruksi
adalah:
a) Kelayakan teknis
b) Kelayakan ekonomi

A. Estimasi Biaya Proyek


A.1. Biaya Dasar Konstruksi
Biaya dasar konstruksi diperoleh dari biaya-biaya yang diperlukan secara langsung untuk
pelaksanaan konstruksi bendung dan jaringan suplesi serta fasilitasnya. Biaya yang
diperhitungkan sudah termasuk pekerjaan hidromekanik dan konstruksi bangunan, yang
besar tiap unit pekerjaan terdiri dari harga bahan bangunan, tenaga kerja dan peralatan.
Biaya tersebut telah mencakup biaya tidak langsung yang dikeluarkan oleh kontraktor,
pengeluaran untuk pekerjaan lapangan, biaya tambahan overhead dan keuntungan. Dalam
pelaksanaannya secara Kontraktual maka biaya tersebut masih perlu tambahkan biaya
pajak, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dihitung sebesar 10% dari perkiraan biaya
tersebut di atas.

A.2. Biaya Operasi dan Pemeliharaan Peralatan


Perkiraan biaya operasi dan pemeliharaan peralatan meliputi alat-alat berat dan mesin serta
peralatan komunikasi.

A.3. Biaya Dasar Penggantian


Biaya dasar penggantian terdiri dari Biaya Pembebasan Tanah dan Biaya Ganti Rugi
bangunan yang nantinya dilaksanakan oleh Pemerintah sebelum dimulainya pelaksanaan
konstruksi. Biaya pembebasan tanah sehubungan dengan rencana pengembangan
prasarana dan sarana air bersih.

A.4. Biaya Jasa Layanan Rekayasa


Biaya jasa layanan rekayasa diperuntukkan bagi biaya pekerjaan perencanaan detail dan
pekerjaan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

A.5. Biaya Administrasi


Biaya administrasi dipersiapkan dalam hal pengelolaan administrasl proyek, mulai darl tahap
perencanaan detail, pembebasan tanah, proses lelang, sampai selesainya tahap
pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
A.6. Biaya Tak Terduga
LAPORAN PENDAHULUAN

Biaya tak terduga disediakan untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya modifikasi


konstruksi dan besarnya biaya tak terduga ini diperkirakan sebesar 10 % dari total biaya
untuk biaya dasar konstruksi, biaya dasar penggantlan, biaya jasa layanan rekayasa, dan
biaya administrasi.

A.7. Biaya Operasi dan Pemeliharaan


Perkiraan biaya operasional dan pemeliharaan tahunan diperhitungkan untuk O&P
bangunan sipil, sebesar 0,5 % dari biaya langsung bangunan sipil.

B. Perkiraan Biaya Ekonomi

B.1. Kondisi Dasar


Biaya ekonomi dimaksudkan untuk menghitung ekonomi proyek, kondisi dasar dan asumsi
yang dipergunakan untuk memperkirakan biaya ekonomi pada dasarnya sama dengan
kondisi dasar pada perkiraan biaya finansial, kecuali untuk biaya pembebasan lahan, biaya
ganti rugi bangunan dan pajak serta inflasi tidak diperhitungkan. Besarnya biaya ekonomi
diperoleh dengan cara mengalikan biaya finansial dengan faktor konversi.

B.2. Faktor Konversi


Faktor konversi untuk pekerjaan konstruksi, Operasi dan Perneliharaan dan Lain-lain adalah
sebagai berikut:
No. URAIAN Konversi
1. Pekerjaan Persiapan 0.71
2. Pekerjaan Sipil 0.71
3. Fasilitas dan Peralatan O & P 0.71
4. Biaya Pemindahan Tempat Tinggal (ganti 1.00
rugi)
5. Pekerjaan administrasi 0.90
6. Pekerjaan Jasa Layanan Rekayasa 0.90

C. Kelayakan Teknis
Analisa kelayakan teknis dimaksudkan untuk mengoptimalkan fungsi bangunan tersebut.
Analisa teknis ini berkaitan dengan pemilihan jenis konstruksi, profil tanah yang mendukung
perletakan konstruksi, kegunaan konstruksi, bahan-bahan pembuatan konstruksi,
kemudahan-kemudahan pengoperasian konstruksi, dan lain sebagainya.
Dengan adanya analisa kelayakan teknis ini diharapkan konstruksi yang direncanakan akan
dapat berfungsi sesuai dengan rencana dan masa berlakunya sesuai dengan perhitungan
semula.
LAPORAN PENDAHULUAN

