Anda di halaman 1dari 16

2.

1 Definisi
Hipertensi (HT), juga diketahui sebagai kenaikan tekanan darah, yang terjadi pada
jutaan manusia. Hipertensi didefinisikan dengan tekanan darah 140/90 mmHg. sasen jj,who

2.2 Epidemiologi
Sekitar 77,9 juta orang dewasa di Amerika (1 dri 3 orang) dan 970 juta orang di dunia
terkana Hipertensi. Di-estimasikan pada tahun 2025, 1,56 miliar orang di dunia akan hidup
dengan Hipertensi. Pada umumnya sama pada pria dan wanita, tapi dibedakan berdasarkan
umur, yaitu pada usia <45 tahun, hipertensi lebih sering terjadi pada pria daripada wanita
sementara pada usia 65 tahun, hipertensi lebih sering terjadi pada wanita daripada pria.cdc,mayo

2.3 Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada
kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau hipertensi
primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok
lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal
sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun
eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-
pasien ini dapat disembuhkan secara potensial. sasen jj,sasen j,mayo
2.3.1
Hipertensi primer (essensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial
(hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan 95%
dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk
terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas
menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi sering turun temurun
dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik
memegang peranan penting pada patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila
ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik
mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial. Banyak karakteristik
genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga di
dokumentasikan adanya mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein
urine, pelepasan nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan
angiotensinogen. sasen jj,sasen j,cdc
2.3.2 Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah (lihat tabel
1). Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit
renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik
secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat
hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat dilihat pada tabel 1.
Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat
yang bersangkutan atau mengobati / mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya
sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi sekunder. sasen jj,sasen j,cdc

Penyakit Obat
1. Penyakit ginjal 1. Kortikosteroid, ACTH
2. Tumor kelenjar adrenal 2. Kontrasepsi
3. Penyakit thyroid 3. NSAID, cox-2 inhibitor
4. Kelainan bawaan pembuluh 4. Decongestant
darah 5. Cocaine
5. Penggunaan alkohol 6. Amphetamin
6. Obstructive sleep apnea 7. Makanan (tinggi sodium,
kaleng)
8. Alkohol
Tabel 1. Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi.sasen jj,sasen j,cdc

2.4 Fisiologi Regulasi Tekanan Darah


Tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu curah jantung (cardiac output)
dan resistensi vascular perifer (peripheral vascular resistance). Curah jantung merupakan
hasil kali antara frekuensi denyut jantung dengan isi sekuncup (stroke volume), sedangkan isi
sekuncup ditentukan oleh aliran balik vena (venous return) dan kekuatan kontraksi miokard.
Resistensi perifer ditentukan oleh tonus otot polos pembuluh darah, elastisitas pembuluh
darah dan viskositas darah. Semua parameter tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain: system saraf simpatis dan parasimpatis, system rennin-angiotensin- aldosteron
(SRAA) dan faktor lokal berupa bahan-bahan vasoaktif yang diproduksi oleh sel endotel
pembuluh darah. nafrialdi
Sistem saraf simpatis bersifat presif yaitu meningkatkan tekanan darah dengan
meningkatkan frekuensi denyut jantung, memperkuat kontraktilitas miokard, dan
meningkatkan resistensi pembuluh darah. Sistem parasimpatis justru kebalikannya yaitu
bersifat defresif. Apabila terangsang, maka akan menurunkan tekanan darah karena
menurunkan frekuensi denyut jantung. SRAA juga bersifat presif karena dapat memicu
pengeluaran angiotensin II yang memiliki efek vasokonstriksi pembuluh darah dan aldosteron
yang menyebabkan retensi air dan natrum di ginjal sehingga meningkatkan volume darah.
nafrialdi

Sel endotel pembuluh darah juga memegang peranan penting dalam terjadinya
hipertensi. Sel endotel pembuluh darah memproduksi berbagai bahan vasoaktif yang
sebagiannya bersifat vasokonstriktor seperti endotelin, tromboksan A2 dan angiotensin II
local. Sebagian lagi bersifat vasodilator seperti endothelium-derived relaxing factor (EDRF),
yang dikenal juga sebagai nitrit oxide (NO) dan prostasiklin (PGI2). Selain itu jantung
terutama atrium kanan memproduksi hormone yang disebut atriopeptin (atrial natriuretic
peptide, ANP) yang cenderung bersifat diuretic, natriuretik dan vasodilator yang cenderung
menurunkan tekanan darah. nafrialdi

