a. Mons Veneris
Mons Veneris merupakan bagian yang menonjol dan terdiri dari jaringan lemak yang
menutupi bagian depan simpisis pubis, dan setelah masa pubertas kulit mons veneris akan di
tumbuhi oleh rambut kemaluan (pubes).
b. Labia Mayora
Labia mayora berbentuk lonjong dan menonjol, berasal dari mons veneris dan berjalan ke
bawah dan belakang. Yaitu dua lipatan kulit yang tebal membentuk sisi vulva dan terdiri dari
kulit, lemak, pembuluh darah, jaringan otot polos dan syaraf. Labia mayora sinistra dan dextra
bersatu di sebelah belakang dan merupakan batas depan dari perinium, yang disebut
commisura posterior (frenulum), dan panjangnya kira-kira 7, 5 cm.
Labia Mayora terdiri daridua permukaan :
1. Bagian luar, menyerupai kulit biasa dan ditumbuhi rambut.
2. Bagian dalam menyerupai selaput lendir dan mengandung banyak kelenjar sebacea.
c. Labia Minora
Labia minora merupakan lipatan sebelah medial dari labia mayora dan merupakan lipatan
kecil dari kulit diantara bagian superior labia mayora. Sedangkan labianya mengandung
jaringan erektil. Dijumpai frenulum klitoris, preputium, dan frenulum pudenti.
d. Klitoris
Klitoris merupakan sebuah jaringan erektil kecil, kira-kira sebesar kacang hijau sampe cabe
rawit ditutupi oleh frenulum klitoris. Banyak mengandung urat-urat syaraf sensoris yang
dibentuk oleh suatu ligamentum yang bersifat menahan ke depan simpisis pubis dan pembuluh
darah.
1
Hymen adalah diafragma dari membrane yang tipis dan menutupi sebagian besar introitus
vagina, di tengahnya terdapat lubang dan melalui lubang tersebut kotoran menstruasi dapat
mengalir keluar. Biasanya hymen berlubang sebesar jari, letaknya di bagian mulut vagina
memisahkan genitalia eksterna dan interna.
f. Vestibulum
Vestibulum merupakan rongga yang sebelah lateralnya dibatasi oleh kedua labia minora,
anterior oleh klitoris, dorsal oleh fourchet. Pada vestibulum terdapat muara-muara dari vagina
uretra dan terdapat juga 4 lubang kecil yaitu: 2 muara dari kelenjar Bartholini yang terdapat
disamping dan agak kebelakang dari introitut vagina, 2 muara dari kelenjar skene disamping
dan agak dorsal dari uretra.
b) Uterus (rahim)
- Fundus uteri, bagian yang terletak diatas (proximal) ostium tuba uterine.
- Corpus uteri, bagian tengah uterus, berbentuk segitiga. Batas antara corpus dan cervix uteri
dibentuk oleh isthmus uteri, merupakan suatu penyempitan di dalam rongga uteri, terletak
antara ostium uteri internum anatomicum dan ostium uteri histologicum.
- Cervix uteri, bagian yang paling sempit dan menonjol ke dalam rongga vagina. Pada bagian
ujung distal cervix, terdapat bangunan yang menyempit disebut ostium uteri externum.
Rongga di dalam cervix uteri disebut canalis cervicis.
- Cavum uteri (rongga Rahim
Bentuk dan ukuran uterus sangat berbada-bada tergantung dari usia, dan pernah melahirkan
anak atau belum. Cavum uteri (rongga rahim) berbentuk segitiga, melebar di daerah fundus dan
menyempit kearah cervix. Sebelah atas rongga rahim brhubungan dengan saluran indung telur
(tuba follopi) dan sebelah bawah dengan saluran leher rahim (kanalis cervikalis). Hubungan
antara kavum uteri dengan kanalis cervikalis disebut ostium uteri internum, sedangkan muara
kanalis cervikalis kedalam vagina disebut ostium uteri eksternum.
a) Perimetrium
Meliputi dinding rahim bagian luar. Menutupi bagian luar uterus. Merupakan penebalan
yang diisi jaringan ikat dan pembuluh darah limfe dan urat syaraf. Peritoneum meliputi tuba
dan mencapai dinding abdomen.
b) Lapisan otot (Myometrium)
Susunan otot rahim terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan luar, lapisan tengah, dan lapisan
dalam. Pada lapisan tengah membentuk lapisan tebal anyaman serabut otot rahim. Lapisan
tengah ditembus oleh pembuluh darah arteri dan vena. Lengkungan serabut otot ini membentuk
angka delapan sehingga saat terjadi kontraksi pembuluh darah terjepit rapat, dengan demikian
pendarahan dapat terhenti. Makin kearah serviks, otot rahim makin berkurang, dan jaringan
ikatnya bertambah. Bagian rahim yang terletak antara osteum uteri internum anatomikum, yang
merupakan batas dari kavum uteri dan kanalis servikalis dengan osteum uteri histologikum
(dimana terjadi perubahan selaput lendir kavum uteri menjadi selaput lendir serviks) disebut
isthmus. Isthmus uteri ini akan menjadi segmen bawah rahim dan meregang saat persalinan.
c) Endometrium
Pada endometrium terdapat lubang kecil yang merupakan muara dari kelenjar
endometrium.Variasi tebal, tipisnya, dan fase pengeluaran lendir endometrium ditentukan oleh
perubahan hormonal dalam siklus menstruasi. Pada saat konsepsi endometrium mengalami
perubahan menjadi desidua, sehingga memungkinkan terjadi implantasi (nidasi). Lapisan epitel
serviks berbentuk silindris, dan bersifat mengeluarakan cairan secara terus-menerus, sehingga
dapat membasahi vagina. Kedudukan uterus dalam tulang panggul ditentukan oleh tonus otot
rahim sendiri, tonus ligamentum yang menyangga, tonus otot-otot panggul.
Perdarahan
- Berasal dari A. Uterina percabangan dari A. Iliaca Interna dan akhirnya beranastomosis
dengan A. Ovarica yang juga membantu memberikan suplai darah bagi uterus. Selanjutnya,
Arteri Uterina bercabang menjadi sebuah cabang kecil yang berjalan turun dan ikut
meperdarahi cervix dan vagina.
- Aliran baliknya V. Uterine akan bermuara ke V. Iliaca Interna.
Persyarafan
Simpatis dan Parasimpatisnya berasal dari Plexus Hypogastricus Inferior.
Fungsi
Berfungsi sebagai organ tempat terjadinya menstruasi, tumbuh dan berkembangnya hasil
konsepsi, serta tempat pembuatan hormon HCG.
- Lig. cardinal (Mackenrodts)/ lig. cervicalis lateralis, melewati sebelah lateral cervix dan
bagian atas vagina ke dinding pelvis.
- Lig. utero-sacrale/lig. retro uterine, melewati bagian belakang cervix dan fornix vagina ke
fasia yang melapisi sendi sacro-iliaca. Mulai dari isthmus ke jaringan pengikat di sebelah
lateral dari rectum setinggi vertebra sacralis III, mengandung otot polos.
- Lig. puboservicale, meluas ke anterior dari lig. cardinal ke pubis.
- Lig. pubovesicale, dari belakang symphisis pubis menuju collum vesica urinaria.
d) Tuba Fallopi
Tuba Fallopi terdapat pada tepi atas ligamentum latum, berjalan kearah lateral, mulia dari
kornu uteri kanan kiri yang panjangnya kurang lebih 12-13 cm dan diameternya 3-8 mm.
bagian dalam dilapisi silia menyalurkan telur dan hasil konsepsi.
Fungsi : saluran telur, menangkap dan membawa ovum; tempat terjadinya pembuahan.
Pada tuba ini dapat dibedakan menjadi 4 bagian, sebagai berikut :
1. Pars interstitialis (intramularis), bagian tuba yang berjalan dalam dinding uterus mulai pada
ostium internum tubae.
2. Pars Ampullaris, bagian tuba antara pars isthmixca dan infundibulum dan merupakan bagian
tuba yang paling lebar dan berbentuk huruf S.
3. Pars Isthmica, bagian tuba sebelahkeluar dari dinding uerus dan merupakan bagian tuba
yang lurus dan sempit.
4. Pars Infundibulum, bagian yang berbentuk corong dan lubangnya menghadap ke rongga
perut, Bagian ini mempunyai fimbria yang berguna sebagai alat penangkap ovum.
Perdarahan
Berasal dari A. Uterina percabangan dari A. Iliaca Interna.
Persyarafan
Simpatis dan Parasimpatisnya berasal dari Plexus Hypogastricus Inferior.
d. Ovarium
Ovarium terdapat di dalam rongga panggul di sebelah kanan maupun sebelah kiri dan
berbentuk seperti buah kenari. Berukuran 2,5-5 x 1,5-2 x 0,6-1cm. ovarium ditunjang oleh :
mesovarium, lig.ovariak dan lig.infundibulopelvikum.
Difiksasi oleh :
- Lig. Suspensorium Ovarii (Lig. infundibulopelvicum), menggantungkan uterus pada
dinding panggul antara sudut tuba.
- Lig. Ovarii Propium, menggantungkan ovarium pada uterus.
- Lig. Teres Uteri (Lig. Rotundum), terdapat di bagian atas lateral dari uterus, caudal dari
tuba, ligamentum ini akan melalui canalis inguinalis ke cranial labium majus. Pada saat
kehamilan hipertrofi, shg dapat diraba dgn pemeriksaan luar.
Perdarahan
- A. ovarica yang berasal dari aorta abdominalis.
- Aliran darah baliknya oleh V. Ovarica Dextra bermuara ke V. Cava Inferior dan V.
Ovarica Sinistra bermuara ke V. Renalis Sinistra.
Persyarafan
Berasal dari Plexus Aorticus.
Fungsi memproduksi sel telur, hormon esterogen dan hormon progesterone, ikut serta
mengatur haid.
LO 1.2. Mikroskopik
Ovarium
Ovarium dibungkus Epitel Germinatif berupa Selapis Kuboid yg menyatu dg mesotel.
Di bwh epitel tsb tdpt jaringan ikat padat yaitu Tunika albuginea
Struktur ovarium tdd :
a) Korteks di bagian luar,tdd:
Stroma padat , mengandung folikel ovarium. Stroma bbtk jala retikulin dg sel btk
gelendong.
Sebelum pubertas hanya tdpt folikel primitif atau primer.
Kematangan seks adanya folikel yg berkembang dan hasil akhirnya berupa
korpus luteum, folikel atretis.
Saat menopause folikel menghilang dan korteks jd tipis dan tdd jaringan ikat fibrosa
b) Medula dibagian dalam,tdd:
Jaringan ikat fibroelastis berisi pembuluh darah besar, limf dan saraf.
Korpus Luteum
Bila tdk tjd fertilisasi maka korpus luteum hanya
bertahan 10-14 hari dan berdegenerasi disebut
KORPUS LUTEUM MENSTRUASI
Bila tjd fertilisasi, plasenta menghasilkan HCG
dan menstimulasi Korpus luteum utk bertahan
selama 6 bln tapi tdk hilang dan msh
mensekresi progesteron sampai akhir kehamilan
disebut KORPUS LUTEUM PREGNANS
Sistem reproduksi wanita, tidak seperti pria menunjukkan perubahan siklik reguler yang secara
teleologis dapat dianggap sebagai persiapan periodik untuk pembuahan dan kehamilan. Pada
manusia dan primata lain, siklus ini adalah daur haid (siklus menstruasi), dan gambaran yang
paling nyata adalah perdarahan vagina periodik yang terjadi dengan terlepasnya mukosa rahim.
Lama daur sangat bervariasi, tetapi angka rerata adalah 28 hari dari permulaan satu periode haid
sampai permulaan periode berikutnya.
http://antranik.org/wp-content/uploads/2012/03/complete-menstrual-cycle.png?c3f22f
Siklus Ovarium
Sejak saat lahir, terdapat banyak folikel primordial di dalam kapsul ovarium. Tiap-tiap folikel
mengandung sebuah ovum imatur. Pada permulaan setiap daur, beberapa folikel membesar, dan
terbentuk suatu rongga di sekitar ovum (pembentukan antrum). Rongga ini terisi oleh cairan
folikel. Pada manusia, biasanya satu folikel dari salah satu ovarium mulai tumbuh cepat pada
sekitar hari keenam dan menjadi folikel dominan, sementara yang lain mengalami regresi, dan
membentuk folikel atretik. Proses atresia ini melibatkan apoptosis. Tidak diketahui cara
pemilihan satu folikel menjadi folikel dominan dalam fase folikular daur haid ini, namun hal ini
tampaknya berkaitan dengan kemampuan folikel menyekresikan estrogen yang terkandung di
dalamnya yang diperlukan untuk pematangan akhir. Bila wanita diberikan preparat gonadotropin
hipofisis manusia yang sangat murni melalui suntikan, ada banyak folikel yang berkembang
secara serentak.