D. Kelayakan Ekonomis
Analisa kelayakan ekonomi dimaksudkan untuk memperbaiki pemilihan investasi.
Perhitungan percobaan sebelum melaksanakan proyek untuk menentukan hasil dari
berbagai alternatif dengan jalan menghitung biaya dan manfaat yang dapat diharapkan dari
masing-masing alternatif tersebut. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa sumber-
sumber yang tersedia bagi pembangunan adalah terbatas.
Salah-satu aspek dari analisis ini adalah layak atau tidaknya pembangunan dilaksanakan
menurut perhitungan ekonomis. Kelayakan ekonomi proyek dimaksudkan untuk menilai
apakah suatu proyek layak terhadap investasi yang ditanam untuk konstruksi, eksploitasi
dan pemeliharaan proyek.
Perhitungan dari analisis proyek adalah besarnya tambahan (manfaat) yang dihasilkan dari
pelaksanaan suatu proyek. Tambahan biaya (cost) dan manfaat (benefit) disini berbeda
antara kondisi apabila proyek tersebut dilaksanakan dengan kondisi apabila proyek tidak jadi
dilaksanakan. Perbedaan kondisi inilah yang disebut kondisi tanpa proyek dengan kondisi
adanya proyek.

D.1. Keadaan Tanpa Proyek


Ada ciri khusus dalam kelayakan ekonomi bagi proyek-proyek pengembangan dan
pembangunan sumber daya air yang jarang dijumpai pada proyek-proyek lainnya. Dalam
proyek pembangunan sumber daya air untuk penyediaan air baku, permasalahan pokok
yang harus dipertimbangkan yaitu orang umum yang memperoleh manfaat dari proyek
tersebut. Apabila proyek yang diusulkan tidak jadi dilaksanakan, maka kemungkinan akan
terjadi hal-hal sebagai berikut:
Tingkat kehidupan sosial-ekonomi masyarakat di wilayah lokasi rencana proyek akan
menurun sejalan dengan pertambahan penduduk
Adanya musim kering yang panjang serta tak adanya sumber air baku yang layak lainnya,
akan mengakibatkan terjadinya kekurangan air yang akan berpengaruh terhadap tingkat
kesehatan masyarakat

D.2. Manfaat Dengan Adanya Proyek


Manfaat dengan adanya proyek pembangunan sumber daya air antara lain adalah sebagai
berikut:
Menjawab tantangan alam di daerah studi sehingga diharapkan pembangunan instalasi air
bersih ini dapat dimanfaatkan sebagai sarana penyediaan air baku untuk keperluan sehari-
hari dan meningkatkan produktivitas pertanian
Meningkatkan kesejahteraan sosial dan masyarakat, yang mana secara langsung
memberikan keuntungan ekonomi. Hal ini diharapkan akan menciptakan suatu lingkungan
sosial ekonomi yang layak untuk keberhasilan pelaksanaan proyek secara keseluruhan.

D.3. Arus Manfaat Proyek


LAPORAN PENDAHULUAN

Penelaahan secara ekonomis atas usulan proyek dimaksudkan untuk menentukan


sumbangan proyek tersebut kepada kesejahteraan nasional mengenai biaya secara
keseluruhan yang dibebankan kepada negara. Analisis seperti ini memperhitungkan semua
biaya dan manfaat (cost and benefits), baik yang bersifat langsung maupun tidak.
Meskipun demikian akan sulit untuk menilai langsung air baku dengan menggunakan harga
per meter kubik. Bukan saja karena penyediaan air bervariasi sepanjang tahun, tetapi juga
karena air merupakan barang yang tidak diperdagangkan.
Pengurangan antara arus manfaat brutto dengan investasi kapital dan seluruh biaya operasi
proyek akan merupakan arus manfaat netto keadaan saat ini (tanpa proyek) dengan arus
manfaat netto tambahan (cash flow) yang berlangsung selama umur ekonomis proyek.

