Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari, yang
sering digambarkan sebagai rasa berputar, perasaan tidak stabil (giddiness,
unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness). Deskripsi keluhan tersebut penting
diketahui agar dapat dibedakan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena di
masyarakat umum kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan
secara bergantian. Pasien sering kesulitan untuk menjelaskan perasaannya dan
dalam menganamnesa pasien vertigo harus dibedakan dengan bentuk lain dizzines,
yaitu pingsan, kepala terasa ringan, hipotensi postural, dan klaustrofobia.
Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, merujuk pada
sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya
disebabkan oleh gangguan pada sistem keseimbangan. Berbagai macam defenisi
vertigo dikemukakan oleh banyak penulis, tetapi yang paling tua dan sampai
sekarang banyak dipakai adalah teori yang dikemukakan oleh Gowers pada tahun
1893 yaitu setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh penderita atau obyek-obyek di
sekitar penderita yang bersangkutan dengan kelainan keseimbangan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM SARAF

a. Jaringan Saraf
1) Neuron
Neuron adalah suatu sel saraf dan merupakn unut anatimi dan fungsional sistem
persarafan.
a) Nuron terdiri dari:
(1) Badan sel
Secara relatif badan sel lebih besar dan mengelilingi nukleus yang di dalamnya
terdapat nukleolus. Di sekelilingnya terdapat perikarion yang berisi neurofilamen
yang berkelompok yang disebut neurofibril. Di luarnya berhubungan dengan
dendrit dan akson yang memberikan dukungan terhadap proses-proses
fisiologis.
(2) Dendrit
Dendrit adalah tonjolan yang menghantarkan informasi menuju badan sel.
Merupakn bagian yang menjulur keluar dari badan sel dan menjalar ke segala

2
arah. Khususnya di korteks serebri dan serebellum, dendrit mempunyai tonjolan-
tonjolan kecil bulat, yang disebut tonjolan dendrit.
(3) Akson
tonjolan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar dari badan
sel disebut akson.
Dendrit dan akson secara kolektif sering disebut sebagai serabut saraf atau
tonjolan saraf. Kemampuan untuk menerima, menyampaikan dan meneruskan
pesan-pesan neural disebabkan sifat khusus membran sel neuron yang mudah
dirangsang dan dapat menghantarkan pesan elektrokimia.
b) Klasifikasi sruktural neuron
Klasifikasi sruktural neuron berdasarkan pada hubungan antara dendrit, badan
sel dan akson mencakup:
(1) Neiron tanpa akson
Secara struktur lebih kecil dan tidak mempunyai akson. Neuron ini belokasi pada
otak dan beberapa organ perasa khusus
(2) Neuron bipolar
Ukuran dari neuron bipolar lebih kecil dibandingkan dengan neuron unipolar dan
multipolar. Neuron bipilar sangat jarang ada, tetapi meraka ada di dalam rongga
perasa khusus, neuron ini menyiarkan ulang informasi tentang penglihatan,
penciuman dan pendengaran dari sel-sel yang peka terhadap rangsang ke
neuron-neuron lainnya.
(3) Neuron unipolar
Di dalam suatu neuron unipolar, dendrit dan akson melakukan proses secara
berlanjutan. Dalam suatu neuron, segmen awal dari cabang dendrit membawa
aksi potensial dan neuron ini memiliki akson. Beberapa neuron sensorik dari
saraf tepi merupakn neuron unipolar dan sinaps neuron berakhir di sistem saraf
pusat (SSP).
(4) Neuron multipolar
Neuron multipolar lebih banyak memiliki dendrit dan dengan satu akson. Neuron
ini merupakan tipe neuron yang sebagian besar berada di SSP. Contoh tipe
neuron ini adalah seluruh neuron motorik yang mengendalikan otot rangka.

3
c) Klasifikasi fungsional
(1) Neuron sensorik
Neuron sensorik merupakan neuron unipolar atau disebut juga dengan serabut
aferen yang menghubungkan antara reseptor sensorik dan batang otak atau
otak. Neuron ini mengumpulkan informasi dengan memperhatikan lingkungan
luar tubuh. Tubuh manusia memiliki sekitar 10 juta neuron sensorik. Neuron
sensorik somatis melakukan pengawasan di luar tubuh dan neuron sensorik
viseral memonitor kondisi di dalam tubuh.
Reseptor sensoorik yang lebih spesifik meliputi:
(a) Eksteroseptor, menyediakan informasi tentang kondisi lingkungan luar dan
lingkunagan yang didapat dari indera seperti penglihatan, penciuman,
pendengaran dan peraba.
(b) Proprioseptor, memonitor keadaan posisi dan pergerakan otot rangka dan
sendi.
(c) Interoseptor, memonitor kondisi sistem pencernaan, pernapasan,
kardiovaskuler, perkemihan, reproduksi, serta beberapa sensasi perasa dan rasa
nyeri.
(2) Neuron motorik
Neuron motorik atau neuron eferen membawa instruksi-instruksi dari SSP
menuju efektor perifer. Tubuh manusia memiliki sekitar 500 ribu neuron motorik.
Akson-akson pembawa pesan dari SSP yang disebut dengan serabut eferen,
terdiri atas sistem saraf somatis (SSS) dan sistem saraf otonom (SSO).
(3) Interneuron
Interneuron atau neuron eferen berada di antara neuron sensorik dan motorik.
Interneuron terdapat di seluruh otak dan batang otak. Tubuh manusia memiliki 20
juta interneuron dan berespons untuk mendistribusikan setiap informasi dari
neuron sensorik dan mengkoordinasikan aktivitas motorik.

2) Neuroglia

4
Neuroglia adalah Penyokong, pelindung neuron-neuron SSP dan sebagai
sumber nutrisi bagi neuron-neuron otak dan medula spinalis. Ada empat sel
neuroglia yaitu:
a) Mikroglia, sel ini ditemukan di seluruh SSP dan dianggap berperan
penting dalam proses melawan infeksi.
b) Ependimal, berperan dalam produksi cairan serebrospinal (CSS).
c) Astroglia, berperan sebagai barier darah-otak, memperbaiki kerusakan
jaringan neuron dan menjaga perubahan interstisial.
d) Oligodendroglia, berperan dalam menghasilkan mielin.
3) Sel Schwann
Sel schwann membentuk mielin maupun neurolema saraf tepi. Membren plasma
sel schwann secara konsentris mengelilingi tonjolan neuron sistem saraf tepi
(SST).
4) Mielin
Mielin merupakan suatu kompleks protein yang mengisolasi tonjolan saraf. Mielin
menghalangi aliran ion natrium dan kalium melintasi membran neuronal dengan
hampir sempurna. Selubung meilin tidak kontinu di sepanjang tonjolan saraf, dan
terdapat celah-celah yang tidak memiliki mielin, yang disebut nodus Renvier.
5) Transmisi sinaps
Neuron menyalurkan sinyal-sinyal saraf ke seluruh tubuh. Kejadian listrik ini yang
kita kenal dengan impuls saraf. Impuls saraf bersifat listrik di sepanjang neuron
dan bersifat kimia di antara neuron.
Neuron tidak bersambung satu sama lain. Tempat dimana neuron mengadakan
kontak dengan neuron lain atau dengan organ efektor disebut sinaps. Sinaps
merupakan satu-satunya tempat dimana suatu impuls dapat lewat dari suatu
neuron ke neuron lainnya atau efektor. Agar proses ini menjadi efektif, maka
sebuah pesan tidak selalu harus melalui perjalanan melalui akson, tetapi bisa
ditransmisikan melalui jalan lain untuk menuju sel lainnya.
Sinaps bisa bersifat elektrik untuk melakukan kontak antarsel atau bersifat kimia
dengan melibatkan neurotransmiter.

5
a) Sinaps listrik
Sinaps-sinaps listrik terletak di SSP dan SST, tetapi sinaps-sinaps tersebut
jarang ada. Sinaps ini sering ada di pusat otak, termasuk di vestibular nuklei, dan
juga ditemukan di mata dan sekitar di ganglia SSP.
b) Sinaps kimia
Situasi dari sinaps kimia jauh lebih dinamis dibandingkan dengan sinaps listrik,
karena sel-sel tidak berpasangan. Pada sinaps kimia, suatu potensial aksi dapat
muncul dengan atau melepaskan sejumlah neurotransmiter menuju neuron
postsinaps. Kondisi ini akan mengintervensi sel-sel postsinaps sehingga lebih
sensitif terhadap stimulus yang muncul.

6) Neurotransmiter
Neurotransmiter merupakan zat kimia yang disintesis dalam neuron dan
disimpan dalam gelembung sinaptik pada ujung akson. Zat kimia ini dilepaskan
dari akson terminal melalui eksositosis dan juga direabsorpsi untuk daur ulang.
Neurotransmiter merupakan cara komunikasi antarneuron. Setiap neuron
melepaskan satu transmiter. Zat-zat kimia ini menyebabkan perubahan
permeabilitas sel neuron, sehingga dengan bantuan zat-zat kimia ini, neuron
dapat lebih mudah dalam menyalurkan impuls, tergantung dari jenis neuron dan
trnsmiter tersebut (Ganong, 1999).

b. Otak

6
Otak dilapisi oleh selaput otak yang disebut selaput meninges. Selaput meninges
terdiri dari 3 lapisan, yaitu lapisan durameter, lapusan araknoid, dan lapisan
piameter.
1) Lapisan durameter yaitu lapisan yang terdapat di paling luar dari otak dan
bersifat tidak kenyal. Lapisan ini melekat langsung dengan tulang tengkorak.
Berfungsi untuk melindungi jaringan-jaringan yang halus dari otak dan medula
spinalis.
2) Lapisan araknoid yaitu lapisan yang berada dibagian tengah dan terdiri
dari lapisan yang berbentuk jaring laba-laba. Ruangan dalam lapisan ini disebut
dengan ruang subaraknoid dan memiliki cairan yang disebut cairan
serebrospinal. Lapisan ini berfungsi untuk melindungi otak dan medulla spinalis
dari guncangan.
3) Lapisan piameter yaitu lapisan yang terdapat paling dalam dari otak dan
melekat langsung pada otak. Lapisan ini banyak memiliki pembuluh darah.
Berfungsi untuk melindungi otak secara langsung.
Otak dibagi menjadi 3 bagian besar : serebrum, serebellum dan batang otak.
Semua berada dalam satu bagian struktur tubuh yang disebut tengkorak, yang
melindungi otak dan cedera.
1) Serebrum
Cerebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Pada cerebrum terletak
pusat 2 saraf yang mengatur semua kegiatan sensorik dan motorik juga
mengatur proses penalaran intelegensia dan ingatan.
a) Empat lobus
(1) Frontalis (lobus terbesar), terletak pada fossa anterior. Area ini mengontrol
perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
(2) Parietalis (lobus sensorik). Area ini menginterpretasikan sensasi kecuali
sensasi baru. Lobus parietal mengatur individu mampu mengetahui posisi dan
letak bagian tubuhnya.
(3) Temporalis, mengintegrasikan sensasi, kecap, bau dan pendengaran,
ingatan jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini.

