GIGITIRUAN CEKAT
Kelompok 2
SKENARIO 4
Jembatan Marry....
Marry (20 tahun) datang ke klinik gigi Blink-blink untuk dibuatkan gigitiruan yang baru.
Dia kehilangan gigi depan atas kanan akibat kecelakaan 3 bulan yang lalu. Sebenarnya sebulan
yang lalu Marry dibuatkan gigitiruan, tetapi dia tidak merasa nyaman karena adanya landasan
yang menutupi langit-langitnya.
Dari hasil pemeriksaan klinis yang dilakukan oleh drg. Rosche ditemukan missing teeth
12 dan 26; karies superficialis mesioklusal 25; dan sedikit kalkulus terdapat pada regio anterior
rahang bawah. Dengan pertimbangan kondisi mulut, drg. Rosche menyarankan untuk kehilangan
gigi 12 dibuatkan jembatan adhesive, sedangkan untuk gigi 26 dibuatkan jembatan konvensional
3 unit dengan gigi 25 dan 27 sebagai abutment.
Bagaimana anda menjelaskan mengenai gigitiruan untuk kasus Marry?
4. Bagaimana hubungan yang seharusnya dijalin oleh pasien dan dokter gigi?
Dalam bertugas dan bekerja, seorang dokter memerlukan suatu etik untuk
menjalankan profesinya. Hal ini agar dapat tercapainya suatu keserasian, kecocokan,
dan komunikasi yang baik antara dokter dengan pasien dan lingkungannya. Jadi
dokter dan pasien haruslah saling menjalin hubungan yang baik, ada beberapa sifat
yang harus ditunjukkan oleh setiap dokter :
- Sifat ketuhanan
- Kemurnian niat
- Keluhuran budi
- Kerendahan hati
- Kesungguhan kerja
- Integritas ilmiah dan sosial
Pada prinsipnya hubungan dokter dan pasien dapat dibina bila masing-masing antar
dokter dan pasien menjalankan hak dan kewajiban mereka sendiri. Adapun kewajiban
dokter :
- Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan
sumpah dokter
- Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi
- Seorang dokter dalam melakukan pekerjaannya harus mengutamakan
kepentingan masyarakat dan memerhatikan semua aspek pelayanan kesehatan
menyuluruh
- Setiap dokter harus bersikap tulus, ikhlas, dan menggunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan penderita
- Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai salah satu tugas
kemanusiaan.
- dll
Sedangkan hak dokter :
- Menjalankan praktek dokter setelah memperoleh surat izin dokter dan surat
izin praktik
- Memperoleh informasi yang benar dan lengkap dari pasien tentang
penyakitnya
- Bekerja sesuai standar profesi
- Menolak melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan etika, hukum,
agama, dan hati nuraninya
- Mengeluarkan surat-surat keterangan
- Menerima imbalan jasa
- dll
Selain dokter, pasien pun memiliki kewajiban dan hak. Kewajibannya antara lain :
- Memeriksakan diri sedini mungkin kedokter
- Memberikan informasi yang benar dan lengkap mengenai penyakitnya
- Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter
- Melunasi biaya perawatan dirumah sakit, biaya pengobatan, serta honorarium
dokter
- dll
Adapun hak pasien :
- Hak untuk hidup, hak atas tubuhnya sendiri, dan hak untuk meninggal wajar
- Memperoleh pelayanan kedokteran secara manusiawi sesuai dengan standar
profesi kedokteran
- Menolak prosedur diagnosis dan terapi yang direncanakan
- Dirujuk kepada dokter spesialis bila diperlukan
- Kerahasiaan dan rekam mediknya atas hal pribadi
- Memperoleh perincian biaya
- dll
Drg. Gigih
Melakukan kelalaian praktek :
- Tidak melakukan inform
consent
- Tidak ada rekam medic
pasien
MKDKI
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang kaidah bioetik dan prima facie
Bioetik berasal dari kata bios yang memiliki arti kehidupan dan ethos yang berarti norma-
norma atau nilai-nilai moral. Di dalam kaidah dasar bioetik terkandung prinsip-prinsip dasar
bioetik yang harus selalu diperhatikan. Empat prinsip etik (beneficence, non-maleficence,
auotonomy, dan justice) dapat diterima di seluruh budaya, tetapi prinsip etik ini dapat bervariasi
antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lainnya.