3.5 Pelaporan dan Diskusi


3.5.1 Pelaporan
Secara umum sistem pelaporan diklasifikasikan dalam 2 (dua) kelompok, yaitu: 1) laporan
kemajuan pelaksanaan pekerjaan, yang dituangkan dalam Laporan Bulanan pada periode
akhir bulanan, dan 2) laporan yang membahas substansi pekerjaan Studi Identifikasi dan
Desain Air Baku, yang dituangkan dalam Laporan Pendahuluan, Draft Laporan Akhir, dan
Laporan Akhir.
Evaluasi terhadap prestasi pekerjaan atau kemajuan serta perkembangan hasil pekerjaan
yang dilakukan Konsultan, dapat diketahui dengan cara mendiskusikan laporan-laporan yang
diserahkan oleh konsultan dan dapat dievaluasi pada setiap akhir bulannya, baik melalui
laporan kemajuan pelaksanaan pekerjaan maupun substansi pekerjaan.

3.5.2 Diskusi
Pembahasan Laporan diadakan sebanyak 2 (dua) kali, yaitu terbagi dalam:
1) Pembahasan Draft Laporan Pendahuluan, yang diselenggaran di Balai Wilayah Sungai
Nusa Tenggara II, di Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur;
2) Pembahasan Draft Laporan Akhir, yang diselenggaran di Balai Wilayah Sungai Nusa
Tenggara II, di Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Diskusi atau pembahasan laporan, akan melibatkan Direksi Teknis, nara sumber, serta
instansi terkait dengan pekerjaan. Apabila memungkinkan dan diperlukan, pembahasan
laporan dan hasil pekerjaan, juga dapat dilakukan di tingkat pusat (Jakarta), di lingkungan
Subdit Perencanaan Teknik, Direktorat Irigasi dan Rawa, Direktorat Jenderal Sumber Daya
Air, Kementerian Pekerjaan Umum. Melalui pembahasan di tingkat pusat, diharapkan dapat
diperoleh masukan dan rekomendasi, dalam rangka penyempurnaan pelaporan dan hasil
perencanaan.
LAPORAN PENDAHULUAN

3.6 Program Pengembangan Sumber Daya Air Desain Jaringan Air Bersih

3.6.1 Umum
Program pengembangan Sumber Daya Air untuk desain jaringan air bersih, merupakan pola
dan rencana tindak yang akan dilakukan oleh Tim Konsultan, sebagai bagian dari proses
untuk penetapan Nilai Prioritas Total (NPT) dari alternatif-alternatif sumber air baku, yang
didasarkan pada identifikasi potensi dan permasalahan sumber air baku di wilayah studi.
Pembahasan mencakup substansi sistem penilaian potensi sumber air baku, baik untuk hasil
studi terdahulu sebagai pembanding, dengan rencana sistem penilaian prioritas yang
diusulkan, yang lebih lanjut akan diterapkan sebagai rencana program pengembangan
sumber daya air untuk desain sistem jaringan air baku di Pulau Timor dan Alor pada Tahun
Anggaran 2014.
Pada Gambar 3.8 disajikan diagram alur program pengembangan SDA Desain Jaringan Air
Bersih hasil studi terdahulu, pada Tahun Anggaran 2012, yang secara prinsip melakukan
beberapa langkah tinjauan yang terdiri dari:

Gambar 3.8 - Program Pengembangan SDA Desain Jaringan Air Bersih


(Hasil Studi Terdahulu)

a) Potensi dan permasalahan berdasarkan hasil analisis neraca air, yang memasukkan
unsur ketersediaan dan kebutuhan air;
LAPORAN PENDAHULUAN

