Anda di halaman 1dari 10

No. ID dan Nama Peserta : dr.

Hendra Santoso
No. ID dan Nama Wahana: UGD RSUD H. Padjonga Dg. Ngalle Kab. Takalar
Topik: Melena ec susp gastritis erosive dengan anemia
Tanggal (kasus) : 19 Juli 2015
Nama Pasien : Ny. P No. RM :361656
Tanggal presentasi : 28 September 2015 Pendamping:dr. Irmastuti, MARS
Tempat presentasi: Ruang Pertemuan RSUD H. Padjonga Dg. Ngalle Kab. Takalar
Obyek presentasi : Anggota Komite Medik & Dokter Internship RSUD H. Padjonga Dg. Ngalle
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Wanita, 45thn, datang ke UGD dengan keluhan buang air besar berwarna hitam sejak
2 hari sebelum masuk rumah sakit. Frekuensi BAB 1-2 hari sekali, konsistensi tinja dikatakan
lunak kental dengan keluhan nyeri ulu hati(+), mual(+), kembung(+), pusing(+), lemas(+).
muntah (-). Nafsu makan menurun. Riwayat demam (-) dan sesak napas (-). Riwayat konsumsi
obat-obat pegal linu dari warung dalam jangka waktu lama dan gemar mengkonsumsi kopi
Tujuan: : mengetahui penatalaksanaan melena ec susp gastritis erosive dengan anemia
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
membahas: diskusi

Data Pasien: Nama: Ny. P No.Registrasi:361656


Nama klinik RSUD H. Padjonga Dg. Ngalle
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/gambaran klinis: BAB warna hitam sejak 2 hari SMRS frek 1-2 perhari, nyeri

ulu hati, mual. kembung, pusing dan rasa lemas.


2. Riwayat pengobatan: mengkonsumsi obat-obat pegal linu dari warung dalam jangka

waktu lama
3. Riwayat kesehatan/penyakit: -
4. Riwayat keluarga: -
5. Riwayat pekerjaan& kebiasaan: Ibu rumah tangga
Daftar Pustaka:
1. Adi, P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas : Ilmu Penyakit Dalam Jilid
I. Jakarta : FKUI. 2006 : 289 97
2. Sepe PS, Yachimski PS, Friedman LS. Gastroenterology. In: Sabatine MS, ed. Pocket
medicine, 3rd ed. Lippincott Williams & Wilkins: Philadelphia; 2008: 3.1-25.
3. Longo DL. Gastrointestinal bleeding. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et al, eds.
Harrisons manual of medicine, 17th ed. McGraw Hill: New York; 2009: 259-62
4. Smyth EM. Drugs used in the treatment of gastrointestinal diseases. In: Katzung BG,
Masters SB, Trevor AJ, eds. Basic & clinical pharmacology, 11th ed. McGraw-Hill:

1
China; 2009: e-book
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis gastritis
2. Memahami etiologi gastritis
3. Patogenesis gastritis.
4. Mengetahui penatalaksanaan gastritis

2
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

1. Subyektif:
o Pasien masuk Keluhan Utama: BAB warna hitam
o Anamnesis terpimpin:
sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Frekuensi BAB 1-2 hari sekali, konsistensi
tinja dikatakan lunak kental dengan keluhan nyeri ulu hati(+), mual(+), kembung(+),
pusing(+), lemas(+). muntah (-). Nafsu makan menurun. Riwayat demam (-) dan
sesak napas (-). Riwayat konsumsi obat-obat pegal linu dari warung dalam jangka
waktu lama dan gemar mengkonsumsi kopi.
BAK : Lancar
Berdasarkan keluhan utama pasien melena disebabkan oleh perdarahan saluran cerna bagian
atas (SCBA). Perdarahan SCBA dapat berupa varises esophagus atau non varises. Mual,
kembung, riwayat konsumsi obat-obat pegal linu dari warung dalam jangka waktu lama dan
gemar mengkonsumsi kopi menunjukan adanya peradangan di lambung atau gastritis
Dari anamnesis ini, didapatkan diagnosis bahwa pasien mengalami melena karena
gastritis erosif yang disebabkan oleh pemakaian NSAID dan kebiasaan minum kopi.
2. Obyektif:
Tanda-tanda Vital
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit, reguler
Suhu : 36,8 C
Pernapasan : 18 x/menit, reguler,
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, lemah dan pucat
Kepala: normosefal
Rambut: hitam, tidak mudah dicabut
Wajah : simetris
Mata : anemis (+) ikterus (-)
Hidung : pernapasan cuping hidung (-)
Mulut : tonsil T1/T1, faring hiperemis (-)
Leher : tidak ditemukan kelainan
Kelenjar getah bening : tidak ditemukan kelainan
Toraks :
o Paru :
Inspeksi : simetris statis dan dinamis
Palpasi : benjolan (-). VF sama ki/ka
Perkusi : sonor dikedua lapangan paru
Auskultasi: bronkovesikuler
o Jantung :

