Anda di halaman 1dari 4

Jurnal Medika Veterinaria Mauridatun Ramli, dkk

ISSN : 0853-1943

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS ESTRUS DENGAN KONSENTRASI


ESTRADIOL PADA SAPI ACEH PADA SAAT INSEMINASI
Relation between Estrous Intensity and Estradiol Concentration on Local Cattle during
Insemination

Mauridatun Ramli1, Tongku Nizwan Siregar2, Cut Nila Thasmi2, Dasrul2, Sri Wahyuni3, dan Arman Sayuti4
1
Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
2
Laboratorium Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
3
Laboratorium Riset Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
4
Laboratorium Klinik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Corresponding author: siregar@unsyiah.ac.id

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara intensitas estrus dengan konsentrasi estradiol pada sapi aceh pada saat inseminasi.
Dalam penelitian ini digunakan 10 ekor sapi betina yang dibagi menjadi dua kelompok, setiap kelompok terdiri atas lima ekor dengan kategori
umur 5-8 tahun, berat badan 150-250 kg, sehat secara klinis, dan tidak bunting. Sampel plasma untuk pemeriksaan estradiol diambil pada saat
dilakukan inseminasi dari vena jugularis. Sebelum dilakukan koleksi, seluruh sapi disinkronisasi berahi menggunakan prostaglandin F2 alpha
(PGF2) dan metode ovsynch. Prostaglandin F2 diinjeksi dua kali dengan interval waktu 11 hari. Pemeriksaan konsentrasi hormon estradiol
dilakukan dengan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) menggunakan kit estradiol. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan antara intensitas estrus dengan konsentrasi estradiol.
____________________________________________________________________________________________________________________
Kata kunci: intensitas estrus, konsentrasi estradiol, ELISA

ABSTRACT
This study aims to determine the relationship between the intensity of estrus and estradiol concentrations during insemination on local cattle.
Ten cows were divided into two groups with each group consist of five cows with category: aged 5-8 years, weight 150-250 kg, clinically healthy,
and not pregnant. Plasma samples for examination of the hormone estradiol concentrations were collected during insemination time from jugular
vein. Prior to the collection of plasma samples, whole cow were estrus synchronized using prostaglandin F2 alpha (PGF2) and Ovsynch
protocol. The PGF2 were injected twice at intervals of 11 days. Examination of estradiol hormone concentration was performed with enzyme-
linked immunosorbent assay (ELISA) using estradiol commercial kits. The results of this study indicate that statistically there is no relationship
between estrous intensity and estradiol concentration.
____________________________________________________________________________________________________________________
Key words: estrous intensity, estradiol concentrations, ELISA

PENDAHULUAN genetika ternak, dan mempertahankan kemurnian


genetika ternak. Hal-hal yang perlu diketahui sebelum
Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami melaksanakan IB diantaranya adalah penentuan waktu
peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum berahi sapi betina dengan tepat (Abidin et al., 2012).
diimbangi dengan penambahan produksi yang Selama satu siklus berahi, hormon-hormon
memadai. Laju peningkatan populasi sapi potong relatif reproduksi saling berinteraksi untuk menampilkan
lamban, yaitu sekitar 7,24%. Kondisi tersebut perubahan fisiologis dan perubahan tingkah laku seekor
menyebabkan sumbangan sapi potong terhadap hewan betina (Hafez dan Hafez, 2000). Khusus pada fase
produksi daging nasional rendah (Mersyah, 2005), berahi, hormon estrogen memegang peranan yang
sehingga terjadi kesenjangan yang makin lebar antara penting bagi seekor hewan betina untuk dapat
permintaan dan penawaran. memperlihatkan tingkah laku berahi, ovulasi, dan
Khusus untuk Provinsi Aceh, ternak sapi kebuntingan. Tingkah laku berahi dapat diukur dengan
mempunyai peranan yang sangat penting dalam skoring intensitas berahi pada seekor sapi betina seperti
kehidupan masyarakatnya karena petani telah biasa yang pernah dilaporkan oleh Sonmez et al. (2005). Skor
memelihara ternak sebagai sumber protein hewani, penampilan berahi tinggi menunjukkan kualitas berahi
tenaga pengolah sawah pertanian, lapangan kerja, dan yang baik. Semakin jelas penampilan berahi maka
tabungan. Peluang perkembangan ternak sapi di Aceh identifikasi berahi akan semakin akurat dan pelaksanaan
berupa kemampuan produksi daging dalam negeri IB akan semakin tepat (Hafez dan Hafez, 2000)
hanya memberi kontribusi 65% terhadap kebutuhan Estrogen merupakan hormon steroid yang
daging di Aceh, sedangkan kekurangan 35% dicukupi dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel
melalui sapi impor (Ditjennak, 2007). de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Fungsi
Salah satu cara untuk meningkatkan populasi sapi utama hormon estrogen adalah untuk merangsang
adalah melalui teknik inseminasi buatan (IB). Teknik berahi, timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder,
IB merupakan metode perkawinan paling ideal untuk mempertahankan sistem saluran reproduksi betina dan
meningkatkan populasi ternak, meningkatkan mutu pertumbuhan ambing (Wodzicka-Tomaszewska et al.,

