Desain Perpipaan
Desain Perpipaan
PENDEKATAN DAN
METODA
PELAKSANAAN
| 3-1
LAPORAN PENDAHULUAN
kerja, yang akan dilengkapi dengan posisi bidang keahlian serta hubungan kerja antar
personil.
(2) Spesifikasi Tenaga Pelaksana
Spesifikasi tenaga pelaksana merupakan rincian persyaratan dan kriteria untuk masing-
masing tenaga pelaksana yang dibutuhkan. Sesuai arahan dalam kerangka acuan
kerja (KAK), penyedia jasa telah menyiapkan personil pelaksana dengan spesifikasi
yang mendekati atau lebih dari kriteria yang disyaratkan. Hal ini menjadi perhatian
penting, mengingat kompetensi dan pengalaman tenaga ahli yang memenuhi kriteria,
secara prinsip dapat menjamin
(3) Tugas dan Tanggung Jawab Personil
Sejalan dengan lingkup kegiatan dan ketersediaan personil, perlu dilakukan pembagian
tugas dan tanggung jawa dari masing-masing tenaga ahli, sesuai dengan bidang
keahliannya, serta sinergi diantara masing-masing tenaga ahli.
Pembagian tugas dan tanggung jawab, juga akan dilengkapi dengan jadwal penugasan
personil yang akan terlibat dalam pekerjaan ini, sesuai dengan rentang waktu
penugasannya.
(4) Tahapan dan Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
Dengan mengacu pada lingkup pekerjaan dan target keluaran yang harus dihasilkan,
akan disiapkan tahapan dan pelaksanaan, yang lebih lanjut akan digunakan sebagai
dasar dalam penyusunan jadwal pelaksanaan. Masing-masing kegiatan akan dirinci
sesuai dengan kebutuhan pencapaian hasil kegiatan, dan lebih lanjut dengan
memasukkan unsur kapasitas kerja serta pendekatan volume pekerjaan, dapat
diestimasi kebutuhan waktu pelaksanaan untuk masing-masing kegiatan.
(5) Sistem Koordinasi Pelaksanaan
Direksi Perusahaan dengan Ketua Team pelaksana pekerjaan, akan selalu melakukan
koordinasi selama proses pelaksanaan pekerjaan, dengan Pejabat Pembuat Komitmen
Kegiatan Perencanaan dan Program, Satker Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II,
melalui Direksi Teknik dan Pembantu Direksi yang telah ditunjuk. Untuk kelancaran
proses pekerjaan, secara berkala akan dilakukan konsultasi, asistensi, dan diskusi
dengan Tim Direksi Teknik, terhadap tiap substansi kerja maupun permasalahan yang
timbul di lapangan maupun studio.
Sesuai arahan Pejab Pembuat Komitmen Kegiatan Perencanaan dan Program, pihak
penyedia jasa diharapkan menyiapkan Buku Asistensi Kegiatan, sebagai bentuk catatan
serta kesepakatan bersama, antara Tim Konsultan dengan Direksi Teknik.
(1) Peta Rupa Bumi dengan skala 1:25.000, lengkap dengan peta land system dan
land suitability, peta land use, peta topografi dengan jaringan sungainya, peta
administrasi, dan peta pendukung lainnya;
(2) Peta Geologi dan Hidrologi, untuk kawasan Pulau Rote Ndao;
(3) Data Sumber Air dan Debit Eksisting, pada sumber air potensial;
(5) Data BPS, terkait dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur , Pulau Timor dan Alor,
dan Kecamatan dalam angka, sesuai dengan data tahun terakhir, dengan
mengutamakan data series;
(6) Laporan dari hasil studi terdahulu, yang terkait dengan substansi air baku
terutama di wilayah studi, Kabupaten Rote Ndau.
Pengumpulan data sekunder dan laporan studi bertujuan untuk mengetahui kondisi
global wilayah pengambangan saat ini. Lebih lanjut berdasarkan data yang telah
diperoleh, akan diupayakan kelengkapannya pada tahap kegiatan survey identifikasi
lapangan, untuk pelaksanaan penambahan data, klarifikasi serta verifikasi terhadap
data-data yang ada.
b. Kajian Peta dan Data
Data-data yang perlu dikumpulan pada tahap awal maupun lanjutan, antara lain
terdiri dari:
(1) Land Use (Tata Guna Lahan) Wilayah pengembangan dengan memperhatikan
terhadap penggunaan lahan, kemampuan lahan, dan kemiringan lahan.
(2) Sumber air melalui parameter ketersediaan air permukaan (available
discharge), banjir, hujan (durasi/intensitas), sedimentasi, dan keseimbangan air.
(3) Kondisi sosial ekonomi dengan memperhatikan pada aspek kependudukan,
kepemilikan lahan, kegiatan ekonomi masyarakat, pendapatan petani,
kelembagaan masyarakat, teknologi desa, dan fasilitas/prasarana desa.
(4) Kajian analisa spasial dalam GIS untuk memberikan model basis data potensi
air baku dalam sistem spasial, dan model hidrologi spasial.
c. Hasil kajian yang diharapkan adalah informasi tentang:
(1) Pemanfaatan lahan saat ini secara global (sawah, tegalan, pekarangan,
perumahan, perkebunan, dan kehutanan).
(2) Komuditas tanaman yang diusahakan (mayoritas, sedang, minoritas).
(3) Ketersediaan debit air, debit rata-rata, debit aliran rendah, debit banjir
rancangan, sedimentasi dan kebutuhan air.
(4) Kelayakan tanah fondasi untuk konstruksi desain air baku.
(5) Jumlah penduduk, jenis kelamin, penduduk produktif, kelembagaan,
pendapatan petani, pendidikan dan faktor lingkungan.
LAPORAN PENDAHULUAN
(6) Sistem basis data spasial yang interatif dapat memberikan informasi dan
mendukung pengambilan keputusan pengelola air baku di wilayah studi.
d. Identifikasi Lokasi Berpotensi
Berdasarkan hasil kajian data/peta tersebut di atas selanjutnya dilakukan pengkajian
secara khusus wilayah yang bisa dikembangkan dan memenuhi syarat
pengembangan menjadi lahan ber-irigasi. Kemudian dilakukan identifikasi melalui
peta terhadap sebaran lokasi/areal pengembangan irigasi (Ha) termasuk
desa/kecamatan di masing-masing sub wilayah aliran. Di dalam identifikasi tersebut
perlu dipikirkan mengenai lokasi rencana desain air baku yang dipilih sebagai proyek
desain rencana teknis, skema jaringan distribusi air, bangunan struktur penyadap
atau tangkapan sumber mata air, bangunan struktur pengolahan kualitas air bila
diperlukan, dan perhitungan water balance/keseimbangan air.
Penyusunan Studi Identifikasi dan Desain Air Baku di Pulau Timor dan Alor
dimana jaringannya akan berada pada suatu kawasan sepanjang sungai untuk menyuplai
bagi kebutuhan di pedesaan, mengingat kebutuhan air yang direncanakan harus bisa
melayani berbagai kepentingan yang berbeda. Sebagai contoh dalam Studi Identifikasi
dan Desain Air Baku di Pulau Timor dan Alor dan sekitarnya terdapat sejumlah
aktifitas yang memerlukan air baku seperti misalnya penggunaan air untuk keperluan
kebutuhan air minum/rumah tangga, pariwisata, Pertanian dan lain-lain.
Beberapa kendala yang yang dapat membatasinya pemanfatan potensi air untuk kebutuhan
air baku antara lain adalah berupa kondisi topografi, geologi, hidrologi, batasan wilayah
administrasi, potensi sumber daya air dan prasarana dan sarana air bersih.