3
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi: BJ I-II reguler, bunyi tambahan (-)
o Abdomen:
Inspeksi : permukaan rata, distensi (-)
Palpasi : nyeri tekan ulu hati (+), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani seluruh lapangan abdomen, nyeri ketok (-)
Auskultasi: Peristaltik (+) kesan normal
Hasil pemeriksaan jasmani, mendukung diagnosis melena ec susp gastritis erosive dengan
anemia. Diagnosis ditegakkan berdasar: Keadaan Umum pucat, conjungtiva anemis +/+,
nyeri tekan epigastric (+), ekstremitas pucat (+).
3. Assesment:
Pada kasus perdarahan saluran cerna, perlu diketahui beberapa kondisi yang dapat
terjadi pada pasien, yakni hematemesis, melena, dan hematoskezia. Pada hematemesis
terdapat perdarahan yang berasal dari lesi di mukosa saluran cerna yang terletak di atas
perbatasan duodenojejunum. Penyebab utama dari hematemesis ada beberapa, yakni ulkus
peptikum, gastritis erosif, sindroma Mallory Weiss, dan varises esofagus. Pada 80-90%
kasus, satu dari keempat diagnosis tersebut dapat dijumpai pada pasien dengan keluhan
utama hematemesis. Diagnosis banding lain untuk hematemesis yang lebih jarang dijumpai
meliputi esofagitis, tumor regio gastroduodenum, diatesis hemoragik, hemobilia,
hemangioma, penyakit Osler, fistula aortointestinal, oklusi arteri mesenterika, dan
pseudoxantoma elastikum.
Pada melena didapatkan adanya perdarahan berupa tinja berwarna hitam kental, seperti
tar, yang disebabkan oleh etiologi yang sama dengan hematemesis, yakni ulkus peptikum,
gastritis erosif, sindroma Mallory Weiss, varises esofagus, atau tumor. Hematemesis yang
berlangsung bersama-sama dengan melena mengindikasikan adanya perdarahan yang
bersumber proksimal dari jejunum. Walaupun demikian hematemesis dapat tidak dijumpai
pada perdarahan saluran cerna bagian atas. Perlu dipertimbangkan pula perdarahan saluran
cerna yang disebabkan oleh terapi NSAID, kondisi stres pascabedah dan luka bakar, dan
efek dari terapi antikoagulan. Terdapat beberapa faktor yang terkait dengan timbulnya
melena, yakni volume perdarahan yang terjadi (>50 ml), waktu transit usus (>8 jam), serta
efek sekresi asam lambung dan flora normal usus terhadap hemoglobin. Lebih lanjut
perdarahan per rektal berwarna merah segar (hematoskezia) mengindikasikan perdarahan
yang bersumber dari kolon atau usus halus bagian distal (karena tumor, divertikulum,
penyakit Crohn, kolitis ulseratif, dan angiodisplasia). Perdarahan masif dari saluran cerna

4
atas yang disertai dengan pemendekan waktu transit usus juga dapat menyebabkan
terjadinya hematoskezia. Sebaliknya pada perdarahan dari kolon proksimal yang disertai
pemanjangan waktu transit usus dapat menyebabkan melena. Perlu juga diperhatikan adanya
beberapa kondisi yang dapat menyerupai melena, yakni pada pemberian suplementasi besi,
preparat arang, dan konsumsi makanan tertentu (bit atau blueberry) dalam jumlah besar.
Dalam kasus perdarahan saluran cerna, modalitas endoskopi digunakan untuk
menentukan etiologi sehingga dapat dipilih terapi definitifnya. Umumnya dilakukan
esofagogastroduodenoskopi yang dilanjutkan dengan kolonoskopi jika diperlukan.
Angiografi dapat digunakan untuk mendeteksi perdarahan saluran cerna, namun terbatas
pada kasus perdarahan terus-menerus dengan volume 0,5-2,0 ml/menit. Lesi di usus halus,
terutama lesi tumor, tergolong sulit untuk dideteksi. Pada kasus perdarahan intestinal dengan
hasil endoskopi negatif, perlu dipertimbangkan adanya tumor intestinal (schwannoma,
leiomioma, limfoma maligna, karsinoma). Modalitas pencitraan lain yang dapat digunakan
adalah radiografi dengan foto polos abdomen, CT scan, MRI, atau endoskopi kapsul dan
double balloon enteroscopy.
Melena adalah buang air besar berwarna hitam seperti ter yang berasal dari saluran
cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di
atas ligamentum treitz, yakni dari jejunum proksimal, duodenum, gaster, dan esophagus.
Pada perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) penting untuk dibedakan antara
perdarahan yang disebabkan oleh varises esofagus dan non-varises dikarenakan perbedaan
tatalaksana dan prognosis.

