Anda di halaman 1dari 30

Laporan Skenario 1

Kelompok Tutorial 2

Dosen Pembimbing :
dr. Alamsyah
OKTAVIA SULISTIANA G1A108082

EFFENCIOSA PUTRI YANRA G1A109002

ANITA RAHAYU WIJAYANTI G1A109009

ZIKRI HAKIM G1A109075

NOVIA OKTIANTI G1A109077

FERDIAN MEI SANDRA G1A109079

M ERLANGGA SUDINA G1A111O16

EDWINA FIDELIA K G1A111O17

CAROLIN TIARA L I G1A111O18

RIPKA HAULIAN SITINJAK G1A111O19

MARISHA CHRISTIN G1A111O20

ANGGI JUNITA ENDAMIA G1A111O72

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

2012/2013
SKENARIO 1

Jupe, 15 tahun bersama ayahnya datang ke klinik KASIH IBU dengan keluhan sesak nafas hebat
sejak satu jam yang lalu disertai bunyi nafas menciut dan batuk berdahak berwarna jernih. Jupe memiliki
riwayat sesak nafas sebelumnya, sesak timbul bila ia terkena debu dan bila cuaca dingin. Dalam seminggu
ini sudah tiga kali Jupe mengalami sesak nafas. Setiba di UGD dan melakukan pemeriksaan, dokter
memberikan oksigen dan nebulisasi ventolin, dan setelah di observasi sesak Jupe berkurang. Jupe tinggal
bersama ayah, ibu dan adiknya. Ayah Jupe, berumur 55 tahun sering berobat ke Poliklinik paru karena
mengalami sesak nafas dengan bunyi menciut. Ayah Jupe adalah seorang perokok berat dengan Indeks
Brinkman sedang. Ia memiliki bentuk dada Barrel Chest dan Purshed-Lips Breathing.

Dari pemeriksaan tanda vital ditemukan kondisi umum tampak sesak dan gelisah. TD : 130/90,
nadi 109 x/menit, Nafas 30x/menit, suhu 37,30C,. Pemeriksaan fisik thoraks tampak pergerakan dada
simetris dan penggunaan otot pernafasan tambahan (+), fremitus normal, perkusi sonor, dan suara nafas
bronkhovesikuler disertai wheezing di kedua lapangan paru dan ekspirasi memanjang. Karena sesaknya
berkurang, Jupe boleh pulang dan harus melakukan rawat jalan untuk dilakukan pemeriksaan spirometri
dan peak flow meter. Ayah Jupe bertanya pada dokter apakah penyakit anaknya ini sama dengan
penyakitnya dan bagaimana pengobatan Jupe?

I. KLARIFIKASI ISTILAH
a. Sesak nafas
Keadaan dimana frekuensi pernafasan cepat dan disertai rasa nyeri bernafas untuk
meningkatkan upaya pernafasan, >24 kali/menit.
b. Batuk
Mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda asing dari saluran nafas.
c. Indeks Brinkman
Perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam
tahun.
d. Barrel Chest
Bentuk dada dikarenakan hiperinflasi atau terjebaknya udara dalam saluran nafas karena
menyempitnya lumen bronkus paru.
e. Pursed-Lips Breathing
Cara bernafas dengan menggunakan mulut sehingga bentuk mulut mengkerut.
f. Fremitus
Getaran pada dinding dada yang dapat teraba yang dihantarkan melalui fonasi laring.
g. Nebulisasi Ventolin
Preparat untuk obat batuk inhalasi yang dimasukkan dala nebulizer untuk dibuat sebagai
partikel yang dihirup
h. Wheezing
Bunyi kontinu yang seerti bersiul dengan nada tinggi akibat udara yang mengalir melalu
jalan nafas yang sempit
i. Spirometri
Alat pengukur fungsi kapasitas vital paru.
j. Peak Flow meter
Alat yang digunakan unutk mengukur kecepatan aliran nafas terutama pada pasien asma.
k. Bronkovesikular
Suara paru yang hampir sama dengan suara vesicular tapi sedikit lebih panjang, lebih tinggi
dan lebih keras terdengar pada saat ekpirasi dibandingkan inspirasi
l. Dahak
Sekret atau mucus yang dikeluarkan secara berlebihan oleh sel goblet yang menghambat
jalan nafas.

II. IDENTIFIKASI MASALAH


1. Bagaimana anatomi, histology dan fisiologi sistem respiratorius?
2. Bagaimana mekanisme sesak nafas hebat sejak 1 jam yang lalu yang dialami Jupe?
3. Bagaimana mekanisme bunyi nafas yang menciut yang dialami Jupe?
4. Bagaimana mekanisme batuk berdahak berwarna jernih yang dialami Jupe?
5. Apakah ada hubungan antara umur dan keluhan yang dialami Jupe?
6. Apa saja faktor penyebab/pencetus sesak nafas?
7. Apa hubungan sesaj nafas Jupe dengan ia terkena debu dan cuaca dingin?
8. Apa makna klinis dari sesak nafas selama 3 kali seminggu?
9. Bagaimana penatalaksanaan pasien sesak nafas di UGD?
10. Mengapa setelah pemberian oksigen dan Nebulisasi ventolin, Jupe merasakan sesak nafasnya
berkurang?
11. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari nebulisasi ventolin?
12. Bagaimana indikasi dan kontra indikasi dari pemberiak oksigen?
13. Apakah hubungan ayah Jupe yang perokok berat dan Indeks Brinkman sedang dengan
keluhan yang dialami anaknya sekarang?
14. Apa yang dimaksud dengan Indeks Brinkman dan bagaimana menentukan derajat Brinkman?
15. Apa yang menyebabkan terbentuknya dada Barrel Chest?
16. Apa yang menyebabkan terbentuknya Pursed- Lips Breathing?
17. Apa interpretasi serta makna klinis dari hasil tanda vital dan pemeriksaan fisik Jupe?
18. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan spirometri dan peak flow meter?
19. Sebutkan jenis-jenis suara nafas ?
20. Apa diagnosis diferential dari penyakit yang dialami Jupe?
21. Bagaimana alur diagnosis dari penyakit yang dialami Jupe?
22. Apa yang terjadi pada Jupe?
23. Bagaimana definisi, epidemiologi, etiologi, manifestasi klinik, klasifikasi, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan dari penyakit yang dialami Jupe?

III. ANALISIS MASALAH

1. Bagaimana anatomi, histology dan fisiologi sistem respiratorius? 1


ANATOMI
Sistem pernafasan dibagi menjadi dua berdasarkan fungsi:
a. Zona Konduksi
Zona yang berfungsi dalam menghantarkan udara dan di dalam zona ini tidak terjadi
pertukaran udara. Zona konduksi terdiri atas cavum nasal, faring (nasofaring,
orofaring, laryngofaring), laring, trakea, bronkus (primer, sekunder,
tersier/segmental), bronkiolus terminal.
b. Zona respiratorik
Zona tempat terjadinya difusi antara oksigen dan karbon dioksda. Zona ini meliputi
bronkiolus respiratorik dan alveoli.

Sistem pernafasan secara anatomi dibagi juga menjadi dua macam, yaitu:
a. Sistem Pernafasan bagian atas yang terdiri dari hidung, faring, dan struktur yang
berada disekitarnya.
b. Sistem pernafasan bagian bawah yang terdiri dari laring, trakea, pohon bronkiol,
alveoli.
HISTOLOGI
Secara umum, epitel yang melapisi sistem respiratorius adalah epitel respirasi yaitu
Epitel Pseudostratified Columnar Cilia dan bersel goblet kecuali orofaring dan
laryngofaring yang epitelnya disusun oleh epitel gepeng selapis tanpa keratin.
Didalam alveolus terdapat 3 tipe sel:
a. Sel type I
Sel epitel Pseudostrtified Columnar Cilia dan bersel goblet. Sel ini hapir 90%
menyusun alveolus.
b. Sel type II (sel septal)
Sel ini adalah sel yang menghasilkan surfaktan yang berfungsi menurunkan tegangan
permukaan yang terdapat di alveolus sehingga surfaktan ini mencegah alveolus tidak
Kolaps.
c. Sel dust
Sel dust adalah sel makrofag yang berfungsi untuk memakan debu, asap, bakteri,
kuman atau virus yang masuk ke dalam sistem pernafasan.