Salah satu masukan utama yang diperlukan dalam melakukan suatu Desain Rinci
Penyediaan Air Baku pada suatu kawasan, adalah informasi mengenai ketersedian sumber
air baku baik ditinjau dari aspek kualitas, kuantitas maupun kontinuitas dan kondisi
pemanfaatan dan prasarana air bersih yang ada. Secara umum ketersediaan air (water
availability) pada suatu kawasan akan dikontrol oleh :
Kondisi Fisik, Iklim, curah hujan, Geologi, topografi/morfologi
Kondisi Sosial Ekonomi (Budidaya Manusia) Tataguna lahan, pola pemanfaatan sumber
air/pola konsumsi air
Oleh karena itu pada tahap awal pekerjaan ini, Konsultan akan melakukan pengumpulan
data dan survey lapangan kondisi fisik dan sosial ekonomi, dengan cakupan seperti
disebutkan diatas. Data lapangan dan data sekunder dianalisa untuk mendapatkan keluaran
berupa; alternatif-alternatif pemanfaatan sumber air yang dapat digunakan sebagai sumber
air baku, ketersediaan sumber air baku beserta kualitas dari air tersebut bagi sistem
penyediaan air bersih yang akan direncanakan.
LAPORAN PENDAHULUAN
Selanjutnya Konsultan akan melakukan studi optimasi alternatif sumber baku yang akan
digunakan berdasarkan hasil analisa data kebutuhan air untuk berbagai periode.
Desain awal sarana dan prasarana sistem penyediaan air bersih disusun berdasarkan :
masukan hasil kajian aspek kualitas dan kuatitas sumber air yang akan digunakan, tingkat
kebutuhan air, hasil observasi dan identifikasi peta lokasi.
Selanjutnya Kelayakan dikaji berdasarkan masukan : Biaya Pelaksanaan Kontruksi, Analisa
IRR, CBR, Sensitivitas serta hasil studi tarif air.
Kerangka berfikir yang digunakan sebagai pendekatan dalam melakukan studi ini
diperlihatikan pada Gambar 3.1. terkait metoda pelaksanaan, sedangkan penjabaran rinci
disajikan pada Gambar 3.2 tentang bagan alir pelaksanaan pekerjaan.
Secara garis besar ke-7 jenis kegiatan tersebut terdistribusi kedalam 7 tahapan kegiatan,
yaitu :
Pekerjaan Persiapan
Pekerjaan Inventarisasi Data dan Evaluasinya
Pekerjaan Pengukuran
Pekerjaan Perencanaan dan Detail Desain
Rencana Anggaran Biaya
Penyusunan Laporan
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengurusan Administrasi
Meliputi pengurusan surat-menyurat dan dokumen sehubungan dengan pelaksanaan
pekerjaan. Jenis surat yang diperlukan pada tahap ini berupa surat tugas konsultan dan
surat pengantar dari pihak Direksi maupun Konsultan, yang ditujukan untuk instansi terkait
dan berwenang di wilayah studi. Pelaksanaan pengurusan administrasi dimaksudkan untuk
memudahkan kelancaran pekerjaan, terutama berkaitan dengan pengumpulan data dan
pekerjaan di lapangan.
C. Studi Pustaka
Studi Pustaka, berupa studi kepustakaan terhadap semua kegiatan dan investigasi di bidang
sumber daya air yang terdahulu. Studi kepustakaan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi
karakteristik daerah, permasalahan yang dihadapi serta potensi pengembangan dan
perlindungan sumber daya airnya. Hasil studi ini dijadikan panduan untuk menentukan
sasaran program kunjungan lapangan pendahuluan serta sebagai masukan dalam
penyusunan rencana kerja secara menyeluruh dan terpadu.
Laporan Pendahuluan merupakan bentuk laporan tahap awal, yang akan menjelaskan
kesiapan pihak konsultan dalam pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan, yang
dituangkan dalam bentuk metodologi dan rencana kerja. Disamping itu, pada laporan ini juga
sudah disajikan hasil penelaahan data sekunder tahap awal, yang dituangkan dalam bentuk
konsep penilaian sesuai dengan spesifikasinya. Setelah Laporan Pendahuluan selesai
disusun, dilakukan Diskusi Laporan Pendahuluan dengan mengundang instansi yang terkait
untuk memperoleh masukan untuk lebih melengkapi Laporan dan Rencana Kerja yang
disusun.
baku dan lain-lain. Data didasarkan kepada data statistik kecamatan yang diperoleh dari
Kantor Kecamatan dan Biro Pusat Statistik. Data ini berguna untuk proyeksi kebutuhan
air pada setiap kelurahan/Pekon, kecamatan yang ada saat ini serta proyeksinya di masa
mendatang.
c. Data & Peta Tata Guna Tanah, RTRW & RUTR.
Informasi pola penggunaan lahan eksisting selain didasarkan kepada data penggunaan
tanah dari kantor kecamatan juga dikonfirmasikan dengan peta tata guna tanah yang
diperoleh dari Badan Pertanahan Nasional. Sedangkan rencana pemanfaatan lahan
dimasa mendatang didasarkan kepada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Bappeda
Propinsi NTT serta Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Bappeda Kabupaten Rote-Ndao
Data ini berguna untuk memproyeksikan kebutuhan air dan arah daerah pelayanan.
d. Data Kegiatan Perekonomian.
Meliputi data yang erat kaitannya dengan pertanian (irigasi), perikanan, industri dan lain-
lain. Data ini juga berguna dalam memproyeksikan kebutuhan air untuk berbagai
keperluan diluar kebutuhan rumah tangga.
B. Orientasi Lapangan
Orientasi Lapangan atau Survei Pendahuluan, dilakukan untuk melakukan konfirmasi data
terdahulu dengan kenyataan kondisi lapangan yang sesungguhnya dan identifikasi
permasalahan air baku yang ada dilapangan. Orientasi lapangan meliputi aspek : kelayakan
peta dasar, kondisi fisik & sosial ekonomi serta gambaran umum potensi sumber air baku
dan sarana air bersih eksisting. Hasil kunjungan lapangan ini dijadikan masukan dalam
menyusun rencana kerja pelaksanaan survey dan metoda kerja yang akan dilaksanakan.
Sejalan dengan itu dilakukan pula identifikasi hal-hal berikut :
a. Identifikasi Prasarana dan Sarana Air Baku
Kegiatan Inventariasasi Prasarana dan Sarana Air Baku merupakan upaya peninjauan
lapangan untuk identifikasi data lapangan tentang kondisi prasarana dan sarana air yang
mencakup kondisi, kapasitas, kinerja saat ini serta permasalahannya.. Kegiatan ini
melakukan verifikasi terhadap data-data yang telah dikumpulkan terhadap kondisi yang
ada di lapangan.
mencatat dan menggambar bangunan maupun saturan yang ada yang rencananya akan
dilalui jaringan pipa transmisi yang pertu dicatat dan digambar meliputi dimensi, elevasi
maupun kondisinya (rusak, baik) dan selanjutnya akan disusun Daftar Usulan
Pekerjaan dan skala prioritasnya kegiatan inventarisasi dan identifikasi sumber air baku
di Kabupaten Rote-Ndao.
Pelaksanaan kegiatan ini dapat diuraikan dalam rincian kegiatan sebagai berikut:
a) Salah penutup tinggi dari hasil pengukuran pulang-pergi harus lebih kecil dari 8,4 mm D,
dimana D adalah jarak optis dalam Km.
b) Hasil perhitungan tinggi diperoleh dari analisa kwadrat terkecil.
c) Pencatatan data yang salah harus dicoret tidak boleh didobel atau di Tip Ex, kemudian
bacaan yang benar ditulis diatasnya dengan ballpoint warna hitam.
d) Pada formulir data harus ditulis dengan lengkap : nomor halaman, jenis & nomor alat,
nama surveyor, tanggal pengukuran, lokasi dan sebagainya.
e) Penentuan BM sebagai referensi tinggi, kemudian akan ditunjukkan oleh direksi.
h) Batas pengukuran profil melintang adalah 10 m dari tepi talud luar baik saluran pembawa
maupun saluran pembuang terkecuali yang diminta pada (*) diatas.
i) Sket dari pengukuran harus dibuat dengan rapi dan jelas untuk memudahkan
penggambaran.
g) Membuat daftar (register) BM lama baru yang menunjukan letak dan koordinat (x,y,z)
pada peta.