7
(4) Oksipital, terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini
bertanggung jawab untuk menginterpretasikan penglihatan.
b) Serebellum
Terletak pada fosa kranii posterior dan ditutupi oleh dura meter yang menyerupai
atap tenda, yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior
serebrum.
Fungsi serebellum yaitu:
(1) Mengatur otot-otot postural tubuh. Serebellum mengkoordinasi
penyesuaian secara cepat dan otomatis dengan memelihara keseimbangan
tubuh.
(2) Melakukan program akan gerakan-gerakan pada keadaan sadar dan
bawah sadar.

c) Batang otak
Ke arah kaudal batang otak berlanjut sebagai medula spinalis dan kebagiab
rostral berhubungan langsung dengan pusat-pusat otak yang lebih tinggi.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons
dan mensensefalon (otak tengah). Di sepanjang batang otak banyak ditemukan
jaras-jaras yang berjalan naik dan turun. Batang otak merupakn pusat transmiter
dan refleks dari SSP.
(1) Pons berbentuk jembatan serabut-serabut yang menghubungkan kedua
hemisfer hemisfer serebellum, serta menghubungkan mensensefalon di sebalah
atas dengan medula oblongata di bawah. Pons merupakan mata rantai
penghubung yang penting pada jaras kortikoserebelaris yang menyatukan
hemisfer serebri dan sereblellum. Bagian bawah pons berperan dalam
pengaturan pernapasan.
(2) Medulla oblongata merupak pusat reflek yang penting untuk jantung,
vasokonstriktor, pernapasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan
muntah.

8
(3) Mensensefalon (otak tengah) merupakan bagian pendek dari batang otak
yang letaknya di atas pons. Secara fisiologis mensensefalon mempunyai peran
yang penting dalam pengaturan respons-respons tubuh.

d) Diensefalon
memproses ransang sensori dan membantu memulai atau memodifikasi reaksi
tubuh terhadap ransang-ransang tersebut. Diensefalon dibagi menjadi empat
bagian yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus Diencephalon
sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima. Semua impuls memori
sensasi dan nyeri melalui bagian ini.
(1) Talamus, talamus merupak stasiun transmiter yang penting dalam otak
dan juga merupakan pengintegrasi subkortikal yang penting
(2) Hipotalamus, hipotalamus terletak di bawah talamus yang berfungsi
pengendalian secara tidak sadar kontaksi otot-otot skeletal, pengendalian fungsi
otonom, koordinasi aktivitas sistem persarafan dan endokrin, sekresi hormon
ADH dan hormon oksitosin, menghasilkan dorongan emosi dan perilaku,
koordinasi antara fungsi otonom dan volunter dan mengatur suhu tubuh.
(3) Subtalamus, fungsi belum jelas diketahui, tetapi lesi pada subtalamus
dapat menimbulkan diskinesia dramatis yang disebut hemibalismus.
(4) Epitalamus, berhubungan dengan sistem limbik dan sedikit berperan pada
beberapa dorongan emosi dasar dan integritasi informasi olfaktorius. Epifisis
menyekresi malatonin dan membantu mengatur irama sirkadian tubih serta
menghambat hormon-hormon gonadotropin.

e) Saraf kranial
Saraf kranial Komponen Fungsi
I Olfaktorius Sensorik Penciuman
II Optikus Sensorik Penglihatan
III Okulomotorius Motorik Mengangkat kelopak mata atas
Konstraksi pupil
Sebagian besar gerakan

9
ekstraokular.
Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke
IV Troklearis
dalam
Otot temporalis dan maseter
Motorik (menutup rahang dan mengunyah)
gerakan rahang ke lateral
Kulit wajah, dua pertiga depan
kulit kepala, mukosa mata,
mukusa hidung dan rongga
V Trigeminus
mulut, lidah dan gigi.
Sensorik Refleks kornea atau refleks
mengedip, komponen sensorik
dibawa oleh saraf kranial V,
respons motorik melalui saraf
kranial VII
VI Abdusens Motorik Deviasi mata ke lateral
Otot-otot dan ekspresi

Motorik wajah termasuk otot dahi,


sekeliling mata serta mulut.
VII Fasialis
Lakrimasi dan salivasi
Sensorik Pengecapan dua pertiga depan
lidah (rasa manis, asam dan asin)
Cabang
VIII vestibularis Sensorik Keseimbangan
vestibulokoklearis
Cabang koklearis Sensorik pendengaran
Faring: menelan, refleks
IX Glosofaringeus Motorik muntah
Parotis: salivasi
X Vagus Faring, laring: menelan,
Motorik refleks muntah; fonasi: visera
abdomen
Sensorik Faring, laring: menelan,

10
refleks muntah; visera leher,
thoraks dan abdomen
Otot sternokleidomastoideus dan
XI Asesorius Motorik bagian atas dari otot trapazeus;
pergerakan kepala dan bahu
XII Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah

f) Sistem limbik
Sistem limbik berkaitan dengan:
(1) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada tingkah
laku individu.
(2) Suatu respons sadar terhadap lingkungan.
(3) Memberdayakan fungsi intelaktual darri korteks serebri secara tidak sadar
dan memfungsikan batang otak secara otomatis untuk merespons keadaan.
(4) Memfasilitasi penyimpanan suatu memori dan menggali kembali
simpanan memori yang diperlukan.
(5) Merespons suatu pengalaman dan ekspresi suasana hati, terutama reaksi
takut, marah dan emosi yang berhubungan dengan perilaku seksual.

2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA

Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks


(pendengaran dan keseimbanga Anatominya juga sangat rumit . Indera pendengaran
berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.
Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan
kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada
kemampuan mendengar.

1. Anatomi Telinga Luar

Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius
eksternus, dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang

11
dinamakan membrana timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi
kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan
tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus
telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya
sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus
adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan
meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup
mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga
lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua
pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius
eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar
khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut
serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua dan serumen
ke bagian luar tetinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan
memberikan perlindungan bagi kulit.

2. Anatomi Telinga Tengah

12
Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah
lateral dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua
Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai
batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna
kelabu mutiara dan translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi udara
merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba
eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian
mastoid tulang temporal.

Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes.
Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang
membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial
telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian
dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah.
Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh
membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau
struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah
mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke
telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.

Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm,


menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun
dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau
menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan
menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.

13
3. Anatomi Telinga Dalam

Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk
pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial
VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan
bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun
tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak
membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang
berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir reseptor ini distimulasi oleh
perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang.

Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua
setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran,
dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna
mengisinya,Labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe,
yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui
aquaduktus koklearis. Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan
kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti. Labirin membranosa

14
memegang cairan yang dinamakan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat
tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan telinga
dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan
gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel
rambut labirin membranosa. Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang berjalan
sepanjang cabang vesti-bular nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi kepala
dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan
aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis VIII. Di dalam
kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk), yang muncul dari koklea,
bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis,
utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII). Yang
bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus
fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus mem-bawa nervus tersebut
dan asupan darah ke batang otak

15
2.3 FISIOLOGI KESEIMBANGAN

Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (labirin), terlindung


oleh tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah
telinga dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan.
Labirin terdiri atas labirin tulang dan labirin membran. Labirin membran terletak
dalam labirin tulang dan bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara
labirin membran dan labirin tulang terdapat perilimfa, sedang endolimfa terdapat di
dalam labirin membran. Berat jenis cairan endolimfa lebih tinggi daripada cairan
perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung dalam
perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari 3 kanalis semi-
sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss anterior (superior) dan kss posterior
(inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat pula utrikulus dan sakulus.

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya


tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visual dan
proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di
SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.

Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan pelebaran
labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap
pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor
keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap
kanalis terdapat pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di
dalamnya terdapat krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan
dan se-luruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula.

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan
endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia
menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan
masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolari-sasi dan akan
merangsang pelepasan neurotransmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan

16
impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas
silia terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.

Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik


akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis
menjadi energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan
posisi tubuh akibat per-cepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat
memberi informasi mengenai semua gerak tubuh yang sedang berlangsung.

Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga


kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala
yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa
bradikardi atau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin.

Manusia, karena berjalan dengan kedua tungkainya, relatif kurang stabil


dibandingkan dengan makhluk lain yang berjalan dengan empat kaki, sehingga lebih
memerlukan informasi posisi tubuh relatif terhadap lingkungan, selain itu diper-lukan
juga informasi gerakan agar dapat terus beradaptasi dengan perubahan
sekelilingnya.
Informasi tersebut diperoleh dari sistim keseimbangan tubuh yang melibatkan kanalis
semisirkularis sebagai reseptor, serta sistim vestibuler dan serebelum sebagai
pengolah infor-masinya; selain itu fungsi penglihatan dan proprioseptif juga berperan
dalam memberikan informasi rasa sikap dan gerak anggota tubuh.
Sistim tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi untuk selanjutnya diolah di
susunan saraf pusat

17
2.4 DEFINISI

Vertigo adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan sensasi seseorang
bahwa lingkungan di sekitar dirinya bergerak atau berputar. Dalam pengertian
lainnya vertigo merupakan suatu halusinasi gerakan. Sensasi dari pergerakan ini
disebut vertigo subjektif sedangkan persepsi pergerakan pada objek di
sekelilingnya disebut vertigo objektif. Vertigo seringkali berhubungan dengan
kelainan di otak atau di telinga dalam.