b) Sistem penilaian prioritas dilakukan untuk lingkup wilayah kecamatan di Pulau Timor dan
Alor, sesuai dengan potensi ketersediaan dan kebutuhan air dalam lingkup wilayahnya;
c) Berdasarkan hasil analisis potensi dan permasalahan yang ada, lebih lanjut dilakukan
program pengembangan SDA (untuk desain jaringan air bersih), dengan melakukan
memasukkan 4 (empat) kriteria dengan bobot penilaian masing-masing:
(1) Kerentanan (20%), dengan meninjau aspek kepadatan penduduk dan fasilitas
kesehatan yang ada di tiap wilayah kecamatan;
(2) Ancaman (40%), sebagai tingkat kerawanan untuk pemenuhan kebutuhan air baku
yang mendesak, dengan melakukan peninjauan terhadap hasil perhitungan neraca
air, terkait nilai defisit untuk masing-masing kecamatan.
(3) Efektifitas (20%), merupakan tinjuan terhadap tingkat kemudahan penanggulangan
masalah kebutuhan air, dengan melakukan evaluasi terhadap ketersediaan atau
keberadaan sumber mata air dalam lingkup wilayah kecamatan;
(4) Rekomendasi (20%), adalah faktor prioritas pemenuhan kebutuhan air baku yang
diusulkan oleh daerah, baik oleh masyarakat melalui instansi terkait, maupun bentuk
rekomendasi pemerintah daerah secara khusus.
d) Dengan memasukkan bobot penilaian untuk masing-masing kriteria, lebih lanjut akan
diperoleh kumulatif skoring prioritas pemenuhan kebutuhan air baku di Pulau Timor dan
Alor. Prioritas lokasi terpilih untuk desain air baku, ditetapkan berdasarkan Nilai Prioritas
Total (NPT) terbesar dari wilayah kecamatan.
e) Hasil skoring prioritas pemenuhan kebutuhan air baku di Pulau Timor dan Alor, memberi
rangking penilaian tertinggi adalah wilayah Kecamatan Pantai Baru, dan diikuti wilayah
Kecamatan Lobalain. Hasil penilaian tersebut, lebih lanjut akan digunakan sebagai
acuan dan pembanding dalam penetapan lokasi terpilih, dengan memasukkan data-data
hasil identifikasi dan updating.

Sejalan dengan langkah penetapan skoring prioritas pemenuhan kebutuhan air baku di
Pulau Timor dan Alor yang telah dilakukan pada periode sebelumnya, maka pada tahap ini
akan dilakukan sistem skoring prioritas dengan pendekatan wilayah dan potensi daya
dukung yang ada, baik fisik maupun non fisik.
Pada Gambar 3.9 disajikan konsep dasar identifikasi potensi sumber air sebagai bentuk
pendekatan rencana program pengembangan sumber daya air untuk desain jaringan air
baku/bersih, yang akan digunakan sebagai alur kegiatan pekerjaan ini.

3.6.2 Konsep Dasar Identifikasi Potensi Sumber Air


Alur pikir dan konsep dasar pelaksanaan identifikasi potensi sumber air untuk Pekerjaan
Studi Identifikasi dan Desain Air Baku di Pulau Timor dan Alor, dilakukan dalam beberapa
tahap, yaitu:
LAPORAN PENDAHULUAN

Gambar 3.9 - Konsep Dasar Identifikasi Potensi Sumber Air

1) Pengumpulan data potensi sumber air di Pulau Timor dan Alor, yang diperoleh dari
beberapa sumber:
a. Rekomendasi studi terdahulu, dalam hal ini hasil Studi Identifikasi dan Desain Air
Baku di Pulau Timor dan Alor pada Tahun Anggaran 2012;
b. Data dari Dinas Pekerjaan Umum dan instansi terkait di Pulau Timor dan Alor;
c. Data usulan masyarakat berdasarkan MUSRENBANG, yang sudah diusulkan
sebagai program penanganan dan pemenuhan kebutuhan air baku.
Lingkup data yang diperoleh lebih lanjut akan disinkronkan satu sama lain, dalam upaya
mendapatkan acuan dasar dan arahan awal untuk pelaksanaan survei identifikasi
potensi sumber air, yang akan dilakukan lebih rinci.
2) Dengan tetap mengacu pada program pengembangan sumber daya air untuk jaringan
air baku yang telah dilakukan secara wilayah, lebih lanjut dilaksanakan survey
identifikasi untuk mendapatkan gambaran tentang potensi dan permasalahannya.
Sesuai arahan dan hasil diskusi, sumber air baku yang akan disurvey mencakup mata
air, sumur gali, embung dan potensi air baku lainnya.
3) Hasil identifikasi potensi sumber air baku lebih lanjut akan disusun dalam tabel
identifikasi, dengan memasukkan informasi penting terkait potensi dan permasalahan,
baik secara teknik maupun non teknik (sosial, ekonomi dan lingkungan).
4) Disusun sistem skoring prioritas untuk masing-masing lokasi alternatif sumber air baku,
dengan melakukan tinjauan terhadap aspek teknik dan non teknik, dengan keluaran
akhir berupa Nilai Prioritas Total (NPT). Hasil NPT akan diranking, dan dikonsultasikan
serta didiskusikan lebih lanjut, untuk mendapatkan ketetapan terkait prioritas terpilih.
5) Prioritas terpilih yang telah disetujui dan direkomendasi, lebih lanjut akan di kaji lebih
rinci melalui kegiatan survey pengukuran, analisis dan pembuatan desain.
LAPORAN PENDAHULUAN