Sel teka interna folikel adalah sumber utama estrogen dalam darah. Namun, casiran folikel ini
memiliki kandungan estrogen yang tinggi, dan banyak dari estrogen ini berasal dari sel granulosa.
Pada sekitar hari ke-14 siklus, folikel yang membesar menjadi pecah, dan ovum terlepas ke
dalam rongga abdomen. Ini adalah proses ovulasi. Ovum diambil oleh ujung-ujung tuba uterina
(oviduk) yang berfrimbria. Ovum disalurkan ke uterus, dan keluar melalui vagina bila tidak
terjadi pembuahan.
Folikel yang pecah pada saat ovulasi segera terisi darah, dan membentuk sesuatu yang kadang-
kadang disebut sebagai korpus hemoragikum. Perdarahan ringan dari folikel ke dalam rongga
abdomen dapat menimbulkan iritasi peritoneum dan nyeri abdomen bawah yang berlangsung
singkat. Sel granulosa dan teka yang melapisi folikel mulai berproliferasi, dan bekuan darah
dengan cepat diganti oleh sel luteal yang kaya lemak dan berwarna kekuningan, membentuk
korpus luteum. Hal ini mencetuskan fase luteal daur haid, saat luteum menyekresikan estrogen
dan progesteron. Pertumbuhan korpus luteum bergantung pada kemampuannya membentuk
vaskularisasi untuk mendpatkan darah, dan terdapat bukti bahwa VEGF penting untuk proses ini.
Bila terjadi kehamilan, korpus luteum akan bertahan dan biasanya tidak terjadi lagi periode haid
sampai setelah melahirkan. Bila tidak terjadi kehamilan, korpus luteum mulai mengalami
degenerasi sekitar 4 hari sebelum haid berikutnya dan akhirnya digantikan oleh jaringan ikat,
yang membentuk korpus albikans. Tidak ada ovum baru yang terbentuk setelah lahir. Selama
perkembangan masa janin, ovarium mengandung lebih dari 7 juta folikel primordial. Namun,
banyak yang mengalami atresia (involusi) sebelum lahir dan yang lain menghilang setelah lahir.
Pada saat lahir, terdapat 2 juta ovum, namun 50% nya mengalami atresia. Sejuta ovum yang
normal mengalami bagian pertama pembelahan meiosis I di sekitar periode ini dan masuk ke
dalam tahap istirahat dalam stadium profase tempat ovum yang bertahan menetap sampai dewasa.
Proses atresia berlanjut selama perkembangan sehingga jumlah ovum di kedua ovarium saat
pubertas adalah kurang dari 300.000. hanya satu dari ovum-ovum ini yang secara normal
mencapai kematangan per siklus atau sekitar 500 selama masa reproduksi normal, sisanya
berdegenerasi. Tepat sebelum ovulasi, meiosis pertama selesai. Salah satu sel anak, oosit
sekunder, menerima sebagian besar sitoplasma, sementara yang lain, badan polar pertama,
terpecah-pecah dan menghilang. Oosit sekunder segera memulai pembelahan meiosis kedua,
tetapi pembelahan ini terhenti pada metafase dan dilanjutkan hanya jika sperma menembus oosit.
Pada saat itu, badan polar kedua terlepas dan ovum yang dibuahi terus berkembang menjadi
individu baru. Penghentian pada metafase disebabkan, oleh pembentukan protein pp39mos di
ovum yang dikode oleh protoonkogen c-mos. Bila pembuahan terjadi, pp39mos akan dihancurkan
dalam waktu 30 menit oleh kalpain, suatu protease sistein yang bergantung pada kalsium.
Siklus Uterus
Pada akhir menstruasi, semua lapisan endometrium kecuali lapisan dalam telah terlepas.
Kemudian terbentuk kembali endometrium baru di bawah pengaruh estrogen dari folikel yang
sedang tumbuh. Ketebalan endometrium cepat meningkat dari hari ke-5 sampai ke-14 daur haid.
Seiring dengan peningkatan ketebalan, kelenjar uterus tertarik keluar sehingga memanjang,
namun kelenjar tersebut tidak menjadi berkelok-kelok atau mengeluarkan sekret. Perubahan
endometrium ini disebut proliferatif dan disebut fase proliferatif. Fase ini juga disebut fase
praovulasi atau folikular. Setelah ovulasi, vaskularisasi endometrium menjadi sangat meningkat
dan endometrium menjadi agak sembab di bawah pengaruh estrogen dan progesteron dari korpus
luteum. Kelenjar mulai bergelung-gelung, serta mulai menyekresikan cairan jernih. Akibatnya
fase daur ini disebut fase sekretorik atau luteal. Pada akhir fase luteal, endometrium, seperti
hipofisis anterior, menghasilkan prolaktin, namun fungsi prolaktin endometrium ini tidak
diketahui.
Endometrium diperdarahi oleh dua arteri. Dua pertiga endometrium bagian superfisial yang
terlepas sewaktu haid, yaitu stratum fungsional, dipasok oleh arteri spiralis yang panjang dan
berkelok-kelok, sedangkan lapisan sebelah dalam yang tidak terlepas, yakni stratum basal,
diperdarahi oleh arteri basilaris yang pendek dan lurus.
Pada saat korpus luteum mengalami regresi, pasokan hormon untuk endometrium terhenti.
Endometrium menjadi lebih tipis, menambah gulungan arteri spiralis. Fokus nekrosis kemudian
bermunculan di endometrium kemudian bersatu. Selain itu, terjadi spasme dan degenerasi dinding
arteri spiralis, yang menyebabkan timbulnya bercak perdarahan yang kemudian menyatu dan
menghasilkan darah haid.
Vasospasme mungkin ditimbulkan oleh prostaglandin yang dilepaskan secara lokal. Dalam
endometrium fase sekretorik dan darah haid, banyak ditemukan prostaglandin, dan pemberian
PGF2alfa menyebabkan nekrosis endometrium dan perdarahan. Fase proliferatif daur haid
mencerminkan pemulihan epitel dari haid sebelumnya, dan fase sekretorik mencerminkan
persiapan uterus untuk implantasi ovum yang telah dibuahi. Lama fase sekretorik sangat konstan
yaitu sekitar 14 hari, dan variasi lama daur haid tampaknya disebabkan oleh variasi lama fase
proliferatif. Bila pembuahan tidak terjadi selama fase sekretorik, endometrium akan terlepas dan
dimulai daur yang baru.
Haid Normal
Darah haid terutama berasal dari arteri dengan hanya 25% darah berasal dari vena. Darah ini
mengandung sisa jaringan, prostaglandin, dan fibrinolisis dalam jumlah relatif besar dari jaringan
endometrium. Fibrinolisis melisiskan bekuan sehingga dalam keadaan normal, darah haid tidak
mengandung bekuan kecuali bila jumlahnya berlebihan. Lama haid biasanya 3-5 hari, tetapi pada
wanita normal pengeluaran darah dapat sesingkat 1 hari atau selama 8 hari. Jumlah darah yang
keluar secara normal dapat berkisar dari sekedar bercak sampai 80ml; jumlah rerata yang keluar
adalah 30ml,pengeluaran lebih dari 80ml adalah abnormal. Jumlah darah ynag keluar dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang meliputi ketebalan endometrium, pengobatan, dan
penyakit yang memengaruhi mekanisme pembekuan darah.
Siklus Anovulatorik
Pada beberapa keadaan, ovulasi tidak terjadi selama siklus haid. Siklus anovulatorik tersebut
sering terjadi pada 12-18 bulan pertama setelah menarche dan juga sebelum awitan menopause.
Bila ovulasi tidak terjadi, korpus luteum tidak akan terbentuk dan efek progesteron pada
endometrium tidak akan timbul. Namun, estrogen terus menyebabkan pertumbuhan endometrium
dan endometrium proliferatif tersebut menjadi cukup tebal untuk robek dan mulai terlepas. Waktu
yang diperlukan untuk terjadinya perdarahan bervariasi, namun biasanya terjadi kurang dari 28
hari dari periode haid terakhir. Jumlah darah yang keluar juga bervariasi dan berkisar dari sedikit
sampai relatif banyak.
Siklus Vagina
Di bawah pengaruh estrogen, epitel vagina mengalami kornifikasi, dan pada apusan vagina dapat
dilihat sel-sel epitel kornifikasi. Di bawah pengaruh progesteron, terjadi sekresi mukus kental,
dan epitel berproliferasi serta disebuki oleh leukosit.
Siklus Menstruasi
1 Siklus Endomentrium
Siklus endo metrium menurut Bobak (2004), terdiri dari:
a Fase proliferasi
Dinamakan juga fase folikuler, yaitu suatu fase yang menunjukan waktu
(masa) ketika ovarium beraktivitas membentuk dan mematangkan folikel-
folikelnya serta uterus beraktivitas menumbuhkan lapisan endometriumnya
yang mulai pulih dan dibentuk pada fase regenerasi atau pascahaid. Pada
siklus haid klasik, fase proliferasi berlangsung setelah perdarahanhaid
berakhir, dimulai pada hari ke-5 sampai 14 (terjadinya proses ovulasi),
misalnya hari ke-10 siklus 24 hari, hari ke-15 siklus 28 hari, hari ke-18 siklus
32 hari. Permukaan endometrium secara lengkap kembali normal sekitar
empat hari atau menjelang perdarahan berhenti. Dalam fase ini endometrium
tumbuh menjadi setebal 3,5 mm atau sekitar 8-10 kali lipat dari semula,
yang akan berakhir saat ovulasi.
Fase proliferasi tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal dari folikel
ovarium. Fase proliferasi ini berguna untuk menumbuhkan lapisan
endometroium uteri agar siap mener ima sel ovum yang telah dibuahi oleh
sel sperma, sebagai persiapan terhadap terjadinya proses kehamilan. Pada
fase ini terjadi pematangan folikel-folikel di dalam ovarium akibat pengaruh
aktivitas hormon FSH yang merangsang folikel-folikel tersebut untuk
menyintesis hormon estrogen dalam jumlah yang banyak. Peningkatan dan
pengaruh dari aktivitas hormon FSH pada fase ini juga mengakibatkan
terbentuknya banyak reseptor hormon LH di lapisan sel -sel granulosa dan
cairan folikel- folikel dalam ovarium. Pembentuk an hormon estrogen yang
terus meningkat tersebut sampai kira-kira pada hari ke-13 siklus haid
(menjelang terjadinya proses ovulasi ) akan mengakibatkan terjadinya
pengeluaran hormon LH yang banyak sebagai manifestasi umpan balik positif
dari hormon estrogen (positive feed back mechanism) terhadap
adenohipofisis. Pada saat mendekati masa terjadinya proses ovulasi, terjadi
peningkatan kadar hormon LH di dalam serum dan cairan folikel-folikel yang
dihasilkan di dalamnya sehingga sebagian besar folikel di ovarium
diharapkan mengalami pematangan (folikel de Graaft).
Di samping itu, akan terjadi perubahan penting lainnya, yaitu peningkatan
konsentrasi hormon estrogen secara perlahan -lahan, kemudian melonjak
tinggi secara tiba-tiba pada hari ke-14 siklus haid klasik (pada akhir fase
pfroliferasi), biasanya terjadi sekitar 16 -20 jam sbelum pecahnya folikel de
Graaft, diikuti peningkatan suhu basal badan sekitar 0,5 oC. Adanya
peningkatan pengeluaran kadar hormon LH yang mencapai puncaknya (LH
-Surge), estrogen dan progesteron menjelang terjadinya proses ovulasi akan
memacu terjadinya proses tersebut di ovarium pada hari ke-14 siklus haid.
Di sisi lain, aktivitas hormon estrogen yang terbentuk pada fase proliferasi
tersebut dapat mempengaruhi tersimpannya enzim -enzim dalam lapisan
endometrium uteri serta merangsang pembentukan glikogen dan asam-asam
mukopolisakarida pada lapisan tersebut. Zat-zat ini akan turut serta dalam
pembentukan dan pembangunan lapisan endometrium uteri, khususnya
pembentukan stroma di bagian dalam dari lapisan endometrium uteri. Pada
saat yang bersamaan terjadi pembentukan sistem vaskularisasi ke dalam
lapisan fungsional endometrium uteri.