FISIOLOGI
Fungsi dari sistem respiratorius adalah mengambil oksigen ke dalam tubuh dan
mengeluarkan karbondioksida dari luar tubuh.
Maka untuk melakukan fungsi tersebut perlu mekanisme utama yang terjadi di tubuh kita,
yaitu:
a. Ventilasi Pulmonal
Ventilasi pulmonal merupakan fenomena mekanik yaitu terjadi gerakan paru
sedemikian rupa sehingga udara dapat masuk dan keluar dari traktus respiratorius.
Hal ini akan mengakibatkan terjadinya ventilasi alveolar.
Prinsipnya udara mengalir dari tekanan tinggi ke tekanan yang rendah maka perlu
bantuan otot-otot pernafasan untuk menguba tekanan di pulmo sehingga udara dapat
melakukan ventilasi ke dalam dan ke luar pulmo.

Jadi, dalam proses inspirasi dan ekspirasi terjadi perubahan tekanan yaitu tekanan
intrapulmonary dan tekanan intrapleura sehingga dapat terjadi ventilasi.
b. Difusi oksigen-karbondioksida
Pada saat oksigen sudah sampai di alveolus, maka akan terjadi difusi antara oksigen
yang berasal dari udara luar dan karbon dioksida sebagai hasil metabolisme sel tubuh.
Difusi ini tergantung faktor-faktor seperti, gradient konsentrasi, tekanan suatu gas
dalam gas campuran (Hukum Dalton), gas dalam zat terlarut (Hukum Henry), dan
tekanan uap air.
c. Transport oksigen-karbondioksida dengan menggunakan eritrosit
d. Regulasi ventilasi

2. Bagaimana mekanisme sesak nafas hebat sejak 1 jam yang lalu yang dialami Jupe? 2
Faktor predisposisi dan/atau faktor pencetus pada saat bernafas, saluran nafas terpajan
oleh pathogen atau debu atau zat allergen lain menempel di silia sel epitel respirasi
dipresentasikan oleh APC (Antigen Presenting Cell) ke Sel T-Helper pelepasan
interleukin atau sitokin sel-sel plasma membentuk IgE dan Sel-sel radang lain
melepaskan mediator-mediator inflamasi salah satunya Leukotrien, Prostaglandin dan
Histamin proses inflamasi hiperproduksi mucus, edema mukosa dan spasme otot
polos penyempitan saluran nafas kecil gangguan ekspirasi peningkatan kapasitas
residu fungsional saluran nafas yang sempit tidak dapat dialiri dan dikosongkan secara
cepat sesak nafas.

3. Bagaimana mekanisme bunyi nafas yang menciut yang dialami Jupe? 3


Seperti halnya pada mekanisme yang dijelaskan pada nomor dua, proses inflamasi yang
terjadi hiperproduksi mucus, edema mukosa dan spasme otot polos penyempitan
saluran nafas kecil gangguan ekspirasi peningkatan kapasitas residu fungsional
saluran nafas yang sempit tidak dapat dialiri dan dikosongkan secara cepat turbulensi
arus udara menggetarkan mucus bronkus yang berlebihan dan menyumbat jalan nafas
bunyi nafas menciut/ mengi/ wheezing selama serangan asma.
4. Bagaimana mekanisme batuk berdahak berwarna jernih yang dialami Jupe?
Seperti halnya pada mekanisme yang dijelaskan pada nomor dua, proses inflamasi yang
terjadi menyebabkan mucus diproduksi oleh sel goblet yang ada di saluran nafas
mucus yang diproduksi berlebihan mucus dibuang sebagai sputum atau dahak keluar
dari saluran nafas dengan bantuan silia yang dimiliki sel epitel kolumnar bertingkat.

5. Apakah ada hubungan antara umur dan keluhan yang dialami Jupe? 2
Pada anak-anak, laki-laki: perempuan = 1,5:1
Pada masa setelah pubertas, asma lebih banyak menyerang wanita berbanding pria.
Pada masa menopause, asma lebih banyak menyerang perempuan berbanding wanita

6. Apa saja faktor penyebab dan pencetus sesak nafas? harrison


Faktor penyebab :
1. Kardial : infark miokard, kardiomiopati, endokarditis, gagal jantung,
jantung koroner, disfungsi katup jantung, tamponade jantung.
2. Pulmonar : atelektakasis, bronchitis kronik, emphysema, fibrosis paru, asma
bronchial, edema paru, pneumonia, TB paru, efusi pleura, bronkiektasis.
3. Non-Pulmonar : ketoasidosis, hipertensi pulmonary.
Faktor pecetus : Viral Respiratory Infections, Allergen Exposure (animal dander, dust,
pollen, etc.) Change in Weather, Smoking, Exercise
7. Apa hubungan sesak nafas Jupe dengan ia terkena debu dan cuaca dingin?
Seperti mekanisme yang terjadi pada nomor 2, debu merupakan salah satu faktor
pencetus yang menyebabkan pengaktifan respon inflamasi hipersensitivitas saluran
nafas bronkokonstriksi, edema mukosa, hipersekresi mucus bronkus batuk,
berdahak, wheezing, sesak nafas.
Cuaca dingin merupakan salah satu faktor yang memperburuk serangan asma. Pada saat
menghirup udara dari cuaca yang dingin saluran nafas akan menghangatkan udara
dengan mensekresikan mucus disepanjang saluran nafas menyebabkan penyempitan
lumen saluran nafas sehingga akan memperburuk terjadinya asma.

8. Apa makna klinis dari sesak nafas selama 3 kali seminggu yang dialami oleh Jupe? 4
Makna klinis dari sesak nafas yang dialami Jupe yaitu kita dapat melihat seberapa besar
eksaserbasi yang terjadi pada Jupe. Dengan demikian dapat mengetahui klasifikasi dari
asma yang diderita Jupe.
Jupe mengalami sesak nafas 3 kali dalam seminggu maka Jupe digolongkan pasien asma
dengan klasifikasi persisten ringan.
Pada asma persisten ringan gejala terjadi > 1 kali/minggu tapi < 1kali/ hari. Menurut data
yang didapat Jupe dapat digolongkan asma persisten ringan.

9. Bagaimana penatalaksanaan pasien sesak nafas di UGD?


Tidak semua penanganan sesak nafas sama
Sesak nafas disebabkan karena kardial dan nonkardial.
C K e
a g a
r w a
d t d
i a r
a u r
ll aa tt
a n
N a
f a s

Penatalaksanaan:
Penatalaksanaan
: Airway Breathing
Circulation
Airway
Breathing

1. Periksa SaO2
(95-97%) jika
<90% terapi
oksigen
2. Cek tanda
vital secara

10. Mengapa setelah pemberian oksigen dan Nebulisasi ventolin, Jupe merasakan sesak
nafasnya berkurang? 5
Sesak nafas yang dirasakan Jupe diakibatkan penyempitan saluran nafas yang
menyebabkan terperangkapnya udara di alveolus karena susah melakukan ekspirasi.
Ventolin Nebuliser adalah salah satu jenis agonis B 2 kerja singkat yang merupakan
golongan obat terbaik mengatasi serangan asma mendadak karena menyebabkan relaksasi
otot-otot bronkus dan membuka saluran pernafasan sehingga menjadi pulih dan normal
dengan masa onset cepat (5-30 menit) dan menyediakan relief dalam waktu 4- 6 jam.
Efek dari obat ini maka saluran nafas menjadi terbuka sehingga udara yang terperangkap
di alveolus dan susah dikeluarkan saat ekspirasi menjadi lancar untuk diekspirasikan,
sehingga sesak nafas akan berkurang.
Pada saat saluran nafas mulai terbuka karena efek ventolin, pemberian oksigen juga
membantu Jupe untuk bernafas dengan mudah tidak perlu kerja otot perafasan yang
maksimal.

11. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari nebulisasi ventolin? 5


Ventolin adalah salah satu bronkodilator yang disebut B 2 Agonis yang mengandung
salbutamol. Salbutamol adalah salah satu B2 Agonis kerja singkat.
Onset kerja yaitu 5- 30 menit dan menyediakan waktu relief 4 -6 jam.
Karena onset yang cepat maka sering digunakan sebagai quick relief atau pengobatan
akut bronkokonstriksi.
B2 Agonis tidak memiliki efek anti inflamasi dan sebaiknya tidak pernah digunakan
sebagai agen terapi dasar untuk pasien dengan asma persisten.
Monoterapi dengan SABA (Short Acring B2 Agonis) tepat untuk pasien intermiten.
Contoh: Pirbuterol, dan albuterol.
B2 Agonis bukan
Efek samping: takikardi, hiperglikemia, hipokalemia dan hipomagnesemia diminimalisir
dengan dosis via inhalasi versus rute sistemik

12. Bagaimana indikasi dan kontra indikasi dari pemberian oksigen? 2


Indikasi Pemberian Oksigen

Indikasi pemberian terapi oksigen akut jangka pendek:


Indikasi yang sudah direkomendasikan:
- Hipoksemia akut (PaO2 < 60 mmHg; SaO2 <90%)
- Henti jantung dan henti nafas
- Hipotensi (tekanan darah sistolik <100 mmHg)
- Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolic (bikarbonat <18 mmol/L)
- Respiratory distress (frekuensi perafasan >24/min)
Indikasi yang masih dipertanyakan:
- Infark miokard tanpa komplikasi
- Sesak nafas tanpa hipoksemia
- Krisis sel sabit
- Angina

Indikasi pemberian terapi oksigen akut jangka panjang:


Pemberian oksigen secara kontinyu:
- PaO2 istirahat 55 mmHg atau SaO2 88%)
- PaO2 istirahat 56-59 mmHg atau SaO2 89% pada salah satu keadaan:
- Edema yang disebabkan CHF
- P Pulmonal pada pemeriksaan EKG (gelombang P> 3 mm pada lead
II, III, Avf
- Eritrositemia (Ht>56%)
- PaO2 >59 mmHg atau SaO2 > 89%)
Pemberian oksigen yang tidak kontinyu:
- Selama latihan: PaO2 55 mmHg atau SaO2 88%
- Selama tidur : PaO2 55 mmHg atau SaO2 88% dengan komplikasi seperti
hipertensi pulmonary, somnolen dan aritmia

Indikasi terapi oksigen jangka panjang pada pasien PPOK


INDIKASI PENCAPAIAN TERAPI
- PaO2 55 mmHg atau SaO2 88% - PaO2 60 mmHg atau SaO2 90%
Dosis oksigen sebaiknya disesuaikan saat
tidur dan latihan
- Pasien dengan korpulmonal - PaO2 60 mmHg atau SaO2 90%
- PaO2 55-59 mmHg atau SaO2 89% - Dosis oksigen sebaiknya disesuaikan saat
tidur dan latihan
- Adanya P pulmonal pada EKG , Ht >55%
dan gagal jantung kongestif

- Indikasi khusus Nocturnal hypoxemia - Dosis oksigen sebaiknya disesuaikan saat


tidur dan latihan
- Tidak ada hipoksemia saat istirahat, tetapi - Dosis oksigen sebaiknya disesuaikan saat
saturasi menurun selama latihan atau tidur dan latihan
tidur

Kontraindikasi Pemberian Oksigen:


1. Pasien dengan keterbatasan jalan nafas yang berat dengan keluhan utama dispnea,
tetapi dengan PaO2 lebih atau sama dengan 60 mmHg dan tidak mempunyai hipoksis
kronik.
2. Pasien yang meneruskan merokok karena kemungkinan prognosis buruk dan dapat
meningkatkan resiko kebakaran
3. Pasien yang tidak menerima terapi adekuat.
4. Penyakit kelainan paru seperti fibrosis paru, kerusakan paru
5. Penyakit stroke dengan hipogglikemia berat dapat menyebabkan kejang
6. Bayi baru lahir dapat menyebabkan kebutaan
7. Pada paisen hipoksia menahun yang disebakan hipoventilasi cth seperti bronktis
kronik dan asma tidak boleh diberikan oksigen banyak-banyak karena dapat
menyebabkan ketidak pekaan pusat pernafasan terhadap keadaan anoksia.

13. Apakah hubungan ayah Jupe yang perokok berat dan Indeks Brinkman sedang dengan
keluhan yang dialami anaknya sekarang?
Ayah Jupe adalah seorang perokok aktif. Dari data Indeks Brinkman dapat diketahui
bahwa ayah Jupe telah merokok dalam jangka waktu yang lama.
Ayah Jupe suspect PPOK karena menunujukkan gejala sesak nafas. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan barrel chest dan suara nafas menciut. Karena tidak ada dilakukan
pemeriksaan spirometri makan ayah Jupe termasuk PPOK secara klinis.
Seperti kita ketahui, kandungan rokok salah satunya nikotin dapat melumpuhkan silia-
silia yang ada di epitel respirasi sehingga dapat menlumpuhkan sistem pertahanan
pernafasan yang ada di tubuh Jupe. Hal ini yang menyebabkan saluran nafas Jupe sangat
rentan dan sensitive terhadap allergen seperti debu, cuaca dingin dll.
Akibatnya akan menyebabkan saluran pernafasan Jupe mengalami inflamasi Kronik yang
dapat menyebabkan hipersensitivitas saluran pernafasan yang kemudian akan berlanjut
menjadi gejala seperti batuk berdahak, sesak nafas dan wheezing.

14. Apa yang dimaksud dengan Indeks Brinkman dan bagaimana menentukan derajat
Brinkman? 4
Indeks Brinkman
Penentuan derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah
rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun, sesuai yang
tercatat pada rekam medis, yang dikatagorikan atas:
1. Derajat ringan : 0-200
2. Derajat sedang : 200-600
3. Derajat berat : > 600

15. Apa yang menyebabkan terbentuknya dada Barrel Chest yang dialami oleh Ayah Jupe?
Barrel Chest dada yang berbentuk tong dikarenakan penambahan diameter
anteroposterior dinding dada.
Mekanisme
Ayah Jupe adalah perokok dengan indeks Brinkman sedang saluran pernafasan ayah
Jupe mengalami kelumpuhan sistem pertahanan tubuh inflamasi saluran pernafasan
obstruksi saluran pernafasan ventilasi tidak adekuat (tidak terjadi pertukaran udara
keluar yang lancar) terperangkap udara di alveolus peningkatan volume residu
paru hiperventilasi peningkatan kapasitas vital paru volume paru meningkat
tekanan intra pulmo dan intrapleura meningkat costa semakin berekstensi untuk
meningkatkan tekanan intrapulmonary dan intrapleura kartilago costae akan semakin
panjang diameter anteroposterior bertambah barrel chest.

16. Apa yang menyebabkan terbentuknya Pursed- Lips Breathing?


Pursed Lips Breathing bernafas dengan menggunakan mulut sehingga mulut akan
berbentuk seperti mengkerut.
Mekanisme
Ayah Jupe adalah perokok dengan indeks Brinkman sedang saluran pernafasan ayah
Jupe mengalami kelumpuhan sistem pertahanan tubuh inflamasi saluran pernafasan
obstruksi saluran pernafasan ventilasi tidak adekuat (tidak terjadi pertukaran udara
keluar yang lancar) terperangkap udara di alveolus peningkatan volume residu
paru hiperventilasi peningkatan kapasitas vital paru otot pernafasan semakin
kuat berkontraksi untuk meningkatkan ventilasi maka dibantu dengan cara bernafas
melewati mulut mulut berbentuk seperti mengkerut pursed-lips breathing.