2.5 Sistem Renin Angiotensin Aldosteron

Peranan renin-angiotensin sangat penting pada hipertensi renal atau yang disebabkan
karena gangguan pada ginjal. Apabila bila terjadi gangguan aliran sirkulasi darah pada ginjal,
maka ginjal akan banyak mensekresikan sejumlah besar renin. Menurut Guyton dan Hall
(1997), renin adalah enzim dengan protein kecil yang dilepaskan oleh ginjal bila tekanan
arteri turun sangat rendah. Menurut Klabunde (2007) pengeluaran renin dapat disebabkan
aktivasi saraf simpatis (pengaktifannya melalui 1-adrenoceptor), penurunan tekanan arteri
ginjal (disebabkan oleh penurunan tekanan sistemik atau stenosis arteri ginjal), dan
penurunan asupan garam ke tubulus distal. nafrialdi
Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu angiotensinogen untuk
melepaskan angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang ringan,
selanjutnya akan diaktifkan angiotensin II oleh suatu enzim, yaitu enzim pengubah, yang
terdapat di endotelium pembuluh paru yang disebut Angiotensin Converting Enzyme (ACE).
Angiotensin II adalah vasokonstriktor yang sangat kuat, dan memiliki efek-efek lain yang
juga mempengaruhi sirkulasi. Angiotensin II menetap dalam darah hanya selama 1 atau 2
menit karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim darah dan
jaringan yang secara bersama-sama disebut angiotensinase Selama angiotensin II ada dalam
darah, maka angiotensin II mempunyai dua pengaruh utama yang dapat meningkatkan
tekanan arteri. Pengaruh yang pertama, yaitu vasokontriksi, timbul dengan cepat.
Vasokonstriksi terjadi terutama pada arteriol dan sedikit lebih lemah pada vena. Konstriksi
pada arteriol akan meningkatkan tahanan perifer, akibatnya akan meningkatkan tekanan
arteri. Konstriksi ringan pada vena-vena juga akan meningkatkan aliran balik darah vena ke
jantung, sehingga membantu pompa jantung untuk melawan kenaikan tekanan. nafrialdi
Cara utama kedua dimana angiotensin meningkatkan tekanan arteri adalah dengan
bekerja pada ginjal untuk menurunkan eksresi garam dan air. Ketika tekanan darah atau
volume darah dalam arteriola eferen turun ( kadang-kadang sebagai akibat dari penurunan
asupan garam), enzim renin mengawali reaksi kimia yang mengubah protein plasma yang
disebut angiotensinogen menjadi peptida yang disebut angiotensin II. Angiotensin II
berfungsi sebagai hormon yang meningkatkan tekanan darah dan volume darah dalam
beberapa cara. Sebagai contoh, angiotensin II menaikan tekanan dengan cara menyempitkan
arteriola, menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler ginjal. Angiotensin II
merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali NaCl dan air. Hal tersebut
akan jumlah mengurangi garam dan air yang diekskresikan dalam urin dan akibatnya adalah
peningkatan volume darah dan tekanan darah. Pengaruh lain angiotensin II adalah
perangsangan kelenjar adrenal, yaitu organ yang terletak diatas ginjal, yang membebaskan
hormon aldosteron. Hormon aldosteron bekerja pada tubula distal nefron, yang membuat
tubula tersebut menyerap kembali lebih banyak ion natrium (Na+) dan air, serta
meningkatkan volume dan tekanan darah. Hal tersebut akan memperlambat kenaikan voume
cairan ekstraseluler yang kemudian meningkatkan tekanan arteri selama berjam-jam dan
berhari-hari. Efek jangka panjang ini bekerja melalui mekanisme volume cairan ekstraseluler,
bahkan lebih kuat daripada mekanisme vasokonstriksi akut yang akhirnya mengembalikan
tekanan arteri ke nilai normal. nafrialdi