Selama fase proliferasi dan terjadinya proses ovulasi di bawah pengaruh
hormon estrogen terjadinya pengeluaran getah atau lendir daei dinding
serviks uteri dan vagina yang lebih encer dan bening. Pada saat ovulasi getah
tersebut mengalami penurunan konsentrasi protein (terutama albumin),
sedangkan air dan musin (pelumas) bertambah berangsur-angsur sehingga
menyebabkan terjadinya penurunan viskositas tersebut. Peristiwa ini diikuti
dengan terjadinya proses-proses lainnya di dalam vagina , seperti
perangsangan peningkatan produksi asam laktat dam menurunkan nilai pH
(derajat keasaman), yang akan memperkecil resiko terjadinya infeksi di
dalam vagina . Banyaknya getah yang dapat menyebabkan terjadinya
kelainan yang disebut keputihan karena pada flora normal di dalam vagina
juga terdapat mikroorganisme yang bersifat patogen potensial. Sebaliknya,
se sudah terjadinya proses ovulasi (pada awal fase luteal) di bawah pengaruh
hormon progesteron getah atau lendir yang dikeluarkan dari serviks uteri dan
vagina menjadi lebih kental dan keruh.
Setelah terjadinya proses ovulasi, getah tersebut mengalami perubahan
kembali dengan peningkatan konsentrasi protein, sedangkan air dan
musinnya berkurang berangsur-angsur sehingga menyebabkan terjadinya
peningkatan viskositas dan pengentalan dari getah yang dikeluarkan dari
serviks uteri dan vaginanya. Dengan kata lain, pada fase ini merupakan masa
kesuburan perempuan.
b Fase sekresi/luteal
Dinamakan juga fase sekresi atau fase prahaid, yaitu suatu fase yang
menunjukan waktu (masa) ketika ovarium beraktivitas membentuk korpus
luteum dari sisa-sisa folikel-folikel matangnya ( folike l de Graaf) yang sudah
mengeluarkan sel ovumnya pada saat terjadinya ovulasi dan menghasilkan
hormone progesterone yang akan digunakan sebagai penunjang lapisan
endometrium uteri untuk bersiap-siap menerima hasil konsepsi (jika terjadi
kehamilan) atau mela kukan proses deskuamasi dan penghambatan
masuknya sel sperma (jika tidak terjadi kehamilan).
Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum
periode menstruasi berikutnya atau hari ke -14 (setelah terjadinya proses
ovulasi) sampai hari ke-28, berlangsung fase luteal. Pada akhir fase sekresi,
endometrium sekretorius yang matang dengan sempurna mencapai
ketebalan seperti beludru yang tebal dan halus. Endometrium menjadi kaya
dengan darah dan sekresi kelenjar.
Pada fase ini mempunyai ciri khas tertentu, yaitu terbentuknya korpus luteum
ovarium serta perubahan bentuk (menjadi memanjang dan berkelokkelok)
dan fungsi dari kelenjar-kelenjar di lapisan endometrium uteri akibat
pengaruh dari peningkatan hormone LH yang diikuti oleh pengeluaran
hormone progesterone . Adanya pengaruh aktivitas hormone progesterone
dapat menyebabkan terjadinya perubahan sekretorik, terutama pada lapisan
endometrium uteri . Pengaruh aktivitas hormone progesterone selama fase
luteal dapat meningkatkan kosentrasi getah serviks uteri menjadi lebih kental
dan membentuk jala-jala tebal di uterus sehingga akan menghambat
masuknya sel sperma ke dalam uterus. Bersamaan dengan hal ini, hormone
progesterone akan mempersempit daerah porsio dan serviks uteri sehingga
pengaruh aktivitas hormone progesterone yang lebih lama, akan
menyebabkan degenerasi dari lapisan endometrium uteri dan tidak
memungkinkan terjadinya proses nidasi dari hasil konsepsi ke dinding
uterusnya.
Pada saat setelah terjadinya proses ovulasi di ovarium, sel -sel granulose
ovarium akan berubah menjadi sel-sel luteal ovarium, yang berperan dalam
peningkatan pengeluaran hormone progesterone selama fase luteal siklus
haid. Faktanya menunjukkan bahwa salah satu peran dari hormone
progesterone adalah sebagai pendukung utama terjadinya proses fertilisasi
dan nidasi dari hasil konsepsi (zigot ) bila telah terjadi proses kehamilan.
Apabila proses kehamilan tersebut tidak terjadi, peningkatan hormone
progesterone yang terjadi tersebut akan mengikuti terjadinya penurunan
hormone LH dan secara langsung hormon progesteron (bersama dengan
hormone estrogen ) akan melakukan penghambatan terhadap pengeluaran
hormone FSH, LH, LHRH, yang derajat hambatannya bergantung pada
konsentrasi dan lamanya pengaruh hormone progesterone tersebut.
Kemudian melalui mekanisme ini secara otomatis hormon-hormon
progesterone dan estrogen juga akan menurunkan pengeluaran hormone LH,
FSH, dan LHRH tersebut sehingga proses sintesis dan sekresinya dari ketiga
hormone hipofisis tersebut, yang memungkinkan terjadinya pertumbuhan
folikel-folikel dan proses ovulasi di ovarium selama fase luteal, akan
berkurang atau berhenti, dan akan menghambat juga perkembangan dari
korpus luteum . Pada saat bersamaan, setelah terjadinya proses ovulasi,
kadar hormone estrogen mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh
terjadinya puncak peningkatan kadar hormone LH dan aktivitasnya yang
terbentuk ketika proses ovulasi terjadi dan berakibat terjadi proliferasi dari
sel-sel granulosa ovarium, yang secara langsung akan menghambat dan
menurunkan proses sintesis hormone estrogen dan FSH serta meningkatkan
pembentukan hormone progesterone di ovarium.
Di akhir fase luteal , terjadi penurunan reseptor-reseptor dan aktivitas
hormone LH di ovarium secara berangsur -angsur, yang diikuti penurunan
proses sintesis dan aktivitas hormone progesterone. Kemudian diikuti
penurunan hambatan terhadap proses sintesis hormone-hormon FSH dan
estrogen yang telah terjadi sebelumnya. Oleh karena itu, pada masa akhir
fase luteal akan terjadi pembentukan kembali hormone FSH dan estrogen
dengan aktivitasaktivitasnya di ovarium dan uterus.
Pada saat yang bersamaan, peningkatan pengeluaran dan pengaruh hormone
progesterone (bersama dengan hormone estrogen) pada akhir fase luteal
akan menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh-pembuluh darah di
lapisan endometrium uteri , yang kemudian dapat menimbulkan terjadinya
proses iskhemia di lapisan tersebut sehingga akan menghentikan proses
metabolisme pada sel dan jaringannya. Akibatnya, terjadi regresi atau
deskuamasi pada lapisan t ersebut disertai perdarahan. Perdarahan yang
terjadi ini merupakan manifestasi dari terjadinya perdarahan haid.
c Fase iskemi/premenstrual
Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai 10 hari
setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus
luteum yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring
penyusutan kadar estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral
menjadi spasme, sehingga suplai darah ke endo metrium fungsional terhenti
dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional terpisah dari lapisan basal dan
perdarahan menstruasi dimulai.
d Fase menstruasi
Dinamakan juga fase deskuamasi atau fase haid, yaitu suatu fase yang
menunjukkan waktu (masa) terjadinya proses deskuamasi pada lapisan
endometrium uteri disertai pengeluaran darah dari dalam uterus dan
dikeluarkan melalui vagina.
Pada akhir fase luteal terutama saat-saat menjelang terjadinya perdarahan
haid terjadi peningkatan hormon estrogen yang dapat kembali menyebabkan
perubahan sekretorik pada dinding uterus dan vagina, berupa peningkatan
produksi dan penurunan konsentrasi getah yang dikeluarkan dari serviks uteri
dan vagina serta peningkatan konsentrasi glikogen dalam serviks uteri dan
vagina. Hal ini memungkinkan kembali terjadinya proses peningkatan
pengeluaran getah yang lebih banyak dari serviks uteri dan vaginanya serta
keputihan.
Terjadinya pengeluaran getah dari serviks uteri dan vagina tersebut sering
bercampur dengan pengeluaran beberapa tetesan darah yang sudah mulai
keluar menjelang terjadinya proses perdarahan haid dari dalam uterus dan
menyebabkan terlihatnya cairan berwarna kuning dan keruh, yang keluar dari
vaginanya. Sel-sel darah merah yang telah rusak dan terkandung dari cairan
yang keluar tersebut akan menyebabkan perubahan sifat bakteri -bakteri
flora normal yang ada di dalam vagina menjadi bersifat infeksius (patogen
potensial) dan memudahkannya untuk berkembang biak dengan pesat di
dalam vagina.
Bakteri-bakteri infeksius yang terkandung dalam getah tersebut, kemudian
dikeluarkan bersamaan dengan pengeluaran jaringan dari lapisan
endometrium uteri yang mengalami proses regresi atau deskuamasi dalam
bentuk perdarahn haid atau dalam bentuk keputihan yang keluar mendahului
menjelang terjadinya haid.
Pada saat bersamaan, lapisan endometrium uteri mengalami iskhemia dan
nekrosis, akibat terjadinya gangguan metabolisme sel-sel atau jaringannya,
yang disebabkan terhambatnya sirkulasi dari pembuluh - pembuluh darah
yang memperdarahi lapisan tersebut akibat dari pengaruh hormonal,
ditambah dengan penonjolan aktivitas kinerja dari prostaglandin F2a(PGF2a)
yang timbul akibat terjadinya gangguan keseimbangan antara prostaglandin-
prostaglandin E2 (PGE 2) dan F2a(PGF2a) dengan prostasiklin (PGI2), yang
disintesis oleh sel-sel endometrium uteri (yang telah mengalami luteinisasi
sebelumnya akibat pengaruh dari hormon progesteron). Semua hal itu akan
menjadikan lapisan endometrium uteri mengalami nekrosis berat dan sangat
memungkinkan untuk mengalami proses deskuamasi.
Pada fase menstruasi ini terjadi penyusutan dan lenyapnya korpus luteum
ovarium (tempat menetapnya reseptor -reseptor serta terjadinya proses
pembentukan dan pengeluaran hormon progesteron dan LH selama fase
luteal).
e Fase regenerasi .
Dinamakan juga fase pascahaid, yaitu suatu fase yang menunjukkan waktu
(masa) terjadinya proses awal pemulihan dan pembentukan kembali lapisan
endometrium uteri setelah mengalami proses deskuamasi sebelumnya.
Bersamaan dengan proses regresis atau deskuamasi dan perdarahan haid
pada fase menstruasi tersebut, lapisan endometrium uteri juga melepaskan
hormon prostaglandin E2 dan F2a yang akan mengakibatkan berkontraksinya
lapisan miometrium uteri sehingga banyak pembuluh darah yang terkandung
di dalamnya mengalami vasokonstriksi, akhirnya akan membatasi terjadinya
proses perdarahan haid yang sedang berlangsung.
Di sisi lain, proses penghentian perdarahan haid ini juga didukung oleh
pengaktifan kembali pembentukan dan pengeluaran hormon FSH dan
estrogen sehingga memungkinkan kembali terjadinya pemacuan proses
proliferasi lapisan endometrium uteri dan memperkuata kontraksi otot-otot
uterusnya. Hal ini secara umum disebabkan oleh penurunan efek hambatan
terhadap aktivitas adenohipofisis dan hipotalamus yang dihasilkan dari
hormon progesteron dan LH (yang telah terjadi pada fase luteal), saat terjadi
perdarahan haid pada fase menstruasi sehingga terjadi pengaktifan kembali
dari hormon-hormon LHRH, FSH, dan estrogen. Kemudian bersamaan dengan
terjadinya proses penghentian perdarahan haid ini, dimulailah kembali fase
regenerasi dari siklus haid tersebut.
2 Siklus Ovulasi
Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat
pengeluaran FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH (lutenizing hormon).
Peningkatan kadar LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel.
Folikel primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel primordial). Sebelum
ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur didalam ovarium dibawah
pengaruh FSHdan estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi
mempengaruhi folikel yang terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit
matur dan terjadi ovulasi, folikel yang kosong memulai berformasi menjadi
korpus luteum. Korpus luteum mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari
setelah ovulasi, dan mensekresi baik hormon estrogen maupun progesteron.
Apabila tidak terjadi implantasi, korpus luteum berkurang dan kadar hormon
menurun. Sehingga lapisan fungsional endo metrium tidak dapat bertahan
dan akhirnya luruh.
3 Siklus Hipofisis-hipotalamus
Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan
progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam
darah ini menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi gonadotropin realising
hormone (Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH menstimulasi sekresi folikel stimulating
hormone (FSH). FSH menstimulasi perkembangan folikel de graaf ovarium
dan produksi estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-RH
hipotalamus memicu hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing
hormone (LH). LH mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari
siklus 28 hari. Apabila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa
ini, korpus luteum menyusut, oleh karena itu kadar estrogen dan
progesteron menurun, maka terjadi menstruasi.
(Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar fisiologi kedokteran.Edisi 22. Jakarta. EGC.
Guyton, AC. Hall JE. 2007. Buku Ajar fisiologi kedokteran.Edisi 11.Jakarta. EGC
Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta. EGC
LH (Leutinizing Hormone)
LH diproduksi oleh sel gonadotropin pada lobus anterior kelenjar hypophysis. Sel target dari
LH adalah tubulus semineferus testis pada laki-laki dan ovarium pada perempuan. Fungsi LH
adalah :
Laki-laki
Menstimulasi produksi sperma dalam proses spermatogenesis dengan cara
menstimulasi sel intersisial leydig pada testis untuk mensekresikan testosterone
Perempuan
Membentuk korpus luteum dari folikel yang telah pecah
Menstimulasi produksi progesteron oleh korpus luteum
(Guyton and Hall, 1997)
B. Steroid ovarium
Ovarium menghasilkan progesteron, androgen, dan estrogen. Banyak dari steroid yang dihasilkan
ini juga disekresi oleh kelenjar adrenal atau dapat dibentuk di jaringan perifer melalui
pengubahan prekursor-prekursor steroid lain; konsekuensinya, kadar plasma dari hormon-hormon
ini tidak dapat langsung mencerminkan aktivitas steroidogenik dari ovarium
Progesteron
Progesteron merupakan produk yang dihasilkan oleh korpus luteum. Fungsi dari progesteron
itu sendiri adalah :
1. Menyiapkan endometrium untuk implantasi blastokist
Endometrium yang sudah dipengaruhi estrogen karena pengaruh progesteron berubah menjadi
desidua dengan timbunan glikogen yang makin bertambah yang sangat penting sebagai bahan
makanan dan menunjang ovum
2. Mencegah kontraksi otot-otot polos terutama uterus dan mencegah kontraktilitas uterus
secara spontan karena pengaruh oksitosin
3. Cervix uteri menjadi kenyal, ostium uteri tertutup disertai dengan lendir yang kental, sedikit,
lekat, seluler dan banyak mengandung lekosit sehingga sukar dilalui spermatozoa
4. Mempengaruhi tuba fallopi, dengan cara :
Glikogen dan vitamin C tertimbun banyak di dalam mukosa tuba falopii
Memperlemah gerakan peristaltik
5. Bersifat termogen, yaitu menaikkan suhu basal
6. Merangsang pertumbuhan asini dan lobuli glandula mammae pada fase luteal,
sedangkan estrogen akan mempengaruhi epitel saluran
7. Merangsang natriuresis dan menambah produksi aldosteron
8. Merangsang pusat pernafasan (medulla oblongata) sehingga terjadi peningkatan proses
respirasi
(H. Wiknjosastro, 1984)
Estrogen
Estrogen memegang peranan penting dalam perkembangan ciri-ciri kelamin sekunder dan
mempunyai pengaruh terhadap psikologi perkembangan kewanitaan. Efek utama estrogen
adalah pertumbuhan alat genital wanita dan kelenjar mamma. Vulva dan vagina berkembang di
bawah pengaruh estrogen. Hormone ini akan mempengaruhi jaringan epitel, otot polos, dan
merangsang pembuluh darah pada alat-alat tersebut. Estrogen juga menyebabkan proliferasi epitel
vagina, penimbunan glikogen dalam sel epitel yang oleh basil doderlein diubah menjadi asam
laktat sehingga menyebabkan pH vagina menjadi rendah. (H. Wiknjosastro, 1984)
Androgen
Androgen merangsang pertumbuhan rambut di daerah aksila dan pubes serta mampu
meningkatkan libido. Androgen terbentuk selama sintesis steroid di ovarium dan adrenal, sebagai
pembekal estrogen. Androgen pada wanita dapat berakibat maskulinisasi, maka pembentukan
yang berlebih akan menyebabkan gangguan yang berarti. Fase folikuler dan fase luteal kadar rata-
rata testosteron plasma berkisar antara 0,2 ng/mg-0,4ng/mg (0,69-1,39 nmol/l) dan sedikit
meningkat pada fase pra-ovulasi.
Hormon-Hormon lain yang Berperan dalam Siklus Menstruasi Normal
Sistem hormonal yang mempengaruhi siklus menstruasi adalah:
1. FSH-RH (follicle stimulating hormone releasing hormone) yang dikeluarkan hipotalamus
untuk merangsang hipofisis mengeluarkan FSH
2. LH-RH (luteinizing hormone releasing hormone) yang dikeluarkan hipotalamus untuk
merangsang hipofisis mengeluarkan LH
3. PIH (prolactine inhibiting hormone) yang menghambat hipofisis untuk mengeluarkan
prolactin
BIOKIMIA
Faktor-faktor yang Berperan dalam Siklus Menstruasi
Produksi FSH dan LH berada di bawah pengaruh releasing hormone (FSHRH dan LH-RH)
melalui rangsangan hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran RH ini sangat dipengaruhi oleh
mekanisme umpan balik estrogen terhadap hipotalamus. Begitu juga dengan pengaruh dari luar,
seperti cahaya, bau-bauan melalui bulbus olfakorius dan hal-hal psiko logik (Norwitz, 2001).
Faktor-faktor lain yang ikut mempengaruhi termasuk ras, usia menarche ibu, status nutrisi, lemak
tubuh, teman dekat dan iklim. Studi menunjukkan pada level lemak tubuh 17% sangat diperlukan
bagi tubuh untuk memulai menstruasi.
1 Faktor enzim
Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya enzimenzim hidrolitik dalam
endometrium, serta merangsang pembentukan glikogen dan asam-asam mukopolisakarida. Zat-
zat yang terakhir ini ikut berperan dalam pembangunan endometrium, khususnya dengan
pembentukan stroma di bagian bawahnya. Pada pertengahan fase luteal sintesis mukopolisakarida
terhenti, yang berakibat mempertinggi permeabilitas pembuluh-pembuluh darah yang sudah
berkembang sejak permulaan fase proliferasi. Dengan demikian lebih banyak zat-zat makanan
mengalir ke stroma endometrium sebagai persiapan untuk implantasi ovum apabila terjadi
kehamilan. Jika kehamilan tidak terjadi, maka dengan menurunnya kadar progesterone, enzim-
enzim hidrolitik dilepaskan, karena itu timbul gangguan dalam metabolisme endometrium yang
mengakibatkan regresi endomentrium dan perdarahan.
2 Faktor vaskuler
Mulai fase proliferasi terjadi pembentukan sistem vaskularisasi dalam lapisan fungsional
endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut tumbuh pula arteri-arteri, vena-vena. Dengan
regresi endometrium timbul statis dalam vena serta saluran-saluran yang menghubungkannya
dengan arteri, dan akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan hematom baik
dari arteri maupun dari vena.
3 Faktor prostaglandin
Endometrium mengandung banyak prostaglandin E2 dan F2. dengan desintegrasi endometrium,
prostaglandin terlepas dan menyebabkan berkontraksinya miometrium sebagai suatu faktor untuk
membatasi perdarahan pada haid.
4 Ketidakseimbangan Hormon
Menstruasi iregular dapat disebabkan terlalu banyak atau sedikit hormon, yang dapat disebabkan
oleh masalah tiroid, sindrom polikistik ovarium, obat-obatan, perimenopause, sakit, gaya hidup,
olah raga berlebihan, dan stres.
5 Stres
Beban pikiran sangat berpengaruh terhadap kondisi tubuh, termasuk periode menstruasi. Kondisi
pikiran yang tidak stabil dapat menyebabkan kelenjar adrenal mengeluarkan kortisol. Hal ini
berefek pada estrogen, progesteron dan menurunkan produksi Gonadotropinreleasing hormone
(GnRH) sehingga menghambat terjadinya ovulasi atau menstruasi. Stress menyebabkan
perubahan sistemik dalam tubuh, khususnya system persarafan dalam hipotalamus melalui
perubahan proklatin atau endogen opiat yang d apat memengaruhi elevasi kortisol basal dan
menurunkan hormone lutein (LH) yang menyebabkan amenorrhea.
6 Penyakit
Siklus menstruasi yang tidak teratur dalam waktu lama merupakan tanda-tanda adanya penyakit
pada saluran reproduksi. Misalnya, fibroid, kistas, endometriosis, polip, sindrom polikistik
ovarium, infeksi pada saluran reproduksi maupun kelainan genetik. Adanya penyakit-penyakit
endokrin seperti diabetes, hipotiroid, serta hipertiroid yang berhubungan dengan gangguan
menstruasi. Prevalensi amenorrhea dan oligomenorrhea lebih tinggi pada pasien diabetes.
Penyakit polystic ovarium berhubungan dengan obesitas , resistensi insulin, dan oligomenorrhea .
Amenorrhea dan oligome norrhea pada perempuan dengan penyakit polystic ovarium
berhubungan dengan insensitivitas hormone insulin dan menjadikan perempuan tersebut
obesitas . Hipertiroid berhubungan dengan oligomenorrhea dan lebih lanjut menjadi amenorrhea.
Hipotiroid berhubungan dengan polymenorrhea dan menorraghia.
7 Perubahan rutinitas
Perubahan rutinitas dalam hidup dapat berpengaruh pada kondisi fisik. Misalnya, mereka yang
harus berganti jam kerja dari pagi menjadi malam. Hal ini biasa terjadi hingga tubuh
menyesuaikan dengan pola atau rutinitas baru.
8 Gaya hidup dan berat badan
Pilihan gaya hidup termasuk pola makan, mengkonsumsi alkohol, atau pemakai narkoba
mempengaruhi metabolisme progesteron dan estrogen. Terlalu banyak mengkonsumsi kafein dan
rokok serta kelebihan dan kekurangan berat badan juga berpengaruh pada kadar hormonal di
tubuh. Pada kasus tertentu bahkan dapat menghentikan menstruasi (amenorrhea) karena
hipotalamus tidak dapat melepaskan GnRH. Masalah ini biasa terjadi pada wanita yang sangat
sibuk dan atlet.
9 Diet
Diet dapat memengaruhi fungsi menstruasi. Vegetarian berhubungan dengan anovulasi,
penurunan respons hormone pituitary , fase folikel yang pendek, tidak normalnya siklus
menstruasi (kurang dari 10 kali/tahun). Diet rendah lemak berhubungan dengan panjangnya
siklus menstruasi dan periode perdarahan. Diet rendah kalori seperti daging merah dan rendah
lemak berhubungan dengan amenorrhea.
(Wolfenden, Elizabeth M., 2010. Causes of Irregular Menstrual Bleeding. Available from:
http://www.livestrong.com/article/94169-causes-irregularmenstrual-bleeding/)
(Kusmiran, E. 2011. Kesehatan Reproduksi Remaja Dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika.)
Oligomenorrehea
Oligomenorrhea biasanya berhubungan dengan anovulasi atau dapat juga disebabkan
kelainan endokrin seperti kehamilan, gangguan hipofise-hipotalamus, dan menopouse atau
sebab sistemik seperti kehilangan berat badan berlebih.Oligomenorrhea sering terdapat pada
wanita astenis.Dapat juga terjadi pada wanita dengan sindrom ovarium polikistik dimana pada
keadaan ini dihasilkan androgen yang lebih tinggi dari kadara pada wanita normal.
Oligomenorrhea dapat juga terjadi pada stress fisik dan emosional, penyakit kronis, tumor
yang mensekresikan estrogen dan nutrisi buruk. Oligomenorrhe dapat juga disebabkan
ketidakseimbangan hormonal seperti pada awal pubertas.Oligomenorrhea yang menetap dapat
terjadi akibat perpanjangan stadium folikular, perpanjangan stadium luteal, ataupun perpanjang
kedua stadium tersebut.Bila siklus tiba-tiba memanjang maka dapat disebabkan oleh pengaruh
psikis atau pengaruh penyakit.
Hipermenorea (Menorrhagiae)
Penyebab Menorrhagia dikelompokan dalam 4 kategori yaitu,
1. Gangguan Pembekuan
Walaupun keadaan perdarahan tertentu seperti ITP dan penyakit von willebrands berhubungan
dengan peningkatan menorrhagia, namun efek kelainan pembekuan terhadap individu
bervariasi. Pada wanita dengan tromboitopenia kehilangan darah berhubungan dengan jumlah
trombosit selama haid. Splenektomi terbukti menurunkan kehilangan darah.
2. Disfunctional Uterine Bleeding (DUB)
Pada dasarnya peluruhan saat haid bersifat self limited karena haid berlangsung secara
simultan di seluruh endometrium serta jaringan endometrium yang terbentuk oleh estrogen dan
progesterone normal bersifat stabil. Pada DUB, keadaan ini sering terganggu.