2.5 ETIOLOGI
Penyebab vertigo dapat diklasifikasikan menjadi :

18
penyebab sentral (melibatkan otak)
dan penyebab perifer (melibatkan jaringan saraf).
Penyebab vertigo yang paling umum adalah penyebab perifer yang melibatkan
telinga dalam. Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah bentuk paling umum
dari vertigo dan ditandai dengan sensasi bergerak yang dimulai dengan
pergerakan tiba-tiba dari kepala atau menggerakkan kepala ke arah tertentu.
Vertigo juga dapat disebabkan oleh labirinitis (peradangan pada telinga dalam),
yang ditandai dengan onset vertigo yang tiba-tiba dan mungkin berhubungan
dengan ketulian.

VERTIGO/DIZZINESS

FISIOLOGIS : PATOLOG
IS
1.Mabuk
gerakan

2.Mabuk
angkasa

3.Vertigo

VESTIBUL VESTIBUL
PERIFER :ERR ERR

A. LABIRIN

1.BPPV SENTRAL : SYNCOPE DISEQUILIBRIU PSIKOGENIK


M
2.MENIERE 1.INFARK 1.ARITMIA 1.ANSIETAS
JANTUNG 1.PARKINSON
3.OTOTOXIK 2.PERDARAHAN 2.HIPERVEN
2.VASOVAGAL 2.KEL.SEREBEL TILASI
4.LABRINGITIS 3.TUMOR OTAK SYNCOPE UM
3.DEPRESI
5.TRAUMA 4.EPILEPSI 3.HIPOGLIKEMI 3.KEL. MATA
KAPITIS
5.RADANG
B. N. OTAK
VESTIBULARIS
19
1.NEURONITIS
VESTIBULARIS

2.RAMSAY
Vertigo dapat timbul pada lesi atau gangguan fungsi labirin, nervus vestibularis,
batang otak atau lobus temporalis.

1. Vertigo labirin.
Fungsi labirin dapat terganggu pada trauma, iskemia, peradangan, keracunan dan
lain-lain.
1. Vertigo Barany.
Yaitu vertigo yang timbul pada perubahan tertentu sikap kepala. Keluhan ini biasanya
timbul pada usia pertengahan. Gangguan ini dapat timbul setelah trauma kepala.
Pada vertigo barany bila penderita dari sikap duduk dibaringkan dengan kepala

ditengadahkan kebelakang, atau ditolehkan ke kiri atau ke kanan dapat timbul

nistagmus yang baru timbul setelah periode laten selama 2-20 detik. Lama
berlangsungnya nistagmus kurang dari 1 menit. Tes ini disebut tes Nylen-Barany.
Dengan pengulangan tes ini, nistagmus tidak timbul lagi. Vertigo yang timbul dapat
hebat.
2. Vertigo trauma kapitis.
Vertigo akut yang timbul pada trauma kapitis disebabkan memar labirin unilateral.
Gejala-gejala lain yang menyertainya adalah nausea, vomiting, gangguan
keseimbangan. Terdapat pula nistagmus spontan dengan komponen cepat kearah
sisi yang sehat, salah tunjuk ke sisi lesi. Gejala dan tanda-tanda ini menghebat pada
gerakan cepat kepala dan bila miring ke sisi yang sakit. Biasanya keluhan pusing
menghilang dalam waktu 6 bulan.
3. Labrintitis.
Labrintitis supurativa dapat timbul pada meningitis, mastoiditis, otitis media yang
menjalar ke dalam tulang. Pada keadaan ini timbul vertigo yang hebat disertai
gangguan pendengaran. Gejala lain yang dapat dijumpai ialah rasa nyeri di daerah

20
telinga dalam, nyeri kepala, demam. Pada labrintitis yang disebabkan virus juga
terdapat vertigo; gangguan pendengaran tidak berat dan biasanya sembuh sendiri.
Labrintitis mungkin menyebabkan gangguan pendengaran yang menetap, vertigo
timbul dalam serangan-serangan disertai tinitus.
4. Penyakit Menire.
Penyakit ini biasanya timbul pada usia 30-40 tahun. Gejala-gejalanya timbul dalam
serangan-serangan yang dimulai dengan tinitus, telinga bagian dalam terasa seperti
tertekan, gangguan pendemngaran diikuti vertigo akut, nausea, vomiting yang
berlangsung beberapa jam. Mungkin diantara serangan-serangan penderita
mengeluh merasda kurang stabil terus menerus. Biasanya penyakit menire ini
unilateral. Mekanisme terjadinya gangguan ini belum diketahui, dan diduga menjadi
dasar penyakit ini ialah edema labirin. Karena itu pada terapinya dianjurka diet
rendah garam dan pemberian diuretika.
5. Sifilis kongenital.
Radang sifilis dapat terjadi dalam tulang temporalis yang mengakibatkan labirintitis,
hidrops endolimfe dan degenerasi labirin. Penyakit ini biasanya bilateral.

6. Vertigo yang disebabkan obat.


Vertigo dapat timbul pada keracunan alkohol, kinin, barbiturat, karbamazepin,
streptomisin dan lain-lain. Sebaiknya pada keadaan ini pengobatan segera
dihentikan. Keluhan segera akan berkurang tetapi untuk hilang sama sekali dapat
memaka waktu berbulan-bulan.

2. Vertigo nervus vestibularis


1. Nevritis vestibularis.
Penyebab neuritis vestibularis belum diketahui. Gejala-gejala yang timbul ialah
vertigo yang mendadak dan berat disertai nausea dan vomiting. Nistagmus spontan
dijumpai dengan fase cepat kearah telinga yang sehat. Fungsi nervus VIII yang
terkena berkurang. Mungkin dijumpai tinitus atau perasaan penuh dalam telinga.
Pendengaran tetap baik. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri.
2. Neurinoma nervus vestibularis.
Pada neurinoma nervus VIII biasanya keluhan penderita bukan perasaan memutar
tetapi gangguan keseimbangan disertai menurunnya daya mendengar. Kemudian
timbul gejala-gejala neurologis lain, kelumpuhan nervus fasialis, ataksia dan lain-lain.
3. Gangguan batang otak

21
Iskemia batang otak. Pada gangguan aliran darah dalam arteri vertebralis basalis
sering dijumpai vertigo. Gejala-gejala lain yang ditemukan ialah disartria, ataksia,
hemiparesis, diplopia dan lain-lain. Tes Nylen-Brany pada gangguan batang otak
menunjukan hal-hal sebagai berikut : nistagmus posisi timbul langsung, lamanya
lebih dari 1 menit, timbul pada setiap kali tes dilakukan, arah nistagmus dapat
berubah, vertigo yang timbul pada tes ini tidak berat atau tidak jelas.

2.6 KLASIFIKASI

Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran vestibular yang


mengalami kerusakan, yaitu vertigo periferal dan vertigo sentral. Saluran
vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang senantiasa
mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk menjaga keseimbangan.
Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang disebut kanalis
semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas mengontrol keseimbangan.

VERTIGO VESTIBULAR
Vestibular adalah salah satu organ bagian dalam telinga yang senantiasa
mengirimkan informasi tentang posisi tubuh ke otak untuk menjaga keseimbangan

- PERIFER
Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang disebut kanalis
semisirkularis, yaitu telinga bagian tengah yang bertugas mengontrol keseimbangan.

Vertigo jenis ini biasanya diikuti gejala-gejala seperti:

1. pandangan gelap
2. rasa lelah dan stamina menurun
3. jantung berdebar
4. hilang keseimbangan
5. tidak mampu berkonsentrasi
6. perasaan seperti mabuk
7. otot terasa sakit
8. mual dan muntah-muntah

22
9. memori dan daya pikir menurun
10. sensitif pada cahaya terang dan suara
11. berkeringat

Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo periferal antara


lain penyakit-penyakit seperti Benign Parozysmal Positional Vertigo atau BPPV
(gangguan keseimbangan karena ada perubahan posisi kepala), menieres disease
(gangguankeseimbangan yang sering kali menyebabkan hilang pendengaran),
vestibular neuritis (peradangan pada sel-sel saraf keseimbangan) dan labyrinthitis
(radang di bagian dalam pendengaran)

- SENTRAL
Vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam otak,
khususnya di bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan
serebelum (otak kecil).

Gejala vertigo sentral biasanya terjadi secara bertahap, penderita akan


mengalami hal-hal seperti:

1. penglihatan ganda
2. sukar menelan
3. kelumpuhan otot-otot wajah
4. sakit kepala yang parah
5. kesadaran terganggu
6. tidak mampu berkata-kata
7. hilangnya koordinasi
8. mual dan muntah-muntah
9. tubuh terasa lemah

23
Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo sentral termasuk antara
lain stroke, multiple sclerosis (gangguan tulang belakang dan otak), tumor, trauma di
bagian kepala, migren, infeksi, kondisi peradangan, neurodegenerative illnesses
(penyakit akibat kemunduran fungsi saraf) yang menimbulkan dampak pada otak
kecil. Penyebab dan Gejala Keluhan vertigo biasanya datang mendadak, diikuti
gejala klinis tidak nyaman seperti banyak berkeringat, mual,dan muntah. Faktor
penyebab vertigo adalah Sistemik, Neurologik, Ophtalmologik, Otolaringologi,
Psikogenik, dapat disingkat SNOOP.

VERTIGO NON VESTIBULAR


Vertigo sistemik adalah keluhan vertigo yang disebabkan oleh penyakit tertentu,
misalnya diabetes mellitus, hipertensi dan jantung. Sementara itu, vertigo neurologik
adalah gangguan vertigo yang disebabkan oleh gangguan saraf. Keluhan vertigo
yang disebabkan oleh gangguan mata atau berkurangnya daya penglihatan disebut
vertigo ophtalmologis; sedangkan vertigo yang disebabkan oleh berkurangnya fungsi
alat pendengaran disebut vertigo otolaringologis. Selain penyebab dari segi
fisik,penyebab lain munculnya vertigo adalah pola hidup yang tak teratur, seperti
kurang tidur atau terlalu memikirkan suatu masalah hingga stres. Vertigo yang
disebabkan oleh stres atau tekanan emosional disebut vertigo psikogenik.