A.9. Pengukuran Situasi Untuk Lokasi Tapak Bangunan
a) Setiap bentuk perubahan bangunan harus diukur pada titik detail terkecil dan digambar
pada skala 1: 100.
b) Pengukuran ketinggian (elevasi) pada bangunan sebagai berikut :
Dasar saluran di hulu dan hilir bangunan
lantai hulu dan lantai hilir bangunan
Elevasi ambang
Puncak tanggul
Puncak dan gelagar bawah jembatan
Dasar mulut gorong-gorong
Dasar Pintu
c) Pengukuran situasi ini dilakukan pada bangunan bangunan yang dianggap penting
kanena hal tersebut diperlukan untuk dihitung volumenya yang nantinya dipergunakan
sebagai back-up data pada pekerjaan usulan nantinya
LAPORAN PENDAHULUAN
d) Pengukuran lapangan (site survey) secara lengkap akan dilakukan pada lokasi baru
yang diusulkan
e) Ketentuan-ketentuan untuk pengukuran sebagai berikut :
Potongan melintang tegak lurus as/trase saluran
Pengukuran jarak saluran pada belokan yang tajam akan dilakukan menggunakan
pita ukur lewat as saluran , bukan jarak optis/bidik
f) Batasan pengukuran situasi ditentukan 100 x 100 m untuk bangunan besar di Saluran
Induk dan 50x50 untuk bangunan kecil di Saluran Sekunder yang diukur dari as
bangunan/saluran.
g) Patok CP dibuat dari kayu dengan ukuran 5 x 7 x 60 cm, dan ditanam 30 cm kedalam
tanah.
Pembuatan BM beton harus mengikuti spesifikasi yang dituangkan dalam Standar
Perencanaan Irigasi PT-02 (lihat bagian Pengukuran Trace Saluran). Pemberian tanda
pengenal pada BM harus mendapat persetujuan tertulis dan Direksi Pekerjaan. Konsultan
harus bertanggung jawab terhadap pemasangan BM baru.
Pen kuningan
6 cm
Nomor titik
Tulangan tiang 10
Dicor beton
Sengkang 5-15
Dicor beton
Beton 1:2:3
20
Pasir dipadatkan
40
Prinsip dasar hitungan koordinat titik-titik poligon dapat dilihat pada uraian di bawah.
Koordinat titik B dihitung dari Koordinat A yang telah diketahui:
Hitungan Koordinat
XP X A dAP SinAP
YP YA dAP CosAP
LAPORAN PENDAHULUAN
Untuk menghitung azimuth poligon dari titik yang diketahui digunakan rumus
sebagai berikut:
12 1A 1
AP A 1 1 180
23 21 1 12 2 180
AP A 1 2 2 180
34 32 3 23 3 180
AP A 1 2 3 3 180
4B 43 4 34 4 180
43 A 1 2 3 4 4 180
Secara garis besar bentuk geometri poligon dibagi menjadi Poligon Tertutup (loop)
dan Poligon Terbuka, apabila dalam hitungan syarat geometri tidak terpenuhi maka
akan timbul kesalahan penutup sudut yang harus dikoreksikan ke masing-masing
sudut yang akan diuraikan sebagai berikut.
Koordinat titik kerangka dasar dihitung dengan perataan metoda Bowdith. Rumus-
rumus yang merupakan syarat geometrik poligon adalah meliputi:
m
X Akhir X Awal X i 0
i 1
dimana:
i = Jarak vektor antara dua titik yang berurutan
di = Jumlah jarak
X = Absis
X = Elemen vektor pada sumbu absis
m = Banyak titik ukur
dimana:
d1 = Jarak vektor antara dua titik yang berurutan
di = Jumlah jarak
Y = Ordinat
Y = Elemen vektor pada sumbu ordinat
m = Banyak titik ukur
Untuk mengetahui ketelitian jarak linier-(SL) ditentukan berdasarkan besarnya
kesalahan linier jarak (KL)
SL fX 2
fY 2
KL
fX 2
fY 2 1 : 5.000
D
Dalam perhitungan azimuth matahari harga sudut miring (m) atau sudut Zenith (Z)
yang dimasukkan adalah harga definitif sebagai berikut:
dimana:
Z d Z u r 1 d p i atau
2
m d mu r 1 d p i
2
Zd = sudut zenith definitif
md = sudut miring definitif
Zu = sudut zenith hasil ukuran
mu = sudut zenith hasil ukuran
r = koreksi refraksi
1/2d = koreksi semidiameter
p = koreksi paralax
I = salah indeks alat ukur
a) Syarat Geometris
H Akhir H Awal H FH
T 8 D mm
1
H 100 Ba Bb Sin 2m TA Bt
2
Dd = DOCos2m
Dd = 100(Ba-Bb)Cos 2 m
Dimana:
TA = Titik tinggi A yang telah diketahui
TB = Titik tinggi B yang akan ditentukan
H = Beda tinggi antara titik A dan B
Ba = Bacaan benang diafragma atas
Bb = Bacaan benang diafragma bawah
Bt = Bacaan benang diafragma tengah
TA = Tinggi alat
Dd = Jarak optis [100(Ba-Bb)]
m = sudut miring
Mengingat akan banyaknya titik-titik detail yang diukur, serta terbatasnya kemampuan
jarak yang dapat diukur dengan alat tersebut, maka akan diperlukan titik-titik bantu yang
membentuk jaringan poligon kompas terikat sempurna. Sebagai konsekuensinya pada
jalur poligon kompas akan terjadi perbedaan arah orientasi utara magnetis dengan arah
orientasi utara peta sehingga sebelum dilakukan hitungan, data azimuth magnetis diberi
LAPORAN PENDAHULUAN
A.13.2 Penggambaran
a) Pengambaran diatas kertas kalkir ukuran A-1 (594 x 841 mm)
b) Penggambanar tampang memanjang dan situasi trace saluran digambar dalam satu
lembar kalkir dengan ketentuan:
(a) Situasi trace saluran skala 1: 2.000.
(b) Potongan memanjang:
Horisontal : Skala 1 : 2.000
Vertikal : Skala 1: 100 (untuk daerah datar)
Skala 1: 200 (untuk daerah curam atau bervariasi)
c) Draft penggambaran harus dilakukan diatas kertas milimeter yang diperiksa dan
disetujui oleh Direksi Pekerjaan dan dinyatakan secara tertulis.
d) Semua penggambaran harus mengacu pada Standar Perencanaan Irigasi KP-07.
95% dari bangunan penting, seperti bendung, dam, jembatan, saluran, dan sungai,
tidak mempunyai kesalahan lebih dari 0,60 mm, diukur dari grid atau titik kontrol
horisontal terdekat. Sisanya 5%, tidak boleh mempunyai kesalahan lebih dari 1,20
mm
Pada sambungan gambar, lebar peta satu dengan yang lain, garis kontur, bangunan,
saluran, dan sungai, harus tepat tersambung.
Status tanah yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian dan pemukiman secara
umum serta keadaan fasilitas umum yang tersedia.
(b) Mengadakan survey inventarisasi keadaan agronomi
Masalah banjir, kekeringan dan pengaruhnya terhadap produksi pertanian.
Inventarisasi jenis-jenis tanaman yang diusahakan dan produksinya,
perkembangan usaha tani, cara bercocok tanam, pola tanam yang ada, cara
pengelolaan air serta kemungkinan penggunaan peralatan pertanian.