17. Apa interpretasi serta makna klinis dari hasil tanda vital dan pemeriksaan fisik Jupe?
Interpretasi dan Makna Klinis dari hasil tanda vital dan pemeriksaan fisik Jupe
Hasil Pemeriksaan
Normal Interpretasi Makna Klinis
Fisik
Pemeriksaan Tanda
Vital
Sesak dan gelisah Compos Mentis Abnormal Penyempitan saluran nafas
gangguan ventilasi
sesak hipoksia gelisah
Makna klinis: hipoventilasi
TD 130/90 mmHg <120 dan <80 mmHg Hipertensi Terjadi hipoventilasi karena
derajat 1 gangguan sistem pernafasan
sehingga jantung bekerjan
lebih keras sebagai
kompensasi
Nadi 109 kali/menit 60-100 kali/menit Takikardi Kompensasi dari
hipoventilasi
Suhu 37,3 oC 36,7 oC - 37,8oC Normal Tidak ada infeksi
Frekuenis nafas 18-20 kali/menit Takipnue Terjadi peningkatan
30kali/menit ambilan oksigen
Pemeriksaan Fisik thoraks tampak dan, , dan suara nafas di dan
Thorax
Pergerakan dada Pergerakan dada Normal Tidak ada gangguan
simetris simetris kontraksi otot pernafasan,
tidak ada gangguan
hantaran aliran udara ke
sebagian atau seluruh dan
tidak ada gangguan
pengembangan paru.
Penggunaan otot Tidak ada penggunaan Abnormal Terjadi Hiperventilasi paru.
pernafasan tambahan otot bantu pernafasan Dikarenakan karena
(+) peningkatan kapasitas
residu paru gangguan
ventilasi hiperventilasi
dengan bantuan
penggunaan otot bantu
pernafasan
Fremitus normal Fremitus sama rata dan Normal Tidak ada gangguan
normal hantaran aliran udara ke
seluruh bagian paru seperti
ateletaksis.
Perkusi sonor Perkusi sonor Normal Tidak ada cairan paru.
Edema paru tersingkirkan.
Bronkhovesikuler Vesicular dan (-) Abnormal Bronkovesikular
disertai wheezing di wheezing penyempitan saluran nafas.
kedua lapangan paru Wheezing suara nafas
melewati jalan nafas yang
sempit dan dipenuhi mucus.
Ekspirasi memanjang. Ekspirasi panjang dan abnormal Ada penyempitan saluran
tidak memanjang nafas distal

18. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan spirometri dan peak flow meter?
Peak Flow Meter
Peak flow meter adalah alat yang murah dan mudah dibawa untuk pasien asma yang
mengukur seberapa lancar udara yang bergerak keluar dari paru-paru. Mengukur peak
flow menggunakan alat ini sangat penting untuk memanage gejala asma dan mencegah
serangan asma.
Peak flow meter bekerja dengan mengukur seberapa cepat udara yang keluar dari paru-
paru ketika ekspirasi paksa setelah inspirasi paksa. Pengukuran ini disebut sebuah peak
expiratory flow atau PEF. Menjaga track dari PEF adalah salah satu cara dapat
mengetahui gejala asma dalam keadaan terkontrol atau memburuk.
Why Use a Peak Flow Meter?
Membaca dari peak flow meter dapat membantu pasien untuk mengubah lebih awal tanda
asma yang memburuk. Peak flow meter mengingatkan pasien terhadap penyempitan jalan
nafas beberapa jam atau beberapa hari sebelum gejala asma ada. Dengan menggunakan
PEF, maka pasien akan mengetahui untuk melakukan quite acting dengan inhaler atau
obat asma lainnya. Sehingga dapat menghentikan penyempitan jalan nafas secara cepat
dan menghindari emergency asma yang berat.
Peak flow meter juga dapat diguakan untuk membantu pasien:
1. Mempelajari apa pemicu asma pasien tersebut
2. Memutuskan rencana aksi asma pasien berjalan
3. Memutuskan ketika mau menambahkan atau mengatur medikasi asma

Peak flow meter hanya mengukut jumlah aliran udara yang keluar dari jalan nafas besar
paru. Perubahan jalan nafas yang disebabkan jalan nafas kecil (yang biasanya terjadi pada
asma) tidak akan terdeteksi oleh peak flow meter.

Who Should Use a Peak Flow Meter?

Peak flow meter akan membantu pasien dewasa atau anak kecil yang memiliki asma
sedang hingga asma berat dan yang membutuhkan pengobatan asma setiap hari.

How Do I Use the Peak Flow Meter for Asthma?

1. Berdiri atau duduk tegak.


2. Pastikan indicator berada di angka nol.
3. Ambil nafas dalam, isi paru-paru dengan lengkap.
4. Letakkan mouthpiece di mulut anda; gigit dengan gigi dan tutup dengan biibt.
Pastikan lidah berada jauh dari mouthpiece.
5. Hembuskan udara keluar dengan keras dan secepat mungkin dengan satu kali
hembusan.
6. Lepaskan alat pengukur dari mulut.
7. Catat jumlah yang ditampilkan diatas alat pengukut dan kemudian ulangi langkah ke-
1 hingga langkah ke-7 sampai 2 kali.
8. Catat hasil pembacaan tertinggi dari ke-3 data. Pembacaan ini adalah Peak Expiratory
Flow (PEF) pasien.

Untuk memastikan hasil dari Peak Flow meter pasien dapat disamakan, pastikan
menggunakan alat pengukur dengan sama yang cara setiap melakukan pengukuran.

SPIROMETRI
Spirometri adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur secara obyektif
kapasitas/fungsi paru (ventilasi) pada pasien dengan indikasi medis. Alat yang digunakan
disebut spirometer.
Tujuan :
1. Mengukur volume paru secara statis dan dinamik
2. Menilai perubahan atau gangguan pada faal paru

Prinsip spirometri adalah mengukur kecepatan perubahan volume udara di paru-paru


selama pernafasan yang dipaksakan atau disebut forced volume capacity (FVC). Prosedur
yang paling umum digunakan adalah subyek menarik nafas secara maksimal dan
menghembuskannya secepat dan selengkap mungkin Nilai FVC dibandingkan terhadap
nilai normal dan nilai prediksi berdasarkan usia, tinggi badan dan jenis kelamin.
Sebelum dilakukan spirometri, terhadap pasien dilakukan anamnesa, pengukuran tinggi
badan dan berat badan. Pada spirometer terdapat nilai prediksi untuk orang Asia
berdasarkan umur dan tinggi badan. Bila nilai prediksi tidak sesuai dengan standar
Indonesia, maka dilakukan penyesuaian nilai prediksi menggunakan standar Indonesia.
Volume udara yang dihasilkan akan dibuat prosentase pencapaian terhadap angka
prediksi.
Spirometri dapat dilakukan dalam bentuk social vital capacity (SVC) atau forced vital
capacity (FVC). Pada SCV, pasien diminta bernafas secara normal 3 kali (mouthpiece
sudah terpasang di mulut) sebelum menarik nafas dalam-dalam dan dihembuskan secara
maksimal. Pada FVC, pasien diminta menarik nafas dalam-dalam sebelum mouth piece
dimasukkan ke mulut dan dihembuskan secara maksimal.
Pengukuran fungsi paru yang dilaporkan :

1. Forced vital capacity (FVC) adalah jumlah udara yang dapat dikeluarkan secara
paksa setelah inspirasi secara maksimal, diukur dalam liter.

2. Forced Expiratory volume in one second (FEV1) adalah jumlah udara yang dapat
dikeluarkan dalam waktu 1 detik, diukur dalam liter. Bersama dengan FVC
merupakan indikator utama fungsi paru-paru.

3. FEV1/FVC merupakan rasio FEV1/FVC. Pada orang dewasa sehat nilainya sekitar
75% - 80%

4. FEF 25-75% (forced expiratory flow), optional

5. Peak Expiratory Flow (PEF), merupakan kecepatan pergerakan udara keluar dari
paru-paru pada awal ekspirasi, diukur dalam liter/detik.
6. FEF 50% dan FEF 75%, optional, merupakan rata-rata aliran (kecepatan) udara
keluar dari paru-paru selama pertengahan pernafasan (sering disebut juga sebagai
MMEF(maximal mid-expiratory flow)

Klasifikasi gangguan ventilasi (% nilai prediksi) :

1. Gangguan restriksi : Vital Capacity (VC) < 80% nilai prediksi; FVC
< 80% nilai prediksi
2. Gangguan obstruksi : FEV1 < 80% nilai prediksi; FEV1/FVC < 75%
nilai prediksi
3. Gangguan restriksi dan obstruksi : FVC < 80% nilai prediksi; FEV1/FVC
< 75% nilai prediksi.