DUB dapat terjadi disertai ovulasi maupun anovulasi. Pada keadaan terjadinya ovulasi,
perdarahan bersifat lebih banyak dan siklik hampir sesuai dengan siklus haid. Pada keadaan
anovulasi, perdarahan bersifat namun dengan siklus yang tidak teratur sehingga sering disebut
menometrorrhagia. DUB dapat disebabkan estrogen withdrawl bleeding, progesteron
withdrawl bleeding, estrogen breakthrough bleeding, progesterone breakthrough bleeding.
Estrogen withdrawl bleeding terjadi pada keadaan setelah ooparektomi bilateral, radiasi folikel
yang matur atau penghentian tiba-tiba obat-obatan yang mengandung estrogen.
Estrogen breakthrough bleeding menyebabkan lapisan endometrium menjadi semakin
menebal namun akhirnya runtuh karena kurang sempurnanya struktur endometrium karena
tidak sebandingnya jumlah progesterone yang ada disbanding jumlah estrogen. Perdarahan
biasanya bersifat spotting. Estrogen breakthrough bleeding yang berkelanjutan mengacu pada
keadaan amenorrhea namun secara tiba-tiba dapat mengakibatkan perdarahan yang banyak.
Progesteron withdrawl bleeding terjadi bila korpus luteum dihilangkan. Progesteron
withdrawl bleeding hanya akan terjadi bila diawali proliferasi endometrium yang diatur oleh
estrogen. Namun bila kadar estrogen meningkat 10-20 kali lipat, progesteron withdrawl
bleeding tidak akan terjadi.
Progesterone breakthrough bleeding terjadi bila kadar progesterone melebihi keseimbangan
dengan estrogen. Dinding endometrium yang menebal akan meluruh sedikit demi sedikit akibat
struktur yang tidak kuat. Hal ini terjadi saat menggunakan pil kontrasepsi dalam jangka waktu
lama.
Pada keadaan progesteron withdrawl bleeding dan estrogen breakthrough bleeding
diberikan terapi progesteron sehingga tercapai keseimbangan jumlah progesterone-estrogen.
Progesterone bersifat antiestrogen dimana menstimulasi perubahan estradiol menjadi estron
sulfat yaitu bentuk tidak aktif estrogen. Progesterone juga menghambat pembentukan reseptor
estrogen. Estrogen juga mencegah transkripsi onkogen yang dimediasi oleh estrogen.
Pada oligomenorrhea (estrogen breakthrough bleeding) preparat progesterone yang
digunakan adalah medroxypogesteronaseta, 5-10 mg/hari selama 10 hari. Pada menorrhagia
(estrogen breakthrough bleeding yang berlangsung lama dan progesteron withdrawl bleeding)
progestin digunakan selama 10 hari hingga 2 minggu untuk menstabilkan dinding endometrium
lalu dihentikan secara tiba-tiba dengan maksud mengikis semua dinding endometrium dan
bersifat kuretase alami.
Terapi estrogen diberikan pada Estrogen withdrawl bleeding dan progesterone breakthrough
bleeding untuk memperkuat stroma tempat kelenjar yang hiperplasia karena dirangsang
progesterone. Pada keadaan ini diberikan 25 mg estrogen terkonjugasi secara intra vena tiap 4
jam hingga perdarahan berhenti atau selama 24 jam untuk menghindari terbentuknya trombus
pada kapiler uterus. Semua terapi estrogen harus diikuti terapi progesteron dan withdrawl
bleeding.
Dapat juga diberikan anti prostaglandin untuk vasokontriksi darah sehingga perdarahan
dapat berhenti. Desmopresin asetat (analog sintetik dari arginin vasopresin) digunakan untuk
mengobati DUB pada pasien gangguan pembekuan terutama pada penyakit von willebrands
dan dapat diberikan intranasal maupun intravena. Pengobatan dapat meningkatkan kadar faktor
VIII dan faktor von willebrands yang berlangsung sekitar 8 jam.
3. Gangguan pada organ dalam pelvis
Menorrrhagia biasanya berhubungan dengan fibroid pada uterus, adenommiosis, infeksi
pelvis, polips endometrial, dan adanya benda asing seperti IUD. Wanita dengan perdarahan
haid melebihi 200 cc 50% mengalami fibroid. 40% pasien dengan adenomiosis mengalami
perdarahan haid melebihi 800cc. Menorrhagia pada retrofleksi disebabkan karena bendungan
pada vena uterus sedangkan pada mioma uteri, menorrhagia disebabkan oleh kontraksi otot
yang kurang kuat, permukaan endometrium yang luas dan bendungan vena uterus.
Hipomenore
a. Setelah dilakukan miomektomi/ gangguan endokrin.
b. Kesuburan endometrium kurang akibat dari kurang gizi, penyakit menahun maupun
gangguan hormonal.
Metroragi
Metroragia diluar kehamilan dapat disebabkan oleh luka yang tidak sembuh; carcinoma
corpus uteri, carcinoma cervicitis; peradangan dari haemorrhagis (sepertikolpitis
haemorrhagia, endometritis haemorrhagia); hormonal.
Perdarahan fungsional :
a) Perdarahan Anovulatoar; disebabkan oleh psikis, neurogen,hypofiser, ovarial (tumor atau
ovarium yang polikistik) dan kelainan gizi, metabolik,penyakit akut maupun kronis.
b) Perdarahan Ovulatoar; akibat korpus luteumpersisten, kelainan pelepasan endometrium,
hipertensi, kelainan darah dan penyakitakut ataupun kronis.
Dismenorea
Faktor risiko
Faktor risiko dari dismenore adalah usia kurang dari 20 tahun, usaha untuk
menurunkan berat badan, depresi, perdarahan menstruasi yang berat, nulliparitas
dan merokok (French, 2005). Selain itu panjangnya periode menstruasi, riwayat
keluarga, obesitas serta pengkonsumsi alkohol juga merupakan faktor resiko
dismenore (Calis, 2011).
Etiologi
Dismenore primer terjadi akibat endometrium mengandung prostaglandin
dalam jumlah tinggi dan prostaglandin menyebabkan kontraksi miometrium yang
kuat serta mampu menyempitkan pembuluh darah yang mengakibatkan iskemia,
disintegrasi endometrium, perdarahan dan nyeri (Morgan, 2009).
Dismenore sekunder disebabkan karena beberapa kondisi yaitu
endometriosis, fibroid uterus, penyakit radang panggul, perdarahan uterus
disfungsional, prolaps uterus, maladaptasi pemakaian AKDR, produk kontrasepsi
yang tertinggal setelah abortus spontan, abortus terapeutik atau melahirkan serta
kanker ovarium (Morgan, 2009).
Amenorea Amenorea primer terjadi pada 0.1 2.5% wanita usia reproduksi. Amenorea
Sekunder Angka kejadian berkisar antara 1 5%.
Perdarahan uterus disfungsional Perdarahan uterus disfungsional tidak memiliki
kegemaran untuk ras, namun dari segi umur yang paling umum yaitu pada usia ekstrim
tahun reproduksi wanita, baik di awal atau mendekati akhir, tetapi mungkin terjadi pada
setiap saat selama hidup reproduksinya.
Sebagian besar kasus perdarahan uterus disfungsional pada remaja putri terjadi selama 2
tahun pertama setelah onset menstruasi, ketika sumbu dewasa mereka hipotalamus-hipofisis
mungkin gagal untuk merespon estrogen dan progesteron.
Dismenore Prevelense disminorhea pada anak remaja berkisar 20-90%. Sebuah studi
longitudinal secara kohort pada wanita Swedia ditemukan prevalensi dismenore adalah 90%
pada wanita usia 19 tahun dan 67% pada wanita usia 24 tahun.
LO 3.4. Patogenesis dan patofisiologi Kelainan Menstruasi
Amenorea
Menetapkan adanya disfungsi primer sangat penting dalam menentukan patofisiologi
amenorea. Amenorea terjadi jika hipotalamus dan pituitari gagal dalam memberikan stimulasi
gonadotropin pada ovarium, sehingga produksi estradiol tidak memadai dan atau terjadi
kegagalan ovulasi dan kegagalan produksi progesteron. Amenorea juga dapat terjadi jika
ovarium gagal menghasilkan jumlah estradiol yang cukup meskipun stimulasi gonadotropin
normal oleh hipotalamus dan hipofisis. Dalam beberapa kasus, hipotalamus, hipofisis, dan
ovarium semua dapat berfungsi normal, namun amenorea dapat terjadi karena kelainan uterus
seperti perlekatan dalam rongga endometrium, defek pada serviks, septum uteri, dan hymen
imperforata.
Tidak adanya uterus, baik itu sebagai kelainan atau sebagai bagian dari sindrom hemaprodit
seperti testicular feminization, adalah penyebab utama dari amenorea primer. Testicular
feminization disebabkan oleh kelainan genetik. Pasien dengan amenorea primer yang
diakibatkan oleh testicular feminization menganggap dan menyampaikan dirinya sebagai
wanita yang normal, memiliki tubuh feminin. Vagina kadang kadang tidak ada atau
mengalami kecacatan, tapi biasanya terdapat vagina. Vagina tersebut berakhir sebagai kantong
kosong dan tidak terdapat uterus. Gonad, yang secara morfologi adalah testis berada di kanal
inguinalis. Keadaan seperti ini menyebabkan pasien mengalami amenorea yang permanen.
Prinsip dasar fisiologi fungsi menstruasi memungkinkan dibuatnya suatu sistem yang
memisahkan dalam beberapa kompartemen. Hal ini berguna untuk memakai evaluasi
diagnostik yang memilah penyebab amenorea dalam 4 kompartemen, yaitu:
Kompartemen I : kelainan terletak pada organ target uterus atau outflow tract
Kompartemen II : kelainan pada ovarium.
Kompartemen III : kelainan pada pituitri anterior
Kompartemen IV : kelainan pada sistem syaraf pusat (hipotalamus).
Hipermenore
Pada siklus ovulasi normal, hipotalamus mensekresi Gonadotropin releasing hormon
(GnRH), yang menstimulasi pituitary agar melepaskan Folicle-stimulating hormone (FSH). Hal
ini pada gilirannya menyebabkan folikel di ovarium tumbuh dan matur pada pertengahan
siklus, pelepasan leteinzing hormon (LH) dan FSH menghasilkan ovulasi. Perkembangan
folikel menghasilkan esterogen yang berfungsi menstimulasi endometrium agar berproliferasi.
Setelah ovum dilepaskan kadar FSH dan LH rendah. Folikel yang telah kehilangan ovum akan
berkembang menjadi korpus luteum, dan korpus luteum akan mensekresi progesteron.
Progesteron menyebabkan poliferasi endometrium untuk berdeferemnsiasi dan stabilisasi. 14
hari setelah ovulasi terjadilah menstruasi. Menstruasi berasal dari dari peluruhan endometrium
sebagai akibat dari penurunan kadar esterogen dan progesteron akibat involusi korpus luteum.
Siklus anovulasi pada umumnya terjadi 2 tahun pertama setelah menstruasi awal yang
disebabkan oleh HPO axis yang belum matang. Siklus anovulasi juga terjadi pada beberapa
kondisi patologis.
Pada siklus anovulasi, perkembangan folikel terjadi dengan adanya stimulasi dari FSH,
tetapi dengan berkurangnya LH, maka ovulasi tidak terjadi. Akibatnya tidak ada korpus luteum
yang terbentuk dan tidak ada progesteron yang disekresi. Endometrium berplroliferasi dengan
cepat, ketika folikel tidak terbentuk produksi esterogen menurun dan mengakibatkan
perdarahan. Kebanyakan siklus anovulasi berlangsung dengan pendarahan yang normal, namun
ketidakstabilan poliferasi endometrium yang berlangsung tidak mengakibatkan pendarahan
hebat.
Perdarahan uterus
disfungsional
Patologi PUD bervariasi. Gambaran penting salah satunya yaitu gangguan pada hipotalamus
pituitari ovarium sehingga menimbulkan siklus anovulatorik. Kurangnya progesteron
meningkatkan stimulasi esterogen terhadap endometrium. Endometrium yang tebal berlebihan
tanpa pengaruh progestogen, tidak stabil dan terjadi pelepasan irreguler. Secara umum,
semakin lama anovulasi maka semakin besar resiko perdarahan yang berlebihan. Ini adalah
bentuk DUB yang paling sering ditemukan pada gadis remaja.Sekitar 90% perdarahan uterus
difungsional (perdarahan rahim) terjadi tanpa ovulasi (anovulation) dan 10% terjadi dalam
siklus ovulasi.
- Pada siklus ovulasi
Perdarahan rahim yang bisa terjadi pada pertengahan menstruasi maupun bersamaan
dengan waktu menstruasi. Perdarahan ini terjadi karena rendahnya kadar hormon estrogen,
sementara hormon progesteron tetap terbentuk.