Memberikan saran-saran tentang kemungkinan penyempurnaan budi daya
pertanian yang ada untuk dapat meningkatkan produksi pertanian sekaligus
pendapatan petani.
Penggambaran tata guna tanah sekarang dan informasi pemanfaatannya
(c) Mengadakan survey dan inventarisasi keadaan ekonomi masyarakat
Penelitian mengenai luas dan pola usaha tani serta perkembangannya
Tingkat pendapatan petani dan pengeluarannya
Penelitian tentang hambatan-hambatan yang dihadapi para petani dalam rangka
peningkatan dan perluasan usaha tani.
Masalah tranportasi dan pemasaran hasil.
dimana :
RDPS : Curah Hujan Daerah Pengaliran Sungai
An : Luas Daerah Pengaruh Stasiun i
Rn : Curah Hujan Maksimum Stasiun i
Perhitungan curah hujan maksimum dilakukan dengan menggunakan Metode Gumbell ,
Metoda Log Pearson III dan Metoda Log Normal 2 Parameter .
A.2.1 Metoda Gumbel
Persamaan yang digunakan adalah :
X T X K T .S X
SX
X xi 2
n 1
6
0.5772 ln ln
T
KT
T 1
dimana :
LAPORAN PENDAHULUAN
Sedangkan untuk mencari besarnya masing-masing koefisien diatas adalah sebagai berikut :
LogX
LogX
n
Slog X
LogX LogX 2
n 1
G
n LogX LogX 3
n 1. n 2. S LogX 3
dimana :
X = Curah hujan (mm)
(log x log x ) i
2
(n 1)
Slogx =
LAPORAN PENDAHULUAN
log x i
log x = n
dimana :
XTR = besarnya curah hujan dengan periode ulang t
n = jumlah data
n
0.20 0.10 0.05 0.01
5 0.45 0.51 0.56 0.67
10 0.32 0.37 0.41 0.49
15 0.27 0.30 0.34 0.40
20 0.23 0.26 0.29 0.36
25 0.21 0.24 0.27 0.32
30 0.19 0.22 0.24 0.29
35 0.18 0.20 0.23 0.27
40 0.17 0.19 0.21 0.25
45 0.16 0.18 0.20 0.24
50 0.15 0.17 0.19 0.23
1,07 1,22 1,36 1,63
n > 50
n n n n
LAPORAN PENDAHULUAN
tp Qp
te
tp
5.5
Jika te > tR, maka tp perlu dikoreksi, menjadi :
tp1 = tp + 0,25 (tR - te)
Tp
c) Rise to peak :
Tp = tp + 0,5 tR
Peak discharge untuk hujan eff. 25,4 mm (1 inch) pada daerah aliran seluas A km 2,
dalam m3/det :
25.4
qp. .A
Qp = 1000 m3/det
Dari harga-harga tersebut dapat dibentuk unit hidrograph sintetik untuk lokasi
genangan.
Y 10 a 1 x 2
x (1)
dimana
Q t
Y Y
QP ..(1a) , t P ..(1b), a f x ..(1c)
Sedangkan :
QP TP
W , W = 1000h.A
LAPORAN PENDAHULUAN
dimana :
h = excess rain (run-off) dalam mm.
A = luas daerah pengaliran dalam km2.
Tp = rise to peak dalam detik.
Setelah didapat bentuk unit hidrographnya, maka dilakukan perhitungan debit banjir
akibat hujan rencana yang dihitung dengan Metoda Gumbel atau Metoda Log-Person III.
Untuk perencanaan, maka hujan rencana yang dihitung didistribusikan menurut
distribusi yang direkomendasikan oleh SCS. Dengan distribusi hujan tersebut maka
dengan melakukan superposisi terhadap pengaruh dari hujan tiap-tiap jam diperoleh
Hidrograph banjir daerah genangan.
b) Pada lapisan tanah di bawah top soil, terjadi keseimbangan lengas tanah (soil moisture
storage). Tanah pada lapisan ini dapat digolongkan ke dalam 2 macam kondisi yang
berbeda, yaitu :
Tanah tidak jenuh, dengan kandungan lengas tanah (SM) tertentu dan kapasitas
batasnya (SM CAP).
Tanah jenuh, dengan FW dan FW CAP.
Besarnya SM cap dan FW cap tergantung dari karakteristik tanah, tingkat kepadatan
tanah, struktur lapisan tanah dan lain-lainnya. Apabila jumlah air yang meresap ke
dalam tanah melebihi SM cap/FM cap, maka air tersebut akan mengalir di bawah
permukaan tanah sebagai interflow.
c) Pada lapisan tanah bawah, terjadi keseimbangan air tanah didalam aquifer (ground
water storage) yang terjadi karena perkolasi (aliran masuk dari lapisan atas),
karakteristik lapisan tanah/batuan dari aquifer dan gradient hidraulik. Aliran air yang
muncul pada keseimbangan ini adalah aliran dasar (base-flow).
Dalam studi ini simulasi model rainfall-runoff, akan dicoba metoda Nreca dan Rain-Run, yang
mana dalam tahap pertama, parameter-parameter dari model ditentukan berdasarkan
kondisi yang ada di lapangan, seperti misalnya :
a) Topografi medan/lereng dari daerah aliran sungai
b) Tata guna lahan dan luas tiap bagiannya
c) Jenis tanah top soil dan vegetasi permukaan
d) Jenis tanah lapisan atas, karakteristik tanah, lengas tanah dan kapasitas lapangan
e) Struktur lapisan tanah/batuan
f) Porositas tanah dan batuan
g) Tebal lapisan aquifer
Kemudian debit aliran hasil model dikalibrasi dengan data dari debit pengamatan. Disini,
revisi-revisi dilakukan, sehingga debit aliran hasil model bisa mendekati debit aliran hasil
pengamatan. Sesudah itu dipilih model beserta parameter-parameternya yang paling sesuai
untuk suatu daerah aliran tertentu dan diberlakukan untuk menghitung debit aliran yang
terjadi akibat hujan bulanan. HUJ AN
Dalam metoda ini terdiri dari beberapa elemen yang akan digunakan sebagai input model,
PERMUKAAN C. runoff
seperti akan diterangkan dibawah
EVAPOTRANS ini
TANAH
DI RECT RUNOFF
a) Daerah lapisan tanah yang mempunyai kelengasan (soil moisture) tertentu, dengan
kapasitasnya SMCAP.
I NFI LTRASI STREAM
FLOW
b) Evapotranspirasi aktual (EACT) ditunjukkan sebagai fungsi dari RAIN/EPOT dan
SMOLD/SMNOM, dimana SMNOM adalah parameter dari model. Crawford
menganjurkan
M.A.T untuk mengambil
SOIL harga SMNOM sebesar (100mm
SM.Cap + 0.2 * hujan
I NTERFLOW
MOISTURE FW.Cap
seragam). STORAGE
PERKOLASI
dimana :
OLD : adalah akhir dari setiap langkah waktu
SMOLD RAIN
2.0 1 .0
jika SMNOM atau EPOT , maka EACT EOPT
c) Infiltrasi air (RECH) dari permukaan ke lapisan dibawahnya, dapat didefinisikan sebagai
berikut :
RECH = ESM * KRECH
sedangkan hubungan secara grafis yang diberikan untuk ESM dapat dirumuskan
sebagai berikut :
SMOLD
SM 0.5 1 tgh 2 2 * RAIN EACT
SMNOM
d) Sedangkan limpasan langsungnya didefinisikan sebagai
QDIR = ESM - RECH
LAPORAN PENDAHULUAN
pembangunan industri. Berdasarkan data penduduk pada tahun-tahun yang lalu maka
dapat dihitung laju pertambahan penduduknya pertahun berdasarkan rumus sebagai
berikut :
P(t2 = P(t1)*(1+r)(t2-t1)
dimana :
P(t1) = jumlah penduduk pada tahun t1
P(t2) = jumlah penduduk pada tahun t2
r = laju pertambahan penduduk per-tahun
Setelah didapat angka laju pertambahan penduduk pada tahun-tahun terakhir, maka
dilakukan proyeksi perkiraan jumlah penduduk 25 tahun kedepan dan proyeksi
kebutuhan air baku penduduk dan industri sesuai dengan standar dari Cipta Karya.