Bentuk spirogram adalah hasil dari spirometri. Beberapa hal yang menyebabkan
spirogram tidak memenuhi syarat :

1. Terburu-buru atau penarikan nafas yang salah

2. Batuk

3. Terminasi lebih awal

4. Tertutupnya glottis

5. Ekspirasi yang bervariasi

6. Kebocoran

Setiap pengukuran sebaiknya dilakukan minimal 3 kali. Kriteria hasil spirogram yang
reprodusibel (setelah 3 kali ekspirasi) adalah dua nilai FVC dan FEV1 dari 3 ekspirasi
yang dilakukan menunjukkan variasi/perbedaan yang minimal (perbedaan kurang dari
5% atau 100 mL).

19. Sebutkan jenis-jenis suara nafas ? 2


Suara Nafas Pokok Normal Paru:
1. Vesicular
Suara nafas pokok lembut, frekuensi rendah, fase inspirasi langsung diikuti dengan
fase ekspirasi tanpa diselingi jeda, dengan perbandingan 3:1. Dapat didengarkan di
kedua lapangan paru.
2. Bronkovesikular
Suara nafas pokok yang intensitas dan frekuensi sedsang, fase ekspirasi menjadi lebih
panjang dan diantaranya kadang-kadang ada jeda dengan fase inspirasi. Pada keadaan
normal dapat didengar di dinding anterior setinggi sela iga 1 dan 2 serta daerah
intakapsular.
3. Bronchial
Suara nafas pokok yang keras dan berfrekuensi tinggi, dimana fase ekspirasi menjadi
lebih panjang dari fase inspirasi dan ada jeda diantara fase inspirasi dan ekspirasi.
Terjadi perubahan kualitas suara sehingga terdengar seperti tiupan dalam tabung.
Dalam keadaan normal dapat didengar di manubrium sternii.
4. Trakeal
Suara nafas yang keras dan kasar dapat didengarkan pada daerah trakea.
5. Amorfik
Suara nafas yang didapatkan bila terdapat kavitas besar yang letaknya perifer dan
berhubungan dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam botol kosong.

Suara nafas tambahan


1. Ronki basah (crackels atau rales)
Suara nafas yang terputus-putusm, non musical dan biasanya terdengar pada saat inspirasi
akibat udara melewati cairan dalam saluran nafas. Ronki basah lebih lanjut menjadi ronki
basah halus dan kasar. Ronki basah halus terjadi karena adanya cairan pada bronkiolus,
sedangkan yang lebih halus lagi berasal dari alveolus yang disebat juga krepitasi, akibat
terbukanya alveoli saat inspirasi. Krepitasi terutama terdapat pada fibrosis paru. Sifat
ronki basah ini dapat bersifat nyaring (bila ada infiltrate pada pneumonia) atau tidak
nyaring (pada edema paru).
2. Ronki kering
Suara nafas kontinum yang bersifat musical dengan frekuensi relatif rendah, terjadi
karena udara mengalir melalui saluran nafas yang menyempit, misalnya akibat adanya
secret yang kental. Wheezing adalah ronki kering yang frekuensinya tinggi dan panjang
yang biasanya terdengar pada serangan asma.
3. Bunyi gesekan pleura
Terjadi karena pleura parietal dan visceral mengalami radang dan saling bergesekan satu
sama lain. Pleura yang meradang akan menebal dan menjadi kasar. Bunyi gesekan ini
akan terdengar pada awal ekspirasi dan akhir inspirasi.

4. Hippocrates succession
Suara cairan pada rongga dada yang terdengar bila pasien digoyang=goyangkan.
Biasanya didapatkan pada pasien dengan hidropnemumothorax.
5. Pneumothorax click
Bunyi yang bersifat ritmik dan sinkron dengan saat kontraksi jantung, terjadi bila
didapatkan adanya udara diantara kedua lapisan pleura yang menyelimuti jantung.

20. Apa diagnosis diferential dari penyakit yang dialami Jupe? 2


Bronchitis kronik
a. Batuk kronik dalam sedikitnya 3 bulan dalam 1 tahun dan terjdi sedikitnya
selama 2 tahun
b. Gejala utama batuk sputum biasanya pada perokok berat dan pasien berumur >35
tahun.
c. Pada stadium lanjut dapat ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pulmonal
Emfisema paru
a. Gejala utama : sesak nafas
b. Batuk dan mengi jarang terjadi
c. Berbeda dengan asma, pada emfisema tidk pernah terjadi remisi, pasien selalu
ada sesak nafas saat kegiatan jasmani.
d. Pasien biasanya kurus
e. Pada pemeriksaan fisik: hipersonor, peranjakan nafas terbatas, pekak hati
melebar, dan suara nafas sangat lemah.
f. Pemeriksaan foto dada ditemukan hiperinflasi.
Gagal Jantung Kiri akut
a. Ada paroxysmal nocturnal dyspnoe
b. Sesak malam hari dan berkurang dan menghilang saat duduk \
c. Ortopnea
d. Pemeriksaan fisik didapatkan kardiomegali dan edema paru
Emboli paru
a. Sesak nafas dengan batuk yang disertai darah
b. Nyeri pleura , keringat dingin, kejang dan pingsan
c. Pemeriksaan fisis menunjukkan ortopnea, takikardia, sianosis, gagal jantnung
kanan, pleural friction, irama derap, sianosis, hipertensi.
Penyakit yang jarang
Stenosis trakea, karsinoma bronkus, poliarteriris nodosa.

21. Bagaimana alur diagnosis dari penyakit yang dialami Jupe? 6


Anamnesis
1. Riwayat perjalanan penyakit
2. Riwayat alergi
3. Faktor yang berpengaruh pada asma
4. Riwayat keluarga
5. Gejalaklinis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Laboratorium
Darah (termasuk eosinofil, IgE total, IgE spesifik), sputum (eosinofil, spiral Curshman,
Kristal Charcot- Leyden)
Tes fungsi paru dengan menggunakan spirometri atau peak flow meter untuk
menentukan adanya obstruksi jalur nafas.

22. Apa yang terjadi pada Jupe?


Jupe menderita asma persisten ringan menurut klasifikasi GINA (Global Initiative for
Asthma)

23. Bagaimana definisi, epidemiologi, etiologi, manifestasi klinik, klasifikasi, komplikasi,


pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan dari penyakit yang dialami Jupe?
Definisi 4
Asma persisten ringan gangguan inflamasi kronik yang menyebabkan penyempitan
jalan nafas dan obstruksi jalan nafas yang secara GINA (Global Initiative for Asthma)
termasuk dalam persisten ringan

Epidemiologi 4
Asma menyerang kesemua bangsa dan etnik di seluruh dunia dan pada semua peringkat
usia, dengan prevalensi anak laki-laki lebih banyak berbanding anak perempuan dan
setelah pubertas, asma lebih banyak menyerang wanita berbanding pria (Fanta, 2009).

Etiologi 4
Etiologi asma bronchial:
a. Faktor Lingkungan
Menurut Strachan dan Cook (1998) dalam Eder et al (2006) pada kajian meta analisis
yang dijalankan menyimpulkan bahwa orang tua yang merokok merupakan penyebab
utama terjadinya mengi dan asma pada anak. Menurut Corne et al (2002) paparan
terhadap infeksi juga bisa menjadi pencetus kepada asma. Infeksi virus terutamanya
rhinovirus yang menyebabkan simptom infeksi salur pernafasan bagian atas memicu
kepada eksaserbasi asma. Gejala ini merupakan petanda asma bagi semua peringkat usia
(Eder et al, 2006). Terdapat juga teori yang menyatakan bahwa paparan lebih awal
terhadap infeksi virus pada anak lebih memungkinkan untuk anak tersebut diserang asma
(Cockrill et al, 2008).
b. Faktor Genetik
Selain faktor linkungan, faktor genetik juga turut berpengaruh terhadap kejadian asma.
Kecenderungan seseorang untuk menghasilkan IgE diturunkan dalam keluarga (Abbas et
al, 2007). Pasien yang alergi terhadap alergen sering mempunyai riwayat keluarga yang
turut menderita asma dan ini membuktikan bahwa faktor genetik sebagai faktor
predisposisi asma (Cockrill et al, 2008).