Ovulasi abnormal ( DUB ovulatori ) terjadi pada 15 20 % pasien DUB dan mereka
memiliki endometrium sekretori yang menunjukkan adanya ovulasi setidaknya intermitten
jika tidak reguler. Pasien ovulatori dengan perdarahan abnormal lebih sering memiliki
patologi organik yang mendasari, dengan demikian mereka bukan pasien DUB sejati
menurut definisi tersebut. Secara umum, DUB ovulatori sulit untuk diobati secara medis.
- Pada siklus tanpa ovulasi (anovulation)
Perdarahan rahim yang sering terjadi pada masa pre-menopause dan masa reproduksi. Hal
ini karena tidak terjadi ovulasi, sehingga kadar hormon estrogen berlebihan sedangkan
hormon progesteron rendah. Akibatnya dinding rahim (endometrium) mengalami penebalan
berlebihan (hiperplasi) tanpa diikuti penyangga (kaya pembuluh darah dan kelenjar) yang
memadai. Kondisi inilah penyebab terjadinya perdarahan rahim karena dinding rahim yang
rapuh.
Pasien dengan perdarahan uterus disfungsional telah kehilangan siklus endometrialnya yang
disebabkan oleh gangguan pada siklus ovulasinya. Sebagai hasilnya pasien mendapatkan siklus
estrogen yang tidak teratur yang dapat menstimulasi pertumbuhan endometrium, berproliferasi
terus menerus sehingga perdarahan yang periodik tidak terjadi.
Schroder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan ovarium pada
waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang dinamakan
metropatia hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi
ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Akibatnya, terjadilah hiperplasi endometrium karena
stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus-menerus.
Penelitian lain menunjukkan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat ditemukan
bersamaan dengan berbagai jenis endometrium, yaitu endometrium atrofik, hiperplastik,
proliferatif dan sekretoris, dengan endometrium jenis non sekresi merupakan bagian terbesar.
Pembagian endometrium menjadi endomettrium sekresi dan non sekresi penting artinya,
karena dengan demikian dapat dibedakan perdarahan ovulatoar dari yang anovulatoar.
Klasifikasi ini memiliki nilai klinik karena kedua jenis perdarahan disfungsional ini memiliki
dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan
disfungsional yang ovulatoar gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor neuromuskular,
hematologi dan vasomotorik, yang mekanismenya belum seberapa dimengerti, sedang
perdarahan anovulatoar biasanya dianggap bersumber pada gangguan endokrin
Penyebab Perdarahan Uterus Abnormal Berdasaran Kelompok Usia
Kelompok Usia Penyebab
Prapubertas Pubertas prekoks (kelainan hipotalamus, hipofisis,
atau ovarium)
Remaja Siklus Anovulatorik
Usia subur Penyulit Kehamilan (abortus, penyakit trofoblastik,
kehamilan ektopik)
Perimenopause Siklus anovulatorik, pelepasan irregular
endometrium, lesi organik
Pascamenopause Lesi organik, atrofi endometrium
Buku Ajar Patologi, Robins.2004
Dismenore
- Pada disminorea primer :
Bila tidak terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan mengalami regresi dan hal ini akan
mengakibatkan penurunan kadar progesteron. Penurunan ini akan mengakibatkan labilisasi
membran lisosom, sehingga mudah pecah dan melepaskan enzim fosfolipase A2. Fosfolipase
A2 ini akan menghidrolisis senyawa fosfolipid yang ada di membran sel endometrium
menghasilkan asam arakhidonat. Adanya asam arakhidonat bersama dengan kerusakan
endometrium akan merangsang kaskade asam arakhidonat yang akan menghasilkan
prostaglandin, antara lain PGE2 dan PGF2 alfa. Wanita dengan disminorea primer didapatkan
adanya peningkatan kadar PGE dan PGF2 alfa di dalam darahnya, yang akan merangsang
miometrium dengan akibat terjadinya peningkatan kontraksi dan distrimi uterus. Akibatnya
akan terjadi penurunan aliran darah ke uterus dan ini akan mengakibatkan iskemia.
Prostaglandin sendiri dan endoperoksid juga menyebabkan sensitisasi dan selanjutnya
menurunkan ambang rasa sakit pada ujung-ujung syaraf aferen nervus pelvicus terhadap
rangsang fisik dan kimia.
1 Patofisiologi
AMENOREA
Kelainan genetik
Kegagalan fungsi hipotalamus-hipofisis
Penyakit stress, obat-obatan, dll
Testikular feminization
hipogonadotropin Disgenesis gonad
Tanda seks sekunder tidak terjadi MK: ansietas, nyeri, kerusakan integritas jaringan
- Ovulatorik
Fase luteal tidak adekuat. Korpus luteum mungkin gagal mengalami pematangan
secara normal atau mengalami rgresi secara prematur sehingga terjadi
kekurangan relatif progesteron. Endometrium dibawah kondisi ini mengalami
perlambatan terbentuknya pase sekretorik.
DISMENOREA
Bila tidak terjadi kehamilan Penyakit :endometriosis, inflamasi pelvis, adenomiosis, kista ovarium, kelainan otak
prostaglandin
Prolaktin Gamma linoleic acid (GLA)
PGE 2 PGF 2
Estrogen dan progesteron
Gangguan metabolism prostaglandin
Miometrium terangsang
Metabolism vit.B6 (anti depresi) terganggu
Deficit vit. B6
Nyeri haid MK: ansietas
iskemia Dismenore primer
Produksi serotonin terganggu
Manifestasi Klinik Perdarahan Uterus Disfungsional
Keluhan dan Gejala Masalah
Pre menstrual sindrom
Nyeri Pelvik Serotonin Abortus, Kehamilan ektopik
depresi
Mual, Peningkatan frekuensi berkemih Hamil
Peningkatan berat badan, fatigue, Hipotiroid
gangguan toleransi terhadap
Kelemahandingin
umum Nyeri payudara acne Mood labil
Penurunan berat badan, banyak keringat, Hipertiroid
palpitasi
MK: intoleransi aktivitas MK: nyeri MK: gangguan integritas kulit
MK: ansietas
Riwayat konsumsi antikoagulan Koagulopati
Gangguan pembekuan darah
Riwayat hepatitis, ikterik Penyakit hati
Hirsustisme, acne, akantosis nigricans, Sindron Ovarium Polikistik
obesitas
Pendarahan pasca coitus Displasia serviks, polip,
endoserviks
Galaktorea, sakit kepala, gangguan lapang Tumor hipofisis
pandang
Deficit vit. B6
MK: intoleransi aktivitas MK: nyeri MK: gangguan integritas kulit MK: ansietas
Oligominorea Gejala oligomenorrhea terdiri dari periode menstruasi yang lebih panjang
dari 35 hari dimana hanya didapatkan 4-9 periode dalam 1 tahun.Beberapa wanita dengan
oligomenorrhea mungkin sulit hamil. Bila kadar estrogen yang menjadi penyebab, wanita
tersebut mungkin mengalami osteoporosis dan penyakit kardiovaskular. Wanita tersebut
juga memiliki resiko besar untuk mengalami kanker uterus.
Amenorea (tidak haid) Jika penyebabnya adalah kegagalan mengalami pubertas, maka
tidak akan ditemukan tanda-tanda pubertas seperti pembesaran payudara, pertumbuhan
rambut kemaluan dan rambut ketiak serta perubahan bentuk tubuh. Jika penyebabnya adalah
kehamilan, akan ditemukan morning sickness dan pembesaran perut. Jika penyebabnya
adalah kadar hormon tiroid yang tinggi maka gejalanya adalah denyut jantung yang cepat,
kecemasan, kulit yang hangat dan lembab. Sindroma Cushing menyebabkan wajah bulat
(moon face), perut buncit dan lengan serta tungkai yang kurus.
Hipomenorea Waktu haid singkat, jumlah darah haid sangat sedikit (<30cc), kadang-
kadang hanya berupa spotting.
Metroragi Adanya perdarahan tidak teratur dan tidak ada hubungannya dengan haid
namun keadaan ini sering dianggap oleh wanita sebagai haid walaupun berupa bercak.
Disminorea Kram bagian bawah perut dan menyebar ke punggung dan kaki,
Muntah, sakit kepala, cemas, kelelahan, diare, pusing dan kembung.
Sindrom prahaid berhubungan dengan siklus haid,dimulai pada minggu terakhir fase luteum
dan berakhir setelah mulainya haid.
Gejalanya paling sedikit didapatkan 5 keluhan di bawah ini:
1.Gangguan mood
2. Cemas
3. Labil yaitu tiba-tiba suka marah
4. Lelah
5. Sulit berkonsentrasi
6. Perubahan nafsu makan yang meningkat
7.Insomnia
8.Kehilangan control diri
9.Nyeri pada payudara,sendi dan kepala
Pemeriksaan Ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan pap
smear, dan harus disingkirkan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia
endometrium, atau keganasan.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Panggul (Pelvix Internal)
Pemeriksaan daerah panggul memungkinkan dokter
atau dokter kandungan untuk mengetahui apakah ada
pelebaran pada rahim. Dokter dapat memeriksa leher
rahim Anda dengan memasukkan plastik atau logam yang
disebut spekulum alat ke dalam vagina dan Pap (Pap
Smear) dapat diambil pada waktu yang bersamaan. Swab
dapat diambil dari leher rahim atau vagina untuk menguji
ada tidaknya infeksi. Seorang perawat atau pendamping
perempuan harus hadir saat Anda sedang diperiksa oleh
dokter laki-laki.
2. Tes Darah
TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
TSH bertugas mengatur sintesis hormon tiroid. Pemeriksaan TSH berfungsi untuk
mengetahui fungsi kelenjar tiroid. Hipotiroid yang biasa ditandai dengan meningkatnya
TSH, menyebabkan haid tidak teratur termasuk amenorrhea. Gangguan fungsi tiroid ini
dapat menyebabkan peningkatan produksi prolaktin.
Prolaktin
Produksi prolaktin yang berlebihan atau disebut hiperprolaktinemia pada wanita dapat
menyebabkan gangguan siklus haid.
Progesteron
Pemeriksaan progesteron dapat mengetahui terjadinya defisiensi estrogen, lesi pada struktur
endometrium dan sumbatan pada uterus yang menyebabkan amenorrhea. Amenorrhea dapat
menyebabkan ketidaknyamanan, namun dengan pemeriksaan laboratorium dan konsultasi
dokter dapat diketahui penyebabnya sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat untuk
menormalkan kembali siklus haid.
3. USG
Pemindaian USG adalah prosedur tes yang sederhana yang dapat dilakukan dengan cara
memindahkan alat scan ke perut bagian bawah (scan abdomen) atau dengan menempatkannya
di vagina bagian atas (transvaginal scan). Wanita lebih sering memilih metode transvaginal
karena, selama pemeriksaan scan abdomen wanita harus menjaga kandung kemihnya agar tetap
penuh.
Pilihan metode scanning akan sangat bervariasi sesuai dengan tujuan masing-masing. Jika
dicurigai adanya fibroid atau kista ovarium, scan abdomen dapat memberikan informasi lebih
lanjut, untuk menyelidiki kelainan menstruasi, transvaginal scan memberikan gambaran yang
lebih jelas pada lapisan rahim (endometrium). Kadang-kadang kedua metode ini digunakan
bersama-sama tetapi Anda akan diberikan kesempatan untuk mengosongkan kandung kemih
Anda setelah scan abdomen dilakukan.
Di beberapa rumah sakit ada pemeriksaan khusus dari scanning transvaginal yaitu dengan
menginjeksi sedikit cairan (saline) atau garam fisiologis ke dalam rahim melalui leher rahim
untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya fibroid atau polip di dalam rahim. Pemeriksaan
vagina ini memerlukan penyisipan sebuah spekulum sebelum scan, tapi tidak terlalu
mengganggu.
4. Biopsi Eendometrium
Digunakan untuk screening keganasan, perdarahan yang tidak teratur, gangguan fertilitas,
infeksi dan memonitor pengobatan. Biopsi endometrium melibatkan pengambilan sampel dari
lapisan rahim Anda dengan terlebih dahulu memasukkan spekulum vagina dan kemudian
melewati sebuah tabung halus melalui leher rahim Anda. Sampel tersebut kemudian dikirim ke
laboratorium untuk pemeriksaan dibawah mikroskop. Hal ini mungkin diperlukan jika Anda
mengalami perdarahan yang tidak teratur atau perdarahan tambahan di antara periode
menstruasi. Biopsi dapat diambil di klinik atau rumah sakit dan hanya membutuhkan beberapa
menit, selama waktu pengambilan Anda akan merasa sedikit tidak nyaman.