3.6.2 Sistem Skoring Prioritas


Pelaksanaan sistem skoring prioritas diperlukan untuk menilai potensi sumber air baku hasil
identifikasi di wilayah Pulau Timor dan Alor, dalam upaya penyusunan dan penetapan Nilai
Prioritas Total (NPT), untuk mendapatkan ranking penilaian. Lebih lanjut ranking tertinggi dari
seluruh alternatif potensi sumber air baku, akan ditindaklanjuti dengan kegiatan survey
pengukuran, analisis detail, dan pembuatan desain.
Mengingat kompleksitas potensi dan permasalahan terkait pemanfaatan sumber air baku,
maka secara spesifik, kriteria penilaian akan diklasifikasikan dalam lingkup: 1) aspek teknik
dan 2) aspek non teknik. Dengan pertimbangan tingkat kesulitan dan informasi berdasarkan
referensi yang ada, lebih lanjut masing-masing tinjauan kriteria akan diberi muatan bobot,
dengan rincian sebagai berikut.

A. Aspek Teknik
Aspek teknik yang dipertimbangkan dalam analisis skoring prioritas dalam rangka
penyusunan Nilai Prioritas Total (NPT), terdiri dari:
1) Debit aliran sumber air
Debit aliran merupakan komponen penting terkait ketersediaan air baku, karena
berhubungan langsung dengan volume masyarakat yang akan dilayani air baku,
serta luas lahan pertanian yang akan dilayani kebutuhan air irigasi. Mengingat
pentingnya aspek ini, maka dalam sistem penilaian akan diberi bobot sebesar 11%
dari seluruh bobot yang ada.
2) Kontinuitas debit aliran
Kontinuitas debit aliran akan ditinjau sebagai bentuk potensi kemampuan sumber air
baku dalam mengalirkan debit. Tinjauan akan dilakukan untuk kondisi kemampuan
aliran yang terus menerus sepanjang tahun, serta kondisi aliran yang berfluktuasi
tergantung musim yang ada. Mengingat kontinuitas layanan sangat diperlukan dan
menjadi kriteria penting dalam perencanaan, maka kriteria ini akan diberi bobot
penilaian sebesar 8% dari total bobot secara keseluruhan.
3) Kualitas air
Kualitas air menjadi salah satu faktor penentu dalam layanan air baku, karena
dalam perencanaan layanan air baku perdesaan, akan dibuat sistem layanan dari
sumber air menuju ke titik layanan di Hidran Umum (HU), tanpa ada sistem
pengolahan (water treatment). Sehubungan dengan hal tersebut, tinjauan awal akan
dilakukan terhadap kejernihan dan kekeruhan (warna) dari sumber air. Bobot untuk
kriteria kualitas air ditetapkan sebesar 8%.
4) Jarak ke wilayah layanan (terjauh)
Kriteria jarak ke wilayah layanan perlu dipertimbangkan, karena sangat berkaitan
dengan infrastruktur jaringan yang harus disediakan untuk layanan air baku. Kriteria
ini cukup penting, sehingga diberi bobot penilaian sebesar 7%.
5) Sistem layanan air baku
LAPORAN PENDAHULUAN

Pemahaman kriteria ini terkait dengan pola layanan yang akan diterapkan, dan
diklasifikasikan menjadi sistem gravitasi, pompa, maupun campuran. Aspek ini
berhubungan dengan pembiayaan serta sistem operasi pemeliharaan yang akan
diterapkan, dan akan diberi bobot sebesar 7%.
6) Ketersediaan sarana prasarana air bersih
Kriteria ini mengidentifikasi ketersediaan infrastruktur layanan air baku yang telah
ada di lokasi, serta kondisinya pada saat dilakukan survey identifikasi. Dengan
mengklasifikasikan lingkup infrastruktur yang belum tersedia, terbangun dengan
kondisi rusak, serta terbangun dengan kondisi berfungsi dengan baik, kriteria ini
akan diperhitungkan dengan bobot yang lebih rendah dari yang lain, yaitu 4%.
Berdasarkan penjelasan kriteria di atas, maka secara keseluruhan kumulatif atau total bobot
untuk aspek teknik adalah sebesar 45%.