Menurut standar Cipta Karya kebutuhan untuk minum, masak dan mencuci makanan
adalah 20-30 liter/orang/hari, ditambah untuk pembersihan, cuci, dan mandi.
Berdasarkan hal diatas maka diambil besar kebutuhan air adalah 100 liter/orang/hari.
Hasil dari analisa kebutuhan air diatas adalah kurva kebutuhan (demmand curve) untuk
lokasi bendungan. Informasi ini selanjutnya akan sangat diperlukan untuk menentukan
kapasitas reservoar yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan sebesar itu.
Tinjauan dari aspek ketersediaan, sumber air baku dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua)
kelompok, yaitu: 1) sumber air yang sudah ada (eksisting), seperti embung/danau maupun
mata air, dan 2) sumber air yang potensial untuk dikembangkan mencakup air permukaan
(sungai, run off), air tanah (sumur gali, aquifer), dan air hujan. Secara prinsip dalam kegiatan
ini akan dilakukan identifikasi potensi ketersediaan air baku, dalam upaya untuk
memanfaatkan secara optimal. Dalam pola pemanfaatan potensi ketersediaan air baku,
perlu dikaji aspek penting yang terkait di dalamnya, yaitu mencakup kontinuitas, kuantitas,
dan kualitas (3K).
Berdasarkan aspek kebutuhan (demand side), secara prinsip air baku diperhitungkan untuk
beberapa aspek, yang terdiri dari: 1) untuk mencukupi kebutuhan pertanian, yang terdiri dari
padi dan non padi, termasuk ternak, 2) untuk mencukupi kebutuhan domestik, perkotaan
(municipal) dan industri (DMI), serta 3) perhitungan untuk aspek kehilangan air (water loss).
Dalam rangka mendukung perencanaan teknis, akan dilakukan analisa neraca air yang
menganalisis tingkat kebutuhan air baku dan ketersediaan air baku secara seimbang.
Sehubungan dengan hal tersebut, akan dibuat analisis dan strategi penyusunan program air
baku yang sesuai dengan kondisi dan potensi wilayah, dengan mempertimbangkan aspek
sosial ekonomi, pembiayaan serta penerapan teknologi yang sesuai dan optimal.
A Analisa Proyeksi Perkembangan Wilayah
LAPORAN PENDAHULUAN
Studi ini pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui arah pemanfaatan ruang dimasa
mendatang untuk berbagai kebutuhan, seperti pengembangan daerah industri, perkotaan
(permukiman), daerah wisata, lokasi pertambangan dan lain-lain. Studi ini terutama
didasarkan kepada konsep kebijakan pengembangan pemerintah daerah berupa RTRW-
Pemda TK II Kabupaten Rote-Ndao dan RUTR Pemda Kabupaten Rote-Ndao
Selain itu perlu dilakukan proyeksi jumlah penduduk pada masa yang akan datang, yang
selanjutnya antara lain akan menentukan jumlah kebutuhan air baku. Perhitungan nilai rata-
rata pertumbuhan penduduk wilayah studi dihitung dengan formula sebagai berikut.
PT = P0 ( 1 + r )T
dimana :
PT = Jumlah penduduk pada tahun ke T
P0 = Jumlah penduduk pada tahun dasar T0
r = Pertumbuhan penduduk rata-rata ( %)
T = Selisih Waktu (tahun) dengan tahun dasar perhitungan.
Dalam studi perhitungan pertumbuhan penduduk rata-rata dihitung berdasarkan data
pertumbuhan penduduk mulai tahum 2011 s/d 2030 (20 tahun). Proyeksi perkembangan
penduduk selanjutnya dihitung berdasarkan tahun dasar (base year) tahun 2000 dan prediksi
jangka pendek tahun 2015, prediksi jangka menengah 2020 dan jangka panjang 2030.
Hasil studi ini selanjutnya dijadikan masukan dalam memprediksi kebutuhan air dimasa
mendatang untuk setiap jenis kegiatan pada setiap demand cluster.
Analisa pemakaian air saat ini serta prediksi proyeksi pemakaian air pada masa kurun waktu
berikutnya pada dasarnya dilakukan untuk menghasilkan besaran kebutuhan air untuk
berbagai penggunaan air misalnya perkotaan, irigasi, air minum, perikanan, industri untuk
setiap demand cluster.
Pada wilayah studi, terdapat sejumlah kota kecamatan yang yang perlu diproyeksikan
jumlah penduduknya pada tahun 2025 untuk mengetahui berapa kebutuhan air domestik
pada kedua kotamadya tersebut. Berdasarkan data penduduk pada tahun-tahun yang lalu
maka dapat dihitung laju pertambahan penduduknya pertahun seperti telah dijelaskan
sebelumnya.
Total kebutuhan air DMI diestimasi dengan mengalikan populasi hasil proyeksi dengan laju
komsumsi air per kapita, sebagaimana ditunjukkan dalam rumus berikut.
Q(DMI) = 365 Hari x {(q(U)/1000) x P(U) x (q(r)/1000) x P(r)}
di mana :
Q(DMI) = kebutuhan air DMI (m3/tahun)
q(U) = Konsumsi air untuk daerah perkotaan (lit/kapita/hari)
q(r) = Konsumsi air untuk daerah pedesaan (lit/kapita/hari)
P(U) = Populasi perkotaan
LAPORAN PENDAHULUAN
a) Tercapainya optimasi pemanfaatan sumber daya alam berupa lahan dan air dengan
memperhatikan kelestarian lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan.
b) Terehabilitasikannya secara selektif daerah/kawasan lindung yang telah dibudidayakan
dan atau kawasan kritis (rawan banjir dan kritis air) atau dengan kata lain meningkatnya
sistem pengelolaan lingkungan.
c) Terciptanya interaksi antar pusat-pusat pertumbuhan dan pusat pertumbuhan dengan
wilayah belakangnya (conurbation) dengan dukungan prasarana dan sarana air bersih.
H. Desain Bangunan
H.1. Bangunan Pengambilan (Intake)
Dalam merencanakan suatu bangunan intake tentu tidak terlepas dari penggunaan/fungsi
peruntukan bendungan itu sendiri, sehingga dibangunlah pintu intake. Perhitungan pintu
intake ini dimaksudkan untu menentukan macam intake serta dimensi dari pintu itu sendiri.
Saluran pembawa didesain dengan menggunakan rumus Manning, dengan bentuk
penampang trapesium.
Q =V.A
V = 1/n . R2/3. I1/2
R = A/P
Dimana :
Q = Debit saluran (m3/dt)
V = Kecepatan aliran (m/dt)
A = Luas Penampang Basah (m2)
P = Keliling Penampang Basah (m)
n = Koefisien kekasaran Manning
b = Lebar dasar saluran (m)
h = Tinggi air rencana (m)
I = Kemiringan dasar saluran
W = Tinggi jagaan (m)
Beberapa pembuatan tanki Air-Angin supply dengan pembagian yang fleksibel antara
udara dan kompartemen air diarahkan sebagai diapragma atau kantung tangki.
Pemisahan secara fisik ini antara udara dan air untuk membuat permasalahan menjadi
kecil dengan angkutan air dan pengudaraan.
Type tampungan ini sangat ideal untuk beberapa jenis sistem distribusi air skala kecil,
akan tetapi sepraktis peralatan, ukuran pompa harus sesuai dengan kebutuhan
puncak permintaan itu sendiri, karena itu tidak layak untuk menyediakan tampungan
yang terbatas untuk merespon kebutuhan rata-rata permintaan yang cukup tinggi.