Di Indonesia sendiri, ada 4 prinsip berkaitan dengan bioetik yang harus selalu dipegang
oleh seorang dokter. Keempat prinsip tersebut adalah :
a. Beneficence: Beneficence adalah prinsip bioetik dimana seorang dokter
melakukan suatu tindakan untuk kepentingan pasiennya dalam usaha untuk
membantu mencegah atau menghilangkan bahaya atau hanya sekedar
mengobati masalah-masalah sederhana yang dialami pasien. Lebih khusus,
beneficence dapat diartikan bahwa seorang dokter harus berbuat baik,
menghormati martabat manusia, dan harus berusaha maksimal agar
pasiennya tetap dalam kondisi sehat. Point utama dari prinsip beneficence
sebenarnya lebih menegaskan bahwa seorang dokter harus mengambil
langkah atau tindakan yang lebih bayak dampak baiknya daripada buruknya
sehingga pasien memperoleh kepuasan tertinggi. Contoh yang umum
terjadi:
- memberi obat generik, tidak polifarmasi
- menyempatkan edukasi ke pasien
- pemberian obat anti nyeri pada pasien terminal (untuk mengurangi
penderitaan)
- menolong anak yang diduga menjadi korban kekerasan dalam keluarga
- membuat rujukan yang dianggap perlu
- memutuskan dan menjelaskan kepada keluarga untuk melakukan amputasi
pada kondisi gawat (keuntungan > kerugian)
b. Non-malficence adalah suatu prinsip dimana seorang dokter tidak
melakukan suatu perbuatan atau tindakan yang dapat memperburuk pasien.
Dokter haruslah memilih tindakan yang paling kecil resikonya. Do no
harm merupakan point penting dalam prinsip non-maleficence. Prinsip ini
dapat diterapkan pada kasus-kasus yang bersifat gawat atau darurat. Contoh
yang umum:
- dokter menolak aborsi tanpa indikasi medis (misal hamil di luar nikah)
- dokter melakukan kuret atas indikasi medis (misal pendarahan)
- tidak melakukan euthanasia
- dokter mengutamakan pasien gawat
- dokter melakukan bius terlebih dahulu sebelum tindakan medis walaupun
pasiennya tidak sadar
- tidak melakukan rujukan lab/memberi obat yang sebenarnya tidak mutlak,
demi mendapat komisi.
c. Autonomy, dalam prinsip ini seorang dokter wajib menghormati
martabat dan hak manusia, terutama hak untuk menentukan nasibnya
sendiri. Pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat
keputusan sesuai dengan keinginannya sendiri. Autonomy pasien harus
dihormati secara etik, dan di sebagain besar negara dihormati secara legal.
Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa dibutuhkan pasien yang dapat
berkomunikasi dan pasien yang sudah dewasa untuk dapat menyetujui atau
menolak tindakan medis. Melalui informed consent, pasien menyetujui
suatu tindakan medis secara tertulis. Informed consent menyaratkan bahwa
pasien harus terlebih dahulu menerima dan memahami informasi yang
akurat tentang kondisi mereka, jenis tindakan medik yang diusulkan,
resiko, dan juga manfaat dari tindakan medis tersebut. Contoh yang umum:
- melakukan informed consent
- menjaga rahasia pasien bila orang lain tidak ada hubungannya (misalnya,
tetangga atau orang tua menanyakan)
- memberi pasien hak untuk memutuskan sendiri (syarat: dewasa dan sehat
mental), misal: keluarga menolak tranfusi/operasi, maka dokter tidak
memaksa
- dokter tidak berbohong walau demi kebaikan pasien, misal jujur mengatakan
kalau peluang sembuh sangat kecil.
Undang Undang No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan bahwa dokter
atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan
kedokteran (SPK) atau standar kedokteran gigi. Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi
sebagaimanan dimaksud diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 1438 tahun 2010 tentang
Standar Pelayanan Kedokteran. Standar Pelayanan Kedokteran (SPK) meliputi Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) (national medical guiledeline) dan Standar
Prosedur Operasional (SPO).
PNPK dibuat oleh sekelompok pakar organisasi profesi, memuat pernyataan yang
sistematis berdasarkan pada bukti ilmiah (scientific evidence), sehingga dapat membantu dokter
dan dokter gigi membuat keputusan tata laksana penyakit atau kondisi klinis yang spesifik.
PNPK dibuat bagi penyakit atau gejala yang paling sering atau banyak terjadi, memiliki risiko
tinggi, biaya tinggi atau terdapat variasi dalam pengelolaannya, disahkan oleh Menteri
Kesehatan.