Tabel 1. Perbedaan Vertigo Vestibular dan Non Vestibular

24
Gejala Vertigo Vestibular Vertigo Non Vestibular
Sifat vertigo rasa berputar melayang, hilang
keseimbangan
Serangan episodik
kontinu
Mual/muntah +
-
Gangguan pendengaran +/-
-
Gerakan pencetus gerakan kepala
gerakan obyek visual
Situasi pencetus -
keramaian, lalu lintas

Tabel 2. Perbedaan Vertigo Vestibular Perifer dan Sentral

Gejala Vertigo Vestibular Perifer Vertigo Vestibular Sentral


Bangkitan vertigo lebih mendadak lebih lambat

Derajat vertigo berat ringan

Pengaruh gerakan kepala ++ +/-

Gejala otonom (mual, ++ +


muntah, keringat)

Gangguan pendengaran
+ -
(tinitus, tuli)

Tanda fokal otak


- +

Jenis Vertigo Disertai Keluhan Tidak Disertai Timbul Karena


Berdasarkan Telinga Keluhan Telinga Perubahan Posisi

25
Awitan Serangan

Vertigo Penyakit Meniere, TIA arteri vertebro- Benign paroxysmal


paroksismal tumor fossa cranii basilaris, epilepsi, positional vertigo
posterior, transient vertigo akibat lesi (BPPV)
ischemic attack lambung
(TIA) arteri
vertebralis

Vertigo kronis Otitis media kronis, Kontusio serebri, Hipotensi ortostatik,


meningitis sindroma paska vertigo servikalis
tuberkulosa, tumor komosio, multiple
serebelo-pontine, sklerosis, intoksikasi
lesi labirin akibat zat obat-obatan
ototoksik

Vertigo akut Trauma labirin, Neuronitis -


herpes zoster vestibularis,
otikus, labirinitis ensefalitis
akuta, perdarahan vestibularis, multipel
labirin sklerosis

Tabel. Gejala yang sering menyertai vertigo Vertigo Periferal (Vestibulogenik)


Vertigo Sentral (Non-Vestibuler)

NO Vertigo Periferal (Vestibulogenik) Vertigo Sentral (Non-Vestibuler)

26
1 Pandangan gelap Penglihatan ganda

2 Rasa lelah dan stamina menurun Sukar menelan

3 Jantung berdebar Kelumpuhan otot-otot wajah

4 Hilang keseimbangan Sakit kepala yang parah

5 Tidak mampu berkonsentrasi Kesadaran terganggu

6 Perasaan seperti mabuk Tidak mampu berkata-kata

7 Otot terasa sakit Hilangnya koordinasi

8 Mual dan muntah Mual dan muntah

9 Memori dan daya pikir menurun Tubuh terasa lemah

10 Sensitif pada cahaya terang dan


Suara

11 Berkeringat

Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo periferal antara lain


penyakit penyakit seperti benign parozysmal positional vertigo (gangguan akibat
kesalahan pengiriman pesan), penyakit meniere (gangguan keseimbangan yang
sering kali menyebabkan hilang pendengaran), vestibular neuritis (peradangan pada
sel-sel saraf keseimbangan), dan labyrinthitis (radang di bagian dalam
pendengaran).

Sedangkan vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam
otak,
khususnya di bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan
serebelum (otak kecil).

27
GEJALA VERTIGO VERTIGO VESTIBULER
VESTIBULER TIPE SENTRAL
TIPR PERIFER

1. Bangkitan vertigo. Lebih mendadak. Lebih lambat.

2. Derajat vertigo. Berat. Ringan.

3. Pengaruh gerakan kepala. + -

4. Gejala autonom (mual- ++ +

muntah, keringat dingin).

5. Gangguan pendengaran tinitus, tuli. + -

6. Tanda fokal otak. - +

2.7 PATOFISIOLOGI
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh
yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan
apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat.

Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut :

1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)

Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan


hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul
vertigo, nistagmus, mual dan muntah.

2. Teori konflik sensorik

Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai
reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau
ketidak-seimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan.

28
Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga
timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau
sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang
berasal dari sensasi kortikal).

Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan
proses pengolahan sentral sebagai penyebab.

3. Teori neural mismatch

Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini otak
mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu
saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah
tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom.(Gb.1)

Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi
mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.

NEURAL

STORE

Sensory input (rangsangan gerakan)

Comparat
or

Unit

Gambar 1. Skema teori Neural Mismatch

29
4. Teori otonomik

Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebaga usaha
adaptasi gerakan/perubahan posisi; gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu
dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan

5. Teori neurohumoral

Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan terori serotonin
(Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam
mem-pengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
Cermin Dunia Kedokt eran No. 144, 2004

Normal motion sickness adapted

PAR
SYM
PAR SYM SYM PAR

Gambar 2. Keseimbangan Sistim Simpatis dan Parasimpatis


Keterangan :

SYM : Sympathic Nervous System, PAR : Parasympathic Nervous System

6. Teori sinap

Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi


dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar
dan daya ingat.

Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin
releasing factor); peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan
saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa
meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik.

30
Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat,
berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang
menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat
dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.

2.8 DIAGNOSA

ANAMNESA
1. Tanyakan bentuk vertigonya
2. Keadaan yang memprovokasi
3. Profil waktu: perlahan-lahan/ akut
4. Keluhan yang menyertai : gangguan pendengaran, tinnitus, mual/ muntah
5. Penggunaan obat-obatan : anti konvulsan, streptomisin, alkohol, dll.
6. Adanya penyakit sistemik : DM, Hypothiroid, Hipertensi, Blok jantung
7. Ada/ tidak stress

PEMERIKSAN FISIK
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik kelainan sistemik, otologik
atau neurologik vestibuler atau serebeler; dapat berupa pemeriksaan fungsi
pendengaran dan keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi serebelum.

Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk menentukan penyebab;


apakah akibat kelainan sentral yang berkaitan dengan kelainan susunan saraf
pusat korteks serebri, serebelum,batang otak, atau berkaitan dengan sistim
vestibuler/otologik; selain itu harus dipertimbangkan pula faktor psikologik/psikiatrik
yang dapat mendasari keluhan vertigo tersebut. Faktor sistemik yang juga harus
dipikirkan/dicari antara lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung
kongestif, anemi, hipoglikemi.

Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus ditentukan bentuk


vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian penyebabnya, agar dapat diberikan terapi
kausal yang tepat dan terapi simtomatik yang sesuai.

31
Pemeriksaan Fisik Umum

Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan darah


diukur dalam posisi berbaring,duduk dan berdiri; bising karotis, irama (denyut
jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada fungsi vestibular/
cerebral

1. Uji Romberg
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata
terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus
dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan
bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata
tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali
lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan
serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada
mata tertutup.

2. Tandem Gait
Tandem Gait: penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan
pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti.Pada kelainan vestibuler perjalanannya
akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.

3. Tes Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat
dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan
vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan
seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua
lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya
naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.

32
4. Post Pointing Tes (Uji Tunjuk Barany)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh
mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk
tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan
tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke
arah lesi.

5. Tes Babinsky Weil


Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan
lima langkah ke belakang seama setengah menit; jika ada gangguan vestibuler
unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.

33
PEMERIKSAAN NEUROOTOLOGI
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau
perifer.

1. Uji Dix Hallpike


Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang dengan
cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45 di bawah garis horisontal, kemudian
kepalanya dimiringkan 45 ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya
vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau
sentral.

Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah periode
laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau
menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue).
Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari 1
menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).

34
35
2. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30, sehingga kanalis semisirkularis
lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin
(30C) dan air hangat (44C) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi
5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai
hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik).

Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan
di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan
directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus
yang sama di masing-masing telinga.

Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan


directional preponderance menunjukkan lesi sentral.

2.9 PENATALAKSANAAN
Prinsip penanganan vertigo :
1. Obati atau hilangkan penyebabnya
Mengobati atau menghilangkan penyebab dalam mengobati vertigo. Namun,
banyak penyebab vertigo tidak dapat diobati karena diluar pengetahuan yang ada
saat ini,atau telah irreversible pada saat penderita datang berobat, oleh karena itu
cara ini tidak selalu dapat diterapkan.
2. Supresi sistem vestibular
Pada vertigo labirinitis, perasaan dizziness disebabkan oleh disproporsi aktivitas
antara 2 kelompok nukleus vestibuler. Pada lesi labirinitis destruktif akut, terjadi
ketidakseimbangan impuls antara 2 kelompok nukleus vestibuler yang
berseberangan. Untuk mengkoreksi hal ini cerebelum berusaha mengurangi
aktivitas listrik pada nukleus vestibuler, yang disebut dengan cerebral clamp. Hal
ini akan mengurangi disproporsi antara kedua sisi. Untuk menambah efek supresi
ini dapat digunakan obat sedatif labirin.
3. Supresi Reaksi Emosional Penderita

36
Vertigo merupakan gejala yang sangat meresahkan, terutama bila disertai dengan
muntah-muntah dan terjadi secara random, pada saat-saat yang tidak diperkirakan.
Hanya sedikit pasien yang tidak mengalami reaksi emosional bila mengalami
vertigo yang berat dan episodik. Hal ini dapat memperberat gejala vertigo karena
makin terjadi ketidakseimbangan antara dua kelompok nukleus vestibularis.
Pasien-pasien ini membutuhkan penjelasan mengenai penyebab dan prognosis
gejala yang dialaminya. Sebagai tambahan, pemberian transquilizer rigan
sementara waktu untuk supresi reaksi emosional mungkin dibutuhkan. Namun
penting pula diingat cukup untuk mengembalikan rasa percaya diri pasien dan
membuat pasien dapat meneruskan pekerjaan sehari-harinta. Pada kasus-kasus
berat mungkin diperlukan walking frame dengan penempatan tangan secara
strategis pada rails.