2.6 Kriteria
Menurut The Eighth of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 8) klasifikasi tekanan darah pada
orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, pre hipertensi, hipertensi derajat 1, dan
hipertensi derajat 2. sasen jj,sasen j
Klasifikasi Tekanan Darah pada Dewasa (18 tahun)
Klasifikasi Tekanan TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Darah
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-90
Hipertensi derajat 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi derajat 2 160 Atau 100

2.7 Faktor Resiko


Banyak Faktor resiko yang meningkatkan resiko seseorang untuk terkena hipertensi
meliputi kondisi kesehatan, gaya hidup, riwayat keluarga. Beberapa faktor seperti riwayat
kelurga tidak dapat dikontrol. Tetapi faktor resiko seperti aktivitas fisik dan diet dapat
dikontrol untuk menurunkan perkembangan dari penyakit hipertensi. sasen jj,mayo

2.8 Patogenesis Hipertensi


Beberapa faktor yang mengontrol tekanan darah dapat menyebabkan hipertensi
primer. Dua faktor utama yaitu, masalah pada hormonal (hormon natriuretik, sistem-renin-
angiotensin-aldosteron (RAAS)) mekanisme atau gangguan elektrolit (natrium, klorida,
kalium). hormon natriuretik menyebabkan peningkatan konsentrasi natrium dalam sel yang
menyebabkan peningkatan tekanan darah. RAAS mengatur natrium, kalium, dan volume
darah, yang pada akhirnya akan mengatur tekanan darah di arteri (pembuluh darah yang
membawa darah dari jantung). Dua hormon yang terlibat dalam sistem RAAS termasuk
angiotensin II dan aldosteron. Angiotensin II menyebabkan penyempitan pembuluh darah,
meningkatkan pelepasan bahan kimia yang meningkatkan tekanan darah, dan meningkatkan
produksi aldosteron. Penyempitan pembuluh darah meningkatkan tekanan darah (ruang
kurang, jumlah yang sama dari darah), yang juga menempatkan tekanan pada jantung.
Aldosteron menyebabkan natrium dan air tinggal dalam darah. Akibatnya, ada volume yang
lebih besar darah, yang akan meningkatkan tekanan pada jantung dan meningkatkan tekanan
sasen jj,sasen j
darah. Tekanan darah arteri adalah tekanan dalam pembuluh darah, khususnya
dinding arteri. diukur dalam milimeter air raksa (mmHg). Dua nilai tekanan darah arteri
adalah tekanan darah sistolik (SBP) dan tekanan darah diastolik (DBP). SBP adalah puncak
(tertinggi) nilai yang dicapai saat jantung berkontraksi. DBP dicapai saat jantung beristirahat
(tekanan terendah) dan bilik jantung mengisi dengan blood. sasen jj,sasen j

Endotelium
Exces Reduce stress Genetic obesity
derived
sodium nephrone alteration
factors
intake number

Renal Decreased Sympathetic Renin - Cell Hyper


sodium Filtration nervous angiotensin membrane insulinemia
retentio surface overactivity excess alteration

Fluid Venous
volume constiction

Preload Contractability Functional Structural


constriction hypertrophy

BLOOD PRESURE = CARDIAC OUTPUT X PERIPHERAL RESISTANCE


Hypertension = Increased CO And/or Increased PR

Autoregulation

2.9 Manifestasi Klinis


Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala walaupun secara
tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan
darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing,
wajah kemerahan, dan kelelahan yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi maupun
pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
Sakit kepala
Kelelahan
Mual-muntah
Sesak napas
Gelisah
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,
jantung, dan ginjal
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma
karena terjadi pembengkakan otak disebut ensefalopati hipertensif yang memerlukan
penanganan segera. yogiantoro