SPO dibuat berdasarkan PNPK disesuaikan dengan strata pelayanan kesehatan primer,
sekunder atau tersier. ditetapkan oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan. Dalam
penerapannya SPO disusun sebagai Panduan Praktik Klinik (PPK), yang dapat dilengkapi oleh
alur klinik (clinical pathway), algoritmik, protokol, prosedur, dan standing order. Saat ini yang
sering dibincangkan adalah PNPK dan PPK atau clinical pathway.
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang hubungan yang baik dokter
dengan pasien
Dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana mestinya untuk
melakukan pelayanan kesehatan, khususnya memeriksa dan mengobati penyakit dan dilakukan
menurut hukum dalam pelayanan kesehatan. Sedangkan pasien adalah setiap orang yang
melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.
Dalam bertugas dan bekerja, seorang dokter memerlukan suatu etika untuk menjalankan
profesinya. Hal ini dilakukan agar dapat tercapai suatu keserasian, kecocokan, dan komunikasi
yang baik antara dokter dengan pasien dan lingkungannya. Perlu diketahui pula sifat-sifat yang
harus ditunjukkan setiap dokter, yaitu :
a. Sifat ketuhanan : Takut akan Allah SWT membuat seseorang melakukan hal yang
benar dan menjauhi perbuatan yang akan merugikan orang lain.
b. Kemurnian niat : Niat yang tulus untuk membantu orang yang memerlukan tanpa
memandang status, ras, dan agama.
c. Keluhuran budi : Dengan budi pekerti yang baik dan sikap yang baik memberikan
pelayanan kepada orang lain tanpa mengharapkan balas jasa yang berlebihan.
d. Kerendahan hatiDengan kerendahan hati dan sopan dalam bekerja akan memberikan
kepuasan bagi pasien.
e. Kesungguhan kerja : Bekerja dengan sungguh-sungguh akan memberikan hasil yang
baik bagi kedua belah pihak.
f. Integritas ilmiah dan sosial : Bertindak berdasarkan kemampuan yang dimilikinya dan
melakukan berdasarkan prosedur.
Hubungan antara dokter dan pasien dalam ilmu kedokteran umumnya berlangsung sebagai
hubungan biomedis aktif-pasif. Dalam hubungan tersebut rupanya hanya terlihat superioritas
dokter terhadap pasien dalam bidang ilmu biomedis; hanya ada kegiatan pihak dokter sedangkan
pasien tetap pasif. Hubungan ini berat sebelah dan tidak sempurna, karena merupakan suatu
pelaksanaan wewenang oleh yang satu terhadap lainnya. Oleh karena hubungan dokter-pasien
merupakan hubungan antar manusia, lebih dikehendaki hubungan yang mendekati persamaan
hak antar manusia. Jadi hubungan dokter yang semula bersifat patemalistik akan bergeser
menjadi hubungan yang dilaksanakan dengan saling mengisi dan saling ketergantungan antara
kedua belah pihak yang di tandai dengan suatu kegiatan aktif yang saling mempengaruhi. Dokter
dan pasien akan berhubungan lebih sempurna sebagai partner. Sebenamya pola dasar hubungan
dokter dan pasien, terutama berdasarkan keadaan sosial budaya dan penyakit pasien dapat
dibedakan dalam tiga pola hubungan, yaitu :
a. Activity passivity.
Pola hubungan orangtua-anak seperti ini merupakan pola klasik sejak profesi
kedokteran mulai mengenal kode etik, abad ke 5 S.M. Di sini dokter seolah-olah dapat
sepenuhnya melaksanakan ilmunya tanpa campur tangan pasien.
Biasanya hubungan ini berlaku pada pasien yang keselamatan jiwanya terancam, atau sedang
tidak sadar, atau menderita gangguan mental berat.
b. Guidance Cooperation.
c. Mutual participation.
Filosofi pola ini berdasarkan pemikiran bahwa setiap manusia memiliki martabat dan
hak yang sarna. Pola ini terjadi pada mereka yang ingin memelihara kesehatannya seperti
medical check up atau pada pasien penyakit kronis. Pasien secara sadar dan aktif berperan dalam
pengobatan terhadap dirinya. Hal ini tidak dapat diterapkan pada pasien dengan latar belakang
pendidikan dan sosial yang rendah, juga pada anak atau pasien dengan gangguan mental tertentu.
a. Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala
tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan
pelaksana jasa tindakan medis yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang
bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar profesi medis, serta
penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau over utilization
yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan medisnya
b. Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari
tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang
tak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of treatment yang tak
mungkin dihindarkan walaupun dokter telah bertindak hati-hati dan teliti serta
sesuai dengan standar profesi medik. Sepanjang hal itu terjadi dalam batas-batas
tertentu, maka tidak dapat dipersalahkan, kecuali jika melakukan kesalahan besar
karena kelalaian (negligence) atau karena ketidaktahuan (ignorancy) yang
sebenarnya tidak akan dilakukan demikian oleh teman sejawat lainnya.