Macam-macam terapi Vertigo :


1. Obat-obatan
2. Rehabilitasi Medik
3. Bedah
4. Diet
5. Bimbingan Psikologis

REHABILITASI VERTIGO

Dix mengatakan bahwa penggunaan latihan Cawthorne dan Cooksey dapat


mengurangi distres psikologis yang disebabkan oleh di dizziness, oleh karenanya
penggunaan obat-obat psikologi dapat dihindari.
Berikut ini adalah tabel jenis jenis vertigo yang dapat maupun tak dapat diterapi melalui
Fisioterapi

Tabel 2
Penyebab vertigo sentral

Vascular lesions Vertebrobasillar insufficiency, cervical spondylosis, vascular


accidents, migraine, anemia, cardiovascular disease,

Infections Encephalomyelitis, syphilis or granulomata, central


complications of chronic suppurative otitis media

Multiple Sclerosis

Degenerative processes Cerebellar degeneration, syringobulbia, basal ganglia disease

37
Abnormalities base of skull Basillar impression, platybasia, pagets disease

Head injuries Concussions and skull fractures involving central vestibullar


pathways

Tumours of posterior fossa Acoustic neuromata, meningiomata, cerebellar gliomata,


carcinomatous metastases, arachnoid cysts, glomus jugulare
tumours

Epilepsy

Drug intoxication Aminoglycosides antibiotics, alcohol, phenytoin

Psychogenic disorders Hysteria, anxiety states

Tabel 3
Vertigo sentral yang efektif diterapi dengan latihan kepala dan keseimbangan

Diagnosis Management

Head injuries, including Simple concussion, exercises may begin at 7 days


Fractures of the base of the skull starts exercises at 3 weeks
concussion and skull fractures
Others skull fractures as soon as the condition of the patient
involving central vestibular
permits
pathways

Drug intoxication Many ototoxic drugs cause temporary imbalance, which


disappeara as the effect of the drug wears off. Other drugs may
cause irreversible damage. The aminoglycoside antibiotics, in
particular streptomycin, may damage the peripheral or central
pathways. If the latter occurs recovery is not usually as rapid
as with peripheral damage, an dix (1984) has observed that
some elderly patients may never walk again. Nevertheless, in
general, imbalance following aminoglycoside antibiotic therapy
may be greatly reduced by exercises

Psycogenic vertigo The management includes firm encouragement and use of the
exercises. The presence of hyperventilation syndrome should
be tested for, and additional relaxation and breathing exercises
are recommended. The gait is often wooden, and will sway
with the feet together eyes closed but never actually fall. There
is often a marked omprovement with encouragement

38
Tabel 4
Vertigo perifer yang dapat dilakukan latihan, dan saat yang tepat untuk mulai latihan

Diagnosis Management

(1) Vestibular labyrinthine injuries, Starts exercises on the third postoperatives day
accidental traumas, or
postlabyrinthine surgery

(2) Chronic suppurative otitis Starts exercises following succesful treatment of infectious
media with vestibular condition
labyrinthine involvement

(3) Endolymphatic hydrops, Use in discussion with patient as to their tolerance level and
this can be idiopathic and use of vestibular sedatives where necessary to moderate
synonymous with Menieres symptoms of vestibular dysfunction
disease or occur in association
with allergy, trauma, congenital
sypilis, stenosis of the internal
auditory artery and endocrine
insufficiency

(4) Vestibular neuronitis As (3)

(5) Vascular occlusion in As (3)


connection with infection,
overexertion, and
cardiovascular disease

(6) Viral neurolabyrinthitis for As (3)


example in association with
herpes soster and
exanthemata

LATIHAN CAWTHORNE DAN COOKSEY


Setelah diagnosis ditegakkan, dibuat assessment mengenai aktivitas yang dapat
dikerjakan penderita dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian diterangkan kepada
pasien mengenai proses kompensasi vestibuler. Dengan demikian pasien mengerti
mengapa dia diminta untuk melakukan latihan yang dapat menimbulkan dizziness.
Hecker, Haug dan Herndon (1974) menggunakan komputer sebagai analogi untuk
menjelaskan fungsi otak dalam mengintegrasi informasi dari beberapa sensoris yang

39
berbeda. Informasi visual dikombinasi dengan feedback propioseptif dan informasi
vestibuler, di program ulang oleh otak yang berlaku seperti komputer mengkombinasi
informasi dari sensoris yang berbeda. Pasien akan merasa yakin bila telah
menyadari bahwa sistem sensoris lain yang tak rusak dapat membantunya untuk
tetap berdiri tegak meskipun terdapat malfungsi vestibuler. Pasien sebaiknya
diberitahu bahwa meskipun terdapat kerusakan sistim vestibuler bilateral tetap tidak
akan membuat pasien tak berdaya.
Pada studi Hecker, Haug dan Herndon, pasien diberitahu mengenai teori
komputer ini, dan diminta untuk melakukan latihan juga dirumah. Setelah
mempelajari cara latihan, mereka mengerjakan sendiri tanpa bantuan 2 kali sehari
selama 3 bulan. Peneliti melaporkan tingkat perkembangan sebesar 86 % yang
menunjukkan bahwa sekali pasien telah termotivasi melalui penjelasan yang
diberikan, tingkat kesuksesan latihan yang dilakukan sendiri adalah tinggi.
Pada penderita yang tidak menunjukkan gejala hyperventilasi atau masalah lain
yang berhubungan dengan ansietas, program rehabilitasi dengan cara latihan
Cawthorne Coosey dapat dicapai dengan relatif mudah. Sebuah booklet yang berisi
tentang bagaimana cara melakukan latihan tersebut dirumah dapat meningkatkan
efisiensi. Pasien diberitahu agar melakukan latihan ini sesering mungkin. Tujuan
latihan dengan mata tertutup adalah untuk melatih sensoris pada sendi dan otot. Hal
ini juga harus diterangkan pada pasien. Lebih lanjut Dix menyarankan agar
beristirahat sebentar diantara tiap-tiap latihan. (dapat dilihat pada tabel 9).
Dix (1985) mengatakan bahwa latihan sebaiknya dilakukan secara berkelompok agar
tiap individu dapat melihat kemajuan yang dicapai oleh orang lain melalui latihan.
Traynor (1982) juga berpendapat bahwa melalui latihan secara berkelompok dapat
dicapai tingkat kemajuan yang tetap. Bilamana mungkin, pasien sebaiknya ditemani
oleh teman atau pasangan yang dapat melihat latihan tersebut dan menolong
penderita untuk melaksanakannya dirumah.

Tabel 9
Daftar Latihan Vestibuler menurut Cawthorne dan Cooksey

40
Head and balance exercises
To be carried out for 15 minutes twice a day (increasing gradually to 30 minutes)
These exercises may make you dizzy at first, but in the long term should help to prevent further attacks

Level 1 Eye exercises : Looking up then down, at first slowly then quickly
20 times
Looking from one side to the other at first slowly
then quickly 20 times
Focus your finger at arms length then move it in
and out 30 cm, 20 times

Level 2 Head exercises : Bend your head forward and then backward with
your eyes open, slowly then quickly , 20 times
Turn your head from one side to the other slowly
then quickly, 20 times
As the dizziness improves these head exercises
should be done with closed eyes

Level 3 Sitting : Shrug your shoulders 20 times


Turn your shoulder to right then left 20 times
Bend forward and pick up objects from the ground,
and sit up again, 20 times

Level 4 Standing : move from sitting to standing and back again, 20


times with eyes open, then repeat with eyes closed
Throw a rubber ball from hand to hand above eye
level
Throw the ball from hand to hand under one knee

Level 5 Moving about : Walk across the room with your eyes open 20 times
then repeat with your eyes closed
Walk up and down steps with your eyes open 10
times then repeat with your eyes closed
Any game involving stooping or turning is useful in
improving balance

2.10 MACAM VERTIGO PERIFER

A. BPPV
1. DEFINISI

41
Penyebab vertigo yang paling umum adalah penyebab perifer yang melibatkan
telinga dalam. Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah bentuk paling umum dari
vertigo.
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering
dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada
perubahan posisi kepala. Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer karena
kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis. BPPV
pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921. Karakteristik nistagmus
dan vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat
gangguan otolit.

2. EPIDEMIOLOGI
Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan
perifer yang sering dijumpai, kira-kira 107 kasus per 100.000 penduduk, dan lebih
banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun). Jarang ditemukan pada orang
berusia dibawah 35 tahun yang tidak memiliki riwayat cedera kepala.

3. ETIOLOGI
Penyebab utama BPPV pada orang di bawah umur 50 tahun adalah cedera kepala.
Pada orang yang lebih tua, penyebab utamanya adalah degenerasi sistem vestibuler
pada telinga tengah. BPPV meningkat dengan semakin meningkatnya usia.

4. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain :
Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk menerangkan
BPPV. Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsiurn karbonat dari
fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah
berdegenerasi, menernpel pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis
semisirkularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat
pada kupula. Hal ini analog dengan keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang,
bobot ekstra ini menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring.
Pada saat miring partikel tadi mencegah tiang ke posisi netral. Ini digambarkan oleh
nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi

42
tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). KSS posterior berubah posisi dari inferior
ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus
dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan
waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan
nistagmus.

Teori Canalithiasis
Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith bergerak bebas
di dalam KSS. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada
posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala
direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai 900 di sepanjang
lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan
menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan
pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan
pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah
berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang berada
dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena
gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan
pusing. Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan
keterlambatan "delay" (latency) nistagmus transient, karena partikel butuh waktu
untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar
dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah
yag dapat menerangkan konsep kelelahan "fatigability" dari gejala pusing.

5. DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik akibat
perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada
posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan
membungkuk. Vertigo bisa diikuti dengan mual.

B. Pemeriksaan fisik

43
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada
evaluasi neurologis normal.6 Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV adalah Dix-
Hallpike.

Cara melakukannya sebagai berikut :


Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan
vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.
Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi
terlentang kepala ekstensi ke belakang 30o 40o, penderita diminta tetap
membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
Kepala diputar menengok ke kanan 45o (kalau KSS posterior yang terlibat). Ini
akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang
sedang berada di KSS posterior.
Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita
direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 10-15 detik.
Komponen cepat nistagmus harusnya up-bet (ke arah dahi) dan ipsilateral.
Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang yang
berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.
Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri

dan seterusnya

44
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke

belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada
pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, 40
detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya
kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit,
biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.

6. PENATALAKSANAAN
Ada 3 macam metode terapi yang efektif aman untuk BPPV :
7. Canalith Repositoring Treatment
8. Liberatory maneuver
9. Brandt-Darrof maneuver

Masing-masing terapi bekerja baik untuk tipe spesifik dari BPPV. Jadi yang
terpenting adalah menentukan kanalis mana yang terganggu dan jenis patologisnya.