27
Jurnal Medika Veterinaria Vol. 10 No. 1, Februari 2016

1991). Dari hasil penelitian Katongole dan Gombe dan air minum ad libitum. Observasi estrus dilakukan
(2006) pada kambing Small East African (SEA), profil pada saat inseminasi buatan. Sapi dengan tanda-tanda
estrogen pada saat berahi adalah 120-900 pM/l dan estrus primer dan sekunder seperti standing heat,
pada pertengahan kebuntingan menurun dari 554 pM/l menaiki sapi lain, gelisah, vulva merah dan bengkak,
menjadi 424 pM/l. Penelitian yang dilakukan oleh keluarnya mukus serviks, dan penurunan nafsu makan
Akusu et al. (2006) pada kambing West African Dwarfs dilakukan skoring pada skala 0-5 (5= excellent: standing,
(WAD) menunjukkan profil estrogen pada saat berahi menaiki sapi lain, gelisah, vulva merah dan bengkak,
152,6231,6 pg/ml, pada hari ke-20 sebesar 131,74,3 keluarnya mukus serviks, dan penurunan nafsu makan;
pg/ml, 24-6 jam sebelum partus sebesar 309,927,62 4= good (standing, menaiki sapi lain, vulva merah dan
pg/ml, saat partus 191,6058,90 pg/ml, sesudah partus bengkak, dan keluarnya mukus serviks; 3= normal:
150,3024,30 pg/ml, 1-3 hari sesudah partus vulva merah dan bengkak, keluarnya mukus serviks, dan
109,6034,60 pg/ml, dan hari ke-4 sesudah partus penurunan nafsu makan; 2= fair: vulva merah dan
92,9048,40 pg/ml. bengkak dan penurunan nafsu makan; dan 1= poor;
Beberapa penelitian tentang sapi aceh banyak penurunan nafsu makan; dan 0= tidak estrus) seperti
dilakukan akhir-akhir ini meliputi sinkronisasi berahi kriteria yang ditetapkan Sonmez et al. (2005).
dengan PGF2 dan progesteron (Siregar et al., 2015),
transfer embrio menggunakan hormon follicle Koleksi dan Preparasi Darah
stimulating hormone (FSH) berdasarkan kehadiran Koleksi darah dilakukan ketika sapi dilakukan IB.
folikel dominan (Siregar et al., 2012) dan Serum darah untuk pengukuran kadar hormonal
menggunakan ekstrak hipofisa (Arum et al., 2012), dan diambil dari vena jugularis sapi menggunakan
proporsi sel epitel vagina selama siklus estrus (Siregar disposible syringe 10 ml. Darah yang diambil
et al., 2016). Konsentrasi estradiol (Amiruddin et al., dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditempatkan
2013) dan intensitas berahi sapi aceh (Hafizuddin et al., dalam termos berisi es. Darah kemudian dibawa ke
2012) juga sudah dilaporkan, tetapi belum terdapat dalam laboratorium untuk diambil serumnya dan
laporan mengenai hubungan intensitas estrus dengan didiamkan selama 30 menit sebelum dilakukan
konsentrasi estrogen pada sapi aceh. sentrifuga. Sentrifuga dilakukan dengan kecepatan
2500 rpm selama 15 menit. Serum kemudian diambil
MATERI DAN METODE dari tabung dengan pipet mikro dan dimasukkan dalam
efendorf. Serum disimpan dalam freezer sampai saat
Dalam penelitian ini digunakan 10 ekor sapi betina digunakan untuk analisis hormonal. Analisis hormonal
lokal, umur 5-8 tahun, mempunyai berat badan 150-250 dilakukan dengan menggunakan metode enzyme linked
kg, betina dengan status tidak bunting, mempunyai dua immunosorbent assay (ELISA).
siklus reguler, dan >90 hari pascapartus, dan sehat
secara klinis. Sapi dibagi atas dua kelompok, masing- Pengukuran Konsentrasi Estradiol
masing lima ekor untuk tiap kelompok. Kelompok I Pada masing-masing plat ELISA dimasukkan 25 l
disinkronisasi berahi dengan menggunakan PGF2 larutan standar, sampel, dan kontrol, kemudian
sebanyak 5 ml secara intramuskular (LutalyseTM, dicampur masing-masing dengan 200 l reagen
Pharmacia & Upjohn Company, Pfizer Inc.) dan konjugat estradiol pada masing-masing well
kelompok II disinkronisasi dengan menggunakan selanjutnya inkubasi selama 120 menit pada suhu
protokol ovsynch. Bahan yang digunakan adalah ruangan. Larutan dikocok (shaker) dengan cepat untuk
PGF2 (Prostavet C) dan GnRH (Fertagyl). mengeluarkan isi well, lalu well dibilas sebanyak 3 kali
dengan menambahkan larutan pencuci sebanyak 400 l
Sinkronisasi berahi pada setiap well. Selanjutnya pada masing-masing well
Pada kelompok I, hari ke-0 dilakukan palpasi rektal dimasukkan sebanyak100 l larutan substrat solution
untuk mengetahui status reproduksi. Sapi-sapi yang dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruangan.
mempunyai status reproduksi baik dan tidak bunting Reaksi enzimatik dihentikan dengan menambahkan 50
pada hari ke-1 dilakukan penyuntikan pertama PGF2 (2 l stop solution ke masing-masing well. Nilai
ml Prostavet C, berisi 5 mg Etiproston yang merupakan absorbansi dibaca pada ELISA reader setelah 10 menit
PGF2 sintetik). Pada hari ke-10 dilakukan penyuntikan dengan absorbansi 45010 nm.
ke-2 PGF2 (5 mg/ml secara intramuskular). Pada hari
ke-13 dilakukan IB. Pada kelompok II, hari ke-1 diawali Analisis Data
dengan penyuntikan GnRH (1 ml Fertagyl, yang berisi Data mengenai hubungan antara konsentrasi
0,1 mg/ml Gonadorelin yang merupakan GnRH sintetik). estradiol dengan intensitas berahi dianalisis dengan
Pada hari ke-7 disuntik dengan PGF2 (2 ml Prostavet analisis korelasi dan regresi.
C, berisi 5 mg Etiproston yang merupakan PGF2
sintetik). Pada hari ke-9 diinjeksikan lagi hormon GnRH HASIL DAN PEMBAHASAN
(1 ml Fertagyl) dan pada hari ke-10 dilakukan IB.
Hubungan intensitas estrus dengan konsentrasi
Observasi Intensitas Berahi estradiol pada sapi aceh disajikan pada Tabel 1. Dari
Sapi yang digunakan adalah sapi yang tidak bunting. hasil analisis statistik diketahui bahwa hubungan
Sapi-sapi tersebut diberi pakan hijauan dua kali sehari intensitas estrus dengan konsentrasi estradiol sebesar

