Aksi protes terhadap perusahaan sering dilakukan oleh para karyawan dan
buruh dalam rangka menuntut kebijakan upah dan pemberian fasilitas
kesejahteraan lainnya yang dirasakan kurang mencerminkan keadilan. Aksi yang
serupa juga tidak jarang dilakukan oleh pihak masyarakat, baik masyarakat
sebagai konsumen, maupun masyarakat di lingkungan sekitar pabrik.
Masyarakat sebagai konsumen seringkali melakukan protes terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan mutu produk sehubungan dengan kesehatan,
keselamatan, dan kehalalan suatu produk bagi konsumennya. Sedangkan protes
yang dilakukan masyarakat di sekitar pabrik biasanya berkaitan dengan
pencemaran lingkungan yang disebabkan limbah pabrik.
Pendekatan modern menyebutkan bahwa organisasi sebagai suatu sistem
terbuka, yang berarti bahwa organisasi merupakan bagian (sub sistem) dari
lingkungannya, sehingga organisasi dapat dipengaruhi maupun mempengaruhi
lingkungannya (Lubis dan Huseini, 1987). Selanjutnya dalam Lubis dan Huseini
(1987) menyebutkan bahwa ada sembilan segmen lingkungan yang
mempengaruhi perusahaan, yaitu: 1) industri, 2) bahan baku, 3) tenaga kerja, 4)
keuangan, 5) pasar, 6) teknologi, 7) kondisi ekonomi, 8) pemerintah dan 9)
kebudayaan.
Pengaruh lingkungan terhadap sebuah organisasi menjadi sangat kental, hal ini
terjadi karena adanya ketergantungan organisasi terhadap sumber-sumber yang
terdapat pada lingkungan. Hal ini ditegaskan oleh Lubis dan Huseini (1987) yang
menyebutkan bahwa organisasi mempunyai ketergantungan ganda terhadap
lingkungannya, karena produk dan jasa yang merupatkan output organisasi
dikonsumsi oleh pemakai yang terdapat dalam lingkungannya. Dari pihak lain,
organisasi juga mendapatkan berbagai jenis input dari lingkungannya. Posisi
input dan output ini menjadi berbahaya jika pertukaran input dan output menjadi
tidak seimbang.
Terobosan terbesar dalam kontek CSR ini dilakukan oleh John Elkington melalui
konsep 3P (profit, people, dan planet) yang dituangkan dalam bukunya
Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Business
yang dirilis pada tahun 1997. Ia berpendapat bahwa jika perusahaan ingin
sustain, maka ia perlu memperhatikan 3P, yakni, bukan cuma profit yang diburu,
namun juga harus memberikan kontribusi positif kepada masyarakat (people)
dan ikut aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan (planet).
Hal penting yang dinyatakan oleh Gray, Owen dan Adams (1996) hal lain yang
muncul bahwa ternyata pelaporan entitas sering mengabaikan liability,
khususnya yang tidak dapat diselesaikan dalam beberapa tahun dengan
menggunakan present value. Hal ini cenderung membuat expenditure yang akan
datang sedikit lebih signifikan pada periode saat ini.
Keterbatasan lain terkait dengan pengukuran. Dimana setiap item yang dicatat
dalam akuntansi keuangan harus dapat diukur dengan alasan yang tepat.
Akuntansi sosial ekonomi merupakan alat yang sangat berguna bagi perusahaan
dalam mengungkapan aktivitas sosialnya di dalam laporan keuangan.
Pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan keuangan penting karena
melalui social reporting disclosure, pemakai laporan keuangan akan dapat
menganalisis sejauh mana perhatian dan tanggung jawab sosial perusahaan
dalam menjalankan bisnis. Diharapkan melalui media ini tingkat tanggung jawab
sosial perusahaan dapat mempengaruhi secara positif perilaku investor. Investor
seharusnya tidak hanya melihat aspek keuangan saja, tetapi juga tanggung
jawab sosial perusahaan harus mendapatkan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan bisnis.
Akan tetapi sampai saat ini pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan
keuangan masih bersifat sukalera, dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No. 1 Paragraf ke sembilan dinyatakan:
Akuntansi Social Economi (ASE) menurut Belkaoui (1984) lahir dari anggapan
bahwa akuntansi sebagai alat manusia dalam kehidupannya harus juga sejalan
dengan tujuan sosial hidup manusia. ASE berfungsi untuk memberikan informasi
social report tentang sejauh mana unit organisasi, Negara dan dunia
memberikan kontribusi yang positive dan negative terhadap kualitas hidup
manusia. ASE sebagai suatu penerapan akuntansi di bidang ilmu sosial
termasuk bidang sosiologi, politik ekonomi. Ada juga yang memberikan istilah
lain dari ASE yaitu Akuntansi Sosial yang terdiri dari Akuntansi Mikro Sosial dan
Akuntansi Makro Sosial.
a. Menurut Mathews dan Perera akuntansi sosial ekonomi (Rusmanto, 2004: 85)
adalah:
The process of selecting firm level social perfomance variabels, measures, and
measurement procedures; systematically developing information useful for
evaluating the firms social perfomance; and communicating such information to
concerned social groups, both within and outside the firm.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa akuntansi sosial ekonomi
adalah alat yang berfungsi untuk mengidentifikasi, mengukur, dan menilai
dampak sosial yang ditimbulkan oleh perusahaan, baik social cost maupun social
benefit, dan mengkomunikasikannya kepada stakeholder, yaitu stockholder,
karyawan, masyarakat, pemasok dan pemerintah dalam bentuk pelaporan
pertanggungjawaban sosial.
Gray et. al. mengelompokkan teori yang dipergunakan oleh para peneliti untuk
menjelaskan kecendrungan pengungkapan sosial ke dalam tiga kelompok
(Henny dan Murtanto, 2001: 26-27) yaitu:
b. Economy theory studies: sebagai agen dari suatu prinsipal yang mewakili
seluruh intrest group perusahaan, pihak manajemen melakukan pengungkapan
sosial sebagai upaya untuk memenuhi tuntutan publik.
Menurut Mathews dan Perera (Rusmanto, 2004: 83) terdapat beberapa alasan
perusahaan mencantumkan kegiatan sosial mereka dalam laporan keuangan,
antara lain ialah:
(1) Audit sosial, yaitu mengukur dan melaporkan dampak ekonomi, sosial, dan
lingkungan dari program-program yang berorientasi sosial dan operasi
perusahaan yang reguler. Mulanya, manajer perusahaan diminta membuat daftar
aktivitas dengan konsekuensi sosial. Setelah daftar tersebut dihasilkan, auditor
sosial kemudian menilai dan mengukur dampak-dampak dari kegiatan sosial
perusahaan. Audit sosial dilaksanakan secara rutin oleh kelompok konsultan
internal maupun eksternal, sebagai bagian dari pemeriksaan internal biasa,
sehingga manajer mengetahui konsekuensi sosial dari tndakan mereka.