Informed Consent memang menyatakan bahwa pasien sudah paham dan siap menerima
resiko sesuai dengan yang telah diinformasikan sebelumnya. Namun tidak berarti bahwa pasien
bersedia menerima apapun resiko dan kerugian yang akan timbul, apalagi menyatakan bahwa
pasien tidak akan menuntut apapun kerugian yang timbul. Informed consent tidak menjadikan
dokter kebal terhadap hukum atas kejadian yang disebabkan karena kelalaiannya dalam
melaksanakan tindakan medis.
Bentuk persetujuan tindakan medis tergantung dari penyakit yang diderita oleh pasien.
Informed consent dapat diberikan secara tertulis, secara lisan, atau secara isyarat, dalam bahasa
aslinya yang terakhir ini dinamakan implied consent. Misalnya, jika pasien mengangguk atau
langsung membuka baju jika dokter mengatakan, boleh saya memeriksa saudara?. Untuk
tindakan medis berisiko tinggi (misalnya pembedahan atau tindakan invasive lainnya),
persetujuan harus secara tertulis, ditanda tangani oleh pasien sendiri atau orang lain yang berhak
dan sebaiknya juga saksi dari pihak keluarga. Dengan adanya persetujuan antara pihak dan
pasien dan tenaga kesehatan terbitlah perjanjian/kontrak.
Begitu pula sebelum persetujuan tindakan medik atau informed consent dilaksanakan
terlebih dahulu, tenaga kesehatan harus memberikan penjelasan- penjelasan secara lengkap. Hal
ini sesuai dengan isi ketentuan pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29
tahun 2004 yang isinya sebagai berikut :
Pasal 45
1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan
2. Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan secara lengkap.
3. Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :
o Diagnosis dan tata cara tindakan medis
o Tujuan tindakan medis yang dilakukan
o Alternative tindakan lain dan risikonya
o Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
o Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
Menurut Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor HK. 00.06.3.5. 1886
tanggal 21 April 1999 tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent), pada
angka II butir (4), isi informasi dan penjelasan yang harus diberikan oleh pemberi layanan
kesehatan kepada pasien adalah sebagai berikut :
1. Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medic yang
akan dilakukan (purpose of medical procedure).
2. Informasi dan penjelasan tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan
(contemplated medical procedures).
3. Informasi dan penjelasan tentang resiko (risk inherent in such medical procedures) dan
komplikasi yang mungkin terjadi.
4. Informasi dan penjelasan tentang alternatif tindakan medis lain yang bersedia dan serta
resikonya masing-masing (alternative medical procedure and risk).
5. Informasi dan penjelasan tentang prognosis penyakit apabila tindakan medis tersebut
dilakukan (prognosis with and without medical procedure).
6. Diagnosis
Memang informed consent harus dilaksanakan, Namun tidak selamanya informed consent
diperlukan atau harus dilaksanakan dimana terdapat pengecualian. Hal ini dinyatakan dalam
pasal 4 Permenkes No.290 tahun 2008 yang menyatakan bahwa: Dalam keadaan gawat darurat,
untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan
tindakan kedokteran. Oleh karena peraturan tersebut, apabila pasien dalam keadaan darurat,
tidak bisa memberikan persetujuan dan keluarga belum tiba di rumah sakit maka dokter
dibenarkan melakukan tindakan medis tanpa adanya persetujuan karena dalam keadaan darurat
dokter tidak mungkin menunda tindakan atau mempermasalahkan informed consent, sebab jika
terlambat akan membahayakan kondisi pasien atau dikenal dengan zaakwarneming (perbuatan
sukarela tanpa kuasa) diatur dalam pasal 1354 KUHPerdata.
DAFTAR PUSTAKA
Budi Sampurna, Zulhasmar Syamsu, Tjetjep Dwijdja Siswaja. 2005. Bioetik dan
Hukum Kedokteran, Pengantar bagi Mahasiswa Kedokteran dan Hukum. Penerbit Pustaka
Dwipar.
Hanafiah, M. J., Amir, Amri. 2009. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, Edisi 4.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
M.jusuf H & Amri Amir. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. EGC. Jakarta. 1999.
Sachrowardi, Qomariyah & Basbeth, Ferryal. 2011. Bioetik: Isu & Dilema. Jakarta
Selatan: Pensil-324