2.10 Diagnosis
2.10.1 Anamnesis
Anamnesis yang perlu ditanyakan kepada seorang penderita hipertensi meliputi:
a. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
b. Indikasi adanya hipertensi sekunder
Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih hematuri, pemakaian oba-
obatan analgesic dan obat/ bahan lain.
Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan palpitasi (feokromositoma).
c. Faktor-faktor resiko (riwayat hipertensi/ kardiovaskular pada pasien atau
keluarga pasien, riwayat hiperlipidemia, riwayat diabetes mellitus, kebiasaan
merokok, pola makan, kegemukan, insentitas olahraga)
d. Gejala kerusakan organ
Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient
ischemic attacks, defisit neurologis
Jantung: Palpitasi,nyeri dada, sesak, bengkak di kaki
Ginjal: Poliuria, nokturia, hematuria
e. Riwayat pengobatan antihipertensi sebelumnya

2.10.2 Pemeriksaan Fisik


a. Memeriksa tekanan darah
Pengukuran rutin di kamar periksa
- Pasien diminta duduk dikursi setelah beristirahat selam 5 menit, kaki di
lantai dan lengan setinggi jantung
- Pemilihan manset sesuai ukuran lengan pasien (dewasa: panjang 12-
13, lebar 35 cm)
- Stetoskop diletakkan di tempat yang tepat (fossa cubiti tepat diatas
arteri brachialis)
- Lakukan penngukuran sistolik dan diastolic dengan menggunakan
suara Korotkoff fase I dan V
- Pengukuran dilakukan 2x dengan jarak 1-5 menit, boleh diulang kalau
pemeriksaan pertama dan kedua bedanya terlalu jauh.
Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-ABPM)
- Hipertensi borderline atau yang bersifat episodic
- Hipertensi office atau white coat
- Hipertensi sekunder
- Sebagai pedoman dalam pemilihan jenis obat antihipertensi
- Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan antihipertensi
Pengukuran sendiri oleh pasien
b. Evaluasi penyakit penyerta kerusakan organ target serta kemungkinan
hipertensi sekunder
Umumnya untuk penegakkan diagnosis hipertensi diperlukan pengukuran
tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah < 160/100
mmHg.

2.10.3 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:
Tes darah rutin (hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit)
Urinalisis terutama untuk deteksi adanya darah, protein, gula
Profil lipid (total kolesterol (kolesterol total serum, HDL serum, LDL serum,
trigliserida serum)
Elektrolit (kalium)
Fungsi ginjal (Ureum dan kreatinin)
Asam urat (serum)
Gula darah (sewaktu/ puasa dengan 2 jam PP)
Elektrokardiografi (EKG)
Beberapa anjurantest lainnya seperti:
Ekokardiografi jika diduga adanya kerusakan organ sasaran seperti adanya LVH
Plasma rennin activity (PRA), aldosteron, katekolamin urin
Ultrasonografi pembuluh darah besar (karotis dan femoral)
Ultrasonografi ginjal jika diduga adanya kelainan ginjal
Pemeriksaaan neurologis untuk mengetahui kerusakan pada otak
Funduskopi untuk mengetahui kerusakan pada mata
Mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin urin
Foto thorax. nafrialdi
Gambaran kardiomegali dengan hipertensi
pulmonal

2.11 Penatalaksanaan
Algoritma
9 rekomendasi pada JNC 8:
1. Rekomendasi
Dalam populasi umum berusia 60 tahun , memulai pengobatan farmakologis untuk
menurunkan tekanan darah ( BP) pada tekanan darah sistolik ( SBP ) 150 mm Hg
atau tekanan darah diastolik ( DBP ) 90 mm Hg dan mengobati gol SBP < 150 mm
Hg dan tujuan DBP < 90 mm Hg . Pada usia > 60 tahun farmakologinya TD .150/90
mmhg apabila diberikan pengobatan dan TD nya <140/90 mmhg dan tidak ada terkait
dengan efek buruk dengan kesehatannya pengobatan tidak perlu disesuaikan, jadi
penurunan diastol <140 tidak memberikan manfaat tambahan dengan sistol tujuan
yang lebih tinggi seperti 140-159.