POSTERIOR AND ANTERIOR CANAL BPPV


Diagnosis dibuat dengan cara provokasi dan observasi daripada nistagmus dan
vertigo yang timbul
Dapat dipilih salah satu cara : Dix Hallpike atau Sidelying
Disarankan memilih Dix-Hallpike oleh karena dengan cara ini kepala pasien
ditempatkan pada posisi yang tepat untuk segera dilanjutkan dengan terapi CRT

45
Respon gejala abnormal dapat dimonitor dengan memakai kacamata frensel atau
infrared video system
Dix Hallpike Maneuver :
- Pasien duduk di meja periksa dengan kepala menoleh ke kanan atau kekiri 45
derajat
- Kemudian secara cepat baringkan pasien sampai kepala menggantung diujung
meja periksa 20-30 menit (ekstensi) selama 40 detik
- Observasi timbulnya gejala abnormal : nistagmus dan vertigo
- Jika timbul gejala, monitor selama 1 menit atau sampai gejala hilang
- Kemudian pasien didudukkan kembali secara perlahan
- Pada saat timbulnya gejala tadi, tunggu sampai hilang , mulailah kita melakukan
terapi CRT.
Sidelying Maneuver :
- Duduk ditepi tempat tidur dengan kaki menjuntai keluar keluar dengan kepala
menoleh kekiri 45 derajat
- Secara cepat rebahkan badan kesamping kanan dan diobservasi selama 40
detik untuk melihat timbulnya gejala abnormal
- Jika tak ada gejala atau gejala telah hilang, dudukkan pasien secara perlahan

46
Abnormal respon
Normal manusia mengalami sedikit nistagmus sewaktu posisi rebah
Nistagmus pada BPPV mempunyai ciri khas tersendiri
-Muncul sedikit lambat, kadang kadang sampai 40 detik
-Hilang dalam 1 menit jika penyebab canalithiasis dan jika cupulolithiasis lebih lama
Nistagmus biasanya disertai oleh gejala vertigo

Identifikasi kanalis yang terkena yaitu dengan cara pasien melihat lurus kedepan
Keatas torsional ke kanan kanalis posterior kanan
Keatas torsional kekiri kanalis posterior kiri

47
Kebawah torsional kekanan kanalis anterior kanan
Kebawah torsional kekiri kanalis anterior kiri
Jika nistagmus sangat kuat, ini dapat disebabkan oleh nistagmus sekunder dengan
fase cepat kearah yang berlawanan. Nistagmus sekunder disebabkan oleh adaptasi
vestibuler central.
Ketika pasien kembali ke posisi duduk dan diikuti oleh abnormal respon(biasanya
lemah), nistagmus fase cepat arahnya berlawanan . ini sesuai dengan jatuhnya
otokonia kembali ke kupula.

- Kebanyakan BPPV kanalis posterior


- Herdman : 77 pasien 64 % (49) posterior, 12 % (9) anterior, 23 % (18) tidak
dapat diidentifikasi dan 1 pasien horisontal
- Kadang kadang Dix Hallpike dan Sidelying maneuver dapat memprovokasi
central positional nystagmus dengan arah biasanya kebawah. Kemungkinan ada
hubungan dengan cerebellar degeneration, Chiari malformation dll. Tipe ini dapat
dibedakan dengan BPPV oleh karena tanpa torsional, menetap dan tanpa
disertai vertigo dan sakit kepala ringan.
- Kadang-kadang provokatif manuver bisa juga menimbulkan nystagmus central
positional ketas, tapi jarang terjadi
- Kadang-kadang Dix-Hallpike dan Sidelying maneuver dapat memprovokasi
horisontal nistagmus, dan kalau ini terjadi dapat segera dilakukan Roll test.

CANALITH REPOSITIONING TREATMENT


Harus segera dilakukan sesudah gejala abnormal timbul dengan Dix-Hallpike
maneuver yang mana pemeriksa dapat mengidentifikasi kanalis posterior atau
anterior pada telinga bagian bawah. Pada posisi ini, pasien tidak dikembalikan pada
posisi duduk tapi kepala pasien diputar kearah yang sama dengan tujuan untuk
memindahkan otokonia ke utrikula.
- Jika kanalis posterior kanan yang terkena, lakukan CRT kanan ( gambar 7 )

48
- Pasien mulai dengan posisi dimana gejala abnormal timbul dengan maneuver
Dix-Hallpike yaitu kepala pada posisi tergantung, dan menoleh kekanan 45
derajat
- Tahan posisi ini untuk 1-2 menit

49
- Kemudian kepala diputar kearah kiri dan tahan pada posisi ini yang dilanjutkan
dengan memutar kepala dan badan pasien ke arah kiri sampai muka pasien 45
derajat menghadap ke lantai
- Setelah itu pasien didudukkan kembali secara perlahan dengan posisi kepala
sedikit maju kedepan dan menoleh kekiri. Posisi ini ndipertahankan dengan cara
pasien memakai soft collar dan pasien diberitahukan untuk tidak melakukan gerakan
menunduk dan menengadah dan tidur terlentang selama 1 hari.
- Paien tidur dengan cara duduk selama 2 hari dan selanjutnya tidak boleh tidur
dengan posisi miring kearah telinga yang bermasalah (kanan)selama 5 hari
selanjutnya.
- Manuver yang sama dapat dilakukan pada pasien dengan canalithiasis kanalis
anterior kanan
- Untuk pasien dengan canalithiasis kanalis anterior atau posterior kiri, baik
dilakukan dengan CRT ini. (yang mana pasien mulai dengan posisi kepala
tergantung kearah kiri dan diputar ke arah kanan sebelum duduk).

- Gambar 8 menggambarkan apa yang terjadi selama manuver pada pasien


dengan canalithiasis pada kanalis posterior kanan
- Ketika pasien berada pada posisi duduk, otokonia berada pada bagian terbawah
dari kanalis posterior dekat kupula (gambar 8a)
- Ketika pada pasien dilakukan Dix-hallpike manuver kanan, otokonia
turun/bergerak kearah bawah menjauhi kupula sehingga berakibat endolimp ikut
bergerak kearah bawah dan kupula terdefleksi sehingga merangsang reseptor pada
kanalis dan memprovokasi vertigo dan nistagmus. Arah nistagmus adalah keatas
dengan fase cepat torsional ke kanan ( gambar 8 b)
- Respon akan menghilang dengan diam/tenangnya otokonia pada bagian
terbawah kanalis
- Ketika kepala dikebawahkan dan diputar kekiri, otokonia berada pada puncak
atas dari kanalis ( gambar 8c)
- Pasien kembali akan mengalami gelaja vertigo dan nistagmus keatas dengan
fase cepat torsional kekanan dan mengindikasikan bahwa otokonia meneruskan
perjalanannya menjauhi kupula. Jika nistagmus yang timbul fase cepatnya
berlawanan arah, ini mengindikasikan bahwa otokonia bergerak mendekati kupula.

50
- Akhirnya, ketika pasien didudukkan maka otokonia turun keluar melalui ujung
lubang menuju utrikula, dimana otokonia tersebut tidak dapat lagi menimbulkan
gejala vertigo.
- Kunci sukses dari manuver ini terletak pada proses bergeraknya otokonia pada
ujung kanalis dan bergerak ke lubang keluar dan tidak kembali ke kupula ( gambar
8c)
- Herdman menemukan bahwa jika psien hanya bergerak berputar pada gambar
8c tanpa melanjutkan dengan kembali duduk, remisi hanya terjadi 50 % dan jika
dilanjutkan sampai manuver selesai seluruhnya maka angka keberhasilan mencapai
83 %.
- Remisi gejala adalah karena keberhasilan proses manuver dan bukan karena
lamanya pasien berdiri tegak tanpa bergerak.

51
- Eppley melakukan penelitian dengan memakai vibrasi pada tulang mastoid
selama terapi untuk memfasilitasi gerakan debris. Tusa dan kawan-kawan mengakui
angka keberhasilan mencapai 88% sedangkan dari penelitian lain dikatakan tidak
ada perbedaan yang bermakna

52
- Kadang kadang CRT menimbulkan komplikasi otokonia masuk kedalam
kanalis lainnya. Pada 19 pasien yang dilakukan dengan terapi yang salah, salah
masuk tersebut terjadi pada 5 pasien
- Komplikasi lainnya adalah kekakuan leher dan spasme otot yang terjadi oleh
karena posisi leher yang tegak dalam jangka waktu lama. Pasien disarankan untuk
membuka soft collar secara periodik untuk melakukan gerakan secara horisontal
saja. Ada yang menyarankan dengan penggunaan tilting table.
- Ada juga pasien yang mendapatkan serangan vertigo yang hebat disertai
muntah selama test dan terapi.

Pasien digerakkan dalam 4 langkah, dimulai dengan posisi duduk dengan kepala

dimiringkan pada sisi yang memicu. (1) pasien diposisikan sama dengan posisi

Hall-pike sampai vertigo dan nistagmus mereda. (2) kepala pasien kemudian
diposisikan sebaliknya, hingga telinga yang terkena berada di atas dan telinga yang
tidak terkena berada di bawah. (3) seluruh badan dan kepala kemudian dibalikkan
menjauhi sisi telinga yang terkena pada posisi lateral dekubitus, dengan posisi wajah
menghadap ke bawah. (4) langkah terakhir adalah mendudukkan kembali pasien
dengan kepala ke arah yang berlawanan pada langkah.

LIBERATORY MANEUVER ( Gambar 9 )


Pertama kali digunakan oleh semont
Jika kanalis posterior kanan yang terkena liberatory kanan

53
Manuver dimulai dengan pasien duduk dimeja periksa dengan kepala menoleh kekiri
45 derajat. Pasien kemudian ditidurkan miring kearah kanan dengan kepala
menggantung diatas bahu kanan.
- Setelah 1 menit pasien dikembalikan secara cepat ke posisi duduk dan langsung
diminta untuk tidur miring ke arah kiri dengan kepala menggantung diatas bahu kiri.
Kepala tetap dalam posisi menoleh kekiri.
- Pada posisi miring ini dipertahankan 1 menit dan kemudian secara perlahan
didudukkan kembali. Pasang softcollar dan instruksikan sama dengan CRT
- Jika kanalis anterior kanan yang terkena manuver sama dengan diatas
kecuali kepala menoleh ke kanan 45 derajat
- Jika kanalis posterior kiri yang terkena liberatory kiri
Kepala menoleh kekanan dan dimulai dengan tidur miring kekiri baru kemudian
kekanan.
- Jika kanalis anterior kiriyang terkena liberatory kiri
Kepala menoleh kekiri

54
Semont dkk mendapatkan angka kesembuhan rata-rata adalah 70-84 % setelah
liberatory manuver tunggal dan 93% setelah 2 kali manuver

Studi efektifitas : pada pasien yang dilakukan terapi pada telinga yang tidak
bermasalah, tidak terdapat pengurangan gejala vertigo sama sekali. Kemudian

55
kepada mereka diminta untuk menegakkan kepala selama 48 jam termasuk tidur dan
duduk. Selama 7 hari gejala tetap ada. Kemudian kepada mereka dilakukan
liberatory manuver pada telinga yang bermasalah , dan setelah 7 hari, semua gejala
hilang.