Kadang-kadang tipe tampungan ini digunakan dalam ruang bawah tanah atau berada
di atas tanah, sebagai contoh dimana sumber yang dihasilkan rendah dibandingkan
dengan rata-rata kebutuhan puncak, atau secara ekonomis memungkinkan, atau
sesuai dengan pengoperasian fasilitas pengolahan air. Tampungan jenis ini hampir
tidak pernah di gunakan bersama dengan jenis tampungan berelevasi/tinggi.
Maksud dari sistem distribusi air adalah untuk memberikan air dengan kualitas yang baik ke
konsumen pengguna dalam jumlah yang cukup dan aliran yang kontinu. Dalam mendesain
sistem distribusi air ada beberapa hal penting yang berpengaruh dalam keberhasilan suatu
desain.
5. Bahan/Material Pipa
Bahan/material pipa sangat berperan penting dalam berlangsungnya suatu distribusi air.
Dengan jaringan pipa kualitas baik sesuai dengan standar desain yang disarankan
distribusi air tidak akan bermasalah. Sering terjadi suatu sistem distribusi mengalami
hambatan diakibatkan jaringan pipa distribusi pecah akibat bahan/material pipa tidak
mampu untuk menahan tekanan air dalam pipa.
6. Asesoris jaringan
Asesoris ini dapat berupa, hidran untuk pemadam kebakaran, hidran umum, katup
kontrol, katup pembilas, dan lain-lain.
hL = K (v2/2g)
LAPORAN PENDAHULUAN
Dimana :
hL = kehilangan tinggi tekan minor
K = Koefisien kehilangan
v = Kecapatan aliran (m/dt)
g = gaya gravitasi (m/dt2)
[Cli Ni tan ]
F i 1
n
.....(1) Wi sin i
(Wi Sini )
i 1
Li
i Ni
Dalam menganalisis tegangan efektif, ada tiga kasus yang perlu dipertimbangkan, yaitu
steady state, seepage, rapid drawdown, dan gempa. Kasus steady state seepage adalah
kondisi normal. Rapid drawdown biasanya situasi yang terkritis dalam desain bendungan.
Aliran bawah pada lereng dikontrol oleh steady state seepage, tetapi aliran atas lereng
dikontrol oleh rapid drawn down.
Gambar di bawah ini menunjukan permukaan phreatic di bawah rapid drawn down
sepanjang garis putus-putus dan permukaan kedua lereng.
Dalam kasus gempa, gaya gempa horizontal dikerjakan pada pusat irisan. Gaya gempa
adalah sama dengan Cs.Wi, dimana Cs adalah koefisien gempa yang nilainya tergantung
letak geografis.
LAPORAN PENDAHULUAN
Dari pembahasan di atas, dengan metoda normal akan didapat faktor keamanan.
n
i 1
Wi
Cs Wi
dimana Wi = g.hi.bi
i
Metode yang lebih populer, yaitu yang akan
digunakan dalam perhitungan adalah Metode Bishop. Dalam metode ini, gaya pada setiap
irisan dianggap horizontal.
Ini secara tidak langsung menyatakan bahwa tak ada irisan antara dua irisan. Gaya geser
pada permukaan runtuh diperoleh dengan membagi kekuatan geser terhadap faktor
keamanan. Dengan menjumlahkan gaya-gaya dalam arah vertikal sama dengan nol
didapat :
(c bi sec i Ni tan ) Sin i hi. b i 0
Ni Cos i gw.hiwbi
F
Atau
b i ( hi w. hiw) (c bi tan i ) / F
Ni Cos i ( Sin i tan ) / F
.........(3)
Neutral Force
.wh.iw.bi.Sec i
Ni Cos i
Dimana :
W = berat segment
S = gaya tangensial yang bekerja pada bidang gelincir
P = gaya normal yang bekerja pada bidang gelincir
X = gaya vertikal yang bekerja pada segmen
E = gaya horisontal yang bekerja pada segmen
L = lebar bidang gelincir per segmen
b = lebar segmen
= sudut yang dibentuk oleh garis vertikal dengan garis yang melalui pusat
lingkaran dan pertengahan bidang gelincir per segmen
c = kohesi tanah
= sudut geser dalam
= tekanan air pori
FK = faktor keamanan
Untuk melakukan perhitungan ini lereng dibagi dalam beberapa segmen dan selanjutnya
dilakukan tinjauan terhadap salah satu segmen seperti pada gambar di atas.
Gaya yang menyebabkan kelongsoran adalah berupa momen penggerak segmen sebesar
W x X. Momen penggerak seluruhnya diperoleh dengan menjumlahkan momen dari setiap
segmen.
N q tan 2 45 e tan
2 (2)
Nq yang diusulkan oleh Prandtl (1921) :
N c ( N q 1) cot
.. (3)
Ng yang diusulkan oleh Caquot & Kerisel (1953) dan Vesic (1973) :
N 2( N q 1) tan
.. (4)
Daya dukung ijin tanah pondasi dangkal :
qall = qult / SF . (5)
dimana :
qall = daya dukung ijin tanah pondasi dangkal.
SF = faktor keamanan = 3
Dimana :
qall = daya dukung yang diijinkan = qult / SF
qall = daya dukung yang diijinkan = (qult / SF) x 2 Pondasi yang luas.
SF = faktor keamanan
qult = daya dukung tanah ultimate di permukaan tanah (Df = 0)
qc = tahanan ujung conus
c = kohesi
z = kedalaman pondasi
B = lebar pondasi
LAPORAN PENDAHULUAN
q ab b
pi ( 1 2 ) 1
a a ..(10)
q = tegangan kontak pada dasar bendung.
a, b, a1 dan a2 dapat dilihat dalam gambar berikut :
z
1 2
pi
Gambar 3.6 - Perhitungan tegangan dalam tanah akibat beban berbentuk trapesium.
LAPORAN PENDAHULUAN
Gambar Desain Rinci Penyediaan Air Baku akan disusun berdasarkan dokumen standar dari
Direktorat Jendral Pengairan.
d)
Membuat analisa harga satuan sesuai metoda pelaksanaan sebanyak item pekerjaan yang
ada.
Menyusun estimasi rencana anggaran biaya (Bill of Quantities) dengan format sesuai arahan
Direksi. Proses perhitungan rencana anggaran biaya (RAB) secara umum dapat dilihat pada
Gambar 3-7.
Estimasi anggaran biaya didasarkan pada lima komponen biaya yaitu : biaya bahan-bahan,
buruh, peralatan, overhead, dan keuntungan yang dilakukan pada tiap-tiap jenis pekerjaan.
Dalam perhitungan anggaran biaya tersebut, biaya asuransi dan pajak tenaga buruh sudah
termasuk dalam harga buruh, biaya asuransi alat berat dan asuransi operator sudah
termasuk dalam sewa alat berat, biaya tenaga buruh dan alat dihitung berdasarkan jumlah
jam kerja.
Daftar Volume
Pekerjaan
RAB TOTAL
yang dibangun dapat berfungsi dengan optimal dan biaya yang dikeluarkan tidak terbuang
secara percuma.
Adapun analisa kelayakan yang umum ditinjau dalam suatu pembangunan konstruksi
adalah:
a) Kelayakan teknis
b) Kelayakan ekonomi
C. Kelayakan Teknis
Analisa kelayakan teknis dimaksudkan untuk mengoptimalkan fungsi bangunan tersebut.
Analisa teknis ini berkaitan dengan pemilihan jenis konstruksi, profil tanah yang mendukung
perletakan konstruksi, kegunaan konstruksi, bahan-bahan pembuatan konstruksi,
kemudahan-kemudahan pengoperasian konstruksi, dan lain sebagainya.
