Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Balita merupakan kelompok masyarakat yang rentan gizi. Pada kelompok tersebut mengalami
siklus pertumbuhan dan perkembangan yang membutuhkan zat-zat gizi yang lebih besar dari
kelompok umur yang lain sehingga balita paling mudah menderita kelainan gizi (Novitasari,2012).

Gizi buruk adalah bentuk terparah (akut), merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang
disebabkan oleh rendahnya tingkat konsumsi energi, protein serta makanan sehari-hari dan terjadi
dalam waktu yang cukup lama (Rahmawati, 2013).

Gizi Seimbang adalah makanan yang dikonsumsi oleh individu sehari-hari yang beraneka ragam
dan memenuhi 5 kelompok zat gizi dalam jumlah yang cukup (karbohidrat, lemak, protein, vitamin
dan mineral) tidak berlebihan dan tidak kekurangan. Menu seimbang yaitu menu yang terdiri dari
beranekaragam makanan dengan jumlah dan proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan
gizi seseorang guna pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta
pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier, 2001 dalam Carsita, 2011).

Gizi seimbang adalah susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman
pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan memantau berat badan secara teratur dalam rangka
mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah gizi (Peraturan Menteri Kesehatan
RI, 2014 dalam Lingga, 2015).

Pengetahuan gizi memegang peranan yang sangat penting di dalam penggunaan dan pemilihan
bahan makanan dengan baik, sehingga dapat mencapai keadaan gizi seimbang (Suhardjo, 2000
dalam Dewi, 2013).

Pengetahuan tentang gizi sangat mempengaruhi seseorang dalam memenuhi kebutuhannya.


Kedalaman dan keluasan pengetahuan tentang gizi akan menuntun seseorang dalam pemilihan jenis
makanan yang akan dikonsumsi baik dari segi kualitas, variasi, maupun cara penyajian pangan yang
diselaraskan dengan konsep pangan. Misalnya, konsep pangan yang berkaitan dengan kebutuhan
fisik, apakah makan asal kenyang atau untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Dewi, 2013).
kasus gizi buruk tertinggi untuk tahun 2013 kasus gizi buruk tertinggi terjadi di wilayah kerja
puskesmas saigon (6 kasus) dan puskesmas Kp. Dalam serta Puskesmas Tambelan Sampit masing-
masing (5 kasus). Sedangkan pada tahun 2014 kasus gizi buruk tertinggi di Puskesmas Siantan
Tengah dan Puskesmas Banjar Serasan masing-masing (5 kasus). Pada tahun 2015 kasus gizi buruk
tertinggi di puskesmas kp. Dalam (6 kasus) dan Puskesmas Telaga Biru (4 kasus). Apabila diamati
menurut kecamatan, kasus gizi buruk paling banyak terjadi di Kecamatan Pontianak Timur yaitu
pada tahun 2013 sebanyak 22 kasus dan pada tahun 2014 sebanyak 9 kasus serta tahun 2015
sebanyak 12 kasus berada Kecamatan Pontianak Timur. Pada tahun 2015 beberapa puskesmas
mengalami penurunan dan peningkatan jumlah kasus gizi buruk. Puskesmas yang mengalami
penurunan ada 7 (tujuh) Puskesmas antara lain Puskesmas Siantan Tengah, Puskesmas
Khatulistiwa, Puskesmas Banjar Serasan, Puskesmas Gang Sehat, Puskesmas Purnama, Puskesmas
Kp. Bangka, Puskesmas Perum II, Puskesmas Alianyang dan Puskesmas Karya Mulia. 5 (lima)
puskesmas berhasil mempertahankan area kerjanya bebas dari kasus gizi yaitu Puskesmas Siantan
Hulu, Puskesmas Pal III, Puskesmas Parit H Husin II, Puskesmas Siantan Pal V dan Puskesmas
Kom Yos. Untuk Puskesmas yang mengalami peningkatan kasus gizi buruk ada 7 Puskesmas yaitu
Puskesmas Banjar Serasan, Puskesmas Telaga Biru, Puskesmas Khatulistiwa, Puskesmas Siantan
Tengah, Puskesmas Perum I, Puskesmas Perum II dan Puskesmas Alianyang.

Selain banyaknya kasus yang terjadi, hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah angka kematian
akibat gizi buruk yang sangat berhubungan dengan penanganan kasus. Pada tahun 2012-2014 tidak
terjadi kasus kematian akibat gizi buruk dan pada tahun 2015 jumlah kasus kematian akibat gizi
buruk sebanyak 3 orang. Semakin cepat ditemukan serta cepat dan tepat dalam penanganan akan
semakin baik bagi pemulihan kasus gizi buruk. Faktor penting lainnya adalah keluarga penderita
gizi buruk yang perlu mendapatkan penyuluhan dan bimbingan cara menangani anak gizi buruk dan
bantuan dari pemerintah berupa PMT (Pemberian Makanan Tambahan) untuk pemulihan. Jangka
panjang adalah perbaikan ekonomi keluarga mengingat kasus gizi buruk ditemukan pada keluarga
miskin.

Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) yang menunjukkan kesehatan
masyarakat Indonesia terendah di Asia dan peringkat ke-142 dari 170 negara. Data WHO
menyebutkan angka kejadian gizi buruk dan kurang gizi pada balita 2002 masing-masing
meningkat menjadi 8,3 % dan 27,5 % ,serta pada 2005 naik lagi menjadi masing-masing 8,8 % dan
28 %. Menurut Sub Direktorat Gizi Makro Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen
Kesehatan, angka kejadian (prevalensi) gizi kurang yang terjadi di 53 kabupaten/kota di Indonesia
masih di atas 40 % dari populasi balita (Carsita, 2011).
Dari beberapa literature menyebutkan bahwa pengetahuan berpengaruh terhadap pemenuhan gizi
seimbang pada balita khususnya pengetahuan ibu. Tingginya angka kejadian gizi buruk di Indonesia
yang memasuki peringkat ke-142 dari 170 negara. Di Kalimantan Barat sendiri khususnya gizi
buruk tertinggi terjadi pada tahun 2013, sedangkan padatahun 2015 mengalami penurunan namun
terdapat kasus kematian akibat gizi buruk sebanyak 3 orang. Dari data kejadian diatas, kasus gizi
buruk perlu mendapatkan perhatian agar angka kejadian gizi buruk mengalami penurunan dan
angka kematian akibat gizi buruk tidak bertambah lagi. Maka dari itu peneliti tertarik meneliti
tingkat pengetahuan ibu dalam pemenuhan gizi seimbang dengan kejadian gizi buruk pada balita.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan di atas, masalah yang dapat dirumuskan adalah :
Apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dalam pemenuhan gizi seimbang dengan
kejadian gizi buruk pada balita? .
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah Hubungan antara tingkat pengetahuan
ibu dengan kejadian gizi buruk.
1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Diketahuinya tingkat pengetahuan ibu terhadap gizi seimbang

1.3.2.2 Diketahuinya faktor-faktor terjadinya gizi buruk


1.3.2.3 Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan ibu dalam pemenuhan gizi seimbang

dengan kejadian gizi buruk pada balita

1.4 Manfaat Penelitian

Anda mungkin juga menyukai