28
Jurnal Medika Veterinaria Mauridatun Ramli, dkk

0,392. Ini berarti, sekitar 39,2% peningkatan penampilan vulva, kelimpahan lendir, dan tingkah laku
konsentrasi estradiol dapat dijelaskan oleh intensitas (Abidin et al., 2012).
estrus pada saat inseminasi. Persamaan regresi yang Perbedaan skor intensitas berahi pada penelitian ini
diperoleh adalah y= 3,94+0,01x, y adalah skor disebabkan oleh faktor perlakuan, sedangkan perbedaan
intensitas betahi sedangkan x adalah konsentrasi dengan hasil penelitian lain lebih disebabkan oleh
estradiol. Lyimo et al. (1999) menyatakan bahwa breed sapi yang digunakan. Kune dan Najamudin
kejadian sifat estrus berkaitan dengan kadar hormon (2002) menyatakan, perbedaan intensitas berahi antar
estradiol dalam darah sapi. Hasil yang bervariasi satu sapi dengan sapi lain bisa disebabkan oleh faktor-
tentang hubungan antara estrus dan kadar estradiol faktor non perlakuan seperti faktor kondisi ternak,
darah ini mungkin disebabkan oleh perbedaan bangsa faktor individu, aktivitas kerja yang dilakukan, dan
sapi yang menjadi sampel percobaan. Demikian interaksi ternak. Perubahan fisik pada vulva
halnya dengan hasil penelitian ini, sapi yang kemungkinan memiliki keterkaitan dengan hormon
menunjukkan gejala estrus dengan intensitas yang estradiol yang cenderung meningkat pada fase estrus
sama secara visual setelah perlakuan hormon, ternyata meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. Hormon
memiliki kadar hormon estradiol yang cukup estradiol merangsang penebalan dinding vagina,
bervariasi. peningkatan vaskularisasi sehingga alat kelamin bagian
luar mengalami pembengkakan dan berwarna
Tabel 1. Hubungan antara intensitas estrus dengan kemerahan, dan peningkatan sekresi vagina sehingga
konsentrasi estradiol dijumpai adanya lendir menggantung pada vulva atau
Change statistics menempel di sekitarnya (Frandson et al., 2003).
R Adjusted R
Model R R square F
square square
change change df1 df2 KESIMPULAN
1 3,92 153 47 153 1,449 1 8
Hubungan antara intensitas berahi dengan
Hormon estrogen merupakan hormon yang konsentrasi estradiol sebesar 0,392 dengan persamaan
bertanggung jawab terhadap manifestasi munculnya regresi y= 3,094+0,01x, y adalah skor intensitas berahi
gejala estrus. Estrogen dihasilkan oleh sel-sel yang sedangkan x adalah konsentrasi estradiol.
membentuk dinding folikel. Lapisan sel terluar adalah
sel teka sedangkan sel pada bagian dalam adalah sel-sel DAFTAR PUSTAKA
granulosa. Kedua sel tersebut bersama-sama
menghasilkan estrogen. Sel teka mengikat luteinizing Abidin, Z., Y.S. Ondho, dan B. Sutiyono. 2012. Penampilan berahi
sapi jawa berdasarkan Poel 1, Poel 2, dan Poel 3. J. Anim.
hormone (LH) dan menghasilkan androgen yang Agricult. 1(2):86-92.
dikonversi menjadi estrogen oleh sel granulosa yang Akusu, M.O., E. Nduka, and G.N. Egbunike. 2006. Peripheral Plasma
telah distimulasi oleh FSH (Siregar, 2006). Ketika Levels of Progesterone and Oestradiol-17 H during the
jumlah estrogen meningkat dan dilepaskan ke dalam Reproductive Cycle of West African Dwarf goats.