Cara singkat untuk membedakan perdarahan yang berasal dari saluran cerna bagian atas
(SCBA) dan bagian bawah (SCBB) adalah
Perbedaan Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB
Manifestasi klinik Hematemesis dan/atau Hematokezia
umumnya melena
Aspirasi nasogastrik Berdarah Jernih
Rasio (BUN : kreatinin) Meningkat >35 <35
Auskultasi usus Hiperaktif Normal
Melena menunjukkan perdarahan saluran cerna bagian atas dan dicernanya darah pada
usus halus. Warna gelap atau hitam berasal dari konversi Hb menjadi hematin oleh bakteri
setelah 14 jam. Perubahan warna disebabkan oleh HCl lambung, pepsin, dan warna hitam ini
diduga karena adanya pigmen porfirin. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml
baru dijumpai keadaan melena. Pada hematemesis melena yang disebabkan kelainan pada

5
gaster, biasanya didahului oleh gejala mual, muntah dan rasa perih di ulu hati.
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang
dapat bersifat akut, kronis dan difus atau lokal. Gastritis erosif bila terjadi kerusakan mukosa
lambung yang tidak meluas sampai epitel. Gastritis merupakan penyakit yang sering
ditemukan, biasanya bersifat jinak dan merupakan respon mukosa terhadap berbagai iritan
lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan), kafein, alkohol, dan aspirin
merupakan pencetus yang lazim. Infeksi Helicobacter pylori lebih sering diangap penyebab
gastritis akut. Obat-obatan seperti obat anti inflamasi non steroid (OAINS) sulfonamid,
steroid juga diketahui menggangu sawar mukosa lambung.
Etiologi dan Patogenesis
a. Helicobater pylori
Individu sehat dibawah umur 30 tahun mempunyai angka prevalesi koloni H. Pylori pada
lambung sekitar 10 %. Kolonisasi meningkat sesuai umur, pada mereka yang berumur lebih
dari 60 tahun mempunyai tingkat kolonisasi sesuai umur mereka. H. pylori merupakan basil
gram-negatif, spiral dengan flagel multipel lebih menyukai lingkungan mikroaerofilik. H.
Pylori tidak menyerang jaringan, menghuni dalam gel lendir yang melapisi epitel. H. pylori
mengeluarkan urease yang memecah urea menjadi amnion dan CO2 sehingga milieu akan
menjadi basa dan kuma terlindungi terhadap faktor merusak dari asam lambung. Disamping
itu, kuman ini membentuk platelet ectiving faktor yang merupakan pro inflamatory sitokin.
Sitokin yang terbentuk mempunyai efek langsung pada sel epitel melalui ATP-ase dan
proses transport ion.
b. OAINS dan Alkohol
OAINS dan alkohol merupakan zat yang dapat merusak mukosa lambung dengan
mengubar permeabilitas sawar epitel, sehinga memungkinkan difus balik asam klorida yang
mengakibatkan kerusakan jaringan terutama pembuluh darah. Zat ini menyebabkan
perubahan kualitatif mukosa lambung yang dapat mempermudah terjadinya degradasi
mukus oleh pepsin. Mukosa menjadi edem, dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang.
Mukosa kapiler dapat rusak mengakibatkan hemoragi interstisial dan perdarahan. Mukosa
antrum lebih rentan terhadap difusi balik dibanding fundus sehinga erosif serin terjadi di
antrum. Difus balik ion H akan merangsang histamin untuk lebih banyak mengeluarkan
asam lambung, timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan
mukosa lambung.
c. Stress ulkus
Istilah ulkus stress digunakan untuk menjelaskan erosi lambung yang terjadi akibat
stress psikologis atau fisiologis yang berlangsung lama. Bentuk stress dapat bermacam-