2. Rekomendasi 2
Dalam populasi umum < 60 tahun , memulai pengobatan farmakologis untuk
menurunkan BP di DBP 90 mm Hg dan mengobati gol DBP < 90 mmHg. Untuk
usia 30-59 tahun,Untuk usia 18-29 tahun Bedasarkan bukti penelitian berkualitas
tinggi dari 5 pecobaan TD diastol hipertensi,stroke peningkatan hasil kesehatan orang
dewasa umur 30-59 dengan TD diastol <90 mmHg memberkan efek yang baik. Dan
apabila TD sistolnya > 140 mmHg dilakukan pengobatan.
3. Rekomendasi 3
Dalam populasi umum < 60 tahun , memulai pengobatan farmakologis untuk
menurunkan TD Siastol 140 mm Hg dan target sasaran yang harus di capai TD
siastolnya < 140 mmHg. Target pengobatan TD sistolnya <140 direkomendasikan
pada orang dewasa dengan DM dan penyakit gagal ginjal kronik (CKD).

4. Pada pasien berusia 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik, mulai terapi
farmakologi pada TD sistolik 140 mmHg atau TD diastolik 90 mmHg dan terapi
hingga TD sistolik tujuan <140 mmHg dan tekanan darah diastolik tujuan <90 mmHg.
Umur <70 tahun dengan GFR <60ml /min/1.73m2 dan pada orang segala usia dengan
albuminuria dan kreatinin. Jadi bedasarkan 15-17 orang RCT (orang yang terkontrol
hipertensinya dalam penelitian) dengan usia <70 tahun dengan CKD memberikan
manfaat dalam memperlambat perkembangan penyakit ginjal.

5. Pada pasien berusia 18 tahun dengan diabetes, mulai terapi farmakologi pada TD
sistolik 140 mmHg atau TD diastolik 90 mmHg dan terapi hingga TD sistolik
tujuan <140 mmHg dan TD diastolik tujuan <90 mmHg. Bukti bedasarkan pendapat
ahli dari 18-21 dari pertanyaan 2 tujuan bahwa dengan TD sistolnya <150 mmHg
meningkatkan hasil kesehatan pada orang dewasa pada diabetes.

6. Pada populasi non-kulit hitam secara umum, termasuk yang mempunyai diabetes,
terapi antihipertensi awal harus meliputi diuretik jenis thiazide, CCB, ACE inhibitor,
atau ARB. Rekomendasi ini berbeda dengan JNC 7 di mana merekomendasikan
diuretik jenis thiazide sebagai terapi awal untuk sebagian besar pasien. Dan masing-
masing dari 4 golongan obat pengobatan dengan thiazid lebih efekstif daripada CCB
dan ACEI, ACEI leih efektif dari CCB dalam meningkatkan hasil gagal jantung, tidak
merekomendasikan beta bloker pada awal hipertensi karena meningkatkan hasil
tingkat lebih tinggi kematian kardiovaskular infark miokard dan stroke dibandingkan
ARB, alfa bloker tidak dianjurkan pengobatan pada lini pertama karena dalam study
awal pengobatan dengan alfa bloker menghasilkan serebrocaskular yang buruk gagal
jantung dan kardiovaskular dengan kombinasi gabungan diuretik, obat-obat yang
tidak boleh diberikan pada lini pertama ganda 1 - + - blocking agen ( misalnya ,
carvedilol ), - blockers ( misalnya , nebivolol ), agonis 2 - adrenergik sentral
( misalnya , clonidine ), vasodilator langsung (misalnya , hydralazine ) vasodilator
langsung (misalnya , hydralazine ), antagonis reseptor aldosteron ( misalnya
spironolactone ) , agen adrenergik depleting neuronal ( reserpin ) , dan diuretik loop
( misalnya furosemid.

7. Pada populasi kulit hitam secara umum, termasuk yang mempunyai diabetes, terapi
antihipertensi awal harus meliputi diuretik jenis thiazide atau CCB (untuk populasi
kulit hitam secara umum. Thiazid lebih terbukti efektif untuk mencegah
meningkatkan serebrovaskular,gagal jantung,kardiovaskular dibanding ACEI. Dan
CCB lbih efektif daripada ACEI karena ACEI kurang efektif pada orang kulit hitam.