http://www.ilri.cgiarorg/InfoServ/Webpub/Fulldocs/AnGenR
pembuluh darah dan mencapai pituitari anterior, eCD/docs/x5520B/x5520bOp.htm.
estrogen akan beraksi feedback positive, menstimulasi Amiruddin, T.N. Siregar, T. Armansyah, Hamdan, Arismunandar, dan
pelepasan LH. Estrogen juga memengaruhi sistem saraf M. Rifki. 2013. Level steroid sapi aceh yang diinduksi dengan
yang menyebabkan gelisah, dan mau dinaiki oleh sapi pregnant mares serum gonadotropin (PMSG) dan follicle
stimulating hormone (FSH). J. Ked. Hewan. 7(2):120-124.
lain. Estrogen meyebabkan uterus berkontraksi, yang Arum, W.P., T.N. Siregar, dan J. Melia. 2013. Efek pemberian
memungkinkan sperma ditransportasikan pada saluran ekstrak hipofisa sapi terhadap respons superovulasi sapi aceh. J.
reproduksi betina setelah inseminasi. Efek lain dari Med. Vet. 7(2):71-74.
tingginya konsentrasi estrogen adalah peningkatan Ditjennak. Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Statistik
Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta
aliran darah ke organ genital dan menghasilkan mukus Frandson, R.D., W.L. Wilke, and A.D. Fails. 2003. Anatomy and
oleh glandula serviks dan vagina. Karakteristik ini Physiology of Farm Animal. 7th ed. Lippincott Williams and
adalah seluruh tanda-tanda estrus. Wilkins, Philadelphia.
Dalam menginduksi berahi, estrogen memerlukan Hafez, E.S.E. and B. Hafez. 2000. Reproduction in Farm Animals.
7th ed. Lea and Febiger, Philadelphia, USA.
kerja sama dengan progesteron. Hal ini ditandai dengan Hafizuddin, T.N. Siregar, M. Akmal, J. Melia, Husnurrizal, dan T.
berahi pertama pada hewan pubertas tanpa gejala Armansyah. 2012. Perbandingan intensitas berahi sapi aceh yang
berahi karena hanya ada estrogen dalam sirkulasi. disinkronisasi dengan prostaglandin F2 alfa dan berahi alami. J.
Tetapi pada ovulasi kedua, estrogen dari folikel untuk Ked. Hewan. 6(2):81-83.
Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga
ovulasi dan progesteron dari korpus luteum bersama- University Press, Surabaya.
sama menginduksi tingkah laku berahi (Siregar, 2006). Katongole, C.B. and S. Gombe. 2006. A Study of the Reproductive
Perbedaan konsentrasi progesteron ini kemungkinan Hormones of Indigenous Goats in Uganda. http://www.fao.org/
menyebabkan perbedaan konsentrasi estradiol pada Wairdocs/ILRI/ x5464B/x 5464b02.htm.
Kune, P. dan Najamudin. 2002. Respon estrus sapi potong akibat
intesintas berahi yang sama pada penelitian ini. pemberian progesterone, prostaglandin F2 dan estradiol benzoat
Skor intensitas berahi tinggi menunjukkan kualitas dalam kegiatan sinkronisasi estrus. Jurnal Agroland. 9(4):380-
berahi yang baik, karena semakin jelas penampilan 384.
berahi maka identifikasi berahi akan semakin akurat Lyimo, Z.C., M. Nielen, W. Ouweltjes, T.A.M. Kruip, and F.J.C.M.
van Eerdenburg. 2000. Relationship among estradiol, cortisol
dan pelaksanaan IB akan semakin tepat. Skor intensitas and intensity of estrous behavior in dairy cattle. Theriogenology.
berahi yang menunjukkan nilai kumulatif dari 53:1783-1795.