B. Aspek Non Teknik


Aspek non teknik yang dimasukkan sebagai kriteria dalam analisis skoring prioritas dalam
rangka penyusunan Nilai Prioritas Total (NPT), dibedakan menjadi: a) sosial, b) ekonomi, dan
c) lingkungan.

B.1 Sosial
1) Cakupan Layanan
Kriteria ini mengkaji jumlah jiwa yang dapat dilayani oleh sumber air baku, dengan
klasifikasi dikelompokkan pada kuantitas penduduk (jiwa) di wilayah layanan.
Kriteria ini cukup penting, dan dalam sistem penilaian akan diberi bobot sebesar 8%
dari seluruh bobot yang ada.
2) Status Lahan/Kepemilikan Lahan
Status kepemilikan lahan di lokasi sumber air, menjadi poin penting dalam penilaian
pembobotan, mengingat karakteristik sumber air sebagian besar berada di tanah
milik warga. Dalam rangka keberlanjutan program, diperlukan kepastian perijinan
pemanfaatan dari pemilik lahan, dan diupayakan tanpa adanya biaya penggantian
untuk lahan yang digunakan.
Mengingat pentingnya kriteria ini, karena sangat menentukan keberlanjutan program
layanan air baku, maka dalam sistem penilaian akan diberi bobot sebesar 10%.
3) Tingkat Kerawanan
Tingkat kerawanan memberi gambaran tentang kondisi ketersediaan air baku di
suatu wilayah, dengan klasifikasi cukup air dan rawan air. Sistem penilaian untuk
pembobotan, diberikan nilai sebesar 8%.
4) Tanggapan Masyarakat
Penerimaan masyarakat dan kemungkingan terjadinya konflik dalam pemanfaatan
sumber air, menjadi pertimbangan tersendiri untuk perencanaan pemanfaatan
sumber air baku. Bobot yang diberikan untuk kriteria ini adalah sebesar 5%.
5) Kebijakan Pemerintah
LAPORAN PENDAHULUAN

Arahan prioritas yang menjadi kebijakan pemerintah daerah, baik melalui program
instansi terkait maupun usulah dalam Musrenbang, akan menjadi kriteria tersediri
yang cukup menentukan nilai pembobotannya. Sesuai dengan tingkat prioritas
penanganan serta dalam upaya mendukung sinkronisasi program, maka bobot
diperhitungkan sebesar 8%.

B.2 Ekonomi
1) Manfaat
Kriteria manfaat mengkaji strata pemanfaatan sumber air, baik untuk air baku (DMI)
maupu pertanian, dengan bobot penilaian ditetapkan sebesar 6%.
2) Pencapai Lokasi
Pencapaian lokasi merupakan tinjauan terhadap kemungkinan pencapaian lokasi
sumber air baku, sehubungan dengan prasarana dan sarana transportasi. Hal ini
sangat berkaitan dengan kemudahan pencapaian lokasi, terutama pada saat
pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Bobot penilaian untuk kriteria ini adalah sebesar
4% dari total bobot secara keseluruhan.

B.3 Lingkungan
1) Dampak Lingkungan
Tinjauan akan diberikan pada kemungkinan dampak yang timbul terhadap
lingkungan, dengan adanya pemanfaatan sumber air yang ada. Hal ini cukup
penting, karena akan berhubungan dengan aspek keberlanjutan layanan air baku,
serta dampak yang ditimbulkan.
Nilai pembobotan untuk kriteria ini ditetapkan sebesar 6%.

Kumulatif nilai pembobotan untuk aspek non teknik adalah sebesar 55% dari keseluruhan
kriteria penilaian yang diberikan. Sebagai gambaran rinci klasifikasi penilaian dari masing-
masing kriteria, pada Tabel 3.4 disajikan sistem skoring prioritas.
LAPORAN PENDAHULUAN

Tabel 3.4 - Sistem Skoring Prioritas


LAPORAN PENDAHULUAN

Anda mungkin juga menyukai