Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan kelenjar endokrin menimbulkan sejumlah kelainan mata yang penting.


Sejauh ini yang terpenting adalah yang disebabkan oleh gangguan kelenjar tiroid walaupun
kelainan paratiroid dan hipofisis juga menimbulkan gangguan mata yang bermakna
(Vaughan, 2016)

Penyakit Graves menunjukkan hipertiroidisme yang disebabkan oleh suatu proses


autoimun. Sebagian kecil pasien dengan penyakit Graves mengalami tanda-tanda mata yang
khas dan dikenal sebagai oftalmopati Graves atau penyakit mata tiroid. Selain tanda-tanda
hipertiroidisme, pasien mungkin memperlihatkan miksidema pratibia dan jari tabuh.
Manifestasi tersebut dapat muncul sebelum manifestasi tirotoksikosis apa pun dan bahkan
dapat terjadi pada pasien-pasien yang belum pernah mengalami kondisi hipertiroid. Kelainan
ini diperberat oleh terapi radioiodin, terutama bila pasien tersebut merokok. (Vaughan, 2016)

Graves oftalmopati lebih sering terjadi pada wanita umumnya kulit putih (rasio 5:1)
antara usia 30 sampai 50 tahun. Exophtalmus berat dan neuropati optik kompresif agak lebih
sering terjadi pada pria berusia lanjut. Hal ini menunjukkan penyakit tiroid pada perokok
relatif lebih beresiko mengalami graves oftalmopati dua kali lebih tinggi dibandingkan bukan
perokok. Alasan untuk perbedaan ini tidak diketahui, tetapi kemungkinannya adalah
penurunan imunosupresi pada perokok dapat menyebabkan peningkatan ekspresi pada proses
imun. (farida, 2016)

Tiroid terkait orbitopati bisa mendahului, bertepatan, atau mengikuti komplikasi


sistemik dari distiroidisme. Manifestasi okular dari orbitopati tiroid termasuk retraksi kelopak
mata, proptosis, kemosis, edema periorbital, dan gangguan fungsional pergerakan okular.
Dari pasien yang terkena, 20% menunjukkan morbiditas okular dari kondisi ini lebih
menyulitkan dibandingkan dengan komplikasi sistemik distiroidisme. (farida, 2016)
Gejala klinis

Pasein mungkin datang dengan keluhan nonspesifik seperti mata kering, rasa tidak
enak, atau mata menonjol. Mourits mengembangkan sistem penilaian klinis yang
menggunakan tanda dan gejala yang mencerminkan ciri-ciri utama peradangan (Tabel ). Skor
Mourits dapat digunakan untuk mengkaji perubahan aktivitas penyakit dengan berjalannya
waktu dan respons terhadap terapi. (Vaughan, 2016)

Retraksi kelopak mata merupakan gejala awal penyakit Grave, mata kelihatan
menonjol, tapi pada pemeriksaan eksoftalmometer masih dalam keadaan normal. Stadium
awal ini kemudian diikuti infiltrasi sel-sel radang pada jaringna orbita, mata mulai menonjol,
merah, ngeres, epifora dan terasa panas. (Suryani, 2006)

Apabila proptosis terus bertambah, kelopak mata tak dapat menutup dengan
sempurna, karena menjadi kering, mudah timbul ulkus kornea dan radang bola mata.
Pergerakkan bola mata terhambat, obyek yang dilihat jadi kembar. Tajam penglihatan
menurun sampai buta. (Suryani, 2006)

A. Retraksi Palperbra
Retraksi palpebra hampir selalu patognomonik untuk penyakit tiroid, terutama bila
disertai dengan eksoftalmus. Retraksi kelopak mungkin unilateral atau bilateral dan
mengenai palpebra superior dan inferior. Kelainan ini sering disertai oleh miopati
restriktif, yang mula-mula mengenai rektus inferior dan menimbulkan gangguan
elevasi mata. Patogenesis retraksi palpebra bermacam-macam termasuk hiperstimulasi
sistem saraf simpatis dan infiltrasi peradangan langsung pada otot levator. Miopati
restriktif musculus rectus inferior dapat menyebabkan retraksi palpebra akibat
peningkatan stimulasi levator sewaktu mata berusaha menatap ke atas.