29
Jurnal Medika Veterinaria Vol. 10 No. 1, Februari 2016

Mersyah, R. 2005. Desain Sistem Budi Daya Sapi Potong T. Darianto, and Husnurrizal. 2015. Efficacy of two estrus synchro-
Berkelanjutan untuk Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah nization methods in indonesian aceh cattle. Int. J. Vet. Sci. 4(2):87-91.
di Kabupaten Bengkulu Selatan. Disertasi. Sekolah Siregar, T.N., M.G. Eldora, J. Melia, B. Panjaitan, Yusmadi, dan
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor R.A. Barus. 2012. Kehadiran folikel dominan pada saat inisiasi
Siregar, T.N. 2006. Fisiologi Reproduksi pada Hewan Betina. superovulasi menurunkan respons superovulasi sapi aceh. J.
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Ked. Hewan. 6(2):62-71.
Siregar, T.N., J. Melia, Rohaya, C. N. Thasmi, D. Masyitha, S. Sonmez, M., E. Demirci, G. Turk, and S. Gur.. 2005. Effect of season
Wahyuni, J. Rosa, Nurhafni, B. Panjaitan, and Herrialfian. 2016. on some fertility parameters of dairy and beef cows in Elaz
Determining proportion of exfoliative vaginal cell during various Province. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 29:821-828.
stages of estrus cycle using vaginal cytology techniques in aceh Wodzicka-Tomaszewska, M., I-K. Sutama, I-G. Putu and T.D.
cattle. Vet. Med. Int. http://dx.doi.org/10.1155/2016/3976125. Chaniago. 1991. Reproduksi, Tingkah Laku dan Produksi
Siregar, T.N., Hamdan, G. Riady, B. Panjaitan, D. Aliza, E.F. Pratiwi, Ternak di Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

30

Anda mungkin juga menyukai