Manifestasi Klinik 6
1. Gejala yang ada tergantung dengan derajat hipersensitivitas bronkus
2. Obstruksi jalan nafas bersifat reversible secara spontan dengan atau tanpa
pengobatan.
3. Sesak nafas/ dada seperti ditekan
4. Batuk berdahak malam hari
5. Wheezing atau mengi yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop
6. Gejala bersifat paroksismal, membaik di siang hari dan memburuk di malam hari

Komplikasi 2
Status asmatikus, Pneumothorax, pneumomediastinum, emfisema subkutis, atelektaksis,
aspergilosis, bronkopulmonar alergik, gagal nafas, bronchitis, dan fraktur iga.

Pemeriksaan Penunjang 2
1. Spirometri
2. Peak flow meter
3. Uji kulit
4. Pemeriksaan Eosinofil total
5. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
6. Foto dada
7. Analisis gas darah
Penatalaksanaan yang diberikan kepada Jupe 6
Karena Jupe termasuk dalam klasifikasi asma persisten ringan maka Jupe akan diberikan
2 obat, yaitu:
a. Obat pelega
Inhalasi Beta2 agonis kerja singkat seperti ventolin bila perlu dan tidak melebihi 3-4 kali
sehari
b. Obat pengontrol (harian)
- Inhalasi kortikosteroid 200-500 ug/ kromolin/ nedokromin atau teofilin lepas lambat.
- Bila perlu ditingkatkan sampai 800 ug atau ditambahkan bronkodilator aksi lama
terutama untuk mengontrol asma malam. Dapat diberikan agonis Beta 2 aksi lama
inhalasi atau oral atau teofilin lepas lambat.\
Untuk mengatasi serangan asma Jupe yaitu derajat sedang maka penatalaksanaannya:
- Agonis B-2 secara nebulisasi 2,5-5 mg, dapat diulangi sampai 3 kali dalam 1 jam pertama
dan dapat dilanjutkan 1-4 jam kemudian
- Alternatif:
a. Agonis b-2 i.m/adrenalin s.k
b. Teofilin iv 5 mg/kgBB/iv pelan-pelan dan
c. Steroid iv/kortison 100-200 mg, im deksametasone 5 mg iv
d. Oksigen 4 liter/menit

Prognosis
Baik karena Jupe segera ditangani dengan terapi oksigen dan nebulisasi ventolin.

IV. HIPOTESIS
Jupe menderita asma persisten ringan menurut klasifikasi GINA (Global Initiative for Asthma)

V. MIND MAPPING
Sesak dan gelisah.,.
VI. SINTESIS
e. Asma Bronkial 4,6

Definisi Asma
Menurut Nelson (2007) asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronis yang terjadi di
salur pernafasan sehingga menyebabkan penyempitan pada salur pernafasan tersebut. Asma
merupakan sindrom yang kompleks dengan karakteristik obstruksi jalan nafas, hiperresponsif
bronkus dan inflamasi pada salur pernafasan (Busse dan Lemanske, 2001). Asma menyerang
kesemua bangsa dan etnik di seluruh dunia dan pada semua peringkat usia, dengan prevalensi
anak laki-laki lebih banyak berbanding anak perempuan dan setelah pubertas, asma lebih
banyak menyerang wanita berbanding pria (Fanta, 2009).
Patogenesis Asma
Asma secara konsistennya berhubungan dengan lokus yang pro-alergik dan proinflamatori.
Sel inflamatori bisa menginflitrasi dan menyumbat salur pernafasan sehingga mengakibatkan
kerusakan pada epitel dan deskuamasi pada lumen salur pernafasan. Inflamasi yang terjadi
menyebabkan salur pernafasan menjadi hiperresponsif yaitu cenderung untuk berkonstriksi
apabila terpapar kepada alergen. Batuk, rasa sesak di dada dan mengi adalah akibat dari
obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus.
Penyempitan saluran napas yang terjadi pada pasien asma merupakan suatu hal yang
kompleks. Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak ditemukan di
permukaan mukosa bronkus, lumen jalan napas dan di bawah membran basal. Bermacam
faktor pencetus dapat mengaktifkan sel mast. Selain sel mast, sel lain yang juga dapat
melepaskan mediator adalah sel makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas, neutrofil,
platelet, limfosit dan monosit. Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen,
makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal
menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast
dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen
masuk ke dalam submukosa, sehingga memperbesar reaksi yang terjadi. Mediator inflamasi
secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan asma, melalui sel efektor
sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan limfosit. Sel-sel inflamasi ini juga
mengeluarkan mediator yang kuat seperti leukotrien. Tromboksan, PAF dan protein sitotoksis
yang memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya
menimbulkan hipereaktivitas bronkus (Nelson, 2007).
Etiologi Asma
Menurut Patino dan Martinez (2001) dalam Martinez (2003) faktor lingkungan dan faktor
genetik memainkan peran terhadap kejadian asma. Menurut Strachan dan Cook (1998) dalam
Eder et al (2006) pada kajian meta analisis yang dijalankan menyimpulkan bahwa orang tua
yang merokok merupakan penyebab utama terjadinya mengi dan asma pada anak. Menurut
Corne et al (2002) paparan terhadap infeksi juga bisa menjadi pencetus kepada asma. Infeksi
virus terutamanya rhinovirus yang menyebabkan simptom infeksi salur pernafasan bagian
atas memicu kepada eksaserbasi asma. Gejala ini merupakan petanda asma bagi semua
peringkat usia (Eder et al, 2006). Terdapat juga teori yang menyatakan bahwasonor
Perkusi paparan lebih
awal terhadap infeks//i virus pada anak lebih memungkinkan untuk anak tersebut diserang
asma (Cockrill et al, 2008). Suara nafas bronkhovesikuler disertai wheezin
ah Jupe (55) sering sesak nafas; bunyi menciut (+);perokok berat; indeks Brinkman sedang; bentuk d

Selain faktor linkungan, faktor genetik juga turut berpengaruh terhadap kejadian asma.
Kecenderungan seseorang untuk menghasilkan IgE diturunkan dalam keluarga (Abbas et al,
2007). Pasien yang alergi terhadap alergen sering mempunyai riwayat keluarga yang turut
menderita asma dan ini membuktikan bahwa faktor genetik sebagai faktor predisposisi asma
(Cockrill et al, 2008).
Menurut Tatum dan Shapiro (2005) dalam Eder et al (2006) ada juga bukti yang menyatakan
bahwa udara yang tercemar berperan dalam mengurangkan fungsi paru, mencetuskan
eksaserbasi asma seterusnya meningkatkan populasi pasien yang dirawat di rumah sakit.
Mekanisme patogenik yang menyebabkan bronkokonstriksi adalah disebabkan alergen yang
memicu kepada serangan asma. Walaupun telah dikenal pasti alergen outdoor sebagai
penyebab namun alergen indoor turut memainkan peran seperti house dust mites, hewan
peliharaan dan kecoa. Apabila pasien asma terpapar dengan alergen, alergen tersebut akan
menempel di sel mast. Sel mast yang telah teraktivasi akan melepaskan mediator. Mediator- d
mediator ini yang akan menyebabkan bronkokonstriksi dan meningkatkan permeabilitas
epitel jalan nafas sehingga membolehkan antigen menempel ke IgE-spesifik yang mempunyai
sel mast. Antara mediator yang paling utama dalam implikasi terhadap patogenesis asma
alergi adalah histamin dan leukotrien (Cockrill et al, 2008).
Histamin merupakan mediator yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus, augmentasi
permeabilitas vaskuler dan pembentukan edema salur pernafasan serta menstimulasi reseptor
iritan yang bisa memicu bronkokonstriksi sekunder (Cockrill et al, 2008).
Menurut Drazen et al (1999) dalam Kay A.B. (2001) sel mast turut memproduksi sisteinil
leukotriene yaitu C4, D4 dan E4. Leukotriene ini akan menyebabkan kontraksi otot polos,
vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas vaskuler dan hipersekresi mukus apabila berikatan
dengan reseptor spesifik.
Klasifikasi Asma
Asma saat tanpa serangan
Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) mengklasifikasikan derajat asma menjadi:

1. Asma episodik jarang


2. Asma episodik sering
3. Asma persisten

Klasifikasi derajat asma pada anak

Parameter klinis, Asma episodik Asma episodik Asma persisten


kebutuhan obat jarang sering
dan faal paru asma
Frekuensi serangan <1 kali/bulan >1 kali/bulan Sering
Lama serangan <1minggu >1minggu Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
periode bebas
serangan
Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
Diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan
malam
Tidur dan aktifitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
Pemeriksaan fisik diluar Normal ( tidak Mungkin tergganggu Tidak pernah normal
serangan ditemukan (ditemukan kelainan)
kelainan)
Obat pengendali (anti Tidak perlu Perlu Perlu
inflamasi)
Uji faal paru (diluar PEFatauFEV1>80 PEFatauFEV1<60- PEVatauFEV<60%
serangan) % 80%
Variabilitas faal paru (bila Variabilitas>15% Variabilitas>30% Variabilitas 20-30%.
ada serangan) Variabilitas >50%

DERAJAT GEJALA GEJALA FUNGSI


ASMA MALAM PARU
INTERMIT 1. Gejala <1x/minggu 2 kali VEP1 atau
N mingguan 2. Tanpa gejala diluar serangan sebulan APE 80%
3. Serangan singkat
4. Fungsi paru asimtomatik dan normal
luar serangan
PERSISTEN 1. Gejala > 1 kali/ minggu; tapi >2 kali VEP1 atau
ringan <1x/hari seminggu APE 80%
mingguan 2. Serangan mengganggu tidur dan NORMAL
aktivitas
PERSISTEN 1. Gejala harian >sekali VEP1 atau
sedang 2. Menggunakan obat setiap hari seminggu APE >60%
harian 3. Serangan mengganggu akitivitas dan TAPI 80%
tidur NORMAL
4. Serangan 2x/minggu, bisa berhari-
hari
PERSISTEN 1. Gejala terus-menerus Sering VEP1 atau
BERAT 2. Aktivitas fisik terbatas APE< 80%
Kontinu 3. Sering serangan NORMAL

Manifestasi klinis asma

Batuk kering yang intermitten dan mengi merupakan gejala kronis yang sering dikeluhkan
pasien. Pada anak yang lebih tua dan dewasa mengeluhkan sukar bernafas dan terasa sesak di
dada. Pada anak yang lebih kecil sering merasakan nyeri yang nonfokal di bagian dada.
Simptom respiratori ini bisa lebih parah pada waktu malam terutamanya apabila terpapar
lebih lama dengan alergen. Orang tua sering mengeluhkan anak mereka yang asma mudah
letih dan membatasi aktivitas fisik mereka (Nelson, 2007). Manakala menurut Boguniewicz
(2007), mengi merupakan karakteristik yang utama pada pasien asma. Jika bronkokonstriksi
bertambah parah, suara mengi akan lebih jelas kedengaran dan suara pernafasan menghilang.
Menurutnya lagi, sianosis pada bibir dan nail beds akan terlihat disebabkan oleh hipoksia.
Takikardia dan pulsus paradoxus juga bisa terjadi. Agitasi dan letargi merupakan tanda-tanda
permasalahan pada pernafasan. Menurut Abbas et al (2007), pada pasien asma terjadi
peningkatan produksi mukus. Hal ini dapat menyebabkan obstruksi bronkus dan pasien
mengeluhkan sukar bernafas.
Kebanyakan dari penderita asma juga mengalami alergi rinitis dan eksema (Sheffer, 2004).
Alergi rinitis merupakan inflamasi pada mukosa nasal yang ditandai dengan nasal kongesti,
rinorea, bersin dan iritasi konjuntiva. Rinorea, nasal kongesti, bersin paroxysmal dan pruritus
pada mata, hidung, telinga dan palatum merupakan tanda yang sering dikeluhkan oleh pasien
alergi rinitis. Anak yang alergi rinitis bisa juga terjadi gangguan tidur, aktivitas yang terbatas,
irritabilitas dan gangguan mood dan kognitif yang bisa menggangu prestasi anak di sekolah.
Hidung yang terasa gatal akan menyebabkan anak sering terlihat menggosok hidung dengan
tangan (Nelson, 2007). Beberapa kajian telah menyatakan bahwa alergi rinitis merupakan
salah satu faktor pemicu terjadinya asma. Prevalensi alergi rinitis pada pasien asma
diperkirakan sebanyak 80 % hingga 90% (B Leynaert, 2000).
Menurut Akdis et al (2006) dalam Bieber (2008) dermatitis atopik atau eksema adalah
penyakit kulit yang sering dideritai oleh pasien dengan penyakit atopik yang lain seperti asma
dan alergi rinitis. Lesi kulit dermatitis atopik memperlihatkan adanya edema dan infiltrasi sel
mononuklear dan eosinofil serta penimbunan cairan dalam kulit(membentuk vesikel yang
jelas terlihat secara klinis). Pecahnya vesikel kecil dalam jumlah yang banyak ini
mengakibatkan terbentuknya krusta dan kulit menjadi bersisik. Perubahan ini dan pruritus
berat yang mendahului dan menyertai erupsi, terjadi karena kulit sangat kering. Pada keadaan
ini, terjadi hambatan pengeluaran keringat dan retensi keringat seringkali menimbulkan
gatal-gatal berat yang disebabkan oleh panas. Rasa gatal dan rasa sakit yang hebat akibat kulit
yang pecah-pecah adalah keluhan utama pasien eksema ( Solomon, 2003). Eksema jarang
terjadi pada orang dewasa. Eksema dimulai sejak usia 2 bulan sampai 6 bulan, sering terdapat
pada wajah dan iritasi ini menyebabkan anak tidak dapat tidur. Hasil kajian juga
menunjukkan 25% penderita eksema alergi terhadap telur, susu, kacang, tepung, ikan dan
kerang (Pitaloka, 2002)

Penatalaksanaan Asma
Tujuan terapi asma:
1. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah kekambuhan
3. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta mempertahankannya
4. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk melakukan exercise
5. Menghindari efek samping obat asma
6. Mencegah obstruksi jalan nafas irreversible

Yang termasuk obat anti asma:


1. Bronkodilator
a. Agonis B2
Terbutalin, salbutamol dan feneterol memiliki lama kerja 4-6 jam, sedangkan b 2 long
acting bekerja lebih dari 12 jam seperti salmeterol, formoterol, bambuterol dll.
Bentuk aerosol dan inhalasi memberikan efek bronkodilatasi yang sama dengan dosis
yang jauh lebih kecil sepersepuluh dosis oral dan pemberiannya lokal
b. Metilxantin
Teofilin termasuk golongan ini. Efek bronkodilatornya berkaitan dengan konsentrasi
di dalam serum. Efek samping obat ini dapat ditekan dengan pemantauan kadar
teofilin serum dalam pengobatan jangka panjang.
c. Antikolinergik
Golongan ini menurunkan tonus vagus intrinsic dari saluran nafas.