Tabel 1. Sistem klasifikasi Mourits untuk menilai aktivitas penyakit dalam


Oftalmopati Graves
Nyeri Rasa nyeri dan terhimpit di belakang atau pada bola mata

Nyeri saat berusaha menatap ke atas, samping


atau ke bawah

Kemerahan Kemerahan palpebra

Kemerahan difus pada konjungtiva

Pembengkakan Kemosis

Caruncula bengkak

Edema palpebra

Bertambahnya proptosis 2 mm atau setelah 1-3 bulan

Gangguan fungsi Penurunan ketajaman penglihatan, sebaris atu lebih pada


kartu Snellen ( dengan pinhole) dalam waktu 1-3 bulan

Berkurangnya gerakan mata ke arah mana pun, sebesar 5


derajat atau lebih, dalam waktu 1-3 bulan
Sistem ini didasarkan pada tanda-tanda peradangan akut yang telah dikenal baik: nyeri
(dolor), kemerahan (rubor), edema (tumor), gangguan fungsi (funtio laesa), yang ditetapkan
oleh Celsus dan Galen di masa lalu. Untuk setiap tanda yang ada, diberikan satu angka.
Jumlah angka-angka ini menentukan nilai aktivitasnya

B. Eksoftalmus
Derajat eksoftalmus dapat sangat bervariasi. Pengukuran dengan menggunakan
eksoftalmometer Hertel atau Krahn memberi kisaran hasil dari ringan (kurang dari 24
mm) sampai berat (28 mm atau lebih). Kondisi ini biasanya asimetrik dan mungkin
unilateral. Peningkatan isi orbita yang menimbulkan eksoftalmus terjadi akibat
peningkatan masa-masa otot okular dan lemak orbita, dengan demikian secara klinis
perlu dilakukan perkiraan resistensi terhadap retropulsi bola mata secara manual. MRI
atau CT san dapat membedakannya dari eksoftalmus akibat suatu tumor orbita. MRI
menampilkan resolusi jaringan lunak dengan lebih baik, dan intensitas sinyal-sinyal
ototekstraokular dalam rangkaian short tau inversion recovery (STIR) dapat
digunakan untuk mengukur aktivitas penyakit. Pada sebagian kasus, penebalan otot-
otot okular mungkin terbatas pada otot tertentu saja, umumnya otot rektus inferior
atau rektus medialis.

Gambar 1. Oftalmopati tiroid: proptosois, edem palpebra, kemosis, oftalmoplegi, dan


kehilangan penglihatan pada penyakit mata tiroid
Gambar 2. CT scan pada penyakit mata tiroid memperlihatkan penebalan makroskopik otot-
otot ekstraokular, terutama di sekitar apeks orbita. Peningkatan tekanan intraorbita
menimbulkan kecembungan dinding orbita

C. Oftalmoplegia
Temuan yang paling sering dijumpai adalah keterbatasan gerak elevasi. Ini terutama
disebabkan oleh tertahannya musculus rectus inferior, yang dapat dipastikan dengan
adanya peningkatan tekanan intraokular yang sangat besar sewaktu pasien berusaha
melihat ke atas. Sering terjadi pembatasan ringan gerakan mata pada semua posisi
menatap. Pasien mengeluhkan diplopia, yang dapat hilang secara spontan, atau bila
berat, mungkin membutuhkan terapi kortikosteroid. Bila menetap selama 6-12 bulan,
diplopia dapat dihilangkan dengan operasi pada satu otot ekstraokular atau lebih.

Gambar 2. Kelumpuhan nervus ketiga

D. Kelainan nervus opticus dan retina


Kompresi bola mata oleh isi orbita dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular dan striae retina atau koroid. Neuropati optik yang berkaitan dengan
penyakit Graves kadang-kadang terjadi akibat penekanan atau iskemia nervus opticus
sewaktu saraf ini menyeberangi orbita yang kaku, terutama di apeks orbita.