5. Hysteroscopy
Histeroskopi adalah pemeriksaan dalam (rongga) rahim Anda dengan instrumen
(hysteroscope) yang dilengkapi dengan sumber cahaya dan kamera sehingga pandangan dari
rongga rahim dapat dilihat pada layar. Hysteroscope akan melewati leher rahim melalui vagina,
dan gas atau cairan digunakan untuk memperluas rongga rahim anda. Setelah rongga telah
diperiksa secara detail, biopsi endometrium biasanya diambil. Teknik ini dapat mendeteksi
keberadaan polip dan fibroid dan jika fibroid atau polip berukuran kecil kadang-kadang dapat
langsung dihilangkan pada waktu yang bersamaan. Histeroskopi biasanya dilakukan di klinik
rawat jalan, tetapi dapat dilakukan sebagai prosedur untuk anestesi umum.
Metroragia
1 Anamnesis
- Tanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oleh siklus
yang pendek atau oleh oligomenorea/amenorea
- Sifat perdarahan (banyak atau sedikit2,sakit atau tidak)
- Lama perdarahan, dsb.
2 Pemeriksaan umum
Perlu diperhatikan tanda2 yang meninjuk kearah kemungkinan penyakit
metabolic, penyakit endokrin, penyakit menahun, dll.
3 Pemeriksaan ginekologik
Perlu dilihat apakah tidak ada kelainan2 organik, yang menyebabkan
perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu)
.
LO 3.7. Tatalaksana Kelainan Menstruasi
Polimenorea
Keadaan ini dapat diperbaiki dengan menggunakan terapi hormonal.Stadium proliferasi
dapat diperpanjang dengan estrogen dan stadium sekresi dapat diperpanjang dengan kombinasi
estrogen-progesteron
Oligominorea
Pengobatan oligomenorrhea tergantung dengan penyebab.Pada oligomenorrhea dengan
anovulatoir serta pada remaja dan wanita yang mendekati menopouse tidak memerlukan
terapi.Perbaikan status gizi pada penderita dengan gangguan nutrisi dapat memperbaiki
keadaan oligomenorrhea.Oligomenorrhea sering diobati dengan pil KB untuk memperbaiki
ketidakseimbangan hormonal.Pasien dengan sindrom ovarium polikistik juga sering diterapi
dengan hormonal.Bila gejala terjadi akibat adanya tumor, operasi mungkin
diperlukan.Pengobatan alternatif lainnya dapat menggunakan akupuntur atau ramuan herbal.
Amenorea
Pengobatan untuk kasus amenore tergantung kepada penyebabnya. Jika penyebanya adalah
penurunan berat badan yang drastis atau obesitas, penderita dianjurkan untuk menjalani diet
yang tepat. Jika penyebabnya adalah olah raga yang berlebihan, penderita dianjurkan untuk
menguranginya.
Jika seorang anak perempuan yang belum pernah mengalami menstruasi ( amenore primer )
dan selama hasil pemeriksaan normal, maka dilakukan pemeriksaan setiap 3 6 bulan untuk
memantau perkembangan pubertasnya.
Hipermenore (Monorrhagea)
Terapi menorrhagia sangat tergantung usia pasien, keinginan untuk memiliki anak, ukuran
uterus keseluruhan, dan ada tidaknya fibroid atau polip. Spektrum pengobatannya sangat luas
mulai dari pengawasan sederhana, terapi hormon, operasi invasif minimal seperti
pengangkatan dinding endometrium (endomiometrial resection atau EMR), polip
(polipektomi), atau fibroid (miomektomi) dan histerektomi (pada kasus yang refrakter).
Dapat juga digunakan herbal yarrow, nettles purse, agrimony, ramuan cina, ladies mantle,
vervain dan raspbery merah yang diperkirakan dapat memperkuat uterus. Vitex juga dianjurkan
untuk mengobati menorrhea dan sindrom pre-mentrual. Dianjurkan juga pemberian suplemen
besi untuk mengganti besi yang hilang melalui perdarahan. Vitamin yang diberikan adalah
vitamin A karena wanita dengan lehilangan darah hebat biasanya mengalami penurunan kadar
vitamin A dan K yang dibutuhkan untuk pembekuan darah. Vitamin C, zinc dan bioflavinoids
dibutuhkan untuk memperkuat vena dan kapiler.
Hipomenore
1. Suplemen zat besi (jika kondisi menorrhagia disertai anemia, kelainan darah yang
disebabkan oleh defisiensi sel darah merah atu hemoglobin).
2. Prostaglandin inhibitor seperti medications (NSAID), seperti aspirin atau ibuprofen.
3. Kontrasepsi oral (ovulation inhibitor)
4. Progesteron (terapi hormon)
5. Hysteroctomy (operasi untuk menghilangkan uterus)
Dismenore
- obat analgetik, NSAID, diuretic (untuk relaksasi uterus)
- Aspirin hambat sintesis prostaglandin di hipotalamus (mengangani rasa sakit dari ringan
sampai sedang), efek samping terhadap saluran pencernaan.
- Asetaminofen hambat sintesis prostaglandin di SSP. mengangani rasa sakit dari ringan
sampai sedang. Dapat mengganti aspirin pada penderita dengan keluhan saluran cerna. Efek
samping adalah alergi(dosis normal). Nekrosis hati, nekrosis tubuli renalis serta koma
hipoglikemik. (Dosis besar).
- Asam mefenamat ES terhadap saluran cerna seperti dyspepsia, diare, dan iritasi lambung
- Ibuprofen sifat analgesic dengan daya anti inflamasi yang tidak terlalu kuat, ES sama
seperti aspirin.
- Pemberian kompres panas : menurunkan kontraksi dan meningkatkan sirkulasi.
- latihan fisik meningkatkan sekresi hormone dan pemanfatannya khususnya estrogen.
- diet mengurangi garam dan meningkatkan penggunaan diuretic alami, sehingga
mengurangi edema dan rasa tidak nyaman tubuh. , tidur cukup.
- Pembedahan upaya terakhir.
Penatalaksanaan Perdarahan Uterus Disfungsional
Tujuan terapi
- mengontrol perdarahan
- mencegah perdarahan berulang
- mencegah komplikasi
- mengembalikan kekurangan zat besi dalam tubuh
- menjaga kesuburan.
Tatalaksana awal dari perdarahan akut adalah pemulihan kondisi hemodinamik
dari ibu. Pemberian estrogen dosis tinggi adalah tatalaksana yang sering
dilakukan. Regimen estrogen tersebut efektif di dalam menghentikan episode
perdarahan. Bagaimanapun juga penyebab perdarahan harus dicari dan
dihentikan. Apabila pasien memiliki kontraindikasi untuk terapi estrogen, maka
penggunaan progesteron dianjurkan.
Untuk perdarahan disfungsional yang berlangsung dalam jangka waktu lama,
terapi yang diberikan tergantung dari status ovulasi pasien, usia, risiko kesehatan,
dan pilihan kontrasepsi. Kontrasepsi oral kombinasi dapat digunakan untuk
terapinya. Pasien yang menerima terapi hormonal sebaiknya dievaluasi 3 bulan
setelah terapi diberikan, dan kemudian 6 bulan untuk reevaluasi efek yang terjadi.
Terapi operasi dapat disarankan untuk kasus yang resisten terhadap terapi obat-
obatan. Secara singkat langkah-langkah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1 Perbaikan Keadaan Umum
Pada perdarahan yang banyak sering ditemukan keadaan umum yang buruk. Pada
perdarahan uterus disfungsional akut, anemia (Hb <8 g/dL) yang terjadi harus
segera diatasi dengan transfusi darah. Pada perdarahan uterus disfungsional
kronis keadaan anemia ringan seringkali dapat diatasi dengan diberikan sediaan
besi, sedangkan anemia berat membutuhkan transfusi darah
2 Penghentian Pendarahan
Hormon Steroid Seks
- Estrogen
Dipakai pada perdarahan uterus disfungsional untuk menghentikan perdarahan
karena memiliki berbagai khasiat yaitu healing effect, pembentukan
mukopolisakarida pada dinding pembuluh darah, vasokonstriksi (karena
merangsang prostaglandin), meningkatkan pembentukan thrombin dan fibrin.
Dosis pemberian estrogen pada perdarahan uterus disfungsional adalah 25 mg IV
setiap 4-6 jam untuk 24 jam diikuti dengan oral terapi yaitu 1 tablet perhari
selama 5-7 hari (untuk semua produk estrogen dengan kandungan 35 mg
ethynil estradiol).
- Progestin
Berbagai jenis progestin sintetik telah dilaporkan dapat menghentikan
perdarahan. Beberapa sedian tersebut antara lain noretisteron, MPA, megestrol
asetat, dihidrogesteron dan linestrenol. Noretisteron dapat menghentikan
perdarahan setelah 24-48 jam dengan dosis 20-30 mg/hari, medroksiprogesteron
asetat dengan dosis 10-20 mg/hari selama 10 hari, megestrol asetat dengan
didrogesteron dengan dosis 10-20 mg/hari selama 10 hari, serta linestrenol
dengan dosis 15 mg/hari selama 10 hari.
- Androgen
Merupakan pilihan lain bagi penderita yang tak cocok dengan estrogen dan
progesteron. Sediaan yang dapat dipakai antara lain adalah isoksasol (danazol)
dan metil testosteron (danazol merupakan suatu turunan 17--etinil-testosteron).
Dosis yang diberikan adalah 200 mg/hari selama 12 minggu. Perlu diingat bahwa
pemakaian jangka panjang sediaan androgen akan berakibat maskulinisasi.
Penghambat sintesis prostaglandin.
Pada peristiwa perdarahan, prostaglandin penting peranannya pada vaskularisasi
endometrium. Dalam hal ini PgE2 dan PgF2 meningkat secara bermakna. Dengan
dasar itu, penghambat sintesis prostaglandin atau obat anti inflamasi non steroid
telah dipakai untuk pengobatan perdarahan uterus disfungsional, terutama
perdarahan uterus disfungsional anovulatorik. Untuk itu asam mefenamat dan
naproksen seringkali dipakai dosis 3 x 500 mg/hari selama 3-5 hari atau
ethamsylate 500 mg 4 kali sehari terbukti mampu mengurangi perdarahan.
Antifibrinolitik
Sistem pembekuan darah juga ikut berperan secara lokal pada perdarahan uterus
disfungsional. Peran ini tampil melalui aktivitas fibrinolitik yang diakibatkan oleh
kerja enzimatik. Proses ini berfungsi sebagai mekanisme pertahanan dasar untuk
mengatasi penumpukan fibrin. Unsur utama pada system fibrinolitik itu adalah
plasminogen, yang bila diaktifkan akan mengeluarkan protease plasmin. Enzim
tersebut akan menghambat aktivasi palsminogen menjadi plasmin, sehingga
proses fibrinolisis akhirnya akan terhambat pula. Sediaan yang ada untuk
keperluan ini adalah asam amino kaproat (dosis yang diberikan adalah 4 x 1-1,5
gr/hari selama 4-7 hari)
Operatif
Jenis pengobatan ini mencakup: dilatasi dan kuretase, ablasi laser dan
histerektomi. Dilatasi dan kuretase merupakan tahap yang ringan dari jenis
pengobatan operatif pada perdarahan uterus disfungsional. Tujuan pokok dari
kuretase pada perdarahan uterus disfungsional adalah untuk diagnostik, terutama
pada umur diatas 35 tahun atau perimenopause. Hal ini berhubungan dengan
meningkatnya frekuensi keganasan pada usia tersebut. Tindakan ini dapat
menghentikan perdarahan karena menghilangkan daerah nekrotik pada
endometrium. Ternyata dengan cara tersebut perdarahan akut berhasil dihentikan
pada 40-60% kasus. Namun demikian tindakan kuretase pada perdarahan uterus
disfungsional masih diperdebatkan, karena yang diselesaikan hanyalah masalah
pada organ sasaran tanpa menghilangkan kausa. Oleh karena itu kemungkinan
kambuhnya cukup tinggi (30-40%) sehingga acapkali diperlukan kuretase
berulang. Beberapa ahli bahkan tidak menganjurkan kuretase sebagai pilihan
utama untuk menghentikan perdarahan pada perdarahan uterus disfungsional,
kecuali jika pengobatan hormonal gagal menghentikan perdarahan.