Dengan adanya analisa kelayakan teknis ini diharapkan konstruksi yang direncanakan akan
dapat berfungsi sesuai dengan rencana dan masa berlakunya sesuai dengan perhitungan
semula.
LAPORAN PENDAHULUAN
D. Kelayakan Ekonomis
Analisa kelayakan ekonomi dimaksudkan untuk memperbaiki pemilihan investasi.
Perhitungan percobaan sebelum melaksanakan proyek untuk menentukan hasil dari
berbagai alternatif dengan jalan menghitung biaya dan manfaat yang dapat diharapkan dari
masing-masing alternatif tersebut. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa sumber-
sumber yang tersedia bagi pembangunan adalah terbatas.
Salah-satu aspek dari analisis ini adalah layak atau tidaknya pembangunan dilaksanakan
menurut perhitungan ekonomis. Kelayakan ekonomi proyek dimaksudkan untuk menilai
apakah suatu proyek layak terhadap investasi yang ditanam untuk konstruksi, eksploitasi
dan pemeliharaan proyek.
Perhitungan dari analisis proyek adalah besarnya tambahan (manfaat) yang dihasilkan dari
pelaksanaan suatu proyek. Tambahan biaya (cost) dan manfaat (benefit) disini berbeda
antara kondisi apabila proyek tersebut dilaksanakan dengan kondisi apabila proyek tidak jadi
dilaksanakan. Perbedaan kondisi inilah yang disebut kondisi tanpa proyek dengan kondisi
adanya proyek.
3.5.2 Diskusi
Pembahasan Laporan diadakan sebanyak 2 (dua) kali, yaitu terbagi dalam:
1) Pembahasan Draft Laporan Pendahuluan, yang diselenggaran di Balai Wilayah Sungai
Nusa Tenggara II, di Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur;
2) Pembahasan Draft Laporan Akhir, yang diselenggaran di Balai Wilayah Sungai Nusa
Tenggara II, di Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Diskusi atau pembahasan laporan, akan melibatkan Direksi Teknis, nara sumber, serta
instansi terkait dengan pekerjaan. Apabila memungkinkan dan diperlukan, pembahasan
laporan dan hasil pekerjaan, juga dapat dilakukan di tingkat pusat (Jakarta), di lingkungan
Subdit Perencanaan Teknik, Direktorat Irigasi dan Rawa, Direktorat Jenderal Sumber Daya
Air, Kementerian Pekerjaan Umum. Melalui pembahasan di tingkat pusat, diharapkan dapat
diperoleh masukan dan rekomendasi, dalam rangka penyempurnaan pelaporan dan hasil
perencanaan.
LAPORAN PENDAHULUAN
3.6 Program Pengembangan Sumber Daya Air Desain Jaringan Air Bersih
3.6.1 Umum
Program pengembangan Sumber Daya Air untuk desain jaringan air bersih, merupakan pola
dan rencana tindak yang akan dilakukan oleh Tim Konsultan, sebagai bagian dari proses
untuk penetapan Nilai Prioritas Total (NPT) dari alternatif-alternatif sumber air baku, yang
didasarkan pada identifikasi potensi dan permasalahan sumber air baku di wilayah studi.
Pembahasan mencakup substansi sistem penilaian potensi sumber air baku, baik untuk hasil
studi terdahulu sebagai pembanding, dengan rencana sistem penilaian prioritas yang
diusulkan, yang lebih lanjut akan diterapkan sebagai rencana program pengembangan
sumber daya air untuk desain sistem jaringan air baku di Pulau Timor dan Alor pada Tahun
Anggaran 2014.
Pada Gambar 3.8 disajikan diagram alur program pengembangan SDA Desain Jaringan Air
Bersih hasil studi terdahulu, pada Tahun Anggaran 2012, yang secara prinsip melakukan
beberapa langkah tinjauan yang terdiri dari:
a) Potensi dan permasalahan berdasarkan hasil analisis neraca air, yang memasukkan
unsur ketersediaan dan kebutuhan air;
LAPORAN PENDAHULUAN
b) Sistem penilaian prioritas dilakukan untuk lingkup wilayah kecamatan di Pulau Timor dan
Alor, sesuai dengan potensi ketersediaan dan kebutuhan air dalam lingkup wilayahnya;
c) Berdasarkan hasil analisis potensi dan permasalahan yang ada, lebih lanjut dilakukan
program pengembangan SDA (untuk desain jaringan air bersih), dengan melakukan
memasukkan 4 (empat) kriteria dengan bobot penilaian masing-masing:
(1) Kerentanan (20%), dengan meninjau aspek kepadatan penduduk dan fasilitas
kesehatan yang ada di tiap wilayah kecamatan;
(2) Ancaman (40%), sebagai tingkat kerawanan untuk pemenuhan kebutuhan air baku
yang mendesak, dengan melakukan peninjauan terhadap hasil perhitungan neraca
air, terkait nilai defisit untuk masing-masing kecamatan.
(3) Efektifitas (20%), merupakan tinjuan terhadap tingkat kemudahan penanggulangan
masalah kebutuhan air, dengan melakukan evaluasi terhadap ketersediaan atau
keberadaan sumber mata air dalam lingkup wilayah kecamatan;
(4) Rekomendasi (20%), adalah faktor prioritas pemenuhan kebutuhan air baku yang
diusulkan oleh daerah, baik oleh masyarakat melalui instansi terkait, maupun bentuk
rekomendasi pemerintah daerah secara khusus.
d) Dengan memasukkan bobot penilaian untuk masing-masing kriteria, lebih lanjut akan
diperoleh kumulatif skoring prioritas pemenuhan kebutuhan air baku di Pulau Timor dan
Alor. Prioritas lokasi terpilih untuk desain air baku, ditetapkan berdasarkan Nilai Prioritas
Total (NPT) terbesar dari wilayah kecamatan.
e) Hasil skoring prioritas pemenuhan kebutuhan air baku di Pulau Timor dan Alor, memberi
rangking penilaian tertinggi adalah wilayah Kecamatan Pantai Baru, dan diikuti wilayah
Kecamatan Lobalain. Hasil penilaian tersebut, lebih lanjut akan digunakan sebagai
acuan dan pembanding dalam penetapan lokasi terpilih, dengan memasukkan data-data
hasil identifikasi dan updating.
Sejalan dengan langkah penetapan skoring prioritas pemenuhan kebutuhan air baku di
Pulau Timor dan Alor yang telah dilakukan pada periode sebelumnya, maka pada tahap ini
akan dilakukan sistem skoring prioritas dengan pendekatan wilayah dan potensi daya
dukung yang ada, baik fisik maupun non fisik.
Pada Gambar 3.9 disajikan konsep dasar identifikasi potensi sumber air sebagai bentuk
pendekatan rencana program pengembangan sumber daya air untuk desain jaringan air
baku/bersih, yang akan digunakan sebagai alur kegiatan pekerjaan ini.
1) Pengumpulan data potensi sumber air di Pulau Timor dan Alor, yang diperoleh dari
beberapa sumber:
a. Rekomendasi studi terdahulu, dalam hal ini hasil Studi Identifikasi dan Desain Air
Baku di Pulau Timor dan Alor pada Tahun Anggaran 2012;
b. Data dari Dinas Pekerjaan Umum dan instansi terkait di Pulau Timor dan Alor;
c. Data usulan masyarakat berdasarkan MUSRENBANG, yang sudah diusulkan
sebagai program penanganan dan pemenuhan kebutuhan air baku.
Lingkup data yang diperoleh lebih lanjut akan disinkronkan satu sama lain, dalam upaya
mendapatkan acuan dasar dan arahan awal untuk pelaksanaan survei identifikasi
potensi sumber air, yang akan dilakukan lebih rinci.