6
macam seperti syok hipotensif setelah trauma dan operasi besar, sepsis, hipoksia, luka bakar
hebat (ulkus Curling), atau trauma serebral (ulkus Cushing). Gastritis erosive akibat stress
memiliki lesi yang dangkal, ireguler, menonjol keluar, multiple. Lesi dapat mengalami
perdarahan lambat menyebabkan melena, dan seringkali tanpa gejala. Lesi ini bersifat
superficial. Ulkus stress dibagi menjadi 2. Ulkus cushing karena cedera otak ditandai oleh
hiperasiditas nyata yang diperantarai oleh rangsang vagus dan ulkus curling ditandai oleh
hipersekresi asam lambung. Sebagian besar peneliti setuju bila iskemia mukosa lambung
adalah factor etiologi utama yang menyebabkan terjadinya destruksi sawar lambung dan
terbentuk ulserasi.
Secara umum pasien gastritis erosive mengeluh dyspepsia. Dyspepsia adalah suatu
sindrom/ kumpulan gejala berupa mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa
terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang. Secara umum dyspepsia dibagi
menjadi empat yaitu: dyspepsia akibat tukak, dyspepsia akibat gangguan motilitas,
dyspepsia akibat refluks dan dyspepsia tidak spesifik.
4. Plan:
Diagnosis : Hematemesis Melena et causa Suspek Gastritis Erosif. untuk penegakan
diagnosis pasti dibutuhkan pemeriksaan endoskopi.

Terapi:
IVFD RL 28 tpm
Omeprazole 40 mg 1 amp/ 24 jam/ IV
Sukralfat syr 3x1 cth
As traneksamat 50 mg /8 jam/IV
Bila Hb <7 gr/dl, transfusi PRC dengan target Hb 10 gr/dl
Pendidikan:
Pengobatan: pengobatan bertujuan untuk:
1 Mengatasi perdarahan saluran cerna bagian atas
2 Mengurangi beratnya perdarahan, serta berulangnya episode perdarahan dengan
mengobati penyebab perdarahan
3 Mencegah komplikasi
Pada kasus perdarahan saluran cerna pertama-tama harus dilakukan resusitasi
hemodinamik dengan darah atau cairan yang diberikan secara intravena. Akses IV dilakukan
dengan pemasangan IV line 18G. Resusitasi dilakukan dengan melakukan penambahan
volume intravaskular dengan normosalin atau larutan Ringer laktat, transfusi PRC setelah