BRANDT-DARROF EXERCISES ( Gambar 10 )

Semua manuver dapat dilakukan dirumah tanpa bantuan alat terapis .


Pasien duduk ditepi meja periksa kemudian memalingkan kepala kearah kiri.
Kepala pasien diminta untuk berbaring kesisi kanan ( arah yang mencetuskan
vertigo).
Tahan pada posisi rebah miring selama 30 detik.
Kemudian kepala dipalingkan kerah kanan dan langsung rebah miring ke sisi kiri
selama 30 detik dan langsung kembali duduk.
Lakukan 10-20 kali setiap kali latihan, 3 kali sehari sampai 2 hari setelah gejala
vertigo hilang.

56
Angka keberhasilan yang didapat adalah 98%. Diperkirakan remisi gejala disebabkan
oleh hasil latihan yang mana menjauhkan otoconia dari cupula dankeluar dari canalis
. Tapi juga kemungkinan oleh karena pengulangan provokasi gerakan yang
menyebabkan mekanisme habituasi vestibuler sentral.

57
Hardman lebih menyukai untuk terapi kanallis anterior dan posterior BBPV yang
disebabkan oleh canalihiasis dengan CRT oleh karena banyak kasus disebabkan
oleh canalithiasis dan cocok untuk CRT.

Hardman juga memakai Liberatory maneuver tapi hanya pada kasus cupulolithiasis.
Brandt-Darrof exercise hanya dilakukan pada pasien dengan kasus ringan oleh
karena kebanyakan pasien tidak dapat melaksanakan program dengan tepat secara
rutin jika latihan menginduksi serangan vertigo berat.

Selama terapi latihan, juga digunakan terapi medikamentosa tapi hanya untuk
menghilangkan gangguan mual muntah berat yaitu dengan memakai prometazine
HCl.

HORIZONTAL CANAL BBPV

Jika Dix-Hallpike manuever atau Sidelying manuever dapat memprovokasi horizontal


nistagmus, kita harus segera melakukan Roll manuever.
Pasien posisi tidur terlentang dengan muka menghadap keatas dan leher fleksi 30
derajat sehingga kanalis horizontal terletak vertikal.
Putar kepala pasien kearah kanan 90 derajat dan observasi munculnya gejala
abnormal selama 40 detik,
Jika gejala muncul, monitor selama 1 menit atau gejala sampai hilang.
Kemudian kembalikan pasien posisi semula (muka menghadap keatas ).
Dilanjutkan dengan memutar kepala pasien kearah kiri 90 derajat dan observasi
munculnya gejala abnormal selama 40 detik.
Jika gejala muncul, monitor selama 1 menit atau sampai gejala hilang . Kemudian
kembalikan pasien ke posisi semula (muka menghadap keatas)
Normal manusia mempunyai sedikit nistagmus ketika dilakukan gerakan kepala
kekanan dan kekiri secara cepat, tapi sesudahnya tidak ada lagi.
Pasien dengan BBPV jenis kanalis horizontal mempunyai 2 buah nistagmus yang
menonjol yaitu sesudah gerakan kepala kekanan dan sesudah gerakan kepala kekiri.
Kedua nistagmus bersifat sementara (beberapa menit)

58
Masing-masing biasanya disetai vertigo yang kuat. Salah satu biasanya lebih kuat.
Jika nistagmus sangat hebat, dapat diikuti oleh nistagmus sekunder pada arah yang
berlawanan.

Kita dapat menentukan kanalis horizontal bagian mana yang terkena dengan melihat
intensitas nistagmus dan arah fase cepatnya.

Biasanya fase cepat adalah Geotropic (gerakan kekanan setelah gerakan kepala
kekanan dan gerakan kekiri setelah gerakan kepala kekiri). Dengan demikian
disimpulkan bahwa pasien menderita canalithiasis dari kanalis horizontal pada
respon nistagmus yang terkuat.

Pada canalithiasis pada kanalis horizontal kanan :


Pasien berada diposisi awal, otoconia berada pada bagian terbawah dari kanalis
horizontal. Ketika kepala pasien diputar secara cepat kearah kanan, otoconia
bergerak kearah cupulamenekan endolimp menuju cupuladefleksi cupula
eksitasi hair cellprovokasi vertigo dan nistagmus dengan fase cepat kearah kanan.
Ketika kepala diputar kearah kiri, otoconia bergerak menjahui cupula defleksi
cupula pada arah berlawananinhibisi pada reseptor kanalis provokasi vertigo
dan nistagmus dengan fase cepat kearah kiri.

Respon perangsangan lebih kuat daripada respon inhibisi ini oleh karena otoconia
bergerak lebih jauh.

Pada Cupulolithiasis pada kanalis horizontal kanan :


Sewaktu pasien berada pada posisi awal, otoconia melekat pada cupula. Ketika
kepala pasien diputar kerah kanan, berat dari otoconia mendefleksikan cupula
inhibisi hair cell provokasi vertigo dan nistagmus dengan fase cepat kekiri.
Ketika kepala pasien diputar kearah kiri, berat dari otoconia mendefleksikan cupula
dengan arah sebaliknyaeksitasi reseptor kanalisprovokasi vertigo dan nistagmus
dengan fase cepat kerah kanan.

59
PENATALAKSANAAN

Modifikasi CRT dapat digunakan untuk canalithiasis pada kanalis horizontal. Pasien
tidur terlentang dengan kepala miring ketelinga yang bermasalah ( kekanan untuk
kanalis horizontal kanan dan sebaliknya).

Kepala pasien diputar secara perlahan kekiri sampai muka menghadap keatas.
Tahan selama 15 detik atau sampai gejala vertigo hilang. Putar kepala selanjutnya
kearah kiri sampai telinga yang bermasalah berada diatas. Tahan selama 15 detik
atau sampai gejala vertigo hilang.

Kemudian putar kepala dan tubuh bersamaan kearah kiri sampai muka menghadap
kebawah. Than selama 15 detik. Putar kepala dan badan bersamaan kearah kiri
sampai kepala kembali keposisi awal (menghadap kekanan). Setelah 15 detik,
pasien diminta untuk duduk secara perlahan dan kepala dipertahankan pada posisi
menunduk 30 derajat dengan soft collar. Berikan intruksi yang sama dengan metode
CRT.

Untuk pasien dengan canalitiasis pada kanalis horizontal kiri, manuver diberikan
dengan arah sebaliknya.

Brand-Darrof exercises dapat dimodifikasi untuk terapi pasien dengan cupulolithiasis


kanalis horizontal.

7. PROGNOSIS
Prognosis setelah dilakukan CRP (canalith repositioning procedure) biasanya bagus.
Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun beberapa kasus tidak
terjadi. Dengan sekali pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25%.

B. NEURITIS VESTIBULAR

60
1. DEFINISI

Neuritis vestibularis adalah defisit unilateral yang terjadi tiba-tiba pada organ
vestibular perifer tanpa disertai gangguan pendengaran dan tanda disfungsi batang
otak. Jika nervus vestibularis terpotong maka input aferen dari satu sisi akan hilang
dan timbul gejala mual, muntah, vertigo berat, cenderung jatuh kesisi yang sakit, sulit
sekali berdiri dan berjalan, timbul nistagmus ke sisi yang sehat. Kelainan neuritis
vestibularis disebabkan otak tidak mendapat masukan afferen dari salah satu sisi
labirin. Hal ini dijumpai pada gangguan aparatus vestibuler, nervus vestibularis,
nukleus vestibularis di batang otak dan traktusnya ke atas sehingga informasi yang
ditangkap oleh reseptor tidak sampai ke kortek pusat keseimbangan. Perubahan
gerakan dan posisi kepala akan mengaktifkan salah satu labirin (meningkatkan input)
dan menghambat (menurunkan input) pada sisi lainnya. Pada neuritis vestibularis
biasanya terjadi kerusakan pada bagian superior nervus vestibularis yang
mempersarafi kanalis semisirkularis horisontal dan anterior, termasuk utrikulus dan
sebagian sakulus. Aktivitas neuronal yang asimetri pada nukleus vestibularis
menghasilkan gerakan mata kompensasi dan pengaturan postur sehingga kepala
terasa berputar. Bila input dari satu sisi yang berhenti ini akibat neuritis vestibularis,
maka aktivitas neuronal nukleus vestibularis ipsi lateral akan berhenti sementara sisi
kontra lateral masih aktif. Rangsangan asimetri ini sesuai dengan rotasi kontinyu
kepala dan kemiringan kepala menuju sisi yang sehat.

2. EPIDEMIOLOGI

61
Neuritis vestibularis merupakan kelainan vestibularis perifer kedua terbanyak setelah
BPPV dengan insiden 3,5 per 100.000 populasi. Paling sering mengenai usia 30-60
tahun. Banyak ditemukan berkaitan dengan musim, biasanya di dahului dengan
infeksi saluran nafas. Gejala yang berlangsung lama kadang membuat pasien takut
bergerak dan akan berkembang menjadi stroke. Tidak ada perbedaan signifikan
antara laki-laki dan perempuan.