Pada ablasi endometrium dengan laser ketiga lapisan endometrium diablasikan
dengan cara vaporasi neodymium YAG laser. Endometrium akan hilang permanen,
sehingga penderita akan mengalami henti haid yang permanen pula. Cara ini
dipilih untuk penderita yang punya kontraindikasi pembedahan dan tampak cukup
efektif sebagai pilihan lain dari histerektomi, tetapi bukan sebagai pengganti
histerektomi
Tindakan histerektomi pada penderita perdarahan uterus disfungsional harus
memperhatikan usia dan paritas penderita. Pada penderita muda tindakan ini
merupakan pilihan terakhir. Sebaliknya pada penderita perimenopause atau
menopause, histerektomi harus dipertimbangkan bagi semua kasus perdarahan
yang menetap atau berulang. Selain itu histerektomi juga dilakukan untuk
perdarahan uterus disfungsional dengan gambaran histologis endometrium
hiperplasia atipik dan kegagalan pengobatan hormonal maupun dilatasi dan
kuretase. Histerektomi mempunyai tingkat mortalitas 6/ 10.000 operasi. Satu
penelitian menemukan bahwa histerektomi berhubungan dengan tingkat
morbiditas dan membutuhkan waktu penyembuhan yang lebih lama dibanding
ablasi endometrium. Beberapa studi sebelumnya menemukan bahwa fungsi
seksual meningkat setelah histerektomi dimana terdapat peningkatan aktifitas
seksual. Histerektomi merupakan metode popular untuk mengatasi perdarahan
uterus disfungsional, terutama di negara-negara industri
3 Mengembalikan keseimbangan fungsi hormon reproduksi
Usaha ini meliputi pengembalian siklus haid abnormal menjadi normal,
pengubahan siklus anovulatorik menjadi ovulatorik atau perbaikan suasana
sehingga terpenuhi persyaratan untuk pemicuan ovulasi.
- Siklus ovulatorik
Perdarahan uterus disfungsional ovulatorik secara klinis tampil sebagai
polimenorea, oligomenorea, menoragia dan perdarahan pertengahan siklus,
perdarahan bercak prahaid atau pasca haid. Perdarahan pertengahan siklus
diatasi dengan estrogen konjugasi 0,625-1,25 mg/hari atau etinilestradiol 50
mikrogram/ hari dari hari ke 10 hingga hari ke 15. Perdarahan bercak prahaid
diobati dengan progesteron (medroksi progestron asetat atau didrogestron)
dengan dosis 10 mg/hari dari hari ke 17 hingga hari ke 26. Beberapa penulis
menggunakan progesteron dan estrogen pada polimenorea dan menoragia
dengan dosis yang sesuai dengan kontrasepsi oral, mulai hari ke 5 hingga hari ke
25 siklus haid.8
- Siklus anovulatorik
Perdarahan uterus disfungsional anovulatorik mempunyai dasar kelainan
kekurangan progesteron. Oleh karena itu pengobatan untuk mengembalikan
fungsi hormon reproduksi dilakukan dengan pemberian progesteron, seperti
medroksi progesterone asetat dengan dosis 10-20 mg/hari mulai hari ke 16-25
siklus haid. Dapat pula digunakan didrogesteron dengan dosis 10-20 mg/hari dari
hari 16-25 siklus haid, linestrenol dengan dosis 5-15 mg/hari selama 10 hari mulai
hari hari ke 16-25 siklus haid. Pengobatan hormonal ini diberikan untuk 3 siklus
haid. Jika gagal setelah pemberian 3 siklus dan ovulasi tetap tak terjadi, dilakukan
pemicuan ovulasi. Pada penderita yang tidak menginginkan anak keadaan ini
diatur dengan penambahan estrogen dosis 0,625-1,25 mg/hari atau kontrasepsi
oral selama 10 hari, dari hari ke 5 sampai hari ke 25.8
Penanganan terapi berdasarkan usia
PUD pada Usia Perimenarche
Pada usia perimenarche (rata-rata 11 tahun ) hingga memasuki usia reproduksi ,
berlangsung sampai 3- 5 tahun setelah menarche dan ditandai dengan siklus
yang tidak teratur baik lama maupun jumlah darahnya.
Pada keadaan yang tidak akut dapat diberikan antiprostaglandin, antiinflamasi
nonsteroid (NSAID), atau asam traneksamat. Pemberian tablet estrogen
progesteron kombinasi, atau tablet progesterone saja maupun analog GnRH
(agonis atau antagonis) hanya bila tidak ada perbaikan.
Pada keadaan akut, dimana Hb sampai <8 gr%, maka pasien harus :
o Dirawat dan diberikan transfusi darah.
o Untuk mengurangi perdarahan diberikan sediaan :
Estrogen- progesterone kombinasi, misalnya 17 estradiol 2x2 mg,
atau
Estrogen equin konjugasi 2x1.25 mg, atau
Estropipete 1x 1,25 mg dikombinasikan dengan noretisteron asetat
2x5 mg ;atau
Medroksiprogesteron asetat (MPA) 2x10 mg, atau juga dapat diberikan
normegestrol asetat 2x5 mg dan cukup diberikan selama 3 hari
Bila perdarahan akut telah berkurang atau selesai , lakukan pengaturan siklus,
dengan pemberian tablet progesterone pada hari 16-25 selama 3 bulan. MPA atau
didrogesterone (10mg/ hari) sedangnkan noretisterone 5mg/ hari.
Mereka bertanya kepadamu tentang (darah) haid. Katakanlah, Dia itu adalah suatu
kotoran (najis). Oleh sebab itu hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di tempat
haidnya (kemaluan). Dan janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci (dari
haid). Apabila mereka telah bersuci (mandi bersih), maka campurilah mereka itu di tempat
yang diperintahkan Allah kepada kalian. (QS. Al-Baqarah: 222)
Batasan Haid :
Menurut Ulama Syafiiyyah batas minimal masa haid adalah sehari semalam, dan batas
maksimalnya adalah 15 hari. Jika lebih dari 15 hari maka darah itu darah Istihadhah dan
wajib bagi wanita tersebut untuk mandi dan shalat.
Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Majmu Fatawa mengatakan bahwa tidak ada
batasan yang pasti mengenai minimal dan maksimal masa haid itu. Dan pendapat inilah
yang paling kuat dan paling masuk akal, dan disepakati oleh sebagian besar ulama,
termasuk juga Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah juga mengambil pendapat ini. Dalil tidak
adanya batasan minimal dan maksimal masa haid :
Istihdhah
Istihadhah adalah darah yang keluar di luar kebiasaan, yaitu tidak pada masa haid dan bukan
pula karena melahirkan, dan umumnya darah ini keluar ketika sakit, sehingga sering disebut
sebagai darah penyakit. Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarah Muslim mengatakan
bahwa istihadhah adalah darah yang mengalir dari kemaluan wanita yang bukan pada
waktunya dan keluarnya dari urat.
Sifat darah istihadhah ini umumnya berwarna merah segar seperti darah pada umumnya,
encer, dan tidak berbau. Darah ini tidak diketahui batasannya, dan ia hanya akan berhenti
setelah keadaan normal atau darahnya mengering.
Wanita yang mengalami istihadhah ini dihukumi sama seperti wanita suci, sehingga ia tetap
harus shalat, puasa, dan boleh berhubungan intim dengan suami.
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu anha :
Fatimah binti Abi Hubaisy telah datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam lalu
berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya aku adalah seorang wania yang mengalami
istihadhah, sehingga aku tidak bisa suci. Haruskah aku meninggalkan shalat? Maka jawab
Rasulullah SAW: Tidak, sesungguhnya itu (berasal dari) sebuah otot, dan bukan haid. Jadi,
apabila haid itu datang, maka tinggalkanlah shalat. Lalu apabila ukuran waktunya telah
habis, maka cucilah darah dari tubuhmu lalu shalatlah.
LO.4.2. Ibadah yang Boleh Dilakukan dalam Keadaan Suci dan Tidak Suci
Dari penjelasan diatas, dapat kita mengerti kapan darah itu sebagai darah haid dan kapan
sebagai darah istihadhah. Jika yang terjadi adalah darah haid maka berlaku baginya hukum-
hukum haid, sedangkan jika yang terjadi darah istihadhah maka yang berlaku pun hukum-
hukum istihadhah.
Hukum-hukum haid yang penting telah dijelaskan di muka. Adapun hukum-hukum
istihadhah seperti halnya hukum-hukum keadaan suci. Tidak ada perbedaan antara wanita
mustahdhah dan wanita suci, kecuali dalam hal-hal berikut:
1. Wanita mustahdhah wajib berwudhu setiap kali hendak shalat. Berdasarkan sabda Nabi saw
kepada Fatimah binti Abu Hubaisy.
Kemudian berwudhulah kamu setiap kali hendak shalat. (Hr. Al-Bukhari)
Hal itu memberikan pemahaman bahwa wanita mustahadhah tidak berwudhu untuk shalat yang
telah tertentu waktunya kecuali jika telah masuk waktunya. Sedangkan shalat yang tidak
tertentu waktunya, maka ia berwudhu pada saat hendak melakukannya.
2. Ketika hendak berwudhu, membersihkan sisa-sisa darah dan melekatkan kain dengan kapas
(atau pembalut) pada farjinya untuk mencegah keluarnya darah.
Berdasarkan sabda Nabi saw kepada Hamnah.
Aku beritahukan kepadamu (untuk menggunakan) kapas, karena hal itu dapat menyerap
darah. Hamnah berkata, Darahnya lebih banyak dari itu. Nabi bersabda, Gunakan kain.
Kata Hamnah, Darahnya masih banyak pula. Nabi pun bersabda, Maka pakailah penahan.
Kalaupun masih ada darah yang keluar setelah tindakan tersebut, maka tidak apa-apa
hukumnya. Karena sabda Nabi saw kepada Fatimah binti Abu Hubaisy:
Tinggalkan shalat selama hari-hari haidmu, kemudian mandilah dan berwudhulah untuk setiap
kali shalat, lalu shalatlah meskipun darah menetes di atas alas. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
3. Jima (senggama).
Para ulama berbeda pendapat tentang kebolehannya pada kondisi bila ditinggalkan tidak
dikhawatirkan menyebabkan zina. Yang benar adalah boleh secara mutlak. Karena ada banyak
wanita, mencapai sepuluh atau lebih, mengalami istihadhah pada zaman nabi, sementara Allah
dan rasulNya tidak melarang jima dengan mereka. FirmanNya,
Hendaknya kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid (Al-Baqarah: 222).
Ayat ini menunjukkan bahwa di luar keadaan haid, suami tidak wajib menjauhkan diri dari
sitri. Kalaupun shalat saja boleh dilakukan wanita mustahadhah maka jima pun tentu lebih
boleh. Dan tidak benar jima wanita mustahadhah dikiaskan dengan jima wanita haid, karena
keduanya tidak sama, bahkan menurut pendapat para ulama yang menyatakan haram. Sebab,
mengkiaskan sesuatu dengan hal yang berbeda adalah tidak sah.
2. Ihram
Menjadi kewajiban bagi manusia terhadap Allah, mengerjakan haji di Baitullah, yakni bagi
orang-orang yang mampu mengunjunginya. (Ali Imran: 97)
Namun terkadang wanita terhalang haid, sehingga ada beberapa hal yang tak boleh dikerjakan
seperti melakukan thawaf dan dua rakaat shalat thawaf. Selain itu semua manasik haji boleh
dikerjakan oleh wanita haid dan nifas. Jadi wanita yang dalam keadaan haid dan nifas boleh
melakukan ihram. Seperti disebutkan dalam sebuah hadits Aisyah x yang meriwayatkan kasus
Asma binti Umais. Asma melahirkan di Syajarah. Lalu Rasulullah n menyuruhnya mandi dan
sesudah itu langsung ihram.
3. Melayani suami
Selama menjalani fitrahnya mengalami haid, bukan berarti wanita absen dari
membahagiakan suami. Seorang istri tetap harus siap melayani suaminya, khususnya
kebutuhan biologisnya. Meski diharamkan melakukan persetubuhan (senggama), suami
dibolehkan bersenang-senang dengan istri pada bagian pusar ke atas atau selain kemaluan.
Haram menolak ajakan suami, kecuali ada hal-hal yang mengakibatkan risiko jika
berhubungan badan. Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda,
Jika suami mengajak istrinya ke ranjangnya (untuk berjima) kalau istri tidak mau
melayaninya sehingga ia marah kepadanya, maka malaikat melaknatnya hingga subuh.
(Riwayat Bukhari Muslim)
Bukankah taat pada suami selama tidak bermaksiat pada Allah serta mengakui hak suami
atasnya memiliki pahala yang besar laksana pahala jihad? Tak hanya itu, wanita shalihah selalu
menyenangkan bagi suaminya. Seperti sabda Nabi n,
Tidakkah mau aku khabarkan kepada kalian tentang sesuatu yang paling baik dijadikan bekal
seseorang? Wanita yang baik (shalihah), jika dilihat suami ia menyenangkan, jika diperintah
suami ia mentaatinya, dan jika (suami) meninggalkannya ia menjaga dirinya dan harta
suaminya. (Riwayat Abu Dawud dan An-Nasai)