8. Pada populasi berusia 18 tahun dengan penyakit ginjal kronik CKD terapi
antihipertensi harus meliputi ACE inhibitor atau ARB untuk memperbaiki fungsi
ginjal. Hal ini diaplikasikan pada semua pasien CKD dengan hipertensi tanpa
memperhatikan ras atau status diabetes. Penggunaan ACEI atau ARB umumnya akan
meningkatkan kreatinin serum dan dapat menghasilkan efek metabolik lain seperti
hiperkalemia , terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal . Meskipun
peningkatan kreatinin atau tingkat kalium tidak selalu memerlukan penyesuaian
pengobatan , penggunaan inhibitor sistem renin-angiotensin pada populasi CKD
memerlukan pemantauan elektrolit dan kadar kreatinin serum , dan dalam beberapa
kasus , mungkin memerlukan pengurangan dosis atau penghentian. Tidak ada bukti
untuk mendukung ARB dan ACEI dengan usia > 75 tahun dengan CKD dan hipertensi
tetapi masih tetap bermanfaat apabila dikombinasi dengan tiazid atau CCB.

9. Tujuan utama terapi hipertensi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan darah
tujuan. Jika tekanan darah tujuan tidak tercapai dalam 1 bulan terapi, tingkatkan dosis
obat awal atau tambahkan dengan obat kedua dari salah satu golongan obat dalam
rekomendasi no.6 (diuretik jenis thiazide, CCB, ACE inhibitor, atau ARB). Dokter
harus terus menilai tekanan darah dan menyesuaikan regimen terapi hingga tekanan
darah tujuan tercapai. Jika tekanan darah tujuan tidak dapat tercapai dengan 2 obat,
tambahkan dan titrasi obat ketiga dari daftar yang diberikan. Jangan gunakan ACE
inhibitor dan ARB bersamaan pada pasien yang sama. Dan rekomendasi ini
bedasarkan algoritma.
2.12 Obat hipertensi dan penyakit yang berhubungan dengan hipertensi

2.13 Dosis Obat Hipertensi JNC 8


Inisial Dosis Target Jumlah
Obat Antihipertensi
Dosis Harian, mg RCT, mg Obat / Hari
ACE inhibitors
1. Captopril 50 150-200 2
2. Enalapril 5 20 1-2
3. Lisinopril 10 40 1
Angiostensi receptor blockers (ARB)
1. Eprosartan 400 600-800 1-2
2. Candesartan 4 12-32 1
3. Losartan 50 100 1-2
4. Valsartan 40-80 160-320 1
5. Irbesartan 75 300 1
-Blockers
1. Atenolol 25-50 100 1
2. Metoprolol 50 100-200 1-2
Calcium Channel Blockers
1. Amlodipine 2,5 10 1
2. Diltiazem extended 120-180 360 1
release
3. Nitredipine 10 20 1-2
Thiazide-type diuretics
1. Bendroflumethiazide 5 10 1
2. Chlorthalidone 12,5 12,5-25 1
3. Hydrochlorothiazide 12,5-25 25-100 1-2
4. Indapamide 1,25 1,25-2,5 1
2.14 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi antara lain:
a. Otak : Stroke
b. Jantung : Aterosklerosis, penyakit jantung koroner, gagal jantung
c. Mata : Kebutaan (pecahnya pembuluh darah pada mata)
d. Paru-paru : Edema paru
e. Ginjal : Penyakit ginjal kronik
f. Sistemik :Penyakit arteri perifer atau penyakit oklusi arteri perifer

2.15 Prognosis
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat. Terapi
dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi biasanya dapat
menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada
jantung atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi adalah
mendeteksi dan mengobati sebelum kerusakan terjadi.yogi