3. ETIOLOGI
Diduga disebabkan oleh virus, hal ini diperkuat dengan munculnya yang bersamaan
dengan musim endemik infeksi virus. Hal ini disebabkan vestibular neuritis hasil
histopatologinya menyerupai hasil histopatologi pada herpes zooster di telinga.
Selain itu hasil studi otopsi didapatkan gambaran (degenerasi inflamasi nervus
vestibularis) menunjukkan kadar protein yang meningkat pada cairan serebrospinal
serta adanya transkripsi laten DNA dan RNA virus herpes simplek pada ganglia
vestibular. Kondisi diatas diduga mirip dengan mekanisme yang mendasari penyebab
penyakit Bells palsy karena penyebab virus. Ganglia vestibularis menjadi bagian
yang diduga terkena virus HSV-1 sebagaimana daerah ganglia lain di nervus
kranialis yang terkena virus HSV-1. Hal ini juga didukung oleh karena beberapa
faktor yang terjadi inflamasi dan edema menyebabkan kerusakan sel sekunder dari
sel ganglion vestibular dan axon di tulang kanal. Hal ini disebabkan oleh nervus
vestibular superior lebih panjang dan mempunyai banyak spekula, dimana kanalis
semisirkularis diinervasi oleh vaskularisasi tambahan berupa anastomose yang
menjelaskan bagian posterior jarang terkena.

4. PATOFISIOLOGI
Sindroma vertigo muncul manakala ada disharmoni (discordance) masukan sensoris
yang berasal dari ketiga reseptor, vestibular (canalis semisirkularis), visus (retina)
dan propioseptik (tendon, sendi dan sensibilitas dalam). Apabila masukan sensoris
tidak seimbang antara sisi kiri dan kanan karena defisit vestibular unilateral akan
menyebabkan ketidaksinkronan dan menimbulkan kebingungan alat keseimbangan
tubuh dan membangkitkan respon dari saraf otonom, otot penggerak mata dan
penyangga tubuh (ataksia, unsteadiness), serta kortek vertigo. Rangsangan tersebut

62
juga meningkatkan stres fisik dan atau psikis yang akan memacu pelepasan CRF
(corticopontin releasing faktor). CRF dapat mengubah keseimbangan kearah
dominasi saraf simpatik terhadap parasimpatik sehingga muncul gejala vertigo.
Selanjutnya ketika keseimbangan berubah kearah parasimpatik sebagai akibat
hubungan reciprocal inhibition antar saraf simpatik dan parasimpatik, maka gejala
mual dan muntahakan muncul. Bila rangsangan diulang-ulang maka jumlah ion Ca
dalam sel pre sinap akan kian berkurang, bersamaan dengan menyempitnya kanal
Ca (kalsium) yang mempersulit masuknya ion Ca (Ca influk).

5. GAMBARAN KLINIS
Karakteristik sindrom klinis neuritis vestibularis adalah :
a) Vertigo rotatorik dan nausea spontan yang berat, onset dalam beberapa jam,
menetap lebih dari 24 jam.
b) Nistagmus horisontal rotatorik spontan dengan arah ke non lesional dengan ilusi
gerakan sekitarnya (oskilopsia).
c) Gangguan keseimbangan saat berdiri atau berjalan.
d) Defisit fungsi kanalis horisontal unilateral, yang dapat dideteksi dengan tes VOR
dan irigasi kalorik.
e) Pemeriksaan otoskopi dan pendengaran normal.
f) Tidak didapatkan defisit neurologis.
g) Nausea dan vomiting.

Gejala vertigo muncul mendadak sering terjadi waktu malam dan saat bangun tidur
pagi. Biasanya berlangsung sampai 2 minggu. Dengan gejala berat ini pasien harus
berbaring dengan mata tertutup serta posisi miring dengan sisi telinga yang
terganggu di bawah.

6. DIAGNOSA

Diagnosis berdasarkan klinis diatas, apabila sudah didapatkan gejala seperti diatas
maka pemeriksaan penunjang tidak diperlukan. Untuk mengetahui gangguan fungsi
vestibular unilateral dan monitor perbaikan dengan ENG dan tes kalori. Untuk
mengevaluasi fungsi pendengaran dalam rangka mendifferensiasi dengan (Meniere,
fistel perilimf atau infark labirin) dilakukan pemeriksaan audiometri. Sedangkan MRI
dilakukan untuk kecurigaan gangguan di batang otak, cerebelum dan gangguan

63
vaskular. Beberapa tes rutin untuk mengevaluasi gagguan vestibular perifer antara
lain kacamata frenzel, ofthalmoskopi, head shaking, head impuls, head thrust dan
tandem-rhomberg.

Head Impuls

Diagnosis neuritis vestibularis dapat di bantu dengan pemeriksaan yang


menunjukkan kelainan satu sisi dari vestibulo ocular reflek yaitu tes head impuls.
Ketika kepala di gerakkan secara cepat ke sisi lesi mata bergerak mengikuti kepala
dan penderita kemudian menyesuaikan untuk kembali fase cepat ke tengah. Hal ini
menunjukkan gangguan satu sisi dari reflek vestibuloocular yang muncul jika fungsi
vestibular perifer tidak melakukan penyesuaian.

7. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan neuritis vestibular melibatkan (1) pengobatan simtomatik dengan obat
antivertigo (misalnya, dimenhydrinate, skopolamin) untuk mengurangi vertigo,
pusing, dan mual/muntah, (2) pengobatan kausal dengan kortikosteroid untuk
meningkatkan pemulihan perifer fungsi vestibular, dan (3) terapi fisik (vestibular
latihan dan pelatihan keseimbangan) untuk meningkatkan pusat vestibular
kompensasi. Umumnya penderita neuritis vestibularis mengalami perbaikan spontan
dan sedikit mengalami gejala sisa. Terapinya meliputi :

a. Terapi simptomatik

Pada 1-3 hari pertama, tablet dimenhidrinat 100 mg atau obat anti vertigo lain untuk
menekan mual dan muntah. Efek samping yang sering ditemui adalah sedasi umum.
Untuk menghindarinya dapat diberikan sediaan transdermal jika tersedia. Obat yang
diberikan tidak boleh lebih dari tiga hari karena pasien membutuhkan waktu untuk
kompensasi sentral. Demikian juga jika keluhan telah berkurang obat dapat
dihentikan.

b. Terapi kausal

64
Berdasarkan asumsi bahwa neuritis vestibular disebabkan oleh reaktivasi dari infeksi
laten HSV-1, maka penelitian acak double-blind prospektif dilakukan untuk
menentukan apakah steroid, agen antivirus, atau kombinasi dari keduanya mungkin
memperbaiki hasil dari vestibular neuritis. Penelitian ini dilakukan dengan
membandingkan antara plasebo, metilprednisolon, valacyclovir, dan metilprednisolon
ditambah kelompok valacyclovir pada 114 pasien. Hasilnya menunjukkan bahwa
monoterapi dengan steroid sudah cukup secara signifikan meningkatkan fungsi
vestibular perifer pasien dengan vestibular neuritis. Tidak ada bukti bahwa sinergi
antara methylprednisolone dan valacyclovir memberikan hasil yang bermakna.
Kortikosteroid (metil prednisoslon) diberikan 3 hari pertama onset dan berlanjut
hingga 3 minggu (awalnya 100 mg/hr, selanjutnya diturunkan 20 mg tiap 3 hari).
Preparat lain prednison 220 mg selama 10-14 hari. Seperti pada Bell palsy, manfaat
steroid kemungkinan karena efek antiinflamasinya, yang dapat mengurangi
pembengkakan akibat kompresi mekanik vestibular saraf di dalam tulang temporal.
Dengan demikian, steroid dan bukan antivirus yang direkomendasikan sebagai
pengobatan untuk neuritis vestibular akut, karena terbukti secara signifikan
menyebabkan perbaikan fungsional. Steroid telah terbukti efektif melalui dua
penelitian prospektif, acak double-blind dan studi plasebo terkontrol pada Bell palsy
yang penyebabnya juga diduga sebagai virus HSV-1. Penggunaan terapi prednison
pada penelitian yang lebih mungkin terbukti meningkatkan pemulihan dari keadaan
sebelumnya, akan tetapi tidak meningkatkan prognosis jangka panjang neuritis
vestibular .Terapi pemberian metil prednisolon sendiri memberikan hasil lebih baik
daripada pemberian valacyclovir sendiri maupun kombinasi metilprednisolon dan
valacyclovir.

c. Latihan vestibular.

Untuk meningkatkan kompensasi vestibular sentral dilakukan program latihan fisik


yang dipandu petugas. Awalnya stabilisasi statis, selanjutnya latihan dinamis untuk
mengiontrol keseimbangan dan stabilisasi gerak mata selama gerakan mata kepala

65
badan. Latihan fisik secara bertahap dengan derajat kesulitan yang bertahap akan
meningkatkan kemampuan keseimbangan dibandingkan sebelumnya, baik dengan
atau tanpa stabilisasi visual. Manfaat latihan fisik dalam meningkatkan kompensasi
pusat vestibulospinal pada pasien dengan neuritis vestibularis telah terbukti
berdasarkan penelitian metaanalisis. Rehabilitasi vestibular juga dapat menggunakan
metode Cawthorn-Cooksey exercise.

8. PROGNOSIS

Fungsi vestibular perifer membaik kembali pada 50% dalam beberapa minggu atau
bulan. Pemulihan secara klinis biasanya berkembang cepat dan sering tidak terkait
dengan fungsi perifer yang utuh. sebagian besar pasien sudah aktif dalam beberapa
hari serta bebas gejala dalam beberapa minggu. Gejala kecil meliputi oskolopsia dan
gangguan keseimbangan selama gerakan kepala yang cepat kearah sisi telinga yang
terganggu. Kurang dari 20% pasien dapat mengalami gejala kronis seperti
disequilibrium kronik, inteleransi gerakan kepala dan kadang ansietas sekunder.
Tidak ditemukan serangan ulang pada sisi yang sama dengan serangan yang pertam

KESIMPULAN

Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering
dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada
perubahan posisi kepala. Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer karena
kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis.

Penyebab utama BPPV pada orang di bawah umur 50 tahun adalah cedera
kepala. Pada orang yang lebih tua, penyebab utamanya adalah degenerasi sistem

66
vestibuler pada telinga tengah. BPPV meningkat dengan semakin meningkatnya
usia.

DAFTAR PUSTAKA

Bahrudin, Moch. (2013) Neurologi klinis. Jakarta : Umum Press.

Guyton, Arthur C, Jhon E. Hall. (2007) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.


Jakarta : EGC.

Mardjono, Mahar & Sidharta, Priguna. (2012) Neurologi Klinis Dasar.


Jakarta : Dian Rakyat.

67
Markam, soemarmo.(2012). Penuntun Neurologi.Tangerang : Binarupa
Aksara Publisher.

68

Anda mungkin juga menyukai