E. Kelainan kornea
Pada sebagian pasien, dapat ditemukan keratokonjungtiva limbik superior walaupun
hal ini tidak spesifik untuk penyakit tiroid. Pada eksoftalmus yang parah, dapat terjadi
pemajanan dan ulserasi kornea.

Pemeriksaan klinis
Tanda pada pemeriksaan klinis diklasifikasikan menurut Werner dan telah diterima
oleh The American Thyroid Association yang disingkat sebagai NOSPECS
Klas 0 : tidak terdapat tanda maupun gejala (No physical sign or symptoms).
Klas 1 : hanya terdapat tanda retraksi kelopak mata atas, mata membelalak dan lid lag
(Only sign Upperlid retracion, stare and lid lag)
Klas 2 : mengenai jaringan lunak (Soft tissue involvement)
Klas 3 : proptosis
Klas 4 : mengenai otot luar bola mata (Extra ocular muscle involvement)
Klas 5 : mengenai kornea (Corneal involvement)
Klas 6 : hilangnya penglihatan karena terkenanya saraf optik (Sign loss due to optic
nerve involvement)

Klasifikasi ini sangat membantu di dalam komunikasi yang lebih baik pada
penanganan penyakit Grave dan dipakai sebagai dasar dari pengobatannya. Retraksi
kelopak mata merupakan tanda permulaan dan yang terpenting dalam menegakkan
diagnosis klinis karena tanda ini terdapat 94% Oftalmopati Grave. Status hormonal
oftalmopati Grave dapat hipertiroid 80%, eutiroid 10% dan hipotiroid 10%. (Suryani,
2006)

Pemeriksaan penunjang
Ultrasonografi (USG)
Gambaran yang khas adalah pembengkakan jaringan lunak orbita dengan akustik yang
normal. Penebalan jaringan lunak ini yang terpenting dilihat adanya penebalan dari
otot luar bola mata.
Computed Tomography Scanning (CT Scan)
Dapat dilihat 4 tanda kardinal dari kelainan pada orbita yaitu proptosis, penebalan otot
bolamata, penebalan saraf optik dan prolap septum orbitalis ke arah anterior karena
hipertrofi jaringan lemak dan atau penebalan otot.

Penatalaksanaan
Terapi diberikan lokal maupun sistemik, tergantung dari berat-ringannya kelainan
mata (Suryani, 2006) :
1. Stadium awal kelainan retraksi kelopak mata, dapat diberikan:
Guanethidine tetes mata 5%-10% 4 kali sehari
Kelopak diplester waktu tidur
2. Retraksi kelopak mata disertai mata merah, lakrimasi, ngeres, fotofobi, diberikan:
Kompres dingin waktu pagi
Tidur dengan bantal tinggi
Air mata buatan
Kaca mata hitam
Diuretik
3. Bila proses bertambah berat, sehingga mata sukar menutup dengan sempurna,
pergerkaan bola mata terhambat dan terlihat adanya ancaman terjadinya ulkus
kornea dari gangguan visus, diberikan:
Prednison 40-80 mg/hari
Methyl prednisolone acetat 16-24 mg diberikan retrobulber
4. Kasus yang hebat dilakukan tindakan:
Dekompresi

Diagnosis banding
Bila proptosis terjadi bilateral dan disertai retraksi kelopak mata atas, lid lag dan
hambatan pergerakkan bola mata ke arah atas maka praktis tidak terdapat kesukaran
dalam menegakkan diagnosis Oftalmopati Grave walaupun tiroksikosis tidak
ditemukan. Lain halnya proptosis terdapat pada satu sisi atau asimetris pada status
eutiroid. Pada keadaan ini lebih sulit untuk menegakkan diagnosis oftalmopati Grave
perlu disingkirkan penyebabnya proptosis lainnya seperti tumor orbita, selulitis orbita
dan fistula karotis sinus kavernosus (Suryani, 2006)

Anda mungkin juga menyukai