2.16 Perbedaan antara JNC 7 dan JNC 8

Topik JNC 7 JNC 8


Metodologi Literatur review yang tidak Critical questions dan review criteria
sistematis dari para ahli (expert didefiniskan oleh para ahli dari berbagai
committee) termasuk batasan instansi penelitian (expert panel) dan
dari desain penelitiannya. digabungkan oleh team metodologi.
Tinjauan sistematis awal dilakukan oleh
ahli metodologi terbatas pada RCT
evidance
Peninjauan kembali dari RCT evidance
dan rekomendasi dari setiap panel akan
disesuaikan dengan protokol standart
yang berlaku.
Definisi Menetapkan hipertensi ke dalam Tidak menetapkan prehipertensi dan
kriteria pre-hipertensi dan hipertensi namun lebih menetapkan
hipertensi thresholds pemberian terapi farmakologi
Tujuan terapi Menetapkan tujuan terapi secara Menetapkan tujuan terapi yang sama
terpisah yaitu untuk terapi untuk semua populasi kecuali jika
hipertensi tanpa komplikasi dan terdapat bukti yang kuat untuk
hipertensi disertai dengan menerapkan terapi yang berbeda pada
penyakit komorbid subpopulasi tertentu
Rekomendasi Rekomendasi yang diberikan Rekomendasi yang diberikan berdasarkan
Gaya Hidup berdasarkan literature review dan pada rekomendasi yang telah didukung
pendapat ahli sejumlah bukti penelitian dari Lifestyle
Work Group
Terapi Merekomendasikan 5 kelas obat Rekomendasi berupa pilihan obat yang
farmakologi yang dapat dipertimbangkan terdiri dari 4 kelas obat antihipertensi
dalam terapi awal tetapi terapi spesifik (ACEI atau ARB, CCB atau
yang paling direkomendasikan diuretik), dan dosis obat berdasarkan
untuk hipertensi tanpa penelitian RCT.
komplikasi adalah thiazide-obat Rekomendasi obat untuk kondisi ras
type diuretik dibandingkan kelas tertentu, CKD dan DM berdasarkan bukti
obat yang lain. penelitian RCT
Beberapa terapi hipertensi yang Panel terapi obat yang dibuat dalam tabel
spesifik di indikasikan khusus merupakan hasil dari clinical trial pada
pada hipertensi dengan penderita hipertensi dan sudah terbuti
komplikasi seperti DM, CKD, memiliki efikasi dan efektivitasnya
gagal jantung, myocardial
infraction, stroke, dan resiko
tinggi CVD(termasuk tabel
komprehensif yang terdiri dari
nama obat dan ukuran dosis obat
yang biasa digunakan)
Ruang lingkup Menunjukan kepada berbagai Ulasan bukti RCT ditujukan untuk
topic yang masalah yaitu metode menjawab beberapa pertanyaan yang
dibahas pengukuran tekanan darah, menjadi perioritas utama panel
komponen evaluasi pasien,
hipertensi sekunder, kepatuhan
terhadap regimen, resistent
hipertensi, dan hipertensi pada
populasi khusus, berdasarkan
literature review dan pendapat
ahli.

Saseen JJ, MacLaughlin. Hypetension. In: DiPiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, ells
BG, Posey LM, editors. Pharmacotherapy: A pathophysiologic approach. 9th ed. New York:
McGraw-Hill Medical; c2014. Chapter 3.

World Heart Federation:Hypertension [Internet]. World Heart Federation;c2015 [updated


2015,cited 2016 November 03];Available from: http://www.world-heart-
federation.org/cardiovascular-health/cardiovascular-disease-fiskfactors/hypertensionHTN

CDC: high blood pressure [Internet]. Centers for Disease Control and Prevention;c2015.
[updated 2014 Oct 29, cited 2016 Nov 04]. Available from:
http://www.cdc.gov/bloodpressure/index.htm

Mayo clinic: high blood pressure (HTN) [Internet]. Mayo Foundation for Medical Education
and Research;c2001-2015. [updated 2014 Sept 5, cited 2016 Nov 03]; [about 6 screens].
Available from: http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/high-blood-
pressure/basics/definition/con-20019580

Saseen J. Essential hypertension. In: Alldredge BK, Corelli RL, Ernst ME, Guglielmo BJ,
Jacobson PA, Kradjan WA, Williams BR, editors. Koda-Kimble and Youngs Applied
Therapeutics: The Clinical Use of Drugs. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; c2013. Chapter 14.

Nafrialdi. Antihipertensi. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: FKUI; 2007.p. 341-
60Ganiswarna, S. G. (2003). Famakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian Farmakologi FK-UI.
Yogiantoro M. Hipertensi Esensial. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiatii S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing;
2009.p. 1079-85

James PA, Ortiz E, et al. 2014 evidence-based guideline for the management of high blood
pressure in adults: (JNC8). JAMA. 2014 Feb 5;311(5):507-20

Anda mungkin juga menyukai