2. Antiinflamasi
Antiinflamasi menghambat jalan nagas dan mempunyao efek supresi dan profilaksis.
- Kortikosteroid
- Natrium Kromolin (sodium cromoglycate) merupakan antiinflamasi nonsteroid

Terapi awal, yaitu:


1. Oksigen 4-6 liter/menit
2. Agonis b2 (salbutamol 5 mg atau feneterol 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi
nebulisasi dan pemberiannya dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian
b2agonis dengan subkutan atau IV dengan dosis salbutamol 0,25 mg atau terbutalin 0,25
mg dalam larutan dekstrose 5% dan diberikan secara perlahan.
3. Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12
jam sebelumnya maka cukup diberikan setengah dosis.
4. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg IV jika tidak ada respon segera atau
pasien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan berat.
Respon terhadap terapi awal baik, jika didapatkan keadaan berikut:
1. Respon menetap selama 60 menit setelah pengobatan
2. Pemeriksaan fisik normal
3. Arus puncak ekspirasi (APE) >70%
Jika respon tidak ada atau tidak baik terhadap terapi awal maka pasien sebaiknya dirawat di
rumah sakit.
Terapi asma kronik:
1. Asma ringan : agonis b 2 inhalasi bila perlu atau agonis b2 oral sebelum exercise atau
terpapar allergen.
2. Asma sedang: antiinflamasi setiap hari dan agonis b 2 inhalasi bila perlu.
3. Asma berat: steroin inhalasi setiap hari, teofilin slow release atau agonis b 2 inhalasi long
acting, steroid oral selang sehari atau dosis tunggal harian dan agonis b 2 inhalasi sesuai
kebutuhan.

Pengobatan asma jangka panjang berdasarkan berat penyakit


Derajat Asma Obat Pengontrol (Harian) Obat Pelega
Asma Persisten Tidak perlu Bronkodilator aksi singkat
yaitu Inhalasi b2 agonis
Intensitas pengobatan
tergantung berat eksaserbasi
Inhalasi b2 agonis atau
kromolin dipakai sebelum
aktivitas atau pajanan alergen
Asma Persisten Ringan Inhalasi kortikosteroid 200- Inhalasi b2 agonis aksi
500 ug/ kromolin/ singkat bila perlu dan tidak
nedokromin atau teofilin melebihi 3-4 kali sehari
lepas lambat.
Bila perlu ditingkatkan
sampai 800 ug atau
ditambahkan bronkodilator
aksi lama terutama untuk
mengontrol asma malam.
Dapat diberikan agonis Beta2
aksi lama inhalasi atau oral
atau teofilin lepas lambat.
Asma Persisten Sedang Inhalasi kortikosteroid 800- Inhalasi b2 agonis aksi
2000 ug singkat bila perlu dan tidak
Bronkodilator aksi lama melebihi 3-4 kali sehari
terutama untuk mengontrol
asma malam berupa agonis
Beta2 aksi lama inhalasi atau
oral atau teofilin lepas
lambat.
Asma Persisten Berat Inhalasi kortikosteroid 800-
2000 ug
Bronkodilator aksi lama
berupa agonis Beta2 aksi
lama inhalasi atau oral atau
teofilin lepas lambat.
Kortikosteroid oral jangka
panjang

Tambahan:
1. "PINK PUFFER"
Gejala : dyspnea, progresif
Pemeriksaan :
- Takipnue, asthenic, berwarna pink
- Barrel chest, ekspirasi memanjang
- Penurunan jumlah udarah yang masuk
- Diafragma datar
- Suara jantung yang jauh
- PADA EMFISEMA PARU

2. BLUE BLOATER
Gejala :batuk dengan sputum dan infeksi yang berulang dan eksaserbasi dengan
dyspnea
Pemeriksaan : sianosis, overweight, eksprasi memanjang dengan wheezing, tanda
tanda gagal jantung kanan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Purba, Bernhard Aprianto. Fisiologi Respirasi. Jambi: -. 2011. p. 7-25


2. Sundaru, Heru & Sukamto. Asma Bronkial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi V. Editor: Aru W. Sudoyo, dkk. Jakarta: InternaPublishing. 2009. p. 404-414

3. Solomon, William R. Asma Bronkial: Alergi dan lain-lain dalam Patofisiologi Edisi 6
Volume. Editor: Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. Jakarta:EGC. 2005. p. 177-190

4. Chapter II USU

5. Finkel, Richard dkk. Respiratory System in Lippincott's Illustrated Reviews: Pharmacology,


4th Edition Farmakologi. -: The Point. 2009. p. 320-323

6. Mansjoer, Arif dkk. Asma Bronkial dalam Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi Ketiga.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI. 2001. p. 476-480

Anda mungkin juga menyukai

  • Crs Serumen
    Crs Serumen
    Dokumen21 halaman
    Crs Serumen
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • Sistemik Sklerosis
    Sistemik Sklerosis
    Dokumen61 halaman
    Sistemik Sklerosis
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • Keluarga Binaan DM
    Keluarga Binaan DM
    Dokumen34 halaman
    Keluarga Binaan DM
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • Crs Flo Hipertiroid
    Crs Flo Hipertiroid
    Dokumen20 halaman
    Crs Flo Hipertiroid
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus LSK
    Laporan Kasus LSK
    Dokumen22 halaman
    Laporan Kasus LSK
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • Crs Flo Opthal
    Crs Flo Opthal
    Dokumen36 halaman
    Crs Flo Opthal
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • CRS Flo LSK
    CRS Flo LSK
    Dokumen20 halaman
    CRS Flo LSK
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • Crs Flo Opthal
    Crs Flo Opthal
    Dokumen44 halaman
    Crs Flo Opthal
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • Crs Flo Konjungtivitis
    Crs Flo Konjungtivitis
    Dokumen20 halaman
    Crs Flo Konjungtivitis
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • Tugas Flo Mata
    Tugas Flo Mata
    Dokumen40 halaman
    Tugas Flo Mata
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • CRS Flo
    CRS Flo
    Dokumen34 halaman
    CRS Flo
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • Crs Flo Gerd
    Crs Flo Gerd
    Dokumen19 halaman
    Crs Flo Gerd
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • CRS Flo CKB
    CRS Flo CKB
    Dokumen43 halaman
    CRS Flo CKB
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • CSS Flo
    CSS Flo
    Dokumen45 halaman
    CSS Flo
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • CSS Flo
    CSS Flo
    Dokumen40 halaman
    CSS Flo
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Konjungtivitis
    Laporan Kasus Konjungtivitis
    Dokumen31 halaman
    Laporan Kasus Konjungtivitis
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Scabies
    Laporan Kasus Scabies
    Dokumen26 halaman
    Laporan Kasus Scabies
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus: Carpal Tunel Syndrom Dextra
    Laporan Kasus: Carpal Tunel Syndrom Dextra
    Dokumen20 halaman
    Laporan Kasus: Carpal Tunel Syndrom Dextra
    amandajae
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus LSK
    Laporan Kasus LSK
    Dokumen22 halaman
    Laporan Kasus LSK
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • SINUSITIS
    SINUSITIS
    Dokumen19 halaman
    SINUSITIS
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • Crs Flo Sinusitis
    Crs Flo Sinusitis
    Dokumen21 halaman
    Crs Flo Sinusitis
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • Crs Flo Vertigo
    Crs Flo Vertigo
    Dokumen45 halaman
    Crs Flo Vertigo
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • Cor Pulmonal
    Cor Pulmonal
    Dokumen13 halaman
    Cor Pulmonal
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • Crs Flo Scabies
    Crs Flo Scabies
    Dokumen20 halaman
    Crs Flo Scabies
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • CRS Flo LSK
    CRS Flo LSK
    Dokumen20 halaman
    CRS Flo LSK
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • Ny. Tan
    Ny. Tan
    Dokumen22 halaman
    Ny. Tan
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • CRS Flo
    CRS Flo
    Dokumen54 halaman
    CRS Flo
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • CRS Flo
    CRS Flo
    Dokumen44 halaman
    CRS Flo
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • Ny. Jamilah
    Ny. Jamilah
    Dokumen22 halaman
    Ny. Jamilah
    flosimarmata
    Belum ada peringkat
  • Ny. Asniati
    Ny. Asniati
    Dokumen22 halaman
    Ny. Asniati
    flosimarmata
    Belum ada peringkat