2) Dengan tetap mengacu pada program pengembangan sumber daya air untuk jaringan
air baku yang telah dilakukan secara wilayah, lebih lanjut dilaksanakan survey
identifikasi untuk mendapatkan gambaran tentang potensi dan permasalahannya.
Sesuai arahan dan hasil diskusi, sumber air baku yang akan disurvey mencakup mata
air, sumur gali, embung dan potensi air baku lainnya.
3) Hasil identifikasi potensi sumber air baku lebih lanjut akan disusun dalam tabel
identifikasi, dengan memasukkan informasi penting terkait potensi dan permasalahan,
baik secara teknik maupun non teknik (sosial, ekonomi dan lingkungan).
4) Disusun sistem skoring prioritas untuk masing-masing lokasi alternatif sumber air baku,
dengan melakukan tinjauan terhadap aspek teknik dan non teknik, dengan keluaran
akhir berupa Nilai Prioritas Total (NPT). Hasil NPT akan diranking, dan dikonsultasikan
serta didiskusikan lebih lanjut, untuk mendapatkan ketetapan terkait prioritas terpilih.
5) Prioritas terpilih yang telah disetujui dan direkomendasi, lebih lanjut akan di kaji lebih
rinci melalui kegiatan survey pengukuran, analisis dan pembuatan desain.
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Aspek Teknik
Aspek teknik yang dipertimbangkan dalam analisis skoring prioritas dalam rangka
penyusunan Nilai Prioritas Total (NPT), terdiri dari:
1) Debit aliran sumber air
Debit aliran merupakan komponen penting terkait ketersediaan air baku, karena
berhubungan langsung dengan volume masyarakat yang akan dilayani air baku,
serta luas lahan pertanian yang akan dilayani kebutuhan air irigasi. Mengingat
pentingnya aspek ini, maka dalam sistem penilaian akan diberi bobot sebesar 11%
dari seluruh bobot yang ada.
2) Kontinuitas debit aliran
Kontinuitas debit aliran akan ditinjau sebagai bentuk potensi kemampuan sumber air
baku dalam mengalirkan debit. Tinjauan akan dilakukan untuk kondisi kemampuan
aliran yang terus menerus sepanjang tahun, serta kondisi aliran yang berfluktuasi
tergantung musim yang ada. Mengingat kontinuitas layanan sangat diperlukan dan
menjadi kriteria penting dalam perencanaan, maka kriteria ini akan diberi bobot
penilaian sebesar 8% dari total bobot secara keseluruhan.
3) Kualitas air
Kualitas air menjadi salah satu faktor penentu dalam layanan air baku, karena
dalam perencanaan layanan air baku perdesaan, akan dibuat sistem layanan dari
sumber air menuju ke titik layanan di Hidran Umum (HU), tanpa ada sistem
pengolahan (water treatment). Sehubungan dengan hal tersebut, tinjauan awal akan
dilakukan terhadap kejernihan dan kekeruhan (warna) dari sumber air. Bobot untuk
kriteria kualitas air ditetapkan sebesar 8%.
4) Jarak ke wilayah layanan (terjauh)
Kriteria jarak ke wilayah layanan perlu dipertimbangkan, karena sangat berkaitan
dengan infrastruktur jaringan yang harus disediakan untuk layanan air baku. Kriteria
ini cukup penting, sehingga diberi bobot penilaian sebesar 7%.
5) Sistem layanan air baku
LAPORAN PENDAHULUAN
Pemahaman kriteria ini terkait dengan pola layanan yang akan diterapkan, dan
diklasifikasikan menjadi sistem gravitasi, pompa, maupun campuran. Aspek ini
berhubungan dengan pembiayaan serta sistem operasi pemeliharaan yang akan
diterapkan, dan akan diberi bobot sebesar 7%.
6) Ketersediaan sarana prasarana air bersih
Kriteria ini mengidentifikasi ketersediaan infrastruktur layanan air baku yang telah
ada di lokasi, serta kondisinya pada saat dilakukan survey identifikasi. Dengan
mengklasifikasikan lingkup infrastruktur yang belum tersedia, terbangun dengan
kondisi rusak, serta terbangun dengan kondisi berfungsi dengan baik, kriteria ini
akan diperhitungkan dengan bobot yang lebih rendah dari yang lain, yaitu 4%.
Berdasarkan penjelasan kriteria di atas, maka secara keseluruhan kumulatif atau total bobot
untuk aspek teknik adalah sebesar 45%.
B.1 Sosial
1) Cakupan Layanan
Kriteria ini mengkaji jumlah jiwa yang dapat dilayani oleh sumber air baku, dengan
klasifikasi dikelompokkan pada kuantitas penduduk (jiwa) di wilayah layanan.
Kriteria ini cukup penting, dan dalam sistem penilaian akan diberi bobot sebesar 8%
dari seluruh bobot yang ada.
2) Status Lahan/Kepemilikan Lahan
Status kepemilikan lahan di lokasi sumber air, menjadi poin penting dalam penilaian
pembobotan, mengingat karakteristik sumber air sebagian besar berada di tanah
milik warga. Dalam rangka keberlanjutan program, diperlukan kepastian perijinan
pemanfaatan dari pemilik lahan, dan diupayakan tanpa adanya biaya penggantian
untuk lahan yang digunakan.
Mengingat pentingnya kriteria ini, karena sangat menentukan keberlanjutan program
layanan air baku, maka dalam sistem penilaian akan diberi bobot sebesar 10%.
3) Tingkat Kerawanan
Tingkat kerawanan memberi gambaran tentang kondisi ketersediaan air baku di
suatu wilayah, dengan klasifikasi cukup air dan rawan air. Sistem penilaian untuk
pembobotan, diberikan nilai sebesar 8%.
4) Tanggapan Masyarakat
Penerimaan masyarakat dan kemungkingan terjadinya konflik dalam pemanfaatan
sumber air, menjadi pertimbangan tersendiri untuk perencanaan pemanfaatan
sumber air baku. Bobot yang diberikan untuk kriteria ini adalah sebesar 5%.
5) Kebijakan Pemerintah
LAPORAN PENDAHULUAN
Arahan prioritas yang menjadi kebijakan pemerintah daerah, baik melalui program
instansi terkait maupun usulah dalam Musrenbang, akan menjadi kriteria tersediri
yang cukup menentukan nilai pembobotannya. Sesuai dengan tingkat prioritas
penanganan serta dalam upaya mendukung sinkronisasi program, maka bobot
diperhitungkan sebesar 8%.
B.2 Ekonomi
1) Manfaat
Kriteria manfaat mengkaji strata pemanfaatan sumber air, baik untuk air baku (DMI)
maupu pertanian, dengan bobot penilaian ditetapkan sebesar 6%.
2) Pencapai Lokasi
Pencapaian lokasi merupakan tinjauan terhadap kemungkinan pencapaian lokasi
sumber air baku, sehubungan dengan prasarana dan sarana transportasi. Hal ini
sangat berkaitan dengan kemudahan pencapaian lokasi, terutama pada saat
pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Bobot penilaian untuk kriteria ini adalah sebesar
4% dari total bobot secara keseluruhan.
B.3 Lingkungan
1) Dampak Lingkungan
Tinjauan akan diberikan pada kemungkinan dampak yang timbul terhadap
lingkungan, dengan adanya pemanfaatan sumber air yang ada. Hal ini cukup
penting, karena akan berhubungan dengan aspek keberlanjutan layanan air baku,
serta dampak yang ditimbulkan.
Nilai pembobotan untuk kriteria ini ditetapkan sebesar 6%.
Kumulatif nilai pembobotan untuk aspek non teknik adalah sebesar 55% dari keseluruhan
kriteria penilaian yang diberikan. Sebagai gambaran rinci klasifikasi penilaian dari masing-
masing kriteria, pada Tabel 3.4 disajikan sistem skoring prioritas.
LAPORAN PENDAHULUAN