7
dilakukan crossmatching hingga dicapai kadar Hb target 10 g/dl pada kasus ruptur varises
dan 12 g/dl pada kasus non ruptur varises, serta koreksi koagulopati dengan transfusi fresh
frozen plasma atau konsentrat trombosit hingga kadar trombosit >50.000/mm 3. Apabila
terdapat hematemesis juga dilakukan bilas lambung dengan NGT sembari dilakukan intubasi
untuk melindungi jalan napas apabila terjadi syok, hematemesis masif, atau penurunan
kesadaran.
Setelah terapi akut dilakukan, terapi lanjutan dilakukan sesuai dengan penyebab
terjadinya perdarahan saluran cerna. Pada kasus perdarahan saluran cerna atas yang
bermanifestasi sebagai melena, perlu diinvestigasi lebih dahulu etiologinya. Secara umum
apabila perdarahan disebabkan oleh ruptur varises esofagus, terapi melibatkan penggunaan
oktreotida dan antibiotik ditambah dengan endoskopi terapeutik (ligasi varises esofagus).
Pada perdarahan yang disebabkan oleh etiologi non ruptur varises, secara umum dapat
diberikan sitoprotektor berupa sukralfat atau teprenon, antasida, serta injeksi vitamin K pada
pasien dengan penyakit hepar kronik atau sirosis hepar. Secara khusus apabila perdarahan
disebabkan oleh penyakit ulkus peptikum, terapi farmakologik dilakukan dengan pemberian
inhibitor pompa proton (omeprazole) dan endoskopi terapeutik (injeksi epinefrin, kauterisasi,
dan penjepitan pembuluh darah). Pada kasus perdarahan yang disebabkan gastritis erosif,
terapi dilakukan dengan pemberian inhibitor pompa proton atau antagonis H2.
Pada kasus ini pasien mengalami perdarahan saluran cerna yang bermanifestasi sebagai
melena. Secara klinis ditentukan sumber perdarahan diperkirakan berasal dari gastritis erosif.
Walaupun demikian masih terdapat kemungkinan ruptur varises esofagus. Maka itu sembari
menunggu dilakukannya endoskopi, dilakukan pemberian terapi empirik seperti yang sudah
dituliskan di atas. Terapi cairan untuk ekspansi volume intravaskular dilakukan dengan
pemberian normosalin NaCl 0,9%. Masing-masing diberikan sebanyak 500 ml tiap 12 jam.
NaCl 0,9% merupakan normosalin kristaloid yang ditujukan untuk meningkatkan volume
cairan intravaskular. Dalam kaitan dengan pencegahan syok hipovolemik dan kondisi
hipervolemia, pada pasien sebaiknya dilakukan juga monitoring tanda-tanda vital, produksi
urin (balans cairan), dan pengukuran hematokrit serial apabila memungkinkan.
Sembari memberikan terapi cairan inisial dilakukan pula pengukuran kadar Hb. Sesuai
dengan perdarahan yang terjadi, kondisi klinis pasien, serta kadar Hb pasien, dilakukan pula
transfusi darah hingga dicapai target Hb 10 g/dl pada kasus ruptur varises atau 12 g/dl pada
kasus non ruptur varises. Pasca transfusi dilakukan kembali pengukuran kadar Hb untuk
menilai apakah perlu transfusi PRC lanjutan atau tidak. Dalam Harrison disebutkan bahwa
pemberian PRC dilakukan untuk menjaga hematokrit dalam rentang 25-30%. Pada kasus
8
perdarahan dengan transfusi yang masif dapat terjadi trombositopenia. Jika terjadi kondisi
koagulopati tersebut dapat dilakukan pemberian FFP atau TC. Pada pasien dengan sirosis
hepar juga perlu ditambahkan vitamin K 10 mg secara SC atau IV. Apabila terjadi penurunan
kadar kalsium darah (akibat transfusi masif darah yang mengandung sitrat sebagai
antikoagulan) dapat dilakukan pemberian kalsium IV dengan sediaan kalsium glukonas 10%
IV sebanyak 10-20 ml dalam 10-15 menit.
Apabila endoskopi belum dilakukan terapi dapat dilakukan secara empirik, walaupun
dalam Harrison disebutkan bahwa pemberian antasida, penghambat reseptor H2, dan PPI
secara empirik belum terbukti bermanfaat. Algoritma terapi dalam Harrison menyebutkan
bahwa endoskopi dilakukan terlebih dahulu sebelum memulai terapi agar terapi definitif
dapat dimulai segera. Oleh karena secara klinis masih dipikirkan bahwa perdarahan saluran
cerna berasal dari gastritis erosif (penyebab non varises), terapi yang diberikan mencakup
omeprazole (penghambat pompa proton), sukralfat (sitoprotektor), dan vitamin K (pada
pasien dengan penyakit hepar kronis atau sirosis hepar).
Omeprazole tergolong dalam penghambat pompa proton. Obat ini tersedia dalam bentuk
tablet bersalut dan sediaan injeksi IV (dapat diberikan baik secara bolus maupun drip).
Omeprazole menghambat produksi HCl dengan cara memblokade kerja pompa proton di
lambung. Pemberian omeprazole diindikasikan pada kasus penyakit ulkus gaster dan peptik,
sindroma dispepsia tanpa ulkus, dan untuk pencegahan perdarahan mukosa saluran cerna
yang disebabkan oleh stres. Perlu diperhatikan adanya efek omeprazole terhadap obat lain.
Meningkatnya pH lambung dapat menghambat penyerapan beberapa obat, seperti
ketokonazol, itrakonazol, digoxin, atau atazanavir.
Sukralfat tergolong dalam agen pelindung mukosa saluran cerna. Sukralfat merupakan
garam sukrosa yang mengalami reaksi sulfasi dengan aluminium hidroksida. Dalam air atau
larutan asam sukralfat akan membentuk lapisan pasta kental yang akan berikatan dengan
ulkus selama 6 jam. Sebanyak 3% sukralfat akan mengalami absorbsi oleh saluran cerna dan
sisanya akan dibuang melalui tinja. Melalui ikatan antara muatan negatif sukralfat dengan
protein bermuatan positif pada ulkus atau erosi, sukralfat akan membentuk sawar fisik yang
menghambat jejas kaustik lain dan merangsang sekresi bikarbonat dan prostaglandin
mukosa. Sukralfat diberikan dalam dosis 1 g selama 4 kali sehari dalam kondisi perut kosong
(1 jam sebelum makan). Efek samping sukralfat tergolong minimal karena absorpsi obat
yang rendah, walaupun interaksi dengan obat lain dapat terjadi karena adanya ikatan
sukralfat dengan obat-obat lain.
Konsultasi:
9
Konsultasikan ke dokter ahli apabila tidak ada perubahan
Rujukan: (-)
Kontrol:
Kontrol ke poli penyakit dalam jika masih ada keluhan nyeri ulu hati dan harus dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut.

Takalar, 28 September 2015


Peserta Pendamping

dr. Hendra Santoso dr. Irmastuti, MARS

10

Anda mungkin juga menyukai